TENTANG :
Hadist Madhu
Disusun Oleh :
Kelompok 5
FAKULTAS SYARIAH
1
2022/2023
Daftar Isi
Abstract..............................................................................................................................3
Kata Pengantar...................................................................................................................5
BAB 1................................................................................................................................6
Pendahuluan.......................................................................................................................6
A. Latar Belakang.....................................................................................................10
B. Rumusan Masalah................................................................................................10
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................10
BAB II.............................................................................................................................12
Pembahasan......................................................................................................................12
A. Pengertian Hadits Madhu.....................................................................................12
B. Sejarah dan Perkembangan Hadits Madhu...........................................................13
Hukum Membuat dan Meriwayatkan Hadits Maudhu’.............................................15
C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu.......................................................16
1. Faktor Politik....................................................................................................16
2. Faktor Kebencian Dan Permusuhan.................................................................17
3. Faktor Kebodohan................................................................................................18
4. Fanatisme Yang Keliru.........................................................................................18
D. Ciri – Ciri Hadits Maudhu....................................................................................19
1. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad...........................................................19
2. Ciri yang Berkaitan Dengan Matan..................................................................19
3. Musthafa Assiba’i.............................................................................................19
4. Hasbi Ashshddiqy.............................................................................................19
E. Akibat Munculnya Hadits Maudhu......................................................................20
BAB III............................................................................................................................23
Penutup............................................................................................................................23
Kesimpulan..................................................................................................................23
Daftar Pustaka..............................................................................................................23
2
Abstract
3
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada hamba-Nya dan shalawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada
Rasullah SAW, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya
sampai hari kiamat. Alhamdulillah, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT yang
telah memberikan nikmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang disediakan.
Selain itu, penyusun juga berterima kasih Kepada Bapak Nano Nuriansyah
M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Hadist dan Ilmu Hadits pihak-pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini. Semoga makalah ini, dapat berguna bagi
pembaca dan penyusun sendiri. Penyusun menyadari pasti banyak kekurangan dan
kelemahan yang terdapat di dalam makalah ini. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap
kritik dan saran pembaca.
Penyusun
Kelompok 5
4
BAB 1
Pendahuluan
Sejarah pemalsuan hadis bermula pada sekitar tahun 40 H., yaitu kurun
sahabat-sahabat junior dan tabi’in-tabi’in senior. Pemalsuan hadis merupakan
salah satu dampak penaklukan negara-negara lain oleh umat Islam, seperti Persia,
Romawi, Sham, dan Mesir. Banyak dari negara-negara yang ditaklukkan tersebut
memeluk Islam, namun sebagian dari mereka ada yang tulus dan ada yang
munafik yaitu yang masih menyimpan dendam terhadap Islam. Benih-benih fitnah
tersebut muncul pada masa kekhalifahan Uthman ibn Affan, yaitu Ibn Saba’
seorang Yahudi yang berkeliling ke negara-negara Islam dengan hiden agenda
menyebarkan propaganda di bawah tirai dukungan terhadap Ali dan keluarganya,
mengaku bahwa Ali adalah penerima wasiat Nabi dan lebih berhak atas jabatan
khalifah. Propaganda yang dilancarkan Ibn Saba’ ini menimbulkan perbedaan
faham di kalangan kaum muslimin, sampai Uthman terbunuh oleh kelompok yang
benci islam dan menyelinap di antara mereka yang berbeda faham. Dalam hal ini,
muncul empat kelompok yang bersebrangan faham yaitu pembela Ali, pembela
Uthman, kaum Khawarij musuh dari keduanya, dan Marwaniyah pembela
Mu’awiyah dan keluarga Bani Umayyah1.
Sebagian dari oknum-oknum kelompok yang bertikai tersebut
memperbolehkan bagi diri mereka menciptakan hadis palsu, guna melegitimasi
kebijakannya. Imam Muslim meriwayatkan dalam muqqadimah kitab Shahih-nya2
bahwa Ibn Abbas berkata: “Sesungguhnya kami saling bertukar
riwayat hadis Rasulullah SAW ketika orang-orang belum menciptakan
kebohongan atasnya, namun ketika mereka mulai menciptakan kebohongan maka
kami menghentikan riwayat tersebut.” Ibn Abbas meriwayatkan dan
dilanjutkan oleh Ibn Sirin bahwa, umat Islam tidak menanyakan
Sanad dalam periwayatan hadis, namun ketika terjadi fitnah maka mereka berkata
“Sebutkan perawi-perawi kalian”, ketika perawi-perawinya adalah ahl al-sunnat
mereka menerima hadisnya, namun ketika yang meriwayatkan adalah ahli bid’ah
1
Muhammad ibn Muhammad Abu Shuhbah, al-Wasit fi Ulum wa Mustalah al-Hadith, (Kairo: Dar al-
Fikr al-Arabi, t.th),326.
