Anda di halaman 1dari 21

BIOGRAFI HISYAM BIN 'ABDUL-MALIK DAN ABU JA’FAR

ABDULLAH BIN AL-MANSUR

TUGAS MAKALAH
Ditulis sebagai salah satu syarat perkuliahan
Mata kuliah Materi SKI SD/SMP/SMA

DOSEN PENGAMPU :
Nurlila Kamsi, M.Pd.

DISUSUN OLEH :
1. Khoirotunnisa (2125.0038)
2. Khuriyah Basyiroh (2125.0039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
BUMI SILAMPARI LUBUKLINGGAU
TAHUN AKADEMIK 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Sang maha pencipta dan pengatur alam semesta,
berkat Ridho Nya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan Tugas makalah ini,
Dalam penulisan makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
alami, namun berkat bimbingan,dukungan, dorongan dan semangat, sehingga
penulis mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis pada kesempatan ini
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Ngimadudin,S.Ag,M.H. selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam
Bumi Silampari (STAI BS) Lubuklinggau
2. Bapak Nurlila Kamsi, M.Pd.selaku Dosen pengampu mata Kuliah Materi
sosiologi pendidikan
3. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan dan bantuan finansial
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam kepenulisan
makalah ini. Oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan
penulis terima dengan baik.Semoga tugas ini yang ini dapat bermanfaat untuk
kedepannya

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Hisyam bin 'Abdul-Malik......................................................................3
1. Biografi Hisyam bin 'Abdul-Malik...................................................3
2. Kebijakan Hisyam bin 'Abdul-Malik................................................6
3. Strategi Hisyam bin 'Abdul-Malik....................................................6
4. Hikma dari masa pemerintahan Hisyam bin 'Abdul-Malik..............7
B. Abu Ja’far Abdullah bin Al-Mansur.....................................................8
1. Biografi Abu Ja’far Abdullah bin Al-Mansur..................................8
2. Keadaan pemerintahan pada masa Abu Ja’far Abdullah bin Mansur
pada dinasti abbasiyah......................................................................9
3. perubahan-perubhan yang dilakukan Al-Mansur pada masa dinasti
Abbasiyah.......................................................................................12
4. Prestasi yang dicapai oleh Abu Ja’far Al-Manshur........................13
5. Beberapa Problem yang Dihadapi Al-Manshur..............................13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Historiografi atau penulisan sejarah atau sejarah penulisan sejarah
dalam Islam memiliki alur sejarah tersendiri. Agama menjadi faktor
pendorong dan mempengaruhi sejarawan generasi awal dalam menuliskan
sejarah. dalam historiografi membahas terntang biografi tokoh, Biografi
adalah suatu tulisan yang berisikan mengenai kisah tentang kehidupan suatu
orang. Biografi sendiri menceritakan berdasarkan dari kegiatan hidupnya
seseorang misalnya tanggal lahir, alamat, nama orang tua, riwayat
pendidikan, peristiwa penting dalam kehidupan seseorang atau peristiwa
menarik dalam kehidupan sehari-hari, jasa, hasil karya, sampai meninggalnya
seseorang.
Perkembangan dan peradaban Islam dari zaman tidak lepas dari
sejarah Nabi dan para khulafaur Rasyidin yang mulia. Pada masa itu Islam
lahir dan berkembang pesat. Tidak heran bila wasrisan dan penulisan sejarah
pada masa itu begitu lengkap, terperinci dan penuh pesona. dab terdapat dua
dinasti yang besar yakni dinasti umayah dan dinasti abbasiyah yang menganut
suntem monarki atau kerajaan. dank arena beberapa konflik atau masalah
menyebabkan kedua dinasti ini mengalami kemunduran, yang diawali dengan
kehancuran dinasti umayyah lalu diganti menjadi dinasti abbasiyah, dan
kedua dinasti ini memiliki khalifah yang terkenal diantaranya Hisyam Bin
Abul Malik Dari Dinasti Umayyah Dan Abu Ja’far Abdullah Bin Al Mansur
Dari Dinasti Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam penulisan tidak melebar, maka penulis
membaginya ke dalam masalah-masalah berikut:
1. Bagaimanakah Biografi Hisyam Bin Abul Malik?
2. Bagaimanakah Biografi Abu Ja’far Abdullah Bin Al Mansur

1
2

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi hisyam bin abul malik
2. Mengetahui biografi abu ja’far abdullah bin al mansur
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hisyam bin 'Abdul-Malik


