Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman: 63-71

e-ISSN: 2527-6891

PENGEMBANGAN KETRAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DENGAN


MENGGUNAKAN STRATEGI METAKOGNITIF MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING

Sucipto
FKIP Universitas Dr. Soetomo
E-mail:
kangsucipto@yahoo.co.id

Abstrak
Laporan PISA dan TIMSS menunjukkan peserta Indonesia hanya mampu mencapai tingkatan kedua dari
enam tingkatan berpikir pada soal yang dikompetisikan. Ini menunjukkan bahwa kemampuan peserta
didik dalam berpikir logis dan rasional masih rendah dibanding negara lain. Untuk mengembangkan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi, pendidik dituntut kreatif untuk menciptakan suasana belajar dan
menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang mendukungnya. Strategi metakognitif problem solving
dan problem based learning (PBL) merupakan alternatif strategi pembelajaran yang perlu
dipertimbangkan. Berdasarkan beberapa kajian empiris membuktikan bahwa penggunaan strategi
metakognitif problem solving dan problem based learning mampu mengembangkan ketrampilan berpikir
tingkat tinggi peserta didik.
Kata Kunci: ketrampilan berpikir tingkat tinggi, strategi metakognitif problem solving, problem based
learning

Abstract
The PISA and TIMSS reports show that Indonesian participants are only able to reach the second level of
the six levels of thinking on the matter being competed. This shows that the ability of learners in logical
and rational thinking is still low compared to other countries. To develop high-level thinking skills,
educators are required to creatively create an atmosphere of learning and use the various learning
strategies that support it. Metacognitive problem solving and problem based learning (PBL) strategies are
an alternative learning strategy that needs to be considered. Based on several empirical studies proving
that the use of metacognitive strategies of problem solving and problem-based learning can develop high-
order thinking skills of learners.
Keywords: high-order thinking skills, metacognitive problem solving strategies, problem based
learning learning

Mathematics and Science Study) menunjukkan bahwa


PENDAHULUAN peserta Indonesia hanya mampu mencapai tingkatan
Era globalisasi ditandai dengan persaingan antar kedua dari enam tingkatan berpikir pada soal yang
negara dalam berbagai aspek kehidupan termasuk sumber dikompetisikan. Ini menunjukkan bahwa kemampuan
daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bukan saja peserta didik dalam berpikir logis dan rasional masih
akan menentukan kemajuan suatu negara tetapi juga rendah, sehingga ranking capaian dari tahun ke tahun
menjadi penentu daya saing antar bangsa. Kondisi masih pada level rendah diantara negara peserta (Sani,
demikian mendorong bidang pendidikan untuk terus 2016).
berbenah untuk menghasilkan sumber daya manusia yang Untuk meningkatkan ketrampilan berpikir peserta
berkualitas. Pendidikan harus didesain untuk mampu didik, pendidik dituntut kreatif untuk menciptakan
membekali peserta didik yang tanggap terhadap suasana belajar yang mendukung dan menggunakan
tantangan era globalisasi. Untuk menghadapi tantangan berbagai strategi pembelajaran serta sejumlah faktor yang
tersebut, maka perlu melatih peserta didik agar mampu dapat memfasilitasi peserta didik. Strategi pembelajaran
belajar secara mandiri dan berkembang kemampuan yang ideal untuk menumbuhkembangkan keterampilan
bernalar serta berpikirnya. Hal ini sejalan dengan tujuan berpikir tingkat tinggi adalah stategi yang berpusat
pembelajaran dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi pada peserta didik (student centered learning).
adalahyaitu membentuk manusia intelektual, mampu Pembelajaran ini memungkinkan peserta didik untuk
memecahkan permasalahan serta mampu mengekspresikan gagasannya secara terbuka, dan
berpikir/bernalar (Atmadi dan Setyaningsih, 2000). mengembangkan ketrampilan berpikir. Limbac &
Secara umum capaian ketrampilan berpikir peserta Waugh (2011) menegaskan bahwa keberhasilan
didik Indonesia hingga saat ini masih kalah dibandingkan pelaksanaan proses pengembangan keterampilan berpikir
negara lain. Laporan PISA (Program for International tingkat tinggi saat ini membutuhkan pertimbangan
Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International bijaksana teknik instruksional dan komitmen untuk