2
Muslim, Sahih Muslim, (Bandung: Dahlan ,t.th),Muqaddinah.
5
mereka tidak menerimanya3
Peristiwa di atas oleh para ulama dijadikan awal sejarah tradisi penggunaan
dan penyebaran sanad. Pada perkembangan selanjutnya mengalami tiga fase
perkembangan:
1. Awal mula penggunaan sanad, yaitu sejak dimulainya periwayatan hadis.
2. Tuntutan bagi perawi untuk menyebut sanad, berkembang sejak masa yang
dini dari periwayatan hadis, yaitu masa Abu Bakar.
3. Penyebutan sanad oleh perawi secara sukarela, yaitu pada masa
berikutnya.4
3
Abu Shuhbah, al-Wasit 326-327
4
Umar ibn Hasan Uthman fatalah, al-Wad’u fi al-Hadith (Beirut: Mu’assasat Manahil al
Irfan,1s981 M./ 1410 H.), 30.
5
Ibid., 61-62
6
lebih umum dari pada hadis.6 Pemahaman hadits Nabi merupakan hal yang terus
berkembang, sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika pemikiran manusia.
Akibat dari perkembangan dan dinamika tersebut akan memunculkan pemahaman
hadis juga menghasilkan berbagai kesimpulan dan pengalaman suatu hadis. Realitas
ini telah menghasilakan berbagai mazhab dalam kalangan fuqaha’ dan ushuliyin serta
ulama teolog. Tidak sedikit nash satu hadis menghasilkan pemahaman yang beragam,
bahkan kontroversi.
Apabila pemahaman hadis dihubungkan dengan teks dan konteksnya, juga
menimbulkan pemahaman yang berbeda. Tidak dapat disalahkan kedua corak
pemahaman terhadap hadis tersebut, karena tidak ada nash yang mengharuskan
pemahaman hadis harus menggunakan pendekatan tekstual maupun kontekstual.
Untuk itu, adakalanya para ulama, khususnya ulama hadis menawarkan beberapa
pendekatan terhadap pemahaman hadis. Bagi orang yang ingin mengamalkan suatu
hadis dapat menyesuaikan dirinya dengan hadis, sehingga tidak terjadi pertentangan
dan bertolak belakang dengan tujuan pemilik teks yaitu Nabi Muhammad Saw. Paling
tidak, pemaham yang dihasilkan mampu memberikan kenyamanan bagi orang yang
mengamalkan hadis tersebut.
Salah satu pendekatan yang sangat penting digunakan dalam pemahaman
hadis adalah pendekatan asbabul al-wurud. Pendekatan ini menjadi salah satu
alternatif terhadap keraguan adalam memahami dan mengamalkan suatu hadis.
Namun demikian, dalam kenyataannya ternyata tidak semua hadis memiliki asbab al-
wurud, dan hanya sebagian saja yang ada. Namun ada kemiripan yang sangat antara
asbab al-wurud dengan sejarah yang menyertai munculnya suatu hadis. Tetapi
terdapat di dalamnya sejarah yang berkaitan dengannya, dan bahkan menjadi bagian
dari hadis itu sendiri. Sebuah hadis dikaji dengan berbagai pendekatan, serta melewati
standar minimal untuk diamalkan, sehingga semakin mudah dan praktis bagi umat
Islam dalam mengamalkan perintah Nabi.7
Suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak masa lalu
adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka. Tidak
ada pengecualian di antara mereka sekalipun ulama’-ulama’, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah di antara mereka dari kalangan para ulama’ Ahli Hadits.
