MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam
Disusun oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan agar lebih mengerti dan dapat memahaminya.
Penyusun
I
DAFTAR ISI
II
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu fitrah manusia yang tujuan utamanya adalah
membentuk keluarga yang sakīnah, mawaddah wa rahmah. Pernikahan yang terjadi pada
manusia khususnya bagi seorang muslim tidak hanya sebagai budaya yang peraturannya
mengikuti perkembangan budaya dan adat istiadat yang berkembang di daerah tersebut,
akan tetapi pernikahan dipandang sebagai ibadah.
Pernikahan juga merupakan babak baru dalam kehidupan baru. Seperti halnya
membangun sebuah bangunan, membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang.
Mulai dari keindahan dan keanggunan bahan bangunan, kenyamanan dan keramahan
lingkungan hingga pilihan furnitur rumah yang cocok. Semuanya benar-benar perlu
diperhatikan. Jika tidak, gedung yang indah dan mewah akan menjadi sejuta kekecewaan.
Pernikahan juga merupakan babak baru dalam kehidupan baru. Seperti halnya
membangun sebuah bangunan, membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang.
Nabi telah menegaskan: “Nikah adalah sunnahku. Barangsiapa tidak suka kepada
sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku.” Mulai dari keindahan dan
keanggunan, kenyamanan dan keramahan . Yakni rumah tangga yang menjadi seperti
surga bagi para penghuninya. Tempat dimana melepas lelah, tempat bekumpul dimana
adanya rasa bahagia, aman tentram dan tempat untuk bersenda gurau yang sebagaimana
dimaksudkan
Untuk melaksanakan dan memenuhi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa
rohmah baik secara teoritis maupun normatif, suami istri mempunyai tugas dan tanggung
jawab yang besar di dalamnya. Oleh karena itu, syarat dan persiapan yang tepat seperti
kematangan fisik, mental, kesamaan dalam hidup, agama dan banyak aspek lainnya harus
dipenuhi sebelum memasuki tahap pernikahan. Hal ini diperlukan bagi pria dan wanita
masa depan untuk memiliki kesiapan dan kedewasaan fisik dan mental.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan nikah?
2. Apa yang dimaksud dengan hubungan pria dan wanita menurut al-quran?
3. Apa saja pengaturan hubungan pria dan wanita?
4. Bagaimana hukum jika wanita memandang pria?
5. Bagaimana jika kedudukan pria dan wanita dihadapan syari’ah?
6. Hal apa saja yang kita dapat setelah melewati kehidupan suami istri?
7. Apa saja rukun nikah?
8. Apa saja syarat sah nikah?
9. Apa saja larangan dalam pernikahan?
10. Apa akibat dari hukum pernikahan?
C. Tujuan
1. Menjelaskan dari pengertian pernikahan
2. Menjelaskan apa saja yang terdapat pada hubungan pria dan wanita
3. Menjelaskan apa saja yang terdapat pada rukun nikah
4. Menjelaskan dan menyebutkan syarat sah nikah
5. Menjelaskan larangan-larangan apa saja dalam pernikahan
6. Menjelaskan dan menyebutkan akibat dari hukum pernikahan
D. Manfaat
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca dan
penulis mengenai asal hubungan lelaki-wanita, rukun nikah, syarat nikah, larangan
pernikahan, dan akibat hukum nikah.
E. Metode Penyusunan
Dalam makalah ini kami menggunakan studi literatur yaitu mencari dari berbagai
sumber buku dan internet.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Pernikahan adalah tentang terkumpul dan bersatu. Menurut istilah lain, bisa juga
berarti ijab kobul (akad nikah), istilah yang diucapkan dalam bahasa yang dimaksudkan
untuk hubungan antara pasangan manusia untuk mengarah pada pernikahan, menurut
ketentuan Islam, adalah suatu keharusan. Kata zawaj seperti yang digunakan dalam Al-
Qur'an berarti pasangan, dan dalam penggunaannya juga dapat diartikan sebagai
pernikahan. Itu mengikat suami dan istri, membenarkan pernikahan, dan melarang
perzinahan.
Pernikaan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan
masyarakatagama islam dan masyarakat. Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan
untuk membangun rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga
dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta
memperkuat tali silaturahmi diantara manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia
pernikahan berasal dari kata nikah, yang kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan
akhiran “an”.