1
Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dengan Menggunakan Strategi Metakognitif Model Pembelajaran PBL
Sucipto

lingkungan aktif yang berpusat pada peserta didik. problem solving sangat efektif untuk mengajarkan
Pendapat serupa juga dikemukakan Knapp & Glenn proses-proses berpikir tingkat tinggi, membantu siswa
(1996), ketrampilan berpikir tingkat tinggi hanya dapat memproses informasi yang telah dimilikinya, dan
dikembangkan jika peserta didik diberi kesempatan membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya
untuk secara aktif merekayasa dan mensintesis informasi tentang dunia sosial dan fisik disekelilingnya.
sedemikian rupa sehingga dapat melengkapi dan Selain problem solving, model problem based
memperluas pemahaman yang sudah ada. learning mempunyai keunggulan dalam mengembangkan
Seiring perkembangan psikologi kognitif, maka ketrampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
cara pendidik dalam mengevaluasi pencapaian hasil Berdasarkan kajian empiris yang dilakukan Mayasari
belajar, terutama untuk domain kognitif juga mengalami (2015); Noma, dkk (2016); Fatchiyah (2016);
perubahan. Taksonomi Bloom yang direvisi Lorin W. menyimpulkan bahwa penerapan model PBL dapat
Anderson (Anderson & Krathwohl, 2001) telah meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa
memisahkan antara dimensi pengetahuan (knowledge) secara signifikan. Lebih lanjut penelitian Prasetyani, dkk
dan dimensi proses kognitif (cognitive processes). (2016) mengidentifikasi bahwa indikator kemampuan
Pemisahan ini bukan hanya memperjelas kedudukan menganalisis memiliki persentase kemunculan tertinggi
kedua dimensi tersebut namun juga memperluas cakupan kemudian diikuti kemampuan mengevaluasi dan
kedua dimensi. kemunculan terendah adalah mengkreasi.
Upaya meningkatkan ketrampilan berpikir peserta Berdasarkan paparan tersebut, pertanyaan yang
didik dapat dilakukan dengan meningkatkan ketrampilan akan dibahas adalah bagaimana strategi metakognitif
metakognisinya. Ketrampilan metakognitif diperlukan problem solving dan model pembelajaran PBL dalam
untuk kesuksesan belajar, mengingat ketrampilan mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi
metakognitif memungkinkan peserta didik mampu peserta didik?.
mengelola kecakapan kognitif dan mampu melihat
kelemahannya sehingga dapat dilakukan perbaikan pada PEMBAHASAN
tindakan berikutnya. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi
peserta didik yang menggunakan keterampilan Berpikir merupakan aktivitas mental yang terjadi
metakognitifnya memiliki prestasi yang lebih baik apabila seseorang menghadapi masalah atau situasi yang
dibandingkan yang tidak menggunakan keterampilan harus dipecahkan. Kegiatan berpikir dapat
metakognitifnya. Dengan ketrampilan metakognitif diklasifikasikan menjadi berpikir tingkat rendah (lower
memungkinkan peserta didik untuk melakukan order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher order
perencanaan, mengikuti perkembangan, dan memantau thinking). Menurut Heong, et. al (2011) kemampuan
proses belajarnya (Susan, 2002). Sedang strategi berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan
metakognisi (Flavell, 1981), merujuk kepada cara untuk pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru.
meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki
pembelajaran yang berlaku. Sehingga apabila kesadaran seseorang untuk menerapkan informasi baru atau
ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi
dengan merancang, memantau (memonitor) dan untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi
menilai apa yang dipelajarinya (mengevaluasi). yang baru. Woolfolk (2008), menyatakan peserta didik
Boekaerts & Simons (1995:91) mengidentifikasi yang memiliki keterampilan berfikir tingkat tinggi
berbagai strategi metakognitif yang dapat diterapkan mampu membedakan antara fakta dan opini,
dalam proses pembelajaran, satu diantaranya dengan mengidentifikasi informasi yang relevan, memecahkan
kegiatan pemecahan masalah (problem solving). masalah, dan mampu menyimpulkan informasi yang telah
Dalam pemecahan masalah, pengetahuan yang ada dianalisisnya. Proses berpikir tingkat tinggi terkait
diterapkan untuk situasi yang baru untuk memperoleh dengan tiga asumsi tentang pemikiran dan pembelajaran.
pengetahuan baru (Killen dalam Kotze, 2009). Kegiatan Pertama, tingkat pemikiran tidak dapat dilepaskan dari
pemecahan masalah merupakan cara ideal untuk tingkat pembelajaran bahkan saling tergantung. Kedua,
meningkatkan strategi metakognitif, sebagai pemecah berpikir terkait dengan konten materi pelajaran dalam
masalah yang baik, pemikir umumnya sadar diri. Peserta kehidupan nyata yang akan membantu mempelajari
didik dengan kemampuan metakognitif superior adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi. Ketiga, pemikiran
pemecah masalah yang lebih baik. Kemampuan untuk tingkat tinggi melibatkan berbagai proses berpikir yang
menganalisis strategi pemecahan masalah dan diterapkan pada situasi yang kompleks dan memiliki
merefleksikan pemikirannya mencerminkan banyak variabel
keterampilan metakognitif peserta didik (Blakey & (King, et. al. - ).
Spence, 1990:2). Berdasarkan taksonomi Bloom, ketrampilan
Penelitian yang dilakukan Yustina, dkk. (2015) berpikir tingkat tinggi adalah kegiatan berpikir yang
menemukan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa melibatkan level kognitif hirarki tinggi. Secara hirarki
yang belajar menggunakan metode pembelajaran taksonomi Bloom terdiri dari enam level, yaitu
problem solving lebih baik dibanding dengan siswa yang pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Hal pengaplikasian (application), analisis (analysis), sintesis
tersebut sejalan dengan pendapat Kardi dan Nur (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Anderson &
(2000:16) yang menyatakan bahwa model pembelajaran Krathwohl (2001) mengembangkan taksonomi Bloom
menjadi mengingat (remember), memahami
2
Jurnal Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman: 63-71
e-ISSN: 2527-6891