6
Karena menyangkut kehidupan Nabi Muhammad sebelum diutus dan sesudahnya. Lihat,
Muhammad Ajjaj al-Khatib Usul al- Hadith Ulumuh Wa Mustalaqah (Beirut: Dar al-Fikr, 1989),14
7
Ibid,.2
7
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
8
Abdul Wahid, Hadits Nabi dan Problematika Masa Kini, (Banda Aceh: Perpustakaan Nasional KDT,
2007).
9
Ibid,. 3
8
BAB II
Pembahasan
Apabila dilihat dari segi bahasa, kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari
kata يضيع. وضع ـKata وضعmemiliki beberapa makna, antara lain:
(menggugurkan) : سقا ط ٍ اال
(meninggalkan) : الترك
(memalsukan dan mengada-adakan) : ختالف ٍ فتراء و اال ٍ اال
10
Ajaj Al-Khatib, Ushul al Hadist 1981:415
11
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung: PT. Almaarif, 1995), 140
12
Ibid,. 141.
13
Ajaj al Khatib, Ushulul Hadits : 415
9
B. Sejarah dan Perkembangan Hadits Madhu
Menurut Subhi Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu ketika
terjadi perpecahan antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh penduduk Hijaz dan
Irak dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria dan
Mesir, Ummat Islam terbagi kepada beberapa firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur.
Karena itu menurut Subhi Shaleh, bahwa timbulnya Firqah-firqah dan mazhab
merupakan sebab yang paling penting bagi timbulnya usaha mengada –ada habar dan
hadis.14
Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan
bukti keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak langsung menjadi
faktor yang menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak bisa diingkari
bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar murni tertarik
dan percaya kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga
segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada
kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik dan
Zindiq.
Golongan inilah yang kemudian senantiasa menyimpan dendam dan dengki
terhadap Islam dan kaum muslimin. Kemudian mereka menunggu peluang yang tepat
untuk menghancurkan dan menimbulkan keraguan di dalam hati orang banyak
terhadap Islam. Peluang tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin
Affan yang memang sangat toleran terhadap orang lain. Imam Muhammad Ibnu Sirrin
menuturkan, ”Pada mulanya umat Islam apabila mendengar sabda Nabi Saw
berdirilah bulu roma mereka. Namun setelah terjadinya fitnah (terbunuhnya Ustman
bin Affan), apabila mendengar hadits mereka selalu bertanya, dari manakah hadits itu
diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-orang Ahlsunnah, hadits itu diterima sebagai
dalil dalam agama Islam. Dan apabila diterima dari orang-orang penyebar bid’ah,
hadits itu dotolak”15
Terjadinya pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-
benih fitnah, yang memicu munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini belum
begitu meluas karena masih banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui
dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya
dari hadist maudhu’ karena ada ancaman yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW
terhadap orang yang memalsukan hadist, Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada
akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah pemalsuaan hadis mulai marak , baik
yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang dibuat oleh orang diluar Islam.
Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000 hadis maudhu. Abdul
Karim al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu. Terpecahnya ummat
Islam menjadi beberapa golongan politik dam keagamaan menjadi pemicu munculnya
hadis maudhu. Masing-masing pengikut kelompok ada yang berusaha memperkuat
kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari Al Qur’an dan hadis,
14
Subhi Shalih : 266-267
15
Ali Mustofa Ya’qub, Kritik Hadits (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004), 82
10
menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis menyimpang dari arti sebenarnya,
sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan yang
demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas diri
Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah (secara
berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab.16
Diantara orang yang memainkan peranan dalam hal ini adalah Abdullah bin Saba’,
seorang Yahudi yang mengaku memeluk Islam. Dengan berdalih membela Sayyidina
