Anda di halaman 1dari 13

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

NILAI MATEMATIKA SISWA


DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MASALAH NON-RUTIN

Nurul Ain Safura, Nyimas Aisyah, Cecil Hiltrimartin, Indaryanti


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya
email: safura0221@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah non-
rutin dalam pembelajaran matematika di SMA. Fokus kajiannya adalah kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah nonrutin yang meliputi nilai objekisme, nilai kendali, nilai misteri, nilai kemajuan,
nilai rasionalisme, dan nilai keterbukaan. Subjek penelitian ini ditentukan secara purposive, yaitu
berdasarkan keragaman jawaban. Subjek yang dipilih adalah enam siswa kelas X SMA di Palembang.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, tes, dan wawancara yang kemudian dianalisis secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kemampuan siswa dalam menyelesaikan
masalah non-rutin didominasi oleh nilai objekisme, kontrol, rasionalisme, dan kemajuan. Dua nilai lain yang
tidak dominan muncul adalah misteri dan keterbukaan.

Kata kunci: nilai matematika, masalah non-rutin

NILAI MATEMATIKA (MATHEMATICAL VALUE) SISWA PADA


PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN SOAL NON RUTIN

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan non
rutin pada pembelajaran matematika di SMA. Fokus penelitian adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal non rutin yang meliputi objektisme, nilai kontrol, nilai misteri, nilai kemajuan, nilai
rasionalisme, dan nilai-nilai. Adapun subjek penelitian ini dipilih secarabertujuan,berdasarkan
keragaman jawaban. Subjek yang terpilih adalah enam orang siswa kelas X SMA di Palembang. Data
dikumpulkan menggunakan observasi, tes, dan juga wawancara, yang kemudian di analisis secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal non rutinmasih didominasi pada nilai objektisme, nilai kontrol, nilai rasionalisme,
dan nilai kemajuan. Dua nilai lain yang tidak dominan muncul adalah nilai misteri dan nilai-nilai.

Kata Kunci: nilai matematika, soal non rutin

PENGANTAR Polya (1973) mendefinisikan pemecahan masalah


Kehidupan manusia tentu tidak akan pernah sebagai upaya mencari jalan keluar dari suatu kesulitan,
lepas dari suatu masalah. Tentu saja masalah ini harus mencapai suatu tujuan yang tidak dapat segera dicapai.
diatasi dan tidak dihindari. Dalam hal ini, kemampuan Menurut Polya, proses pemecahan masalah memiliki
pemecahan masalah memiliki peran yang sangat empat tahapan dalam pemecahannya, yaitu (1)
penting. Pemerintah tidak tinggal diam, pembelajaran memahami masalah, (2) merencanakan solusi, (3)
matematika yang diberikan kepada siswa pada setiap melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kembali.
jenjang pendidikan dengan tujuan tidak hanya Ketika siswa aktif melakukan keempat langkah tersebut,
menekankan pada hasil belajar tetapi juga diharapkan siswa secara optimal melibatkan diri untuk menentukan
mampu memecahkan masalah yang meliputi strategi dengan ide-ide terkait dalam memecahkan
kemampuan memahami masalah, merancang model masalah. Sejalan dengan hal tersebut, pentingnya
matematika, menyelesaikan model. dan pemecahan masalah juga tercermin dalam salah satu
menginterpretasikan solusi yang diperoleh (Depdiknas, indikator NCTM (2000) yang menyatakan bahwa
2006). Dari tujuan pembelajaran matematika di atas, program pembelajaran dari pra-anak sampai kelas XII
tampak bahwa tujuan pendidikan matematika di sekolah harus memungkinkan siswa untuk menerapkan dan
cenderung menitikberatkan pada kemampuan menyesuaikan berbagai strategi yang tepat untuk
pemecahan masalah. memecahkan. masalah.

400
401

Penyelesaian masalah kemampuan adalah sangat tidak sejelas prosedur yang telah dipelajari.
penting dalam matematika, tidak hanya bagi mereka yang
nantinya akan mempelajari atau mempelajari matematika Kenyataan yang terjadi, pendidikan
tetapi juga bagi mereka yang menerapkannya dalam bidang matematika yang dianggap penting ternyata
studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari (Ruseffendi, belum menunjukkan kondisi yang memuaskan
2006). Tentu saja masalah yang akan dihadapi tidak semua bagi dunia pendidikan Indonesia (Hasratuddin,
masalah matematika, tetapi kemampuan pemecahan 2008). Inti permasalahan dalam pendidikan
masalah yang dipelajari dalam matematika memiliki peran matematika di Indonesia adalah rendahnya mutu
yang sangat sentral dalam menjawab masalah sehari-hari. pendidikan yang ditunjukkan dengan rendahnya
Orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu prestasi belajar siswa baik dalam skala nasional
berpacu dengan kebutuhannya, menjadi pekerja yang lebih maupun internasional (Zulkardi, 2005). Prestasi
produktif, dan memahami persoalan kompleks yang terkait anak-anak Indonesia di bidang matematika selalu
dengan komunitas global (Wardhani, Wiworo, Guntoro, & merosot setiap kali laporan dikeluarkan oleh PISA
Sasongko, 2010). Inilah sebabnya mengapa matematika dan TIMSS.
masih dipelajari meskipun sudah di bangku kuliah. Berdasarkan laporan studi PISA, pada tahun
2000 Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 41
Masalah juga dapat dikaitkan dengan negara, pada tahun 2003 peringkat ke-38 dari 40
pemecahan masalah, tetapi tidak setiap negara, pada tahun 2006 peringkat ke-50 dari 57
masalah dapat disebut masalah. Masalah akan negara, pada tahun 2009 peringkat ke-61 dari 65
menjadi masalah hanya jika pertanyaan negara, pada tahun 2012 menempati urutan ke 64
tersebut menunjukkan tantangan yang tidak dari 65 negara dan tahun 2015 menempatkan
dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang Indonesia pada posisi ke-63 dari 70 negara (OECD,
diketahui pelakunya (Wijayanti, 2012). Soal 2016). Berdasarkan data hasil TIMSS 2011 untuk
terbagi menjadi dua jenis yaitu soal rutin dan kategori SMP Indonesia menduduki peringkat 38 dari
soal non rutin. Soal rutin adalah soal yang 42 negara (IEA, 2013), pada 2015 untuk kategori SD,
dapat diselesaikan dengan prosedur yang telah Indonesia menduduki peringkat 45 dari 50 negara
dipelajari. Sedangkan soal non-rutin adalah soal (IEA, 2015). Adapun OECD (2013), hampir 80% siswa
yang tidak memiliki prosedur tetap untuk Indonesia berada di level satu dan hanya 25% siswa
diselesaikan dan memerlukan penggunaan satu yang mencapai level dua ke atas. Analisis hasil TIMSS
atau lebih strategi untuk diselesaikan (Yazgan, 2015 menunjukkan bahwa siswa Indonesia
2016). Sedangkan untuk soal untuk cenderung menguasai soal-soal komputasi rutin,
menyelesaikan soal non-rutin, diperlukan sederhana, dan mengukur pengetahuan tentang
pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak fakta kontekstual sehari-hari (Tim Puspendik, 2016).
sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang Sangat disayangkan hal ini bisa terjadi karena data ini
telah dipelajari. Dalam situasi baru ini, ada menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia dalam
tujuan yang jelas untuk dicapai, bidang matematika sangat rendah di dunia
Pemberian soal pemecahan masalah matematika internasional. Padahal, tujuan pembelajaran
akan melatih dan membimbing siswa untuk matematika sesuai dengan Kurikulum 2013 adalah
menggunakan keterampilan dan konsep matematika siswa dituntut untuk mampu dan terampil dalam
yang sesuai yang telah dipelajarinya untuk memecahkan memecahkan masalah dan mengaitkan konsep-
masalah yang dihadapinya (Utari, Arista, & Fitri, 2016). konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari
Dengan pemberian soal yang tidak rutin, siswa akan (Kemendikbud, 2013).
terbiasa ditempatkan pada situasi dimana mereka harus Seperti diketahui, PISA berisi materi
berpikir matematis dan kemudian mahir dalam berpikir tentang soal rutin dan non rutin yang digunakan
matematis melalui situasi yang berulang-ulang. Dari untuk mengukur tingkat kemampuan pemecahan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan masalah matematis dengan 25% materi, bilangan
pemecahan masalah matematika nonrutin adalah bilangan, aljabar, dan statistika. Sangat
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah disayangkan materi ujian berstandar internasional
matematika yang berbentuk soal, tetapi masalah dalam hal ini adalah PISA yang diujikan tidak
tersebut membuat siswa tidak secara langsung semuanya dikuasai oleh siswa sehingga siswa
mengetahui bagaimana cara menyelesaikannya, perlu Indonesia tidak dapat menjawabnya karena
pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya adalah materi ujian tersebut