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut denganberasal dari kata
an-nikh dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan
bersenggema atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu,
yang memiliki arti merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang
ramah. adapun pernikahan yang berasalh dari kata aljam’u yang berarti menghimpun
atau mengumpulkan. Pernikahan dalam istilah ilmu fiqih disebut ) ( نكاح,) ( زواج
keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu )
( الوطء والضمbaik arti secara hakiki ) ( الضمyakni menindih atau berhimpit serta arti dalam
kiasan ) ( الوطءyakni perjanjian atau bersetubuh.
3
B. Asal hubungan lelaki-wanita
1. Hubungan Pria dan Wanita Menurut Alquran
Hubungan Pria dan Wanita mendorong manusia untuk mewujudkan
pemuasannya. Jika belum berhasil mewujudkan pemuasan, manusia akan gelisah
selama naluri tersebut masih bergejolak. Setelah gejolak naluri tersebut reda, rasa
gelisah itu pun akan hilang. Tiadanya pemuasan naluri tidak akan menimbulkan
kematian dan gangguan, baik gangguan fisik, jiwa, maupun akal. Naluri yang tidak
terpuaskan hanya akan mengakibatkan kepedihan dan kegelisahan. Dari fakta ini,
pemuasan naluri bukanlah sesuatu keharusan sebagaimana pemuasan kebutuhan-
kebutuhan jasmani. Pemuasan naluri tidak lain hanya untuk mendapatkan ketenangan
dan ketenteraman.
Faktor-faktor yang dapat membangkitkan naluri ada dua macam:
a. fakta yang dapat diindera.
b. pikiran yang dapat mengundang makna-makna (bayangan-bayangan dalam
benak).
Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, naluri tidak akan bergejolak.
Sebab, gejolak naluri bukan karena faktor internal, sebagaimana kebutuhan
jasmani, melainkan karena faktor eksternal, yaitu dari fakta-fakta yang terindera
dan pikiran yang dihadirkan. Kenyataan ini berlaku untuk semua macam naluri,
yaitu naluri mempertahankan diri (gharîzal al-baqâ‟(, naluri beragama )gharîzah
at-tadayyun), dan naluri melestarikan keturunan (gharîzah an-naw), Tidak ada
perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya.
4
masing-masing harus bekerjasama. Sebab, kerjasama merupakan kebutuhan yang
amat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Islam telah menjadikan kerjasama antara pria dan wanita dalam berbagai aspek
kehidupan serta interaksi antar sesama manusia sebagai perkara yang pasti di dalam
seluruh muamalat. Sebab, semuanya adalah hamba Allah swt, dan semuanya saling
menjamin untuk mencapai kebaikan serta menjalankn ketakwaan dan pengabdian
kepada-Nya. Ayat-ayat Alquran telah menyeru manusia kepada Islam tanpa
membedakan apakah dia seorang pria ataukah wanita. Allah swt. berfirman dalam
Qs. al-A‟raf.
“Katakanlah, )Muhammad( ‟Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang
berhak disembah) Selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi Yang Ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (Kitab-KitabNya). Ikutila dia, agar kamu
mandapat petunjuk.
5
hari, dan laki-laki dan wanita-wanita yang bersedekah : di dalam hadis yang
diriwayatkan Ibn Majah:”puasa dan zakat badan”,yakni: menyucikan lagi
membersihkan, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya dari dosa
besar yang mengharamkan kecuali ada kebolehan.
Sedekah disini adalah sedekah yang baik sedekah yang diberikan kepada orang-
orang yang membutuhkan,yang orang yang tidak mampu,memberikan harta yang
lebih kepada mereka, untuk taat kepada Allah, dan kebaikan kepada dikemudian hari,
dan laki-laki dan wanita-wanita yang bersedekah : di dalam hadis yang diriwayatkan
Ibn Majah:”puasa dan zakat badan”,yakni: menyucikan lagi membersihkan, laki-laki
dan perempuan yang menjaga kehormatannya dari dosa besar yang mengharamkan
kecuali ada kebolehan.