(understand), mengaplikasikan (apply), menganalisis tidak dapat dipandang berpikir tingkat tinggi apabila ada
(analyze), mengevaluasi (evaluate) dan menciptakan orang lain yang membantu di setiap tahap, (8) berpikir
(create). Dalam perkembangannya remembering, tingkat tinggi melibatkan penggalian makna, dan
understanding, applying dikategorikan dalam recalling penemuan pola dalam ketidakteraturan, (9) berpikir
dan processing, sedangkan analysing dan evaluating tingkat tinggi merupakan upaya sekuat tenaga dan kerja
dikategorikan dalam critical thinking dan yang terakhir keras.
creating dikategorikan dalam creative thinking. Thomas, Berfikir tingkat tinggi melibatkan kerja mental
Thorne & Small (dalam Aprianti, 2013) menyimpulkan besar-besaran yang diperlukan dalam elaborasi dan
bahwa berpikir tingkat tinggi merupakan gabungan dari pemberian pertimbangan. Sementara Sudiarta (2006)
berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berpikir pengetahuan menjelaskan keterkaitan berpikir tingkat tinggi dengan
dasar. hal-hal sebagai berikut: (1) kemampuan menyelesaikan
Berpikir tingkat tinggi pada taksonomi Bloom masalah-masalah baru yang non-rutin dan tak terduga, (2)
(edisi 2001) dimulai dengan proses kognitif: kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas analisis,
menganalisis, mengevaluasi hingga menciptakan sesuatu. sintesis, evaluasi secara sistematis, (c) kemampuan
Pada setiap tingkatan proses kognitif tersebut subjek melakukan berbagai prediksi yang bermanfaat terhadap
didik membutuhkan pengetahuan metakognitif, mulai fenomena alam dan kehidupan secara orisinil, kritis, dan
dari pengetahuan strategik, pengetahuan tentang tugas kreatif.
kognitif, dan pengetahuan tentang diri sendiri. Limbach & Wendy (2009), mengidentifikasi lima
Menganalisis merupakan proses memecah suatu materi langkah proses pengembangan ketrampilan berpikir
menjadi bagian-bagian dan mendeteksi bagaimana tingkat tinggi yang dapat diimplementasikan hampir
bagian-bagian tersebut terkait satu sama lain dan semua lingkungan pembelajaran peserta didik aktif.
terkait pada keseluruhan struktur atau tujuan. Proses Lima langkah tersebut adalah: (1) menetapkan rumusan
menganalisis ini melibatkan aktivitas membedakan pembelajaran yang mempercepat peserta didik ke
(differentiating), mengorganisasikan (organizing), dan tingkat yang lebih tinggi, (2) mengajukan pertanyaan.
menghubungkan (attributing). Tingkat pemikiran siswa berbanding lurus dengan tingkat
Mengevaluasi merupakan proses membuat pertanyaan yang diajukan, (3) praktik sebelum penilaian.
penilaian berdasarkan pada kriteria dan standar tertentu. Memilih kegiatan belajar yang memungkinkan peserta
Proses ini melibatkan aktivitas mengecek (checking) dan didik untuk berlatih akan mendorong mereka berpikir
mengkritisi (critiquing). Menciptakan merupakan proses kritis, (4) melakukan review, menyaring, dan
menggabungkan elemen-elemen untuk membentuk suatu memperbaiki pembelajaran, dan (5) memberikan umpan
