Anda di halaman 1dari 12

Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN PECAHAN DI SEKOLAH


DASAR

STUDENTS’ PERCEPTION ON FRACTION LEARNING IN ELEMENTARY SCHOOL

M. Yusuf Setia Wardana1 dan Aries Tika Damayani2


1Universitas
PGRI Semarang
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
ayuest@gmail.com

2Universitas PGRI Semarang

Semarang, Jawa Tengah, Indonesia


afinobiologi@yahoo.com

Abstrak
Belajar harus dimulai dengan pengenalan masalah atau dengan meningkatkan masalah yang
lebih nyata dengan menghubungkan pembelajaran ke kehidupan sehari-hari. Inilah yang
mendorong peneliti untuk mengidentifikasi persepsi siswa sekolah dasar dalam mempelajari
pecahan di sekolah dasar. Sehingga dosen dapat membekali keterampilan mengajar materi
pecahan yang harus dimiliki oleh seorang guru di sekolah dasar. Tujuan jangka panjang dari
penelitian ini adalah merancang buku teks dimana ada bahan pecahan untuk siswa sekolah
dasar. Tujuan khususnya penelitian ini akan digunakan sebagai bahan dalam bahan ajar
Pendidikan Matematika I. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Periset menggunakan metode wawancara, tes, observasi dan dokumentasi untuk
mengumpulkan data untuk mengidentifikasi persepsi siswa sekolah dasar tentang pembelajaran
pecahan. Setelah mendapatkan hasilnya, data dianalisis dengan cara mengurangi data,
menyajikan data, dan meringkas data.
Kata Kunci: Persepsi, Pecahan, Sekolah Dasar.

Abstract
Learning should begin with the introduction of problems or by raising more real problems by
linking learning to everyday life. This is what encourages researchers to identify the perceptions
of elementary school students in studying fractions in primary schools. So the lecturer can equip
the skills of teaching the fractional material that should be owned by a teacher in primary school.
The long-term goal of this research is to design textbooks in which there is fractional material for
elementary school students. Target in particular of this research will be used as an ingredient in
teaching materials of Mathematics Education I. The method that will be used in this research is
qualitative research. Researchers used interview, test, observation and documentation methods
to collect data to identify primary school students' perceptions of fractional learning. After
getting the results, the data is analyzed by reducing the data, presenting the data, and
summarizing the data.
Keyword: Perception, Fractional, Elementary School.

I. PENDAHULUAN sepenuhnya oleh kalangan masyarakat.


Gelegar pasar tunggal Asean 2015 Kehadiran pasar ini tampil dengan
Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) telah perspektif ekonomi saja, sehingga
menggema, informasi ini belum diterima masyarakat yang berada di luar ranah

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 451


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

ekonomi, tidak tahu atau bahkan tidak kepemimpinan, kerja sama, komunikasi
mau tahu. MEA telah di-launching pada 31 dan pengembangan pribadi.
Desember 2015, yang memungkinkan Proses pembelajaran yang tertuang
mudahnya mobilitas barang, jasa, dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
orang antarnegara di wilayah ASEAN. Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013
Tentu saja ini hal ini merupakan mengarahkan pada pembelajaran yang
kesempatan besar bagi Negara yang siap interaktif, inspiratif, menyenangkan,
bersaing, namun menjadi sesuatu yang menantang, memotivasi peserta didik
menakutkan bagi Negara yang tidak siap. untuk berpartisipasi aktif serta memberi
Berdasarkan data BPS 2014 menunjukkan ruang yang cukup bagi prakarsa,
bahwa penduduk Negara Indonesia di atas kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat
15 tahun yang bekerja, berdasarkan dan minat. Peraturan tersebut seirama
pendidikan secara berurutan adalah: SD dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
46,8%, SLTP 17,82%, SLTA 25,23% dan Kebudayaan RI No. 22 Tahun 2006yang
pendidikan tinggi 10,14%.Komposisi menyatakan bahwa mata pelajaran
mayoritas pekerja terletak pada lulusan matematika diberikan kepada seluruh
pendidikan dasar.Kurikulum di Negara peserta didik untuk membekali mereka
Indonesia seharusnya memiliki paradigma dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
yaitu menjadikan mata pelajaran dan sistematis, kritis, dan kreatif, serta
matakuliah sebagaialat kecakapan kemampuan bekerjasama. Pada peraturan
hidup. Keberhasilan siswa dan mahasiswa ini ditegaskan pula bahwa pembelajaran
sebaiknya diukurpada kecakapan untuk matematika di sekolah bertujuan agar
memperoleh kesuksesan hidup. Hal itu peserta didik memiliki kemampuan
menyebabkan lulusan pendidikan kita akan memecahkan masalah yang meliputi
dianggap mampu bersaing dalam kemampuan memahami masalah,
menghadapi dunia kerja. merancang model matematika,
Pemerintah dalam waktu yang singkat menyelesaikan model dan menafsirkan
dan cepat harus menyiapkan sekolah yang solusi yang diperoleh. Peningkatan
membekali kompetensi untuk berinovasi keterampilan berpikir tingkat tinggi telah
dan untuk membangun menjadi salah satu prioritas dalam
jaringan/networking. Kompetensi pembelajaran matematika sekolah.
berinovasi dapat dilakukan dengan Hal tersebut sangat perlu dipahami bagi
peningkatan berbagai keterampilan calon guru di sekolah dasar, termasuk
seperti, desain produk, dan penggunaan lulusan S1 PGSD Universitas PGRI
teknologi. Adapun kompetensi Semarang. Berdasarkan hasil wawancara
membangun jaringan dilakukan dengan dengan salah satu mahasiswa PGSD
pengembangan sikap dan mengelola semester I, mereka menganggap pelajaran
sumber daya manusia seperti, di SD sangat mudah termasuk salah

