Anda di halaman 1dari 12

Vol.

2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN


BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN KEMAMPUAN MENANYA DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA KELAS V SD

L. Sugianti1, Sariyasa2, A.A.I.N Marhaeni3

Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: sugianti.taty@gmail.com,
sariyasa@pasca.undiksha.ac.id, agung.marhaeni@pasca.undiksha.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah
terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan menanya dalam
pembelajaran matematika. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan
rancangan posttest only control Group Design. Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas V di gugus II Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar yang berjumlah 76
siswa dengan sampel sebanyak dua kelas yang berjumlah 52 siswa yang dipilih dengan
teknik random sampling. Data kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
menanya masing-masing dikumpulkan dengan tes objektif dan tes uraian. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan uji MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan (1)
terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional; (2) terdapat perbedaan kemampuan menanya antara siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional; (3) secara simultan terdapat perbedaan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan menanya antara siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.

Kata kunci: kemampuan berpikir tingkat tinggi, kemampuan menanya, model


pembelajaran berbasis masalah

Abstract
This research aimed at determining the effect of problem-based learning model on high-
level thinking abilities and questioning abilities in mathematics learning. This research
was a quasi-experimental design with posttest only control Group Design. The research
population was class V elementary school cluster II sub-district Tampaksiring Gianyar
regency totaling 76 students with the samples of two classes totaling 52 students
determined through random sampling techniques. The data on high-level thinking
abilities and questioning abilities were collected through objective tests and analysis
tests. The data collected were analyzed through the MANOVA test. The results showed
that (1) there was a difference in high-level thinking skills between the students who
attended the problem-based learning model and conventional learning; (2) there was a
difference in questioning abilities between the students who attended the problem-based
learning model and conventional learning; (3) simultaneously there was a difference in
high-level thinking abilities and questioning abilities between the students who attended
the problem-based learning model and the students who attended the conventional
learning.

Keywords: high-level thinking abilities, questioning abilities, problem-based learning


model

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 35


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

PENDAHULUAN
Peningkatan berpikir tingkat tinggi siswa harus dengan HOTS berarti
telah menjadi salah satu prioritas dalam menjadikan mereka mampu berpikir. Siswa
pembelajaran matematika di sekolah. dikatakan mampu berpikir jika dapat
Permen 22 Tahun 2006 (Standar Isi) mengaplikasikan pengetahuan dan
menyatakan mata pelajaran Matematika pengembangan kemampuan yang dimiliki
diberikan kepada semua peserta didik dalam konteks situasi yang baru.”
untuk membekali mereka dengan Wulandari dan Jailani (2015) menyarankan
kemampuan berpikir logis, analitis, bahwa untuk meningkatkan kualitas
sistematis, kritis, dan kreatif, serta pendidikan di Indonesia, semua stakeholder
kemampuan bekerjasama. Pembelajaran harus memperhatikan higher-order thinking
matematika sekolah bertujuan agar peserta atau berpikir tingkat tinggi. Nizam (dalam
didik memiliki kemampuan memecahkan Widana, 2017) menyatakan bahwa
masalah yang meliputi kemampuan penilaian di Indonesia diarahkan pada
memahami masalah. Guru sebagai ujung model penilaian higher order thinking skills
tombak perubahan dapat mengubah pola (HOTS). Kebijakan tersebut mengacu pada
pikir dan strategi pembelajaran yang pada kebutuhan akan keterampilan hidup di abad
awalnya berpusat pada guru (teacher 21.
centered) berubah menjadi berpusat pada Menurut Widaningsih (2019:134) Data
siswa (student centered). Guru diharapkan hasil Programme for International Student
lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan Assesment (PISA), Trends in International
materi pelajaran. Pembelajaran yang dapat Mathematics and Science Study (TIMSS),
diterapkan adalah pembelajaran dengan dalam tes IPA dan Matematika anak
memberdayakan untuk berfikir tingkat tinggi Indonesia hanya dapat mengerjakan tes
(high order thinking). dengan tingkat kesulitan di bawah level,
Higher Order of Thinking Skill (HOTS) satu sementara anak – anak Jepang dan
adalah kemampuan berpikir kritis, logis, Korea dapat mengerjakan tes dalam level
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif 5-6, yakni level yang paling tinggi.
yang merupakan kemampuan berpikir Widaningsih (2019:135) dari tahun 2007
tingkat tinggi. Higher Order of Thinking Skill hingga 2011 pencapaian anak-anak
(HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat Indonesia dalam mengerjakan soal PISA
tinggi merupakan suatu kemampuan selalu konsisten. Empat tahun kemudian
berpikir yang tidak hanya membutuhkan walau ada perbaikan tetapi masih tetap
kemampuan mengingat saja, namun belum mampu naik ke level tinggi. Hal ini
membutuhkan kemampuan lain yang lebih menunjukkan sebuah tantangan untuk guru
tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif kita karena soal PISA lebih banyak problem
dan kritis. Dengan demikian, kemampuan solving dan critical thinking sedangkan
berfikir terutama berfikir tingkat tinggi harus pembelajaran kita lebih banyak pada
dikembangkan dan menjadi bagian dari hafalan, sehingga siswa kita sulit untuk
pelajaran matematika sehari-hari. menjawab soal, artinya tantangan bagi guru
Kemampuan berfikir dapat dikembangkan kita bagaimana meningkatkan kemampuan
dengan cara membantu siswa menjadi problem solving dan critical thinking pada
problem solver yang lebih baik. Untuk itu, siswa – siswa kita.
guru harus menyediakan masalah yang Mencermati lebih jauh permasalahan-
memungkinkan siswa menggunakan permasalahan tersebut, akar
kemampuan berfikir tingkat tingginya. permasalahannya adalah pemahaman
Seperti yang disampaikan oleh konsep matematika. Jika peserta didik
Nogroho (2018:4) “HOTS akan memapukan memahami konsep matematika, peserta
siswa dalam mengonstruksi argumen yang didik dapat menggunakan berbagai rumus
tepat dan efektif untuk membuat keputusan tanpa perlu menghafalnya, sehingga
atau solusi yang rasional. Mengajarkan peserta didik akan mudah menemukan
siswa HOTS merupakan suatu kewajiban solusi dari permasalahan matematika.
guru di zaman ini”. Selanjutnya Nugroho Penekananan penguasaan konsep ini dapat
(2018: 16) menegaskan bahwa, “Mendidik dilakukan dengan pembelajaran yang dapat