Laki-laki dan perempuan yang bersedekah, sedekah adalah berbuat baik kepada
orang yang membutuhkan dan lemah dan sesungguhnya Allah telah menyediakan
bagi mereka ampunan dosa dan pahala yang besar, yaitu surga.
Adapun selain mahram, pelamar, dan suami, maka harus dilihat terlebih dahulu.
Jika ada keperluan (hajat) untuk melihat, baik pria melihat wanita atau sebaliknya,
maka ia boleh melihat anggota tubuh sebatas yang dituntut oleh keperluan itu saja. Ia
tidak boleh melihat anggota-anggota tubuh yang lainnya kecuali wajah dan kedua
telapak tangan. Orang-orang yang dituntut oleh keperluan untuk melihat anggota
tubuh )lawan jenisnya( dan yang diperbolehkan oleh syara‟ untuk melihat itu,
mereka misalnya adalah dokter, paramedis, pemeriksa (penyidik), atau yang semisal
mereka yang dituntut oleh suatu keperluan untuk melihat anggota tubuh baik aurat
atau pun bukan aurat.
6
Ada dua kaedah penting yang harus kita pahami dalam masalah ini dan masalah
yang berkaitan dengannya:
a. Hukum larangan berubah menjadi hukum boleh saat mendesak dan dibutuhkan.
Seperti keperluan penyembuhan dan berobat, dan melahirkan, seperti aktivitas
mpribadi maupun bersama yang memang dikehendaki.
b. Hukum boleh berubah menjadi hukum larangan ketika dikahwatirkan akan
terjadi fitnah, baik kekhawatiran itu berasal dari laki-laki maupun perempuan.
Dengan catatan tersebut harus diiringi adanya bukti. Kekhwatiran tersebut tidak
cukup berdasarkan dugaan dan prasangka belaka.
Sumber untuk mengetahui kekhawatiran teradap muncul fitnah adalah hati
terdalam manusi. Biarlah hati terdalam berfatwa dalam hal ini.
7
masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Sistem ini mampu memberikan kepada kaum
wanita dan kaum pria kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan kemuliaan manusia
yang telah dimuliakan oleh Allah swt. Firman Allah swt dalam Qs. al-Isra: 70
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam”
Islam telah menetapkan berbagai hak bagi kaum wanita sebagaimana juga telah
menetapkan berbagai kewajiban terhadap mereka. Islam pun telah menetapkan
berbagai hak bagi kaum pria sebagaimana juga telah menetapkan berbagai kewajiban
terhadap mereka. Ketika Islam menetapkan semua itu, tidak lain Islam
menetapkannya sebagai hak dan kewajiban terkait dengan kemaslahatan pria dan
wanita menurut pandangan asy-Syâri„ )Sang Pembuat Hukum(. Sekaligus
menetapkannya sebagai solusi atas perbuatan-perbuatan mereka sebagai suatu
perbuatan tertentu yang dilakukan oleh manusia tertentu. Islam menetapkannya satu
bagi pria dan wanita ketika karakter kemanusiaan keduanya mengharuskannya satu.
Sebaliknya Islam menetapkannya berbeda ketika karakter masing-masing
mengharuskannya berbeda.
Kesatuan (kesamaan) dalam berbagai hak dan kewajiban antara pria dan wanita
itu tidak bisa disebut sebagai kesetaraan atau ketidaksetaraan (gender). Demikian
pula adanya perbedaan dalam sejumlah hak dan kewajiban di antara pria dan wanita
tidak bisa dilihat dari ada atau tidak adanya kesetaraan. Sebab, ketika Islam
memandang suatu komunitas masyarakat, baik pria atau wanita, Islam hanya
memandangnya sebagai komunitas manusia, bukan yang lain. Dan karakter
komunitas manusia tersebut bahwa di dalamnya terdapat pria dan wanita. Islam pun
telah mewajibkan aktivitas belajar-mengajar terhadap kaum Muslim, tanpa
membedakan pria dan wanita.