Nilai Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Masalah Non Rutin
402

yang disediakan adalah pertanyaan non-rutin nilai kemajuan menunjukkan kemampuan untuk

(Kesumawati, 2009). Begitu pula dengan penelitian menggeneralisasi tentang ide atau prosedur untuk
TIMSS, Noer (2009) mengatakan dari hasil penelitian memecahkan masalah matematika untuk digunakan
TIMSS terungkap bahwa siswa Indonesia lemah dalam situasi masalah lain, menunjukkan bagaimana
dalam menyelesaikan soal-soal non-rutin terkait menggunakan strategi penyelesaian non-rutin,
pembuktian dan pemecahan masalah yang membuat generalisasi berdasarkan contoh-contoh
memerlukan penalaran matematis, menemukan spesifik dan membangkitkan motivasi siswa dengan
generalisasi dan menemukan hubungan antar data sejarah perkembangan matematika (Bishop, 2000).
atau fakta yang diberikan. Artinya pembelajaran
matematika khususnya soal non-rutin perlu C. Keterbukaan - Misteri
dirancang agar dapat memicu siswa untuk mampu nilai keterbukaan menunjukkan bahwa kemampuan
menganalisis dan menggunakan matematika dalam untuk membahas dan menganalisis teorema, ide,
kehidupan sehari-hari. dan argumen matematika, sedangkan nilai misteri
Kurangnya keterampilan siswa dalam menunjukkan bahwa matematika memiliki
menyelesaikan soal-soal non-rutin, salah satunya hubungan, pola, dan kejutan di dalamnya.
karena siswa sendiri jarang diajarkan soal-soal Munculnya nilai-nilai matematika akan membuat
non-rutin (Doorman et al, 2007). Selama ini yang pembelajaran lebih berkesan, menarik, bermakna dan
diajarkan kebanyakan di sekolah adalah masalah bermanfaat bagi siswa. Hal ini karena nilai matematika
matematika tertutup dan dalam menyelesaikan akan membangkitkan rasa keindahan terhadap
masalah matematika tertutup tersebut, prosedur matematika, membangkitkan pemahaman tentang
yang digunakan hampir standar (Suandito, 2009). minat matematika dalam kehidupan dan dapat
Oleh karena itu, penggunaan soal non-rutin dalam membantu siswa menguasai kekuatan matematika
pembelajaran matematika harus lebih sering dengan lebih baik (NCTM, 1989).
diterapkan pada siswa di Indonesia dengan Penelitian tentang nilai matematika pernahmemiliki
harapan siswa memiliki kemampuan memecahkan dilakukan oleh Ali (2005). Penelitian ini menemukan
masalah yang seharusnya dimiliki oleh siswa. tiga perspektif pemikiran guru tentang makna nilai
Pertanyaan non-rutin adalah pertanyaan yang matematika, yaitu nilai matematika sebagai nilai
penyelesaiannya membutuhkan strategi yang murni, nilai matematika sebagai nilai intrinsik, dan
kompleks. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan soal nilai matematika sebagai nilai yang berguna dalam
non-rutin harus melibatkan aspek kognitif, efektif, kehidupan. Penelitian lain dilakukan oleh Seah &
dan psikomotorik. Aspek afektif yang paling dominan Bishop (2000), Dollah (2005), dan Resi (2012) yang
dalam hal ini adalah nilai matematika (nilai menemukan penerapan nilai matematika oleh guru
matematika) yang diterapkan siswa dalam dalam mengajar matematika di kelas. Terakhir
menyelesaikan masalah non-rutin (Aisyah, 2007). adalah penelitian Indaryanti, Aisyah, & Erfiani (2017)
Nilai matematis adalah kecenderungan seseorang yang menunjukkan bahwa siswa menerapkan nilai-
menuju pemahaman matematika yang lebih nilai matematika ketika menyelesaikan masalah
bermakna. Lebih lanjut, Seah & Bishop (2000) matematika dengan pemodelan. Nilai-nilai
mengidentifikasi tiga pasang nilai matematis yang matematika yang diterapkan siswa ini adalah nilai
saling terkait yaitu, rasionalisme-objektisme, kontrol- objekisme, nilai kontrol, nilai misteri, nilai
kemajuan, dan keterbukaan-misteri. rasionalisme, dan nilai kemajuan. Namun, dalam
A. Rasionalisme - Objekisme studi ini, pertanyaan yang digunakan hanya sebatas
Nilai rasionalisme menunjukkan kemampuan untuk pertanyaan rutin. Penelitian yang berfokus pada
menggunakan penalaran deduktif yang melibatkan ide-ide pemecahan masalah non-rutin belum dibahas secara
yang bergantung pada logika, hipotesis, dan argumen, mendalam. Oleh karena itu, penelitian ini akan
sedangkan nilai objektisme menunjukkan kemampuan mengkaji secara mendalam kemampuan siswa dalam
untuk menggunakan simbol-simbol yang dapat memecahkan masalah non-rutin dalam pembelajaran
menyimpulkan matematika yang memiliki bahasa abstrak matematika di SMA.
(Bishop, 1999; Seah & Bishop, 2000).
B. Kontrol - Kemajuan
Nilai kontrol menunjukkan kemampuan menggunakan METODE
aturan dan kemampuan menerapkan ide pada situasi Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, sedangkan dengan pendekatan kualitatif. Fokus studi ini