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 36


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

memberikan kesan yang mendalam tentang oleh shadiq (2009:13) model pembelajaran
konsep-konsep yang dipelajari. Hal ini akan pemecahan masalah adalah suatu
mengakibatkan konsep tertanam lebih lama rancangan tindakan (action) yang dilakukan
dalam diri peserta didik. Salah satu guru agar siswanya termotivasi untuk
pembelajaran yang menekankan menerima tantangan yang ada pada
pemahaman konsep dan menekankan pertanyaan (soal) dan mengarahkan siswa
tertanamnya konsep lebih lama adalah pada proses pemecahannya. Dalam hal ini,
dengan melibatkan peserta didik secara peserta didik secara aktif membangun
aktif dalam pembelajaran untuk pengetahuan yang dibutuhkan dari masalah
membangun sendiri konsep yang yang diberikan. Peran aktif peserta didik
dipelarinya. Pembelajaran seperti ini dalam proses pembelajaran
dikenal dengan pembelajaran dengan mengindikasikan bahwa pembelajaran
pendekatan yang beraliran konstruktivisme. berbasis masalah bukan proses transfer
Konstruktivisme merupakan pendekatan ilmu dari pendidik ke peserta didik tetapi
dalam psikologi yang berkeyakinan bahwa pendidik sebagai fasilitator yang
peserta didik dapat membangun atau menyediakan masalah dan scaffolding yang
membentuk pemahaman dan dibutuhkan oleh peserta didik untuk
pengetahuannya sendiri tentang dunia di mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
sekitarnya atau dengan kata lain, peserta Pembelajaran dengan pembelajaran
didik dapat membelajarkan dirinya sendiri berbasis masalah berlangsung secara
melalui berbagai pengalaman. Seperti yang alamiah sehingga peserta didik bebas
disampaikan Trianto (2010:40) teori melakukan eksplorasi, memanfaatkan
konstruktivis itu menyatakan bahwa siswa berbagai sumber belajar dan pengalaman
harus menenukan sendiri dan belajar untuk menemukan pengetahuan
mentransformasikan informasi kompleks, dan pengalaman baru dalam kehidupan
mengecek informasi baru dengan aturan- nyata sehari-hari. Pembelajaran berbasis
aturan lama dan merevisinya apabila masalah dimulai dengan penyajian masalah
aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Dengan dan mengorganisasikan peserta didik untuk
demikian, pembelajaran dengan belajar. Kelompok-kelompok peserta didik
pendekatan konstruktivisme diartikan kemudian membuat hipotesis dan
sebagai proses memperoleh pengetahuan merencanakan penyelidikan untuk
yang diciptakan atau dilakukan oleh peserta menemukan pemecahan masalah.
didik sendiri melalui transformasi Perkembangan belajar peserta didik
pengalaman individu peserta didik. dipantau oleh pendidik dan oleh peserta
Salah satu pembelajaran yang sesuai didik itu sendiri. Tahap terakhir adalah tiap-
dengan pendapat konstruktivis tersebut tiap kelompok mempresentasikan hasil
diantaranya adalah pembelajaran berbasis temuannya, merefleksi, dan mencari jika
masalah. Trianto (2010:90) menyatakan, terdapat solusi lain yang dapat
Model Problem Based Learning memecahkan masalah yang disajikan. Dari
(Pembelajaran Berbasis Masalah) sini terlihat bahwa tahap pertama dari
merupakan model pembelajaran yang pembelajaran berbasis masalah adalah
didasarkan pada banyaknya permasalahan penyajian masalah yang kemudian akan
yang membutuhkan penyelidikan autentik diselesaikan peserta didik.
yakni penyelidikan yang membutuhkan Siswa diberi kesempatan untuk
penyelesaian nyata dari permasalahan menganalisis dan memecahkan masalah
yang nyata. Pembelajaran berbasis nyata yang dihadapi dalah kehidupan
pemecahan masalah dapat diartikan sehari-hari sendiri yang dikaitkan dengan
sebagai suatu pembelajaran yang di dalam pembelajaran di dalam kelas. Model
pembelajarannya dihubungkan dengan pembelajaran ini melibatkan siswa secara
pemberian masalah dan diakhiri dengan aktif menganalisis hingga memecahkan
didapatkannya suatu penyelesaian dari masalah nyata yang ada di lingkungannya
permasalahan tersebut yang terfokus dan hingga memperoleh konsep yang benar.
mengutamakan pengalaman peserta didik Model pembelajaran berbasis masalah
dalam belajar. Sebagaimana dikemukakan akan mampu menghubungkan antara apa