Ali dan Ahlul Bait, ia berkeliling ke segenap pelosok daerah untuk menabur fitnah. Ia
berdakwah bahwa Ali yang lebih layak menjadi khalifah daripada Usman bahkan Abu
Bakar dan Umar. Alasannya Ali telah mendapat wasiat dari Nabi s.a.w. Hadits palsu
yang ia buat berbunyi: “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima
wasiatku adalah Ali.” Kemunculan Ibnu Saba’ ini disebutkan terjadi pada akhir
pemerintahan Usman. Untungnya, penyebaran hadits maudhu’ pada waktu itu belum
gencar karena masih banyak sahabat utama yang mengetahui dengan persis akan
kepalsuan sebuah hadits. Khalifah Usman sebagai contohnya, ketika tahu hadits
maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’, beliau langsung mengusirnya dari Madinah.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Para sahabat tahu
akan larangan keras dari Rasulullah terhadap orang yang membuat hadits palsu
sebagaimana sabda beliau: “Siapa saja yang berdusta atas namaku dengan sengaja,
maka dia telah mempersipakan tempatnya di dalam neraka.”17
Menyadari hal ini, para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap hadits yang
disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya sekiranya ragu
akan kesahihan hadits itu. Imam Muslim dengan sanadnya meriwayatkan dari
Mujahid sebuah kisah yang terjadi pada diri Ibnu Abbas : “Busyair bin Kaab telah
datang menemui Ibnu Abbas lalu menyebutkan sebuah hadits dengan berkata
“Rasulullah telah bersabda”, “Rasullulah telah bersabda”. Namun Ibnu Abbas tidak
menghiraukan hadits itu dan juga tidak memandangnya. Lalu Busyair berkata kepada
Ibnu Abbas “Wahai Ibnu Abbas ! Aku heran mengapa engkau tidak mau mendengar
hadits yang aku sebut. Aku menceritakan perkara yang datang dari Rasulullah tetapi
engkau tidak mau mendengarnya. Ibnu Abbas lalu menjawab: “Kami dulu apabila
mendengar seseorang berkata “Rasulullah bersabda”, pandangan kami segera
kepadanya dan telinga-telinga kami kosentrasi mendengarnya. Tetapi setelah orang
banyak mulai melakukan yang baik dan yang buruk, kita tidak menerima hadits dari
seseorang melainkan kami mengetahuinya.”
Sesudah zaman sahabat, terjadi penurunan dalam penelitian dan kepastian hadits.
Ini menyebabkan terjadinya periwayatan dan penyebaran hadits yang secara tidak
langsung turut menyebabkan berlakunya pendustaan terhadap Rasulullah dan
sebagian dari sahabat. Ditambah lagi dengan konflik politik umat Islam yang semakin
hebat, telah membuka peluang bagi golongan tertentu yang coba mendekatkan diri
dengan pemerintah dengan cara membuat hadits.
16
Ajaj al Khatib : 416
17
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt fī Kutub alTafsīr (Mesir:
Maktabah al-Ilm, 1988 M/1409H), 20.
11
Sebagai contoh, pernah terjadi pada zaman Khalifah Abbasiyyah, hadits-hadits
maudhu’ dibuat demi mengambil hati para khalifah. Diantaranya seperti yang terjadi
pada Harun al-Rasyid, di mana seorang lelaki yang bernama Abu al-Bakhtari (seorang
qadhi) masuk menemuinya ketika ia sedang menerbangkan burung merpati. Lalu ia
berkata kepada Abu al-Bakhtari : “Adakah engkau menghafal sebuah hadits
berkenaan dengan burung ini? Lalu dia meriwayatkan satu hadits, katanya: “Bahwa
Nabi Shaalaluulahu alai wa salam selalu menerbangkan burung merpati.” Harun al-
Rasyid menyadari kepalsuan hadits tersebut lalu menghardiknya dan berkata: “Jika
engkau bukan dari keturunan Quraisy, pasti aku akan mengusirmu.”18
ان َ ْميِ اإل َنِ م ِنَطَ الو ُُّبح
Umat Islam telah sepakat (ijmak) bahwa hukum membuat dan meriwayatkan
hadits maudhu’ dengan sengaja adalah haram. Ini terkait dengan perkara-perkara
hukum-hukum syarak, cerita-cerita, targhib dan tarhib dan sebagainya. Yang
menyelisihi ijmak ini adalah sekumpulan ahli bid’ah, di mana mereka mengharuskan
membuat hadits-hadits untuk menggalakkan kebaikan (targhib), menakut-nakuti
kepada kejahatan (tarhib) dan mendorong kepada kezuhudan. Mereka berpendapat
bahwa targhib dan tarhib tidak masuk dalam kategori hukum-hukum syarak. Pendapat
ini jelas salah karena, Rasulullah dengan tegas memberi peringatan kepada orang-
orang yang berbohong atas nama beliau seperti sabdanya “Sesungguhnya
pembohongan atas namaku tidak seperti pembohongan atas siapapun. Siapa yang
berbohong atas namaku, maka dia dengan sengaja menyiapkan tempatnya di dalam
neraka”, “Janganlah kamu berbohong atas namaku, karena sesungguhnya orang yang
berbohong atasku akan masuk neraka”.
