Anda di halaman 1dari 11

PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA PADA KONTEN

UNCERTAINTY UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

MAKALAH

OLEH
Evy Yosita Silva1)
evy.silva@yahoo.co.id
Zulkardi, 2) , Darmawijoyo3)

1) Mahasiswa Pascasarjana Unsri


2) Dosen Pascasarjana Unsri
3) Dosen Pascasarjana unsri
PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA PADA KONTEN UNCERTAINTY
UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Evy Yosita Silva1), Zulkardi2), Darmawijoyo3)

ABSTRAK

Berbagai jenis tes yang diselenggarakan secara internasional bisa dijadikan sebagai patokan
untuk menentukan sejauh mana siswa kita mampu bersaing dalam era globalisasi. Keterlibatan
Indonesia dalam Program for International Student Assessment (PISA) adalah dalam upaya
melihat sejauh mana program pendidikan di negara kita berkembang dibanding negara-negara
lain di dunia. PISA menggunakan pendekatan literasi yang inovatif, suatu konsep belajar yang
berkaitan dengan kapasitas para siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
mata pelajaran kunci disertai dengan kemampuan untuk menelaah, memberi alasan dan
mengomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan
permasalahan dalam berbagai situasi. Konsep belajar dalam PISA berhubungan dengan konsep
belajar sepanjang hayat, yaitu konsep belajar yang tidak membatasi pada penilaian kompetensi
siswa sesuai dengan kurikulum dan konsep lintas kurikulum, melainkan juga motivasi belajar,
konsep diri mereka sendiri, dan strategi belajar yang diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan soal-soal Matematika model PISA pada konten Uncertainty untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah siswa Sekolah Menengah Pertama yang valid dan praktis.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian pengembangan (development research) yang
terdiri dari analisis, desain, evaluasi dan revisi. Pengumpulan data dilakukan dengan
walkthrough, dokumen, dan tes. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX A SMPN 2 Lahat yang
berjumlah 28 orang, dengan kesimpulan (1) prototype soal yang dikembangkan telah memenuhi
kriteria valid dan praktis, (2) Berdasarkan proses pengembangan diperoleh bahwa prototype soal
yang dikembangkan memiliki efek potensial terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa SMPN 2 Lahat. Hal ini terlihat dari hasil tes siswa dengan rata-rata 56.54
dengan kategori cukup. Oleh karena itu soal-soal yang dikembangkan dapat digunakan.