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 37


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

yang dipelajari dengan bagaimana mengkritik ketika peserta didik melaporkan


pemanfaatannya. Selain itu, siswa akan hasil penemuan yang telah dilakukan
memiliki kemampuan untuk mencari kepada masing-masing anggota kelompok
pemecahan masalah serta pengetahuan dalam kegiatan diskusi. Solution
yang meyertainya, menghasilkan presentation and reflection dapat
pengetahuan yang bermakna melalui meningkatkan kemampuan mengevaluasi
pemikiran sendiri. Karena dalam penerapan (C5) melalui kegiatan Tanya jawab
model pembelajaran ini siswa dibelajarkan mengenai solusi pemecahan masalah.
untuk mencari pemecahan masalah secara Overview, integration and evaluation dapat
mandiri yang akan memberikan meningkatkan kemampuan evaluasi (C5)
pengalaman konkret. Sejalan dengan yang melalui kegiatan mengevaluasi proses
disampaikan oleh Suyatno (2009:9) bahwa pencarian solusi permasalahan dan
dengan pembelajaran yang dimulai dari meningkatkan kemampuan mencipta (C6)
masalah, siswa belajar suatu konsep dan melalui kegiatan penarikan kesimpulan.
prinsip sekaligus pemecahan masalah. Selain meningkatkan keterampilan
Pelatihan pemecahan masalah ini akan berpikir tingkat tinggi pada siswa, model
mendorong siswa untuk terlatih berpikir pembelajaran berbasis masalah juga
analisis bahkan sampai menghasilkan diharapkan mampu meningkatkan
sesuatu dari buah pemikirannya. Oleh kemampuan menanya siswa. Seperti yang
sebab itu, dapat disimpulkan dalam kita ketahui kemampuan menanya
pembelajaran berbasis masalah akan dapat merupakan salah satu pengalaman belajar
meningkatakan kemampuan siswa dalam yang seharusnya dilalui oleh siswa dalam
berpikir tinggkat tinggi (HOTS). Hal ini proses belajarnya. Menanya melatih siswa
senada dengan pernyataan Magsino mengembangkan kreativitas, rasa ingin
(dalam Noma, dkk: 2016) bahwa model tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan
PBL dapat mengembangkan kemampuan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
berpikir tingkat tinggi pada peserta didik. untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang
Tan (dalam Noma, dkk: 2016) hayat. Menanya adalah salah satu
menyampaikan tahap-tahap model PBL, kompetensi yang diperlukan siswa untuk
yaitu: meeting the problem, problem hidup di era cerdas abad 21.
analysis and learning issues, discovery and Masalah yang terjadi adalah sampai
reporting, solustion presentation and saat ini kemampuan bertanya masih
reflection, overview integration and belum mendapat prioritas dalam
evaluation. Selanjutnya Anderson dan pembelajaran, hal ini dikarenakan (1) guru
Karthwohl, Khofifatin dan Yunata, Magsino, kurang mampu menumbuhkan keberanian
Tan (dalam Noma, dkk: 2016) menyatakan; bertanya siswa, dimana dalam satu kelas
Meeting the problem dapat biasanya hanya beberapa siswa yang aktif
meningkatkan kemampuan menganalisis bertanya, sedangkan yang lain diam
(C4) melalui kegiatan mengidentifikasi terpaku, (2) telah berakarnya mengajar
fenomena yang dihadirkan dan dengan menggunakan metode ceramah
merumuskan pertanyaan. Problem analysis yang cenderung menempatkan guru
and learning issues dapat meningkatkan sebagai sumber informasi sedangkan siswa
kemampuan mencipta (C6) melalui menjadi penerima informasi yang pasif, (3)
kegiatan perencanaan penyelidikan dan latar belakang kehidupan anak dalam
menentukan jawaban sementara dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang
perumusan illstrcture, serta meningkatkan kurang biasa mengajukan pertanyaan dan
kemampuan menganalisis (C4) melalui menyatakan pendapat, (4) pandangan yang
kegiatan membedakan informasi yang salah mengenai tujuan pertanyaan yang
penting dari informasi yang tidak penting mengatakan bahwa pertanyaan hanya
untuk menentukan jawaban dari digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar
permasalah yang telah ditentukan. siswa (Wahyudiatmika, 2015).
Discovery and reporting dapat Sedangkan di sisi lain, kebiasaan
meningkatkan kemampuan mengevaluasi bertanya merupakan salah satu bagian
(C5) melalui kegiatan memeriksa dan penting guna menunjang tercapainya hasil