452 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

satunya mata pelajaran matematika. meliputi aspek bilangan, geometri,


Jawaban yang berbeda justru datang dari pengukuran dan pengolahan data. Pada
semester VII, yaitu mahasiswa yang telah struktur kurikulum PGSD Universitas PGRI
melaksanakan mata kuliah PPL 2. Mereka Semarang telah tersusun satu mata kuliah
mengatakan ada siswa yang masih yang fokus pada pembelajaran bilangan di
kesulitan dalam memahami mata sekolah dasar yaitu Pendidikan
pelajaran matematika. Mahasiswa Matematika I. Mata kuliah ini disiapkan
tersebut telah berupaya memecahkan untuk memberikan keterampilan pada
masalah yang dihadapi dengan bantuan mahasiswa dalam mengajar bilangan di SD
DPL dan guru pamong. Kesulitan tersebut kelas I – VI.
ada yang dapat teratasi dan ada pula yang Menurut Supinah (2010: 2)
belum teratasi. Kesulitan yang dihadapi pembelajaran hendaknya dimulai dengan
mahasiswa sendiri adalah mendiagnosis pengenalan masalah atau dengan
kesulitan yang dialami siswa saat belajar. mengajukan masalah-masalah yang lebih
Hal inilah yang menjadi pemikiran kami nyata dengan mengaitkan pembelajaran
selaku dosen pengampu mata kuliah pada kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang
matematika untuk mengantisipasi kendala mendorong peneliti untuk
yang mungkin dihadapi oleh mahasiswa mengidentifikasi persepsi yang dimiliki
PPL/Magang. siswa dalam mempelajari materi bilangan
Berdasarkan teori perkembangan di sekolah dasar. Sehingga kami dapat
kognitif, Piaget menyatakan anak sekolah membekali keterampilan yang seharusnya
dasar berada pada tahapan operasional dimiliki oleh seorang guru di sekolah dasar.
konkret. Pada tahap ini anak sudah Materi bilangan di sekolah dasar
mampu berpikir sistematis mengenai cakupannya antara lain: operasi hitung,
benda-benda dan peristiwa yang konkret pecahan, KPK dan FPB, penaksiran dan
(Susanto, 2014: 77). Berbeda sekali pembulatan, perbandingan dan bilangan
dengan calon guru yang melaksanakan PPL bulat. Selanjutnya yang akan menjadi
di sekolah dasar yang telah terbiasa fokus dalam penelitian ini adalah pecahan.
berpikir secara abstrak. Hal inilah yang Penelitian ini sangat penting dilakukan
kadang memicu kesulitan belajar anak di sebagai pijakan untuk penelitian
sekolah dasar tempat PPL, karena calon selanjutnya yaitu membuat buku teks yang
guru mengabaikan tingkat kemampuan mampu meningkatkan keterampilan
berpikir anak di sekolah dasar. Selain hal literasi matematis.
itu mahasiswa juga masih merasa kesulitan Berdasarkan uraian dari latar
dalam menjelaskan beberapa materi belakangdapat dirumuskan masalah yaitu,
dalam mata pelajaran matematika, persepsiapayang dimiliki siswa terhadap
termasuk di dalamnya materi bilangan. pembelajaran pecahan di sekolah dasar?
Ruang lingkup mata pelajaran matematika

