Anda di halaman 1dari 25

CRITICAL BOOK REVIEW

Dinasti Umayyah di Andalusia dan Kesuksesannya

Dosen Pengampu: Mursal Aziz, M.Pd.I

DISUSUN OLEH:

LELY RISNAWATI DAMANIK (0701172121)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


SISTEM INFORMASI

2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
Rahmat dan HidayahNya, penulis dapat menyelesaikan Critical Book Report tepat pada
waktunya. Critical Book Report ini disusun guna memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran
Sejarah Peradaban Islam. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, didalam ini penulis
berusaha menjelaskan bagaimana Pembahasan tentang Sejarah Periode Madinah.

Critical Book Report yang penulis susun ini belumlah sempurna, akan tetapi penulis telah
berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan CBR ini. Oleh karena itu,penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan CBR ini
sampai selesai. Serta ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada bapak Dosen Sejarah
Peradaban Islam yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap CBR ini dapat bermanfaat bukan hanya bagi penulis sendiri
namun juga dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca CBR ini untuk menambah
wawasannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan CBR
ini.

Medan, 23 October 2018

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………...……………………………i

Daftar Isi………………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...……………………………1

1.1 Identitas Buku…………………………………………………..……………………………1

1.2 Identitas Buku Utama……………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN CRITICAL BOOK REPORT………………………………………2

2.1 Latar belakang……………………………………………………………………………….2

2.2 Permasalahan Yang Akan Dikaji………………………………………….………………3

2.3 Kajian Teori Yang Digunakan………………………………………….………………….3

2.4 Metode Penelitian……………………………………………………………………………3

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………………………..4

3.1 Isi Buku Utama………………………………………………………………………………4

3.2 Isi Buku Pembanding Pertama…………………………………………….……………….7

3.3 Isi Buku Pembanding Kedua………………………………………………………………12

3.4 Isi Buku Pembanding Ketiga………………………………………………………...……15

Penutup…………………………………………………………………………………...……..21

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...……..22

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Identitas Buku

(1) (2) (3) (4)

1.2 Identitas Buku Utama

Judul Buku : Sejarah Peradaban Islam

Penulis : Mursal Aziz, M.Pd.I dan Siti Fatimah, M.Pd.I

Penerbit : FEBI UIN-SU Press

Cetakan :1

Tahun : 2018

Kota : Medan, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371

Tebal buku :212 hlm, 2,1 cm

1
BAB II

PEMBAHASAN CRITICAL BOOK REPORT

2.1 Latar belakang

Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya


kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali)
yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan
proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti
yang berkembang sesudahnya.

Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn
Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap
khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan
pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.

Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij
(kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk
kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik
yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada
akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian
bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian
tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini
mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung
mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.

2
2.2 Permasalahan Yang Akan Dikaji

a. Menganalisa Buku Sejarah Dinasti Umayyah

b. Menganalisa kekurangan serta kelebihan Semua Buku

2.3 Kajian Teori Yang Digunakan

Saya menggunakan konsep identifikasi atau meringkas setiap bab buku dan
menyimpulkan isi buku tersebut

2.4 Metode Penelitian

Metode yang saya gunakan dalam pengerjaan critical book ini yaitu menganalisis buku
serta mengevaluasi kedua buku tersebut dan membandingkan buku tersebut dengan memasukkan
kelebihan serta kekurangan yang terdapat di dalam buku tersebut.

3
BAB III PEMBAHASAN

Judul Buku : Sejarah Peradaban Islam

Penulis : Mursal Aziz, M.Pd.I dan Siti Fatimah, M.Pd.I

Penerbit : FEBI UIN-SU Press

Cetakan :1

Tahun : 2018

Kota : Medan, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371

Tebal buku :212 hlm, 2,1 cm

3.1 Isi Buku Utama

Buku ini mengulas tentang sejarah peradaban Islam yang penjelasannya di awali dengan
penjelasan keadaan negara Arab sebelum datangnya Islam sampai dengan peradaban Islam di
Indonesia. Untuk lebih sistematisnya saya akan menguraikan kandungan buku ini dari bab per
bab.