Kata kunci: soal matematika, PISA, Uncertainty, kemampuan pemecahan masalah

PENDAHULUAN diselenggarakan secara internasional bisa


Matematika merupakan ilmu universal dijadikan sebagai patokan untuk menentukan
yang mendasari perkembangan teknologi sejauh mana siswa kita mampu bersaing
modern, mempunyai peran penting dalam dalam era globalisasi.
berbagai disiplin dan mengembangkan daya Keterlibatan Indonesia dalam Program
pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang for International Student Assessment (PISA)
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini adalah dalam upaya melihat sejauh mana
dilandasi oleh perkembangan matematika di program pendidikan di negara kita
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori berkembang dibanding negara-negara lain di
peluang dan matematika diskrit. Untuk dunia. Hal ini menjadi penting dilihat dari
menguasai dan mencipta teknologi di masa kepentingan anak-anak kita di masa yang akan
depan diperlukan penguasaan matematika datang sehingga mampu bersaing dengan
yang kuat sejak dini. negara-negara lain dalam era globalisasi.
Dalam menghadapi era globalisasi Penilaian PISA dapat dibedakan dari
saat ini, siswa-siswa di Indonesia harus penilaian lainnya dalam hal sebagaimana
mampu bersaing dengan siswa lain di berbagai disebutkan di bawah ini ( Hayat, 2009):
negara. Berbagai jenis tes yang
 PISA berorientasi pada kebijakan desain
dan metode penilaian dan pelaporan
disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing negara peserta PISA agar dapat
dengan mudah ditarik pelajaran tentang
kebijakan yang telah dibuat oleh negara
peserta melalui perbandingan data yang
disediakan.
 PISA menggunakan pendekatan literasi
yang inovatif, suatu konsep belajar yang Gambar 1.1 Rata-rata PISA Indonesia untuk
berkaitan dengan kapasitas para siswa Matematika, IPA, dan Bahasa (Stacey, 2010)
untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam mata pelajaran kunci Hal ini bisa jadi disebabkan kebijakan
disertai dengan kemampuan untuk pemerintah kita dengan adanya Ujian
menelaah, memberi alasan dan Nasional. Saat ini tolak ukur keberhasilan
mengomunikasikannya secara efektif, siswa sepertinya hanya terletak pada Ujian
serta memecahkan dan Nasional sebagai suatu tes formal yang mesti
menginterpretasikan permasalahan dalam ditempuh oleh peserta didik untuk lulus guna
berbagai situasi. melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
 Konsep belajar dalam PISA berhubungan Misalnya dari SMP ke SMA. Seperti kita
dengan konsep belajar sepanjang hayat, ketahui pada soal-soal ujian nasional lebih
yaitu konsep belajar yang tidak menekankan pada penguasaan keterampilan
membatasi pada penilaian kompetensi dasar (basic skill), namun sedikit atau sama
siswa sesuai dengan kurikulum dan sekali tidak ada penekanan untuk penerapan
konsep lintas kurikulum, melainkan juga matematika dalam konteks kehidupan sehari-
motivasi belajar, konsep diri mereka hari, berkomunikasi secara matematis, dan
sendiri, dan strategi belajar yang bernalar secara matematis. Seperti hasil
diterapkan. penelitian yang dilakukan oleh Sampoerna
 Pelaksanaan penilaian dalam PISA teratur Foundation menunjukkan bahwa sebaran soal
dalam rentangan waktu tertentu yang Ujian Nasional masih sangat kontekstual, yakni
memungkinkan negara-negara peserta penuh dengan penghitungan. Sehingga siswa
untuk memonitor kemajuan mereka sesuai banyak dituntut melakukan penghitungan
dengan tujuan belajar yang telah dengan menerapkan rumus-rumus tanpa
ditetapkan. menekankan problem solving atau penalaran
 Cakupan pelaksanaan penilaian dalam (Yuyun Yunengsih, 2008).
PISA sangat luas, meliputi 61 negara pada Soal-soal PISA sangat menuntut
tahun 2009. kemampuan penalaran dan pemecahan
masalah. Seorang siswa dikatakan mampu