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 453


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

II. METODE berbagai cara. Dalam penelitian ini bila


Pada penelitian ini, peneliti dilihat dari setting, data dapat
menggunakan pendekatan kualitatif. dikumpulkan pada settingalamiah, di
Pendekatan kualitatif merupakan suatu sekolah yang dilakukan dalam kurun waktu
pendekatan yang digunakan untuk satu semester.
memahami fenomena yang sedang terjadi Teknik pengumpulan data yang utama
secara alamiah (natural) dalam keadaan- adalah observasi tidak terstruktur,
keadaan yang sedang terjadi secara wawancara tidak terstruktur, dan
alamiah (Ahmadi,2014:15). dokumentasi. Peneliti mengobservasi
Penelitian kualitatif meneliti keadaan kegiatan proses belajar di kelas,
atau masalah yang sedang berlangsung, mewawancarai guru kelas di kelas empat
diharapkan dapat diperoleh informasi yang di SDN Batursari 05 Mranggen.
tepat dan gambaran yang lengkap 4. Pengecekan keabsahan data
mengenai masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2013:368)
Implementasi dalam penelitian ini adalah pengecekan keabsahan data dalam
peneliti mengidentifikasi persepsi apa yang penelitian kualitatif dapat dilakukan
dimiliki siswa sekolah dasar terhadap dengan tiga cara yaitu, perpanjangan
pembelajaran pecahan. pengamatan, peningkatan ketekunan
1. Setting penelitian dalam penelitian,triangulasi, diskusi
Penelitian ini dilaksanakan di dengan teman sejawat, analisis kasus
SDNBatursari 05 Mranggen. Waktu negatif, dan member check
penelitian ini dilaksanakan Tahun 5. Teknik analisis data kualitatif
Pelajaran2017/2018. Subyek penelitian Setelah proses pengumpulan data
yang digunakan adalah siswakelas 4 dilakukan, proses selanjutnya adalah
sebanyak enam orang. melakukan analisis data. Menurut Patton
2. Data dan sumber data dan Kartini dalam (Tohirin,
Sumber data kualitatif yang digunakan 2011:141)analisis atau penafsiran data
dalam penelitian ini yaitu data berupa hasil merupakan proses pengaturan data,
pekerjaan siswa yang diperoleh dari menyusun data ke dalam pola,
observasi tidak terstruktur, wawancara, mengategori dan kesatuan uraian yang
triangulasi, dandokumen yang berupa nilai mendasar. Sedangkan menurut Merriam
siswa dan foto-foto yang akan diubah dalam (Tohirin, 2011:141) menegaskan
dalam bentuk kata-kata atau bahwa analisis data merupakan proses
dideskripsikan dengan penjelasan. memberikan makna terhadap data yang
3. Metode pengumpulan data dikumpulkan.
Menurut Sugiyono (2013:308) Teknik analisis data dalam penelitian ini
pengumpulan data dapat dilakukan dalam terdiri dari tahap reduksi data, tahap
berbagai setting, berbagai sumber dan

