Anda di halaman 1dari 20

Ulmul Hadist

TENTANG :

Hadist Madhu

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Anggota :1. Amri firman Tomi (2032022018)

2. Muhammad Haikal Tawakal (2032022025)

3. Muhammad Syaiful Ramadhan (2032022006)

Dosen Pembimbing: Dr.Mursyidin,S.Ag,MA

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA

1
2022/2023

Daftar Isi
Abstract..............................................................................................................................3
Kata Pengantar...................................................................................................................5
BAB 1................................................................................................................................6
Pendahuluan.......................................................................................................................6
A. Latar Belakang.....................................................................................................10
B. Rumusan Masalah................................................................................................10
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................10
BAB II.............................................................................................................................12
Pembahasan......................................................................................................................12
A. Pengertian Hadits Madhu.....................................................................................12
B. Sejarah dan Perkembangan Hadits Madhu...........................................................13
Hukum Membuat dan Meriwayatkan Hadits Maudhu’.............................................15
C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu.......................................................16
1. Faktor Politik....................................................................................................16
2. Faktor Kebencian Dan Permusuhan.................................................................17
3. Faktor Kebodohan................................................................................................18
4. Fanatisme Yang Keliru.........................................................................................18
D. Ciri – Ciri Hadits Maudhu....................................................................................19
1. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad...........................................................19
2. Ciri yang Berkaitan Dengan Matan..................................................................19
3. Musthafa Assiba’i.............................................................................................19
4. Hasbi Ashshddiqy.............................................................................................19
E. Akibat Munculnya Hadits Maudhu......................................................................20
BAB III............................................................................................................................23
Penutup............................................................................................................................23
Kesimpulan..................................................................................................................23
Daftar Pustaka..............................................................................................................23

2
Abstract

Segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw menjadi sumber


ajaran,panutan dan nilai yang sangat berharga bagi ummat Islam. Sangatlah
disayangkan keberadaan hadis yang benar-benar berasal dari Rasulullah saw, dinodai
oleh munculnya hadis-hadis maudhu (palsu) yang sengaja dibuat-buat oleh orang-
orang tertentu dengan tujuan dan motif yang beragam, dan disebarkan di tengah-
tengah masyarakat oleh sebagian orang dengan tujuan yang beragam pula. Hadits
Palsu atau hadits Maudhu adalah perkataan dusta yang dibuat dan direkayasa oleh
seseorang kemudian dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tersebarnya hadis Maudhu di tengah-tengah masyarakat, meskipun ada hadits
maudhu yang isinya baik, namun banyak di antaranya yang membawa dampak negatif
(akibat), salah satunya adalah menimbulkan dan mempertajam perpecahan di
kalangan ummat Islam. Selain memunculkan perpecahan tersebarnya hadis-hadis
palsu di tengah masyarakat juga dapat memunculkan keyakinan-keyakinan yang sesat,
munculnya ibadah-ibadah yang tergolong bid’ah, dan juga dapat mematikan sunnah.

Kata kunci: Hadits, Maudhu, Rasulullah SAW, Akibat.

3
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada hamba-Nya dan shalawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada
Rasullah SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya
sampai hari kiamat. Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang
telah memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang disediakan.
Selain itu, penyusun juga berterima kasih Kepada Bapak Nano Nuriansyah
M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Hadist dan Ilmu Hadits pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini, dapat berguna bagi
pembaca dan penyusun sendiri. Penyusun menyadari pasti banyak kekurangan dan
kelemahan yang terdapat di dalam makalah ini. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap
kritik dan saran pembaca.

Langsa, 10 November 2022

Penyusun
Kelompok 5

4
BAB 1
Pendahuluan

Sejarah pemalsuan hadis bermula pada sekitar tahun 40 H., yaitu kurun
sahabat-sahabat junior dan tabi’in-tabi’in senior. Pemalsuan hadis merupakan
salah satu dampak penaklukan negara-negara lain oleh umat Islam, seperti Persia,
Romawi, Sham, dan Mesir. Banyak dari negara-negara yang ditaklukkan tersebut
memeluk Islam, namun sebagian dari mereka ada yang tulus dan ada yang
munafik yaitu yang masih menyimpan dendam terhadap Islam. Benih-benih fitnah
tersebut muncul pada masa kekhalifahan Uthman ibn Affan, yaitu Ibn Saba’
seorang Yahudi yang berkeliling ke negara-negara Islam dengan hiden agenda
menyebarkan propaganda di bawah tirai dukungan terhadap Ali dan keluarganya,
mengaku bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi dan lebih berhak atas jabatan
khalifah. Propaganda yang dilancarkan Ibn Saba’ ini menimbulkan perbedaan
faham di kalangan kaum muslimin, sampai Uthman terbunuh oleh kelompok yang
benci islam dan menyelinap di antara mereka yang berbeda faham. Dalam hal ini,
muncul empat kelompok yang bersebrangan faham yaitu pembela Ali, pembela
Uthman, kaum Khawarij musuh dari keduanya, dan Marwaniyah pembela
Mu’awiyah dan keluarga Bani Umayyah1.
Sebagian dari oknum-oknum kelompok yang bertikai tersebut
memperbolehkan bagi diri mereka menciptakan hadis palsu, guna melegitimasi
kebijakannya. Imam Muslim meriwayatkan dalam muqqadimah kitab Shahih-nya2
bahwa Ibn Abbas berkata: “Sesungguhnya kami saling bertukar
riwayat hadis Rasulullah SAW ketika orang-orang belum menciptakan
kebohongan atasnya, namun ketika mereka mulai menciptakan kebohongan maka
kami menghentikan riwayat tersebut.” Ibn Abbas meriwayatkan dan
dilanjutkan oleh Ibn Sirin bahwa, umat Islam tidak menanyakan
Sanad dalam periwayatan hadis, namun ketika terjadi fitnah maka mereka berkata
“Sebutkan perawi-perawi kalian”, ketika perawi-perawinya adalah ahl al-sunnat
mereka menerima hadisnya, namun ketika yang meriwayatkan adalah ahli bid’ah

