Anda di halaman 1dari 13

Makalah Ulumul Hadist

Kodifikasi Hadist

Dosen Pengampu:
Prof.Dr.Zikri Darussamin M.Ag

DISUSUN OLEH:
Ainil Fitriani ( 12230422724)
Musyrifah Salmi (12230422403)

PROGRAM STUDI ILMU HADIST

FAKULTAS USULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah…
Puja puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt.Berkat rahmat dan
hidayah nya lah penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “KODIFIKASI
HADIST”makalah ini disusun berdasar kan silabus fakultas Ushuluddin UIN
SUSKA Riau dalam mata kuliah ulumul hadist.Shplawat dasn salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada intan berlian nya kota mekah dan kota
madinah,buah hati jiwa Abdullah dan Siti Aminah,yakni nabiyuna Muhammadin
shallalahu alaihi wasallam,berserta keluarganya,para sahabat dan para pengikut
nya.Semoga kita selaku umat beliau adlah golongan yang beruntung hingga
mendapat kan syafaat nya di yaumil Mahsyar kelak,Aamiin ya rabbal alamin.
Terima kasih yang sebesar besar nya kepada bapak Prof.Dr.Zikri Darussamin
M.ag selaku dosen pengampu yang sudah membantu penulis dalam menyusun
makalalah ini .
Makalah yang berjudul “KODIFIKASI HADIST” ini di harapkan
mampu menjadi alternatif penuntun belajar yang di terapkan dan dikembangkan
untuk meningkatkan kompetensi dan kreativitas mahasiswa.Semoga makalah ini
membawa manfaat dan menambah wawasan mahasiswa dalam mata kuliah
Ulumul Hadist.Kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harap kan
dari semua pihak demi peningkatan yang terbaik dalam makalah ini.semoga Allah
SWT senantiasa memberikan kita hidayah dan perlindungan dimana pun kita
berada.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................... 2
A. Pengertian Kodifikasi Hadist..................................................... 2
B. Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi........................... 3
C. Sistematika Kodifikasi Hadist pada Masa Abad Kedua............ 3
D. Masa pengembangan sistem kodifikasi hadist........................... 4
E. Masa penyempurnaan sisstem kodifikasi hadist........................ 5
BAB III : PENUTUP.................................................................................. 7
A. Kesimpulan................................................................................ 7
B. Saran........................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadist merupakan sumber sunnah Nabi SAW yang menjadi rujukan
kedua dalam kajian hukum islam setelah Al-Qur’an Al-karim.Oleh karena
itu,kedudukan hadis sangat signifikan dan urgen dalam islam.Hanya saja
urgensi dan signifikasi hadis tidak mempunyai makna,manakala eksistensinya
tidak di dukung oleh uji kualifikasi histories yang memadai dalam proses
transmisi nya (periwayatan).
Dengan demikian,sebelum hadis itu menjadi sunnah yang merupakan
sumber dan landasan suatu istimbat hukum,maka uji kualifikasi histories
untuk menentukan otentik tidak nya hadist tersebut merupakan hal niscaya
dilakukan hadist merupakan sumber sunnah Nabi SAW yang menjadi rujukan
kedua dalam kajian hukum islam setelah Al-Qur’an.Oleh karena
itu,kedudukan hadis sangat signifikan dan urgen dalam islam.Hanya saja
urgensi dan signifikasi hadis tidak mempunyai makna,manakala eksistensinya
tidak di dukung oleh uji kualifikasi histories yang memadai dalam proses
transmisinya (periwayatan).Dengan demikian,sebelum hadist itu menjadi
sunnah yang merupakan sumber dan landasan suatu istinbat hukum,maka uji
kualifikasi histories untuk menentukan otentik tidak nya hadis tersebut
merupakan hal yang niscaya dilakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kodifikasi hadist?
2. Apa latar belakang muncul nya usaha kodifikasi hadist?
3. Bagaimana masa pengembangan kodifikasi hadist?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodifikasi Hadist


Kata tadwin merupakan masdar dari kata ‫دون‬, ‫يدون‬, ‫تدوينا‬yang berarti
pembukuan atau kodifikasi. Sebagian kitab ulumul hadits menyamakan makna
tadwin dengan penulisan atau pencatatan ke dalam satu buku. Seperti Ajjaj al-
Khatib menggunakan kata tadwin untuk mendiskripsikan penulisan hadits para
periode tabi‘in. Jelas terdapat perbedaan antara kata tadwin dengan kitabah
dalam periwayatan hadits. Terkait dengan hal itu, Manna‘ al-Qathhan
berpendapat bahwa,

‫حف‬JJ‫ التدوين نو مجع ادلكتب من الص‬,‫ فا ب شخص صحيفة او اكثر اما‬,‫التدوين غري الكتابة‬
‫و احملفظ يف الصدور و ترتيبو حىت يكون يفكتاب ِ فا واحد‬.