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 38


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

belajar yang optimal. Hanifah & Julia penelurusan lebih lanjut sebab, akibat,
(2014:207) menyatakan guru sebagai konsep yang mendasari temuan tersebut.
motivator harus dapat memotivasi siswanya Hal inilah yang harus diidentifikasi oleh
agar terbiasa bertanya, karena hail ini siswa dengan menyajikan beberapa
penting untuk mengembangkan mental pertanyaan yang logis untuk mempermudah
siswa dalam penambah pengetahuan yang siswa dalam kegiatan dianalisis lebih lanjut.
belum diketahui. Dalam kegiatan menanya, Pada pembelajaran ini siswa dilatih
guru membuka kesempatan secara luas langsung untuk membuat pertanyaan yang
kepada peserta didik untuk bertanya nantinya dimanfaatkan oleh siswa sendiri,
mengenai fakta, konsep, prinsip atau siswa mendapat pelatihan serta
prosedur yang sudah dilihat, disimak, pengulangan dan dirasakan manfaatkan
dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing maka pembelajaran ini akan lebih
peserta didik untuk dapat menanya atau bermakna.
mengajukan pertanyaan: pertanyaan Riadi (2016) dalam penelitiannya
tentang hasil pengamatan objek yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil dan
konkrit sampai kepada yang abstrak pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, pembelajaran matematika berbasis PBL
atau pun hal lain yang lebih abstrak. Siswa dapat meningkatkan HOTS siswa. Selain itu
harus dilatih agar bisa menanya hal-hal penelitian dari Yoesoef (2015) dalam
yang bersifat faktual sampai kepada penelitiannya menyatakan bahwa 1.
pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari Pembelajaran fisika dengan model Problem
situasi di mana peserta didik dilatih Based Learning dapat meningkatkan
menggunakan pertanyaan dari guru, masih kemampuan menanya siswa. 2.
memerlukan bantuan guru untuk Pembelajaran fisika dengan model Problem
mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat Based Learning dapat meningkatkan
di mana peserta didik mampu mengajukan penguasaan konsep fisika siswa. Hasil
pertanyaan secara mandiri. Hanifah & Julia penelitian ini menunjukan bahwa model
(2014:200) menyatakan bertanya berguna pembelajaran berbasis masalah memberi
bagi siswa karena dapat membuktikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir
dirinya mampu berpikir kritis sekaligus tingkat tinggi dan kemampuan menanya
mampu untuk mengakrabkan diri kepada siswa.
lingkungan sekitar. Sagala (dalam Hanifah Berdasarkan pada pemaparan di atas
& Julia, 2014:200) mengemukan bahwa diduga dengan menerapkan model
dalam sebuah pembelajaran yang produktif pembelajaran berbasis masalah pada mata
kegiatan bertanya berguna untuk: (1) pelajaran matematika di sekolah dasar
menggali informasi; (2) mengecek dapat memberi pengaruh terhadap
pemahaman siswa, (3) membangkitkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
respon pada siswa; (4) mengetahui sejauh kemampuan menanya siswa. Untuk
mana keingintahuan siswa; (5) mengetahui membutikan secara ilmiah yang didukung
hal-hail yang sudah diketahui siswa. oleh data empiris tentang permasalahan
Penerapan model pembelajaran tersebut, maka dipandang perlu kiranya
berbasis masalah diharapkan mampu untuk melaksanakan penelitian yang
meningkatkan kemampuan menanya siswa. berjudul pengaruh model pembelajaran
Melalui masalah yang dikemukakan dalam berbasis masalah terhadap kemampuan
pembelajaran menggunakan model berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
pembelajaran berbasis masalah, siswa menanya dalam pembelajaran matematika
memiliki kesempatan untuk Kelas V SD di Gugus II Kecamatan
mengembangkan kemampuan menanya. Tampaksiring Kabupaten Gianyar Tahun
Masalah yang disampaikan melalui Pelajaran 2018/2019.
rangkaian peristiwa atau objek temuan di
lingkungan sekitar yang memerlukan METODE
Penelitian ini merupakan penelitian Desain kuasi eksperimental (quasi
eksperimen dengan bentuk desain yang eksperimental design). Desain ini
digunakan dalam penelitian ini adalah mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 39


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

dapat berfungsi sepenuhnya untuk sudah terbentuk. Kelas-kelas yang dipilih


mengontrol variabel-variabel luar yang sebagai sampel dibagi menjadi dua kelas,
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
(Sugiyono, 2010:114). Desain penelitian ini
Sebelum sampel diundi, dilakukan uji
dipilih karena tidak memungkinkan untuk
dilakukan eksperimen sungguhan. kesetaraan. Uji kesetaraan populasi
Rancangan kuasai eksperimental yang dilakukan dengan menggunakan t-test.
digunakan dalam penelitian ini adalah Berdasarkan hasil uji kesetaraan
posttest only control group design. Pada populasi, populasi pada penelitian ini
desain ini ada dua kelompok yang dipilih adalah empat SD yaitu SDN 3
secara random. Kelompok pertama diberi Tampaksiring, SDN 4 Tampaksiring, SDN 5
perlakuan kemudian dilakukan pengukuran
Tampaksiring dan SDN 7 Tampaksiring
sedangkan kelompok kedua tidak diberikan
perlakuan tetapi hanya dilakukan yang berjumlah 76 siswa. Berdasarkan
pengukuran saja. hasil pengundian, yang menjadi sampel
Agung (2014:69) menyatakan, penelitian adalah siswa kelas V di SD
Populasi adalah keseluruhan objek dalam Negeri 4 Tampaksiring dengan jumlah 24
suatu penelitian. Silaen dan Widiono siswa dan siswa kelas V di SD Negeri 3
(2013:87) menyatakan, Populasi yang Tampaksiring dengan jumlah 28 siswa.
dinotasikan dengan N adalah keseluruhan Dengan demikian, Jumlah seluruh sampel
dari objek atau individu yang memiliki pada penelitian ini adalah 52 siswa. Dari
karakteristik (sifat-sifat) tertentu yang akan dua kelas yang terpilih tersebut dilakukan
diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah pengundian untuk menentukan kelas
siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan eksperimen dan kontrol. Berdasarkan hasil
Tampaksiring Kabupaten Gianyar Tahun pengundian, yang dijadikan kelas
Pelajaran 2018/2019. eksperimen adalah kelas V di SD Negeri 4
Agung (2014:47) menyatakan, Tampaksiring dan siswa kelas V di SD
sampel adalah sebagian dari populasi yang Negeri 3 Tampaksiring dijadikan kelas
diambil, yang dianggap mewakili seluruh kontrol. Kelas eksperimen diberikan
populasi dan diambil menggunakan teknik perlakuan pembelajaran dengan model
tertentu. Silaen dan Widiyono (2013:87) pembelajaran berbasis masalah dan kelas
menyatakan, “sampel (notasi: n) adalah kontrol diberikan perlakuan pembelajaran
sebagian dari populasi yang diambil dengan konvensional.
cara tertentu untuk mengukur atau dimatai Data yang dibutuhkan dalam
karakteristiknya, kemudian ditarik penelitian ini adalah data kemampuan
kesimpulan mengenai karakteristik tersebut berpikir tingkat tinggidan kemampuan
menanya. Metode yang digunakan untuk
yang dianggap mewakili populasi.” Dengan
mengumpulkan data kemampuan berpikir
demikian, dapat ditarik pengertian bahwa tingkat tinggi adalah metode tes dengan
sampel adalah bagian dari jumlah dan jenis pilihan ganda. “tes pilihan ganda
karakteristik populasi yang ditentukan adalah tes yang berisikan pertanyaan atau
dengan mengunakan teknik tertentu.” pernyataan pada setiap butirnya dan telah
Teknik sampling yang digunakan dalam disediakan beberapa pilihan jawaban, salah
penelitian ini adalah teknik random satunya merupakan kunci jawaban”
(susetyo, 2015:102). Instrumen penelitian
sampling. Pada teknik ini, semua anggota
yang digunakan untuk mengukur
dalam populasi memiliki kesempatan yang kemampuan menanya siswa kelompok
sama untuk dipilih menjadi sampel. Sampel eksperimen dan kelompok kontrol, adalah
dipilih tanpa adanya pemilihan individu tes kemampuan menanya berupa tes uaian.
sebagai sampel karena tidak Tes uraian dipilih dengan asumsi bahwa
memungkinkan mengubah kelas yang dengan menjawab tes uraian, kemampuan