Allah swt menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam rumah tangga adalah bagi
kaum pria, karena Allah swt telah menetapkan berbagai taklif kepada merek, seperti
pemerintahan, imamah shalat, perwalian dalam pernikahan dan hak menjatuhkan
talak ada di tangan pria. Kepemimpinan tersebut juga dikarenkan berbagai beban
yang telah digantungkan oleh Allah di pundak kaum pria berupa taklif nafkah dalam
bentuk mahar, makanan, pakaian dan tempat tinggal. Sebagaimana Allah swt juga
telah menetapkan adanya bagi seorang suami untuk mendidk istrinya dengan cara
8
member nasihat yang baik. Sebaliknya, Allah SWT telah menetapkan bahwa hak
mengasuh anak yang massuh kecil baik laki-laki dan perempuan ada di tangan
wanita.
9
Penyebab kegoncangan pemikiran dan penyimpangan pemahaman dari kebenaran
ini, adalah serangan dahsyat atas kita yang dilancarkan oleh peradaban barat.
Peradaban Barat telah mengendalikan cara berpikir dan selera kita sedemikian rupa,
sehingga mengubah pemahaman kita tentang kehidupan, tolok ukur kita terhadap
segala sesuatu, dan keyakinan (qana'at) kita yang telah tertancap di dalam jiwa kita,
seperti semangat kita terhadap Islam atau penghormatan kita terhadap tempat-tempat
kita. Kemenangan peradaban Barat atas kita telah merambat ke seluruh aspek,
termasuk aspek pergaulan wanita.
Semua ini terjadi karena saat peradaban Barat muncul di negeri-negeri kaum
Muslim dan tampak pula produk-produk fisiknya serta keunggulan materialnya.
Banyak mata kaum muslim yang silau. Mereka pun bertaqlid pada produk-produk
fisiknya.
C. Rukun Nikah
1. Mempelai Laki-laki
Syarat sah menikah adalah memiliki pengantin pria pernikahan diawali dengan
akad nikah.
2. Mempelai Perempuan
Sahnya menikah kedua yakni ada mempelai perempuan yang halal untuk dinikahi.
Dilarang untuk memperistri perempuan yang haram untuk dinikahi seperti pertalian
darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.
4. Saksi Nikah
Pernikahan adalah sah jika ada pria terbaik. Tidak sah menikahi seseorang tanpa
saksi. Syarat menjadi laki-laki yang layak dinikahi adalah Islam, pubertas,
10
kecerdasan, kebebasan, kejantanan dan keadilan. Kedua saksi ini diwakili sebagai
saksi oleh anggota keluarga, tetangga, atau orang yang dipercaya.
2. Bukan mahram
Bukan mahram menandakan bahwa tidak terdapat penghalang agar perkawinan
bisa dilaksanakan. Selain itu, sebelum menikah perlu menelusuri pasangan yang akan
dinikahi.
Misalnya, sewaktu kecil dibesarkan dan disusui oleh siapa. Sebab, jika ketahuan
masih saudara sepersusuan maka tergolong dalam jalur mahram seperti nasab yang
haram untuk dinikahi.
11
keturunan. Jika dalam garis keluarga tidak ada wali silsilah, maka ada wali hakim,
tetapi juga ditentukan syarat-syaratnya.
4. Dihadiri saksi
Syarat sah nikah selanjutnya adalah ada dua orang saksi yang hadir di Ijab Kabul.
Mengingat saksi memegang peranan penting dalam akad nikah, maka mereka harus
beragama Islam, dewasa, dan mampu memahami makna akad.
6. Bukan Paksaan
Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari masing-
masing pihak, saling menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai dengan hadis Abu
Hurairah ra:
"Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai
pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya." (HR
Al Bukhari: 5136, Muslim: 3458).
Demikian rukun dan syarat nikah yang perlu diketahui pasangan yang hendak
melangsungkan pernikahan.
E. Larangan pernikahan
1. Nikah Mut’ah
Kata mut’ah dalam Bahasa Arab berasal dari kata mata’a-yamta’u-mat’an wa
muta’atan yang diartikan sebagai kesenangan, kegembiraan, kesukaan. Menurut
12
Sayyid Sabiq, penamaan mut’ah karena laki-lakinya bermaksud untuk bersenang-
senang sementara waktu saja.
Oleh sebab itu, nikah mut’ah lebih dikenal dengan istilah nikah kontrak atau
kawin kontrak. Disebut kontrak karena pernikahan ini dilakukan dengan perjanjian dan
jangka waktu tertentu. Setelah perjanjian selesai, maka kedua pasangan bisa berpisah
tanpa adanya talak dan harta warisan. Meskipun ada sejarah dalam Islam
membolehkan nikah mut`ah, tetapi pada akhirnya Rasulullah melarangnya.