1
Muhammad ibn Muhammad Abu Shuhbah, al-Wasit fi Ulum wa Mustalah al-Hadith, (Kairo: Dar al-
Fikr al-Arabi, t.th),326.

2
Muslim, Sahih Muslim, (Bandung: Dahlan ,t.th),Muqaddinah.

5
mereka tidak menerimanya3
Peristiwa di atas oleh para ulama dijadikan awal sejarah tradisi penggunaan
dan penyebaran sanad. Pada perkembangan selanjutnya mengalami tiga fase
perkembangan:
1. Awal mula penggunaan sanad, yaitu sejak dimulainya periwayatan hadis.
2. Tuntutan bagi perawi untuk menyebut sanad, berkembang sejak masa yang
dini dari periwayatan hadis, yaitu masa Abu Bakar.
3. Penyebutan sanad oleh perawi secara sukarela, yaitu pada masa
berikutnya.4

Pola pemalsuan hadis ada dua macam:


4. Seorang pemalsu merekayasa suatu ungkapan dari diri sendiri kemudian
menyandarkannya kepada Nabi SAW meriwayatkan dalam kitab Tarikh al-
Awsat dari Umar ibn Subh ibn Imran al-Tamimi ia berkata: “Saya telah
memalsukan khutbah Nabi SAW.”
5. Seorang pemalsu hadis menyitir perkataan sahabat, tabi’in, orang bijak, atau
riwayat isra’iliyat dan lain sebagainya, lalu menyandarkannya kepada Nabi
SAW menggunakan penyandaran langsung (sanad al-marfu’). Hal itu ia
lakukan agar ucapannya diterima. Seperti riwayat yang menyatakan bahwa
“lambung adalah pangkal penyakit, dan masakan yang matang adalah
utamanya obat”. al-Qari berkata bahwa ungkapan tersebut berasal dari Harith
ibn Kaldat, seorang tabib Arab, bukan dari Nabi SAW5
Istilah pemalsuan hadis terjadi karena hadis didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan,
ketetapan, sifat-sifat jasmani dan rohani, maupun sejarah hidup beliau, bukan
disandarkan pada yang lain. Seandainya hadis didefinisikan sebagai segala sesuatu
yang juga berasal dari selain Rasulullah SAW maka istilah pemalsuan hadis tidak
berkonotasi hanya pada hadis Nabi SAW. Menurut Muhammad Ajjaj al-Khatib
bahwa istilah hadis sama dengan istilah sunnah, hanya saja sunnah

3
Abu Shuhbah, al-Wasit 326-327
4
Umar ibn Hasan Uthman fatalah, al-Wad’u fi al-Hadith (Beirut: Mu’assasat Manahil al
Irfan,1s981 M./ 1410 H.), 30.
5
Ibid., 61-62

6
lebih umum dari pada hadis.6 Pemahaman hadits Nabi merupakan hal yang terus
berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika pemikiran manusia.
Akibat dari perkembangan dan dinamika tersebut akan memunculkan pemahaman
hadis juga menghasilkan berbagai kesimpulan dan pengalaman suatu hadis. Realitas
ini telah menghasilakan berbagai mazhab dalam kalangan fuqaha’ dan ushuliyin serta
ulama teolog. Tidak sedikit nash satu hadis menghasilkan pemahaman yang beragam,
bahkan kontroversi.
Apabila pemahaman hadis dihubungkan dengan teks dan konteksnya, juga
menimbulkan pemahaman yang berbeda. Tidak dapat disalahkan kedua corak
pemahaman terhadap hadis tersebut, karena tidak ada nash yang mengharuskan
pemahaman hadis harus menggunakan pendekatan tekstual maupun kontekstual.
Untuk itu, adakalanya para ulama, khususnya ulama hadis menawarkan beberapa
pendekatan terhadap pemahaman hadis. Bagi orang yang ingin mengamalkan suatu
hadis dapat menyesuaikan dirinya dengan hadis, sehingga tidak terjadi pertentangan
dan bertolak belakang dengan tujuan pemilik teks yaitu Nabi Muhammad Saw. Paling
tidak, pemaham yang dihasilkan mampu memberikan kenyamanan bagi orang yang
mengamalkan hadis tersebut.
Salah satu pendekatan yang sangat penting digunakan dalam pemahaman
hadis adalah pendekatan asbabul al-wurud. Pendekatan ini menjadi salah satu
alternatif terhadap keraguan adalam memahami dan mengamalkan suatu hadis.
Namun demikian, dalam kenyataannya ternyata tidak semua hadis memiliki asbab al-
wurud, dan hanya sebagian saja yang ada. Namun ada kemiripan yang sangat antara
asbab al-wurud dengan sejarah yang menyertai munculnya suatu hadis. Tetapi
terdapat di dalamnya sejarah yang berkaitan dengannya, dan bahkan menjadi bagian
dari hadis itu sendiri. Sebuah hadis dikaji dengan berbagai pendekatan, serta melewati
standar minimal untuk diamalkan, sehingga semakin mudah dan praktis bagi umat
Islam dalam mengamalkan perintah Nabi.7
Suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak masa lalu
adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka. Tidak
ada pengecualian di antara mereka sekalipun ulama’-ulama’, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah di antara mereka dari kalangan para ulama’ Ahli Hadits.