1. Biografi Hisyam bin 'Abdul-Malik
Hisyam bin 'Abdul-Malik lahir pada tahun 691 dan meninggal pada
tahun 743 M diumur 52 tahun. Beliau adalah seorang khalifah bani
umayyah yang berkuasa dari tahun 724-734 H. Beliau merupakan khalifah
ke 10 Bani Umayyah. Beliau diangkat sebagai khalifah pada usia 34 tahun.
Masa kepemimpinan beliau yakni lebih kurang 20 tahun. Dia berasal dari
Bani Umayyah cabang Marwani. Hisyam juga merupakan putra terakhir
'Abdul Malik yang menjadi khalifah. Di antara para khalifah Umayyah
yang berkuasa dari Syria, Hisyam menjadi satu dari tiga khalifah yang
memiliki masa kekuasaan terlama, dua yang lain adalah Mu'awiyah bin
Abu Sufyan dan 'Abdul Malik bin Marwan. Mewarisi tampuk
kepemimpinan dari salah satu negara terluas di dunia berikut segala
permasalahan yang ada, Hisyam cukup berhasil mempertahankan
kestabilan kekhalifahan. Hisyam lahir pada tahun 691 di masa kekuasaan
ayahnya, 'Abdul Malik bin Marwan. Kedua orang tuanya telah bercerai.
Saat 'Abdul Malik bertempur melawan pasukan Mush'ab dan berhasil
membunuhnya, berita kelahiran Hisyam sampai kepada 'Abdul Malik, dan
itu diyakini sebagai pertanda baik. 'Abdul Malik memberinya nama
Manshur, tetapi sang ibu, wanita dari Bani Makwhum, memberinya nama
Hisyam yang merupakan nama ayahnya. 'Abdul Malik tidak
menentangnya dan putra mereka akhirnya dinamai Hisyam.

Hisyam adalah sosok yang memiliki pandangan mendalam dalam


berbagai persoalan. Ia adalah sosok yang tegas dan kompeten. Mampu
menjaga keseimbangan dan bijak dalam berinteraksi dengan dua kubu
dominan yang saling bersaing saat itu, yakni suku Yaman dan suku Qais.
Hisyam tidak memihak salah satunya, ia sadar akan realita fanatisme
kesukuan bangsa Arab merupakan masalah sensitif di era Dinasti
Umayyah. Saat itu fanatisme kesukuan dibawa-bawa ke wilayah-wilayah

3
4

kekuasaan Bani Umayyah (Khurasan, Asia Tengah, Afrika, Andalusia,


dll.) Hisyam bin Abdul Malik berusaha merangkul dua kubu yang bersaing
itu. Apabila salah satu pejabatnya ada yang berpihak, ia tidak segan-segan
memberhentikannya demi menjaga kepentingan negara. Ia pernah
memerintahkan Gubernur Irak, Khalid bin Abdullah Al-Qusari, mencopot
Asad bin Abdullah Al-Qusari, adiknya sendiri, dari jabatan walikota
Khurasan. Hal ini disebabkan Asad memperlihatkan fanatismenya pada
suku Yaman untuk mengalahkan suku Mudhar, dan bersikap buruk pada
kepala suku Qais, Nashr bin Sayyar. Dalam hal menjaga harta umat,
Hisyam bersikap keras terhadap dirinya sendiri dan putra-putrinya. Iqal bin
Syabbah menjadi saksi bahwa ketika menjadi khalifah, Hisyam selalu
mengenakan topi serban berwarna hijau yang ternyata sudah ia pakai sejak
sebelum menjadi khalifah. Anak khalifah, Sulaiman bin Hisyam, pernah
mengajukan pergantian bighal dengan alasan telah lemah. Tapi khalifah
Hisyam malah menganjurkannya agar memperhatikan makanan bighal
tersebut. Khaliafah Hisyam tidak memberikan tunjangan kepada seorang
pun dari Bani Marwan kecuali bagi mereka yang turut serta berjihad.

Sebelum menjabat sebagai khalifah, Hisyam tinggal di istana


Damaskus tanpa memegang jabatan penting di pemerintahan. Saat
saudaranya seayah, Khalifah Sulaiman, menderita sakit parah, Raja' bin
Haiwah mengumumkan keputusan khalifah bahwa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz
akan menjadi khalifah setelahnya, kemudian diikuti Yazid bin 'Abdul
Malik. Hisyam menentang keputusan tersebut, tetapi kemudian
mematuhinya setelah Raja' mengancam akan menggunakan kekerasan
pada pihak yang menentang keputusan tersebut. Saat berada di atas
mimbar, 'Umar meminta agar Hisyam yang pertama kali memberikan
sumpah setia (bai'at) padanya. Hisyam kemudian maju membai'at 'Umar,
diikuti hadirin yang lain. Umar mangkat karena diracun dan tampuk
kekhalifahan kembali ke tangan keturunan 'Abdul Malik, kali ini kepada
Yazid. Saudara seayah Yazid dan Hisyam, Maslamah, diberhentikan dari
jabatannya oleh Yazid sebagai gubernur Iraq lantaran lebih mendukung
Hisyam sebagai putra mahkota daripada Al-walid yang merupakan putra
5

Khalifah Yazid. Namun usia Al-walid yang masih muda dipandang belum
layak menjadikannya sebagai khalifah, sehingga akhirnya Yazid
menetapkan Hisyam sebagai putra mahkota dan Al-walid sebagai wakil
putra mahkota. Saat Yazid mangkat pada 724, Hisyam dinobatkan sebagai
khalifah.