Dalam Bab IV Dinasti Umayyah

Pada Bab ini Menjelaskan Dinasti Umayyah yang diawali kepemimpinan pada awalnya
Muawiyah memiliki kekuasaan yang terbatas karena beberapa wilayah Islam tidak mengikuti
kekhalifahannya. Selama proses arbitrase berlangsung, 'Am, bin Ali-'Ash, tangan kanan
Mu'awiyah teiah merebut Mesir dari tangan pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi,
para pendudukdi wilayah Irak tetap mengangkat Hasan, putra tertua Khalifah Ali bin Ab; Thalib
sebagai penerus yang sah. Karena tidak memdapatkan dukungan dari pasukan kuat sedangkan
pihak Mu'awiyah semakin kuat, Hasan tidak lama menjabat menjadi khalifah. Akhirnya,
Mu'awiyah melakukan perjanjian dengan Hasan.1

A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH

Berdirinya Dinasti Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn 'Abdi Syams lbn'Abdi
Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah. Hampir semua
sejarawan membagi dinasti Umayyah menjadi dua, yaitu: Dinasti Umayyah yang dirintis dan

1
Mursal Aziz dan Siti Fatimah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018), hlm.58

4
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Syria) dan Dinasti Umayyah di
bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid lbn Abd Al Malik.

Memasuki tahun ke 40 H atau 660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam,
puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Setelah
khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah iraq mengangkat al-Hasan putra tertua Ali sebagai
khalifah yang sah. Sementara itu Mu'awiyah sebagi gubernur provinsi Suriah (Damaskus) juga
menobatkan dirinya sebagai Khalifah.

Muawiyah adalah salah seorang sosok yang ahli dan paling menguasai dunia politik, cerdik, ahli
siasat, penguasa yang kuat dan bagus planingnya dalam urusan pemerintahan. Maka tidak
mengherankan jika dia dapat menjadi gubernur selama dua puluh dua tahun (pada masa khalifah
Umar dan Usman, 13-35 H.) dan menjadi khalifah selama dua puluh tahun (40-60 H).

B. PARA KHALIFAH DINASTI UMAYYAH

Adapun prohl pemimpin-pemimpin pada Dianasti Umayyah ini adalah sebagai berikut:

1. Muawiyah l bin Abi Sufyan


Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan (12 Rabi'ul Awwal 41 H
Rajab 60 H/ 661-680 M). Muawiyah di samping sebagai pendiri Daulah bani Umayyah juga
sekaligus menjadi Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam ke Damaskus.
2. Yazid bin Muawiyah
Khalifah Yazid (Rajab 60 H Rabi'ul Awwal 64 H atau tahun 680683M) merupakan putra
dari Muawiyah. Beliau lahir pada tahun 22 H atau 643 M. Pada tahun 679'M, Muawiyah
mencalonkan anaknnya Yazid untuk mengantikan dirinya. Yazid menjabat sebagai khalifah
dalam usia 34 tahun.
3. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah ll)
Muawiyah bin Yazid (15 Rabi'ul Awwal 64 H Dzulhijjah 64 H/ 683-684 M) menjabat sebagai
khalifah pada usia 23 tahun, berbeda dengan ayahnya, ia bukan seorang yang berwatak keras
atau menyukai permusuhan dan peperangan.

C. KEMAJUAN YANG DICAPAI DIMASA PEMERINTAHAN UMAYYAH

Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan futuhat, sehingga menjadi kekuasaan


Islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan islam lahirlah
benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah
lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.2

Pada zaman pemerintahan Abdul Malik, Salih Ibn Abdur Rahman, sekretaris al-Hajjaj,
mencoba menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di seluruh negeri. Meskipun, bahasa-

2
Mursal Aziz dan Siti Fatimah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018), hlm.59-76

5
bahasa asal tidak sepenuhnya dihilangkan. Orang-orang non Arab telah banyak memeluk Islam
dan mulai pandai menggunakan bahasa arab. Perhatian bahasa arab mulai diberikan untuk
menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa arab.Hal inilah yang mendorong lahirnya
seorang ahli bahasa seperti Sibawaih. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair arabjahiliyah pun
muncul kembali sehingga bidang sastra Arab mengalami kemajuan.

D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNDURNYA DINASTI UMAYYAH

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada
kehancuran. Faktor-faktor tersebut adalah:166

1. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi
Arab. Pengaturannya tidakjelas.167 Ketidakjelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan istana.168

Terjadinya pertentangan keras antara kelompok suku Arab Utara (Irak) yang disebut Mudariyah
dan suku Arab Selatan (Suriah) Himyariyah, pertentangan antara kedua kelompok tersebut
mencapai puncaknya pada masa Dinasti Umayyah karena para khalifah cenderung berpihak pada
satu etnis kelompok.