keseluruhan yang baru dan bertalian secara logis atau balik dan penilaian pembelajaran
membuat sebuah produk yang original. Proses ini
melibatkan aktivitas menghasilkan (generating),
Strategi Metakognitif Problem Solving
merencanakan (planning), dan memproduksi (producing)
(Hanoum, 2014). Strategi Metakognitif
Keenam proses kognitif tersebut bersifat hirarkis Metakognitif adalah istilah yang diperkenalkan
dan saling berkaitan. Semakin tinggi tingkatan proses Flavell pada tahun 1976. Kuhn (2000) mendefinisikan
berpikir semakin tinggi pula keterampilan berpikir yang metakognisi sebagai kesadaran dan menajemen dari
dibutuhkan. Dengan demikian untuk dapat menganalisis, proses dan produk kognitif yang dimiliki seseorang, atau
mengevaluasi dan menciptakan dengan baik, maka secara sederhana disebut sebagai “berpikir mengenai
peserta didik diharuskan untuk dapat mengingat, berpikir”. Demikian juga Wellman (1985) menyatakan
memahami dan mengaplikasikan dengan baik terlebih bahwa metakognisi adalah suatu bentuk kognisi, proses
dahulu. berpikir urutan kedua atau lebih tinggi yang melibatkan
Resnick dalam Nur (2011) mengidentifikasi ciri- kontrol aktif atas proses kognitif. Metakognisi juga
ciri berpikir tingkat tinggi sebagai berikut: (1) berpikir didefinisikan sebagai "berpikir tentang berpikir" atau
tingkat tinggi bersifat non algoritmik. Artinya, urutan "kognisi seseorang tentang kognisi". Metakognitif
tindakan itu tidak dapat sepenuhnya ditetapkan terlebih sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses imunisasi
dahulu, (2) berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. meliputi tingkat berpikir yang lebih tinggi, melibatkan
Urutan atau langkah-langkah keseluruhan itu tidak dapat pengendalian terhadap aktivitas kognitif. PENTING
"dilihat" hanya dari satu sisi pandangan tertentu, (3) Metakognitif adalah suatu pengetahuan
berpikir tingkat tinggi sering menghasilkan multi solusi, (knowledge) mengenai proses berpikir yang lebih tinggi
setiap solusi memiliki kekurangan dan kelebihan, (4) dengan melibatkan kontrol, pengendalian atau pengaturan
berpikir tingkat tinggi melibatkan perti mbangan yang (regulation) aktif dalam belajar. Hal ini menunjukkan
seksama dan interpretasi, (5) berpikir tingkat tinggi bahwa pengetahuan-kognisi adalah kesadaran seseorang
melibatkan penerapan multi kriteria sehingga kadang- tentang apa yang sesungguhnya diketahuinya dalam
kadang terjadi konflik kriteria yang satu dengan yang belajar dan regulasi-kognisi adalah bagaimana seseorang
lain, (6) berpikir tingkat tinggi sering melibatkan mengatur aktivitas kognitifnya secara efektif dalam
ketidakpastian. Tidak semua hal yang berhubungan belajar. Karena itu, pengetahuan-kognisi memuat
dengan tugas yang sedang ditangani dapat dipahami pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional,
sepenuhnya, (7) berpikir tingkat tinggi melibatkan sedang regulasi-kognisi mencakup kegiatan perencanaan,
pengaturan diri dalam proses berpikir. Seorang individu

