Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN

CRITICAL APPRAISAL

MATA KULIAH KEPERAWATAN PALIATIF

Dosen Pembimbing: Lalu Amri Yasir Ners., M. Kep

Disusun Oleh

JUMIATON NOVITA HARIANI


071STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada tuhan yang maha esa yang
telah memberikan rahmatnya dan karunianya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas analisis jurnal keperawatan keluarga ini dengan baik.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


analisis jurnal ini. Oleh sebab itu, saya membutuhkan saran dan kritik yang dapat
membangun sehingga dapat menjadi lebih baik lagi. Saran dan kritik dari
Ibu/Bapak dosen sangat kami harapkan untuk penyempurnaan analisis jurnal ini.

Mataram, 28 Desember 2023

Jumiaton Novita Hariani

2
DAFTAR ISI

LAPORAN CRITICAL APPRAISAL ................................................................... 1

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I MASALAH KLINIS ................................................................................... 4

BAB II CRITICAL APPRAISAL .......................................................................... 5

A. Merumuskan pertanyaan dengan konsep PICO ........................................... 5

B. Komponen PICO .......................................................................................... 6

C. Bukti Ilmiah ................................................................................................. 6

D. Menilai bukti dengan Critical Appraisal Tools ............................................ 7

E. Intervensi yang dapat dipakai dari temuan .................................................. 9

3
BAB I
MASALAH KLINIS

Diabetes melitus (OM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang


ditandai dengan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Hermayudi, 2017).

Menurut laporan International Diabetes Federation (IDF), jumlah


penderita diabetes tipe 1 di Indonesia akan mencapai 41,8 ribu orang pada tahun
2022. Menurut International Diabetes Federation (IDF) (3), terdapat 7,3 miliar
orang. menderita diabetes di seluruh dunia pad a tahun 2022. 2015 dan jurnlah ini
diperkirakan meningkat menjadi 9 miliar pada tahun 2040. IDF melaporkan
bahwa Indonesia merupakan negara terpadat di dunia dengan jumlah penduduk
10,2 juta jiwa. Saat ini menduduki peringkat ketujuh penderita diabetes (DM) di
dunia dan diperkirakan akan meningkat ke peringkat keenam pada tahun 2040
dengan jumlah penduduk 6,2 juta jiwa.

Berdasarkan hasil sensus 2018, prevalensi diabetes di Nusa Tenggara


Barat sebesar 1,6. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi NTB, pada tahun 2019,
jumlah penderita diabetes di Nusa Tenggara Barat sebanyak 53.139 orang dan
hanya 4.139 orang yang mendapatkan pelayanan kesehatan rutin. (Kementerian
Kesehatan Kabupaten NTB, 2019).

4
BAB II
CRITICAL APPRAISAL

A. Merumuskan pertanyaan dengan konsep PICO

1. Masalah Actual

Salah satu akibat diabetes yang disebabkan oleh buruknya darah


vena dan arteri adalah cedera kaki diabetic (LKD).

2. Urgensi Penanganan Masalah

Penyakit metabolik yang dikenal dengan diabetes melitus (DM) ini


disebabkan oleh banyak etiologi. termasuk hiperglikemia, yang dapat
menyebabkan masalah pada sistem mikrovaskular, makrovaskular, dan
saraf. Jika hal ini terjadi, masalah metabolisme protein, lemak, dan
karbohidrat menghalangi pankreas untuk mensekresi insulin. Ulkus kaki
diabetik (LKD) dapat menyebabkan infeksi pada Iuka nekrosis jaringan.
Oleh karena itu, LKD meningkatkan angka kematian sekitar 25%.

3. Revansi Praktik Yang Sudab Ada Terkait Masalah

Latihan fisik merupakan prinsip utarna yang bisa dilakukan


untuk mencegah terjadinya penyakir arteri perifer pada pasien diabetes
melitus. Bentuk dari latihannya berupa Buerger Allen exercise (Mellisha,
2015). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti Aruna dan
Thenmozhi (2015) mereka menyatakan bahwa Senarn Buerger Allen dapat
membantu mencegah terjadinya penyakit arteri perifer. Menunjukkan
bahwa senarn yang dilakukan oleh Vijayabarathi dan Hemavathy (2014)
didapatkan hasil dari latihan Buerger Allen Exercise sangat efektif dalam
proses penyembuhan Iuka pada pasien diabetes melitus tipe 2. Chang
(2016) menyimpulkan bahwa Latihan buerger Allen merupakan latihan
aktivitas yang edeal dan non-spesifik yang bersifat invasif pada diabetes
melitus dengan penyakit arteri perifer.

5
B. Komponen PICO

1. Population

Populasi analisis ini berjumlah 43 responden, dimana sampel


penelitian berjumlah 43 orang berusia (56-65 tahun). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek latihan Buerger Allen pada
ekstrermitas bawah pasien LKD.

2. Intervention

Dalam penelitian ini, latihan Buerger AJlen dilakukan dua kali


sehari selama tiga rninggu. Olahraga efektif dalam meningkatkan sirkulasi
tungkai pada penderita diabetes atau latihan yang dapat mempengaruhi
peningkatan sirkulasi pada ekstrernitas bawah. Jenis aktivitas ini meliputi
jalan kaki, olahraga ringan, dan latihan rentang gerak (ROM), dilakukan 2-
4 kali sehari selama beberapa minggu.

3. Comparison

Penelitian ini hanya menggunakan sampel penelitian dengan


menggunakan metode sampling sekuensial dengan menggunakan analisis
data bivariat

4. Outcome

Olahraga meningkatkan sirkulasi darah pada kaki penderita


diabetes, atau olehraga dapat mempengaruhi peningkatan sirkulasi darah
ekstrernitas bawah. Temuan ini menunjukkan hubungan yang signifikan
secara statistik antara rata-rata ABI pada pasien LKD sebelum dan sesudah
0,85 (nilai-P = 0,000).

C. Bukti Ilmiah

Bukti ilmiah yang di dapatkan merupakan artikel penelitian yang


berjudul "Burger Allen exercise against the circulation of the lower
extremities in diabetic ulcer patients"

6
D. Menilai bukti dengan Critical Appraisal Tools

Penilaian bukti ilmiah artikel yang diperoleh menggunakai JBI tools


for experiment study. JBI Tools for experiment study

1. Apakah jelas dalam penelitian apa penyebab dan apa akibat (yaitu
tidak ada kebingungan tentang variable mana yang lebih dulu?

Pada artikel penelitian ini yang berjuduk "latihan burger alien terhadap
peredaran darah ekstremitas bawah pada penderita ulkus diabeticus,
"Burger Allen exercise against the circulation of the lower extremities in
diabetic ulcer patients" sudah jelas antara penyebab dan akibat/antara
variable independen terhadap hasil akhir pasien (variable dependen)

2. Apakah peserta termasuk dalam perbandingan yang serupa?

Semua peserta dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah 43 orang
responden yang secara sadar dan tanpa paksaan. Dengan hanya satu
kelompok yang menerima intervensi.

3. Apakah peserta termasuk dalam perbandingan yang menerima


perlakuan/perawatan serupa, selain paparan atau intervensi yang
diinginkan?

Pariabel bebas dan terikat yang terpilih akan diuji sebab akibat dengan
menggunakan teknik eksperimen semu. Untuk memastikan pengaruh
intervensi keperawatan atau terapi (variabel independen) terhadap hasil
akhir pasien (variabel dependen). Hasil eksperimen semu digunakan dalam
keperawatan, rencana eksperimen semu dilaksanakan sebagai pra dan
pasca tes tanpa kelompok kontrol, dengan hanya satu kelompok yang
menerima intervensi.

7
4. Apakah ada kelompok kontrol?

Dalam jurnal penelitian ini hanya menggunakan kelompok yang menerima


intervensi

5. Apakah ada beberapa pengukuran basil baik sebelum dan sesudah


intervensi/paparan?

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang dilakukan maka dapat diambil


kesimpulan Latihan Buerger Allen dapat mendorong proses peningkatan
penyembuhan Iuka karena melakukan latihan akan membantu pasien
memperbaiki vaskularisasi dan pada saat yang sama akan membantu
proses penyembuhan Iuka. Hasil efektif diperoleh dengan menggunakan
teknik latihan Buerger Allen, Berdasarka hasil penelitian, terdapat
variabilitas sirkulasi tungkai sebelum dan sesudah intervensi latihan
Buerger Allen. Setelah intervensi, terjadi peningkatan nilai ABI pada
pasien DFS rata-rata sebesar 0,11 berada dalam kisaran ABI tipikal, yang
menunjukkan adanya perbedaan pada lingkar kaki. Pasien DFS dengan
gangguan ulkus vena dan ulkus arteri memiliki nilai rata-rata ABI 0,71
sebelum intervensi dan pasien DFS dengan gangguan ulkus vena memiliki
nilai rata-rata ABI 0,85 setelah intervensi. Analisis uji Wilcoxon
menunjukkan bahwa sirkulasi responden membaik

6. Apakah tindak lanjut lengkap dan jika tidak, apakah perbedaan


antara kelompok dalam hal tindak lanjut dijelaskan dan dianalisis
secara memadai?