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2018, Th. XXXVII, No.3


403

adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan 5. Nilai kemajuan (kemampuan siswa untuk
soal non-rutin pada pembelajaran matematika di memecahkan masalah matematika dalam situasi
SMA Negeri di Palembang. Kemampuan adalah masalah lain atau siswa membuat kesimpulan
kemampuan; kecakapan; kekuatan (Kamus Pusat tentang sesuatu atau prosedur untuk
Bahasa, 2008). Sedangkan untuk penyelesaian memecahkan masalah matematika)
soal non-rutin, perlu pemikiran lebih lanjut karena 6. Nilai keterbukaan (kemampuan siswa menggunakan
prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan caranya sendiri dalam memecahkan masalah)
prosedur yang telah dipelajari, dalam situasi baru, Pada tahap implementasi, peneliti
ada tujuan yang jelas yang ingin dicapai, tetapi terlebih dahulu membimbing dan
cara untuk mencapainya. tidak serta merta mengamati 34 siswa melalui jawaban mereka
muncul di benak siswa (Aisyah, 2007). Subyek pada LKPD (Lembar Kerja Siswa). LKPD yang
penelitian ditentukansecara sengaja, berdasarkan berisi soal real non rutin dengan materi
keragaman jawaban. Subjek yang dipilih adalah Sistem Persamaan Tiga Variabel (SPLTV)
siswa kelas X SMA Negeri di Palembang tahun diberikan selama dua kali pertemuan,
ajaran 2017-2018 sebanyak enam orang. Keenam dengan tujuan membimbing siswa agar
siswa tersebut dipilih, karena memiliki beragam mampu menyelesaikan soal non rutin.
kemampuan dalam menyelesaikan soal non-rutin Kemudian diberikan tes tertulis berupa tiga
dilihat dari aspek nilai matematika, mendapatkan soal tidak rutin tentang materi SPLTV kepada
rekomendasi dari guru dan bersedia terlibat siswa kelas X SMA di Palembang. Dalam
dalam penelitian. mengerjakan soal tes siswa diberi batas
waktu 90 menit. Soal non-rutin yang
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan digunakan peneliti sebagai soal tes adalah
soal non-rutin meliputi nilai objektivitas, nilai soal yang telah dikembangkan dalam
kontrol, nilai misteri, nilai kemajuan, nilai penelitian Indaryanti, Aisyah, Astuti, &
rasionalisme, nilai keterbukaan dengan Winarni (2017). Dari ketiga soal yang diujikan
indikator sebagai berikut. kepada siswa, tidak semua indikator dapat
1. Nilai objektisme (kemampuan siswa menerjemahkan muncul pada setiap soal,
masalah sehari-hari dalam kalimat matematika yang Dalam penelitian ini, kemampuan subjek
lebih sederhana dengan menggunakan simbol-simbol) dalam menyelesaikan soal non-rutin dikategorikan
2. Nilai kendali (kemampuan siswa menggunakan aturan menjadi tiga kategori yaitu kategori tinggi,
atau rumus dalam menyelesaikan masalah sedang, dan rendah yang dikategorikan dengan
matematika) melihat banyaknya nilai matematika yang muncul
3. Nilai misteri (kemampuan siswa dalam memecahkan pada subjek melalui observasi, analisis hasil
masalah yang berkaitan dengan keindahan/keunikan menulis. tes, dan wawancara. Dari hasil analisis
dalam matematika) tes tertulis, peneliti memperoleh gambaran
4. Nilai rasionalisme (kemampuan siswa untuk kemampuan 34 siswa. Kemudian dipilih sembilan
menyelidiki kebenaran langkah-langkah siswa sebagai calon subjek yang memiliki jawaban
penyelesaian masalah matematika atau siswa beragam. Sembilan siswa kemudian didiskusikan
menggunakan manipulasi matematika dalam dengan guru. Kemudian, guru merekomendasikan
menyelesaikan tugas) enam dari sembilan

Tabel 1. Munculnya Indikator Kemampuan Menyelesaikan 3 Soal Non Reguler pada Soal
Tes

Masalah Nilai Matematika Siswa Menyelesaikan Soal Tidak Rutin Total


tidak.
Objekisme Kontrol Misteri Rasionalisme Kemajuan Keterbukaan -

1. - - - - - - 5
2. - - - - - - 4
3. - - - - - - 3
Jumlah 12
Perkataan
- : Indikator dapat muncul
- : Soal tidak mendukung untuk memunculkan indikator

Nilai Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Masalah Non Rutin
404

mahasiswa sebagai calon mata kuliah. Peneliti dan 6 merupakan indikator non-dominan yang muncul pada
meminta kesediaan enam calon subjek untuk diteliti siswa.
lebih lanjut yaitu diwawancarai dan semuanya setuju. Nilai yang diperoleh subjek kemudian
Maka dari proses ini dipilih enam orang sebagai diklasifikasikan menurut kategori yang telah
subjek dalam penelitian ini (Dollah, 2007). Keenam dibuat oleh peneliti berdasarkan modifikasi
orang tersebut merupakan siswa yang memiliki Aisyah (2016) dan Arikunto (2015). Seperti
kemampuan dan motivasi yang heterogen. Setelah pada tabel 3 di bawah ini:
subjek penelitian ditentukan, peneliti mulai
melakukan wawancara. Wawancara yang digunakan Tabel 3. Klasifikasi Kategori Kemampuan
dalam penelitian adalah wawancara semi terstruktur Menyelesaikan Soal Non Rutin
dengan menggunakan pedoman wawancara yang
Jumlah indikator yang Kemampuan
berasal dari pengembangan topik dan disajikan Tidak.
muncul (dari 3 pertanyaan) Kategori
dengan lebih fleksibel, tujuannya untuk
1. 11-12 Tinggi
memperdalam informasi tentang kemampuan siswa 2. 9-10 Medium
dalam menyelesaikan soal-soal nonrutin yang telah 3. 0-8 Rendah

diperoleh dari data tes. Adapun penelitian ini,


wawancara dilakukan satu kali untuk setiap subjek. Mata pelajaran yang dipilih meliputi mata pelajaran
berkemampuan tinggi (Mata Pelajaran AT dan NA), dua orang
HASIL DAN DISKUSI siswa berkemampuan sedang (mata pelajaran JP dan SW) dan
Hasil studi dua orang matematikawan berkemampuan rendah lainnya
Proses penelitian dari studi perencanaan (mata pelajaran MT dan WI). Hasil lengkap analisis data
meliputi penentuan dan pemilihan topik penelitian berdasarkan hasil pengujian juga didukung dengan wawancara
sekolah sebagai tempat penelitian, yang pada yang disajikan di bawah ini:
gilirannya dilakukan melalui tiga tahap penelitian, Nilai objekisme muncul pada jawaban semua mata
yaitu persiapan, pengumpulan data, dan analisis pelajaran pada soal nomor satu. Sebagai jawaban mata
data. Pada tahap analisis data, analisis pelajaran WI pada Gambar 1 menerjemahkan permasalahan
kemampuan subjek dalam menyelesaikan soal yang ada dengan membuat permasalahan tersebut menjadi
non-rutin didasarkan pada kemunculan indikator kalimat matematis yang lebih sederhana yaitu dengan
pada lembar jawaban subjek saat tes tertulis dan menggunakan simbol untuk Dika, untuk ayah, dan
menganalisisnya juga berdasarkan hasil untuk kakek.
wawancara. Tabel 2 berikut merupakan hasil
analisis data kemampuan berdasarkan tes tertulis
mata pelajaran.
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa informasi
dari tiga soal tes tertulis yang diberikan kepada siswa,
ternyata indikator 1, 2, dan 4 merupakan indikator yang Gambar 1. Jawaban Soal No. 1 dari
dominan muncul pada siswa. Untuk indikator 5 ternyata WI tunduk pada nilai objektivitas
masih ada siswa yang kemampuannya belum terlihat,
sedangkan indikator 3