Di antara empat putra 'Abdul Malik yang menjadi khalifah, Hisyam


merupakan yang terakhir naik takhta dan paling lama berkuasa. Seperti
saudaranya Al-walid I, Hisyam merupakan pelindung seni yang besar, dan
ia kembali mendorong berkembangnya seni di negaranya. Ia juga
mendorong pengembangan pendidikan dengan membangun banyak
sekolah, dan barangkali sumbangsih terpentingnya ialah mengawasi
penerjemahan sejumlah karya besar sastra dan ilmiah ke dalam bahasa
Arab. Hisyam berusaha mengembalikan penafsiran syariah sebagaimana di
masa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dan menjalankannya pula terhadap anggota
keluarganya sendiri. Kemampuannya menyatukan garis keturunan
Umayyah diperkirakan merupakan faktor penting dalam keberhasilannya.
usaha usaha yang dilakukan oleh Hisyam bin 'Abdul-Malik :

a. Menata administrasi pemerintahan dan keuangan negara dengan sangat


stabil
b. Membangun sekolah sekolah
c. Membangun irigasi untuk pertanian
d. Membangun pusat kerajinan sutra
e. Membangun pabrik pembuatan pakaian tentara
f. Membangun pabrik senjata
g. Mengembangkan usaha peternakan
h. Mengawasi penerjemahan sejumlah karya besar sastra ke dalam Bahasa
arab
i. berhasil menaklukan Spanyol

2. Kebijakan Hisyam bin 'Abdul-Malik


6

Dalam masa pemerintahannya Hisyam bin 'Abdul-Malik membuat


beberapa kebijakan, diantaranya:
a. Menjadikan anaknya sebagai komandan pasukan dalam menyerang
Romawi, yakni Mu’awiyah dan Sulaiman, juga saudaranya Maslamah
bin ‘Abdul Malik dan anak pamannya Marwan bin Muhammad
b. Hisyam tidak memberi imbalan kepada keturunan Bani Umayyah
sampai mereka maju ke medan perang, hal ini menjadi kebijakan beliau
agar para keturunan Bani Umayyah tidak sewenang wenang, dan untuk
menghindari pandangan masyarakat yang buruk tentang Bani
Umayyah.
c. Menaikkan pajak. Hal ini bertujuan untuk menutupi kekurangan kas
Negara (Baitul Mal). Kekurangan ini disebabkan karena pada masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ada kebijakan meringankan beban
pajak kepada masyarakat. Oleh karena itu Hisyam berusaha menambah
kas Negara dengan menaikan beban pajak kepada penduduk Muslim
non Arab dan nonMuslim. Akibatnnya banyak mereka yang tidak puas
melakukan gerakan perlawanan guna menekan Khalifah agar
mengurangi beban pajak yang ditujukan kepada mereka.

3. Strategi Hisyam bin 'Abdul-Malik


Dalam masa pemerintahannya Hisyam bin 'Abdul-Malik membuat
beberapa strategi untuk menjaga kestabialan pemeritahannya, diantaranya:
a. Di India, Hisyam mengirimkan pasukan untuk mengakhiri
pemberontakan Hindu di bawah pimpinan Jai Singh di Sind. Ini
membuat Bani Umayyah dapat menegaskan kembali kekuasaannya atas
provinsi di India.
b. Di Spanyol, perseteruan dalam negeri selama bertahun-tahun diakhiri,
dan Hisyam mengirimkan pasukan besar yang berangkat ke Perancis.
walau pada awalnya sukses, pasukan Islam kemudian dikalahkan dalam
Pertempuran Tours (balat asy-syuhada) oleh Charles Martel. Meskipun
demikian, kekhalifahan Islam tetap melanjutkan kekuasaannya
atasSpanyol.
7

c. Di Afrika Utara, pemberontakan besar suku Bar bar berhasil ditumpas


dengan tewasnya ratusan ribu pemberontak. Kemenangan ini selamanya
mengakhiri pemberontakan di sana. Hisyam juga menghadapi
pemberontakan oleh waid bin Ali, cucu Husain bin Ali, dan pasukan
waid pun berhasil dikalahkannya
d. Di wilayah Andalusia, Khalifah Hisyam mengukuhkan Panglima
Anbasa bin Syuhain sebagai gubernur menggantikan Sammah bin
Malik Al-Khaulani yang gugur. Dengan pasukan cukup besar, Panglima
Anbasa menyeberangi pengunungan Pyren dan menaklukkan wilayah
Narbonne di selatan Prancis. Selanjutnya ia maju ke Marseilles dan
Avignon serta Lyon, menerobos wilayah Burgundy. Kemenangan itu
membangkitkan semangat Anbasa. Ia terus maju ke arah utara dan
menaklukkan beberapa daerah sampai ke benteng Sens di pinggirsungai
Seine yang jaraknya hanya sekitar 100 mil dari Paris, ibukota wilayah
Neustria kala itu.