Hasil efektif dicapai dengan menggunakan mekanisme latihan Buerger


Allen, yang menerapkan perubahan posisi akibat gravitasi pada pembuluh
darah dan pembuluh darah otot polos. Analisis uji Wilcoxon menunjukkan
sirkulasi responden membaik. Analisis statistik memberikan nilai P
sebesar 0,000 yang menunjukkan bahwa pendidikan Buerger Allen
meningkat secara signifikan bahwa latihan Buerger Allen secara signifikan
meningkatkan aliran darah kaki pada pasien LKD dengan tukak arteri dan
vena.

8
7. Apakah hasil peserta dimasukkan dalam perbandingan yang
diukurdengan cara yang sama?

Hasil peserta yang menjadi sampel penelitian kelompok yang mendapat


intervensi/perlakuan pada pretest dan posttest tanpa strategi kontrol.
Menggunakan pendekatan eksperimen semu. Menggunakan analisis
univariat. Dan untuk melihat pengaruh intervensi digunakan uji Wilcoxon
untuk membandingkan nilai sebelum dan sesudah latihan Buerger Allen.

8. Apakah basil diukur dengan cara yang dapat diandalkan?

Dalam artikel penelitian ini, peneliti menggunakan uji Wilcoxon untuk


memeriksa normalitas data Peneliti mendeskripsikan karakteristik usia dan
jenis kelamin partisipan dengan menggunakan statistik deskriptif, metode
yang digunakan adalah survei kuantitatif atau desain kuantitatif dengan
desain quasi eksperimen. Penyebab dan akibat dari variabel independen
dan dependen terpilih diuji dengan menggunakan metode eksperimen
semu. Untuk mengetahui pengaruh intervensi keperawatan atau
terapeutik (variabel independen) terhadap hasil akhir pasien (variabel
dependen).

9. Apakah analisis statistic yang dapat digunakan?

Analisis statistik menghasilkan nilai P 0,000, yang menunjukkan bahwa


latihan Buerger Allen secara signifikan meningkatkan aliran darah kaki
pada pasien LKD dengan tukak arteri dan vena. Latihan seperti Buerger
Allen dapat meningkatkan oksigenasi kaki dan metabolisme otot dengan
menginduksi vasodilatasi yang bergantung pada endotelium yang dipicu
oleh olahraga melalui paparan berulang.

E. Intervensi yang dapat dipakai dari temuan

Critical Appraisal yang telah dilakukan pada artikel yang berjudul


“Burger Allen exercise against the circulation of the lower extremities in
diabetic ulcer patients" menunjukkan adanya perbedaan nilai ABI yang
signifikan pada pasien LKD yang golongan penyKakit venanya menunjukkan
penurunan. Sebaliknya, tipe vena normal menunjukkan peningkatan aliran

9
darah ke kaki setelah latihan Buerger Allen. Latihan Buerger Allen
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan sirkulasi yang tidak
mencukupi pada kaki dengan tukak vena dan tukak arteriovenosa pada LKD.

10
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower


Extremities In Diabetic Ulcer Patients
Anna Martiana Afida 1 , Candra Kusuma Negara 2 , Lucia Andi Chrismilasari 3
1,2
Universitas Cahaya Bangsa
3
STIKES Suaka Insan

ARTICLE INFO ABSTRACT


One of the effects of diabetes brought on by poor venous and arterial blood
circulation is diabetic foot injury (LKD). Buerger Allen exercise is one modality of
therapy that uses active postural movements to enhance blood flow in the lower
extremities venous and arterial blood vessels. The brachial index ankle (ABI)
technique was used to evaluate improved foot circulation. This study sought to assess
the impact of Buerger Allen exercise on LKD patients' lower circulatory extremities.
A quasi-experiment with a pretest and post-test without a control strategy was used
as the research design. 43 respondents made up the 43 samples for this study, which
were collected using successive sampling methods. Using bivariate data analysis,
Keywords: Wilcoxon tests were utilized to compare values before and after the Buerger Allen
Diabetic, Brachial, Buerger exercise. The findings demonstrated a statistically significant relationship between
Allen Exercise the average ABI in LKD patients before and after 0.85 (P-value = 0.000). The
Buerger Allen exercise intervention is performed twice daily for three weeks.
Positional changes and gravitational force variations can assist in emptying and
filling blood vessels. At the same time, contraction of the gastrocnemius muscle and
the plantar muscles as a muscle pump activates the ship and prevents backflow.
Regular exercise can widen collateral circulation channels, boosting the supply of
oxygen to peripheral tissues and the distribution of nutrients. Exercise helps increase
circulation, according to studies by Buerger Allen. Therefore it can be suggested in
the future that nurses teach patients with lower extremity circulatory disorders in
LKD patients.
Anna123@gmail.com Copyright © 2022 Jurnal Eduhealth.All rights reserved is Licensed under a
Creative Commons Attribution- NonCommercial 4.0 International License (CC BY-
NC
4.0)

1. Introduction
A metabolic illness known as diabetes mellitus (DM) is brought on by many etiologies, including
hyperglycemia, which can result in issues with the microvascular, macrovascular, and nervous systems.
While this is happening, protein, lipid, and carbohydrate metabolism problems prevent the pancreas
from secreting insulin, which makes insulin ineffective or both (1). Diabetic foot injury (LKD), which
can result in infections in tissue necrosis wounds, leg abnormalities, and amputation of limbs, is one of
the dangerous side effects of DM. Therefore, LKD adds to a mortality rate of roughly 25%. (2).
According to the International Diabetes Federation (IDF) (3), there were 7.3 billion persons
worldwide who had diabetes in 2015, and that number is expected to rise to 9 billion by 2040. IDF
reported that with a population of 10.2 million, Indonesia is now ranked seventh in the world for having
diabetes mellitus (DM) and is expected to move up to sixth place with a population of 16.2 million by
2040. According to the International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF) (4), there were
approximately 382 million people with diabetes worldwide in 2013, accounting for 8.3% of the global
population and roughly 80% of those living in developing nations. By 2030, it is predicted that there
will be more than 552 million people with diabetes worldwide.
LKD and amputations, frequently observed in plantar areas, are caused by the increase in DM
illness, affecting 9.9% of individuals. Undiagnosed diabetic peripheral neuropathy is the most prevalent
cause of leg ulceration and arthropathy. (5) discussed the epidemiology and effects of LKD, which

Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
241
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

affects someone globally every 20 seconds. Nearly 50% of people have diabetic neuropathy, and up to
85% accelerate death and increase the morbidity of LKD, amputation, and death.
As the prevalence of diabetes is predicted to rise from 71 million individuals in 2000 (majority of
2.8 percent) to 366 million (prevalence of 4.4 percent) by 2030, a person with DM illness has a 12–25
percent risk of acquiring DFS. This anticipated increase will significantly impact the provision of LKD
treatment because limb amputation incurs enormous financial costs. Without accounting for the
psychological effects of the disorders, such as reduced activity, anxiety, and stress, the National Health
Service in Taiwan estimates the cost of LKD and diabetes-related amputations to be 244 million billion
(6).
(7) research estimates that the prevalence of DM illness in Asia will rise from 4% in 1995 to 5.4%
in 2025. According to the World Health Organization (WHO)(8), developing nations will bear a
significant burden. Diabetes-related microvascular complications are present in 44.2 percent to 66.4
percent of people in Asia, and 27.8 percent in Europe, all of which contribute to the development of
LKD. In Taiwan, Chang, Chang, and Chen (9) report that LKD with peripheral neuropathy of 30% to
50% is the fourth most common cause of death among DM patients, with a mortality incidence of 26.9
per 100,000 individuals yearly. All peripheral nervous system parts, including the sensory, motor, and
autonomic ones that are involved in the development of LKD, are impacted by peripheral neuropathy.
In LKD patients with circulatory diseases, nurses play a complex role in identifying risk factors
and providing wound care, education, and information. Gymnastics and other more comprehensive
interventions are particularly helpful for LKD patients. Regular Buerger Allen exercises are one of the
foot exercises that can be taught and used in LKD patients due to circulatory or arterial issues (10). One
of the movement variations in the foot's plantar region that satisfies the requirements of contanius,
interval, progressive, and gravitational force such that each stage of movement must be carried out
systematically is foot gymnastics, also known as the burger training method.
This exercise helps the body's need for oxygen and nutrients to enter the arteries and veins,
strengthens and maximizes the work of small muscles, prevents the development of leg deformities,
promotes circulation, aids in LKD healing, and boosts the production of the hormone insulin, which is
used to transport glucose to cells. Assisting people with diabetes with blood glucose reduction (11).
While healthy, regular activity helps boost blood flow by opening capillaries (tiny blood vessels), this
movement also causes blood vessels to become more vascularized, increasing the amount of blood
available to tissues (12).
Buerger performed the original Buerger Allen exercise in 1926, and Allen improved it in 1930 to
include gravitational forces delivered to the smooth muscles and vascular system in various positions.
Jackson stated in 1972 that alternate blood column emptying and filling caused by gravity forces helped
to increase the movement of venous blood arteries (13).
On the other hand, the therapists found that burger Allen exercise had some physiological basis for
its efficiency when utilized in DM patients with peripheral artery disease (PAD), perfusion pressures
(SPP), and neuropathy brought on by atherosclerosis. Postural exercises can improve venous blood
vessels and peripheral circulation to extremities, thereby increasing the need for nutrients to the tissues
and supply to the plantar area of the legs through this exercise with changes in position and muscle
contractions (14).
According to Chang-cheng Chang et al. (2016) .'s study, patients with moderate ischemia who
underwent Buerger Allen exercise intervention before the intervention had an average blood pressure
reading of 42.2 mmHg. In contrast, following the intervention, the average task was 64.4 mmHg (p-
value = 0.001). In contrast, in patients with severe ischemia, the average value was 22.1 mmHg before
the intervention and 37.3 mmHg following it (value = 0.043).