Para ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah, sepakat mengharamkan berbohong
dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum dan perkara-perkara yang
berkaitan dengan targhib dan tarhib. Semuanya termasuk dalam salah satu dari dosa-
dosa besar. Para ulama telah berijmak bahwa haram berbohong atas nama seseorang,
apalagi berbohong atas seorang yang diturunkan wahyu kepadanya. Terdapat
18
Muhammad Abu Syahbah, al-Israiliyyāt wa al-Mauḍūāt, 23.
19
QS. al-Qaṣas: 85
12
perbedaan pendapat di kalangan ahlu Sunnah wal Jamaah berkenaan dengan
kedudukan orang yang membuat hadits tersebut, apakah dia menjadi kafir dengan
perbuatannya itu dan adakah periwayatannya diterima kembali sekiranya dia
bertaubat. Jumhur Ahlu Sunnah berpendapat bahwa orang yang membuat hadits-
hadits maudhu’ tidak menjadi kafir dengan pembohongannya itu, kecuali ia
menganggap perbuatannya itu halal. Tetapi menurut Abu Muhammad al-Juwaini,
ayah Imam alHaramain Abu al-Ma’ali salah seorang mazhab Syafie, orang tersebut
menjadi kafir dengan melakukan pembohongan tersebut secara sengaja dan boleh
dijatuhi hukuman mati. Pendapat ini dianggap lemah oleh Imam al-Haramain
sendiri.20
Artinya: “Yang menerima wasiatku, dan yang menjadi tempat rahasiaku dan
penggantiku dari keluargaku adalah Ali.
Di pihak Mu’awiyah ada pula yang membuat hadis maudhu sebagai berikut:
االمنــاء عند اللة ثال ثه انا وجبريل ومعا ويهArtinya: “
Orang yang dapat dipercaya disisi Allah ada tiga yaitu:
Aku, Jibril dan Mu’awiyah”.
20
9 Ibid, 67.
13
2. Faktor Kebencian Dan Permusuhan
3. Faktor Kebodohan
Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun kurang memahami
agama, mereka membuat at hadist-hadis maudlu (palsu) dengan tujuan menarik orang
untuk berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang berisi dorongan-dorongan
untuk meningkatkan amal dengan menyebutkan kelebihan dan keutamaan dari
amalan tertentu tanpa dasar yang benar melalui hadist targhib yang mereka buat
sendiri. Biasanya hadis palsu semacam ini menjanjikan pahala yang sangat besar
kepada perbuatan kecil. Mereka juga membuat hadis maudhu (palsu) yang berisi
dorongan untuk meninggalkan perbuatan yang dipandangnya tidak baik dengan cara
14
membuat hadis maudhu yang memberikan ancaman besar terhadap perbutan salah
yang sepele. Diantaranya hadis palsu itu :
افضل االيام يوم عرفة اذا وافق يوم الجمعة وهو افضل من سبعين حجة في غير جمعة
21
Al Qur’an Surah Attaubah : 3
15
tempat tidur, pada setiap tempat tidur ada 70 000 bidadari. Perkataaan ini
adalah rekayasa yang tak terpuji22
Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata menurut ahli
hadis tidak terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam
kitab-kitab hadis.
Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya. Hadisnya menyalahi
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti ketentuan akal, tidak
dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan, kejadian empiris dan fakta sejarah
3. Musthafa Assiba’i
Musthafa Assiba’i memuat tujuh macam ciri Hadis palsu yaitu:
1) Susunan Gramatikanya sangat jelek.
2) Maknanya sangat bertentangan dengan akal sehat.
3) Menyalahi Al qur’an yang telah jelas maksudnya.
4) Menyalahi kebenaran sejarah yang telah terkenal di zaman Nabi saw.
5) Bersesuaian dengan pendapat orang yang meriwayatkannya, sedang orang
tersebut terkenal sangat fanatic terhadap mazhabnya.
6) Mengandung suatu perkara yang seharusnya perkara tersebut diberitakan oleh
orang banyak, tetapi ternyata diberitakan oleh seorang saja.