Pada kenyataannya, dalam tes PISA menyelesaikan masalah apabila ia dapat
negara Indonesia masih berada pada level menerapkan pengetahuan yang telah
yang paling bawah. Hasil terbaru dari PISA diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru
2009 semakin melengkapi rendahnya yang belum dikenal (Wardhani, 2005).
kemampuan siswa–siswa Indonesia Di dalam soal-soal PISA terdapat
dibandingkan dengan negara-negara lain. delapan ciri kemampuan kognitif matematika
Semakin jelas bahwa kemampuan siswa yaitu thinking and reasoning, argumentation,
Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal communication, modelling, problem posing and
yang menuntut kemampuan untuk menelaah, solving, representation, using symbolic, formal
memberi alasan dan mengomunikasikannya and technical language and operations, and
secara efektif, serta memecahkan dan use of aids and tools. Kedelapan kemampuan
menginterpretasikan permasalahan dalam kognitif matematika itu sangat sesuai dengan
berbagai situasi masih sangat kurang. Dari 65 tujuan pembelajaran matematika yang terdapat
negara peserta PISA 2009, Indonesia pada kurikulum kita .
menempati posisi ke 61 untuk PISA Dari penjelasan di atas dapat
Matematika. disimpulkan bahwa soal-soal PISA bukan
Kenyataan tersebut dapat dilihat pada hanya menuntut kemampuan dalam
grafik berikut ini: penerapan konsep saja, tetapi lebih kepada
bagaimana konsep itu dapat diterapkan dalam
berbagai macam situasi, dan kemampuan
siswa dalam bernalar dan berargumentasi
tentang bagaimana soal itu dapat diselesaikan.
Penelitian ini bertujuan untuk: studi PISA adalah untuk menguji dan
1. Menghasilkan soal-soal Matematika model membandingkan prestasi anak-anak sekolah di
PISA pada konten Uncertainty untuk seluruh dunia, dengan maksud untuk
mengukur kemampuan pemecahan meningkatkan metode-metode pendidikan dan
masalah siswa Sekolah Menengah hasil-hasilnya.
Pertama yang valid dan praktis. Seseorang dianggap memiliki tingkat
2. Melihat efek potensial soal-soal model tingkat literasi matematika apabila ia mampu
PISA pada konten Uncertainty terhadap menganalisis, memberi alasan dan
kemampuan pemecahan masalah mengkomunikasikan pengetahuan dan
matematika siswa Sekolah Menengah keterampilan matematikanya secara efektif,
Pertama. serta mampu memecahkan dan
menginterpretasikan permasalahan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan matematika dalam berbagai situasi yang
manfaat bagi siswa dan guru: berkaitan dengan penjumlahan, bentuk dan
1. Manfaat bagi guru: ruang, probabilitas, atau konsep matematika
a. Menambah perbendaharaan soal-soal lainnya. PISA 2009 Assessment Framework
model PISA pada konten Uncertainty (OECD, 2009) mendefenisikan literasi
b. Diharapkan dapat digunakan sebagai matematika sebagai “…kemampuan untuk
model untuk mengembangkan soal- mengenal dan memahami peran matematika di
soal untuk pokok bahasan lain. dunia, untuk dijadikan sebagai landasan dalam
c. Sebagai apresiasi dalam perbaikan menggunakan dan melibatkan diri dengan
evaluasi pembelajaran. matematika sesuai dengan kebutuhan siswa
2. Manfaat bagi siswa: sebagai warga Negara yang konstruktif, peduli,
a. Menambah wawasan bagi siswa dan reflektif.” (OECD, 2009).
mengenai soal-soal yang lebih
mengutamakan kemampuan
penalaran dan pemecahan masalah. PISA Framework
b. Sebagai alat ukur untuk mengetahui Framework PISA Matematika
kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tiga dimensi: (i) isi atau konten
siswa. matematika; (ii) proses yang perlu dilakukan
siswa ketika mengamati suatu gejala,
menghubungkan gejala itu dengan
DASAR TEORI matematika, kemudian memecahkan masalah
yang diamatinya itu; dan (iii) situasi dan
Meskipun kita tidak pernah konteks. Seperti terlihat pada gambar berikut
memikirkannya, matematika adalah ilmu ini:
tentang sesuatu yang memiliki pola