Artinya : “Tadwin bukanlah menulis, yang dimaksud menulis ialah,


seseorang menulis suatu lembaran atau lebih banyak dari itu, sedangkan
tadwin ialah mengumpulkan sesuatu yang tertulis dari lembaran-lembaran dan
hafalan dalam dada, kemudian menyusunnya hingga menjadi satu kitab”.:

Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi hadis pada periode ini


adalah pembukuan hadis secara resmi yang diabadikan dalam bentuk tulisan
atas perintah seorang pemimpin kepala negara dengan melibatkan orang-orang
yang memiliki keahlian dibidangnya. Tidak seperti kodifikasi yang terjadi pada
masa rasulullah SAW. yang dilakukan secara individu atau untuk kepentingan
pribadi. Usaha ini mulai direalisasikan pada masa pemerintahan kalifah Umar
bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan Bani Umayah), melalui instruksinya
kepada walikota Madinah, Abu Bakar bin Muhammad Bin 'Amr bin Hazm
yang berbunyi “ Tulislah untukku hadis rasullullah SAW. yang ada kamu
melalui hadis 'Amrah (binti Abdurrahman) sebab aku takut akan hilang dan
punah ilmunya.” (riwayat al-darimy).

2
Atas insturksi ini, Ibnu Hazm lalu mengumpulkan hadis-hadis nabi
baik yang ada pada dirinya maupun pada 'Amrah murid kepercayaan Siti
Aisyah. Disamping itu, khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menulis surat
kepada para pegawainya di seluruh wilayah kekuasaannya, yang isinya sama
dengan isi suratnya kepada Ibnu Hazm.Orang pertama yang memenuhi dan
mewujudkan keinginannya adalah seorang alim di Hijaz yang bernama
Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madani (124H), yang
menghimpun hadis dalam sebuah kitabkurang lengkap, sedangkan hadis-hadis
yang dihimpun oleh Ibnu Syihab al-Zuhri dipandang lebih lengkap. Akan
tetapi1 Para sarjana Hadist seperti : 'Ajjaj al-Khatib, Mustafa Husni as-Siba'i,
muhammad jamaluddin al-Qasimi, Nu'man abd al-Mu'tal, Muhammad al-
Zafaf, dan lainnya, menemukan dokumen yang bersumber dari imam Malik
bin Anas bahwa kodifikasi Hadis ini adalah atas prakarsa Khalifah Umar bin
Abd Aziz dengan menugaskan kepada Ibnu Syihab az-Zuhri dan Ibnu Hazm
untuk mewujudkannya. Begitu juga Umar bin Abd Aziz menugaskan kepada
ulama-ulama lain di berbagai penjuru untuk ikut serta membantu pelaksanaan
kodifikasi Hadis Nabi tersebut.2

B. Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi


Munculnya kegiatan untuk menghimpun dan membukukan hadis pada
periode ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor diantaranya adalah,
kekhawatiran akan hilangnya hadis-hadis nabi disebabkan meninggalnya para
sahabat dan tabi'in yang benar-benar ahli medannya sehingga jumlah mereka
semakin hari semakin sedikit. Hal ini kemudian memicu para ulama untuk
segera membukukan hadis sesuai dengan petunjuk sahabat yang mendengar
langsung dari nabi. Disamping itu pergolakan politik pada masa sahabat
setelah terjadinya perang siffin yang mengakibatkan perpecahan umat Islam
kepada beberapa kelompok. Hal ini secara tidak langsung memberikan

1
Subhi as-Salih,Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2007), hlm.34.
2
Mustafa as-Siba'I,Al-Sunnah wa Makanatuha fii al-Tasyri' al-Islami, (Kairo:
Darussalam, 1998), hlm. 104-105.