4. Hikma dari masa pemerintahan Hisyam bin 'Abdul-Malik

Hikmah yang dapat diambil dari pemerintahan Hisyam bin Abdul


Malik Kholifah Hisyam bin Abdul Malik perlu dicatat juga sebagai
kholifah yang sukses. Ia memerintahkan dalam waktu yang panjang yakni
20 tahun . ia dapat pula dikategorikan sebagai kholifah Umayyah yang
terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan,
berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama dalam hal keuangan,
disamping bertakwa dan berbuat adil. Para ahli sejarah menyebutnya
negarawan yang ahli dalam strategi militer.
Pada masa pemerintahannya, selain memadamkan kemelut internal,
ia juga meluaskan wilayahnya keluar. Beliau menjalankan roda
pemerintahannya berdasar metode Islam yang lurus sehingga jiwa
rakyatnya bergembira, sekian harapan mereka gantungkan. Kaum
muslimin mengharapkan kebaikan yang banyak akan muncul darinya.
Beliau adalah seorang yang mencintai jihad fii sabiilillah Sampai-sampai
8

beliau menjadikan anak-anaknya sebagai komandan pasukan dalam


menyerang Romawi terutama Mu’awiyah dan Sulaiman, juga saudaranya
Maslamah bin ‘Abdul Malik dan anak pamannya Marwan bin Muhammad.
Demikian pula mayoritas khalifah dari Bani Umayyah. Ini semua
menjadi sebagian kebaikanmereka.Dari kisah diatas, hikmah yang dapat
diambil dari kepemimpinan Hisyam bin Abdul Malik yakni :
a. wajib bagi kita untuk meneladani sifat beliau yang pemurah, gemar
keindahan, berkakhlak mulia, suka berjihad dan akhlak terpuji lainnya
b. Lebih dapat menghargai jasa para khalifah khalifah terdahulu yang
berjuang mati matian demi islam dan penyebar luasannya.
c. Sikap tegas dan berani Hisyam bin Abdul Malik dalam menaklukan
berbagai daerah dibawah kekuasaan Romawi dan Turki.

B. Abu Ja’far Abdullah bin Al-Mansur


1. Biografi Abu Ja’far Abdullah bin Al-Mansur
Abu Ja’far Abdullah bin Al-Mansur adalah khalifah kedua Bani
Abbasiyah. Ia dilahirkan di al-Humaymah, kampung halaman kelurga
abbasiyah setelah bermigrasi dari. Ayahnya bernama Muhammad, cicit
dari Abbas. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, wanita dari suku
Barbar. Abu Ja’far Abdullah bin menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah
menggantikan saudaranya Abu Abbas As-Saffah. Abu Ja’far Abdullah bin
Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin
Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim Al-imam dan Abu
Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah. Abu
Abbas hanya memerintah dalam kurun waktu singkat, yakni empat tahun.
Oleh karena itu, ia kehilangan jati dirinya. Kehidupannya yang dikenal
dalam sejarah pertama hanyalah sebagai pembasmi Dinasti Umayyah.

Abu Ja’far Al-Manshur meninggal tahun 754 M. Dan digantikan


oleh saudaranya, Abu Ja’far Al-Manshur dari tahun 754-775 M. Dialah
sebenarnya yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Abassiyah. Dia tetap
melanjutkan kebijaksanaan Al-Saffah yakni menindak tegas setiap orang
yang menentang kekuasaannya, termasuk juga darikalangan keluarganya
9

sendiri. Sifat dan watak Al-Mansur dikenal oleh penulis sejarah sebagai
seorang politikus yang demokratis, pemberani, cerdas, teliti,disiplin, kuat
beribadah, sederhana, fasih dalam berbicara, sangat dekat dan
memperhatikan kepentingan rakyat. oleh karena itu, tidakah
mengherankan bahwa selama kurang lebih 20 tahun kekuasannya, ia tidak
berhasil meletakan landasan yang kuat dan kokoh bagi kehidupan dan
kelanjutan kekuasaan Dinasti Abbasiyah itu.