6
Karena menyangkut kehidupan Nabi Muhammad sebelum diutus dan sesudahnya. Lihat,
Muhammad Ajjaj al-Khatib Usul al- Hadith Ulumuh Wa Mustalaqah (Beirut: Dar al-Fikr, 1989),14
7
Ibid,.2

7
A. Latar Belakang

Sejalan dengan berjalannya waktu, umat manusia menghadapi berbagai


permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi umat Islam,
peramasalahan yang timbul kapan dan dimanapun harus dikembalikan kepada
pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu al-Qur’an dan Hadits Nabi. Al-
Qur’an maupun Hadits dianggap pedoman yang siap kapan saja untuk dijadikan
rujukan terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun dalam tataran
prakteknya tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata. Perlu usaha yang
mendalam dan serius untuk menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman
praktis untuk dilaksanakan dengan mudah dan meyakinkan kebenarannya.8
Para ulama, tidak pernah berhenti berkarya untuk menghasilkan suatu
pedoman hidup yang bersifat praktis bagi masyarakat yang mempunyai tingkatan
intelektual yang varian dalam berbagai lingkungan kehidupan mereka. Para ulama
hadits ternyata telah berusaha menafsirkan makna hadis-hadis yang telah dibukukan
oleh ulama sebelumnya. Upaya ulama pensyarah tersebut menjadi inspirasi para
ulama hadis yang datang pada masa setelah mereka untuk menghasilkan buah karya
dalam bidang pemahaman makna hadis yang beragam pula. Salah satu metode yang
sebelumnya popular dalam penafsiran al-Qur,an yaitu metode maudhu’iy, pada masa-
masa selanjutnya mulai pula dicoba terapkan dalam memahami hadits Nabi.
Sekalipun kendala yang dihadapi cukup berarti, namun upaya tersebut membuahkan
hasil berupa karya-karya yang menjadi pedoman bagi penyelesaian berbagai
persoalan yang dihadapi. Dalam segi pemahaman teks hadits ini tentunya akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan sekaligus kompliksnya problema yang
dihadapi dalam kehidupan umat Islam.9

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Hadits Madhu


2. Sejarah Dan Perkembangan Hadits Maudhu
3. Faktor – Faktor Penyebab Munculnya Hadits Madhu
4. Ciri – Ciri Hadits Madhu
5. Akibat Munculnya Hadits Madhu

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Madhu


2. Untuk mengetahui Sejarah Dan Perkembangan Hadits Madhu
3. Untuk Memahami Hadits Madhu Di Zaman Rasulullah Hingga Sekarang
4. Untuk Memahami Penyebaran Dan Akbiat Munculnya Hadits Madhu

8
Abdul Wahid, Hadits Nabi dan Problematika Masa Kini, (Banda Aceh: Perpustakaan Nasional KDT,
2007).
9
Ibid,. 3

8
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Hadits Madhu

Apabila dilihat dari segi bahasa, kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari
kata ‫يضيع‬. ‫ وضع ـ‬Kata ‫ وضع‬memiliki beberapa makna, antara lain:
(menggugurkan) : ‫سقا ط ٍ اال‬
(meninggalkan) : ‫الترك‬
(memalsukan dan mengada-adakan) : ‫ختالف ٍ فتراء و اال ٍ اال‬

Adapun pengertian maudhu’ menurut istilah ulama hadits yaitu:


‫هو ما نسب لى ٍ ا الرسول صلى هللا عليه و م سل واختالقا و كذبا هما لم يقله أو يفعله أو يقره‬
Artimya: “Sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan cara
mengada-ada dan dusta , yaitu yang tidak pernah beliau sabdakan, beliau kerjakan
maupun beliau taqrirkan”. 10
Hadits maudhu’ secara etimologi merupakan bentuk isim maf’ul, wadha’a,
yadha’u yang bermakna yang disusun, dusta yang diada-adakan, dan yang diletakkan.
Sedangkan dari segi terminologi ulama hadits mengartikan hadits maudhu’ yaitu
sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasul saw, secara mengada-ada dan dusta, yang
tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan, dan beliau taqrirkan.11
Hadits maudhu’ atau hadits palsu ialah hadits yang di dalam sanadnya
(umumnya) ada seorang atau beberapa orang rawi yang pendusta. Sedangkan hadits
yang tidak ada asalnya ialah hadits yang tidak mempunyai sanad untuk diperiksa.
Yakni, perkataan yang beredar dari mulut ke mulut atau dari tulisan ke tulisan yang
tidak ada asal usulnya (sanadnya) yang disandarkan kepada Nabi Saw. Contohnya
seperti hadits “ikhtilaafu umati rahmah/perselisihan umatku adalah rahmat.” dan di
kitab Ihya-nya imam Al-Ghazali terdapat hadits-hadits yang tidak ada asalnya
sebanyak 900 hadits lebih menurut pemeriksaan As Subki di kitabnya Thabaqaat Asy
Syafi’iyyah Al Kubra. Meskipun hadits yang tidak ada asalnya masuk ke dalam
bagian hadits maudhu’ akan tetapi ulama ahli hadits membedakan di dalam
penyebutannya. Karena hadits maudhu’ mempunyai sanad, sedangkan hadits yang
tidak ada asalnya tidak mempunyai sanad.12
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah
segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw, baik
perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara di buat-buat atau disengaja dan sifatnya
mengada-ada atau berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalanh hadis yang diada-ada
atau dibuat-buat.13