keteraturan dan urutan yang logis.
Menemukan dan mengungkap keteraturan
atau urutan ini dan kemudian memberikan arti
merupakan makna dari mengerjakan
matematika.
Penyelesaian soal merupakan sarana
yang kuat dan efektif untuk belajar. Seperti
yang tertulis pada Standar NCTM (dalam
Walle, 2007) bahwa:
“Penyelesaian soal bukan hanya
sebagai tujuan dari belajar matematika,
tetapi juga merupakan alat utama untuk Gambar 2 . PISA Matematika Framework
belajar matematika…. Penyelesaian
soal merupakan bagian yang tak Konten dibagi menjadi empat bagian
terpisahkan dari semua proses belajar (Hayat, 2009) yaitu:
matematika, sehingga seharusnya tidak  Ruang dan bentuk (space and shape)
dijadikan sebagai bagian yang terpisah berkaitan dengan pokok pelajaran
dari program pengajaran matematika”. geometri. Soal tentang ruang dan bentuk
ini menguji kemampuan siswa mengenali
PISA adalah penilaian tingkat dunia bentuk, mencari persamaan dan
yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk perbedaan dalam berbagai dimensi dan
menguji performa akademis anak-anak representasi bentuk, serta mengenali cirri-
sekolah yang berusia 15 tahun, dan ciri suatu benda dalam hubungannya
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh dengan posisi benda tersebut.
Organisasi untuk Kerjasama dan  Perubahan dan hubungan (change and
Pengembangan Ekonomi (OECD). Tujuan dari relationships) berkaitan dengan pokok
pelajaran aljabar. Hubungan matematika soal yang berkaitan dengan pemecahan
sering dinyatakan dengan persamaan atau masalah dalam kehidupan tetapi masih
hubungan yang bersifat umum, seprti sederhana. Dengan demikian, siswa
penambahan, pengurangan, dan diharapkan dapat terlibat langsung dalam
pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan pengambilan keputusan secara
dalam berbagai symbol aljabar, grafik, matematika dengan menggunakan
bentuk geometris, dan table. Oleh karena penalaran matematika yang sederhana.
setiap representasi symbol itu memiliki 3. Komponen proses refleksi (reflection
tujuan dan sifatnya masing-masing, proses cluster)
penerjemahannya sering menjadi sangat Komponen refleksi ini adalah kompetensi
penting dan menentukan sesuai dengan yang paling tinggi yang diukur
situasi dan tugas yang harus dikerjakan. kemampuannya dalam PISA, yaitu
 Bilangan (quantity) berkaitan dengan kemampuan bernalar dengan
hubungan bilangan dan pola bilangan, menggunakan konsep matematika. Melalui
antara lain kemampuan untuk memahami uji kompetensi ini, diharapkan setiap siswa
ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu berhadapan dengan suatu keadaan
yang berhubungan dengan bilangan dalam tertentu. Mereka dapat menggunakan
kehidupan sehari-hari, seperti menghitung pemikiran matematikanya secara
dan mengukur benda tertentu. Termasuk mendalam dan menggunakannya untuk
ke dalam konten bilangan ini adalah memecahkan masalah. Dalam melakukan
kemampuan bernalar secara kuantitatif, refleksi ini, siswa melakukan analisis
merepresentasikan sesuatu dalam angka, terhadap situasi yang dihadapinya,
memahami langkah-langkah matematika, mengidentifikasi dan menemukan
berhitunhg di luar kepala, dan melakukan ‘matematika’ dibalik situasi tersebut.
penaksiran. Proses matematisasi ini meliputi
 Probabilitas dan ketidakpastian kompetensi siswa dalam mengenali dan
(uncertainty) berhubungan dengan statistic merumuskan keadaan dalam konsep
dan probabilitas yang sering digunakan matematika, membuat model sendiri
dalam masyarakat informasi. tentang keadaan tersebut, melakukan
Keempat konten matematika tersebut analisis, berpikir kritis, dan melakukan
adalah landasan untuk belajar matematika refleksi atas model itu, serta memecahkan
sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup masalah dan menghubungkannya kembali
keseharian. pada situasi semula.