2. Method
Quantitative research or quantitative design using a quasi-experimental design approach is the
method employed (15). The chosen independent and dependent variables will be tested for causation
using a quasi-experimental technique. To ascertain the effect of nursing or therapy interventions
(independent variables) on patient outcomes (dependent variables), quasi-experimental designs were
Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
242
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

used in nursing (16). The quasi-experimental plan was implemented as a pre-and post-test without a
control group, with only one group receiving the intervention.

3. Result and Discussion


Characteristics of Respondent
Table 1. Characteristics of Respondents

Based on the table above, it can be seen that most of the KGDS of LKD speakers before training with
a spare part (200-300 mg/dl) as many as 23 people (76.7%), and after exercise, There was a change in
the value of up to 16 people (53.3%). Furthermore, KGDS respondents of Client LKD before training
with moderate parts ( 301-400 mg/dl) as many as 7 people (23.3 %), after exercise Had a decrease of
Up to 2 people (7.0%). n Kgds values of respondents before the Normal exercise section or controlled
state (<200 mg/dl) as much as (0.0%), and after intervention increased by 12 people (40.0%).
Analyzes Univariate
Table 2. Frequency And Percentage Distribution of KGDS sufferers of LKD

No ABI Buerger Allen Exercise


Before After
F % F %
Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
243
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

1. Normal (<200 mg/dl) 0 0,0 12 40.0


Mild (200-300 mg/dl) 23 76,7 16 53.3
Medium (301-400 mg/dl) 7 23,3 2 7.0

Based on table 2 shows that the KGDS of LKD speakers before training with the middle part (301-
400 mg / dL) as many as 7 people (23.3%), and after activity decreased to 2 people (7.0%). Meanwhile,
the KGDS value of respondents before Buerger Allen exercise Against Normal parts or in controlled
terms (<200 mg/dl) as much as (0.0%) and after intervention increased by 12 people (40.0%).
Table 3. Frequency and Percentage Distribution of ABI LKD
No ABI Buerger Allen Exercise
Before After
F % F %
1. Normal (0.9-1.2 mmHg) 0 0.0 10 33.3
Venous Disorders (0.8-0.9 mmHg) 26 86.7 20 66.7
Arterial-Venous Disorders (0.5-0.8 mmHg) 4 13.3 0 0,0

Based on the table above shows that before doing exercises, the ABI values of LKD resource persons
were mainly in the category of venous ulcer disorders (0.8-0.9 mmHg) as many as 26 people (86.7%)
and after exercises decreased to 20 people (66.7%), the ABI values of LKD clients before training in
the category of arterial-venous ulcer disorders (0.5-0.8 mmHg) as many as 4 people (13.3%), and after
exercises had decreased to (0.0%). Furthermore, the ABI value of respondents of LKD patients before
training in the normal category (0.9-1.2 mmHg) (0.0%) after exercise had increased to 10 people
(37.4%).
Bivariate Analysis
Table 4. Buerger Allen exercise effect on diabetic leg blood circulation before and after intervention

BAE n Mean Median Minimum-Maximum p-value Information

Before 30 0,71 0,71 0,63-1,00


0,000 Significant
After 30 0,85 0,82 0,65-1,09

Based on the table above, it can be shown that there is a statistically significant difference in the
group before and after the burger Allen exercise intervention. ABI value in LKD patients before and
after exercise was 0.71 and 0.85, with a median value of 0.71 and a range between 0.63 and 1.00. While
the median value following training is 0.82, the minimum value is 0.65, the maximum is 1.09, and there
is a substantial influence (p-value 0.000).

Foot Circulation before Buerger Allen Intervention exercise Diabetic Ulcer Patients
According to the study's findings, the majority of respondents with LKD had an ABI value in the
range of venous ulcer diseases (0.8-0.9 mmHg) as much as (86.7%), while the ABI value in the field of
arterial-venous ulcer disorders (0.5-0.8 mmHg) as much as (88.7%) before activity (13.3 percent ).
The majority of the ABI values of LKD respondents in the category of Venous ulcer circulation
disorders and arterial ulcers in LKD patients were influenced by several factors in the study, which can
be seen based on the age characteristics of respondents (62.8 percent) of the early elderly (56-65 years)
age range, which included as many as 27 people. (1) DFS patients over 50 have a higher risk of
peripheral vascular diseases. Blood circulation will decline with age, making it more dangerous to
notice alterations in one's legs' sensitivity.
Conversely, (2) arteriosclerosis and vascular endothelial diseases are more likely to develop as a
person ages. According to several studies, endothelial dysfunction has been linked to circulatory system
Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
244
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

problems (3). Age will reduce blood vessel flexibility because it produces less nitric oxide, which results
in the decreased peripheral circulation (4). Endothelial dysfunction contributes to vascular
atherosclerosis progression, which results in inflammation, thrombosis, arterial stiffness, and reduced
blood flow. Endothelial dysfunction affects vasomotor function, stimulates arterial thrombosis, and
stimulates the migration and proliferation of vascular stem cells (5).
This circulatory condition affects people with diabetes starting in their early years and can result in
a progressive loss of skeletal muscle cells (6). Most LKD patients who responded to the trial and had
arterial and venous ulcer issues were men, up to 23 (53.4 percent ). Testosterone levels are a risk factor
for type 2 diabetes and can cause belly obesity, insulin resistance, and other problems (1). Additionally,
according to (6), insulin sensitivity is subject to fluctuations in testosterone.
According to (7), males over 50 are more likely to have insufficient arterial circulation in their lower
limbs. Typically the limbs affected by atherosclerosis cause distal occlusion disease, frequently
encountered in elderly diabetic patients. Some of the survivors of DFS patients with arterial-venous
ulcer diseases, with LKD lasting 1 to 5 years in up to 34 people (79.1 percent ).
One of the variables that can affect and exacerbate the occurrence of peripheral blood circulation
abnormalities is the duration of the patient's diabetic leg injury. (8) High blood sugar levels in people
with diabetes will impact blood cystic.
38 respondents had venous ulcer diseases and arterial-venous ulcers and took blood sugar-lowering
medications (88.4 percent ). (9) claimed that managing DM could be accomplished through nutrition,
Exercise (Exercise), medications, continuing counseling, and assisting DM patients in becoming self-
sufficient. It's crucial to strike a balance between food, exercise, medicine, and counseling. (10),
prepared to treat peripheral artery circulation problems associated with diabetes mellitus.
One of them is pharmaceutical therapy, which successfully focuses on anti-platelets, anti-
coagulation, antibiotics, and revascularization operations like angioplasty and branching of vascular
bypass. According to (11), some blood sugar medications have a variety of therapeutic effects, such as
lowering blood glucose levels by preventing the liver from producing glucose and reducing insulin
resistance, particularly in the liver and muscles. Based on the KGDS of respondents with arterial-venous
ulcers and venous ulcer disorders, it can be seen that the majority of KGDS respondents passed LKD
before training in the mild category (200-300 mg/dl), as many as 23 people (76.7 %), and after exercise
showed a change in values to 16 people (53.3 %).
The KGDS of respondents before training in the normal category (200mg/dl) climbed to 12 persons
from the value (0.0 percent) after the intervention (40.0 percent ). According to the study's findings,
most of the KGDS respondents changed due to the intervention. Diabetes mellitus (DM) is a group of
metabolic disorders characterized by hyperglycemia and microvascular, macrovascular, and
neuropathic complications.
These complications lead to impaired carbohydrates, fats, and proteins' impaired metabolism due to
defects in insulin secretion, action, or both. 90% of people with diabetes have type 2 diabetes, the most
prevalent type (12). There are both intrinsic and extrinsic causes of a diabetic foot injury. Peripheral
neuropathy, which affects the lower limbs' nerves, ischemia (reduced blood flow), and hyperglycemia
are intrinsic causes (excess glucose in the blood) (1) Blood viscosity will rise with high blood levels,
thickening the capillary membrane where erythrocyte cells, platelets, and leukocytes connect to the
blood vessel lumen and potentially causing leg injuries.
(1) The development of microvascular and macrovascular complications in DM patients at risk of
sustaining diabetic foot injuries or exacerbating existing wounds is caused by increased blood glucose
levels, which reduces blood flow and increases platelet aggregability, and encourages the formation of
microrombus and microvascular blockages.
(13) (14) suggested that physical activity routines can be used to lower blood glucose levels in people
with diabetes by increasing sex cravings relative to when they are at rest. While (15) claims that frequent
foot exercises improve insulin sensitivity, promote glucose transport translocation, and increase the
amount of glucose absorbed by tissues before, during, and after exercise.

Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
245
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

Physical activity management in people with diabetes is influenced by lifestyle, pharmacology (such
as oral hypoglycemic medications or insulin), glucose monitoring, and early and ongoing health
education.

Foot Circulation After Buerger Allen Exercise Intervention In LKD Patients


According to the study's findings, following Buerger Allen exercise intervention, respondents' ABI
values in the category of venous ulcer disorders (0.8-0.9 mmHg) declined from 86.7% to 66.7%, and
those in the variety of arterial-venous ulcer disorders (0.5-0.8 mmHg) decreased from 13.3% to 0.0%.
The usual category ABI value (0.9-1.2 mmHg) increased from 0.0 to 33.3 percent.
Exercise for the lower extremities is one of the best non-pharmacological treatments to increase
circulation there—the fundamental idea behind reducing diabetes patients' vascular disease progression
in practice (16).
Foot gymnastics exercises, according to (17), include a variety of motions that adhere to the
standards of continuous, rhythmical, interval, progressive, and endurance. (1) explains that the exercise
must be performed constantly and repeatedly to promote muscle microvascular blood flow circulation.
It is connected to artery dilation (vasodilation), which increases capillary permeability and enables
muscle cells to absorb glucose.
Buerger Allen exercise uses posture adjustments and peripheral circulation stimulation to increase
the blood flow through obstructed arterial arteries. Lower extremity perfusion in LKD patients may be
increased by adjusting gravity and using muscle contractions (1). Buerger Allen's exercise effectively
corrects more inadequate limb perfusion in diabetes mellitus patients (18).
Buerger Allen exercise can encourage the wound healing process because performing exercises will
help the patient correct vascularity and, at the same time, will help improve the wound healing process.
Effective results were obtained employing the Buerger Allen exercise technique, which applies gravity
changes in positions to blood vessels and smooth muscle blood vessels (19). Gravity assists in emptying
and filling arterial vascular columns on the legs, which can enhance blood flow during the Buerger
Allen exercise (1).

Effect of Buerger Allen Exercise On Foot Circulation In LKD Patients


According to the study's findings, there were variations in the circulation of the feet before and after
the Buerger Allen exercise intervention. Following the intervention, there was an increase in the ABI
value in DFS patients with an average of 0.11, or included in the category of typical ABI values,
indicating differences in foot circumference. The average ABI value of respondents of DFS patients
with the type of venous ulcer disorders and arterial ulcers before the intervention was 0.71, and the
average ABI value of DFS patients with the category of venous ulcer disorders after the intervention
was 0.85. Wilcoxon test analysis showed that the respondents' circulation had improved.
The statistical analysis produced a P-value of 0.000, indicating that Buerger Allen exercise significantly
enhanced foot circulation in LKD patients with arterial-venous and venous ulcers. Exercises like the
Buerger Allen can enhance oxygen extraction and muscular metabolism in the legs by inducing
exercise-induced endothelium-dependent vasodilation through repeated exposure.
Additionally, through encouraging vasodilation, increased blood flow contributes to the activation
of prostacyclin and vascular nitrites oxide. Through stimulation of the peripheral vascular system,
Buerger exercises can be combined with postural exercises to increase the effectiveness of local
collateral circulation (20). (21) reported in his study that patients with type II DM who had received
Buerger Allen exercise experienced a significantly higher level of lower limb perfusion and decreased
discomfort.
According to (1), Buerger Allen exercise can enhance and restore the circulatory function of the
lower limbs, hence improving the quality of life for dm type II patients. It can also prevent the
development of peripheral artery disease and lessen the risk of amputation in LKD patients. In this
study, Buerger Allen exercise was done twice daily for three weeks.
Exercise is effective in improving leg circulation in people with diabetes or practice that can affect
the improvement of circulation in the lower extremities. This type of activity includes walking, light
Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
246
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

exercise, and range-of-motion exercises (ROM), performed 2-4 times per day for several weeks (21).
However, according to Buerger Allen (22), teaching exercise on the same day twice a day with a 6-hour
gap between sessions shows that lower limb perfusion has significantly improved.
Lower extremity venous insufficiency can be significantly helped by frequently performing the
Buerger Allen exercise with leg elevation for 5 minutes every 6 hours. Exercise also helps decrease the
requirement for oxygen in the arteries, which increases insufficiency (22)—altered posture-induced
tissue perfusion. It is possible to boost the perfusion of the lower extremities, aid in the circulation
process, and dilate blood vessels to make blood flow easier by varying gravity and using muscle
contractions (1). Exercises like those recommended by Buerger Allen are efficient for contracting the
calf muscles effectively and stimulating the gastrocnemius muscles. The gastrocnemius and soleus can
strengthen and pump the calf muscles to promote venous blood vessel circulation and enable venous
return.
Exercises by Buerger Allen have been demonstrated to increase the effectiveness of calf muscle
pumps (23). Postural exercises can enhance local collateral circulation by causing posture and muscle
activity changes, increasing oxygen delivery to the bloodstream, and distributing nutrients to cells and
tissues (24). (25). Buerger Allen states exercise is used in individuals with peripheral circulatory
diseases to increase collateral blood circulation.
But based on the effects of exercise and the study's findings, it was determined that hanging the legs
and repeating the supine, and sitting positions on patients with ischemia is an efficient way to improve
their hemodynamic condition. One of the circulatory problems associated with LKD is inadequate vein
and artery vascularity, which is determined by three variables: blood viscosity, blood vessel length, and
blood vessel diameter.
Hyperglycemia and thickening of the vascular membranes, one of which is brought on by blockage
of prominent blood vessels, are the two factors that contribute to blood viscosity (atherosclerosis). The
profound vein system and the perforant vein in the calf area is a mechanism or combination of the
muscle contractions of the musculus gastrocnemius, soleus, anterior tibial, and plantar otoliths, which
are responsible for the reverse blood circulation of the lower extremity of the sphere.
In addition to acting as a pump to activate the venous blood and prevent backflow to the simple
system, the active contraction of the calf muscle also pushes blood away from the lower leg. For LKD
patients with venous ulcer diseases and arterial-venous ulcers, repeated and persistent Buerger Allen
exercise movements can open up local collateral circulation channels, offering significant clinical
advantages.
To continue supplying tissues and organs with blood and oxygen, the arteries will form new blood
vessel paths around the obstruction through the alternative blood flow channel. Gravity works to
alternately empty and fills the blood column in the streets and veins. At the same time, the elevated
extremities posture is a gravitational force applied to blood vessel circulation, which can ultimately
enhance blood flow to the lower extremity to the tissueperifer in LKD (23). (26).
However, research (27) indicates that the most critical factor influencing the occurrence of diabetic
foot injury is foot gymnastics activities. This suggests that, compared to respondents who consistently
and regularly completed foot exercises following the theory, those who did so had a stronger influence
on diabetic foot injuries.
There was a significant improvement in lower limb perfusion and a decrease in pain in patients who
had received Buerger Allen exercise in type 2 DM patients, demonstrating the effectiveness of Buerger
Allen exercise in improving lower extremity perfusion among diabetes mellitus patients.
Leg exercises can eventually enhance blood flow by helping empty gravity veins and fill artery
vascular columns in the legs (28). (27). Buerger Allen exercise is performed in several steps
systematically by flexing, extending, pronating, and supinating the toes can increase periphery tissue
perfusion (19). The increase in tissue perfusion of the Buerger Allen exercise due to postural changes,
modulating gravity, and applying muscle contractions can increase the perfusion of the lower
extremities and help the circulation and dilatation of blood vessels so that blood is easy to flow.

Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
247
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

Exercise can stop peripheral artery disease from developing, lower the chance of amputation in LKD
patients, restore function to the extremities, and enhance the quality of life, according to Buerger Allen
(4).
The perfusion of the lower extremities has significantly improved if the Buerger Allen exercise is
taught twice on the same day, separated by a 6-hour break. Leg elevation, which should be done for 5
minutes every 2 hours, can significantly help LKD patients with lower extremity venous insufficiency.
Using gravitational forces to make each level of movement need to be performed consistently, the
Buerger Allen exercise is one of the varieties of active movement in the lower and plantar extremity
areas. This exercise is performed to improve circulation, strengthen and maximize the activity of small
muscles, avoid the development of leg deformities, aid in the healing process for LKD, and raise the
amount of insulin produced, which is utilized to transport glucose to cells.
Hence assisting diabetic individuals in lowering their blood glucose levels (21). Buerger Allen's
exercise aims to enhance the circulation of obstructed arterial arteries by utilizing posture adjustments
and promoting peripheral circulation. Patients with LKD can improve their lower extremity perfusion
by changing gravity and using muscle contractions (18). Exercise can promote the wound healing
process since it will aid the patient in enhancing their vascularity while also assisting with healing their
wounds (21). Activity has been demonstrated to be successful in reversing lower extremity perfusion
in diabetes mellitus patients, according to Buerger Allen (23).
Effective results were obtained employing the Buerger Allen exercise mechanism, which applies
gravity changes in positions to blood vessels and smooth muscle blood vessels.
Wilcoxon test analysis showed that the respondents' circulation had improved. The statistical
analysis produced a P-value of 0.000, indicating that Buerger Allen exercise significantly enhanced foot
circulation in LKD patients with arterial-venous and venous ulcers. In this study,
Buerger Allen's exercise was done twice daily for three weeks. Training is effective in improving
leg circulation in people with diabetes or practice that can affect the improvement of circulation in the
lower extremities. This type of activity includes walking, light exercise, and range-of-motion exercises
(ROM), performed 2-4 times per day for several weeks (29).

4. Conclusion
Based on the results of the research analysis above, the following conclusions can be drawn:
1. Based on the circulation in the legs' lower extremities before a workout with Buerger Allen. Because
the majority of respondents are over 50 years old, they have had LKD for longer than a year, they
are predominantly male, and their KGDS scores fall into the mild and moderate categories, the
majority of the ABI values of respondents with LKD patients fall into the category of venous ulcer
disorders and arterial-venous ulcer disorders;
2. Most ABI values in LKD patients with the category of venous disorders showed a decrease. In
contrast, the type of normal veins showed an increase based on the circulation of the lower extremity
legs after the Buerger Allen exercise.
3. There was a significant impact of Buerger Allen exercise intervention on improving more
insufficient limb leg circulation with impaired venous ulcers and arterial-venous ulcers in LKD.

References
1. Jannaim J, Dharmajaya R, Asrizal A. Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Sirkulasi Ektremitas
Bawah Pada Pasien Luka Kaki Diabetik. J Keperawatan Indones. 2018;21(2):101–8.
2. Hadi HAR, Al Suwaidi JA. Endothelial dysfunction in diabetes mellitus. Vasc Health Risk Manag.
2007;3(6):853–76.
3. Ciecierski M, Suppan K. The effect of lower revascularization on the global endothelial function and. 2013;
4. Simarmata PC, Sitepu SDEU, Sitepu AL, Hutauruk R, Butar-butar RA. Pengaruh Buerger Allen Exercise
Terhadap Nilai Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes Melitus. J Keperawatan Dan Fisioter.
2021;4(1):90–4.
5. Matsuzawa Y, Lerman A. Endothelial dysfunction and CAD: Assessment, prognosis, and treatment. Coron
Artery Dis. 2014;25(8):713–24.
6. Balducci S, Sacchetti M, Orlando G, Salvi L, Pugliese L, Salerno G, et al. Correlates of muscle strength in
Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
248
http://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/healt
Jurnal Eduhealt, Volume 13, No. 01 September 2022
E-ISSN. 2808-4608

diabetes. Nutr Metab Cardiovasc Dis. 2014;24(1):18–26.


7. Universitaria E, Cr H, De TFIN, Mu L, Tutor H, Santander JS. Influencia del estado nutricional y metabólico
en la aparición de úlceras de pie diabético en atención primaria. 2014;
8. Marpaung N, Noer RM, Aguthia M. Factors Affecting Arterial Disease in Type 2 Diabetes Mellitus Patient.
2016;141–51.
9. Widodo C, Tamtomo D, Prabandari AN. Hubungan Aktifitas Fisik, Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Anti
Diabetik Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus di Fasyankes Klaten. J Sist Kesehat.
2016;2(2):63–9.
10. Sumatera U, Suza DE, Utara US, Tarigan R, Utara US. Effect Of Education In Diabetic Foot Ulcers To
Compliance And Quality Of Life, The Diabetic. 2021;08(03):3225–37.
11. Pujangga IW, Nainggolan D, Thadeus MS. Effects of Lead tree Seed ( Leucaena leucocephala ) Extract in
Inhibiting the Increase of Postprandial Blood Glucose Level in Alloxan-induced Diabetic Rats.
2019;14(28):157–64.
12. Elinar Digital P. Effect of Buerger Allen Exercise on Lower Extremity Perfusion Among Diabetes Mellitus
- Randomized Clinical Trial. Nurs J India. 2019;CX(05):221–5.
13. Hijriana I, Suza DE, Ariani Y. Pengaruh Latihan Pergerakan Sendi Ekstremitas Bawah Terhadap Nilai Ankle
Brachial Index (Abi) Pada Pasien Dm Tipe 2. Idea Nurs J. 2016;7(2):32–9.
14. Dewinta NR, Mukono IS, Mustika A. Pengaruh Pemberian Ekstrak Dandang Gendis (Clinacanthus nutans)
Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Tikus Wistar Model Diabetes Melitus. J Med. 2020;3(1):76.
15. Hasanuddin I, Mulyono S, Herlinah L. Efektifitas olahraga jalan kaki terhadap kadar gula darah pada lansia
dengan diabetes mellitus tipe II. Holistik J Kesehat. 2020;14(1):38–45.
16. Rahmawati D. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. 2022;7(2).
17. Negara, Candra Kusuma, Sri Erliani, and Florensia Gardis. "The Influence of Macaranga Leaf Tea as A
Complementary Nursing Therapy Solution for Patients with Diabetes Mellitus in The Deabetic Foot Poly of
Ulin Regional Public Hospital Banjarmasin." j-HIMEL 1.1 (2020): 1-5.
18. Pasien I, Melitus D. Jurnal ipteks terapan. 2016;2:155–64.
19. Simarmata PC, Purba ASG, Sitepu AL, Harahap ES. the Effect of Foot Exercise on Ankle Brachial Index
Value in Diabetes Mellitus Patients in Hospital Grandmed Hospital Palam. J Keperawatan Dan Fisioter.
2021;3(2):153–8.
20. Pebrianti S. Buerger Allen exercise Dan Ankle Brachial Index (ABI) Pada Pasien Ulkus Kaki Diabetik Di
RSU Dr. Slamet Garut. Indones J Nurs Sci Pract. 2018;1(1):94–110.
21. Salam AY, Laili N. EFEK BUERGER ALLEN EXERCISE TERHADAP PERUBAHAN NILAI ABI (
ANKLE BRACHIAL INDEX ) PASIEN DIABETES TIPE II. 2020;3(2):64–70.
22. Al Mahdi, Fadhil, Candra Kusuma Negara, and Abd Basid. "The Effect of Family Empowerment in Nursing
Implementation Toward Self-Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus." INDONESIAN NURSING
JOURNAL OF EDUCATION AND CLINIC (INJEC) 5.2 (2020): 141-146.
23. Apriliani IM, Purba NP, Dewanti LP, Herawati H, Faizal I. Efektivitas Buerger Allen exercise Terhadap
Peningkatan Aktivitas Fungsional Extremitas Bawah pada Lansia di BPLU Senja Cerah Manado. Citizen
Mar Debris Collect Train Study case Pangandaran. 2021;2(1):56–61.
24. Pratiwi IN, Dewi LC, Widyawati IY, Airlangga U, Dedali H. BUERGER EXERCISE DAN EDUKASI
PERAWATAN KAKI PADA PENDERITA DIABETES DAN HIPERTENSI DALAM UPAYA
MENURUNKAN RESIKO Pendahuluan Hipertensi dan diabetes melitus ( DM ) merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan. 2020;16(2):121–32.
25. Negara, Candra Kusuma. "Post Amputation Response And Coping Of Diabetes Mellitus Patient In Ulin
General Hospital Banjarmasin." Jurnal Ilmu Keperawatan: Journal of Nursing Science 5.2 (2017): 114-129.
26. Hudlicka O, Hudlicka O. Microcirculation in muscle Corresponding author : :3–11.
27. Kusuma Negara C. The Effect of Discharge Planning on Treatment Adherence among the Elderly with
Hypertension in Banjarmasin, South Kalimantan. 2018;237–237.
28. Kusuma Negara C. THE RELATIONSHIP BETWEEN DISCHARGE PLANNING AND THE QUALITY
OF LIFE OF PATIENTS WITH DIABETIC ULCER. :2–6.
29. Negara CK, Erliani S, Gardis F. The Influence of Macaranga Leaf Tea as A Complementary Nursing Therapy
Solution for Patients with Diabetes Mellitus in The Deabetic Foot Poly of Ulin Regional Public Hospital
Banjarmasin. j-HIMEL. 2020 Feb 17;1(1):1-5.