3
pengaruh negatif kepada otentitas hadis-hadis nabi dengan munculnya hadis-
hadis palsu yang sengaja dibuat untuk mendukung kepentingan politiknya
masing-masing kelompok sekaligus untuk mempertahankan ideologi
golongannya demi mempertahankan madzhab mereka. Demikian persoalan
yang menentukan bangkitnya semangat para muslim khususnya Umar bin
Abdul Aziz selaku khalifah untuk segera mengambil tindakan positif guna
menyelamatkan hadis.3
Upaya penulisan (kodifikasi) hadits secara resmi dilatar belakangi oleh
beberapa faktor, diantaranya :
1. Al-Qur‘an telah dibukukan dan tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan
lagi akan bercampurnya dengan hadits.
2. Para perawi hadits telah banyak yang wafat. Bila terus dibiarkan,
dikhawatirkan hadits juga akan hilang seiring berjalannya waktu. Oleh karena
itu perlu segera dibukukan.
3. Daerah kekuasaan Islam semakin luas. Peristiwa-peristiwa yang dihadapi
umat Islam semakin kompleks. Hal ini tentu memerlukan petunjuk dari hadits
sebagai sumber agama.
4. Pemalsuan hadits semakin merajalela, kalau dibiarkan dapat mengancam
kemurnian dan kelestarian hadits. Maka dari itu perlu diadakan pembukuan
hadits, guna menyelamatkan hadits dari pemalsuan.

C. Sistematika Kodifikasi Hadist Pada Abad Kedua


Terdorong oleh kemauan keras untuk mengumpulkan hadis priode
awal kodifikasi, pada umumnya para ulama dalam membukukannya tidak
melalui sistematika penulisan yang baik, dikarenakan usia kodifikasi yang
relatif muda sehingga mereka belum sempat menyeleksi antara hadis nabi
dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in, bahkan lebih jauh dari itu mereka
belum mengklasifikasi hadis menurut kelompok-kelompoknya. Demikian
karya ulama pada masa ini masih bercampur aduk antara hadis dengan fatwa
sahabat dan tabi'in. walhasil, bahwa kitab-kitab hadis karya ulama-ulama pada

3
H Mudasir,Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 91-93.

4
masa ini belum di pilah-pilah antara hadis marfu' mauquf, dan maqthu', dan
diantara hadis sahih, hasan dan dha'if. Namun tidak berarti semua ulama hadis
pada masa ini tidak ada yang membukukan hadis dengan lebih sistematis,
karena ternyata ada di antara mereka telah berinisiatif untuk menulis hadis
secara tematik, seperti Imam Syafi'i yang mempunyai ide cemerlang
mengumpulkan hadis-hadis berhubungan dengan masalah talak ke dalam
sebuah kitab. Begitu juga karya Imam Ibnu Hazm yang hanya menghimpun
hadis-hadis dari nabi ke dalam sebuah kitab atas instruksi dari Umar bin Abd
Aziz “Jangan kau terima selain hadis nabi SAW saja.”4
Kemudian pembukuan hadis berkembang pesat di mana-mana,seperti
dikota Makkah hadis telah dibukukan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu Ishaq,di
Madinah oleh Sa'id bin Abi 'Arubah,Rabi' bin Shobih,dan Imam Malik,di
Basrah oleh Hamad bin Salamah,di Kufah oleh Sufyan Assauri,di Syam oleh
Abu Amr al-Auza'I dan seterusnya.

D. Masa Pengembangan Sistem Kodifiksi Hadist


Pada permulaan abad ketiga para ahli hadis berusaha mengembangkan
sistematika pembukuan hadis agar lebih baik dibandingkan masa sebelumnya,
usaha ini kemudian memunculkan ide-ide untuk memilah-milah hadis dan
menyatukannya dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in, mereka membukukan
semata mata dari hadis rasulullah. Masa penyaringan hadis ini terjadi ketika
pemerintahan dipegang oleh dinasti Bani Abbas, khususnya sejak masa Al-
Makmum sampai dengan Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H).
Munculnya periode seleksi ini karena pada periode sebelumnya yakni
periode tadwin (kodifikasi) para ulama belum berhasil memecahkan beberapa
hadis mauquf dan maqtu' dari hadis marfu'. Begitupula halnya dengan menjual
beberapa hadis yang dha'if dari yang shahih. Apalagi masih ada hadis maudu'
yang tercampur pada hadis shahih. Pada masa ini, para ulama bersungguh-
sungguh mengadakan penyaringan hadis yang diterimanya. Melalui kaidah-
kaidah yang ditetapkannya, mereka berhasil memisahkan hadis-hadis yang