Proses Matematika Konteks Matematika

PISA mengelompokkan komponen Dalam PISA, konteks matematika


proses ini ke dalam tiga kelompok (Hayat, dibagi ke dalam empat situasi ( Hayat, 2009)
2009) yaitu: sebagi berikut:
1. Komponen proses reproduksi 1. Konteks pribadi yang secara langsung
(reproduction cluster) berhubungan dengan kegiatan pribadi
Dalam penilaian PISA, siswa diminta untuk siswa sehari-hari. Dalam menjalani
mengulang atau menyalin informasi yang kehidupan sehari-hari tentu para siswa
diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi
diharapkan dapat mengulang kembali yang memerlukan pemecahan
defenisi suatu hal dalam matematika. Dari secepatnya. Matematika diharapkan dapat
segi keterampilan, siswa dapat berperan dalam menginterpretasikan
mengerjakan perhitungan sederhana yang permasalahan dan kemudian
mungkin membutuhkan penyelesaian tidak memecahkannya.
terlalu rumit dan umum dilakukan. 2. Konteks pendidikan dan pekerjaan yang
Tentunya keterampilan seperti ini sudah berkaitan dengan kehidupan siswa di
sering kita lihat dalam penilaian tradisional. sekolah dan atau di lingkungan tempat
2. Komponen proses koneksi (connection bekerja. Pengetahuan siswa tentang
cluster) konsep matematika diharapkan dapat
Dalam koneksi ini, siswa diminta untuk membantu untuk merumuskannya,
dapat membuat keterkaitan antara melakukan klasifikasi masalah, dan
beberapa gagasan dalam matematika, memecahkan masalah pendidikan dan
membuat hubungan antara materi ajar pekerjaan pada umumnya.
yang dipelajari dengan kehidupan nyata di 3. Konteks umum yang berkaitan dengan
sekolah dan masyarakat. Dalam kelas penggunaan pengetahuan matematika
ini pula, siswa dapat memecahkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
permasalahan yang sederhana. lingkungan yang lebih luas dalam
Khususnya, siswa dapat memecahkan kehidupan sehari-hari. Siswa dapat
menyumbangkan pemahaman mereka Kemampuan Pemecahan Masalah
tentang pengetahuan dan konsep Matematika Siswa
matematikanya itu untuk mengevaluasi Pemecahan masalah adalah proses
berbagai keadaan yang relevan dalam menerapkan pengetahuan yang telah
kehidupan di masyarakat. diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru
4. Konteks keilmuan yang secara khusus yang belum dikenal. Untuk menjadi seorang
berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang pemecah masalah yang baik, siswa
lebih bersifat abstrak dan menuntut membutuhkan banyak kesempatan untuk
pemahaman dan penguasaan teori dalam menciptakan dan memecahkan masalah
melakukan pemecahan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks
matematika. Konteks ini dikenal sebagai kehidupan nyata. Menurut Sumarno (dalam
konteks intra-mathematical. Syaban), aktivitas-aktivitas yang tercakup
dalam kegiatan pemecahan masalah meliputi:
mengidentifikasi unsur yang diketahui,
Setiap soal dalam PISA mencakup ditanyakan, serta kecukupan unsur yang
ketiga dimensi di atas, yaitu dimensi konten, diperlukan, merumuskan masalah situasi
proses, dan konteks. Ketiga komponen dalam sehari-hari dan matematik; menerapkan
PISA tersebut, dapat di lihat pada bagan di strategi untuk menyelesaikan berbagai
bawah ini (OECD, 2009) masalah (sejenis dan masalah baru) dalam
atau luar matematika;
menjelaskan/menginterpretasikan hasil sesuai
masalah asal; menyusun model matematika
dan menyelesaikannya untuk masalah nyata
dan menggunakan matematika secara
bermakna.
Menurut Polya (dalam Ruseffendi,
1991), untuk memecahkan suatu masalah ada
empat langkah yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Memahami masalah, kegiatan yang
dilakukan pada langkah ini adalah: apa
Gambar 3. Komponen PISA Matematika (data) yang diketahui, apa yang tidak
diketahui (ditanyakan), apakah informasi
Soal-soal itu disusun dalam berbagai cukup, kondidi (syarat) apa yang harus
format. Ada soal yang menuntut siswa untuk dipenuhi, menyatakan kembali masalah
menjawab pertanyaan dengan menggunakan asli dalam bentuk yang lebih operasional
kata-kata mereka sendiri. Pada beberapa soal, (dapat dipecahkan).
siswa diminta untuk menuliskan proses 2. Merencanakan pemecahannya, kegiatan
perhitungan sehingga dapat diketahui metode yang dapat dilakukan pada langkah ini
dan proses berpikir siswa dalam menjawab adalah: memcoba mencari atau