Kaum syi'ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan Oposisi yang kuat dan sewaktu-
waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum
Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semuia tidak berambisi untuk
merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin
umat.3

Kelebihan

Buku ini cukup lengkap karena membahasa dinasti umayyah dari


a. sejarah berdirinya dinasti umayyah
b. para khalifa dinasti umayyah
c. kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan dinasti umayyah
d. factor penyebab mundurnya dinasti umayyah

33
Mursal Aziz dan Siti Fatimah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018), hlm.79

6
3.2 Isi Buku Pembanding Pertama

Judul Buku : Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA

Penulis : DR. Raghib As-Sirjani

Penerbit : Muassasah Iqra

Cetakan :1

Tahun : 1432 H/2011 M

Tebal buku :880 hlm, 15,5 x 24,5 cm

Buku Bangkit dan Runtuhnya ANDALUSIA Jejak Kejayaan Peradaban Islam di


Spanyol. Pada buku ini membahas tentang Kisah Abdurahman Ad-Dakhlil (113-172 H/731-788
M) ke bumi Andalusia, kita harus mundur sedikit ke belakang hingga tahun 132 H (750 M), yaitu
pada kejatuhan Daulah Bani Umayyah di Timur. Pihak Abbasiyyun telah membunuh semua
orang yang danggap layak menjadi khalifah dari kalangan Umawiyyun. Mereka membunuh para
pangeran, putra-putra pangeran dan cucu-cucu para pangeran ersebut, kecuali sedikit saja yang
tidak terjangkau oleh pedang-pedang mereka.

Di antara mereka yang tidak terjangkau oleh pedang-pedang Bani Abbasiyah itu adalah
Abdurrahman bin Muawiyah, cucu dari Hisyam bin Abdul Malik yang berkuasa pada tahun 105
H (723 M) higga tahun 125 H (743 M).

Abdurrahman tumbuh besar di istana kekhilafan Umawiyah Maslamah bin Abdul Malik,
sang penakluk besar, paman ayahnya, melihatnya sebagai orang yang layak memegang
kekuasaan dan kepemiminan serta mempunyai keunggula dan kecerdasan. Abdurrahman
mendengarkan itu langsung darinya. Hal itu tentu saja memberikan pengaruh positif dalam
dirinya, yang buahnya akan tampak beberapa waktu kemudian.4

4 DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA(Jakarta: Muassasah Iqra,2011) hal.154

7
Ketika Abdurrahman memasuki masa pemudanya, kaum Abbasiyyun pun memberontak terhadap
pihak Umawiyyun. Mereka menggunakan pedang sebagaimana dijelaskan sebelumnya hingga
tidak ada lagi (dari pihak Umawy) yang berpikir untuk menjadi khalifah. Mereka membunuh
semua orang yang telah baligh dari kalangan keluarga Bani Umawiyah, tapi tidak membunuh
kaum wanita dan anak-anak. Ini terjadi pada tahun 132 H.

Abdurrahman bin Muawiyah pun melarikan diri dari tempat tinggalnya di desa Dier
Khinan yang termasuk dalam wilayah provinsi Qansarin di Syam, menuju salah satu desa di Irak
di tepian sungai Eufrat. Tapi tekanan-tekanan pihak Abbasiyah dengan semua kekuatan materi
dan intelijennya akhirnya dapat mengetahui di mana posisi ia berada. Maka suatu ketika, saat ia
duduk di dalam rumahnya, tiba-tiba masuklah putranya yang berusia empat tahun dengan
menangis keras. Saat itu, Abdurrahman bin Muawiyah sedang sakit dan terbaring di sudut gelap
rumah tersebut, karena matanya mengalami kekaburan. Ia berusaha menenangkan anaknya
sebagaimana biasanya orang menenangkan anak kecil. Tapi sang anak tetap menangis keras dan
tidak mau diam. Abdurrahman bin Muawiyah pun berdiri (mungkin bermaksud keluar rumah-
penj). Ternyata di luar rumah, ia melihat Sudah banyak sekali panji-panji hitam (panji Daulah
Abbasiyah), yang bahkan telah memenuhi desa tersebut. Ia pun sadar, bahwa dirinyalah yang
dicari-cari. Abdurrahman bin Muawiyah pun kembali masuk lalu membawa saudaranya, Hisyam
bin Muawiyah dengan semua uang yang dibawanya, dengan meninggalkan semua kerabat wanita
dan anak-anaknya bahkan semuanya, karena ia tahu bahwa mereka tidak akan tersentuh apapun.5

Abdurrahman melarikan diri bersama saudaranya, Hisyam, menuju Sungai Eufrat. Tapi di tepian
Sungat Eufrat, keduanya berhasil terkejar oleh pasukan Abbasiyyun. Keduanya pun
menceburkan diri ke Sungai dan mulai berenang. Dari kejauhan, pasukan Abbasiyyun
berteriak,“Kembalilah kalian berdua. Kalian akan mendapatkan jaminan keamanan!” Mereka
bersumpah untuk itu, tapi keduanya bertekad untuk sampai ke tepian sungai yang di seberang.