454 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

penyajian data, tahap verifikasi/ penarikan domain terbaik yang diraih siswa adalah
kesimpulan. uncertainty anddata dengan skor 32.8,
sedangkan nilai changeand relationship,
III. HASIL DAN PEMBAHASAN space and shape, serta quantity rerata
A. Hasil skornya relatif sama. Uncertaintyand data
Pada studi ini persepsi siswa tentang merupakan konten yang paling mudah
pecahan ditunjukkan olehjawaban siswa dibandingkan dengan konten matematika
atas14 butir soal yang dikerjakan. Tingkat lainnya bagi sampel. Konten matematika
kesukaran ataupun proporsi menjawab ini mengukur kemampuan siswa dalam
benar pada setiap butir soal menunjukkan mengidentifikasi dan meringkas makna
tingkat pencapaian siswa pada setiap yang melekat dalam seperangkat data
butir. Dari hasil pengolahan data, ternyata yang ditampilkan dengan cara yang
cukup banyak siswa yang memberi berbeda; dan bagaimana memahami
jawaban tanpa penjelasan dan langkah dampak variabilitas yang melekat dalam
kerja dalam mengerjakan soal-soal sejumlah proses yang nyata (OECD, 2013).
tersebut. Hal ini menunjukkan siswa Lemahnya siswa pada konten change and
kurang mampu memberikan relationship, space and shape, serta
penjelasan/uraian/argument terhadap quantity menimbulkan pertanyaan tentang
persoalan matematika yang diujikan dalam kualitas pembelajaran yang dialami siswa
tes matematika tersebut. Berikut di kelas. Siswa ternyata kurang mampu
disampaikan capaian matematika siswa memahami materi ajar terkait konsep
yang dikaji berdasarkan konten, konteks, bilangan. Kondisi ini terjadi pada sampel
dan level kognitif. penelitian. Oleh karena itu, perlu dianalisis
lebih dalam tentang “error” jawaban
B. Pembahasan siswa, agar diketahui apakah terdapat
1) Capaian berdasarkan konten kesalahan sistematis dalam pemahaman
Sesuai desain tes internasional PISA, siswa. Hal ini dapat menjadi
butir soalliterasi matematika dibagi feedbackuntuk perbaikan kualitas
menjadi empat domain berdasarkan pembelajaran, perbaikan bahan ajar guru,
konten, yaitu change and relationship, dan bahkan penyempurnaan kurikulum
shape and space, quantity, dan uncertainty yang berlaku. Berkenaan dengan hal
and data. Fungsi aritmatika dan aljabar tersebut Walberg (1992), serta Wilkin,
terangkum dalam change and relationship, Zembilas, & Travers (2002) menyatakan
geometri dan pengukuran terangkum kualitas pembelajaran merupakan salah
dalam shape and space, konsep bilangan faktor yang turut menjadi determinan atas
terdapat pada quantity, sedangkan prestasi belajar akademik siswa (dalam
statistika dan data pada uncertainty and Umar & Miftahuddin, 2012).
data. Berdasarkan konten yang diujikan, 2) Capaian berdasarkan konteks

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 455


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

Berdasarkan konteks, butir soal lebih nyata dialami atau diketahui siswa
matematika terdiri atas empat domain, dibandingkan dengan konteks scientific
yaitu personal, occupational, societal, dan yang relatif abstrak, yaitu butir-butirsoal
scientific. Secara total, data menunjukkan yang diujikan berhubungan dengan
rerata skor tertinggi terdapat pada konteks penggunaan matematika dalam ilmu
occupational, yaitu mencapai skor 33,2. pengetahuan dan teknologi. Peningkatan
Rerata skor yang sedikit lebih rendah literasi matematika siswa dalam konteks
adalah pada soal dengan konteks societal scientific ini tentunya memerlukan guru
(32,7) dan personal (31,8), sedangkan yang memiliki kompetensi pedagogik yang
konteks scientific adalah yang paling baik, sehingga mampu menyampaikan
rendah rerata skor yang dicapai siswa proses pembelajaran berkualitas sebagai
(26,4). Dalam penjelasankerangka kerja salah satu faktor yang memengaruhi
PISA 2012 disebutkan bahwa scientific prestasi belajar.
berhubungan dengan penggunaan 3) Capaian Literasi Berdasarkan Level
matematika dalam ilmu pengetahuan dan Kognitif
teknologi (OECD, 2013). Capaian Soal-soal disusun berdasarkan
matematika siswa dalam konteks scientific levelkognitif yang beragam. Level terendah
ini adalah rendah di seluruh sampel yang hanya sekedar mengetahui hingga
penelitian. Rendahnya capaian literasi soal dengan level tertinggi untuk
siswa pada aspek konteks scientific dapat mengukur kemampuan siswa merefleksi.
dipahami karena tingkatabstraksi butir- Hasil tes siswa menunjukkan bahwa rerata
butir soal matematika scientific kiranya skor yang rendah terdapat pada soal-soal
lebih tinggi dibandingkan dengan level kognitif 6 dan level kognitif 5, yaitu
tigadomain lainnya (personal, societal, soal-soal dengan level kognitif yang
occupational). Sesuai dengan kerangka kompleks. Soal-soal dengan yang
PISA 2012 (OECD, 2013),butir-butir soal mengukur kemampuan berpikir tingkat
pada konteks personal mengukurliterasi tinggi (higher order thinking skills — HOTS)
siswa terkait masalah dan tantangan yang belum mampu dikuasai siswa dengan baik.
dihadapi individu dalam dunia nyata yang Merujuk taksonomi Bloom, dalam ranah
berhubungan dengan kehidupan sehari- kognitif,misalnya, berpikir tingkat tinggi
hari individu dan keluarga. Pada konteks meliputi analisis,evaluasi, dan mencipta.
societal, butir-butirsoal berhubungan Dalam pada itu, nilai pada level kognitif 4
dengan komunitas baik lokal, nasional atau mencapai rerata skor tertinggi, yaitu
global dimana individu menjalani 38,57(Gambar 4). Secara empirik, siswa-
kehidupannya; sedangkan pada konteks siswa lebih rendah proporsi yang
occupational, butir-butir soal berhubungan menjawab benar pada level kognitif 3 dan
dengan dunia kerja. Butir-butir soal pada level kognitif 2 dibandingkan level kognitif
ketiga domain konteks tersebut relatif 4. Hal ini diduga sebagian siswa peserta