3
63
Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dengan Menggunakan Strategi Metakognitif Model Pembelajaran PBL
Sucipto

prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan yang akan dilakukan oleh peserta didik, (3) peserta didik
(revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi. baik secara individu/kelompok mendapat sebuah bahan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas pemecahan masalah yang sama, (4) pada ahir kegiatan
disimpulkan bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran belajar pendidik/peserta ditunjuk menyimpulkan dan (5)
tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita pendidik dan peserta didik melakukan evaluasi proses
bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini dan hasil.
sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi Ada dua teknik yang dapat digunakan oleh guru
penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. dalam problem solving, yaitu mengajarkan aspek-aspek
Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan pemecahan masalah dan mengubah peranan guru menjadi
sebagai “thinking about thingking”. fasilitator, pelatih, dan motivator (Lew dalam Sudjimat,
Strategi metakognitif mengacu pada peningkatan 1996). Selanjutnya dikatakan ada tiga aspek yang
kesadaran seseorang untuk mencapai tujuan (belajar) berguna bagi siswa yaitu: (1) proses mental, (2) strategi
tertentu. Apabila kesadaran ini terwujud, maka seseorang pemecahan masalah dan (3) latihan dan pemberian
dapat mengawal pikirannya dengan merancang, umpan balik. Ketiga aspek tesebut berkaitan dengan
memantau (memonitor) dan menilai apa yang pendapat Depoter dan Hemacki (dalam Hafid, 2007)
dipelajarinya (mengevaluasi). Hal ini seperti bahwa keberhasilan seseorang memecah masalah dapat
dikemukakan Flavell (1981:273), " Metacognitive dilihat dan kemampuan mengombinasikan antara pikiran
strategies refer to the conscious monitoring of one’s yang logis dan kemampuan kreativitas.
cognitive strategies to achieve specific goals, for Masalah terjadi ketika ada kesenjangan antara
example when learners ask themselves questions about keadaan dan tujuan yang diinginkan. Pemecahan
the work and then observe how well they answer these masalah diperlukan pada berbagai aspek kehidupan
questions". Sementara Boekaerts and Simons (1995: 91) dalam realitas atau permainan. Hal ini juga dianggap
"view metacognitive strategies as the decisions learners sebagai paradigma kognisi rumit yang tak terpisahkan
make before, during and after the process of learning". dari praktik kehidupan sehari-hari (Gok, 2010).
Strategi metakognitif dalam proses pembelajaran Pemecahan masalah tidak hanya ada pada bidang
cukup bervariasi. Bebeberapa faktor yang menjadi matematika, tetapi mencakup banyak peristiwa yang
pertimbangan dalam pemilihan strategi metakognitif terjadi dalam pengalaman kehidupan nyata.
diantaranya: karakteristik siswa, karakteristik bidang Pemecahan masalah dapat diidentifikasi sebagai
kajian, dan karakteristik pembelajaran. Boekaerts & "pengetahuan dan proses" yang bisa mengarahkan dan
Simons (1995: 91) mengidentifikasi berbagai strategi membimbing proses berpikir individu ke arah mencapai
solusi yang baik. Suatu model mental yang efisien yang
metakognitif dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
memungkinkan bagi pemecah masalah untuk mengatur
(1) strategi perencanaan, (2) membangkitkan pertanyaan, dan merangkai informasi, mengontrol strategi solusi, dan
(3) memilih secara sadar, (4) menetapkan tujuan, (5) membantu dalam generalisasi (Mayer, 1998). Seberapa
mengevaluasi cara berpikir dan bertindak, (6) jauh efisien pemecahan masalah bergantung pada "sifat
mengidentifikasi kesulitan, (7) parafrase, mengelaborasi dan organisasi" dari pengetahuan yang dimilikinya, itulah
dan menggali ide-ide peserta didik, (8) mengklarifikasi sebabnya mengapa siswa yang memiliki kemampuan
terminologi peserta didik, (9) kegiatan pemecahan lebih baik akan lebih berpeluang untuk menjadi siswa
yang lebih baik (Bransford et. al, 1986).
masalah, (10) berpikir keras, (11) jurnal-keeping, (12)
Dalam proses pemecahan masalah, individu
pembelajaran kooperatif, dan (13) pemodelan. menggunakan kedua kemampuan kognitif dan
keterampilan praktis, yang meliputi kegiatan
Kegiatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) metakognitif seperti analisis, sintesis, evaluasi atau
Problem solving merupakan salah satu strategi kreasi. Pemecahan masalah membutuhkan tiga syarat
metakognitif yang dapat digunakan dalam pembelajaran. utama, yaitu: memikirkan masalah dan tindakan
Sudjana (2005:125) menyatakan bahwa strategi problem mencapai tujuan, mencari strategi yang dapat membantu
solving adalah suata teknik yang menggambarkan dalam mencapai tujuan, dan akhirnya melaksanakan
pengalaman atau masalah seseorang yang disusun strategi dalam bentuk tindakan (Kafadar dalam Aljaberi,
untuk memancing perhatian atau perasaan para peserta 2015). Sementara Sujimat (1996:27) menyatakan bahwa
didik. Pemecahan masalah dapat dipergunakan untuk ada tiga elemen dalam pemecahan masalah, yaitu (1)
menggerakkan diskusi, meningkatkan kemampuan representasi masalah (2) prosedur pemecahan masalah (3)
peserta didik, menganalisis, menilai, dan memecahkan pengenalan masalah.
masalah yang dihadapi dalam dunia kehidupannya. Kemampuan memecahkan masalah sangat
Pemecahan masalah kritis dapat dipergunakan pula berpengaruh bagi kemampuan berpikir seseorang. Hal ini
sebagai aktivitas belajar perorangan, kelompok dan sebagaimana yang dinyatakan oleh Wikefiel (1992)
kombinasi keduanya. Lebih lanjut Sudjana (2012) bahwa salah satu kemampuan berpikir peserta didik yang
mengidentifikasi lima langkah yang dapat dilakukan
berkaitan dengan pemecahan masalah dan strategi
dalam menggunakan strategi problem solving, yaitu (1)
pendidik dan peserta didik menyusun permasalahan pemecahannya adalah kemampuan berpikir kritis.
sebagai bahan belajar, (2) pendidik menjelaskan kegiatan