10
Ajaj Al-Khatib, Ushul al Hadist 1981:415
11
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: PT. Almaarif, 1995), 140
12
Ibid,. 141.
13
Ajaj al Khatib, Ushulul Hadits : 415

9
B. Sejarah dan Perkembangan Hadits Madhu

Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu ketika
terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh penduduk Hijaz dan
Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria dan
Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur.
Karena itu menurut Subhi Shaleh, bahwa timbulnya Firqah-firqah dan mazhab
merupakan sebab yang paling penting bagi timbulnya usaha mengada –ada habar dan
hadis.14
Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan
bukti keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak langsung menjadi
faktor yang menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak bisa diingkari
bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar murni tertarik
dan percaya kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga
segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada
kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik dan
Zindiq.
Golongan inilah yang kemudian senantiasa menyimpan dendam dan dengki
terhadap Islam dan kaum muslimin. Kemudian mereka menunggu peluang yang tepat
untuk menghancurkan dan menimbulkan keraguan di dalam hati orang banyak
terhadap Islam. Peluang tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin
Affan yang memang sangat toleran terhadap orang lain. Imam Muhammad Ibnu Sirrin
menuturkan, ”Pada mulanya umat Islam apabila mendengar sabda Nabi Saw
berdirilah bulu roma mereka. Namun setelah terjadinya fitnah (terbunuhnya Ustman
bin Affan), apabila mendengar hadits mereka selalu bertanya, dari manakah hadits itu
diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-orang Ahlsunnah, hadits itu diterima sebagai
dalil dalam agama Islam. Dan apabila diterima dari orang-orang penyebar bid’ah,
hadits itu dotolak”15
Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-
benih fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini belum
begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui
dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya
dari hadist maudhu’ karena ada ancaman yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW
terhadap orang yang memalsukan hadist, Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada
akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah pemalsuaan hadis mulai marak , baik
yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam.
Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul
Karim al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu. Terpecahnya ummat
Islam menjadi beberapa golongan politik dam keagamaan menjadi pemicu munculnya
hadis maudhu. Masing-masing pengikut kelompok ada yang berusaha memperkuat
kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari Al Qur’an dan hadis,
14
Subhi Shalih : 266-267
15
Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadits (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004), 82

10
menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis menyimpang dari arti sebenarnya,
sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan yang
demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas diri
Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah (secara
berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab.16
Diantara orang yang memainkan peranan dalam hal ini adalah Abdullah bin Saba’,
seorang Yahudi yang mengaku memeluk Islam. Dengan berdalih membela Sayyidina
Ali dan Ahlul Bait, ia berkeliling ke segenap pelosok daerah untuk menabur fitnah. Ia
berdakwah bahwa Ali yang lebih layak menjadi khalifah daripada Usman bahkan Abu
Bakar dan Umar. Alasannya Ali telah mendapat wasiat dari Nabi s.a.w. Hadits palsu
yang ia buat berbunyi: “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima
wasiatku adalah Ali.” Kemunculan Ibnu Saba’ ini disebutkan terjadi pada akhir
pemerintahan Usman. Untungnya, penyebaran hadits maudhu’ pada waktu itu belum
gencar karena masih banyak sahabat utama yang mengetahui dengan persis akan
kepalsuan sebuah hadits. Khalifah Usman sebagai contohnya, ketika tahu hadits
maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’, beliau langsung mengusirnya dari Madinah.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Para sahabat tahu
akan larangan keras dari Rasulullah terhadap orang yang membuat hadits palsu
sebagaimana sabda beliau: “Siapa saja yang berdusta atas namaku dengan sengaja,
maka dia telah mempersipakan tempatnya di dalam neraka.”17
Menyadari hal ini, para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap hadits yang
disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya sekiranya ragu
akan kesahihan hadits itu. Imam Muslim dengan sanadnya meriwayatkan dari
Mujahid sebuah kisah yang terjadi pada diri Ibnu Abbas : “Busyair bin Kaab telah
datang menemui Ibnu Abbas lalu menyebutkan sebuah hadits dengan berkata
“Rasulullah telah bersabda”, “Rasullulah telah bersabda”. Namun Ibnu Abbas tidak
menghiraukan hadits itu dan juga tidak memandangnya. Lalu Busyair berkata kepada
Ibnu Abbas “Wahai Ibnu Abbas ! Aku heran mengapa engkau tidak mau mendengar
hadits yang aku sebut. Aku menceritakan perkara yang datang dari Rasulullah tetapi
engkau tidak mau mendengarnya. Ibnu Abbas lalu menjawab: “Kami dulu apabila
mendengar seseorang berkata “Rasulullah bersabda”, pandangan kami segera
kepadanya dan telinga-telinga kami kosentrasi mendengarnya. Tetapi setelah orang
banyak mulai melakukan yang baik dan yang buruk, kita tidak menerima hadits dari
seseorang melainkan kami mengetahuinya.”
Sesudah zaman sahabat, terjadi penurunan dalam penelitian dan kepastian hadits.
Ini menyebabkan terjadinya periwayatan dan penyebaran hadits yang secara tidak
langsung turut menyebabkan berlakunya pendustaan terhadap Rasulullah dan
sebagian dari sahabat. Ditambah lagi dengan konflik politik umat Islam yang semakin
hebat, telah membuka peluang bagi golongan tertentu yang coba mendekatkan diri
dengan pemerintah dengan cara membuat hadits.