Hanya saja Hisyam tidak sanggup lagi berenang sehingga ia memutuskan untuk
memenuhi panggilan pasukan Abbasiyyun itu dan menerima jaminan keamanan mereka. Ia pun
bermaksud untuk kembali, tapi Abdurrahman terus mendorong dan memotivasinya untuk
berenang,“]angan kembali, Saudaraku! Karena mereka pasti akan membunuhmu!” Hisyam
menjawab, “Mereka telah memberikan jaminan keamanan.” Ia tetap memilih untuk kembali
kepada pasukan Abbasiyyun. Tapi begitu pasukan Abbasiyyun memegangnya, mereka langsung
membunuhnya di depan mata saudaranya.

Abdurrahman bin Muawiyah terus menyeberangi sungai itu tanpa bisa berbicara atau
berpikir lagi karena kesedihannya yang mendalam atas terbunuhnya sang adik yang berusia 13
tahun itu. Ia kemudian berjalan menuju wilayah Maghrib, karena ibunya adalah seorang wanita

55
DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA(Jakarta: Muassasah Iqra,2011) hal.155

8
yang berasal dari suku Berber.Ia bermaksud melarikan diri menemui keluarga ibunya di sana. Ia
melalui sebuah kisah pelarian diri yang panjang dan menakjubkan, di mana ia melintasi Syam,
Mesir, Libya, dan Qairuwan. Abdurrahman bin Muawiyah akhirnya sampai ke Burqah (Libya).
Selama lima tahun lamanya ia terus bersembunyi hingga pencarian dan pengusiran mulai tenang.
Ia pun keluar menuju Qairuwan. Pada masa itu, Qairuwan dipimpin oleh Abdurrahman bin
Habib AlvFihriFmDaI1 ketika itu, Afrika Utara benarvbenar telah berdiri sendiri dan lepas dari
Daulah Abbasiyah.

Abdurrahman bin Habib sendiri adalah keturunan dari Uqbal' bin Nafi', penakluk
Maghrib pertama. Ia tidak lain adalah sepupu dari Yusuf AlfFihri yang pernah memimpin
Andalusia. Ia sendiri sanga? ingin menguasai Andalusia juga, karena Andalusia mengikut kepada
maghrib. Mengapa kemunculan Abdurrahman bin Muawiyah dapat meng/ halangi obsesi
Abdurrahman bin Habib AlfFihri?

Jawaban pertanyaan ini mengandung sisi faktual dan realistis, tapi di sisi lain juga sangat
unik karena seperti pembuktian terdapat nubuwat!

Abdurrahman bin Habib, penguasa Qairuwan dan pemimpin resmi kawasan Afrika Utara
serta sepupu pemimpin Andalusia, YusqulfFihri, mengetahui bahwa Abdurrahman bin
Muawiyah --yang merupakan keturunan dari trah Khilafah Umawiyah yang berhasil
menaklukkan negeri tersebut, yang mengangkat para gubernur itu di posisi mereka serta
mempunyai hak untuk mencopot atau mengangkat mereka, pasti tidak akan bisa duduk lama di
rumahnya hanya dengan menikmati kehidupan yang nyaman sajala pasti akan menuntut haknya
dalam kekuasaan para pendahulunya, para khalifah. Kawasan ini tidak lain adalah negeri mereka
yang dahulu mereka taklukkan, kuasai dan pimpin dengan Islam.