Pernikahan ini dilarang karena dinilai lebih banyak merugikan pihak perempuan
karena harus berpindah-pindah kehidupan dari satu pernikahan ke pernikahan lainnya.
2. Nikah Syighar
Pernikahan ini masuk dalam pernikahan yang dilarang dalam Islam. Karena
pernikahan ini terjadi ketika seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat
orang yang menikahi anaknya itu mau menikahkan putri yang ia miliki dengannya,
dan keduanya dilakukan tanpa mahar.
Para ulama pun sepakat melarang pernikahan ini. Disebutkan dalam sabda Rasulullah
ﷺdalam hadis riwayat Abu Hurairah r.a, berkata:
“Rasulullah ﷺmelarang nikah syighar. Ibnu Namir menambahkan, “Nikah syighar
adalah seorang yang mengatakan kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan anak
perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan anak perempuanku’, atau
‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu
dengan saudara perempuanku’.” (HR. Muslim)
3. Nikah Tahlil
Nikah tahlil adalah menikahi wanita yang telah ditalak tiga kali, dan setelah masa
`iddahnya selesai lalu menceraikannya dan mengembalikannya kepada suami
pertamanya. Ini adalah salah satu perbuatan keji yang dibenci oleh Allah.
Seperti sebuah hadis dari Abu Dawud dan Ibnu Majah, yang artinya:
“Rasulullah ﷺmengutuk orang yang menjadi muhallil (suami pertama) dan muhallal
lah (suami sementara).”
13
4. Nikah dalam masa Iddah
Berbeda dengan nikah tahlil, pernikahan yang satu ini sudah sangat jelas dilarang
dalam agama Islam. Hal ini dikarenakan menikahi perempuan sedang dalam masa
`iddah. Seperti firman Allah SWT dalam potongan ayat dalam QS. Al-Baqarah ayat
235, yang berbunyi:
ُاب أ َ َجلَه
ُ َ َاح َحت َّ ٰى يَ ْبلُ َغ ا ْل ِكت
ِ ع ْق َدةَ النِك
ُ َو ََل ت َ ْع ِز ُموا
Artinya: "… dan janganlah kamu menetapkan akad nikah sebelum habis masa
idahnya."
5. Pernikahan Poliandri
Islam tidak melarang poligami. Tapi lain hal dengan kasus poliandri. Pernikahan
ini jelas dilarang oleh Islam, di mana perempuan menikahi laki-laki lebih dari satu.
Salah satu penyebab dilarangnya pernikahan poliandri ini karena dapat
menghancurkan fondasi dari masyarakat yang sehat. Sama halnya dengan pernikahan
syighar, poliandri dianggap banyak memberikan dampak buruk terhadap seorang istri
yang tentunya bisa berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anaknya.
Potongan ayat dalam QS. An-Nisa ayat 24 yang menyebutkan tentang larangan
pernikahan ini, yang berbunyi:
Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-
Nya atas kamu.” Ayat ini menerangkan bahwa salah satu kriteria wanita yang haram
untuk dinikahi adalah perempuan yang sudah memiliki suami.
6. Pernikahan dengan perempuan non-muslim selain Yahudi dan Nasrani atau beda
agama
Dalam pernikahan banyak sekali aturan dan syarat-syarat yang hendak dipenuhi.
Terutama tentang agama yang dianut, tentu saja Islam sudah mengatur semuanya.
Dalam aturan ini ada batasan-batasannya. Seperti, seorang laki-laki muslim dilarang
menikah dengan perempuan non-muslim, begitupun sebaliknya. Namun, jika
14
perempuan tersebut seorang Yahudi atau Nasrani, maka diperbolehkan. Seperti yang
disebutkan dalam firman Allah SWT QS. Al-Maidah ayat 5, yang berbunyi:
"Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli
Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu
menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-
perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas
kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk
menjadikan perempuan piaraan. Barang siapa kafir setelah beriman, maka sungguh
sia-sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi."
15
telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang."