Tabel 2. Kemampuan Mata Pelajaran Menyelesaikan Soal Non Rutin

Indikator / Masalah No
Kuantitas
Nama dari 1 2 3 4 5 6
-
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
SW - -- -- --- --- - ------ 12
tidak - -- -- --- --- - ---- x - 11
PADA - -- -- --- x -- - ----- x 10
JP - -- -- --- x -- - ---- xx 9
saya - -- -- --- x- - - - x- xxx 7
MT - -- -- --- x- - - - xxxxxx 6
Keterangan
- : Indikator nilai matematika yang muncul
x : Indikator nilai matematika tidak muncul
- : Masalah tidak mendukung untuk memunculkan indikator

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2018, Th. XXXVII, No.3


405

Sebagaimana menurut WI, ketika ditanya langkah ia anggap sebagai cara yang paling tepat untuk
pertama apa yang dipilihnya, subjek WI menjawab bahwa ia menemukan jawaban yang benar untuk soal
terlebih dahulu menyimbolkan data yang diketahui dengan nomor 2. Artinya, nilai kontrol memang muncul
tujuan agar data tersebut lebih detail. Artinya, meskipun pada subjek JP.
mata pelajaran WI merupakan mata pelajaran dengan Nilai misteri Subjek muncul dalam hal pemecahan
kategori kemampuan rendah, nilai objektivitas tetap dapat masalah yang berkaitan dengan keindahan atau keunikan
tampak padanya. matematika pada soal nomor 3 yang dapat diselesaikan
Nilai kontrol yang menggunakan aturan mata dengan berbagai strategi seperti yang ditunjukkan pada
pelajaran atau rumus juga muncul di semua mata pelajaran. Gambar 4. Dalam penelitian ini, nilai misteri hanya muncul
Nilai ini terlihat pada jawaban subjek pada soal nomor 1 dan pada mata pelajaran dengan kategori kemampuan tinggi
2. Untuk soal nomor 1, nilai kontrol dapat dilihat pada saja. , yaitu pada subjek SW dan subjek NA. Sedangkan pada
jawaban subjek SW. Mata pelajaran WI menggunakan mata pelajaran dengan kategori kemampuan sedang dan
konsep eliminasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. kemampuan rendah, nilai misteri ini tidak muncul. Untuk
Mata pelajaran membuat beberapa eliminasi pada subjek berkemampuan rendah dan berkemampuan sedang,
persamaan yang ada dan diproses mereka menyatakan telah mencoba menebak dan beberapa

data sampai diperoleh nilai . menghitung, tetapi mereka masih belum menemukan jawaban yang

benar. Ada juga subjek yang telah memberikan simbol baru untuk

lingkaran kosong yang bersangkutan, kemudian menggunakan

langkah-langkah sebagai materi SPLTV, namun ia juga tidak dapat

menemukan jawaban yang benar.

Gambar 2. Jawaban Soal No.1 Mata Pelajaran


SW untuk nilai kontrol

Kapan melakukan wawancara,


diperoleh informasi bahwa subjek mampu dan
memahami makna dari eliminasi yang dilakukan.
Sedangkan untuk soal nomor 2, nilai kontrolnya
dapat dilihat pada jawaban subjek JP seperti pada
gambar 3. Subjek JP melakukan eliminasi dan
substitusi untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Gambar 4. Soal nomor 3 mata pelajaran SW untuk
nilai misteri

Meskipun ketika mewawancarai subjek SW menyatakan


bahwa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan ini ia
menggunakan strategi menebak untuk menemukan
jawabannya, ternyata seperti pada Gambar 4 dapat dilihat
bahwa subjek SW mampu menemukan jawaban yang benar, ia
menemukan jawaban yang benar. jumlah yang sama untuk
setiap baris, yaitu 40.
Nilai rasionalisme muncul pada semua
Gambar 3. Soal No.2 dari materi JP untuk mata pelajaran, baik pada nomor 1 maupun
nilai kontrol pada soal nomor 2. Pada mata pelajaran JP, nilai
rasionalisme muncul pada pertanyaan nomor 1
Saat mewawancarai subjek menyatakan dan 2 ketika subyek menyelidiki langkah-
bahwa dalam menyelesaikan soal pada soal langkah yang benar dalam menyelesaikan soal.
nomor 2, subjek JP menggunakan eliminasi dan Berikut pada Gambar 5 jawaban JP subjek soal
substitusi yang telah dipelajarinya di SMP dan nomor 1 yang membuktikan hasil yang telah
juga di SMA. Menurutnya, langkah ini dipilih diperolehnya.
subjek karena eliminasi dan substitusi

Nilai Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Masalah Non Rutin
406

Saat diwawancarai antara peneliti dengan


subjek NA, menurut subjek NA kesimpulan dari hasil
tersebut adalah Dika dapat menyelesaikan pekerjaan
selama 12 jam, ayah dapat menyelesaikan pekerjaan
selama delapan jam dan kakek dapat menyelesaikan
pekerjaan selama 24 jam. Hasil wawancara yang
menyatakan telah diperolehnya waktu yang
dibutuhkan oleh Dika, bapak dan kakek seperti pada
Gambar 5. Jawaban Soal No.1 Mata Pelajaran JP
Gambar 7 juga mendukung munculnya nilai
untuk nilai rasionalisme
kemajuan subjek NA, adapun tampilan nilai kemajuan
pada Soal 2 dapat terlihat pada jawaban subjek AT
Ketika peneliti menanyakan apa tujuan dari
seperti yang ada pada gambar 8. Awalnya, langkah-
langkah yang dipilih oleh subjek JP seperti yang
langkah penting subjek untuk menyelesaikan
ditunjukkan pada Gambar 5, subjek JP menyatakan
masalah yang berkaitan dengan masalah berubah
bahwa hal tersebut dilakukan untuk membuktikan
nilai ini, kemudian akhirnya subjek
apakah jawaban yang diperolehnya benar atau tidak.
Adapun subjek MT nilai rasionalisme muncul ketika ia AT membuat kesimpulan akhir yaitu ke
memanipulasi soal nomor 1 dan 2. Subjek MT membuat menyelesaikan soal pada soal nomor 2.
data apa yang diketahui dan ditanyakan tentang soal
seperti pada Gambar 6 Soal di bawah ini.

