2 No 1, Pebruari 2018
ISSN: 2613-9553
e-mail: sugianti.taty@gmail.com,
sariyasa@pasca.undiksha.ac.id, agung.marhaeni@pasca.undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah
terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan menanya dalam
pembelajaran matematika. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan
rancangan posttest only control Group Design. Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas V di gugus II Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar yang berjumlah 76
siswa dengan sampel sebanyak dua kelas yang berjumlah 52 siswa yang dipilih dengan
teknik random sampling. Data kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
menanya masing-masing dikumpulkan dengan tes objektif dan tes uraian. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan uji MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan (1)
terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional; (2) terdapat perbedaan kemampuan menanya antara siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional; (3) secara simultan terdapat perbedaan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan menanya antara siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional.
Abstract
This research aimed at determining the effect of problem-based learning model on high-
level thinking abilities and questioning abilities in mathematics learning. This research
was a quasi-experimental design with posttest only control Group Design. The research
population was class V elementary school cluster II sub-district Tampaksiring Gianyar
regency totaling 76 students with the samples of two classes totaling 52 students
determined through random sampling techniques. The data on high-level thinking
abilities and questioning abilities were collected through objective tests and analysis
tests. The data collected were analyzed through the MANOVA test. The results showed
that (1) there was a difference in high-level thinking skills between the students who
attended the problem-based learning model and conventional learning; (2) there was a
difference in questioning abilities between the students who attended the problem-based
learning model and conventional learning; (3) simultaneously there was a difference in
high-level thinking abilities and questioning abilities between the students who attended
the problem-based learning model and the students who attended the conventional
learning.
PENDAHULUAN
Peningkatan berpikir tingkat tinggi siswa harus dengan HOTS berarti
telah menjadi salah satu prioritas dalam menjadikan mereka mampu berpikir. Siswa
pembelajaran matematika di sekolah. dikatakan mampu berpikir jika dapat
Permen 22 Tahun 2006 (Standar Isi) mengaplikasikan pengetahuan dan
menyatakan mata pelajaran Matematika pengembangan kemampuan yang dimiliki
diberikan kepada semua peserta didik dalam konteks situasi yang baru.”
untuk membekali mereka dengan Wulandari dan Jailani (2015) menyarankan
kemampuan berpikir logis, analitis, bahwa untuk meningkatkan kualitas
sistematis, kritis, dan kreatif, serta pendidikan di Indonesia, semua stakeholder
kemampuan bekerjasama. Pembelajaran harus memperhatikan higher-order thinking
matematika sekolah bertujuan agar peserta atau berpikir tingkat tinggi. Nizam (dalam
didik memiliki kemampuan memecahkan Widana, 2017) menyatakan bahwa
masalah yang meliputi kemampuan penilaian di Indonesia diarahkan pada
memahami masalah. Guru sebagai ujung model penilaian higher order thinking skills
tombak perubahan dapat mengubah pola (HOTS). Kebijakan tersebut mengacu pada
pikir dan strategi pembelajaran yang pada kebutuhan akan keterampilan hidup di abad
awalnya berpusat pada guru (teacher 21.
centered) berubah menjadi berpusat pada Menurut Widaningsih (2019:134) Data
siswa (student centered). Guru diharapkan hasil Programme for International Student
lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan Assesment (PISA), Trends in International
materi pelajaran. Pembelajaran yang dapat Mathematics and Science Study (TIMSS),
diterapkan adalah pembelajaran dengan dalam tes IPA dan Matematika anak
memberdayakan untuk berfikir tingkat tinggi Indonesia hanya dapat mengerjakan tes
(high order thinking). dengan tingkat kesulitan di bawah level,
Higher Order of Thinking Skill (HOTS) satu sementara anak – anak Jepang dan
adalah kemampuan berpikir kritis, logis, Korea dapat mengerjakan tes dalam level
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif 5-6, yakni level yang paling tinggi.
yang merupakan kemampuan berpikir Widaningsih (2019:135) dari tahun 2007
tingkat tinggi. Higher Order of Thinking Skill hingga 2011 pencapaian anak-anak
(HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat Indonesia dalam mengerjakan soal PISA
tinggi merupakan suatu kemampuan selalu konsisten. Empat tahun kemudian
berpikir yang tidak hanya membutuhkan walau ada perbaikan tetapi masih tetap
kemampuan mengingat saja, namun belum mampu naik ke level tinggi. Hal ini
membutuhkan kemampuan lain yang lebih menunjukkan sebuah tantangan untuk guru
tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif kita karena soal PISA lebih banyak problem
dan kritis. Dengan demikian, kemampuan solving dan critical thinking sedangkan
berfikir terutama berfikir tingkat tinggi harus pembelajaran kita lebih banyak pada
dikembangkan dan menjadi bagian dari hafalan, sehingga siswa kita sulit untuk
pelajaran matematika sehari-hari. menjawab soal, artinya tantangan bagi guru
Kemampuan berfikir dapat dikembangkan kita bagaimana meningkatkan kemampuan
dengan cara membantu siswa menjadi problem solving dan critical thinking pada
problem solver yang lebih baik. Untuk itu, siswa – siswa kita.