Burger Allen Exercise Against The Circulation Of The Lower Extremities In Diabetic Ulcer Patients-
Anna Martiana Afida1, Candra Kusuma Negara2, Lucia Andi Chrismilasari
249
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES

Disusun Oleh

JUMIATON NOVITA HARIANI


071STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK
2023
KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut Nama allah swt yang maha pemurah juga maha
penyayangg, puji syukur saya panjatkan kehadirat allah SWT yang sudah
melimpahkan hidayah, inayah dan rahmatnya sehingga saya bisa menyerlesaikan
penyusunan Laporan Pendahuluan ini.

Penyusunan LP tersebut sudah saya kerjakan semaksimalm mungkin


dengan dunkungan dari berbagai pihak, sehingga dapat meringankan didalam
penyusunannya. Saya tersadar sepenuhnya bahwa didalam LP ini ada terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan Bahasajuga aspek-aspek yanglainnya.

Akhir dari ini saya mengharapkan supayaa LP yang sesederhana dapat


beguna. abesar kemauan sayasupaya dapat menginspirasi pembaca agar membuat
macam-macam persoalan lain dengan berhubungan LP selanjutnya.

Mataram, 28 Desember 2023

Jumiaton Novita Hariani

ii
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

A. Pengertian .................................................................................................... 4

B. Etiologi ......................................................................................................... 4

C. Manifestasi klinis ......................................................................................... 5

D. Komplikasi ................................................................................................... 6

E. Penatalaksanaan ......................................................................................... 10

F. Patofisiologi dan pathway .......................................................................... 12

G. Asuhan keperawatan .................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian

American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa Diabetes


Melitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula
darah) atau ketika tubuh tidak dapat secara aktif menggunakan insulin yang
dihasilkan (World Health Organization, 2016. Diabetes Melitus (DM) adalah
keadaan kronis yang terjadi ketika adanya peningkatan kadar glukosa darah
karena tubuh yang tidak dapat mengunakan insulin secara efektif atau tidak
menghasilkan cukup hormon insulin (International Diabetes Federation,
2017).

B. Etiologi

Menurut Padila (2012), etiologi diabetes melitus adalah :

1. Diabetes Tipe 1

a. Faktor genetik

Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan


sendirinya, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik
dari diabetes tipe 1, dan kerentanan genetik ini ada pada individu
dengan antigen tipe HLA.

b. Faktor-fakror imunologi

Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di


mana antibodi secara langsung terarah pada jaringan manusia normal
dengan bereaksi terhadap jaringan yang dianggap sebagai benda asing
yaitu autoantibodi terhadap sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

4
c. Faktor lingkungan

Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun


yang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes Tipe 2

Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan


gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor
genetik berperan dalam perkembangan resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

1. Usia

a. Obesitas

b. Riwayat keluarga

C. Manifestasi klinis

Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah:

1. Poliuria (sering kencing)

2. Polidipsia (sering merasa haus)

3. Polifagia (sering merasa lapar)

4. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.

Selain hal-hal tersebut, gejala lain adalah:

1. Mengeluh lemah dan kurang energi

2. Kesemutan di tangan atau kaki

3. Mudah terkena infeksi bakteri atau jamur

4. Gatal

5. Mata kabur

6. Penyembuhan luka yang lama.

5
Manifestasi klinis diabetes melitus menurut (Riyadi, 2011) adalah:

1. Tipe IDDM seperti:

a. Poliuria, polipagia, polidipsia, BB menurun, lemah, dan somnolen


berlangsung beberapa hari atau minggu.
b. Ketoasidosis dan dapat meninggal jika tidak segera ditangani.

c. Biasanya memerlukan terapi insulin untuk mengontrol karbohidrat.

2. Tipe NIIDM seperti:

a. Jarang menunjukkan gejala klinis

b. Diagnosis didasarkan pada tes darah laboratorium dan tes toleransi


glukosa.
c. Hiperglikemia berat, poliuria, poliuria, kelemahan dan kelesuan.

d. Jarang menderita ketoasidosis.

D. Komplikasi

Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa


menyerang seluruh organ tubuh. Apabila kadar gula darah tidak dikendalikan
maka akan terjadi komplikasi baik jangka pendek (akut) maupun jangka
panjang (kronis).

Menurut Febrinasari et al (2020). Komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua)


yaitu:

1. Komplikasi diabetes melitus akut

Komplikasi diabetes akut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu naik
turunnya kadar gula darah secara drastis. Keadaan ini membutuhkan
perhatian medis segera, karena jika terlambat dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran, kejang dan kematian. Terdapat 3 macam komplikasi
diabetes melitus akut:

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan kondisi dimana turunnya kadar gula


darah secara drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh, terlalu

6
banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejala berupa penglihatan kabur, detak jantung cepat, sakit kepala,
gemetar, berkeringat dingin dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu
rendah dapat menyebabkan pingsan, kejang, bahkan koma.

b. Ketosiadosis diabetik (KAD)

Ketosiadosis diabetik merupakan keadaan darurat medis yang


disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Ini merupakan
komplikasi penyakit diabetes yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga
tubuh mengolah lemak dan menghasilkan keton sebagai sumber
energi.

Jika tidak segera mencari pertolongan medis, kondisi ini dapat


menyebabkan penumpukan asam yang berbahaya di dalam darah,
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan
kematian.

c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

Situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat, dan


tingkat situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat dimana
angka kematian mencapai 20%. Terjadinya HHS disebabkan oleh
peningkatan mortalitas sebesar 20%. HHS terjadi karena lonjakan
kadar glukosa darah yang sangat tinggi selama periode waktu tertentu.
Gejala HHS ditandai dengan rasa haus, kejang, kelemahan dan
gangguan kesadaran yang menyebabkan koma. Selain itu, penyakit
diabetes yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan komplikasi
serius lainnya yaitu hiperglikemia non ketosis dan sindrom
hiperglikemia. Komplikasi akut diabetes adalah kondisi medis serius
yang memerlukan perawatan dan pemantauan oleh dokter di rumah
sakit.

7
2. Komplikasi diabetes melitus kronis

Seringkali komplikasi jangka panjang secara bertahap terjadi saat


diabetes tidak terkontrol dengan baik. Tinggi kadar gula darah yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu akan menyebabkan kerusakan serius pada
semua organ tubuh Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit
diabetes melitus menurut Febrinasari et al., 2020 yaitu: a. Gangguan pada
mata (retinopati diabetik)

Tingginya kadar gula darah bisa membahayakan pembuluh darah


di retina yang berpotensial menyebabkan kebutaan. Kerusakan pembuluh
darah di mata juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti
katarak dan glaukoma. Deteksi dini dan pengobatan retinopati dapat
dicegah atau ditunda secepat mungkin kebutaan. Dorong penderita
diabetes menjalani pemeriksaan mata secara teratur.

a. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM disebut dengan


nefropati diabetik. Situasi ini bisa menyebabkan gagal ginjal dan
bahkan bisa mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan baik.
Saat terjadi gagal ginjal, pasien harus melakukan dialisis rutin atau
transplantasi ginjal. Dikatakan bahwa diabetes adalah silent killer,
karena biasanya tidak menimbulkan gejala khas pada tahap awal.
Namun, pada stadium lanjut, gejala seperti anemia, kelelahan,
pembengkakan pada kaki, dan gangguan elektrolit dapat terjadi.
Diagnosis dini, kontrol gula darah dan tekanan darah, manajemen
pengobatan pada tahap awal kerusakan ginjal, dan membatasi asupan
protein adalah cara yang bisa dilakukan dalam menghambat
perkembangan diabetes yang menyebabkan gagal ginjal.

b. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf,


terutama saraf di kaki. Kondisi ini disebut neuropati diabetes, ini
karena saraf mengalami kerusakan baik secara langsung akibat