Gambar 8. Soal jawaban no 2 mata pelajaran AT

Gambar 6. Soal jawaban no.2 mata pelajaran MT untuk nilai kemajuan


untuk nilai rasionalisme
Meskipun dalam wawancara antara
Pernyataan subjek MT kepada subjek AT dan peneliti, subjek AT menyatakan
peneliti berikut mendukung munculnya tidak mengetahui secara pasti berapa nilainya
nilai rasionalisme pada soal nomor 2: dari , tapi sebenarnya dia sudah membuat kesimpulan
“Ini dikenal sebagai , dan terus-menerus
ditanya (dalam hal). Nilai yang ditanyakan bahwa jawaban akhirnya adalah jadi nilai
kemajuan masih tetap pada subjek aT. Sedangkan
. NSsubjek menyatakan bahwa dia yang pertama
untuk soal nomor 3, nilai kemajuan dapat dilihat
membuat data diketahui dan pertanyaan yang diajukan.
pada jawaban subjek WI pada gambar 9. Saat
NS
peneliti melakukan wawancara dengan subjek WI,
Nilai kemajuan muncul di semua mata
subjek WI menyatakan bahwa ia telah mencoba
pelajaran. Pada soal nomor 1, 2, dan 3, subjek
menjawab dengan cara menebak-nebak tetapi
menarik kesimpulan tentang prosedur atau
hasilnya tampak tidak sesuai. Namun walaupun
prosedur pemecahan masalah yang ada Gambar 7
hasil yang diberikan subjek WI tidak benar,
menunjukkan munculnya nilai kemajuan pada
dimana setiap baris ada yang berjumlah 30, 33,
subjek NA. Subjek NA membuat kesimpulan dari
46, juga 48, sehingga jumlah angka pada satu
permasalahan pada soal nomor 1.
baris yang dia jawab tidak memberikan jumlah
yang sama. Sedangkan pada soal nomor 3 subjek
seharusnya dapat menemukan angka sehingga
jumlah setiap barisnya sama, namun tetap harus
diakui subjek WI telah membuat kesimpulan
seperti pada Gambar 9 di bawah ini:

Gambar 7. Jawaban Soal No.1 Mata Pelajaran


NA untuk nilai kemajuan

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2018, Th. XXXVII, No.3


407

Saat diwawancarai, subjek NA menyatakan bahwa dia


menggunakan trial and error beberapa kali untuk menemukan
jawaban yang benar, baru kemudian dia berhasil mendapatkan
jawaban yang benar.

Diskusi
Dalam pembelajaran matematika seharusnya
siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan melalui
mata pelajaran tetapi secara tidak langsung dididik
Gambar 9. Soal nomor 3 WI dengan melalui nilai-nilai yang ada dalam pembelajaran
nilai kemajuan (Othman, Zakaria, & Iksan, 2014). Bishop (2008)
mengidentifikasi tiga nilai matematis yang saling
Nilai keterbukaan subjek hanya berhubungan, yaitu rasionalisme-objektisme,
berdasarkan hasil analisis jawaban subjek tanpa kontrol-kemajuan, dan misteri-keterbukaan. Dalam
wawancara, kemudian nilai keterbukaan hanya kajian ini, ketiga nilai terkait dijabarkan lebih lanjut ke
muncul pada subjek SW yaitu jawaban dalam enam nilai yang masing-masing tetap
pertanyaan nomor 1, 2, dan 3, subjek NA pada bersinggungan, antara lain nilai objekisme, nilai
jawaban pertanyaan nomor 1 dan 3, subjek AT kontrol, nilai misteri, nilai rasionalisme, nilai
pada jawaban pertanyaan nomor 1 dan 2, dan kemajuan, dan nilai nilai keterbukaan.
JP pada jawaban pertanyaan nomor 1. Namun Keenam nilai tersebut memiliki deskriptornya
setelah wawancara dengan subjek SW dan masing-masing, termasuk deskriptor nilai objektisme yaitu
subjek AT dari jawaban mereka untuk masalah siswa menerjemahkan masalah sehari-hari ke dalam bentuk
nomor 2, kedua subjek tidak dapat menjelaskan kalimat matematika yang lebih sederhana dengan
nilai dari . Sehingga tidak tampak nilai menggunakan simbol-simbol. Deskriptor nilai kontrol siswa,
keterbukaan pada jawaban mata pelajaran SW yang menggunakan aturan atau rumus dalam memecahkan
dan mata pelajaran AT pada soal nomor 2. masalah matematika. Deskriptor adalah nilai-nilai misteri
Penampakan nilai keterbukaan mata pelajaran yang siswa kami pecahkan masalah yang berkaitan dengan
AT ditunjukkan pada Gambar 10: keindahan/keunikan dalam matematika. Deskriptor nilai
rasionalisme, yaitu siswa menyelidiki kebenaran langkah-
langkah dalam menyelesaikan masalah matematika atau
menggunakan manipulasi matematika dalam
menyelesaikan tugas. Deskriptor nilai kemajuan, yaitu siswa
Gambar 10. Soal 1 mata pelajaran AT untuk
membuat kesimpulan tentang suatu ide atau prosedur
nilai keterbukaan
untuk memecahkan masalah matematika. Terakhir,
deskriptornya adalah nilai keterbukaan, yaitu siswa
Subjek AT menyatakan bahwa jawaban akhir
memecahkan masalah dengan menggunakan metodenya
diperoleh bahwa Dika dapat menyelesaikan selama 12 jam,
sendiri.
ayah dapat menyelesaikan selama 8 jam dan kakek dapat
Berdasarkan hasil analisis data tes dan
menyelesaikan selama 24 jam. Hal ini juga mendukung
wawancara, indikator kemampuan siswa dalam
munculnya nilai kemajuan pada mata pelajaran AT.
menyelesaikan soal non-rutin menjadi mata pelajaran
Nilai keterbukaan juga tampak pada jawaban
yang dominan dalam penelitian ini, pada kenyataannya
soal nomor 3 seperti pada gambar 11 yang merupakan
hanya empat dari enam indikator yang diharapkan,
jawaban mata pelajaran NA. Dengan langkah trial and
antara lain nilai objektivitas, nilai kontrol, nilai
error, subjek NA mampu menemukan jawaban dengan
rasionalisme, dan nilai kemajuan. Sedangkan nilai
benar. Setiap baris memiliki jumlah yang sama dari 40,
misteri dan nilai keterbukaan menjadi nilai yang sedikit
seperti yang ditunjukkan pada gambar ini:
muncul. Nilai objektisme adalah nilai yang muncul pada
semua mata pelajaran. Subjek mampu menerjemahkan
masalah dalam bentuk soal cerita ke dalam bentuk
kalimat matematika yang lebih sederhana dengan
menggunakan lambang-lambang dan mengatakan
Gambar 11. Soal No. 3 NA mata pelajaran untuk
bahwa hal tersebut dilakukan untuk memudahkan
nilai keterbukaan
subjek dalam menyelesaikan soal. Nilai ini karena

Nilai Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Masalah Non Rutin
408

siswa terbiasa diajar oleh guru untuk menerjemahkan pendekatan modelling untuk mengarahkan siswa agar nilai-nilai
masalah dalam cerita masalah dengan simbol, dalam rasionalisme mereka dapat muncul.
mengajar guru secara tidak langsung Untuk nilai misteri yang hanya dikuasai oleh
mengimplementasikan kemampuan khusus ini kepada subjek dengan kategori kemampuan tinggi, sebenarnya
siswanya seperti yang dijelaskan Dollah (2005), umumnya hanya membutuhkan kemampuan subjek untuk terlebih
penerapan nilai objekisme secara implisit tersirat dalam dahulu memahami masalah, menemukan cara terbaik,
pengajaran di kelas, siswa menggambarkan makna dari kemudian menemukan solusi. Dua subjek yang
masalah yang mereka hadapi dengan cara memecahkan masalah nomor 3 dengan tepat, di mana
merepresentasikan masalah kembali ke dalam simbol atau pertanyaan ini mendukung munculnya nilai misteri
diagram untuk membantu dalam memahami masalah dan dengan coba-coba. Pada dasarnya masalah ini memang
kemudian menerapkan pemecahan masalah untuk dapat diselesaikan dengan cara menebak-nebak atau
membuatnya lebih mudah. Hal inilah yang membuat dalam coba-coba, namun tentunya diperlukan pemikiran lebih
semua mata pelajaran nilai-nilai objekisme muncul. lanjut untuk memecahkan masalah yang berkaitan
Kontrol nilai juga muncul di semua mata dengan nilai misteri ini, karena masalah yang diberikan
pelajaran. Nilai kontrol ini disebabkan oleh merupakan situasi baru yang belum pernah ditemui
pengalaman subjek untuk memecahkan masalah sebelumnya (Retnowati, Fathoni, & Chen, 2018).
sebelumnya. Subjek telah mempelajari dan Hal-hal yang membuat nilai misteri mayoritas
menggunakan aturan substitusi dan eliminasi subjek tidak muncul juga Yeo & Joseph (2009)
yang telah dipelajari selama SMP dan SMA pada menjelaskan bahwa masalah non-rutin, yaitu: “Itu
materi SPLDV. Sekarang, subjek menerapkannya harus cukup kompleks tetapi dapat didekati dan tidak
pada pertanyaan non-rutin yang dapat memerlukan matematika tingkat tinggi yang spesifik.
diselesaikan dengan SPLTV. Sternberg & ” Dengan kata lain, masalah non-rutin adalah
Sternberg (2012) menyatakan bahwa penggunaan masalah kompleks yang logis tetapi dapat
pengalaman sebelumnya merupakan pendekatan diselesaikan dan untuk menyelesaikannya tidak
analogi dalam pemecahan masalah. Serta Mairing memerlukan matematika tingkat tinggi tertentu.
(2017) mengatakan pemecah masalah yang baik Ditambah guru jarang memberikan jenis soal yang
memiliki rencana pemecahan masalah yang telah tidak rutin seperti soal yang diberikan oleh peneliti,
diselesaikan sebelum berguna dalam sejalan dengan pendapat Suandito (2009) bahwa
mengembangkan rencana untuk memecahkan guru masih banyak mengandalkan buku ajar
masalah yang dihadapi. Subjek mampu termasuk pemilihan materi tes untuk evaluasi siswa
menggunakan pengetahuannya untuk padahal buku ajar matematika berisi sedikit.
menyelesaikan masalah matematika yang ada pertanyaan tidak rutin.
hingga pada akhirnya dapat muncul nilai kontrol, Nilai kemajuan juga merupakan nilai yang
dominan. Mata pelajaran yang tidak muncul pada
Nilai rasionalisme juga menjadi nilai dominan nilai progres diduga karena mata pelajaran
yang muncul dalam penelitian ini. Dollah (2005) tersebut mengalami kesulitan dalam memahami
menyatakan “Nilai dominan nilai matematis adalah konsep operasi pada bentuk pecahan aljabar yang
nilai rasionalisme dan objekisme” dengan kata lain diberikan. Seperti halnya Widiyanti, Zubaidah, &
nilai dominan yang terlibat dalam nilai matematis Yani, (2015) tentang analisis kesulitan siswa dalam
adalah nilai rasionalisme dan nilai objekisme. Subjek menyelesaikan soal materi pecahan aljabar
mampu membuktikan untuk soal nomor 1 dan 2 ada menjelaskan bahwa kesulitan siswa terjadi karena
yang melakukan manipulasi matematika dengan siswa tidak memahami konsep operasi dalam
benar. Munculnya nilai rasionalisme juga disebabkan bentuk aljabar. Kelemahan dan kesulitan siswa
oleh model pembelajaran yang dipilih peneliti, dalam menjawab masalah pemecahan masalah
karena berdasarkan hasil penelitian Efriani, Aisyah, & disebabkan oleh rendahnya penguasaan
Indaryanti, (2017) tentang penggunaan LKS berbasis matematika, seperti konsep matematika (Hartati,
nilai kontrol dan nilai rasionalisme dalam Abdullah, & Haji, 2017). Padahal, dengan
pembelajaran. pemodelan matematika menunjukkan memecahkan masalah matematika, membuat
hasil kategoris yang baik untuk meningkatkan nilai matematika tidak kehilangan maknanya, karena
rasionalisme siswa. Seperti sebelumnya, peneliti suatu konsep atau prinsip akan bermakna jika
menggunakan LKPD dengan menggunakan a dapat diterapkan dalam pemecahan masalah
(Sunarto, Budayasa, & Juniati, 2017). Dia

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2018, Th. XXXVII, No.3


409

merupakan situasi yang memprihatinkan, karena mata atau prosedur untuk memecahkan masalah
pelajaran yang kemajuannya tidak muncul berarti matematika, dan memecahkan masalah dengan
kehilangan makna matematika itu sendiri. menggunakan metode mereka sendiri. Dua mata
Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan pelajaran lainnya mampu menerjemahkan
bahwa nilai keterbukaan menjadi nilai terkecil yang masalah menggunakan simbol, menggunakan
muncul. Siswa mengalami kesulitan menuangkan aturan atau rumus, menyelidiki kebenaran
pikiran atau idenya sendiri untuk memecahkan langkah atau menggunakan manipulasi
masalah. Penyebab hal tersebut dijelaskan dalam matematika dan menarik kesimpulan tentang ide
penelitian Mujulifah, Sugiatno, & Hamdani (2015) atau prosedur untuk memecahkan masalah
yang menjelaskan bahwa masih banyak siswa yang matematika. Sedangkan untuk kemampuan
kurang fasih dalam menyusun argumentasinya, menyelesaikan masalah dengan menggunakan
dikarenakan kurangnya siswa yang terlatih dalam metode sendiri, hanya muncul sedikit. Sedangkan
mengkomunikasikan pemahaman, ide atau kemampuan memecahkan masalah yang
gagasannya. , siswa cenderung meniru contoh berkaitan dengan keindahan/keunikan dalam
karena mereka tidak memiliki basis pengetahuan matematika tidak muncul sama sekali. Terakhir,
yang cukup untuk mencoba memecahkan masalah dua subjek hanya mampu menerjemahkan
dengan menggunakan argumen mereka sendiri masalah menggunakan simbol, menggunakan
(Retnowati, Ayres, & Sweller, 2018). Walaupun guru aturan atau rumus, dan menyelidiki kebenaran
cenderung memberikan kesempatan kepada siswa langkah atau menggunakan manipulasi
untuk mencoba menjawab sendiri, namun sayangnya matematika. Kemampuan menarik kesimpulan
seringkali guru membatasi strategi yang dapat atas ide-ide atau prosedur-prosedur pemecahan
digunakan oleh siswa, ditambah kemampuan siswa masalah matematika muncul hanya sedikit.
menjadi kurang berkembang karena siswa hanya Secara umum, kemampuan siswa dalam
terbiasa memperhatikan contoh kemudian mencatat menyelesaikan soal non-rutin masih didominasi oleh
penyelesaian yang ditunjukkan oleh guru (Juanti, kemampuan menerjemahkan masalah dengan
Santoso, & Hiltrimartin, 2016, 2005; Aisyah, 2016). menggunakan simbol-simbol yang merupakan bagian dari
Penyelesaian singkat tanpa memahami konsep lebih nilai objekisme, menggunakan aturan atau rumus yang
dalam mengakibatkan siswa mengalami kesulitan merupakan bagian dari nilai kontrol, menyelidiki kebenaran
dalam merangkai argumen untuk menunjukkan soal. langkah-langkah atau menggunakan manipulasi
pemahamannya, maupun dalam hal matematika yang merupakan bagian dari nilai rasionalisme
mempresentasikan hasil pemecahan masalah. dan menarik kesimpulan tentang ide-ide atau prosedur
Tidak munculnya nilai hal ini juga dikarenakan untuk memecahkan masalah matematika yang merupakan
pemahaman mata pelajaran dalam penelitian ini bagian dari nilai kemajuan. Sedangkan dua kemampuan
tidak berkaitan dengan pengetahuan lain tentang lainnya tidak dominan dalam pemecahan masalah non-rutin,
makna SPLTV, sependapat dengan Mairing (2017) yaitu kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan
bahwa ketidakmampuan disebabkan pemahaman dengan keindahan/keunikan dalam matematika dan
siswa terhadap SPLTV sebatas pengetahuan kemampuan menyelesaikan masalah dengan menggunakan
prosedural tanpa arti. Kondisi tersebut membuat metodenya sendiri. Kedua kemampuan ini berturut-turut
seluruh proses yang dilakukan siswa dalam merupakan bagian dari nilai misteri dan nilai keterbukaan.
menyelesaikan masalah matematika yang diberikan
dari awal dan akhir tidak memberikan hasil yang UCAPAN TERIMA KASIH
memuaskan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada FKIP
Universitas Sriwijaya yang telah memberikan hibah
KESIMPULAN PNPB FKIP Universitas Sriwijaya tahun anggaran 2017
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
bahwa ada dua subjek yang mampu melakukan semua
indikator yaitu indikator menerjemahkan masalah REFERENSI
menggunakan simbol, menggunakan aturan atau Aini, RN, & Siswono, TYE (2014).
rumus, memecahkan masalah yang berkaitan dengan Analisis pemahaman siswa SMP dalam
keindahan/keunikan matematika, menyelidiki kebenaran menyelesaikan masalah aljabar pada
langkah langkah atau menggunakan manipulasi PISA.MATHEdunesa JIPM. 3(2):158-164.
matematis, menarik kesimpulan atas ide-ide Diperoleh dari http://jurnalmahasiswa.