456 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

tes sudah lupa atas materi ajar yang pelajaran penting bagi saya, karena
pernah diajarkan sebelumnya meskipun saya perlukan untuk belajar pada
soal-soal tersebut sesungguhnya lebih tingkat yang lebih tinggi. Tanggapan
sederhana tingkat kesulitannya. siswa atas pernyataan-pernyataan
4) Faktor-faktor yang memengaruhi mengenai persepsi terhadap
capaian persepsi pecahan matematika kemudian diolah
Selain mengumpulkan data siswa datanya dan dikelompokkan menjadi
melaluibuku tes matematika, studi ini juga tiga kategori, yaitu baik, sedang, dan
mengumpulkan data melalui wawancara. kurang. Untuk menjaring informasi
Berikut adalah hasil analisis variabel- tentang kepercayaan diri siswa
variabel determinan yang bersumber dari terhadap kemampuan matematika
tanggapan siswa, guru, dan kepala sekolah diajukan sejumlah butir pertanyaan,
pada sekolah sampel dengan rerata skor diantaranya: (1) saya merasa
matematika siswa. Analisis hubungan khawatir akan mengalami kesulitan
variabel dikelompokkan sesuai dengan untuk belajar matematika; (2) saya
kajian teoretik yang telah dikemukakan gugup bila menghadapi soal-soal
sebelumnya (Umar & Miftahuddin, 2012). matematika; dan (3) saya merasa
a) Faktor personal; Dalam kajian ini mudah mempelajari matematika.
variabel personal dilihat dari Tanggapan siswa pada pertanyaan-
tanggapan siswa tentang dua hal, pertanyaan tersebut kemudian
yaitu persepsi terhadap matematika dibuat indeks dengan tiga kriteria
dan kepercayaan diri siswa terhadap yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
kemampuan matematika. Butir-butir Data menunjukkan bahwa siswa
pertanyaan terkait persepsi dengan kepercayaan diri yang tinggi,
terhadap matematika berisi tentang rerata skor matematikanya juga
pandangan siswa tentang tinggi. Uraian di atas
kebermanfaatan matematika, mengungkapkan bahwa persepsi
sehingga siswa termotivasi untuk siswa yang positif atas mata
mempelajari matematika. Contoh pelajaran matematika berhubungan
pertanyaan tersebut di antaranya: secara linear positif dengan capaian
(1) mempelajari matematika dengan matematika yang dicapai siswa
usaha keras adalah bermanfaat, tersebut. Sikap positif atas mata
karena itu mendukung dalam pelajaran yang dipelajari mendorong
pekerjaan saya dikemudian hari; (2) motivasi belajar siswa yang tinggi.
belajar matematika adalah Demikian pula, terdapat
bermanfaat, karena akan kecenderungan siswa yang memiliki
meningkatkan karir saya; dan kepercayaan diri tinggi atas
(3) matematika adalah mata kemampuannya, maka capaian