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 40


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

menanya siswa lebih mudah diamati Teknik analisis deskriptif digunakan


dibandingkan dengan menjawab tes objektif. untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas
“Tes uraian (esai) adalah soal yang dari variabel penelitian, yaitu kemampuan
mengandung pertanya atau tugas yang berpikir tingkat tinggi. Dan kemampuan
jawaban atau pengerjaan soal tersebut menanya. Analisis deskriptif dilakukan
harus dilakukan dengan cara dengan menghitung Mean, Median, Modus,
mengekspresikan pikiran peserta tes dan Standar Deviasi. Analisis statistik yang
secara narasi” (Astiti, 2017:36). digunakan dalam penelitian ini adalah
Sebelum instrumen ini diuji cobakan independent sample t-test, dan multivariate
ke lapangan maka dilakukan uji validitas isi analysis of variance (MANOVA) dibantu
Butir tes dinyatakan valid jika terdapat dengan SPSS 16.00 for windows. Semua
kecocokan antara butir dan indikator oleh pengujian hipotesis dilakukan pada taraf
mayoritas ahli. Uji validitas dalam penelitian signifikansi 5%.
ini dilakukan dua orang pakar. Instrumen
yang telah dinilai oleh judges selanjutnya HASIL DAN PEMBAHASAN
diuji cobakan di lapangan. Berdasarkan uji Data yang dianalisis pada penelitian
coba yang telah dilakukan,setelah ini adalah data hasil tes kemampuan
dilakukan analisis terhadap instrumen berpikir tingkat tinggi dan hasil tes
kemampuan berpikir tingkat tinggi diperoleh kemampuan menanya pada pembelajaran
hasil valid sebanyak 20 soal dan koefisien matematika siswa Kelas V pada kelompok
reliabilitas tes sebesar 0,716 dengan eksperimen dan kelompok kontrol.
mempertimbangan tingkat kesukaran dan Deskripsi data nilai akhir kemampuan
daya beda tes maka digunakan 14 soal berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
sedangkan instrumen kemampuan menanya yang memaparkan rata-rata,
menanya diperoleh soal yang valid median, modus, varians, standar deviasi,
sebanyak 17 soal dan koefisien reliabilitas varian, nilai minimum, nilai maksimum, dan
tes sebesar 0.71 dan dengan rentangan nilai dikerjakan dengan bantuan
mempertimbangan tingkat kesukaran dan program pengolah angka Microsoft Office
daya beda tes maka digunakan 12 soal. Excel. Adapun rekapitulasi hasil deskripsi
data dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 01
Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Kemampuan Menanya Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Hasil Analisis A1Y1 A2Y1 A1Y2 A2Y2
n 24 28 24 28
Mean 10,71 7,12 40,08 33,67
Median 11 7 40,5 34
Modus 12 5 41 35
Varian 3,78 4,38 19,38 31,05
Standar Deviasi 1,94 2,09 4,4 5,57
Minimum 6 4 30 22
Maksimum 14 12 48 44
Banyak Kelas 6 6 6 6
Panjang Kelas 2 2 4 4

Keterangan : A2Y1 : Deskripsi data kemampuan


A1Y1 : Deskripsi data kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang
berpikir tingkat tinggi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.
model pembelajaran berbasis A1Y2 : Deskripsi data kemampuan
masalah. menanya siswa yang mengikuti