64
4
Jurnal Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman: 63-71
e-ISSN: 2527-6891

Metakognisi pada Problem Solving sebagai landasan bagi pengembangan dan penyelidikan
Metakognisi membahas tentang bagaimana siswa, sehingga dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menciptakan dan menganalisis pikiran dan ide-ide, dan menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi
pada dasarnya merupakan cara untuk menarik dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
kesimpulan berdasarkan analisis, dan akhirnya kepercayaan diri sendiri.
bagaimana menerapkan apa yang telah didapatkan Model pembelajaran PBL adalah sebuah model
melalui pembelajaran praktis. Untuk mengatasi masalah, pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa
siswa wajib memahami jalan pikirannya bekerja dan masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal
berfungsi, serta bagaimana mereka melakukan tugas- untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu
tugas kognitif penting seperti mengingat, belajar dan (knowledge) baru. Berdasarkan pandangan psikologi
pemecahan masalah (Noushad dalam Aljaberi, 2015). kognitif terhadap tiga prinsip pembelajaran yang
Peserta didik mampu mendefinisikan masalah, berkaitan dengan PBL, yaitu: (1) belajar adalah proses
memilih strategi solusi yang tepat, memantau seberapa konstruktif dan bukan penerimaan, (2) knowing about
efektif solusi strategi, dan semuanya dukungan knowing (metakognitif), dan (3) faktor-faktor
keterampilan metakognitif (Vaidya, 1999). Pemecahan kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran
masalah apapun merupakan fenomena yang (Nurdin, 2016:223).
mengharuskan seseorang untuk menentukan strategi yang Tampaknya menyajikan masalah di awal
diperlukan dan membuat keputusan untuk mencari solusi, pembelajaran tidak sulit, karena kesempatan ini
metakognisi dianggap sebagai kunci penting untuk
mengundang rasa ingin tahu siswa, inkuiri, keterlibatan
keberhasilan dalam pemecahan masalah. O'Neil &
Schacter (1997) mengusulkan model untuk pemecahan dalam pembelajaran dan motivasi belajar (Tan, 2003: 17).
masalah, yang meliputi atas empat elemen prinsip, yaitu: Lebih lanjut Tan (2003) mengemukakan beberapa ciri
"pemahaman isi, strategi pemecahan masalah, utama yang perlu ada di dalam pembelajaran berbasis
metakognisi, dan motivasi". Strategi, pemahaman isi masalah diantaranya: (1) pembelajaran berpusat atau
digunakan untuk pemecahan masalah pada domain bermula dari masalah, (2) masalah yang dipecahkan
spesifik, sementara metakognisi dan motivasi untuk
merupakan masalah aktual dan mungkin akan dihadapi
domain independen konstruksi.
Para peneliti juga menunjukkan bahwa proses oleh siswa di masa depan, (3) pengetahuan yang
kontrol, sebagai proses metakognitif, adalah salah satu diharapkan dicapai oleh siswa semasa proses
perilaku pemikiran metakognitif yang paling penting, pembelajaran disusun berdasarkan masalah, (4) para
yang sebagian besar mempengaruhi proses pengambilan siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran
keputusan dalam pemecahan masalah. Lebih lanjut mereka sendiri, (5) siswa akan aktif dalam proses