Hal ini kenyataannya sangat benar. Ini juga pada saat yang sama menjadi penjelasan
terhadap tindakan berdarahfdarah yang dilakukan oleh Daulah Abbasiyah terhadap kalangan
Umawiyyun. Karena selama masih ditemukan ada seorang Umawy atau keturunan Umawiyah
Yang hidup, pasti ia akan terus memikirkan cara mengembalikan kekuasaannya yang dirampas.
Dari sinilah mengapa kalangan Umawiyun harus dibersihkan hingga ke akarnya demi
menyelesaikan persoalan Yang sangat rumit ini. Dan, yang lebih penting lagi adalah persoalah
legalitasnya secara syar'i. Karena negerifnegeri ini ditaklukkan oleh jihad Bani Umayyah,
sehingga tidak diragukan lagi hak mereka terhadap Wilayah ini. Sementara penggulingan
Abbasiyyun terhadap mereka adalah tema yang selalu menjadi perdebatan dan pembicaraan. 6

Karena itu, pemunculan seorang Umawy di kawasan Maghribi ”Perti Abdurrahman bin
Muawiyah akan menyusupkan rasa takut dan terusik ke dalam pikiran penguasa Maghrib
sebagaimana juga pada Pikiran penguasa Andalusia kemudian. Karena orang Umawy itulah dari

66
DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA(Jakarta: Muassasah Iqra,2011) hal.157

9
kalangan Bani Umayyah, yang penguasa manapun tidak akan merasa aman dengan
keberadaannya dalam wilayah kekuasaan mereka?! Sosok 5eperti Abdurrahman bin Muawiyah
pada hakikatnya tidak bisa hidup kecuali sebagai gubernur atau sebagai raja. Jika tidak demikian,
maka ia tidak bisa hidup. Karena itu, hukum realitas memang telah berpihak kepada
Abdurrahman bin Muawiyah.

Andalusia-lah negeri yang paling layak untuk menerimanya, karena negeri ini:

Pertama: Tempat yang paling jauh dari orang-orang Abbasiyah dan Khawarij.

Kedua: Karena kondisi di Andalusia sangat bergejolak sebagaimana telah dijelaskan di


masa Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri pada akhir periode kedua dari masa AlfWulat. Dalam
kondisi inilah Abdurrahman bin Muawiyah dapat memasuki negeri tersebut. Seandainya
Andalusia berafiliasi kepada Daulah Abbasiyah sudah pasti ia tidak akan bisa memasukinya.
Begitu pula jika negeri ini mengikuti ideologi Khawarij, ia pasti juga tidak akan bisa masuk ke
dalamnya. Itulah sebabnya, Andalusia menjadi negeri yang paling tepat untuk dengan semua
gejolak dan revolusi yang terjadi di dalamnya.

Abdurrahman bin Muawiyah dan Perjalanan Memasuki Andalusia

Pada tahun 136 H (753 M), Abdurrahman bin Muawiyah mulai menyiapkan
perbekalannya untuk memasuki Andalusia. Ia melakukan hal-hal berikut: 7

Pertama: Mengutus budaknya yang bernama Badr ke Andalusia Untuk mempelajari


situasi dan mengetahui kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kekuasaan di sana. Saat itu,
Andalusia menjadi ajang Perebutan antara orang'orang Yaman, yang dipimpin oleh Abu Ashe
Shahab Al-Yahshuby, dan orangvorang Qais, yang dipimpin oleh Abu Ja“syam AshvShumail
bin Hatim. Melalui merekalah, ia berusaha melakukan upaya persekutuan dengan suku Qais.
Hanya saja Ash-Shumail bin Hatim, pemimpin suku Qais yang menjadi pendukung A|»Fihri,
mengungkapkan dengan gamblang tentang kekhawatirannya terhadap keberadaan seorang
pangeran/pemimpin Umawy di negeri itu. Karena posisi kalangan Qais pada waktu itu tidak akan
sama dengan posisi mereka drhawah naungan kekuasaan Al-Fihri dimana mereka dapat
menerima atau menolak (kebijakan)nya.210 Para pendukung Abdurrahman Adv Dakhil pun
pergi menemui orangvorang kabilah Yaman, mereka pun rela dan menerima tawaran itu, dan
terjadilah kesepakatan tersebut.

Dengan demikian, Badr telah berhasil menunaikan misinya. Ia pun segera mengirim
utusan menemui Abdurrahman dan menyampaikan kepadanya,“Sesungguhnya situasi dan

7 DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA(Jakarta: Muassasah Iqra,2011) hal.158

10
kondisi telah siap untuk menyambut kedatangan Anda di sana.” Ketika Abdurrahman Ad-Dakhil
menanyakan nama utusan tersebut, ia menjawab, “Tamam! (sempuma).” labertanya lagi, “Apa
julukanmu (kunyah)?” Utusan itu menjawab, “Abu Ghalib (Bapak/pemilik kemenangan).”
AdvDakhil pun berkata, “Allahu akbar! Sekarang sempurna tuntas sudah urusan kita dan Allah
Dlm memenangkan kita dengan kekuatan dan keperkasaan»Nya!”2" Ia pun menyiapkan
bekalnya dan menyiapkan perahu yang akan “mtbawanya seorang diri menuju negeri Andalusia.8