8
tingginya gula darah, maupun karena penurunan aliran darah menuju
saraf. Rusaknya saraf dapat menyebabkan gangguan sensorik dengan
gelaja berupa mati rasa, kesemutan, dan nyeri. Kerusakan saraf juga
bisa mempengaruhi saluran pencernaan (gastroparesis). Gejalanya
berupa mual, muntah dan cepat merasa kenyang saat makan. Pada pria,
komplikasi diabetes bisa menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.
Komplikasi ini dapat dicegah dan penundaan hanya bila diabetes
terdeteksi sejak dini agar kadar gula darah bisa terkontrol melalui pola
makan dan gaya hidup sehat dan minum obat yang sesuai rekomendasi
dokter.

c. Masalah kaki dan kulit

Komplikasi yang juga sangat umum adalah masalah kulit dan


luka pada kaki yang sulit sembuh. Ini karena kerusakan pembuluh
darah dan saraf serta aliran darah kaki yang sangat terbatas. Gula darah
yang tinggi bisa mempermudah bakteri dan jamur berkembang biak.
Selain itu, akibat diabetes, kemampuan tubuh untuk menyembuhkan
dirinya sendiri juga berkurang. Jika tidak dirawat dengan baik, kaki
penderita diabetes berisiko mengalami cedera dan infeksi, yang dapat
menyebabkan gangren dan ulkus diabetes. Perawatan luka di kaki
penderita diabetes adalah dengan memberi antibiotik, perawatan luka
yang baik, hingga dapat diamputasi jika jaringan rusak ini sudah parah.

d. Penyakit kardiovaskular

Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan rusaknya


pembuluh darah sehingga seluruh sirkulasi darah tersumbat termasuk
jantung. Komplikasi yang menyerang jantung dan pembuluh darah
yaitu penyakit jantung, stroke, serangan jantung dan penyempitan
arteri (aterosklerosis).

9
E. Penatalaksanaan

Menurut Putra, I. W. A., & Berawi (2015) penatalaksanaan diabetes


melitus dikenal dengan 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit
dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah:

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan adalah pahami perjalanan penyakitnya,


pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi dan resikonya, pentingnya
intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, bagaimana menangani
hipoglikemia, kebutuhan latihan fisik teratur, dan metode menggunakan
fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien bisa mengontrol
gula darah dan kurangi komplikasi serta meningkatkan keterampilan
perawatan diri sendirian. Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada saat gaya
hidup dan perilaku terbentuk kuat. Petugas kesehatan mendampingi pasien
dan memberikan pendidikan dalam upaya meningkatkan motivasi dan
perubahan perilaku.

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan


edukasi antara lain: Penderita diabetes bisa hidup lebih lama dalam
kebahagiaan karena kualitas hidup sudah menjadi kebutuhan seseorang,
membantu penderita diabetes bisa merawat diri sendiri sehingga
kemungkinan komplikasi dapat dikurangi, kselain itu jumlah hari sakit
bisa ditekan, meningkatkan perkembangan penderita diabetes, sehingga
bisa berfungsi normal dan manfaatkan sebaik-baiknya.

2. Terapi nutrisi

Perencanaan makan yang bagus merupakan bagian penting dari


manajemen diabetes yang komprehensif. Diet keseimbangan akan
mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin
dalam mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini
melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya.
Intervensi nutrisi bertujuan untuk menurunkan berat badan dan
memperbaiki gula darah dan lipid darah pada pasien diabetes yang

10
kegemukan dan menderita morbiditas. Penderita diabetes dan kegemukan
akan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya
kegemukan.

3. Aktifitas fisik

Kegiatan fisik setiap hari latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu
sekitar 30 menit), adalah salah satu pilar pengelolaan DMT2. Aktivitas
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, naik turun tangga, dan berkebun
tetap harus dilakukan untuk menjaga kesehatan, menurunkan berat badan,
dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan fisik dianjurkan yaitu berupa
senam aerobik seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, dan berenang,
sebaiknya latihan fisik disesuaikan dengan umur dan status kesegaran.
Bagi mereka yang relatif sehat, dapat meningkatkan intensitas latihan
fisik, dan mereka yang mengalami komplikasi diabetes dapat dikurangi.

4. Farmakologi

Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan diet dan latihan


fisik (gaya hidup sehat). Pengobatan termasuk dari obat-obatan oral dan
suntikan. Obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi
menjadi 5 golongan: Memicu sekresi insulin sulfonylurea dan glinid,
peningkatan metformin insulin dan thiazolidinone, penghambat
glukoneogenesis, penghambat penyerapan glukosa: penghambat
glukosidase, penghambat alfa.DPP-IV inhibitor pertumbuhan dan status
gizi, usia, stres akut dan latihan fisik untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan yang ideal. Total kalori yang dibutuhkan dihitung berdasarkan
berat tubuh ideal dikalikan dengan kebutuhan kalori dasar (30 Kkal/kg BB
untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Lalu tambahkan kalori
yang dibutuhkan untuk aktivitas (10-30% atlet dan pekerja berat bisa lebih
banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan). Makanan berkalori
berisi tiga makanan utama pagi (20%), sore (30%) dan malam (25%) dan
2-3 porsi (makanan ringan 10-15%).

11
F. Patofisiologi dan pathway

Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan


dengan insulin yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kedua masalah
inilah yang menyebabkan GLUT dalam darah aktif (Brunner & Suddarth,
2015). Glukose Transporter (GLUT) yang merupakan senyawa asam amino
yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme
glukosa. Insulin mempunyai tugas yang sangat penting pada berbagai proses
metabolisme dalam tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat. Hormon
ini sangat berperan dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh
jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak dan hepar. Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor
(insulin receptor substrate) yang terdapat pada membrane sel tersebut. Ikatan
antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna
bagi proses metabolisme glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun
mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan,
transduksinya berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (Manaf A,
2010).

Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan


glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme.
Untuk menghasilkan suatu proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula
aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya
resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi
terjadinya diabetes, khususnya diabetes melitus tipe 2 (Manaf A, 2010).

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena sebetulnya insulin tersedia, tetapi


tidak bekerja dengan baik dimana insulin yang ada tidak mampu memasukkan
glukosa dari peredaran darah untuk ke dalam sel-sel tubuh yang
memerlukannya sehingga glukosa dalam darah tetap tinggi yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia (Soegondo, 2010). Hiperglikemia terjadi bukan
hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada
saat bersamaan juga terjadi rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin

12
(resistensi insulin). Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi
hormon glukagon dan epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon
mula-mula meningkatkan glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi
glukosa dan kemudian meningkatkan glukoneogenesis yaitu pembentukan
karbohidrat oleh protein dan beberapa zat lainnya oleh hati. Epinefrin selain
meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan
lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol,
hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku
glukoneogenesis hati.

Faktor atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan
mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme
glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta
proses kerusakan berbagai jaringan tubuh (Manaf A, 2010).

13
Pathway

Sumber : Fatimah (2015).

14
G. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama,


status perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan


badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada pasien
diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak
kunjung sembuh.

c. Riwayat penyakit sekarang

Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul


pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani berupa
kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat

d. Riwayat kesehatan dahulu

Dalam hal ini yang perlu dikaji yaitu tentang penyakit apa saja
yang pernah diderita. Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang
sama sebelumnya seperti penyakit payudara jinak, hyperplasia tipikal.

e. Riwayat penyakit keluarga

Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita


penyakit DM.

f. Pola sehari-hari

1) Persepsi, persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada


pemikiran negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh
berobat dan perawatan.
2) Nutrisi, akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang
insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan sehingga

15
menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak
minum, BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
mempengaruhi status kesehatan.
3) Eliminasi, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4) Tidur/istirahat, Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada
kaki diabetik, sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
5) Aktivitas dan latihan kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram
otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu
melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka
gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
6) Kognitif persepsi, pasien dengan gangren cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri, adanya perubahan fungsi dan struktur
tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem).
8) Peran hubungan, luka gangren yang susah sembuh dan berbau
menjadikan penderita kurang percaya diri dan menghindar dari
keramaian.
9) Seksualitas, menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan
potensi seks, adanya peradangan pada daerah vagina, serta

16
orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi
terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi, waktu perawatan yang lama, perjalanan penyakit
kronik, tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif seperti marah, cemas, mudah tersinggung,
dapat mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi
tubuh dan luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melakukan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya
g. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
1) Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran: normal, letargi, stupor, koma (tergantung kadar
gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah (TD): biasanya mengalami hipertensi dan juga
ada yang mengalami hipotensi.
b) Nadi (N): biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
c) Pernapasan (RR): biasanya pasien mengalami takipnea
d) Suhu (S): biasanya suhu tubuh pasien mengalami peeningkatan
jika terindikasi adanya infeksi.
e) Berat badan: pasien DM biasanya akan mengalami penuruan
BB secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan
terapi dan terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin
serta pola makan yang terkontrol.
4) Kepala dan leher

a) Wajah, inspeksi lihat apakah kulit kepala dan wajah terdapat


lesi, edema atau tidak. Pada rambut terlihat kotor, kusam dan
kering. Lihat apakah wajah simetris atau tidak. Palpasi raba dan