7) Mengandung berita tentang perberian pahala yang besat untuk perbuatan kecil,
atau ancaman siksa yang berat terhadap suatu perbuatan yang tidak berarti23
4. Hasbi Ashshddiqy
Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri Hadis palsu apabila:
1) Maknanya berlawanan dngan hal-hal yang mudah dipahami.
2) Berlawanan dengan ketentuan umum dan akhlak atau menyalahi
kenyataan.
3) Berlawanan denga ilmu kedokteran.
4) Menyalahi peraturan- peaturan akal terhadap Allah.
5) Menyalahi ketentuan Allah dalam menjadikan alam.
6) Mengandung dongengan- dongengan yang tidak dibenarkan akal.
7) Menyalahi keterangan Al Qur’an yang terang tegas.
8) Menyalahi kaedah umum.
9) Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi saw.
10) Sesuai dengan mazhab yang dianut perawi, sedang perawi itu orang
sangat fanatic mazhabnya.
11) Menerangkan urusan yang seharusnya kalau ada dinukilkan oleh
orang banyak.
12) Menerangkan pahala yang sangat besar terhadap suatu perbuatan kecil
atau siksaan yang amat besar terhadap suatu amal yang tak berarti.24
22
Nuruddin : 323
23
Syuhudi Ismail : 178
24
Hasbi Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu Dirayah Hadis: .369-374
16
E. Akibat Munculnya Hadits Maudhu
Tersebarnya hadis Maudlu di tengah-tengah masyarakat, meskipun ada hadits
maudlu yang isinya baik , namun banyak diantaranya yang membawa dampak
negative (akibat) antara lain :
A. Menimbulkan dan mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam.
25
QS. Ali Imran :103
26
QS Al Anfal : 46
17
ultimatum yang tegas kepada mereka yang berani berdusta terhadap beliau dengan
sabdanya:
27
Shahih Bukhari. Juz I h.38
28
QS AL anfal : 65
18
Kemenangan yang diperoleh ummat Islam yang minoritas saat itu
terhadap orang kafir yang mayoritas, disebabkan karena ummat Islam saat itu
mempunyai jiwa semangat Islam yang kuat dan mantap. Tetapi bila jiwa dan
semangat Islam sudah lemah, maka meskipun dalam kaadaan mayoritas, tentu
kekalahan yang didapat nauzubillahi min zalik.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
1. Yang dimaksud hadis maudlu (palsu) adalah: Segala riwayat yang
dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan jalan mengada-ada atau
berbohong tentang apa yang tidak pernah diucapkan dan dikerjakan
oleh Rasulullah saw, serta tidak pula disetujui beliau. 2. Faktor yang
menyebabkan munculnya hadis maudhu adalah: Kebencian dan
permusuhan, politik, fanatisme yang keliru, kebodohan, popularitas
dan ekonomi.
2. Ciri-ciri hadis maudhu diantaranya adalah: Perawinya pendusta,
pengakuan dari pembuatnya, terdapat kerancuan lafaz dan makna.
bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan Al qur’an dan
Hadits Mutawatir, meyalahi fakta sejarah, menyalahi kaedah umum
dan disepakati (ijma) ulama, isinya sejalan dengan fanatisme
perawinya, menjanjikan pahala yang sangat besar terhadap perbuatan
kecil dan memberikan ancaman besar terhadap kesalahan kecil.
3. Penanggulangan terhadap hadist maudhu dilakukan para ulama
dilakukan dengan: Meneliti perawi hadist, pencarian dan penelitian
sanad, tindakan tegas terhadap pemalsu hadis dan mengungkap
keburukannya, menetapkan ketentuan untuk mengungkap hadis
Maudlu, dan menyusun kitab-kitab kumpulan hadis maudlu agar
diketahui masyarakat.
4. Akibat dari munculnya hadis maudlu (palsu) diantaranya adalah:
Menimbulkan dan mempertajam perpecahan dikalangan ummat Islam,
mencemarkan pribadi Nabi saw, mengaburkan pemahaman terhadap
Islam. melemahkan jiwa dan semangat keislaman.
Daftar Pustaka
19
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Hadits-Hadits Dha’if dan Maudhu’, Cet. V, Jakarta:
Bulan Bintang, 2016
Agus Solahudin. Ulumul Hadist. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Ajaj Al-Khathib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, cetakan Maktabah Wahbah,
Kairo.1963
20