4
Ajjaj Al Khatib,As-Sunnah Qabla Tadwin, (Kairo: Dar al-Fikr, 1981), hlm. 166.

5
dhaif dari yang sahih dan hadis-hadis yang mauquf dan yang maqtu' dari yang
ma'ruf, meskipun berdasarkan penelitian berikutnya masih ditemukan hadis
yang dhaif terselip pada kitab-kitab sahih karya mereka. Dengan ketekunan
dan kesabaran para ulama pada masa ini akhirnya bermunculan berbagai
kitab-kitab hadis yang lebih sistematis,
1. Al-Jami as-sahih sebuah karya imam Bukhari (194-252 H).
2. Al-Jami as-sahih sebuah karya imam Muslim (204-261 H).
3. As-Sunan kitab karya Abu Daud (202-275 H).
4. As-Sunan kitab karya Tirmidzi (200-279 H)
5. As-Sunan kitab karya Ibnu Majah (207-273 H).5

E. Masa Penyempurnaan Sistem Kodifikasi Hadist (Abad ke-5 dan


seterusnya)
Pada masa-masa sebelumnya tampak dengan jelas bahwa pembukuan
hadis dari tahun ketahun semakin menunjukkan perkembangan yang
signifikan, hal ini dikarenakan usaha keras dari para pendahulu yang
mencurahkan daya tarik dan upaya mereka demi menyelesaikan hadis nabi.
Mereka berlomba-lomba untuk menemukan sistem yang baik dalam
membukukan hadis mulai dari proses pembukuan yang masih acak hingga
berkembang menjadi sebuah kitab yang merupakan kumpulan hadis yang
lebih sistematis. Pada masa ini (abad ke-5) ulama hadis cenderung lebih
menyempurnakan susunan pembukuan hadis dengan cara
mengklasifikasikannya dan menghimpun hadis-hadis sesuai dengan
kandungan dan sifatnya ke dalam sebuah buku. Disamping itu mereka
memberikan pena-syarahan (uraian) dan meringkas kitab-kitab hadis yang
telah disusun oleh ulama yang menyusunnya.
Pertama, kitab-kitab hadis tentang hukum. Meliputi:6
1. Sunan al-Kubra, sebuah karya Abu Bakar Ahmad bin Husain Ali al-
Baihaqi (384-458 H.)
5
Muh. Zuhri,Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2003), hlm. 42-43.
6
Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), hlm. 454.

6
2. Muntaqal Akhbar, sebuah karya Majdudin al-Harrany (652 H).
3. Nailul Authar, sebagai syarah (penjelasan) dari kitab Muntaqal Akhbar,
karya Muhammad bin Ali as-Syaukani (1172-1250 H).
4. Kedua, kitab-kitab hadis tentang targhib wattarhib, meliputi:
5. Al-Targhib wa al-Tarhib, karya Imam Zakiyuddin Abd Adzim al-
Mundziry (656 H).
6. Dalil al-Fatihin, sebagai Syarah dari kitab Riyadussalihin, karya
Muhammad Ibnu Allan al-Siddiqy (1057 H).
7. Ketiga, kamus-kamus hadis untuk memudahkan men-takhrij, meliputi:
8. Al-Jami'ussaghir fii Ahaditsil basyirnnadhir, karya Imam Jalaluddin
Suyuthi (849-911 H).
9. Dakhairu al-Mawarits fii al-Dalalati ala Mawadi'i al-Ahadis, karya sayyid
Abdul Ghani.
10. Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadhil hadis an-nabawy, karya Dr. AJ
Winsinc dan Dr. JF Mensing Miftahu Kunuz al-Sunnah, karya Dr.
Winsinc.7
Selain kitab-kitab diatas masih banyak lagi yang belum disebutkan.
Demikian hadis nabi telah melewati perjalanan panjang dalam sejarah
pembukuannya sebagai upaya dari tanggung jawab generasi penerus untuk
selalu menjaga dan memelihara pusaka yang telah diberikan oleh nabi
Muhammad kepada umatnya.