Nilai Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Masalah Non Rutin
410

unesa.ac.id/index.php/matedunesa/ menanamkan nilai-nilai matematika


article/view/8718/8768). dalam pengajaran matematika di sekolah
menengah). Jurnal Pendidikan Sains &
Aisyah, N. (2007). Pengembangan pembelajaran Matematik Malaysia, 2(1): 38-50.
matematika SD. Jakarta: Depdiknas. Diperoleh dari https://ejournal.upsi.edu.
saya/artikel/2016AR000884.
Aisyah. N.(2016). Penerapan nilai oleh guru
dalam pengajaran matematik di sekolah Doorman, M., Drijvers, P., Dekker, T., Heuvel-
menengah pertama Palembang. Disertasi. Panhuizen, M., de Lange, J. & Wijers, M.
Malaysia: U~PSI. ~ (2007). Pemecahan masalah sebagai
tantangan bagi pendidikan matematika
Ali, WZA, Husain, SKS, Ismail, H., Hamzah, di Belanda.Pendidikan Matematika ZDM.
R., Ismail, MR, Konting, M., Tarmizi, & RA 39(5- 6):405–418. doi: 10.1007/
(2005). Kefahaman guru tentang nilai s11858-007- 0043-2
matematik.Jurnal Teknologi. 43(E), 45–62.
doi: 10.11113/jt.v43.793. Efriani, A., Aisyah, N., & Indaryanti. (2017).
Penggunaan lembar kerja siswa berbasis
Arikunto, S. (2015). Evaluasi dasar-dasar nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada
pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. pembelajaran pemodelan matematika.
MATEMATIKA IDEAL. 4(6): 379-388.
Uskup, AJ (1999). pengajaran matematika dan Diterima dari http://idealmathedu.
pendidikan nilai – Persimpangan yang p4tkmatematika.org/ artikel/V4-No6-
membutuhkan penelitian. Pendidikan AEfriani.pdf.
Matematika ZDM. 31(1):1-4.
10.1007/978-0-387-09673- 5_16. Hartati, S., Abdullah, I., & Haji, S. (2017).
Efek kemampuan pemahaman
Uskup, AJ (2000, 3 November). Mengatasi konsep, kemampuan komunikasi
hambatan bagi demokratisasi pendidikan dan koneksi terhadap pemecahan
matematika. Kuliah reguler disampaikan masalah. HARUS. 2(1): 43-72. doi:
pada Kongres Internasional ke-9 tentang 10.22342/jpm.11.2.3354.
Pendidikan Matematika, Makuhari,
Jepang. Diperoleh dari http:// Hasratuddin. (2008). Masalahpembelajaran
www.education. monash.edu.au/ matematika sekolah dan alternatif
projects/vamp/mav98.html. pemecahannya. Pythagoras. 4(1):67-73.
doi: 10.21831/pg.v4i1.688
Uskup, AJ (2008). matematika guru
nilai-nilai untuk mengembangkan Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum
pemikiran matematis di kelas: teori, dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM
penelitian, dan kebijakan. Sang Press.
Pendidik Matematika. 11 (1/2), 79-88.
Diterima darihttps://www.researchgate.net/ IEA. (2013).TIMSS 2011 kelas 8 dirilis
publ icat ion/251676085_Teachers'_ item matematika. Inggris: Cambridge
Mathematical_Values_for_Developing_ International Examinations.
Mathematical_Thinking_in_Classrooms_
Theory_Research_and_Policy. IEA. (2015).Survei internasional: PISA, TIMSS,
PIRLS. Inggris: Cambridge International
Depdiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Examinations.
Kurikulum Standar Isi
Indaryanti, Aisyah, N., Astuti, P., & Winarni, S.
Dollah, MU (2005). Cabaran penerapan nilai (2017, 25-26 November). Pengembangan
matematik dalam pengajaran matematika Soal Non Rutin Matematika Berbasis Nilai
sekolah menengah (challenges of untuk Siswa SMA.

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2018, Th. XXXVII, No.3


411

Makalah dipresentasikan pada The First ekspresi ekspresi aljabar. JIPP. 4(1):
International Conference on Combinatorics, 1-12. Diperoleh dari http://jurnal.
Graph Theory and Network Topology, Jember, untan.ac.id/in dex.php/jpdpb/article/
Indonesia. view/8766/8729.