Kelebihan:

Buku ini cukup lengkap karena isinya hamper sama dengan buku utama terdapat

Bangkit dan Runtuhnya ANDALUSIA

Kisah Abdurrahman Ad dakhil memasuki Andalusia

Kekurangan:

Dalam buku ini hanya terdpat satu kisah di Andalusia yaitu adurrahman

Tidak terdapat kisah- kisah lainya

8 DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA(Jakarta: Muassasah Iqra,2011) hal.163

11
3.3 Isi Buku Pembanding Kedua

Judul Buku : Pengantar Metodologi Study Sejarah Islam

Penulis : Dr. Rusydi Sulaiman, M.Ag

Penerbit : PT RajaGrafindo Persada

Cetakan : ke-1

Tahun : April 2014

Tebal buku :382 hlm, 23 cM

Buku Pengantar Metodologi Studi Sejarah Islam buku ini membahas tentang sejarah
Dinasti Umayah (661 750 M). Isi pada buku ini:

Dinasti Umayah merupakan Dinasti Arab sentris. Semua sultan-sultan berkuasa


sepanjang sejarahnya berkebangsaan Arab, dan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara
Kekuasaan Dinasti Umayah dengan khalifah pertamanya Mu'awiyah2 terbentang luas hingga
bagian Timur. Wilayah Syria yang berpusat di Damaskus, sebagai pusat politik kerajaan saat itu,
termasuk juga wilayah Ku ffah yang menjadi wilayah pengungsian kaum Syi'ah pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib.3 Ia (Muawiyah) tidak hanya mengon solidasi kekuatan negara,
melainkan juga perluasan wilayah kekuasaan. Dalam hal tersebut para ahli sejarah menyebutnya
Umar bin Khattab kedua. 9

Gerakan pemulihan bangsawan Mekkah (anti Abdullah bin Zubair) dan kekuatan anarki
kaum Badui telah menimbulkan perang saudara yang diikuti dengan krisis ekonomi. Namun
dengan dukungan suku-suku yang berpusat di Syria, Abd al-Malik (684-705 M) dapat
mengendalikan situasi kerajaan ini dari inStabilitas. Hasilnya adalah kompromi antara idealitas
agama tentang masyarakat yang sempurna dengan konsep kesatuan sekular. Sikap kompromi ini
kemudian memberi peluang agama yang dibawa Muhammad Saw. untuk menjadi agama dunia
dan menghasilkan integritas intelektual kerajaan dari Oxus sampai Atlantik, yang pada akhirnya
disebut kebudayaan Islam yang sangat menyentuh Adapun di bawah kepemimpinan Abd al-
Malik bin Marwan (684-705 M) dan penerusnya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M),
keduanya sultan yang sangat kuat telah mampu menjaga stabilitas Irak. Setiap kerusuhan yang
terjadi dapat diatasi dan begitu banyak penaklukan wilayah, baikdi wilayah Timur maupun di

9Dr. Rusydi Sulaiman, M.Ag, Pengantar Metodologi Study Sejarah Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2014) hal.253

12
Barat yang dilakukannya sehingga menjadikan wilayah kekuasaan semakin meluas.
Pemerintahan yang komprehensif seperti ini telah berhasil membentuk tatanan administrasi dan
otoritas keuangan negara yang baik dan rapi. 10

Beberapa sultan yang berkuasa sesudah Muawiyah adalah: Yazid, Muawiyah ll, Marwan
!, Abdul Malik, al-Wahd, Umar bin Abdul Aziz dan seterusnya hingga usia kerajaan ini
mencapai 90 tahun lamanya Setelah terjadinya krisis ekonomi dan perang saudara. Abd al-Malik
melakukan Arabisasi dan penyatuan para pemimpin sem penyatuan mata uang. Dan Umar bin
Abd al-Aziz (717-720 M) menerapkan mtem pajak dan perekonomian negara pada situasi yang
sudah berubah melalui proses Islamisasi dan perluasan wilayah. Akan tetapi, dan belum mampu
melaksanakan reformasi agak signifikan selama berkuasa kann: ajal menjemputnya lebih awal.,
Tidak sednkit kcmajuan yang dicapai oleh dinasti awal dalam sejarah Islam selain ekspansi
besar-bewan nehmgga membedakannya dari capaian sebelumnya.6 Di masa kepemimpman
culunsultan berikutnya, pembangunan Gsxk terus menerus dilakukan, sepem fasilitas orang
cacat, jalan-jalan raya yang menghubungkan amar daerah, pabrik, gedung pemerintah dan juga
Mjid. Kemajuan ilmu pengetahuan juga mewarnai dinasti ini, terbukti banyaknya fakar dalam
beberapa bndang tertentu, walaupun bidang yang dikaji tidak sebanyak ilmu pengetahuan yang
dikembangkan oleh Dinasti Abbasiyah.