7
Fatchur Rahman,Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT Al-Ma'arif, 1974), hlm.
55.

7
F.Tokoh Kodifikasi hadis
1. Az-Zuhri Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Muslim
bin Shihab bin Abdullah bin Al-Haris bin Zahrah bin Kitab bin Murrah Al-
Quraisy Al-Madani. 8Ia dilahirkan pada tahun 50 H, pada masa pemerintahan
Muawiyyah bin Abi Sufyan, para ulama sering menyebutnya dengan Az-Zuhri
atau Ibn Shihab yang dinisbahkan kepada kakek moyangnya. Beliau adalah
orang yang pertama mewujudkan Umar bin Abdul Aziz dalam
pengkodifikasian hadits, menurut keterangan Amr bin Dinar, Az-Zuhri telah
berhasil menghimpun hadits sebanyak 1200 buah dan separuhnya berupa
musnad. Ia juga memiliki riwayat-riwayat mursal dari Ubadah bin As-Samid,
Abu Hurairah, Rafi‘ bin Hudulj dan beberapa orang lainnya.
Menurut Subhi Shalih9, penelitian hadits yang dilakukan oleh Az-Zuhri di
masa Umar bin Abdul Aziz, seakan-akan bukan dilakukaj atas keinginan
sendiri, tetapi karena ada anjuran dan paksaan penguasa.
2. Malik bin Anas Ia adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir Al-
Asbahi. Malik bin Anas diperkirakan lahir pada tahun 95 H di Madinah. Ia
tidak berkelana dan mempelajari hadits, walau demikian ia tetap
berkesempatan belajar dengan ulama terkemuka di Madinah ketika itu.
Karyanya yang monumental adalahal-Muwaththa‘, kitab ini selain
mengandung hadits Nabi Muhammad Saw, juga terdapat fatwa sahabat,
tabi‘in dan ulama setelahnya. Malik sering merujuk kepada pendapat ulama
Madinah sebagai sandaran fatwa, terutama sekali berkaitan dengan masalah
yang tidak ada haditsnya.10

8
Al-Khatib,Ushul Hadits ..., hlm. 389
9
Subhi Shalih,Ulum al-Hadits ..., hlm. 46

10
Al-Azhami, Studi in Hadith ...,hlm. 83

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat kita simpulkan beberapa
hal diantaranya:
1. Adanya larangan dan perintah menulis hadis oleh nabi pada priode awal
yang terkesan sangat rancu dan bertolak belakang, bukanlah nash-nash
yang saling bertentangan. Sebenarnya larangan penulisan hadis pada
priode nabi bersifat umum, karena sabdanya memang ditujukan kepada
para sahabat pada umumnya. Namun di antara mereka ada yang
terpercaya, ada yang baik hafalannya, dan ada yang bagus tulisannya
sehingga dalam waktu yang bersamaan, rasulullah memberikan izin
khusus kepada sebagian sahabat-sahabatnya, karena pertimbangan akan
situasi, kondisi dan sifat pribadi sahabat.
2. Kegigihan para sahabat, tabi'in, dan tabi'in-tabi'in dalam menjaga,
melakukan, dan menyebarkan doa wasiat yang diwariskan oleh nabi yang
berupa al-qur'an dan hadis.
3. Dalam setiap perubahan diperlukan tahapan-tahapan untuk mencapai titik
yang lebih sempurna.
4. Tugas kita sebagai generasi penerus adalah menjaga dan memelihara
kedua pusaka itu dan melarangnya kepada generasi-sesuadah kita.

B. Saran
Di penghujung tulisan ini kami berharap semoga kita semua mampu
menjaga dan mengamalkan perintah perintah agama yang terkandung di dalam
nya sehingga kita bisa menjadi orang-orang yang beruntung mendapat
petunjuk nya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ajjaj Al-khatib, As-sunnah Qabla Tadwin, (Kairo:Dar al-fikr,1981)


Al-sunnah wa makanatuha fii al-tasyri’ al-Islami (Kairo:Darussalam,1998)
Factur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadis, (Bandung:PT Al-Ma’arif,1974).
Muh. Zuhri, Hadis nsbi, Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta:Tiara
Wacana, 2003)
Muhammad Mustafa Azami, Hadist Nabawi, (Jakarta:pustaka firdaus,2006)
Mustafa as-Siba’I H mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: pustaka setia,2005)
Subhi as-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Terj.Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2007)

10

Anda mungkin juga menyukai