2. Keadaan pemerintahan pada masa Abu Ja’far Abdullah bin Al-


Mansur pada dinasti abbasiyah
Khalifah al Manshur adalah Khalifah ke-2 Dinasti Abbasiyyah
sekaligus peletak dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyyah. Ketika awal
Khalifah al Manshur berkuasa Daulah Bani Abbasiyyah masih dalam
masa transisi dari kekuasaan Bani Umayyah ke Bani Abbasiyyah, namun
berkat strategi kepemimpinan ataupun pola pemerintahannya yang
tergolong radikal ia mampu melewati masa transisi dengan gemilang
dimulai ketika Abu Ja’far Al-Manshur mengangkat dirinya menjadi
Khalifah bergelar al Manshur. Pada mulanya ibu kota negara adalah Al-
Hasyimiyah dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga
stabilitas dan negara yang baru berdiri itu al Mansur memindahakan ibu
kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad bekas ibu kota
Persia.Baghdad terletak di pinggir kota Tigris. Khalifah al Manshur sangat
cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dijadikan ibu kota. ia
menugaskan beberapaorang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi.
Dengan mengerahkan ratusan peneliti yang akhirnya memutuskan untuk
membangun kota Baghdad mengerahkan lebih dari 100 ribu ahli bangunan
terdiri dari arsitektur,tenaga bangunan dan lainnya.
Kerja keras tim ahli bangunan dengan dana 3.88 juta Dirham
dikerjakan selama 4 tahun berhasil secara gemilang membangun kota
Baghdad yang unik nan megah kemudian kota Baghdad dijuluki Madinat
asSalam atau kota perdamaian. Kota Baghdad juga sebagai pusat
intelektual terdapat beberapa aktivitas pengembangan ilmu, antara lain
Baitul hikmah yaitu lembaga ilmu pengetahuan sebagai pusat pengkajian
10

berbagai ilmu, dan juga pusat penerjemah buku-buku dari berbagai cabang
ilmu yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa arab.
Kota Baghdad memang indah memukau bagaimana tidak kita
Baghdad yang dibangun selama 4 tahun yang didesain oleh Nowbakht,
persia dan Mashallah dari Iran itu berbentuk bundar hingga dijuluki kota
Bundar terinspirasi kota Firouyabad di Persia kemudian kota Baghdad
dikelilingi R tembok benteng dan dilengkapi istana Khalifah yang megah
bernama al Qasr Aw wahabi atau istana keindahan, masjid Jami’ al
Manshur, pasar, alun-alun, parit ,kanal sebagai saluran air sekaligus
benteng pertahanan membuat kota Baghdad menjadi kota peradapan islam
ketika itu. Selama masa kepemimpinannya, kehidupan masyarakat berjalan
tenteram, amandan makmur. Stabilitas politik dalam negeri cenderung
aman dan terkendali, tidak ada gejolak politik dan pemberontakan-
pemberontakan. Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur sangat mewaspadai tiga
kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani
Abbasiyah dan dirinya.Kelompok pertama dipimpin Abdullah bin Ali, adik
kandung Muhammad bin Ali, paman Abu Ja’far sendiri. ia menjabat
panglima perang Bani Abbasiyah.Kegagahan dan keberaniannya dikenal
luas. Pengikut Abdullah bin Ali sangat banyak serta sangat berambisi
menjadi khalifah.Kelompok kedua dipimpin Abu Muslim Al-Khurasani,
orang yang berjasa besar dalam membantu pendirian Dinasti Abbasiyah.
Karena keberanian dan jasa- jasanya, ia sangat disegani serta dihormati di
kalangan Bani Abbasiyah.Masyarakat luas banyak yang menjadi
pengikutnya.
Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur khawatir pengaruh Abu Muslim
terlalu besar terhadap pemerintahan Bani Abbasiyah.Kelompok ketiga
adalah kalangan Syiah yang dipimpin pendukung berat keturunan Ali bin
Abi Thalib. Masyarakat luas banyak yang simpati karena dalam
melakukan gerakan mereka membawa nama-nama keluarga Nabi
Muhammad Saw. Setelah berhasil mengantisipasi kelompok-kelompok
yang dapat menjadi batu sandungan pemerintahannya, pertama kali
dilakukan Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur adalah mengatur politik dengan
11