pertanyaan. Ada juga soal yang menuntut mengingat masalah yang pernah
siswa untuk menjelaskan lebih jauh lagi apa diselesaikan yang memiliki kemiripan
yang menjadi jawaban mereka. Seperti yang dengan masalah yang akan dipecahkan,
ditulis Gerry Shiel dkk dalam PISA mencari pola atau aturan, menyusun
Mathematics: A Teacher’s Guide bahwa format prosedur penyelesaian (membuat
dalam penilaian PISA adalah: konjektur).
1. Traditional multiple-choice item 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana,
2. Complex multiple-choice items kegiatan yang dapat dilakukan pada
3. Closed-constructed response items langkah ini adalah: menjalankan prosedur
4. Short-response items yang telah diibuat pada langkah
5. Open-constructed response items sebelumnya untuk mendapatkan
penyelesaian.
Konten Uncertainty dalam penilaian 4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil
PISA merupakan materi Statistik dan Peluang penyelesaian, kegiatan yang dapat
dalam kurikulum SMP. Konsep-konsep penting dilakukan pada langkah ini adalah:
pada konten Uncertainty ini adalah: menganalisis dan mengevaluasi apakah
 Menghasilkan data prosedur yang diterapkan dan hasil yang
 Analisis data dan menampilkan data / diperoleh benar, apakah ada prosedur
visualisasi lain yang lebihh efektif, apakah prosedur
yang dibuat dapat digunakan untuk
 Probabilitas
menyelesaikan masalah yang sejenis,
 Inferensi
atau apakah prosedur dapat dibuat
generalisasinya.
METODE PENELITIAN Uncertainty untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah
Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian matematika siswa Sekolah
Menengah Pertama. Desain produk
Penelitian dilaksanakan pada ini sebagai prototype. Masing-masing
semester genap tahun pelajaran 2010/2011. prototype fokus pada tiga
Subjek penelitian adalah siswa kelas IX SMPN karakteristik yaitu content, konstruk,
2 Lahat. dan bahasa.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Prototyping (validasi, evaluasi, dan revisi)
pengembangan atau development research Pada tahap ini produk yang telah
tipe Formative Evaluation (Tessmer, 1999). dibuat tadi dievaluasi. Dalam tahap evaluasi
Penelitian ini mengembangkan soal-soal ini produk diujicobakan. Ada 4 kelompok
matematika model PISA pada Konten ujicoba, yaitu:
Uncertainty untuk mengukur kemampuan (i) Expert reviews (uji pakar)
pemecahan masalah matematika siswa Hasil desain pada prototype pertama
Sekolah Menengah Pertama. yang dikembangkan atas dasar self
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu evaluation diberikan pada pakar
preliminary dan tahap formatif evaluation yang (expert review) . Produk yang didesain
meliputi self evaluation, expert reviews dan dilihat, dinilai, dan dievaluasi. Uji
one-to-one (low resistance to revision) dan validitas yang dilakukan adalah uji
small group serta field test (high resistance to validitas content, uji validitas konstruk,
revision)(Tessmer, 1993) dan uji validitas bahasa. Saran-saran
dari validator digunakan untuk merevisi
desain soal yang dibuat peneliti.
Tanggapan dan saran dari validator
tentang desain yang telah dibuat ditulis
pada lembar validasi sebagai bahan
untuk merevisi soal yang telah dibuat
(ii) One-to-one
Pada tahap ini, peneliti meminta dua
orang siswa sebagai tester dan
setelah itu siswa tersebut dimintai
komentar tentang soal yang telah
Gambar 4. Alur Desain Formative Evaluation dikerjakan. Komentar yang didapat
(Tessmer, 1993) digunakan untuk merevisi desain
perangkat pembelajaran yang telah
dibuat.
Prosedur penelitian
(iii) Small Group
Hasil revisi dari expert dan saran di
Prosedur penelitian ini dibagi dalam 3 tahapan, one-to-one pada prototype pertama
meliputi: dijadikan dasar untuk merevisi desain
Self Evaluation prototype pertama, yang selanjutnya
(i) Persiapan dinamakan prototype kedua. Pada
Pada tahap ini dilakukan analisis tahap ini dilakukan uji coba pada
terhadap kurikulum dan buku paket kelompok kecil non subjek penelitian.
siswa. Menentukan tempat dan Kelompok kecil ini terdiri dari 5 orang.
subjek penelitian dengan cara Siswa-siswa tersebut memiliki
menghubungi kepala sekolah dan karakteristik yang sama dengan
guru mata pelajaran matematika di karakteristik siswa yang akan dijadikan