guru harus menyediakan masalah yang Mencermati lebih jauh permasalahan-
memungkinkan siswa menggunakan permasalahan tersebut, akar
kemampuan berfikir tingkat tingginya. permasalahannya adalah pemahaman
Seperti yang disampaikan oleh konsep matematika. Jika peserta didik
Nogroho (2018:4) “HOTS akan memapukan memahami konsep matematika, peserta
siswa dalam mengonstruksi argumen yang didik dapat menggunakan berbagai rumus
tepat dan efektif untuk membuat keputusan tanpa perlu menghafalnya, sehingga
atau solusi yang rasional. Mengajarkan peserta didik akan mudah menemukan
siswa HOTS merupakan suatu kewajiban solusi dari permasalahan matematika.
guru di zaman ini”. Selanjutnya Nugroho Penekananan penguasaan konsep ini dapat
(2018: 16) menegaskan bahwa, “Mendidik dilakukan dengan pembelajaran yang dapat
memberikan kesan yang mendalam tentang oleh shadiq (2009:13) model pembelajaran
konsep-konsep yang dipelajari. Hal ini akan pemecahan masalah adalah suatu
mengakibatkan konsep tertanam lebih lama rancangan tindakan (action) yang dilakukan
dalam diri peserta didik. Salah satu guru agar siswanya termotivasi untuk
pembelajaran yang menekankan menerima tantangan yang ada pada
pemahaman konsep dan menekankan pertanyaan (soal) dan mengarahkan siswa
tertanamnya konsep lebih lama adalah pada proses pemecahannya. Dalam hal ini,
dengan melibatkan peserta didik secara peserta didik secara aktif membangun
aktif dalam pembelajaran untuk pengetahuan yang dibutuhkan dari masalah
membangun sendiri konsep yang yang diberikan. Peran aktif peserta didik
dipelarinya. Pembelajaran seperti ini dalam proses pembelajaran
dikenal dengan pembelajaran dengan mengindikasikan bahwa pembelajaran
pendekatan yang beraliran konstruktivisme. berbasis masalah bukan proses transfer
Konstruktivisme merupakan pendekatan ilmu dari pendidik ke peserta didik tetapi
dalam psikologi yang berkeyakinan bahwa pendidik sebagai fasilitator yang
peserta didik dapat membangun atau menyediakan masalah dan scaffolding yang
membentuk pemahaman dan dibutuhkan oleh peserta didik untuk
pengetahuannya sendiri tentang dunia di mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
sekitarnya atau dengan kata lain, peserta Pembelajaran dengan pembelajaran
didik dapat membelajarkan dirinya sendiri berbasis masalah berlangsung secara
melalui berbagai pengalaman. Seperti yang alamiah sehingga peserta didik bebas
disampaikan Trianto (2010:40) teori melakukan eksplorasi, memanfaatkan
konstruktivis itu menyatakan bahwa siswa berbagai sumber belajar dan pengalaman
harus menenukan sendiri dan belajar untuk menemukan pengetahuan
mentransformasikan informasi kompleks, dan pengalaman baru dalam kehidupan
mengecek informasi baru dengan aturan- nyata sehari-hari. Pembelajaran berbasis
aturan lama dan merevisinya apabila masalah dimulai dengan penyajian masalah
aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Dengan dan mengorganisasikan peserta didik untuk
demikian, pembelajaran dengan belajar. Kelompok-kelompok peserta didik
pendekatan konstruktivisme diartikan kemudian membuat hipotesis dan
sebagai proses memperoleh pengetahuan merencanakan penyelidikan untuk
yang diciptakan atau dilakukan oleh peserta menemukan pemecahan masalah.
didik sendiri melalui transformasi Perkembangan belajar peserta didik
pengalaman individu peserta didik. dipantau oleh pendidik dan oleh peserta
Salah satu pembelajaran yang sesuai didik itu sendiri. Tahap terakhir adalah tiap-
dengan pendapat konstruktivis tersebut tiap kelompok mempresentasikan hasil
diantaranya adalah pembelajaran berbasis temuannya, merefleksi, dan mencari jika
masalah. Trianto (2010:90) menyatakan, terdapat solusi lain yang dapat
Model Problem Based Learning memecahkan masalah yang disajikan. Dari
(Pembelajaran Berbasis Masalah) sini terlihat bahwa tahap pertama dari
merupakan model pembelajaran yang pembelajaran berbasis masalah adalah
didasarkan pada banyaknya permasalahan penyajian masalah yang kemudian akan
yang membutuhkan penyelidikan autentik diselesaikan peserta didik.