Pada fase akhir kekuasaan Umayah terjadi konflik yang menentang legitimasi dan
keadilan pemerintah sehingga menyebabkan melemahnya solidaritas di kalangan Bangsa Arab.
Kerusuhan dan pemberontakan mtar suku ditambah dengan gabungan berbagai kekuatan, seperti
kaum Khawarij dan kaum Syi'ah yang telah memberi banyak pengaruh bagi kemunduran Dinasti
Umayah. Mereka akhirnya mendapat kesulitan karena konflik yang ditimbulkan dan masalah
asimilasi sosial dan penyatuan ekonomi antara non-Arab dan kerajaan-kerajaan Islam.

Terjadinya kemunduran dinasti ini selain faktor eksternal, juga disebabkan oleh masalah
internal pemerintahan; sikap arogan sebagian khalifah, hidup semena-mena dan kurang bermoral
sehingga lupa diri. Tugas kekhalifahan akhimya terbengkalai. Adapun sebab-sebab kehancuran
adalah: pertama, sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru
dalam tradisi Arab yang lebih menguatamakan aspek senioritas, sehingga hal tersebut
menimbulkan persaingan di kalangan istana; kedua, melemahnya kekuatan negara karena harus
menghadapi banyak konflik antarkelompok umat Islam: ketiga, bertambah meruncingnya
pertentangan antara suku Arabia Selatan dengan suku Arabia Utara, dan intensnya pertentangan
kaum mawali yang merasa impen'or, keempat, lemahnya perhatian penguasa kepada ilmu agama;

10Dr. Rusydi Sulaiman, M.Ag, Pengantar Metodologi Study Sejarah Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2014) hal.254

13
kelima, munculnya kekuatan baru yang dipimpin oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib
yang didukung penuh oleh kaum Syi'ah. Bani Hasyim dan kelompok Mawali.11

Kelebihan:

Dalam buku ini menjelaskan sejarah Dinasti Umayyah yang cukup lengkap

Kekurangan:

Dalam penjelasan sejarah kurang lengkap seperti buku utama

Tidak adanya para khalifa dinasti umayyah

kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan dinasti umayyah

factor penyebab mundurnya dinasti umayyah

11Dr. Rusydi Sulaiman, M.Ag, Pengantar Metodologi Study Sejarah Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2014) hal.256

14
3.4 Isi Buku Pembanding Ketiga

Judul Buku : Buku Sejarah Peradabab Islam

Penulis : Dr. Siti Zubaidah, M.Ag.

Penerbit : PERDANA PUBLISHING

Cetakan : ke-1

Tahun : Oktober 2016

Tebal buku :255 hlm, 20 cM

Buku Sejarah Peradabab Islam pada buku ini membahas ISLAM MASA DAULAT
BANI UMAYYAH. Isi pada buku ini:

Bani Umayyah (bahasa Arab: Bani Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah
kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang memerintah dari 661H
sampai 750M di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756M sampai 1031M di Kordoba,
Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari
khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga
dengan Muawiyah I.12

MASA KEEMASAN
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
Muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya
Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orangorang
Khawarij dan Syi’ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Pada masa Muawiyah bin
Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke
sebelah Timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan

12Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, Buku Sejarah Peradabab Islam (Medan: PERDANA PUBLISHING,2016)
hal.79

15
sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu
kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke Timur ini kemudian terus dilanjutkan
kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara,
Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Ekspansi ke Barat secara besar-besaran
dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa
ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer
dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah
Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (Maghrib) dengan benua
Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu
kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru
setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena
mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia.
Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours, namun, dalam peperangan yang
terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah
(Mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini. Dengan keberhasilan
ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani
Umayyah ini betulbetul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria,
Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah. Disamping ekspansi
kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang.
Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus
seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang
spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia
yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada
tahun 659 M dengan memakai katakata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan
juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M)
meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan

16
pekerjanya digaji oleh negara secara tetap, serta membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini,
namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin
Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun
temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan
dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap
digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata
tersebut dimana Khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah. Dan
kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan
bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan
diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakangerakan oposisi di kalangan rakyat
yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan. Ketika Yazid
bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia
kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini,
semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair
Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi)
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain bin Ali
melakukan perlawanan.13
Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M,
Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia,
namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan
Pertempuran Karbala2, Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus,
sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah. Kelompok Syi’ah sendiri
bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin
oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku sebagai
Nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab,
berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai
warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin
Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali
terbunuh, walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah secara keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia
terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan

13
Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, Buku Sejarah Peradabab Islam (Medan: PERDANA PUBLISHING,2016)
hal.80-82

17
Mekkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan, namun peperangan ini
terhenti karena tak lama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah
kembali ke Damaskus. Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa
kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani
Umayyah yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah
bin Zubair pada tahun 73 H/692 M. Setelah itu gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh
kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi
pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah
kekuasaan di wilayah Timur meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah, dan wilayah Afrika
bagian Utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya
hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan
akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar
menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana pembangunan dalam negeri
menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan Mawali disejajarkan dengan Muslim
Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan
Syi’ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya.
B. MASA KEMUNDURAN
Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin
Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan
kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis
politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik
cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus
berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M).
Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi
pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung
oleh golongan Mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah
yang kuat dan terampil, akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakinkuat, sehingga tidak
berhasil dipadamkannya. Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani
Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini
semakin memperkuat golongan oposisi, dan akhirnya pada tahun 750 M, Daulah Bani Umayyah
digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri,
dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan
diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin
Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di Timur (Damaskus) yang oleh
Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Barat, Al-Andalus.14

14 14
Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, Buku Sejarah Peradabab Islam (Medan: PERDANA PUBLISHING,2016)
hal.83

18
C. BANI UMAYYAH DI ANDALUS
Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat
Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al- Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana
tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah
satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan
kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan
wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga
berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa
kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya,
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian Utaranya, mulai
dari Zaragoza sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah
sekitar pegunungan Pirenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-
Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya,
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan
pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kota
Tours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan Pertempuran
Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara Muslim mundur
kembali ke Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan
ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol
terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu
penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu
aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang
merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen, dan
yang tidak bersedia disiksa, serta dibunuh secara brutal. Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan
keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk
terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan
Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth adalah ketika Roderic memindahkan ibu kota
negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah
Toledo, diberhentikan begitu saja. 15
Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza.
Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi
ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara

15
Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, Buku Sejarah Peradabab Islam (Medan: PERDANA PUBLISHING,2016)
hal.84-85

19
Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung
dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai
Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq
dan Musa. Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic yang terdiri
dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi
yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi
perjuangan kaum Muslimin. Sewaktu penaklukan itu, para pemimpinya terdiri dari tokoh-tokoh
yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi,
persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat
dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam
di sana.16

Kelebihan:
Pembahasanya lengkap karena terdapat sejarah dinasti umayyah pada masa keemasan dan
terdapat masa bani umayyah di andalusia

Kekurangan:
Tidak adanya sejarah lengkap tentang dinasti umayyah dan khilafah pada masa itu

16Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, Buku Sejarah Peradabab Islam (Medan: PERDANA PUBLISHING,2016)
hal.86

20
PENUTUP
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf.
Ia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan pamannya
Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam merebutkan kekuasaan dan kedudukan
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, di mana perhatian
tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terjadi sejak zaman khulafaur
rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa diempat penjuru mata
angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah spanyol, seluruh
wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia,
Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan
Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama,
dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari pihak luar
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam tampak begitu mudah. Hal tersebut
tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor Eksternal dan Internal yang menguntungkan.
Sejak pertama kali Islam masuk di spanyol hingga masa jatuhnya, Islam memainkan
peran yang sangat besar. Islam di Spanyol telah berkuasa selama tujuh setengah abag. Menurut
Dr. Badri Yatim, sejarah Islam di Spanyol dapat dibagi dalam enam periode.

21
Daftar Pustaka

Aziz Mursal, Sejarah Peradaban Islam, Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018

As-Sirjani DR. Raghib, Bangkit Dan Runtuhnya ANDALUSIA,Jakarta: Muassasah Iqra,2011

Sulaiman Dr. Rusydi, M.Ag, Pengantar Metodologi Study Sejarah Islam ,Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada,2014

Zubaidah Dr. Siti, M.Ag, Buku Sejarah Peradabab Islam ,Medan: PERDANA
PUBLISHING,2016

22

Anda mungkin juga menyukai