Indaryanti., Aisyah, N., & Efriani, A. NCTM. (1989).Kurikulum dan evaluasi


(2017, 21 Agustus). Penanaman nilai standar untuk matematika sekolah.
matematika dengan pemodelan matematika. Reston VA: Dewan.
Makalah dipresentasikan pada Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan NCTM. (2000).Prinsip dan standar untuk
Matematika, Palembang, Indonesia. matematika sekolah. AS: Dewan
Nasional Guru Matematika inc.
Juanti, L., Santoso, B., & Hiltrimartin, C.
(2016). Peningkatan Kemampuan Noer, SH (2009, 5 Desember). peningkatan
Pemecahan Masalah Siswa kemampuan berpikir kritis matematis
Menggunakan Model Pembelajaran siswa SMP melalui pembelajaran berbasis
Treffinger.Jurnal Tatsqif, 14(2), 198-217. masalah. Makalah ditolak pada Seminar
doi: 10.20414/jtatsqif.v14i2.1072. Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika. Jurusan Pendidikan
Kamus Pusat Bahasa. (2008).kamus bahasa Matematika FMIPA UNY, Yogyakarta,
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Indonesia. Diperoleh dari http://eprints.
uny.ac.id/7049/1/P34%20 Dra.%20
Kemendikbud. (2013).Kurikulum SMP/MTs. Nila%20Kesumawati.pdf.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
OECD. (2013).penilaian PISA 2012 dan
Kesumawati,N.(2009,5Desember).Peningkatan kerangka kerja analitis: matematika,
kemampuan memecahkan masalah membaca, sains, pemecahan masalah, dan
matematis siswa SMP melalui pendekatan literasi keuangan. Diperoleh dari https://
pendidikan matematika realistis. Makalah www.oecd. org/pisa.
dipresentasikan pada Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika OECD. (2016). Program untuk internasional
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA hasil penilaian siswa (PISA) dari PISA
UNY, Yogyakarta, Indonesia. Diperoleh dari 2015. Diperoleh dari https://www.
http://eprints.uny.ac.id/7049/ 1/P34%20 oecd.org/pisa.
Dra.%20 Nila%20Kesumawati.pdf.
Othman, N., Zakaria, E., & Iksan, Z. (2014). nilai
Leung, FKS, Graf, KD, & Lopez-Real, FJ dalam pengajaran matematika di institusi
(2006). Pendidikan matematika dalam pengajian tinggi. e-jurnal investigasi dan
tradisi budaya yang berbeda merupakan inovasi. 1(2):56-68. Diperoleh dari http://
studi banding Asia Timur dan Barat. rmc.kuis.edu.my/jpi/wpcontent/uploads/
Amerika Serikat: Springer Science + 2015/01/JPI 009.pdf.
Business media, Inc.
polia. G. (1973).Bagaimana mengatasinya. Princenton,
Mairing, JP (2017). kemampuan siswa sma New Jersey: Pers Universitas Princenton.
dalam menyelesaikan masalah sistem Diperoleh dari https://notendur.hi.is/hei2/
persamaan linear tiga variabel. AKSIOMA. teaching/Polya_HowtoSolve It.pdf.
6(1): 15-26. Diperoleh dari http://jurnal.
untad.ac.id/jurnal/index.php/AKSIOMA/ Resi, A. (2012). nilai-nilai matematika
article/view/8365/6641. (nilai matematika) pada pembelajaran
matematika di SMP Negeri 15
Mujulifah, F., Sugiatno, & Hamdani. (2015). Palembang: Universitas
Palembang.Skripsi.
Literasi matematis siswa dalam Sriwijaya.

Nilai Matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Menggunakan Masalah Non Rutin
412

Retnowati, E., Ayres, P., & Sweller, J. (2018). Utari, T., Arista, EDW, & Fitri, A. (2016, 5
Efek belajar kolaboratif ketika siswa November). Masalah non rutin dalam buku
memiliki pengetahuan yang lengkap atau ajar matematika untuk meningkatkan
tidak lengkap. Psikologi kognitif. kemampuan berpikir kreatif. Makalah
30(3):349-367. doi: 10.1002/acp.3444. dipresentasikan pada Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika UNY
Retnowati, E., Fathoni, Y., & Chen, O. (2018). 2016, Yogyakarta, Indonesia. H-34:484-493.
Akuisisi keterampilan pemecahan masalah Diperoleh dari http://seminar.uny.ac.id/
matematika: belajar dengan mengajukan semnasmatematika/ sites/seminar.uny.
masalah atau dengan pemecahan masalah. ac.id.semnasmatematika/files/PM-79.pdf
Cakrawala Pendidikan. 37(1):1-10. doi:
10.21831/cp.v37i1.18787. Wardhani,S.,Wiworo, Guntoro,ST,&Sasongko,
HW (2010). Mempelajari kemampuan
Ruseffendi, H. (2006). Pengantar kepada memecahkan masalah matematika di SMP.
membantu guru mengembangkan Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
kompetensinya dalam pengajaran
matematika untuk meningkatkan CBSA. Widiyanti, P., Zubaidah., & Yani, A. (2015).
Bandung: Tarsito. Analisis kesulitan siswa dalam
menyelesaikan materi bentuk aljabar
Seah, WT, & Bishop, AJ (2000, 24-28 April). di kelas VIII SMP. JIPP. 4(9): 1-17.
Nilai dalam buku teks matematika: Diperoleh dari http://jurnal. untanac.
Pandangan melalui dua wilayah id/ index.php/ jpdpb/artikel/view/
Australasia. Makalah dipresentasikan di 11534/10894.
81NS. Pertemuan Tahunan Asosiasi Riset
Pendidikan Amerika, New Orlean, LA. Wijayanti, D. (2012). Analisis soal pemecahan
Diperoleh dari http:// masalah pada buku sekolah elektronik
www.education.monash.edu. au/ pelajaran matematika SD/MI. Majalah
projects/vamp/AERA_2000_VAMP. pdf. Ilmiah Sultan Agung Semarang.
50(126)::1-12. Diperoleh dari http://
Sternberg, RJ, & Sternberg, K. (2012). jurnal. unisula. ac. id/indeks. php /
Psikologi kognitif (6 ed.). Belmont, CA: majalahilmiahsultanagung/artikel /
Wadsworth Cengage Learning. lihat/57/51.

Suandito, B. (2009). Pengembangan soal Yazgan, Y. (2016). Siswa kelas empat dan non-rutin
matematika non rutin di SMA xaverius masalah: apakah strategi menentukan
4 Palembang.Tesis. Palembang: keberhasilan??. Jurnal Studi Pendidikan
Pascasarjana Unsri. Eropa. 2(4): 100-119. Diperoleh dari
https://oapub.org/edu/index.php/ejes/
Sunarto, MJJ, Budayasa, IK, & Juniati, D. article/view/242.
(2017). Profil proses berpikir mahasiswa
tipe penginderaan dalam memecahkan Yeo, & Yusuf, KK (2009). Sekunder 2
masalah matematika matematika. kesulitan siswa dalam memecahkan
Cakrawala Pendidikan. 36(2), 299-308. masalah nonrutin. Jurnal Pendidikan
doi: 10.21831/cp.v36i2.13119. Matematika. Diambil dari http://www.
cimt.org.uk/jurnal/yeo.pdf.
Tim Puspendik. (2016).Hasil TIMSS 2015
diagnosa hasil untuk perbaikan mutu Zulkardi. (2005). pendidikan matematika di
dan peningkatan capaian. Jakarta: Indonesia: beberapa masalah dan
Puspendik Balitbang. Diambil dari penyelesaiannya. Makalah disajikan di
http://puspendik. Kemdikbud.go.id/ Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap
seminar/upload/RahmawatiSeminar%20 pada FKIP UNSRI, Palembang.
Hasil%2TIMSS%202015.pdf.

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2018, Th. XXXVII, No.3

Anda mungkin juga menyukai