segala siasat pemerintahan Bani Abbasiyyah sehingga terjalin kerjasama


erat pemerintah pusat dan daerah atau kepala-kepala dinas lainnnya
kemudian membuat stabilitas politik dalam negeri terkendali tanpa gejolak
dan pemberontakan-pemberontakan. Perjalanan hidup Abu Ja’far Al-
Manshur tak kalah menarik saat mengangkat Abu Hanifah sebagai Hakim
Tinggi atau Qadhi Qudha ,namun sang Abu Hanifah menolak keras
bahkandi sertai ancaman agar ia memegang jabatan itu.Ketika mendapat
ancaman tersebut Abu Hanifah menjawab seandai anda mengancam untuk
membenamkanku ke dalam sungai Eufarat atau memegang jabatan itu
sungguh aku akan memilih untuk dibenamkannya dan mendengar sikap
Abu Hanifah yang menolak keras tawaran jabatan sebagai Qadhi Qudha
membuat Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur amat murka apalagi mendengar
Abu Hanifah terlibat dalam gerakan akhirnya sang imam dipenjara sampai
meninggal.
Pada masa Al-Manshur, pengertian khalifah kembali berubah. Dia
berkata, ”innama ana Sulthan Allah fi ardhihi”, artinya sesungguhnya saya
adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya. Dengan demikian, konsep khilafah
dalam pandangannya dan berlanjut dari Allah, bukan dari manusia, bukan
pula sekedar pelanjut nabi sebagai pada masa al-Khulafa al-Rasyadun. Di
samping itu, ber beda dari daulat Bani Umayyah, dalam penggunaan
khalifah disebut “Khalifah Allah” artinya penguasa yang diangkat oleh
Allah. Dalam dinasti Abbasiyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai
“gelar tahta”, seperti Al-Manshur adalah “gelar tahta” Abu Ja’far. “gelar
tahta” itu lebih populer daripada nama yang sebenarnya.Khalifah Abu
Ja’far Al-Manshur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat dan
memantapkan keamanan daerah pembatasan.
Di antara usaha-usahanya tersebut adalah merebut benteng-benteng
di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 75J-758
M. ke Utara, bala tentaranya melintasi pegununganTaurus dan mendekati
selat Bosporus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantive V
dan selama genjatan senjata 758-7J5 M, Bawantium membayar upeti
12

tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khawar


diKaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan india.
3. perubahan-perubhan yang dilakukan Al-Mansur pada masa dinasti
Abbasiyah
perubahab mendasar bagi perkembangan dinasti Abbasiyah sebagai
Ngara adikusa di masa mendatang, yaitu:
a. Pada tahun 762 M, Abu ja’far memindahkan ibu kota dari Damaskus ke
Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan
Ctesiphon, bekas ibu kota Persia. Dengan demikian, ibu kota
pemerintahan dinasti Bani Abbas berada ditengah-tengah bangsa Persia
b. Mengangkat sejumlah personil atau aparat untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif.
c. Di bidang pemerintahan, Al-Manshur menciptakan tradisi baru dengan
mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. wazir pertama yang
diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia.
d. Membentuk lembaga protokol Negara dan sekretaris Negara.
e. Membentuk kepolisian negara di samping membenahi angkatan
bersenjata.
f. Menunjuk Muhammad ibn Abd Al-3ahman sebagai hakim pada
lembaga kehakiman negara.
g. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah di
tingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dahulu hanya
sekedar untuk mengantar surat, pada masa Al-Manshur, jawatan pos
ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah,
sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur
jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat
kepada khalifah
4. Prestasi yang dicapai oleh Abu Ja’far Al-Manshur
a. Melakukan penaklukkan di wilayah Malatya (sebuah kota di bagian
tenggara Turki), Cappadocia/Kapadokya (wilayah Turki dekat
Annatolia), Ciccilia/Sisilia (Italia bagian selatan) dan beberapa benteng
di Asia.
13

b. Menjalin hubungan diplomatic dengan Kaisar Constantine V dari


Kekaisaran Bywantium.
c. Memintahkan Ibukota Dinasti Abbasiyah dari Kota Kuffah menuju Kota
Baghdad untuk menjaga stabilitas politik.
d. Melakukan gerakan penerjemahan buku berbahasa Persia, Yunani,
Suryani, India dan sebagainya ke dalam Bahasa Arab.
e. Mendirikan Baitul Hikmah
f. Membangun benteng Kota Baghdad berbentul lingkaran yang
mengelilingi kota.
5. Beberapa Problem yang Dihadapi Al-Manshur
Pada awal pemerintahannya, Khalifah Al-Manshur menghadapi
berbagai macam kesulitan, di antaranya pengkhianatan pamannya sendiri
Abdullah bin Ali, ingkarnya Abu Muslim al-Khurasani, dan
pemberontakan kelompok Alawiyyin. Namun, semua dapat diatasi dengan
ketabahan dan keteguhan hatinya. Sifat-sifat ini yang membuat Khalifah
sukses dalam segala usahanya. walau begitu, ada beberapa sikap politik
Al-Manshur yang cukup kontroversial bagi Umat Islam, seperti
penyiksaan beberapa ulama besar.
a. Pengkhianatan Panglima Abdullah bin Ali
Abdullah bin Ali mengatakan bahwa Assaffah berjanji, akan
memberikan tahta khilafah kepadanya setelah wafat, jika ia dapat
memusnahkan seluruh kekuatan Marwan bin Muhammad dan para
pengikutnya. Pengakuan ini didengar oleh sebagian orang, lalu mereka
membaiatnya. Oleh karena itu, Abdullah tidak mau berbai'at kepada Al-
Manshur. Dengan cerdiknya, Al-Manshur menugaskan rivalnya, Abu
Muslim yang sama-sama keduanya tidak disukai, untuk berangkat ke
Syam demi memadamkan pemberontakan itu. Alhasil, kedua belah
pihak musuhnya saling bertempur dan menumpahkan darah satu sama
lain.
Sampai akhirnya, pertempuran itu dimenangkan oleh kubu Abu
Muslim. Anehnya sebelum peperangan, sekitar 17.000 tentara
Abdullah bin Ali dicurigai akan berkhianat dan bergabung ke barisan
14