yakni penyelidikan yang membutuhkan Siswa diberi kesempatan untuk
penyelesaian nyata dari permasalahan menganalisis dan memecahkan masalah
yang nyata. Pembelajaran berbasis nyata yang dihadapi dalah kehidupan
pemecahan masalah dapat diartikan sehari-hari sendiri yang dikaitkan dengan
sebagai suatu pembelajaran yang di dalam pembelajaran di dalam kelas. Model
pembelajarannya dihubungkan dengan pembelajaran ini melibatkan siswa secara
pemberian masalah dan diakhiri dengan aktif menganalisis hingga memecahkan
didapatkannya suatu penyelesaian dari masalah nyata yang ada di lingkungannya
permasalahan tersebut yang terfokus dan hingga memperoleh konsep yang benar.
mengutamakan pengalaman peserta didik Model pembelajaran berbasis masalah
dalam belajar. Sebagaimana dikemukakan akan mampu menghubungkan antara apa
belajar yang optimal. Hanifah & Julia penelurusan lebih lanjut sebab, akibat,
(2014:207) menyatakan guru sebagai konsep yang mendasari temuan tersebut.
motivator harus dapat memotivasi siswanya Hal inilah yang harus diidentifikasi oleh
agar terbiasa bertanya, karena hail ini siswa dengan menyajikan beberapa
penting untuk mengembangkan mental pertanyaan yang logis untuk mempermudah
siswa dalam penambah pengetahuan yang siswa dalam kegiatan dianalisis lebih lanjut.
belum diketahui. Dalam kegiatan menanya, Pada pembelajaran ini siswa dilatih
guru membuka kesempatan secara luas langsung untuk membuat pertanyaan yang
kepada peserta didik untuk bertanya nantinya dimanfaatkan oleh siswa sendiri,
mengenai fakta, konsep, prinsip atau siswa mendapat pelatihan serta
prosedur yang sudah dilihat, disimak, pengulangan dan dirasakan manfaatkan
dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing maka pembelajaran ini akan lebih
peserta didik untuk dapat menanya atau bermakna.
mengajukan pertanyaan: pertanyaan Riadi (2016) dalam penelitiannya
tentang hasil pengamatan objek yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil dan
konkrit sampai kepada yang abstrak pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, pembelajaran matematika berbasis PBL
atau pun hal lain yang lebih abstrak. Siswa dapat meningkatkan HOTS siswa. Selain itu
harus dilatih agar bisa menanya hal-hal penelitian dari Yoesoef (2015) dalam
yang bersifat faktual sampai kepada penelitiannya menyatakan bahwa 1.
pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari Pembelajaran fisika dengan model Problem
situasi di mana peserta didik dilatih Based Learning dapat meningkatkan
menggunakan pertanyaan dari guru, masih kemampuan menanya siswa. 2.
memerlukan bantuan guru untuk Pembelajaran fisika dengan model Problem
mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat Based Learning dapat meningkatkan
di mana peserta didik mampu mengajukan penguasaan konsep fisika siswa. Hasil
pertanyaan secara mandiri. Hanifah & Julia penelitian ini menunjukan bahwa model
(2014:200) menyatakan bertanya berguna pembelajaran berbasis masalah memberi
bagi siswa karena dapat membuktikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir
dirinya mampu berpikir kritis sekaligus tingkat tinggi dan kemampuan menanya
mampu untuk mengakrabkan diri kepada siswa.
lingkungan sekitar. Sagala (dalam Hanifah Berdasarkan pada pemaparan di atas
& Julia, 2014:200) mengemukan bahwa diduga dengan menerapkan model
dalam sebuah pembelajaran yang produktif pembelajaran berbasis masalah pada mata
kegiatan bertanya berguna untuk: (1) pelajaran matematika di sekolah dasar
menggali informasi; (2) mengecek dapat memberi pengaruh terhadap
pemahaman siswa, (3) membangkitkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
respon pada siswa; (4) mengetahui sejauh kemampuan menanya siswa. Untuk
mana keingintahuan siswa; (5) mengetahui membutikan secara ilmiah yang didukung
hal-hail yang sudah diketahui siswa. oleh data empiris tentang permasalahan
Penerapan model pembelajaran tersebut, maka dipandang perlu kiranya
berbasis masalah diharapkan mampu untuk melaksanakan penelitian yang
meningkatkan kemampuan menanya siswa. berjudul pengaruh model pembelajaran
Melalui masalah yang dikemukakan dalam berbasis masalah terhadap kemampuan
pembelajaran menggunakan model berpikir tingkat tinggi dan kemampuan
pembelajaran berbasis masalah, siswa menanya dalam pembelajaran matematika
memiliki kesempatan untuk Kelas V SD di Gugus II Kecamatan
mengembangkan kemampuan menanya. Tampaksiring Kabupaten Gianyar Tahun
Masalah yang disampaikan melalui Pelajaran 2018/2019.
rangkaian peristiwa atau objek temuan di
lingkungan sekitar yang memerlukan METODE
Penelitian ini merupakan penelitian Desain kuasi eksperimental (quasi
eksperimen dengan bentuk desain yang eksperimental design). Desain ini
digunakan dalam penelitian ini adalah mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak