Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH SEJARAH HIDUP MUHAMMAD BIN ABDULLAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Tarikh Al-Islam 1

Dosen Pengampu: Arinal Haq Zakiyyat, M.Pd.

Oleh :

Muhammad Mustaghfiri (202120109053)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

MA’HAD ALY AMTSILATI

JEPARA

2022
DAFTAR ISI

MAKALAH SEJARAH HIDUP MUHAMMAD BIN ABDULLAH..................................i


DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................2
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................................2
D. Manfaat.......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3
A. Silsilah Nabi Muhammad SAW..................................................................................4
B. Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW.....................................................................4
1. Kelahiran Muhammad.............................................................................................4
2. Halimah Binti Abi Zua’ib........................................................................................5
3. Dada Muhammad Dibedah......................................................................................6
4. Muhammad Dikembalikan Ke Mekkah..................................................................7
5. Muhammad ke Madinah dan Wafatnya Aminah.....................................................7
6. Abdul-Muttalib Wafat.............................................................................................8
7. Muhammad Diasuh oleh Abu Thalib dan Perjalanan Pertama Ke Syam................8
8. Gembala Kambing.................................................................................................10
9. Khadijah Binti Khuwailid......................................................................................11
10. Berdagang ke Syam...........................................................................................12
11. Pernikahan Muhammad dengan Khadijah.........................................................13
12. Keikutsertaan Muhammad dalam Membangun Ka’bah....................................14
13. Putra-Putri Muhammad......................................................................................16
C. Proses Terjadinya Wahyu.........................................................................................18
1. Menyendiri Di Gua Hira........................................................................................18
2. Mimpi Hakiki........................................................................................................20
3. Wahyu Pertama (tahun 610 M.)............................................................................21
BAB III PENUTUP..............................................................................................................25
A. Kesimpulan...............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................26

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Hidup
Muhammad bin Abdullah”.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Tarikh Al-Islam 1. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan seputar yang berkaitan dengan sejarah kehidupan Nabi Muhammad
SAW, bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Arinal Haq Zakiyyat, M.Pd., selaku
dosen mata kuliah Tarikh Al-Islam 1 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Bangsri, 21 Juli 2022

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Nabi Muhammad adalah pembawa cahaya kebenaran untuk seluruh umat
manusia, penyempurna ajaran-ajaran para nabi terdahulu, penutup para nabi dan tidak
ada nabi atau wahyu apapun yang diturunkan Allah setelah wafatnya Baginda
Muhammad saw. Rasulullah SAW adalah utusan termulia yang diturunkan oleh Allah
sebagai pembawa rahmat bagi seluruh semesta alam. Dalam diri beliau tercakup
semua kebaikan ciptaan Allah. Tutur kata dan segala perbuatan Nabi Muhammad patut
dijadikan contoh dan tauladan hidup. Sebagai generasi islamiyah maka sudah
sewajarnya kita selalu mengingat semua hal tentang nabi Muhammad saw dan jadikan
nabi Muhammad sebagai suri tauladan kita.
Dalam sejarah, peradaban Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah seorang
tokoh agung yang dilahirkan dalam lingkungan masyarakat jahiliah dan paganis di
Jazirah Arab. Dia adalah Muhammad bin ‘Abdullah, rasul terakhir dan penutup para
nabi. Perjalanan kehidupannya adalah sebuah sejarah kepemimpinan yang sangat
penting bagi umat manusia. Suri teladan yang ada pada diri rasulullah SAW yang
menjadi panutan umat islam. Sebagaimana firman allah :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al-Ahzab : 21).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka kami merumuskan beberapa masalah yang
akan dikemukakan dalam penelitian ini yaitu:
a) Bagaimana silsilah Nabi Muhammad SAW ?
b) Bagaimana riwayat hidup dan prilaku Nabi Muhammad SAW ?
c) Bagaimana proses terjadinya wahyu pertama ?
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk mengetahui perilaku Nabi Muhanmad SAW.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya wahyu pertama

iv
D. Manfaat
Adapun manfaat disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Bagi mahasantri Bahasa dan Sastra Arab :
a. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Tarikh Al-Islam 1.
b. Menjadi sumber rujukan mahasantri yang membutuhkan bahan pembelajaran
Tarikh Al-Islam.
c. Sebagai tambahan wawasan serta pengetahuan tentang riwayat hidup Nabi
Muhammad SAW.
2) Bagi dosen pembimbing :
a. Sebagai bahan penilaian bagi mahasantri yang menyusun makalah.
b. Sebagai bahan pembelajaran apabila diperlukan.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Silsilah Nabi Muhammad SAW


Nasab nabi Muhammad dari ayahnya yaitu Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin qushoy bin kilab bin Murrah bin
ka’ab bin luay bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin An-Nadr bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhor bin Nizar bin Mu’ad bin Adnan.
Nasab seperti inilah yang telah disepakati, adapun keatasnya itu masih berbeda-beda
pendapat dan tidak bisa dipegang,tapi tidak ada perbedaan pendapat bahwa Adnan
adalah termasuk keturunan Ismail bin Ibrahim AS.
Adapun nasab dari ibunya yakni Muhammad bin Aminah binti Wahb bin Abdu
Manaf bin zuhrah bin kilab. Dan nasab kedua orang tuanya bertemu di kilab bin
murrah.

B. Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW

1. Kelahiran Muhammad
Nabi Muhammad dilahirkan dikota Mekah pada tahun gajah(tahun dimana
Abrahah ingin mengahancurkan Ka’bah dengan pasukan bergajahnya tapi justru
merekalah yang dihancurkan oleh Allah), yang bertepatan pada tanggal 12 rabiul

vi
awwal 570 m. Sedangkan ayahnya sudah meninggal terlebih dahulu ketika ia
masih berumur 2 bulan didalam kandungan.
ketika Aminah selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abdul Muthalib
yang berada di ka’bah, bahwa Aminah melahirkan anak laki-laki. Alangkah
bahagianya ia ketika mendapat kabar itu,lalu ia bergegas pergi menemui
menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawa ke Ka’bah. Ia beri nama
Muhammad. Nama ini tidak umum dikalangan orang arab,tetapi cukup dikenal.
kemudian dikembalikannya bayi itu kepada ibunya. kini mereka sedang
menantikan orang yang akan menyusukannya dari Bani Sa’d, untuk kemudian
diserahkan kepada salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah menjadi adat
kaum bangsawan Arab di Mekah pada hari kedelapan mereka biasa mengirimkan
anak-anak itu ke pedalaman dan kembali pulang ke kota sesudah berumur delapan
atau sepuluh tahun.
Sambil menunggu orang yang akan menyusukan, Aminah menyerahkan
anaknya kepada suwaibah, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Ia disusukan
selama beberapa waktu,sama seperti Hamzah bin Abdul Muthalib yang juga
kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara susuan.
2. Halimah Binti Abi Zua’ib
Akhirnya datang juga perempuan-perempuan keluarga sa’d yang akan
menyusukan itu ke mekah. mereka memang mencari bayi yang akan mereka
susukan, tetapi mereka menghindari anak-anak yatim. Sebenernya mereka masih
mengharapkan balas jasa dari sang ayah, sedangkan anak-anak yatim sedikit sekali
yang dapat mereka harapkan. oleh karena itu diantara mereka tidak ada yang mau
mendatangi muhammad. Tetapi ada seorang wanita bernama Halimah binti Abi
zua’ib yang mulanya menolak Muhammad seperti yang lain, ternyata tidak
mendapat bayi lain sebagai gantinya. Disamping itu karena dia juga perempuan
yang kurang mampu, ibu-ibu lain pun tidak menghiraukannya. Setelah sepakat
mereka ingin meninggalkan mekah, Halimah berkata pada suaminya, Al-haris bin
Abdul uzza:

”Tidak senang aku pulang dengan teman-temanku tanpa membawa bayi, biarlah
aku pergi kepada anak yatim itu dan akan aku bawa juga.”
“Baiklah,” jawab suaminya.
”mudah-mudahan karena itu Tuhan memberkahi kita” ucap Halimah

vii
Halimah kemudian mengambil Muhammad dan membawanya pergi
bersama teman-temannya di pedalaman. Dia bercerita, bahwa sejak mengambil
anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan air
susunya pun bertambah.Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.
Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah
dan diasuh oleh Syaima’, putrinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang
kasar menyebabkannya cepat menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan
pertumbuhan badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih,
Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu ia membawanya
kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya. Dalam
keterangan lain dikatakan bahwa hal itu karena kehendak Halimah sendiri. Ia
dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikhawatirkan akan terkena
serangan wabah Mekah.
Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang
jernih dan bebas, tidak terikat oleh ikatan rohani atau materi.
3. Dada Muhammad Dibedah
Sebelum usianya mencapai tiga tahun, waktu itulah terjadi cerita yang
banyak dikisahkan orang. Sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama
anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya,
tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan
berkata kepada ibu bapanya: “Saudaraku dari Quraisy itu diambil oleh dua orang
laki-laki berbaju putih-putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil
diguncang-guncang dan dibalik balikkan.”
Lalu Halimah pergi dengan suaminya ke tempat itu. Mereka jumpai dia
yang sedang berdiri, mukanya pucat pasi. Diperhatikannya oleh Halimah dan
suaminya, lalu ditanyakan:
“Mengapa kau, nak?”
“Saya didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Saya dibaringkan, perut
saya dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya.Tapi saya tidak tahu apa yang
mereka cari.” Jawabnya.

4. Muhammad Dikembalikan Ke Mekkah


Muhammad tinggal pada Keluarga Sa’d sampai mencapai usia lima tahun,
jiwanya menghirup kebebasan dan kemerdekaan dalam udara sahara yang lepas

viii
itu. Dari kabilah ini ia belajar mempergunakan bahasa Arab yang murni, sehingga
pernah ia mengatakan kepada teman-teman nya kemudian:

‫ أنا قرشي واسرتضعت يف بين سعد بن بكر‬،‫أنا أعربكم‬

“Aku yang paling fasih berbahasa Arab di antara kamu sekalian. Aku dari Quraisy
dan diasuh di tengah-tengah Keluarga Sa’d bin Bakr.”
Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang
indah sekali dan kekal dalam hatinya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya
tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu.
Sesudah lima tahun, kemudian Muhammad dikembalikan kepada ibunya.
Dan Abdul-Muttalib pun ikut serta dalam mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya
sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayang nya kepada cucu ini. Buat
orang tua itu-pemimpin seluruh masyarakat Quraisy dan pemimpin Mekah-
biasanya dihamparkan alas duduk di bawah naungan Ka’bah, dan anak-anaknya
pun duduk sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada orang tua. Tetapi
apabila Muhammad yang datang, maka didudukkannya ia di sampingnya di atas
alas duduk itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya
rasa cintanya itu, paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya di belakang
dari tempat mereka duduk.
5. Muhammad ke Madinah dan Wafatnya Aminah
Aminah kemudian membawa anaknya itu ke Madinah (pada waktu itu
masih bernama yastrib) untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya
dari pihak Keluarga Najjar. Dalam perjalanan itu dibawanya juga Um Aiman,
perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Madinah kepada
anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu dan tempat
dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali ia merasakan sebagai anak yatim.
Barangkali ibunya juga pernah bercerita panjang lebar tentang ayah tercinta itu,
yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal di
tengah-tengah keluarga pamannya dari pihak ibu.
Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Madinah, Aminah sudah bersiap-
siap akan pulang. Ia dan rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang
membawa mereka dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika mereka sampai

ix
di Abwa’,ibunda Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan
dikuburkan di tempat itu. Pada saat Muhammad masih berusia enam tahun.
Anak itu oleh Um Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang sebatang kara,
menangis dengan hati pilu. Ia makin merasa kehilangan. Sudah ditakdirkan juga ia
menjadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru
beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan
ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia melihat sendiri di
hadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang
masih kecil itu kini di biarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim
piatu.
6. Abdul-Muttalib Wafat
Setelah ibunya wafat hak asuh berpindah kepada kakeknya, Abdul
Muthalib. Kenangan yang memilukan hati ini barangkali akan terasa agak
meringankan, sekiranya Abdul-Muttalib masih dapat hidup lebih lama lagi. Tetapi
orang tua itu juga menyusul, meninggal dalam usia delapan puluh tahun.
Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad
dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya
ketika Ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil
mengantarkan Keranda jenazah sampai ke tempat peraduan terakhir.
Sebenarnya kematian Abdul-Muttalib ini merupakan pukulan berat bagi
Bani Hasyim semua. Di antara anak-anaknya tak ada yang seperti dia punya
keteguhan hati, kewibawaan, pandangan yang tajam, terhormat dan berpengaruh di
kalangan Arab semua. Dia menyediakan makanan dan minuman bagi mereka yang
datang berziarah, memberikan bantuan kepada penduduk Mekah bila mereka
mendapat bencana. Sekarang ternyata tak ada lagi dari anak-anaknya yang akan
dapat meneruskan. Yang dalam keadaan miskin, tidak mampu melakukan itu,
sedang yang kaya hidupnya kikir sekali.
7. Muhammad Diasuh oleh Abu Thalib dan Perjalanan Pertama Ke Syam
Pengasuhan Muhammad dipegang oleh Abu Talib, pamannya. Sekalipun
dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara yang tertua adalah
Haris, tetapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, sangat
kikir. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqayah (pengairan) tanpa
mengurus rifadah (makanan). Tetapi sekalipun dalam kemiskinan nya, Abu Talib

x
punya perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Tidak heran jika
Abdul-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib.
Abu Talib mencintai keponakannya itu sama seperti Abdul-Muttalib.
Karena kecintaannya itu pula, ia mendahulukan keponakannya daripada anak-
anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan
baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya.
Pada suatu ketika abu thalib akan pergi ke Syam membawa dagangannya,
ketika itu usia Muhammad baru dua belas tahun, mengingat sulitnya perjalanan
menyeberangi padang pasir, tak terpikirkan olehnya akan membawa Muhammad.
Tetapi dengan ikhlas Muhammad sendiri yang mengatakan ingin menemani
pamannya. Anak itu turut serta dalam rombongan kafilah, Ketika rombongan itu
singgah di Bashra, wilayah antara Syam dan Hijaz, mereka bertemu dengan
seorang pendeta Yahudi bernama Buhaira. Seorang pendeta yang sangat
menguasai isi Kitab Injil dan memahami betul ajaran Yahudi. Di sanalah Buhaira
melihat Nabi Muhammad sekaligus menjadi awal pertemuan mereka berdua.
Buhaira merupakan salah satu pendeta Nasrani yang masih memegang teguh dan
mempertahankan tauhidnya kepada Allah, dengan meyakini bahwa tidak ada tuhan
selain Allah, dan Nabi Isa AS. bukanlah anak Tuhan melainkan seorang nabi yang
diutus oleh Allah. Dalam perjumpaan itu, dia memperhatikan Muhammad secara
seksama dan mengajaknya bicara. Setelah pembicaraan itu selesai, Buhaira
menemui Abu Thalib dan menyampaikan pertanyaan kepadanya,
“Apa hubungan anak itu denganmu?”
“Dia putraku.” Jawab Abu Thalib. (Abu Thalib menyebut Nabi Muhammad
sebagai putranya karena begitu besar cinta dan sayang kepadanya)
“Dia bukan putramu. Tidak mungkin ayah anak ini masih hidup.” Buhaira
menukas
Abu Thalib akhirnya mengaku,
“Dia keponakanku.”
“Apa yang terjadi pada ayahnya?” tanya Buhaira.
“Dia meninggal saat ibunya masih mengandungnya,” jawab Abu Thalib.
“Engkau berkata benar. Sekarang, segera bawa pulang anak ini kembali ke
negerimu dan jagalah dia dari orang Yahudi. Karena, demi Allah, jika mereka
melihatnya di sini, pasti mereka akan berbuat jahat kepadanya. Ketahuilah,
keponakanmu ini kelak akan memegang urusan yang sangat besar.”

xi
Mendengar penjelasan Buhaira, Abu Thalib bergegas membawa Nabi
Muhammad pulang ke Mekah.
8. Gembala Kambing
Dalam usia mudanya, ia menggembalakan kambing keluarganya dan
kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira saat menggembala, ia berkata:
“Setiap nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi: “Musa
diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga
gembala kambing keluargaku di Ajyad.”
Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di
siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertakhta, menemukan suatu
tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungan nya. Ia menerawang dalam
suasana alam demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua itu.
Dalam berbagai manifestasi alam ia mencari suatu penafsiran tentang penciptaan
semesta ini.
Pemikiran dan perenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran
nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu, sehingga adanya hidup
palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya. Oleh karena itu, dalam
perbuatan dan tingkah laku, Muhammad terhindar dari segala penodaan nama yang
sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang begitu adanya: al-
Amin.
Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya kemudian,
bahwa ketika itu ia sedang menggembalakan kambing dengan seorang kawannya.
Pada suatu hari hatinya berkata, bahwa ia ingin bermain main seperti pemuda-
pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia
ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan
dimintanya agar kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Namun
sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan
dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya
datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama
musik yang indah, seolah turun dari langit. la duduk mendengarkan. Lalu tertidur
lagi sampai pagi. Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya tarik Mekah itu
terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan renungan? Apa
gerangan artinya dari segala daya tarik yang kita gambarkan itu yang juga tidak
disenangi oleh mereka yang martabatnya jauh di bawah Muhammad? Karena itu ia

xii
terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar nikmat baginya bila ia sedang
berpikir atau merenung. Kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan
bekerja sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara hidup
yang membawa kekayaan melimpah baginya. Muhammad memang tak pernah
peduli akan hal itu. Dalam hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala
pengaruh materi. Apa gunanya ia mengejar itu padahal sudah menjadi bawaannya
ia tidak pernah tertarik? Yang diperlukannya dalam hidup ini, asal dia masih dapat
menyambung hidupnya. Bukankah dia juga yang pernah berkata:

‫حنن قوم ال تأكل حىت جتوع وإذا أكلنا مل تشبع‬

“Kami adalah golongan orang yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah
makan tidak sampai kenyang".

9. Khadijah Binti Khuwailid


Telah diketahui bahwa abu Thalib hidup miskin dan banyak anak, dari
keponakannya itu ia mengharapakan dapat tambahan rezeki yang didapatkan dari
pemilik kambing yang digembalakannya. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa
Khadijah binti Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy yang menjalankan
perdagangannya. Khadijah adalah seorang perempuan pedagang yang kaya dan
dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan hartanya. Berasal dari
Bani As’ad, ia bertambah kaya setelah dua kali ia kawin dengan Banu Makhzum,
sehingga dia menjadi penduduk Mekah yang terkaya. Ia menjalankan dagangannya
dengan bantuan ayahnya Khuwailid dan beberapa orang kepercayaannya.
Beberapa pemuka Quraisy pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka
melamar hanya karena memandang hartanya.
Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan
perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam, ia memanggil
keponakannya yang ketika itu sudah berumur dua puluh lima tahun. Ia berkata:
“Anakku, aku bukan orang berpunya. Keadaan makin menekan kita juga. Aku
mendengar, bahwa Khadijah mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tetapi
aku tidak setuju kalau kau akan mendapat upah semacam itu juga. Setujukah kau
kalau hal ini kubicara kan dengan dia?”
“Terserah Paman,” jawab Muhammad.
Abu Thalib pun pergi mengunjungi Khadijah. Lalu mengatakan:

xiii
“Khadijah, setujukah Anda mengupah Muhammad?”
“Saya mendengar Anda mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tetapi buat
Muhammad permintaan saya jangan kurang dari empat ekor.”
“Kalau permintaan Anda itu buat orang yang jauh dan tidak saya sukai pasti saya
kabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan yang saya sukai.” Demikian jawab
Khadijah.
Kembalilah sang paman kepada keponakannya dengan menceritakan hasil
pertemuannya itu.
“Ini adalah karunia yang dilimpahkan Tuhan ke padamu,” katanya.
10. Berdagang ke Syam
Setelah mendapat nasihat paman-pamannya, Muhammad pergi dengan
Maisarah, laki-laki pesuruh Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir
kafilah itu pun berangkat menuju Syam, melalui Wadi al-Qura, Madyan dan Diyar
Samud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui Muhammad dengan
pamannya Abu Talib tatkala umurnya baru dua belas tahun. Perjalanan sekali ini
telah menghidupkan kembali kenangannya tentang perjalanan yang pertama dulu.
Hal ini menambah dia lebih banyak bermenung, lebih banyak berpikir tentang
segala yang pernah dilihat dan yang pernah didengar sebelumnya tentang
peribadatan dan kepercayaan-kepercayaan di Syam atau di pasar-pasar sekeliling
Mekah. Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar
memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara yang lebih banyak
menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga
dengan perangainya yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik
kecintaan dan penghormatan Maisarah kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka
akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira
akan disukai oleh Khadijah. Dalam perjalanan kembali, kafilah mereka itu singgah
di Marr Az-Zahran. Ketika itu Maisarah berkata:
"Muhammad, cepat-cepatlah kau menemui Khadijah dan ceritakan pengalamanmu.
Dia akan mengerti semua itu."
Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah. Ketika itu
Khadijah sedang berada di ruang atas. Bila dilihatnya Muhammad di atas unta dan
sudah memasuki halaman rumahnya, ia turun menyambut nya. Didengarnya
Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta
laba yang diperolehnya, juga mengenai barang barang Syam yang dibawanya.

xiv
Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkannya. Sesudah itu Maisarah pun
datang menyusul dan bercerita juga tentang Muhammad, betapa halus wataknya,
betapa tinggi budi pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di
samping yang sudah diketahuinya tentang pemuda Mekah yang besar jasanya itu.
Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa
cinta, sehingga ia yang sudah berusia empat puluh tahun, dan yang sebelum itu
telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy berhasrat
juga menikah dengan pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah
menembusi kalbunya.
11. Pernikahan Muhammad dengan Khadijah
Suatu ketika Khadijah bercerita kepada sahabatnya, Nufaisah binti
Muniyah, bahwa ia mencintai Muhammad dan ingin menikahinya. Nufaisah pun
pergi Menemui Muhammad seraya berkata:
“Mengapa kau tidak mau kawin?”
“Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan,” jawab Muhammad.
“Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu perempuan cantik, berharta,
terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kau terima?”
“Siapa?”
Nufaisah menjawab hanya dengan sepatah kata:
“Khadijah.”
“Dengan cara bagaimana?” tanya Muhammad lagi.
“Serahkan soal itu kepadaku,” jawab Nufaisah
Ia pun menyatakan persetujuannya. Tak lama kemudian Khadijah
menentukan waktu yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Muhammad
supaya dapat bertemu dengan keluarga Khadijah guna menentukan hari perkawinan
itu.
Waktu yang ditentukan pun telah tiba, perkawinan itu berlangsung dengan
diwakili oleh paman Khadijah, ‘Amr bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah
meninggal dunia. Hal ini dengan sendirinya telah membantah apa yang biasa
dikatakan, bahwa ayahnya ada tetapi tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa
Khadijah telah memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu
perkawinannya dengan Muhammad dapat dilangsungkan.
Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad.
Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-istri dan ibu-bapa, suami-istri yang

xv
harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapa yang telah
merasakan pedihnya kehilangan anak seperti yang pernah dialami Muhammad yang
juga telah kehilangan ibu-bapa semasa ia masih kecil.
12. Keikutsertaan Muhammad dalam Membangun Ka’bah

(
K
a

b
a
h

merupakan bangunan pertama yang dibangun atas nama Allah dan untuk menyembah Allah.
Ka’bah didirikan oleh Ibrahim as. Dan Ismail as. atas perintah Allah)

Pergaulan Muhammad dengan penduduk Mekah tidak terputus, juga


partisipasinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada waktu itu masyarakat
sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari gunung pernah menimpa
dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh. Sebelum itu
pun pihak Quraisy memang sudah memikirkannya. Tempat yang tidak beratap itu
menjadi sasaran pencuri yang ingin mengambil barang-barang berharga di
dalamnya. Hanya saja Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat,
pintunya ditinggikan dan diberi beratap, dewa Ka’bah yang suci itu akan
menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman jahiliah keadaan mereka
diliputi oleh berbagai macam takhayul yang mengancam siapa saja yang berani
mengadakan perubahan. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir, tindakan demikian itu di rasakan
adalah suatu keharusan, walaupun masih serba takut dan ragu. Suatu peristiwa

xvi
kebetulan telah terjadi, sebuah kapal milik seorang pedagang Romawi bernama
Baqum Yang datang dari Mesir terhempas ke tepi laut dan pecah. Sebenarnya
Baqum ini seorang ahli bangunan yang mengetahui juga soal-soal perdagangan.
Sesudah Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah Walid bin Mugirah
dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jedah. Kapal itu mereka beli dari
pemiliknya, yang sekalian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke
Mekah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum menyetujui
permintaan itu. Pada waktu itu di Mekah ada seseorang yang punya keahlian
sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa dia pun akan bekerja dengan
mendapat bantuan Baqum.
Pada saat Ka’bah ingin dirombak, orang Quraisy membagi sudut-sudut
Ka’bah menjadi empat bagian, tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus
dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan
mereka masih ragu, khawatir akan mendapat bencana. Kemudian Walid bin
Mugirah tampil ke depan dengan sedikit takut-takut. Setelah ia berdoa kepada
dewa-dewanya mulailah ia merombak bagian sudut selatan. Orang-orang
menunggu apa yang akan ditimpakan Tuhan terhadap Walid. Tetapi ternyata
sampai pagi tak terjadi apa-apa, mereka ramai-ramai mulai merombaknya dan
memindahkan batu-batu yang ada. Dalam kegiatan ini Muhammad juga ikut
membawa batu.Setelah mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat di
situ dengan pacul tidak berhasil, dibiarkannya batu itu sebagai fondasi bangunan.
Dari gunung-gunung sekitar tempat itu sekarang masyarakat Quraisy mulai
mengangkuti batu-batu granit berwarna biru, dan pembangunan pun segera
dimulai. Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan
Hajar Aswad di tempatnya semula di sudut timur, timbullah perselisihan di
kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu
itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja
timbul perang saudara karenanya. Bani Abdud-Där dan Bani Adi bersepakat tak
akan membiarkan kabilah yang mana pun campur tangan dalam kehormatan yang
besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud-Dar
membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu
guna memperkuat sumpah mereka. Karenanya sumpah itu diberi nama La'aqat ad-
dam ('jilatan darah').

xvii
Abu Umayyah bin al-Mugirah dari Banu Makhzum orang yang tertua di
antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia
berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini kepada orang yang pertama kali memasuki pintu
safa ini."
Keesokan harinya, ternyata Muhammad lah orang yang pertama memasuki
tempat itu,Lalu mereka berseru:
"Ini al-Amin, kami dapat menerima keputusannya."
Mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Ia mendengarkan
dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia
berpikir sebentar, lalu katanya:
"Kemarikan sehelai kain," katanya.
Setelah kain dibawakan, dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu
diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya:
"Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini."
Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan
diletakkan. Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di
tempatnya. Dengan demikian perselisihan berakhir dan bencana dapat dihindarkan.
Quraisy menyelesaikan bangunan Ka'bah sampai setinggi delapan belas hasta (+11
meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat
menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam itu mereka membuat enam batang
tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga
naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka'bah. Juga di tempat
itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi
atap menjadi sasaran pencurian. Umur Muhammad waktu memperbaiki Ka'bah dan
memberikan keputusannya tentang batu itu adalah tiga puluh lima tahun.
13. Putra-Putri Muhammad
Selama bertahun-tahun Muhammad tetap bersama-sama penduduk Mekah
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ia menemukan dalam diri Khadijah
teladan perempuan terbaik; perempuan yang subur dan penuh kasih, sudah
memasrahkan diri kepadanya, dan telah melahirkan anak-anak yakni :
Pertama, Sayyidina al-Qasim. Dia lahir sebelum beliau diangkat menjadi Nabi.
Karena Qasim adalah anak tertua, maka Nabi diberi julukan Abu Qasim. Dia
hanya hidup selama beberapa hari saja.

xviii
Kedua, Sayyidah Zainab. Dia adalah putri tertua Nabi yang lahir pada tahun ke-30
dari kelahiran Nabi Muhammad.
Ketiga, Sayyidah Ruqayyah. Dia lahir pada tahun ke-33 dari kelahiran Nabi
Muhammad.
Keempat, Sayyidah Ummu Kultsum.
Kelima, Sayyidah Fathimah az-Zahra. Ia dilahirkan lima tahun sebelum Nabi
Muhammad menerima wahyu yang pertama.
Keenam, Sayyidina Abdullah yang dijuluki At-Thayyib dan At-Thahir. Dia lahir
setelah ayahnya diangkat menjadi Nabi. Ia lahir di Makkah dan wafat saat usianya
masih kecil.
Telah diketahui bahwa kedua putranya itu meninggal ketika waktu kecil,
maka tidak begitu sulit bagi kita untuk menduga betapa dalamnya kesedihan
demikian itu, pada suatu zaman yang membenarkan anak-anak perempuan dikubur
hidup-hidup dan menjaga keturunan laki-laki sama dengan menjaga suatu
keharusan hidup, bahkan lebih lagi dari itu. Cukuplah menjadi contoh, betapa
besarnya kesedihan itu, Muhammad tak dapat menahan diri atas kehilangan
tersebut, sehingga ketika Zaid bin Harisah ditawarkan untuk dijual, dimintanya
kepada Khadijah supaya ia dibeli lalu dimerdekakan. Waktu itu orang
menyebutnya Zaid bin Muhammad. Keadaan ini tetap demikian hingga akhirnya ia
menjadi seorang pengikut dan sahabat pilihan. Juga Muhammad merasa sedih
sekali ketika kemudian anaknya, Ibrahim meninggal pula. Kesedihan demikian ini
timbul juga sesudah Islam mengharamkan menguburkan anak perempuan hidup-
hidup, dan sesudah menentukan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.
Sudah tentu malapetaka yang menimpa Muhammad dengan kematian kedua
putranya berpengaruh juga dalam kehidupan dan pemikirannya. Sudah tentu pula
pikiran dan perhatiannya tertuju pada kemalangan yang datang satu demi satu itu
menimpanya, yang oleh Khadijah dilakukan dengan membawakan sesajen buat
berhala-berhala dalam Ka’bah, menyembelih hewan buat Hubal, Latta, Uzza dan
Manat. Ia ingin menebus bencana kesedihan yang menimpanya. Tetapi, semua
korban dan penyembelihan itu tidak berguna sama sekali.

xix
C. Proses Terjadinya Wahyu
1. Menyendiri Di Gua Hira

Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Arab masa itu, mereka menjauhkan


diri dari keramaian orang, berkhalwat dan mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan
mereka dengan bertapa dan berdoa, untuk mengharapkan agar diberi karunia dan
pengetahuan. Pengasingan untuk beribadat semacam ini mereka namakan tahannuf
dan tahannus.
Di tempat ini rupanya Muhammad mendapat tempat yang paling baik guna
mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya itu. Juga di
tempat ini ia mendapatkan ketenangan hidup serta obat penawar hasrat hati yang
ingin menyendiri, ingin mencari jalan memenuhi kerinduannya yang selalu makin
besar, ingin mencapai ma’rifat serta mengetahui rahasia alam semesta.
Kecenderungan Muhammad Menyendiri Di puncak Gunung Hira’, sejauh
dua farsakh sebelah utara Mekah terletak sebuah gua yang baik sekali buat tempat
menyendiri dan tahannus. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun ia pergi ke sana
dan berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan bekal sedikit yang dibawa nya. Ia

xx
bertekun dalam renungan dan ibadat, jauh dari segala kesibukan hidup dan
keramaian manusia. Ia mencari Kebenaran demi kebenaran semata.
Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga ia
lupa akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala
yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitar nya, bukanlah kebenaran. Di situ
ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya. Tambah
tidak suka lagi ia akan segala praduga yang pernah dikejar-kejar orang.
Ia tidak berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat dalam kisah-
kisah lama atau dalam tulisan-tulisan para pendeta, melainkan dalam alam
sekitarnya; dalam luasan langit dan bintang-bintang, dalam bulan dan matahari,
dalam padang pasir di kala panas membara di bawah sinar matahari yang
berkilauan. Atau di kala langit yang jernih dan indah, bermandikan cahaya bulan
dan bintang yang sedap dan lembut, atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam
segala yang ada di balik itu. Yang ada hubungannya dengan wujud ini, serta diliputi
seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia mencari Hakikat Tertinggi. Dalam
usaha mencapai itu, pada saat-saat ia menyendiri demikian, jiwanya membubung
tinggi akan mencapai hubungan dengan semesta alam ini, menembusi tabir yang
menyimpan semua rahasia. Ia tidak memerlukan permenungan yang panjang guna
mengetahui bahwa apa yang oleh masyarakatnya dipraktekkan dalam soal-soal
hidup dan apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu,
tidak membawa kebenaran sama sekali. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak
menciptakan dan tidak pula mendatangkan manfaat, tak dapat memberi
Perlindungan kepada siapa pun yang ditimpa bahaya. Hubal, Latta dan Uzza, dan
semua patung dan berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak
pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau akan mendatangkan kebaikan bagi
Mekah.
Tetapi! Ah, di mana gerangan kebenaran itu! di mana kebenaran dalam
alam yang luas ini, luas dengan buminya, dengan lapisan-lapisan langit dan
bintang-bintangnya? Adakah barangkali dalam bintang yang berkelip-kelip, yang
memancarkan cahaya dan kehangatan kepada manusia, dari sana pula hujan
diturunkan, sehingga karenanya manusia dan semua makhluk yang ada di muka
bumi ini hidup dari air, dari cahaya dan kehangatan udara? Tidak! Bintang-bintang
itu tak lain hanya benda-benda langit seperti bumi ini juga. Ataukah barangkali di
balik benda-benda itu terdapat sesuatu yang tak terbatas, tak berkesudahan?

xxi
Tetapi apa sesuatu itu? Adakah hidup yang kita alami sekarang, dan besok
akan berkesudahan? Apa asalnya, dan apa sumbernya? Kebetulan sajakah bumi ini
terjadi dan dijadikan pula kita didalamnya? Tetapi, baik bumi atau hidup ini sudah
punya ketentuan yang pasti yang tak berubah ubah. Tak mungkin bila dasarnya
hanya kebetulan saja. Apa yang di alami manusia, kebaikan atau keburukan, datang
atas kehendak manusia sendiri, ataukah itu sudah bawaannya sendiri pula sehingga
tak kuasa ia memilih yang lain?
Masalah-masalah kejiwaan dan kerohanian serupa itu, itu juga yang
dipikirkan Muhammad selama ia mengasingkan diri dan bertekun dalamGua Hira'.
la ingin melihat Kebenaran dan melihat hidup itu seluruhnya. Pemikirannya
memenuhi jiwanya, memenuhi jantungnya, pribadinya dan seluruh wujudnya.
Siang dan malam hal ini menderanya terus-menerus. Bilamana bulan Ramadan
sudah berlalu dan ia kembali kepada Khadijah, pengaruh pikiran yang masih
membekas padanya membuat Khadijah menanyakannya selalu, karena dia pun
ingin lega hatinya bila sudah di ketahuinya ia dalam sehat dan afiat.
Dalam melakukan ibadah selama dalam tahannus itu adakah Muhammad
menganut suatu syariat tertentu? Dalam hal ini pendapat para ulama tidak sama.
Dalam kitab sejarahnya, (al-Bidayah wan-Nihayah) Ibn Kasir menceritakan sedikit
tentang pendapat-pendapat mereka mengenai syariat yang digunakan melakukan
ibadat itu. Ada yang mengatakan menurut Nuh, ada yang mengatakan menurut
Ibrahim, yang lain berkata menurut syariat Musa, ada yang mengatakan menurut
syariat Isa dan yang dapat dipastikan bahwa ia menganut syariat tertentu dan
diamalkannya. Barangkali pendapat yang terakhir ini lebih tepat daripada yang
sebelumnya. Ini sesuai dengan dasar renungan dan pemikiran yang menjadi
kedambaan Muhammad.
2. Mimpi Hakiki
Tahun telah berganti tahun dan kini telah tiba pula bulan Ramadan. la pergi
ke Gua Hira', ia kembali bermenung, sedikit demi sedikit ia bertambah matang,
jiwanya pun semakin penuh. Sesudah beberapa tahun jiwa yang terbawa oleh
Kebenaran Tertinggi itu dalam tidurnya ia bertemu dengan mimpi hakiki, yang
memancarkan cahaya kebenaran yang selama ini dicarinya. Bersamaan dengan itu
dilihatnya hidup yang sia-sia, hidup tipu daya dengan segala macam kemewahan
yang tiada berguna. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari
jalan yang benar, dan hidup kerohanian mereka telah rusak karena tunduk kepada

xxii
khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya yang tidak
kurang pula sesatnya.
Muhammad sudah menjelang usia empat puluh tahun. Ia pergi ke gua Hira'
melakukan tahannus. Jiwanya sudah penuh iman atas segala yang telah dilihatnya
dalam mimpi hakiki itu. Ia telah membebaskan diri dari segala kebatilan. Tuhan
telah mendidiknya, dan didikan-Nya baik sekali. Dengan sepenuh kalbu ia
menghadapkan diri ke jalan lurus, kepada Kebenaran yang Abadi. Ia telah
menghadapkan diri kepada Allah dengan seluruh jiwanya agar dapat memberikan
hidayah dan bimbingan kepada masyarakatnya yang sedang hanyut dalam lembah
kesesatan. Dalam hasratnya menghadapkan diri itu ia bangun tengah malam, pelita
kalbu dan kesadarannya dinyalakan. Lama sekali ia berpuasa, dengan begitu
renungannya dihidupkan. Kemudian ia turun dari gua itu, melangkah ke lorong-
lorong di sahara. Lalu ia kembali ke tempatnya berkhalwat, hendak menguji apa
gerangan yang berkecamuk dalam perasaannya itu, apa gerangan yang terlihat
dalam mimpi itu? Hal serupa itu berjalan selama enam bulan, sampai-sampai ia
merasa khawatir akan membawa akibat lain terhadap dirinya. Oleh karena itu ia
menyatakan rasa kekhawatirannya itu kepada Khadijah dan menceritakan apa yang
telah dilihatnya. Ia khawatir kalau-kalau itu adalah gangguan jin. Tetapi istri yang
setia itu dapat menenteramkan hatinya. Dikatakan nya bahwa dia adalah al-Amin,
tidak mungkin jin akan mendekatinya, sekalipun memang tidak terlintas dalam
pikiran istri atau dalam pikiran suami itu bahwa Allah telah mempersiapkan
pilihan-Nya dengan memberikan latihan rohani sedemikian rupa guna menghadapi
saat yang dahsyat, berita yang dahsyat, yakni saat datangnya wahyu pertama.
Dengan itu ia dipersiapkan untuk membawakan pesan dan risalah yang besar.
3. Wahyu Pertama (tahun 610 M.)
Mimpi Hakiki itulah yang menjadi permulaan Wahyu, yang dimana setelah
itu Muhammad jadi lebih senang menyendiri.Kemudian ia pergi di gua Hira untuk
bertahanus lagi.
pada waktu beliau berada di gua Hira.tiba-tiba datanglah malaikat
kepadanya dan berkata:

“Bacalah!”