Abu Muslim Al-Khurrasani. Kemudian dengan tipu muslihatnya,


orang-orang yang dicurigai ini berhasil dibinasakan oleh tangannya
sendiri. Demikian ini, justru Abdullah bin Ali telah melemahkan
kekuatan pasukannya sendiri, sehingga Abu Muslim tidak terlalu sulit
menaklukkan mereka. Akhirnya, Abdullah bin Ali ditangkat,
dijebloskan ke penjara sampai akhir hayatnya. Namun ada riwayat lain
yang mengatakan, dia berhasil melarikan diri dari medan perang, lalu
menuju ke kota terpencil untuk menyembunyikan diri. Sayangnya, dia
ditemukan tewas terbunuh oleh orang tak dikenal ketika berusia 52
tahun.
b. Pengingkaran Panglima Abu Muslim Al-Khurasani
Seiring waktu, kesombongan Abu Muslim Al-Khurrasani
semakin tampak, sampai merasa tidak perlu taat lagi pada Al-Manshur.
Dengan begitu gampangnya, ia membunuh seseorang tanpa sebab yang
jelas, sehingga membuat Khalifah Al-Manshur sangat tidak suka
padanya. Bahkan, ia terang-terangan berani mengingkari dan tidak
mengakui Khalifah Al-Manshur. Dengan kata lain, sikap Abu Muslim
sudah dirasa sangat membahayakan bagi kedudukan Al-Manshur.
Maka, ia berusaha mencari peluang untuk membinasakannya.
Di saat yang tepat, Khalifah Al-Manshur turut mengundang Abu
Muslim Al-Khurrasani ke istana Anbar. Dengan tipu muslihatnya, ia
dibunuh di hadapannya dan tewas seketika saat berusia 37 tahun.
Mayatnya langsung dibuang ke Sungai Tigris, dan setelah itu, Al-
Manshur tidak merasa lagi ada orang lain yang akan mengancam
kedaulatannya.
c. Pemberontakan Golongan 'Alawiyyin
Keluarga Abbasiyah tampak beruntung bisa merebut kursi
khilafah dari Bani Umayyah dengan embel-embel keluarga Rasulullah,
Suku Quraisy dan Bani Hasyim. Sedangkan, keluarga Alawiyyin (Ali
bin Abi Thalib) merasa lebih berhak menduduki singgasana khilafah itu
dibandingkan mereka. Apalagi, sewaktu ingin menggulingkan Bani
Umayyah, mereka bersepakat mengutamakan kekuatan besar atas nama
15