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 457


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

matematika cenderung tinggi pula. semua sampel menunjukkan bahwa


Percaya diri siswa atas kemampuan persepsi siswa yang baik terhadap
yang dimiliki merupakancermin dari metode mengajar yang diterapkan
konsep diri (self-concept) – yaitu gurunya memiliki rerata skor yang
caraindividu memandang dirinya tinggi dibandingkan kelompok siswa
secara utuh yang berkembang yang persepsinya memadai ataupun
secara positif pada siswa. Temuan ini kurang. Pembelajaran kepada siswa
sesuai dengan pendapat Walberg juga dilakukan guru tidak hanya di
(dalam Umar dan Miftahuddin, kelas, tetapi juga dengan cara
2012) bahwa faktor personal dengan memberikan latihan-latihan
faktor-faktor lainnya secara bersama matematika yang dikerjakan di
memengaruhi capaian prestasi rumah (PR).
siswa. c) Faktor lingkungan; Terdapat
b) Faktor instruksional; Mutu sejumlah aspek dalam variabel
pembelajaran yang diperoleh siswa lingkunganyang diduga terkait
antaralain dapat dilihat dari dengan capaian literasi matematika
bagaimana metode pengajaran yang siswa, seperti status social ekonomi
tepat diterapkan, intensitas orang tua siswa, karakteristik guru,
pengajaran yang dilakukan, serta kondisi lingkungan dan budaya
kualitas penyampaian materi yang sekolah, media belajar yang dimiliki
disampaikan guru. Untuk sekolah. Berikut hasil analisis
mengetahui hal ini, salah satu butir hubungan variabel tersebut. Salah
pertanyaan yang diajukan adalah satu indikator status sosial ekonomi
penilaian siswa terhadap metode keluarga adalah pemilikan barang-
mengajar guru matematika. Berikut barang sekunder berharga dan
contoh pertanyaan yang menggali jumlah barang yang dimiliki keluarga,
persepsi siswa mengenai metode misalnya mobil, perangkat
ajar guru: (1) guru memberi komputer, dan telepon genggam.
pertanyaan yang membuat kami Kemudian, data diolah dan
mengingat kembali permasalahan dikelompokkan menjadi tiga kategori
yang diberikan; (2) guru memberi yaitu pemilikan barang yang kurang,
tugas yang membuat kami ada, dan berlebih. Hasil analisis
menghitung-hitung sendiri menunjukkan semakin banyak
penyelesaian soal; (3) guru barang sekunder yang dimiliki
memberi permasalahan dengan keluarga siswa, rerata skor siswa
penyelesaian yang jelas; dan (4) guru pada kelompok tersebut semakin
membantu kami untuk belajar dari tinggi. Hasil analisis juga
kesalahan yang kami buat. Hampir menunjukkan bahwa siswa yang

458 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

indeks kepemilikan barang memang lebih tinggidibandingkan


keluarganya tergolong kurang, rerata siswa yang gurunya memiliki
skor matematika siswanya juga penilaian lingkungan sekolah sedang
rendah. Latar belakang pendidikan dan kurang. Perbedaan antara
guru yangdisandang guru kelompok baik dan sedang dengan
memberikan kontribusi positif pada kelompok kurang juga cukup
capaian literasi matematika siswa. signifikan. Menurut Peterson,
Secara signifikan siswa yang diajar dampak lingkungan dan budaya
oleh guru yang berlatar belakang sekolah yang kondusif tampak pada
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, sikap guru-guru yang menyediakan
rerata skor siswanya lebih tinggi waktu untuk memperbaiki
dibandingkan siswa yang diajar oleh pengajaran, motivasi mereka
guru berlatar belakang pendidikan mengikuti lokakarya, dan
bukan Pendidikan Guru Sekolah keikutsertaan dalam aktivitas-
Dasar. Hal ini mengindikasikan aktivitas lainnya (Peterson, 2003).
bahwa kesesuaian latar belakang Pada gilirannya, para guru yang telah
pendidikan dan mata ajar yang memiliki berbagai kompetensi
diampu adalah hal yang sangat tersebut mampu melaksanakan
penting bagi tercapainya outcome proses pembelajaran bermutu yang
pendidikan yang diinginkan, berimplikasi pada peningkatan
sebagaimana arahan kebijakan prestasi belajar siswa. Dengan
pemerintah dalam PP No. 19 Tahun demikian dapat disimpulkan
2005 tentang SNP. Dalam PP bahwatemuan penelitian ini
tersebut dinyatakan pendidik harus menunjukkan terdapat sejumlah
memiliki kualifikasi akademik dan aspek dalam variabel lingkungan
kompetensi sebagai agen yang terkait dengan capaian
pembelajaran. Kualifikasi akademik matematika siswa tentang materi
ini dibuktikandengan ijasah yang pecahan, seperti status sosial
sesuai dengan bidang studiyang ekonomi orang tua siswa,
menjadi tugas pokoknya karakteristik guru, kondisi
(Departemen Pendidikan Nasional, lingkungan dan budaya sekolah.
2005). Selanjutnya, lingkungan dan Faktor lingkungan, secara bersama
budaya sekolah yang positif dengan faktor lainnya yaitu faktor
mendorong komunitas sekolah personal dan faktor intruksional,
untuk meningkatkan kinerjanya. cenderung memengaruhi capaian
Guru-guru yang menilai lingkungan literasi matematika siswa,
sekolahnya baik dan kondusif sebagaimana kajian teoretik yang
ternyatarerata skor siswanya