16
Pernikahan Dibawah Tangan hukumnya sah karena telah terpenuhinya syarat dan
rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudharat. Perkawinan semacam ini termasuk
dalam kategori zina, berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
a. Perkawinan ini dilakukan tanpa pengetahuan wali perempuan, setiap perkawinan
yang dilaksanakan tanpa adanya wali maka perkawinan itu tidak sah. Hal ini
sangat bertentangan dengan maksud - maksud syari'ah
b. Karena tidak ada pemberitahuan dan walimah maka perkawinan ini tidak ubahnya
dengan zina tersembunyi.
c. Tanpa ada ketentuan yang menyediakan tempat dan mahar
2. Pentingnya Pencatatan Perkawinan
a. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan
Tiap - tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang melakukan
perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama
(KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan
itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).
b. Akibat Hukum Tidak Dicatatnya Perkawinan.
1) Perkawinan Dianggap tidak Sah
2) Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di
mata negara perkawinan Anda dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh
Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.
3) Anak Hanya Memiliki Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah baik teri maupun
anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah
ataupun warisan dari ayah. Namun demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi
mengabulkan permohonan Macicha Muktar sehingga anak hasil perkawinan
siri memiliki hubungan perdata dengan ayah.
17
dari suami jika ditinggal meninggal dunia. Selain itu sang istri tidak berhak atas harta
gono - gini jika terjadi perceraian
karena menurut hukum perkawinan tersebut dianggap tidak pemah terjadi. Secara
sosial, Perempuan yang perkawinan tidak dicatatkan sering dianggap sebagai istri
simpanan. Selain itu status anak yang dilahirkan sebagai anak tidak sah.
18
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia serta menimbulkan
akibat terhadap kehidupan manusia, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Suatu pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita bertujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera serta memperoleh keturunan.
Oleh karena itu, maka suatu pernikahan hendaknya dipersiapkan secara baik dan sesuai
dengan peraturan yang ada, sehingga tidak menimbulkan permasalahan dikemudian
hari.
Untuk memelihara kemaslahatan dalam pernikahan, yang bersangkutan mesti
memperhatikan dan mentaati peraturan agama dan negara dalam hal ini fiqih dan aturan
undang-undang. Dalam mencatatkan pernikahan mengandung manfaat atau
kemaslahatan, kebaikan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya apabila
perkawinan tidak diatur secara jelas melalui peraturan perundangan dan tidak dicatatkan
akan digunakan oleh pihak-pihak yang melakukan perkawinan hanya untuk kepentingan
pribadi dan merugikan pihak nlain.
19
DAFTAR PUSTAKA
Unknown. 2021. Syarat Sah Nikah. [Online] Tersedia: Rukun dan Syarat Sah Nikah
dalam Islam (cnnindonesia.com)
Fia Afifah R. 2022. Pernikahan yang dilarang dalam islam. [Online] Tersedia:
https://www.orami.co.id/magazine/amp/pernikahan-yang-dilarang-dalam-islam
Octri Amelia Suryani. 2021. Pernikahan yang dilarang dalam islam. [Online] Tersedia: 7 Jenis
Pernikahan yang Dilarang dalam Islam (oase.id)
Departemen pendidikan dan kebudayataan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1995.
Kementrian Agama, Syamil Al-Quran Miracle The Referance, Bandung, Sygma Publishing, 2010.
Karim Sa‟dawi Amru Abdul, Wanita dalam Fiqh Al-Qardhawi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2009.
Muhammad Syakir Syaikh Ahmad, Syaikh Mahmud Muhammad Syakir, Tafsir Ath-Thabari,
Jakarta, Pustaka Azzam, 2008.
Islam, Mengentaskan Kemiskinan Keluarga dan Bangsa, Muslimah HIzbut Tahrir, 2010.
Jawadi Amuli Ayatuullah, Keindahan Dan Keagungan Perempuan, Jakarta: Sadra Press, 2005.
20
Penerangan Hizbut Tahrir, Dari Mesjid al-Aqsha Menuju Khilafah; Sejarah Awal Perjuangan
Hizbut Tahrir, HTI Press: 2006.
M.Natsir, Fiqhud Da‟wah, Jakarta, Yayasan Cipta selecta dan Media Da‟wah, 2008.
Mohammad Herry, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20, Jakarta, Gema Insani, 2004.
21