sekolah yang akan dijadikan lokasi subjek penelitian. Selanjutnya mereka
penelitian serta mengadakan diminta untuk memberikan tanggapan
persiapan-persiapan lainnya, seperti terhadap produk yang dihasilkan .
mengatur jadual penelitian dan (iv) Field Test
prosedur kerjasama dengan guru Saran-saran serta hasil uji coba pada
kelas yang akan dijadikan tempat prototype kedua dijadikan dasar untuk
penelitian. merevisi desain prototype kedua. Hasil
(ii) Pendesainan revisi disebut prototype ketiga,
Pada tahap ini dilakukan diujicobakan ke subjek penelitian (field
pendesainan kisi-kisi dan soal-soal test), yaitu siswa SMPN 2 Lahat kelas
matematika model PISA pada konten IX yang menjadi subjek penelitian.
Prototype ketiga yang akan
diujicobakan pada field test haruslah Teknik Analisis Data
yang telah memenuhi kriteria kualitas. Analisis Deskriptif
Akker (1999) mengemukakan bahwa  Analisis deskriptif digunakan untuk
tiga kriteria kualitas adalah; validitas menganalisis data validasi ahli
(dari pakar, teman sejawat, dan guru dengan cara merevisi berdasarkan
matematika), kepraktisan wawancara atau catatan validator,
(penggunaannya mudah dan dapat dan pemeriksaan dokumen soal
digunakan untuk mengukur model PISA oleh validator dan guru.
kemampuan pemecahan masalah Hasil dari analisis akan digunakan
matematika siswa), dan efektifitas untuk merevisi soal-soal yang dibuat
(bagaimana kemampuan pemecahan oleh peneliti.
masalah matematika siswa pada soal  Analisis deskriptif ini juga digunakan
model PISA pada konten Uncertainty). untuk menganalisis data kepraktisan
Pada tahap ini hasil uji coba pada soal-soal model PISA, yang didapat
siswa kelompok kecil yang sudah berdasarkan pengamatan dan
direvisi merupakan hasil yang sudah temuan selama siswa small group
valid dan praktis sehingga soal-soal mengerjakan soal-soal. Hasil dari
matematika model PISA pada konten analisis ini juga akan digunakan
Uncertainty untuk mengukur untuk merevisi soal-soal yang dibuat
kemampuan pemecahan masalah oleh peneliti.
matematika siswa Sekolah Menengah
Pertama.dapat digunakan oleh guru
matematika SMP khususnya kelas IX. Analisis Data Tes Soal Model PISA
Analisis Data Tes soal-soal matematika
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data model PISA pada konten Uncertainty
Sesuai dengan jenis data yang ingin digunakan untuk mengukur kemampuan
diperoleh dalam penelitian ini, maka instrumen pemecahan masalah matematika siswa
penelitian yang digunakan adalah lembar Sekolah Menengah Pertama.
wawancara dan soal-soal matematika model Untuk mengukur kemampuan
PISA pada konten Uncertainty untuk mengukur pemecahan masalah matematika siswa
kemampuan pemecahan masalah matematika Sekolah Menengah Pertama dapat diketahui
siswa Sekolah Menengah Pertama. Data yang berdasarkan hasil tes soal-soal matematika
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah model PISA pada konten Uncertainty yang
dengan cara sebagai berikut: diberikan kepada siswa. Selanjutnya akan
dilakukan penyekoran terhadap jawaban siswa
(i) Walkthrough . Sistem penyekoran kemampuan tersebut
Walkthrough akan dilakukan terhadap dibuat seperti pada tabel berikut:
pakar (ahli) dan akan digunakan untuk
melihat validasi soal yang meliputi validasi Tabel 1. Sistem Penyekoran Kemampuan
content, validasi konstruk, dan validasi Pemecahan Masalah Siswa
bahasa.
Selanjutnya akan diberikan gambaran
tentang jumlah pakar, fokus yang akan
dibahas, kapan pelaksanaannya.
(ii) Dokumen
Untuk memperoleh data tentang
kepraktisan soal-soal matematika model
PISA pada konten Uncertainty untuk
mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa Sekolah
Menengah Pertama.yang dibuat oleh
peneliti yang meliputi kejelasan dan
keterbacaan soal.
(iii) Tes
Untuk mengukur kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika
model PISA pada konten Uncertainty
siswa Sekolah Menengah Pertama.
Tes ini dilakukan untuk melihat jawaban
siswa terhadap soal-soal model PISA
yang diberikan.
Uji Coba pada Small Group
Berdasarkan pedoman penskoran nilai
tes tersebut, selanjutnya skor yang diperoleh Tabel 3. Saran validator terhadap prototype 2
siswa akan diberikan penilaian dengan rumus: serta keputusaan langkah
Nilai siswa = x 100 tindakan revisi