16
Ajaj al Khatib : 416
17
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt fī Kutub alTafsīr (Mesir:
Maktabah al-Ilm, 1988 M/1409H), 20.

11
Sebagai contoh, pernah terjadi pada zaman Khalifah Abbasiyyah, hadits-hadits
maudhu’ dibuat demi mengambil hati para khalifah. Diantaranya seperti yang terjadi
pada Harun al-Rasyid, di mana seorang lelaki yang bernama Abu al-Bakhtari (seorang
qadhi) masuk menemuinya ketika ia sedang menerbangkan burung merpati. Lalu ia
berkata kepada Abu al-Bakhtari : “Adakah engkau menghafal sebuah hadits
berkenaan dengan burung ini? Lalu dia meriwayatkan satu hadits, katanya: “Bahwa
Nabi Shaalaluulahu alai wa salam selalu menerbangkan burung merpati.” Harun al-
Rasyid menyadari kepalsuan hadits tersebut lalu menghardiknya dan berkata: “Jika
engkau bukan dari keturunan Quraisy, pasti aku akan mengusirmu.”18
‫ان َ ْميِ اإل َنِ م ِنَطَ الو ُُّبح‬

Cinta tanah air sebagian dari iman.


Ungkapan ini pun bukan hadits, dan tidak mempunyai asal (lā aṣla lahu).
Namun ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Dhahhak ia berkata ketika Nabi keluar
meninggalkan Mekah, beliau merindukan tanah kelahirannya itu ketika perjalanan
beliau baru sampai daerah Zuhfah. Kemudian Allah berfirman: “sesungguhnya yang
mewajibkan atasmu (melaksanakan hukumhukum) Al-Quran, benar–benar akan
mengembalikan kamu ke tempat kembali…".19 Nabi berkata "ke Makkah". al-Ashmu'i
berkata: "aku mendengar seorang a'rabi (badui) berkata: jika kamu ingin mengetahui
kesatriaan seorang laki-laki maka lihatlah bagaimana ia menyayangi dan merindukan
tanah air dan saudara-saudaranya, dan bagaimana tangisannya ketika ia teringat
sesuatu yang telah ia lalui.
Hukum Membuat dan Meriwayatkan Hadits Maudhu’

Umat Islam telah sepakat (ijmak) bahwa hukum membuat dan meriwayatkan
hadits maudhu’ dengan sengaja adalah haram. Ini terkait dengan perkara-perkara
hukum-hukum syarak, cerita-cerita, targhib dan tarhib dan sebagainya. Yang
menyelisihi ijmak ini adalah sekumpulan ahli bid’ah, di mana mereka mengharuskan
membuat hadits-hadits untuk menggalakkan kebaikan (targhib), menakut-nakuti
kepada kejahatan (tarhib) dan mendorong kepada kezuhudan. Mereka berpendapat
bahwa targhib dan tarhib tidak masuk dalam kategori hukum-hukum syarak. Pendapat
ini jelas salah karena, Rasulullah dengan tegas memberi peringatan kepada orang-
orang yang berbohong atas nama beliau seperti sabdanya “Sesungguhnya
pembohongan atas namaku tidak seperti pembohongan atas siapapun. Siapa yang
berbohong atas namaku, maka dia dengan sengaja menyiapkan tempatnya di dalam
neraka”, “Janganlah kamu berbohong atas namaku, karena sesungguhnya orang yang
berbohong atasku akan masuk neraka”.
Para ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah, sepakat mengharamkan berbohong
dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum dan perkara-perkara yang
berkaitan dengan targhib dan tarhib. Semuanya termasuk dalam salah satu dari dosa-
dosa besar. Para ulama telah berijmak bahwa haram berbohong atas nama seseorang,
apalagi berbohong atas seorang yang diturunkan wahyu kepadanya. Terdapat

18
Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt, 23.
19
QS. al-Qaṣas: 85

12
perbedaan pendapat di kalangan ahlu Sunnah wal Jamaah berkenaan dengan
kedudukan orang yang membuat hadits tersebut, apakah dia menjadi kafir dengan
perbuatannya itu dan adakah periwayatannya diterima kembali sekiranya dia
bertaubat. Jumhur Ahlu Sunnah berpendapat bahwa orang yang membuat hadits-
hadits maudhu’ tidak menjadi kafir dengan pembohongannya itu, kecuali ia
menganggap perbuatannya itu halal. Tetapi menurut Abu Muhammad al-Juwaini,
ayah Imam alHaramain Abu al-Ma’ali salah seorang mazhab Syafie, orang tersebut
menjadi kafir dengan melakukan pembohongan tersebut secara sengaja dan boleh
dijatuhi hukuman mati. Pendapat ini dianggap lemah oleh Imam al-Haramain
sendiri.20