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 41


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

pembelajaran dengan model harga Box’s M yang diperoleh tidak


pembelajaran berbasis masalah. signifikan karena signifikansi yang diperoleh
A2Y2 : Deskripsi data kemampuan 0,601 > 0,05. Dengan demikian matriks
menanya siswa yang mengikuti varians-kovarians dari variabel terikat sama.
pembelajaran dengan Uji kolinieritas variabel terikat
pembelajaran konvensional. menggunakan korelasi Product Moment.
Berdasarkan tabel 01 dapat dilihat Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa
bahwa kemampuan kemampuan berpikir uji kolinieritas kemampuan kemampuan
tingkat tinggi kelompok siswa yang berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
dibelajarkan dengan model pembelajaran menanya siswa pada kelas eksperimen
berbasis masalah dengan jumlah siswa menunjukkan taraf signifikansi 0,031 > 0,05
sebanyak 24 orang siswa, mean sebesar dengan demikian antara kemampuan
10,71, median 11, modus 12, varian kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
sebesar 3,78 dan standar deviasi 1,94. kemampuan menanya siswa pada kelas
Sedangkan kelompok siswa yang eksperimen tidak berkolerasi sedangkan uji
dibelajarkan dengan pembelajaran kolinieritas kemampuan kemampuan
konvensional sebanyak 28 orang siswa, berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
mean adalah 7,12 dengan median 7, menanya siswa pada kelas kontrol
modus 5, varian sebesar 4,38 dan standar menunjukkan taraf signifikansi 0,38 > 0,05
deviasi 2,09. Kemampuan menanya dengan demikian antara kemampuan
kelompok siswa yang dibelajarkan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
model pembelajaran berbasis masalah kemampuan menanya siswa pada kelas
dengan dengan jumlah siswa sebanyak 24 kontrol tidak berkolerasi. sehingga analisis
orang siswa, mean sebesar 40,08, median MANOVA dapat dilanjutkan.
40,5, modus 41, varian sebesar 19,38 dan Pengujian hipotesis pertama
standar deviasi 4,4. Sedangkan kelompok dianalisis dengan menggunakan
yang dibelajarkan dengan pembelajaran independent sample t-test, diperoleh thit =
konvensional dengan jumlah siswa 6,328 dengan siginfikasi 0,000 lebih kecil
sebanyak 28 orang siswa, mean adalah dari taraf signifikansi 5% (α= 0,05) maka H1
33,67 dengan median 34, modus 35 varian diterima.
sebesar 31,05 dan standar deviasi 5,57. Model pembelajaran berbasis
Dari data tersebut menunjukkan bahwa masalah pada penelitian ini memiliki
kemampuan kemampuan berpikir tingkat keunggulan, yaitu pembelajaran
tinggi dan kemampuan menanya kelompok menggunakan model pembelajaran
eksperimen yang dibelajarkan dengan berbasis masalah siswa diberi kesempatan
model pembelajaran berbasis masalah untuk menganalisis dan memecahkan
lebih tinggi dari kelompok kontrol yang masalah nyata yang dihadapi dalam
dibelajarkan melalui pembelajaran kehidupan sehari-hari sendiri yang dikaitkan
konvensional. dengan pembelajaran di dalam kelas.
Uji normalitas dilakukan dengan Berdasarkan proses yang terjadi dalam
bantuan SPSS 16.00 for windows. pembelajaran yang menggunakan model
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pembelajaran berbasis masalah, siswa
semua data nilai sig. > 0,05 maka sebaran menjadi aktif untuk mengkonstruksi
data berdistribusi normal.. pengetahuannya sendiri sehingga
Uji homogenitas varians dilakukan pengetahuan yang diperoleh siswa tidak
dengan bantuan SPSS 16.00 for windows.. akan mudah dilupakan karena berkaitan
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai dengan kehidupan dunia nyata siswa.
sig. > 0,05. Dengan demikian data Pembelajaran dengan pembelajaran
penelitian tersebut memiliki varian yang berbasis masalah berlangsung secara
homogen. alamiah sehingga peserta didik bebas
Uji homogenitas matriks varian- melakukan eksplorasi, memanfaatkan
kovarians dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber belajar dan pengalaman
uji Barlett diperoleh bahwa harga Box’s M = belajar untuk menemukan pengetahuan
2,067 dengan taraf signifikansi 0,05 maka