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 459


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

telah dikemukakan sebelumnya scientificini adalah rendah di seluruh


(oleh Umar & Miftahuddin, 2012). sampel penelitian. Selanjutnya ditinjau
dari aspek level kognitif, ternyata soal-soal
IV. PENUTUP yang mengukur kemampuan berpikir
Berdasarkan hasil penelitian dan tingkat tinggi (higher orderthinking skills-
pembahasan diatas, dapat disimpulkan HOTS) belum mampu dikuasai siswa
hal-hal berikut. Pertama, capaian dengan baik.
persepsipecahan siswa yang menjadi Hasil studi juga mengungkapkan
sampel studi ini masih rendah, meskipun terdapat sejumlah faktor yang berperan
soal-soal telah disesuaikan dengan konteks besar dalam mewujudkan capaian
Indonesia. Pilihan jawaban atas butir-butir matematika, yaitu faktor personal, faktor
soal matematika dijawab siswa tanpa instruksional, dan faktor lingkungan.
penjelasan dan langkah kerja Dalam kajian ini, faktor personal dilihat
perhitungannya. Hal ini menunjukkan dari (1) persepsi siswa terhadap pecahan
siswa kurang mampu memberikan uraian dan (2) kepercayaan diri siswa
atau argumentasi terhadap persoalan terhadapkemampuan matematika.
matematika yang diujikan dalam tes Selanjutnya faktor instruksional di
matematika tersebut. antaranya dilihat dari intensitas, kualitas,
Berdasarkan konten, uncertainty and dan metode pengajaran. Hal ini
data merupakan konten yang paling menunjukkan bahwa persepsisiswa yang
mudah dipahami siswa, dibandingkan baik terhadap metode mengajar yang
dengan konten matematika lainnya. diterapkan gurunya, dan guru yang sering
Konten matematika ini mengukur memberikan latihan soal (PR) matematika
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kepada siswa, memiliki rerata skor
dan meringkas makna yang melekat dalam matematika yang tinggi. Faktor lingkungan
seperangkat data yang ditampilkan dengan diantaranya ditinjau dari karakteristik
cara yang berbeda; dan bagaimana guru. Latar belakang pendidikan guru yang
memahami dampak variabilitas yang disandang memberikan kontribusi positif
melekat dalam sejumlah proses yang pada capaian literasi matematika siswa.
nyata. Adapun nilai change and Siswa yang diajar guru yang berlatar
relationship, space and shape, serta belakang pendidikan guru sekolah dasar,
quantity rerata skornya relatif sama. rerata skornya lebih tinggi dibandingkan
Berdasarkan aspek konteks, scientific siswa yang diajar oleh guru berlatar
merupakan konteks yang paling rendah belakang pendidikan bukan pendidikan
dicapai siswa. Scientific berhubungan guru sekolah dasar.
dengan penggunaan matematika dalam Berdasarkan temuan penelitian,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Capaian disarankan factor personal, faktor
literasi matematika siswa dalam konteks instruksional, dan factor lingkungan