Bani Hasyim, daripada Bani Abbas. Setelah cita-citanya berhasil,


sayangnya Bani Abbas dianggap telah meninggalkan Bani Hasyim
tanpa memperhitungkan jasa-jasa mereka yang sudah diperbuat, ibarat
habis manis sepah dibuang.
Oleh sebab itu, keluarga Alawiyyin bersepakat menyatakan
permusuhan bagi Bani Abbas. Pada Tahun 145 H di Hijaw, Muhammad
bin Abdillah Al-Alawyi mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah atas
nama Daulah Alawiyah. Ia memerintahkan adiknya, Ibrahim menuju ke
Basrah untuk menyampaikan pesan berita khilafah ini kepada mereka
dan diminta untuk berbai'at kepada Muhammad bin Abdullah. Tidak
tinggal diam, dia dibunuh atas perintah Al-Manshur pada tahun itu juga.
Setelah itu, Ibrahim bangkit dan menggantikan kakaknya sebagai
Khalifah Daulah Alawy di Irak dan Persia. Malangnya, dia tewas
terbunuh setahun kemudian.
d. Berbuat whalim kepada Para Ulama dan Ahli Fiqh
Para sejarawan berpendapat, kebanyakan kebijakan Al-Manshur
sangat kontroversi dan kontradiktif. Jika As-Saffah bersikeras dengan
musuh-musuhnya, maka Al-Manshur lebih bersikeras kepada koleganya
sendiri yang berani berkhianat. Ia juga dikenal sebagai sosok pemimpin
yang cinta ilmu pengetahuan. Lagipula, Al-Manshur suka dikelilingi
oleh para ulama dan pujangga. Di sisi lain, sikap Al-Manshur terkadang
tidak disukai oleh kalangan Umat Islam kebanyakan, sebab seringkali
dia menghakimi para ulama hanya karena tidak sejalan dengannya
e. Memadamkan Pemberontakan Separatisme dari Khurasan
Pada Tahun 150 H, meletuslah api pemberontakan yang
didalangi oleh Ustadwis dan 300.000 bala tentara Khurasan, untuk
memisahkan diri dari Daulah Abbasiyah. Mereka berhasil menguasai
sebagian besar Khurasan dan melakukan kejahatan di mana-mana.
Khalifah Al-Manshur tampak berang, dia segera memerintahkan
Panglima Ajtsam Al-Marwawi dan para pasukannya untuk
menghentikan pemberontakan itu. Sayangnya, Ajtsam sendiri tewas
16

terbunuh dalam peperangan itu, sedangkan para pasukannya dibantai


habis oleh mereka.
Kemudian, Panglima Hakim bin Khuzaimah ditugaskan untuk
hal ini dengan bala tentaranya yang lebih besar. Pertempuran ini bisa
dikatakan peristiwa yang sangat memilukan, karena telah menelan
70.000 korban jiwa dari kedua belah pihak. Akhirnya, pasukan
pemberontak telah kalah telak dan Ustadwis langsung melarikan diri ke
bukit-bukit. Setahun kemudian, Panglima Hakim memancung kepala
para tawanan sebanyak 14.000 orang. Beberapa waktu setelah itu, ia
mengepung Ustadwis sampai akhirnya ia terpaksa menyerahkan diri ke
laskar Abbasiyah. Ia langsung diikat, sedangkan laskar Abbasiyah
segera melepaskan 30.000 tentara Khurasan sebagai tebusan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hisyam bin 'Abdul-Malik lahir pada tahun 691 dan meninggal pada
tahun 743 M diumur 52 tahun. Beliau adalah seorang khalifah bani umayyah
yang berkuasa dari tahun 724-734 H. Beliau merupakan khalifah ke 10 Bani
Umayyah. Beliau diangkat sebagai khalifah pada usia 34 tahun. Masa
kepemimpinan beliau yakni lebih kurang 20 tahun. Dia berasal dari Bani
Umayyah cabang Marwani. Hisyam juga merupakan putra terakhir 'Abdul
Malik yang menjadi khalifah. Hisyam adalah sosok yang memiliki pandangan
mendalam dalam berbagai persoalan. Ia adalah sosok yang tegas dan
kompeten. Mampu menjaga keseimbangan dan bijak dalam berinteraksi
dengan dua kubu dominan yang saling bersaing saat itu, yakni suku Yaman
dan suku Qais.
Abu Ja’far Abdullah bin Al-Mansur adalah khalifah kedua Bani
Abbasiyah. Ia dilahirkan di al-Humaymah, kampung halaman kelurga
abbasiyah setelah bermigrasi dari. Ayahnya bernama Muhammad, cicit dari
Abbas. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, wanita darivsuku Barbar.
Abu Ja’far Abdullah bin menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah
menggantikan saudaranya Abu Abbas As-Saffah. Abu Ja’far Abdullah bin
Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin
Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim Al-imam dan Abu
Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah. Abu Abbas
hanya memerintah dalam kurun waktu singkat, yakni empat tahun. Oleh
karena itu, ia kehilangan jati dirinya. Kehidupannya yang dikenal dalam
sejarah pertama hanyalah sebagai pembasmi Dinasti Umayyah

17
DAFTAR PUSTAKA
Blankinship, Khalid Yahya (1994). The End of the Jihad State: The Reign of
Hisham Ibn 'Abd al-Malik and the Collapse of the Umayyads. New York:
State University of New York Press
Muhammad Syu‟ub, Sejarah Bani Umayyah, (Jakarta : PT Bulan Bintang, Tanpa
Tahun)
Taufik Rachman, Bani Umayyah dilihat dari tiga Fase (Fase terbentuk, Kejayaan
dan Kemunduran), Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol. 2 No. 1 (2018)
Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran Dan Peradapan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007 )
Natsir, Kebudayaan Islam Dalam Prespekti Sejarah, ( Jakarta: PT. Girimukti
Pasaka, 1988)

18

Anda mungkin juga menyukai