“Aku tidak bisa membaca.” Jawab Muhammad.

xxiii
Lalu malaikat itu menarik dan memeluknya erat-erat sehingga ia kepayahan.
Kemudian malaikat itu melepaskannya dan berkata lagi,

“Bacalah!”

“Aku tidak bisa membaca.”jawabnnya.

Lalu ia ditarik dan dipeluknya kembali kuat-kuat hingga habislah


tenaganya.Seraya melepaskannya,malaikat itu berkata lagi,

“Bacalah!”

“Aku tidak bisa membaca.” Jawabnya kembali.

Kemudian untuk ketiga kalinya malaikat itu menarik dan memeluknya


sekuat-kuatnya, lalu seraya melepaskannya malaikat itu berkata:

ِ ٍ ‫ا َن ِم ْن َعل‬/‫َق اِإْل نس‬ ِ ِّ‫ ِم رب‬/‫رْأ بِاس‬/‫ا ْق‬


ْ‫ا َن مَا مَل‬/‫ َعلَّ َم اِإْل ن َس‬/.‫ الَّذي َعلَّ َم بِالْ َقلَ ِم‬.‫ر ُم‬/َ ‫ك اَأْل ْك‬
َ ُّ‫رْأ َو َرب‬/َ ‫ ا ْق‬.‫َق‬ َ َ ‫ َخل‬.‫َق‬ َ ‫ك الَّذي َخل‬
َ َ ْ َ

‫َي ْعلَ ْم‬

(1)Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; (2) Dia


Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; (3) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran qalam (pena); (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al-Alaq, 96:1-5)

Kemudian Nabi pulang ke rumah istrinya, dengan hati gemetar ketakutan.


Beliau memohon kepadanya,

“Selimutilah aku!”

khadijah menyelimutinya hingga hilanglah ketakutannya. Kemudian beliau


bercerita kepada Khadijah tentang apa yang baru dialaminya,ia berkata:

“Sesungguhnya aku mencemaskan diriku.”

Khadijah berkata,

“Sama sekali tidak. Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakan engkau.
Sesungguhnya engkaulah orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, selalu

xxiv
menanggung orang yang kesusahan, selalu mengusahakan apa yang diperlukan,
selalu menghormati tamu dan membantu derita orang yang membela kebenaran.”

Selanjutnya Khadijah pergi membawa beliau menemui Waraqah bin Naufal


bin Asad bin Abdul Uzza, anak paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Arab
pemeluk agama Nasrani di zaman Jahiliyah. Ia pandai menulis kitab dalam bahasa
Ibrani dan ia pun menulis Injil dengan bahasa Ibrani. Ia seorang tua yang buta.
Khadijah berkata kepadanya,

“Wahai anak pamanku, dengarkanlah cerita anak saudaramu ini”

Waraqah bertanya kepada Nabi,

“Wahai anak saudaraku, apakah yang kaulihat?”

Lalu beliau menceritakan apa yang beliau lihat dan alami di Gua Hira’.
Kemudian Waraqah berkata lagi kepada beliau,

“Itulah Namus (Jibril) yang pernah diutus Allah kepada Musa. Mudah-mudahan
aku masih hidup di saat engkau diusir kaummu!”

“Apakah mereka akan mengusirku?” Tanya rasulullah.

Ia menjawab,

“Ya, sebab setiap orang yang membawa seperti apa yang engkau bawa pasti
dimusuhi orang. Jadi kelak engkau mengalami masa-masa seperti itu, dan jika aku
masih hidup, aku pasti akan menolongmu sekuat tenagaku.”

Tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dan wahyu pun putus untuk
sementara (fatrah al-wahy).

Menurut Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdirrahman, Jabir bin
Abdillah al-Anshari menceritakan tentang terhentinya wahyu tersebut, bahwa
Rasulullah bersabda:

“Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari atas, maka aku
lihat ada malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hira, sedang duduk di atas
kursi di antara langit dan bumi, maka takutlah aku padanya. Lalu aku pulang seraya
berkata,

“Selimutilah aku!”

xxv
Lalu turunlah wahyu:

ِ
‫الر ْجَز فَ ْاه ُج ْر‬ َ َ‫ َوثِيَاب‬.‫ك فَ َكِّبْر‬
ُّ ‫ َو‬.‫ك فَطَ ِّه ْر‬ ِّ ‫يَا َأيُّ َها الْ ُمد‬
َ َّ‫ َو َرب‬.‫ قُ ْم فََأنذ ْر‬.‫َّثُر‬

Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah (manusia) peringatan, dan
Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu sucikanlah, dan perbuatan dosa
tinggalkanlah!” (QS. al-Muddatsir, 74 :1-5).

Sesudah itu, wahyu pun turun terus-menerus.” (HR. Bukhari: 02, Muslim: 232)

xxvi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nabi Muhammad semenjak kecil sudah disucikan dan dijaga oleh Allah, dari
nasabnya, perilakunya, pikirannya, badannya, hatinya, dll. Menginjak remaja
Muhammad tumbuh menjadi seseorang yang berbudi pekerti tinggi, berwatak halus,
cerdas, jujur sehingga ia dijuluki Al Amin. Ia juga seseorang yang berjiwa bersosial
tinggi, dan juga suka bergaul. Ini terbukti ketika ia ikut andil dalam membangun
Ka’bah. Setelah beranjak dewasa Allah memantapkan hati beliau sehingga ia siap
mendapat amanah yang besar (Wahyu).

xxvii
DAFTAR PUSTAKA

1. Haikal, Muhammad Husain. Penerjemah: Ali Audah. 1972. Sejarah Hidup


Muhammad. Jakarta : Litera Antarnusa.
2. Al Buthi, Muhammad Said Ramadhan. 2009. Fiqh Sirah Nabawiyyah. Beirut: Dar
Al Fikr.
3. https://www.nu.or.id/

xxviii

Anda mungkin juga menyukai