17
tentukan ada benjolan atau tidak di kepala, tekstur kulit
kasar/halus, ada nyeri tekan atau tidak dan raba juga apakah
rambut halus/kasar maupun adanya kerontokan.
b) Mata, inspeksi lihat bentuk mata simetris, ada lesi dikelopak
mata, amati reaksi pupil terhadap cahaya isokor/anisokor dan
amati sklera ikterus/tidak. Palpasi raba apakah ada tekanan
intra okuler, kaji apakah ada nyeri tekan pada mata.
c) Hidung, inspeksi lihat apakah hidung simetris/tidak, terdapat
secret, lesi, adanya polip, adanya pernafasan cuping hidung,
kaji adanya nyeri tekan pada sinus.
d) Telinga, inspeksi cek apakah telinga simetris, lesi,
serumen/tidak. Palpasi adanya nyeri tekan pada telinga, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
e) Mulut, inspeksi mengamati bibir apakah ada kelainan
kongenital (bibir sumbing), mukosa bibir pucat kering, jika
dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis osmosis dan kurang
bersih, gusi mudah terjadi pendarahan. Palpasi Apakah ada
nyeri tekan pada daerah sekitar mulut.
f) Leher, inspeksi mengamati adanya bekas luka, kesimetrisan,
ataupun massa yang abnormal. Palpasi Mengkaji adakah
pembesaran vena jugularis, kelenjar getah bening dan kelenjar
tiroid.
5) Thorax dan paru-paru

Inspeksi bentuk dada simetris atau asimetris, irama


pernapasan, nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau
adanya kelainan suara nafas, tambahan atau adanya penggunaan
otot bantu pernapasan. Palpasi lihat adnya nyeri tekan atau adanya
massa. Perkusi rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
Auskultasi, dengarkan suara paru vesikuler atau bronkovesikuler.

18
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak).

Tanda: frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.

6) Abdomen

Inspeksi, amati kesimetrisan perut, bentuk, warna dan ada


tidaknya lesi. Auskultasi dengarkan peristaltic usus selama satu
menit (normalnya 5-35 x/menit). Perkusi Suara perut biasanya
timpani (normal). Palpasi Tidak ada distensi abdomen, dan tidak
terdapat nyeri tekan pada area abdomen.

7) Integument

Kulit biasanya kulit kering atau bersisik, tampak warna


kehitaman disekitar luka karena adanya gangren, daerah yang
sering terpapar yaitu ekstremitas bagian bawah. Turgor menurun
karena adanya dehidrasi, kuku sianosis, kuku biasanya berwarna
pucat, rambut sering terjadi kerontokan karena nutrisi yang kurang.

8) Sirkulasi, gejalanya adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas,


dan kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan
lama. Tandanya adanya takikardia, perubahan tekanan darah
postural, hipertensi, disritmia.
9) Genetalia, adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria,
nokturia, rasanyeri seperti terbakar pada bagian organ genetalia,
kesulitan berkemih (infeksi).
10) Neurosensori, terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas pada otot. Tandanya disorientasi seperti mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut).

19
2. Diagnosis keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: infeksi, iskemia,


neplasma
b. Resiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (mis, diabetes
melitus)

c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan status


metablik neurpati perifer ditandai dengan gangrene pada extremitas
d. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

20
3. Nursing care plan (NCP)

No. Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri :
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, 1. Monitor TTV
dengan agen Tingkat nyeri pasien dapat 2. Lakukan pengkajian
cedera biologis: diamati dan dilaporkan . Dengan nyeri secara
(mis : infeksi, kriteria hasil: komprehensif
iskemia, No. Kriteria A T P,Q,R,S,T
neplasma) 1. Nyeri yang 2 5 3. Kontrol lingkungan
dilaporkan yang dapat
2. Panjangnya 2 5 mempengaruhi nyeri
episode nyeri 4. Ajarkan tentang teknik

3. Ketegangan 3 5 non farmakologi:

otot napas dalam, relaksasi,

4. Ekspresi nyeri 3 5 distraksi.

5. Tidak bisa 3 5 5. Lakukan Pengkajian

beristirahat nyeri komprehensif

Keterangan: 1: yang meliputi

Berat lokasi,karakteristik,on

2: Cukup berat set atau durasi

3: Sedang frekuensi kuliatas

4: Ringan intensitas atau

5: Tidak ada beratnya nyeri dan


faktor pencetus
6. Berikan informasi
mengenai
nyeri,seperti penyebab
nyeri,berapa lama

21
nyeri akan
dirasakan,dan
antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.

7. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai
indikasi
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan asuhan Perlindungan infeksi
dibuktikan keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor adanya tanda
dengan penyakit resiko infeksi menurun. Dengan dan gejala infeksi
kronis (mis, kriteria hasil: sistemik dan lokal
diabetes No Kriteria A T 2. Periksa kondisi setiap
mellitus) 1. Mengindentifikasi 3 5 sayatan bedah atau
faktor resiko luka
infeksi 3. Periksa kulit dan
2. Mengidentifikasi 3 5 selaput lendir untuk
tanda dan gejala adanya kemerahan
infeksi atau drainase
3. Mengklarifikasi 2 5 4. Anjurkan asupan
resiko infeksi cairan dengan tepat
yang di dapat 5. Ajarkan pasien dan

4. Memonitor 2 5 keluarga mengenai

Faktor tanda dan gejala

lingkungan yang infeksi dan kapan

berhubungan harus melapor kepada

dengan resiko pemberi pelayanan

infeksi kesehatan

Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menujukkan

22
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan Luka :


integritas keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor
jaringan diharapkan integritas kulit karakteristik luka.
berhubungan dan jaringan meningkat. 2. Monitor tanda-tanda
dengan Dengan kriteria hasil: infeksi
perubahan No Kriteria A T 3. Bersihkan jaringan
status metablik 1. Elastisitas 2 5 nekrotik dengan
neurpati perifer meningkat cairan NaCl atau
ditandai dengan 2. Hidrasi 2 5 pembersih nontoksik
gangrene pada meningkat sesuai kebutuhan.
extremitas 3. Perfusi 3 5 4. Berikan salep yang

jaringan sesuai ke kulit/lesi,

meningkat jika perlu.

4. Kerusakan 3 5 5. Pasang balutan sesuai

jaringan jenis luka.

menurun 6. Pertahankan teknik

5. Kerusakan 3 5 steril saat

lapisan kulit melakukan

menurun perawatan luka.

Keterangan: 7. Jadwalkan perubahan


1: Berat posisi setiap 2 jam
2: Cukup berat atau sesuai kondisi
3: Sedang pasien
4: Ringan 8. Ajarkan prosedur
5: Tidak ada perawatan luka
secara mandiri

23
9. Kolaborasi prosedur
debridement, jika
perlu.
10. Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu.

4. Resiko Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen


ketidakstabilan keperawatan selama 2x24 jam Hiperglikemia:
kadar glukosa diharapkan kadar glukosa l: 1. Pantau tanda dan gejala
darah menurun. Dengan kriteria hasi poliuria, polidipsia, dan
No Kriteria A T polifagia
1. Glukosa 2 5 2. Memantau keton urine
darah 3. Memantau tekanan
2. Hemoglobin 3 5 darah dan denyut nadi
glukosilat 4. Mengelola insulin
3. Fruktosamin 2 5
4. Urin glukosa 3 5 5. Mendorong asupan
5. Urin keton 3 5 cairan oral
Keterangan : 6. Memberi cairan IV
1. Deviasi berat dari kisaran sesuai kebutuhan
normal 7. Mengelola kalium
2. Deviasi yang cukup besar 8. Mengidentifikasi
d kisaran normal kemungkinan penyebab
3. Deviasi sedang dari hiperglikemia
kisaran normal ari 9. Mengantisipasi dimana
4. Deviasi ringan dari kisaran kebutuhan
normal
5. Tidak ada deviasi dari
kisar normal an

24
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2016). Definition of Diabetes Melllitus.


www.diabetes.org. diakses tanggal 10 November 2020

Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N.,
Maret, U. S., Putra, S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes
melitus untuk awam. November. diakses tanggal 20 November 2020

IDF. (2020. Prevalensi of Diabetes Mellitus. https://idf.org/aboutdiabetes/what-


isdiabetes.html. diakses tanggal 20 November 2020

Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2015). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2. Majority, 4(9), 8–12.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1401.
diakses tanggal 20 November 2020

WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes


Mellitus. diakses pada tanggal 20 Januari 2021 di
http://www.who.int/healthtopics/diabetes

25

Anda mungkin juga menyukai