Selanjutnya nilai siswa dianalisis secara


deskriptif kualitatif dan dikelompokkan dengan
kategori berikut:
Tabel 2. Kategori Nilai Tes

Field Test

Tabel 4. Distribusi Nilai Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika Siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahap awal ini, peneliti berhasil


membuat 17 soal model PISA pada konten
Uncertainty.
Perangkat soal yang dihasilkan pada
setiap prototype, divalidasi dengan
menggunakan teknik triangulasi.
Berdasarkan one-to-one evaluation
dan Expert Review yang diberikan secara
parallel, maka prototype 1 akan direvisi, Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa
keputusan revisi sebagai berikut: hanya 4 % siswa tergolong dalam kategori
Tabel 2. Saran validator terhadap Prototype 1 memiliki kemampuan pemecahan masalah
serta Keputusan Langkah Tindakan Revisi sangat baik dan hanya 32% siswa tergolong
dalam kategori memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang baik, ini berarti
hanya 36 % siswa di kelas uji coba memiliki
potential effect terhadap kemampuan
pemecahan masalah , setelah diberi soal-soal
matematika model PISA untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa .
Kevalidan tergambar dari hasil
penilaian validator, dimana semua validator
menyatakan produk soal model PISA pada
konten Uncertainty yang dibuat sudah baik,
berdasarkan content (soal sesuai kompetensi
dasar dan indikator), konstruk ( sesuai dengan
teori dan kriteria soal model PISA pada konten
Uncertainty : kaya dengan konsep, sesuai
level siswa, dan mengundang pengembangan
konsep lebih lanjut), dan bahasa (sesuai
dengan kaidah bahasa yang berlaku dan
EYD).
Kepraktisan soal model PISA pada
konten Uncertainty dilihat dari hasil
pengamatan pada uji coba small group,
dimana sebagian besar siswa dapat
menyelesaikan soal model PISA pada konten bahasa yang berlaku dan EYD). Selain itu
Uncertainty yang diberikan. Artinya soal model kevalidan soal model PISA ini tergambar
PISA pada konten Uncertainty yang dibuat setelah dilakukan analisis validasi butir
mudah dipakai oleh pengguna, sesuai alur soal pada kelas uji coba sebelum diadakan
pikiran siswa, mudah dibaca, tidak field test. Praktis tergambar dari hasil uji
menimbulkan penafsiran beragam, dan dapat coba small group dimana sebagian besar
diberikan serta digunakan oleh semua siswa. siswa dapat menyelesaikan soal model
Dan pada akhirnya hasil tes PISA pada konten Uncertainty yang
kemampuan pemecahan masalah matematika diberikan.
untuk soal model PISA pada konten 2. Berdasarkan proses pengembangan
Uncertainty, secara keseluruhan nilai rata-rata diperoleh bahwa prototype soal model
kemampuan pemecahan masalahnya adalah PISA pada konten Uncertainty yang
56.94. Nilai ini masuk dalam kategori dikembangkan memiliki efek potensial
kemampuan pemecahan masalah cukup. yang positif terhadap kemampuan
Artinya kemampuan pemecahan masalah pemecahan masalah matematika siswa,
matematika siswa yang diukur dengan soal- walaupun efek potensial tersebut hanya
soal model PISA pada konten Uncertainty dimiliki oleh sekitar 30% siswa.
pada kelas IX A SMPN 2 Lahat adalah
memiliki kemampuan pemecahan masalah Berdasarkan hasil penelitian dan
matematika yang terkategori cukup. Dapat kesimpulan di atas, maka dapat disarankan
dikatakan bahwa siswa sudah memahami sebagai berikut:
empat langkah yang harus dilakukan dalam 1. Bagi guru matematika, agar dapat
memecahkan suatu masalah, yaitu: menggunakan soal-soal model PISA pada
a. Memahami masalah konten Uncertainty yang telah dibuat
b. Merencanakan pemecahannya pada pokok bahasan Statistik dan
c. Menyelesaikan masalah sesuai Peluang untuk siswa kelas IX SMP ,
rencana sebagai alternatif dalam memperkaya
d. Memeriksa kembali prosesur dan hasil variasi pemberian soal matematika untuk
penyelesaian melatih berpikir kreatif siswa.
. 2. Bagi siswa, agar termotivasi untuk
Skor hasil evaluasi kemampuan mengerjakan soal-soal yang
pemecahan masalah pada field test dapat membutuhkan kemampuan penalaran,
dilihat pada tabel berikut: membiasakan diri untuk mengembangkan
Tabel 5. Skor Kemampuan Pemecahan kemampuan pemecahan masalah dalam
Masalah pada Field Test hal mengidentifikasi suatu permasalahan
dan menyatakannya kembali suatu
permasalahan dalam bentuk yang lebih
sederhana sehingga lebih mudah untuk
mencari penyelesaiannya melalui latihan-
latihan soal.
3. Bagi peneliti lain, agar dapat
dipergunakan sebagai masukan untuk
mendesain soal-soal model PISA pada
konten lainnya.
Dari hasil tersebut maka dapat
dikategorikan pemberian soal model PISA
pada konten Uncertainty dapat menimbulkan DAFTAR RUJUKAN
efek yang positif terhadap hasil tes siswa. Hayat, B. dan Yusuf, S. 2010. Mutu
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang Harini, Fina Listiana. 2006. Keefektifan Model
telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap
sebagai berikut : Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
1. Penelitian ini telah menghasilkan suatu Kelas VII SMPN 1 Wonosobo Tahun Pelajaran
produk soal matematika model PISA pada 2005/2006 pada Pokok Bahasan Segiempat.
konten Uncertainty untuk siswa kelas IX Skripsi. Jurusan Matematika FMIPA UNNES.
SMP yang valid dan praktis. Valid
tergambar dari hasil penilaian validator, OECD. PISA 2009 Assessment Framework.
dimana semua validator menyatakan (On line). Tersedia:
sudah baik berdasarkan content (sesuai http://www.oecd.org/dataoecd/11/40/4
kompetensi dasar, dan indikator), konstruk 4455820.pdf.
( sesuai dengan teori dan kriteria soal (diakses 12 Oktober 2010)
PISA), dan bahasa (sesuai dengan kaidah
Branch, K.L. Gustafson, & T. Plomp,
Syaban, M. Menumbuhkembangkan Daya (Eds.), Design Methodology and
Matematis Siswa. (Online) Development Research in Education
and Training (pp. 1-14). The
Shiel, Gerry dkk. 2007. PISA Mathematics: A Netherlands: Kluwer Academic
Teacher’s Guide. Stationery Office. D Publishers.

Stacey, Kaye. 2010. The PISA View of Wardhani, Sri. 2005. Pembelajaran dan
Mathematical Literacy in Indonesia. Penilaian Aspek Pemahaman Konse,
Journal on Mathematics Education Penalaran dan Komunikasi,
(IndoMS-JME). July, 2011, Volume 2. Pemecahan Masalah. Jogjakarta:
(online) Materi Pembinaan matematika SMP di
Daerah Tahun 2005 (PPPG
Tessmer, Martin. 1993. Planning and Matematika).
Conducting Formative Evaluations.
Philadelphia: Kogan Page Yunengsih, Yuyun. 2008 . Ujian Nasional:
Dapatkah Menjadi Tolak Ukur Standar
Nasional Pendidikan (Hasil Kajian
Van De Walle. 2008 .Matematika Sekolah
Ujian Nasional Matematika pada
Dasar dan Menengah Edisi keenam.
Sekolah Menengah Pertama). Jakarta:
Jakarta: Erlangga
Sampoerna Foundation
Van den Akker, J. 1999. Principles and
Methods of development Research. In
J. Van den Akker, N. Nieveen, R. M.

Anda mungkin juga menyukai