C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu


1. Faktor Politik

Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan


terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan
digantikan oleh Ali bin Abi Thalib menyebabkan Umat Islam pada masa itu terpecah-
belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela
terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang mendukung kekhalifahan Ali
(Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti
Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah, masingmasing mereka mengklaim
bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing- masing
ingin mempertahankan Hadis Maudhu
Mereka mencari simpati massa yang paling besar dengan cara mengambil
dalil AlQur’an dan Hadist. Jika tidak ada dalil yang mendukung kelompoknya,
mereka mencoba mentakwilkan dan memberikan interpretasi (penafsiran) yang
terkadang tidak layak. Sehingga mereka membuat suatu hadist palsu seperti Hadist -
Hadist tentang keutamaan para khalifah, pimpinan kelompok, dan aliranaliran dalam
agama. Yang pertama dan yang paling banyak membuat hadist maudhu’ adalah dari
golongan Syi’ah dan Rafidhah. Kelompok syi’ah membuat hadis tentang wasiat nabi
bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah beliau dan
mereka menjatuhkan orang-orang yang dianggap lawan-lawan politiknya, yaitu Abu
Bakar, Umar, dan lain-lain. Diantara hadis maudlu tersebut:
‫وصيي و موقع ي سر و خليفتي في أهلي خير من أخلف بعدي علي‬

Artinya: “Yang menerima wasiatku, dan yang menjadi tempat rahasiaku dan
penggantiku dari keluargaku adalah Ali.
Di pihak Mu’awiyah ada pula yang membuat hadis maudhu sebagai berikut:
‫ االمنــاء عند اللة ثال ثه انا وجبريل ومعا ويه‬Artinya: “
Orang yang dapat dipercaya disisi Allah ada tiga yaitu:
Aku, Jibril dan Mu’awiyah”.

20
9 Ibid, 67.

13
2. Faktor Kebencian Dan Permusuhan

Keberhasilan dakwah Islam myebabkan masuknya pemeluk agama lain kedalam


Islam, namun ada diantara mereka ada yang masih menyimpan dendam dan sakit hati
melihat kemajuan Islam. Mereka inilah yang kemudian membuat hadis-hadis maudhu.
Golongan ini terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang
senantiasa menyimpan dendam dan benci terhadap agama Islam. Mereka tidak
mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan
yang buruk ini, yaitu menciptakan sejumlah hadist maudhu’ dengan tujuan merusak
ajaran Islam dan menghilangkan kemurnian dan ketinggiannya dalam pandangan ahli
fikir dan ahli ilmu. Diantara hadis yang dibuat kelompok ini yaitu:
‫م الج َة ا َد بِ ع‬
َ ِ‫ل ي‬
ْ ِ ‫ج الو‬
َ ‫ه‬ ِ َ ‫َرظَّ الن‬
ْ ِ ‫لى إ‬
Artinya: “Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah ibadat”.
Ada yang berpendapat bahwa faktor ini merupakan faktor awal munculnya
hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba
memecah-belah umat Islam dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah
mencatat bukti bahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agama
Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak
sahabat ulama masih hidup. Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari
kalangan orang zindiq ini, adalah:
1) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist
maudhu’tentang hukum halalharam, ia membuat hadis untuk menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal. Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad
bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
2) Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang dihukum bunuh oleh Abu Ja’far
AlMashur.
3) Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin
Abdillah.

3. Faktor Kebodohan

Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun kurang memahami
agama, mereka membuat at hadist-hadis maudlu (palsu) dengan tujuan menarik orang
untuk berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang berisi dorongan-dorongan
untuk meningkatkan amal dengan menyebutkan kelebihan dan keutamaan dari
amalan tertentu tanpa dasar yang benar melalui hadist targhib yang mereka buat
sendiri. Biasanya hadis palsu semacam ini menjanjikan pahala yang sangat besar
kepada perbuatan kecil. Mereka juga membuat hadis maudhu (palsu) yang berisi
dorongan untuk meninggalkan perbuatan yang dipandangnya tidak baik dengan cara

14
membuat hadis maudhu yang memberikan ancaman besar terhadap perbutan salah
yang sepele. Diantaranya hadis palsu itu :
‫افضل االيام يوم عرفة اذا وافق يوم الجمعة وهو افضل من سبعين حجة في غير جمعة‬

Artinya: “Seutama-utama hari adalah hari wukuf di Arafah, apabila (hari


wukuf di arafah) bertepatan dengan hari jum’at, maka hari itu lebih utama daripada
tujuh puluh haji yang tidak bertepatan dengan hari jum’at.”
Menurut al Qur’an yang dimaksud haji akbar adalah ibadah haji itu sendiri dengan
pengertian bahwa ibadah umrah disebut dengan haji kecil. Hadis maudhu itu dibuat
oleh muballig /guru agama yang ingin memberi nilai lebih kepada ibadah haji yang
wukufnya bertepatan dengan hari jum’at.21
4. Fanatisme Yang Keliru
Sikap sebagian penguasa Bani Umayah yang cenderung fanatisme dan rasialis,
telah ikut mendorong kalangan Mawali untuk membuat hadits-hadits palsu sebagai
upaya untuk mempersamakan mereka dengan orang-orang Arab.
Selain itu,Fanatisme Madzhab dan Teologi juga menjadi factor munculnya
hadis palsu, seperti yang dilakukan oleh para pengikut Madzhab Fiqh dan Teologi,
diantaraya:
‫من رفع يده في الركوع فال صالة له‬

Artinya: “Barang siapa yang mengangkat tangannya ketika ruku’, maka


tiadalah shalat baginya” Hadis ini diduga dibuat oleh pengikut mazhab yang tidak
mengangkat tangan ketika ruku’.