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 42


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

dan pengalaman baru dalam kehidupan mempermudah siswa dalam kegiatan


nyata sehari-hari. Siswa memecahkan dianalisis lebih lanjut. Pada pembelajaran
masalah yang dijumpai di sekitarnya ini siswa dilatih langsung untuk membuat
melalui analisis materi pembelajaran hingga pertanyaan yang nantinya dimanfaatkan
menyampaikan hasil analisisnya. Berbeda oleh siswa sendiri, siswa mendapat
dengan pembelajaran yang menggunakan pelatihan serta pengulangan dan dirasakan
model pembelajaran konvensional. Guru manfaatkan maka pembelajaran ini akan
mencakoki siswa dengan konsep-konsep lebih bermakna. Berbeda dengan
serta rumus-rumus begitu saja melalui mengunakan model pembelajaran
metode ceramah. Dalam pembelajaran ini, konvensional, guru hanya memberikan
pelatihan siswa dalam menganalisis juga konsep atau informasi kepada siswa dan
sangat minim terjadi. pembelajaran berpusat pada guru. Pada
Hasil penelitian ini sejalan dengan proses ini guru menyajikan dan
hasil penelitian yang dilakukan oleh mendemonstrasikan pengetahuan agar
Royantoro, Febry., dkk (2018) dalam siswa dapat memahami materi yang
penelitiannya menyatakan bahwa terdapat disampaikan guru. Kegiatan belajar yang
pengaruh yang signifikan HOTS peserta seperti ini cenderung membuat siswa
didik yang diajar menggunakan model PBL menjadi pasif sehingga kurang dapat
dengan yang diajar menggunakan model mengembangkan kemampuan menanya.
konvensional. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Dengan demikian, terdapat hasil penelitian yang dilakukan oleh
perbedaan kemampuan berpikir tingkat Yoesoef (2015) dalam penelitiannya
tinggi antara siswa yang mengikuti menyatakan bahwa 1. Pembelajaran fisika
pembelajaran dengan model pembelajaran dengan model Problem Based Learning
berbasis masalah dan siswa yang dapat meningkatkan kemampuan menanya
mengikuti pembelajaran konvensional siswa. 2. Pembelajaran fisika dengan model
dalam pembelajaran matematika kelas V Problem Based Learning dapat
SD. meningkatkan penguasaan konsep fisika
Pengujian hipotesis kedua siswa.
menggunakan independent sample t-test Dengan demikian, terdapat
dengan dk 50. Berdasarkan hasil analisis perbedaan kemampuan menanya antara
diperoleh thit = 5,278 dengan siginfikasi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi 5% model pembelajaran berbasis masalah dan
(α= 0,05) sehingga H1 diterima. siswa yang mengikuti pembelajaran
Kegiatan bertanya menjadi unsur konvensional dalam pembelajaran
penting dalam pembelajaran karena matematika kelas V SD.
dengan bertanya siswa dapat menambah Uji Hipotesis ketiga dilakukan dengan
wawasannya dengan cara menggali uji F melalui MANOVA. Berdasakan hasil
informasi yang belum diketahuinya. penelitian didapatkan nilai signifikansi
Kemampuan menanya mengakibatkan Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’
siswa berpikir yang lebih luas atas Trace, Roy’s Largest Root sebesar 0,000
pengalaman belajarnya. Melalui masalah dan kecil dari 0,05 sehingga bahwa H0
yang dikemukakan dalam pembelajaran ditolak dan H1 diterima.
menggunakan model pembelajaran Model Pembelajaran Berbasis
berbasis masalah, siswa memiliki masalah memberi kesempatan untuk
kesempatan untuk mengembangkan mengembangkan kemampuan berpikir
kemampuan menanya. Masalah yang tingkat tinggi dan kemampuan menanya
disampaikan melalui rangkaian peritiwa siswa. Penerapan model pembelajaran
atau objek temuan di lingkungan sekitar berbasis masalah menuntut proses
yang memerlukan penelurusan lebih lanjut memecahkan masalah sebagai fokus dalam
sebab, akibat, konsep yang mendasari pembelajaran. Siswa dilatih untuk
temuan tersebut. Hal inilah yang harus menganalisis masalah selanjutnya siswa
diidentifikasi oleh siswa dengan menyajikan dibimbing untuk menyusun pertanyaan-
beberapa pertanyaan yang logis untuk tertanyaan. Siswa dilatih untuk

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 43


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

mengungkapkan dugaan sementara, model pembelajaran berbasis masalah dan


mengumpulkan informasi dan melakukan siswa yang mengikuti pembelajaran
penyelidikan, menyampaikan hasil, hingga konvensional dalam pembelajaran
mengevaluasi hasil tersebut. Kegiatan matematika kelas V SD..
tersebut akan melatih dan mematangkan Kedua, terdapat perbedaan
kemampuan siswa untuk memecahkan kemampuan menanya antara siswa yang
masalah tingkat tinggi siswa dan mengikuti pembelajaran dengan model
kemampuan menanya siswa secara pembelajaran berbasis masalah dan siswa
bersamaan. yang mengikuti pembelajaran konvensional
Dibanding dengan menggunakan dalam pembelajaran matematika kelas V
pembelajaran konvesional yang dalam SD.
kegiatan pembelajarannya didominasi oleh Ketiga, terdapat perbedaan secara
kegiatan ceramah oleh guru. Keterlibatan simultan kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa sangat minim dalam kegiatan dan kemampuan menanya antara siswa
pembelajaran ini. yang mengikuti pembelajaran dengan
Hasil penelitian ini sejalan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan
penelitian oleh Rosidah (2018) penerapan siswa yang mengikuti pembelajaran
model Problem Based Learning (PBL) konvensional dalam pembelajaran
dapat menumbuhkembangkan Higher matematika kelas V SD.
Order Thinking Skill (HOTS) siswa Sekolah Berdasarkan simpulan penelitian
Dasar. Selanjutnya hasil penelitian yang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dilakukan oleh Riadi (2016) dalam disarankan beberapa hal yaitu pertama,
penelitiannya menyatakan bahwa kepada guru diharapkan agar model
berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat pembelajaran berbasis masalah dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dijadikan salah satu alternatif dalam proses
matematika berbasis PBL dapat pembelajaran, agar proses pembelajaran
meningkatkan HOTS siswa. Selanjutnya, dapat lebih efektif. Kedua, kepada peneliti
oleh Lamanepa (2018) dalam penelitiannya lain Penelitian ini dilakukan pada populasi
menyatakan bahwa (1) terdapat dan materi pembelajaran yang terbatas.
kecenderungan peningkatan kemampuan Para peneliti lain disarankan untuk
bertanya peserta didik dalam pembelajaran melakukan penelitian terhadap model ini
fisika pada siklus I dan II (2) terdapat dengan populasi yang lebih besar dan
peningkatan kemampuan pemecahan materi pembelajaran yang lebih luas untuk
masalah fisika pada peserta didik fisika mengetahui pengaruh model pembelajaran
setelah diberlakukan dua siklus dengan ini dalam materi pembelajaran yang
menerapkan model Problem based learning berbeda. Dalam penelitian ini variabelnya
(PBL). juga dapat dikembangkan sehingga
Dengan demikian, dapat disimpulkan nantinya dapat memperoleh hasil
bahwa terdapat perbedaan secara simultan pembelajaran yang lebih baik.
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
kemampuan menanya antara siswa yang DAFTAR RUJUKAN
mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah dan siswa Agung, A. A. G. 2014. Buku Ajar Metodologi
yang mengikuti pembelajaran konvensional Penelitian Pendidikan. Malang: Aditya
dalam pembelajaran matematika kelas V Media Publishing.
SD.
Astiti, Kadek Ayu. 2017. Evaluasi
PENUTUP Pembelajaran. Yogyakarta: Andi.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
dan pembahasan, dapat ditarik simpulan Lamanepa, G. H., & Panis, I. C. (2018).
sebagai berikut. Peningkatan Kemampuan Bertanya
Pertama, terdapat perbedaan dan Pemecahan Masalah Peserta
kemampuan berpikir tingkat tinggi antara Didik SMA dalam Pembelajaran
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Fisika Melalui Problem Based