460 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

menjadi pertimbangan dalam upaya mengukur kemampuan berpikir tingkat


peningkatan capaian literasi matematika tinggi (higher order thinking skills - HOTS)
siswa. Dalam kaitannya dengan faktor dengan memperhatikan keragaman
personal, motivasi belajar siswa harus domain yang diuji. Bentuk tes tidak hanya
didorong sedemikian rupa agar mereka mengukur pengetahuan sederhana saja
memiliki semangat belajar yang tinggi. melainkan juga menguji kemampuan
Jargon-jargon pembelajaran seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Bentuk
“belajar yang menyenangkan,” “belajar evaluasi siswa seperti ini dapat memacu
sesuai kemampuan,” dan sejenisnya perlu pembelajaran mengarah ke level kognitif
dipertimbangkan. Penerapan peribahasa yang lebih tinggi.
seperti “berakit-rakit ke hulu berenang- Berkenaan dengan faktor lingkungan,
renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu kualifikasi akademik guru harus memenuhi
bersenang-senang kemudian,” “belajar persyaratan yang ditentukan dan
sepanjang hayat” harus dikumandangkan kompetensi guru sebagai agen
kembalidan diterapkan dalam proses pembelajaran senantiasa dimutakhirkan
pembelajaran. Daya juang untuk meraih secara berkala. Kondisi sekolah harus
prestasi belajar memang harus kondusif bagi komunitas sekolah. Untuk
diperjuangkan. Faktor instruksional yang itu, peran kepemimpinan kepala sekolah
menekankan pada kualitas proses sangat penting dalam membangun budaya
pembelajaran membutuhkan guru yang sekolah yang positif di sekolah,
memiliki kualifikasi akademik dan diantaranya melalui interaksi yang intensif
kompetensi sebagai agen pembelajaran. dengan semua warga sekolah guna
Guru harus mampu mengkaji kelemahan mewujudkan tujuan-tujuan sekolah.
siswa dan kesalahan sistematis dalam Fasilitas ICT (Information and
pemahaman matematika. Hal ini dapat Communication Technology) di sekolah
menjadi feedback untuk perbaikan menjadi suatu keniscayaan agar warga
pengajaran dan perbaikan bahan ajar guru. sekolah terintegrasi dengan dunia
Berkenaan dengan itu, perlu pendidikan di luar sekolah. Ketersediaan
ditingkatkan kinerja guru dalam dan pemanfaatannya secara bijak sebagai
melaksanakan penilaian dan pemantauan media belajar di sekolah harus difasilitasi
kemajuan, serta pencapaian hasil belajar pemerintah dan masyarakat.
siswa melalui berbagai pelatihan yang Terakhir, studi-studi internasional
relevan, sehingga mereka mampu (seperti halnya PISA) disamping
melakukan penilaian di kelas (classroom bermanfaat sebagai potret capaian
based assessment). Selanjutnya, evaluasi prestasi pendidikan Indonesia diantara
peserta didik oleh guru, sekolah, maupun negara-negara peserta, secara lebih luas
pemerintah secara bertahap disarankan juga menjadi prestise kemajuan
mulai menggunakan bentuk tes yang pendidikan Indonesia di mata dunia

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 461


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

internasional. Berkenaan dengan itu,


pemerintah hendaknya mempersiapkan
siswa calon peserta tes PISA lebih serius.
Pemerintah seyogyanya menyosialisasikan
PISA ke semua pemerintah daerah dan
melaksanakan program pelatihan bagi
guru-guru bidang studi terkait studi
internasional tersebut, agar
merekamampu melakukan fungsi
pengajaran secara lebihefektif kepada
para siswa calon peserta tes internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam. (2014). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Mulyadi. (2010). Diagnosis Kesulitan
Belajar. Jakarta: Nuha Litera.
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 22 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013.
Tohirin, (2011). Metode Penelitian
Kualitatif Dalam Pendidikan dan
Bimbingan Konseling. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Soegeng. (2006). Dasar-dasar Penelitian.
Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
Cetakan ke-17. Bandung : Alfabeta.
Supinah, Titik Sutanti. (2010).
Pembelajaran Berbasis Masalah
Matematika di SD. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Matematika.
Susanto, Ahmad. (2014). Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana.

462 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017

Anda mungkin juga menyukai