D. Ciri – Ciri Hadits Maudhu


1. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad
 Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang
periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu.
 Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut.
 Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang
memalsukan hadist, seperti seorang periwayat yang mengaku
meriwayatkan hadist dari seorang guru yang tidak pernah bertemu
dengannya

2. Ciri yang Berkaitan Dengan Matan


 Kerancuan redaksi atau Kerusakan maknanya.
 Berkaitan dengan kerusakan ma.na tersebut, Ibnu Jauzi berkata: Saya
sungguh malu dengan adanya pemalsuan hadis. Dari sejumlah hadis palsu,
ada yang mengatakan: “ Siapa yang salat, ia mendapatkan 70 buah gedung,
pada setiap gedung ada 70.000 kamar, pada setiap kamar ada 70 000

21
Al Qur’an Surah Attaubah : 3

15
tempat tidur, pada setiap tempat tidur ada 70 000 bidadari. Perkataaan ini
adalah rekayasa yang tak terpuji22
 Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata menurut ahli
hadis tidak terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadis.
 Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya. Hadisnya menyalahi
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti ketentuan akal, tidak
dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan, kejadian empiris dan fakta sejarah

3. Musthafa Assiba’i
Musthafa Assiba’i memuat tujuh macam ciri Hadis palsu yaitu:
1) Susunan Gramatikanya sangat jelek.
2) Maknanya sangat bertentangan dengan akal sehat.
3) Menyalahi Al qur’an yang telah jelas maksudnya.
4) Menyalahi kebenaran sejarah yang telah terkenal di zaman Nabi saw.
5) Bersesuaian dengan pendapat orang yang meriwayatkannya, sedang orang
tersebut terkenal sangat fanatic terhadap mazhabnya.
6) Mengandung suatu perkara yang seharusnya perkara tersebut diberitakan oleh
orang banyak, tetapi ternyata diberitakan oleh seorang saja.
7) Mengandung berita tentang perberian pahala yang besat untuk perbuatan kecil,
atau ancaman siksa yang berat terhadap suatu perbuatan yang tidak berarti23

4. Hasbi Ashshddiqy
Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri Hadis palsu apabila:
1) Maknanya berlawanan dngan hal-hal yang mudah dipahami.
2) Berlawanan dengan ketentuan umum dan akhlak atau menyalahi
kenyataan.
3) Berlawanan denga ilmu kedokteran.
4) Menyalahi peraturan- peaturan akal terhadap Allah.
5) Menyalahi ketentuan Allah dalam menjadikan alam.
6) Mengandung dongengan- dongengan yang tidak dibenarkan akal.
7) Menyalahi keterangan Al Qur’an yang terang tegas.
8) Menyalahi kaedah umum.
9) Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi saw.
10) Sesuai dengan mazhab yang dianut perawi, sedang perawi itu orang
sangat fanatic mazhabnya.
11) Menerangkan urusan yang seharusnya kalau ada dinukilkan oleh
orang banyak.
12) Menerangkan pahala yang sangat besar terhadap suatu perbuatan kecil
atau siksaan yang amat besar terhadap suatu amal yang tak berarti.24

22
Nuruddin : 323
23
Syuhudi Ismail : 178
24
Hasbi Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu Dirayah Hadis: .369-374

16
E. Akibat Munculnya Hadits Maudhu
Tersebarnya hadis Maudlu di tengah-tengah masyarakat, meskipun ada hadits
maudlu yang isinya baik , namun banyak diantaranya yang membawa dampak
negative (akibat) antara lain :
A. Menimbulkan dan mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam.

Suatu mazhab/golongan yang diserang oleh pihak / golongan lain dengan


menggunakan hadis palsu, berusaha membela dan mempertahankan kelompoknya,
dan bahkan dengan balas menyerang kelompok penyerangnya dengan membuat
hadis palsu juga. Akibatnya terjadilah saling menyerang dan merendahkan. Ini
berakibat pada semakin tajamnya perpecahan dikalangan ummat Islam. Tajamnya
pertentangan ini tentu akan melemahkan persatuan dan kesatuan ummat Islam dan
bahkan dapat mengakibatkan ummat Islam menjadi bercerai berai. Akibat semacam
ini sungguh sangat tidak diharapkan, karena ummat Islam disuruh untuk bersatu,
sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an:
Artinya: “dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah,25
Perpecahan tentu dapat menyebabkan ummat Islam semakin lemah dan bahkan
kehilangan kekuatan, saat-saat seperti itu menjadi peluang bagi mereka yang ingin
menyerang dan menghancurkan ummat Islam. Di dalam ayat lain, Allah melarang
ummat Islam untuk berepccah belah dan berbantahbantahan, sebagai berikut:
Artinya: “dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-
bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.26

B. Mencemarkan pribadi Rasulullah saw

Munculnya hadis-hadis Maudlu yang isinya kadang-kadang bertentangan


dengan akal sehat, logika yang benar dan fakta yang ada, dapat mencemarkan
pribadi Rasulullah saw. Karena dari hadis-hadis palsu itu tergambar bahwa
Rasulullah saw seolah-olah, pelupa, bodoh, egois dan kekanak-kanakan. Hal ini
sangat bertentanagn dengan fakta pribadi Rasulullah saw yang sebenarnya. Dari
fakta sejarah diketahui bahwa Rasulullah saw diakui memiliki kecerdasan,
keluhuran budi dan kemuliaannya, pengakuan itu tidak hanya datang dari para
sahabat dan orang-orang mukmin saja, tetapi juga para penentang dan musuh-
musuh beliau.
Membuat sebuah perkataan, kemudian menyandarkannya kepada Rasulullah
saw adalah sebuah kesalahan besar dan sangat berbahaya. Dampaknya dapat
menimpa dirinya sendiri dan juga orang lain. Rasulullah saw memberikan

25
QS. Ali Imran :103
26
QS Al Anfal : 46

17
ultimatum yang tegas kepada mereka yang berani berdusta terhadap beliau dengan
sabdanya:

ْ ‫ن م َّ الن ِ ار‬ َ ‫ل ف َه َد ْع‬


ِ َ ‫قم‬ َ ‫ي‬
ْ ‫ت‬ َ ‫ع ت م ا ْ َّأ َو‬
َ ‫ب‬ َ ‫م‬
َ ‫لع ًد‬
َ ‫ي‬
َ َّ ‫ب َذ ك‬ َ َ‫ن‬.
َ َ ‫مو‬
Artinya: “Siapa yang berdusta terhadapku dengan sengaja maka hendaklah dia
menempati tempatnya di neraka”27
C. Mengaburkan pemahaman terhadap Islam.

Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa sumber Islam setelah Al Qur’an adalah


Hadist Rasulullah saw. Dalam hal ini tentulah bahwa nilai-nilai keislaman yang
menjadi pedoman bagi ummat Islam banyak bersumber dari Al Hadits. Kalau hadis
yang menjadi sumber itu palsu, berbeda dan bahkan bertentangan dengan Islam yang
sebenarnya, akan terjadilah pemahaman yang salah terhadap Islam, sehingga Islam
tidak dapat diakui dan dipercaya sebagai agama fitrah yang dapat membimbing dan
membawa manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
Akibat semacam ini dapat kita lihat sekarang, bahwa masyarakat Islam tidak
sepenuhnya menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya, hal ini mungkin
disebabkan mereka belum yakin sepenuhnya terhadap Islam.
Golongan dari luar Islam yang ingin mempelajari Islam, bila mereka mendapatkan
informasi tentang Islam dari sumber yang salah (palsu) mungkin perhatian mereka
terhadap Islam akan berkurang, atau mungkin pula mereka meremehkan dan
mencemoohkannya karena menganggap Islam tidak logis, tidak masuk akal karena
bertentangan dengan data dan fakta yang ada.
D. Melemahkan jiwa dan semangat keislaman.
Salah paham terhadap Islam, dapat menimbulkan keraguan dan
kebimbangan terhadap Islam menyelimuti ummat Islam yang tentu saja hal ini
dapat membawa akibat yang fatal yaitu melemahnya jiwa dan semangat
keislaman. Bila jiwa dan semangat keislaman ini lemah, maka dikuatirkan
kekuatan yang ada pada ummat Islam akan lumpuh, sehingga ummat Islam
tidak lagi menjadi Ummat yang disegani sebagaimana ummat Islam terdahulu
yang sanggup mengalahkan lawan meskipun jumlah mereka jauh lebih sedikit
disbanding dengan jumlah lawan yang jauh lebih banyak, sebagaimana
disebutkan dalam Al qur’an:

Artinya: “Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk


berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang
yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari
pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti28.

27
Shahih Bukhari. Juz I h.38
28
QS AL anfal : 65

18
Kemenangan yang diperoleh ummat Islam yang minoritas saat itu
terhadap orang kafir yang mayoritas, disebabkan karena ummat Islam saat itu
mempunyai jiwa semangat Islam yang kuat dan mantap. Tetapi bila jiwa dan
semangat Islam sudah lemah, maka meskipun dalam kaadaan mayoritas, tentu
kekalahan yang didapat nauzubillahi min zalik.

BAB III
Penutup
Kesimpulan
1. Yang dimaksud hadis maudlu (palsu) adalah: Segala riwayat yang
dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan jalan mengada-ada atau
berbohong tentang apa yang tidak pernah diucapkan dan dikerjakan
oleh Rasulullah saw, serta tidak pula disetujui beliau. 2. Faktor yang
menyebabkan munculnya hadis maudhu adalah: Kebencian dan
permusuhan, politik, fanatisme yang keliru, kebodohan, popularitas
dan ekonomi.
2. Ciri-ciri hadis maudhu diantaranya adalah: Perawinya pendusta,
pengakuan dari pembuatnya, terdapat kerancuan lafaz dan makna.
bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan Al qur’an dan
Hadits Mutawatir, meyalahi fakta sejarah, menyalahi kaedah umum
dan disepakati (ijma) ulama, isinya sejalan dengan fanatisme
perawinya, menjanjikan pahala yang sangat besar terhadap perbuatan
kecil dan memberikan ancaman besar terhadap kesalahan kecil.
3. Penanggulangan terhadap hadist maudhu dilakukan para ulama
dilakukan dengan: Meneliti perawi hadist, pencarian dan penelitian
sanad, tindakan tegas terhadap pemalsu hadis dan mengungkap
keburukannya, menetapkan ketentuan untuk mengungkap hadis
Maudlu, dan menyusun kitab-kitab kumpulan hadis maudlu agar
diketahui masyarakat.
4. Akibat dari munculnya hadis maudlu (palsu) diantaranya adalah:
Menimbulkan dan mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam,
mencemarkan pribadi Nabi saw, mengaburkan pemahaman terhadap
Islam. melemahkan jiwa dan semangat keislaman.

Daftar Pustaka

Prof. Dr.Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu


Hadits, Edisi 3, Cetakan Pustaka Rizki Putra, Semarang. 2009

19
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Hadits-Hadits Dha’if dan Maudhu’, Cet. V, Jakarta:
Bulan Bintang, 2016
Agus Solahudin. Ulumul Hadist. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Ajaj Al-Khathib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, cetakan Maktabah Wahbah,
Kairo.1963

20

Anda mungkin juga menyukai