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 44


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

Learning. Jurnal Pendidikan, Penulisan Skripsi dan Tesis.


Matematika dan Sains, 3(1), 99-110. Yogyakarta: In Media.

Hanifah, N & Julia. Prosiding Seminar Sugiyono. 2010. Metode Penelitian


Nasional Pendidikan Dasar Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Membedah Anatomi Kurikulum 2013 Kualitatif, dan R&D). Bandung:
untuk Membangun Masa Depan Alfabeta.
Pendidikan yang Lebih Baik.
Sumendang: Sumedang Press. Susetyo, B. 2015. Prosedur Penyusunan
dan Analisis Tes untuk Penilaian Hasil
Noma, D, L., Prayitno, B, A., & Suwarno. Belajar Bidang Kognitif. Bandung: PT
(2016). PBL Untuk Meningkatkan Refika Aditama.
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Siswa Kelas X SMA. Jurnal Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran
Bioedukasi, 9 (2), 62-66. Inofatif. Sidoarjo: Masmedia Buana
Pusaka.
Nugroho, R Arifin. 2018. HOTS:High Order
Thingking Skills. Jakarta: Gramedia Trianto. 2010. Mendesain Model
Widiasarana Indonesia. Pembelajaran Inofatif-Progrsif:Konsep
Landasan dan Implementasinya pada
Ramadhan, F., Mahanal, S., & Zubaidah, S. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(2017). Kemampuan Bertanya Siswa (KTSP). Jakarta: Kencana.
Kelas X SMA Swasta Kota Batu pada
Pelajaran Biologi. BIOEDUKASI Widana, I. W. (2017). Higher Order
(Jurnal Pendidikan Biologi), 8(1), 11- Thinking Skills Assessment (HOTS).
15. JISAE: Journal of Indonesian Student
Assesment And Evaluation, 3(1), 32-
Riadi, A. (2016). Problem-based learning 44.
meningkatkan higher-order thinking
skills siswa kelas VIII SMPN 1 Daha Widaningsih, I. 2019. Strategi dan Inovasi
Utara dan SMPN 2 Daha Utara. Math Pembelajaran Bahasa Indonesia di
Didactic: Jurnal Pendidikan Era Revolusi Indrustri 4.0. Ponorogo:
Matematika, 2(3), 154-163. Uwais Inspirasi Indonesia.

Rosidah, C. T. (2018). Penerapan model Wahyudhiatmika, P., Putra, D. K. N. S., &


problem based learning untuk Abadi, I. B. G. S. (2015). Analisis
menumbuhkembangkan higher order Kemampuan Siswa dalam Menanya
thinking skill siswa sekolah dasar. pada Proses Pembelajaran dengan
Jurnal inventa, 2(1), 62-71. Pendekatan Saintifik pada Kurikulum
2013 (Tema Sejarah Peradaban
Royantoro, F., Mujasam, M., Yusuf, I., & Indonesia) Di Kelas V Sd Negeri 7
Widyaningsih, S. W. (2018). Sesetan Tahun Ajaran 2014/2015.
Pengaruh Model Problem Based MIMBAR PGSD Undiksha, 3(1).
Learning terhadap Higher Order
Thinking Skills Peserta Didik. Berkala Wulandari, N. F. (2015). Jailani.(2015).
Ilmiah Pendidikan Fisika, 6(3), 371- Indonesian Students’s Mathematics
382. Problem Solving Skill in PISA and
TIMSS. In Proceeding of International
Shadiq, Fadjar. 2009. Model-model Conference On Research,
Pembelajaran Matematika SMP. Implementation And Education of
Jakarta: Depdiknas. Mathematics And Sciences 2015.

Silaen, Sofar dan Widiyono. 2013. Yoesoef, A. (2015). Penerapan Model


Metodologi Penelitian Sosial untuk Problem Based Learning Untuk

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 45


Vol.2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553

Meningkatkan Kemampuan Menanya


Dan Penguasaan Konsep Fisika
Kelas X MIA 1 SMA Negeri 2 Kediri.
PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi
Pembelajaran, 1.

PENDASI:Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia 46

Anda mungkin juga menyukai