ditegaskan bahwa tiga komponen pemikiran metakognitif pembelajaran berlangsung, (6) pengetahuan yang ada
yang mempengaruhi pemecahan masalah adalah akan menguatkan konstruksi pengetahuan yang baru,
deklaratif, prosedural dan pengetahuan bersyarat (Carlson (7) pengetahuan akan diperoleh dalam konteks yang
& Bloom, 2005). bermakna, dan (8) siswa berpeluang untuk meningkatkan
serta mengorganisasikan pengetahuan.
Ibrahim dan Nur (dalam Nurdin, 2016)
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Suherman (dalam Nurdin, 2016:222) menjelaskan langkah-langkah (sintaks) PBL sebagai
model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi berikut:
antara siswa dengan guru di dalam kelas. Model
pembelajaran menyangkut penggunaan strategi,
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran dalam
proses belajar mengajar. Abdul Majid (2013)
menjelaskan bahwa salah satu model pembelajaran yang
dapat diterapkan berdasarkan permasalahan serta mampu
melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses
pembelajaran yaitu model pembelajaran problem based
learning (PBL).
Model pembelajaran problem based learning
(PBL) atau pembelajaran berbasis masalah (PBS)
pertama kali dikembangkan Howar Barrows pada Ilmu
Pendidikan Medis di Southern Illinois University School.
Pada gilirannya kemudian meluas ke Ilmu Pengetahuan
alam di Perguruan Tinggi hingga ke sekolah menengah
(Nurdin, 2016). Arends (2007:41) menyatakan bahwa
model pembelajaran berdasarkan masalah adalah
pendekatan pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada
masalah autentik dan bermakna. Hal ini berfungsi
Fase Indikator Aktivitas Guru

63
5
Jurnal Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman: 63-71
e-ISSN: 2527-6891
1 Orientasi siswa Menjelaskan tujuan
pada masalah pembelajaran, menjelaskan
logistik yang diperlukan,
dan memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi Membantu siswa
siswa untuk mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas
belajaryang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3 Membimbing Mendorong siswa untuk
pengalaman mengumpulkan informasi
individual/kelom yang sesuai, melaksanakan
pok eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.

63
6
Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dengan Menggunakan Strategi Metakognitif Model Pembelajaran PBL
Sucipto

Fase Indikator Aktivitas Guru problem solving masalah dapat diselesaikan hanya
dengan diskusi saja akan tetapi pada PBL dibutuhkan
4 Mengembangkan Membantu siswa dalam
penelitian mengenai masalah tersebut, sehingga
dan menyajikan merencanakan dan
penyelesaian yang diberikanbenar-benar melalui proses
hasil karya menyiapkan karya yang
yang panjang.
sesuai seperti laporan dan
Dengan menerapkan problem solving
membantu mereka untuk
memungkinkan pengetahuan dan ketrampilan
berbagi tugas dengan
metakognisi peserta didik dalam pembelajaran dapat
temannya.
ditumbuhkan pada setiap fase pemecahan masalah:
5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk
pemahaman masalah (understanding the problem),
mengevaluasi melakukan refleksi atau
merencanakan pemecahan (devising a plan),
proses evaluasi terhadap
melaksanakan pemecahan sesuai rencana (carrying out
pemecahan penyelidikan mereka dan
the plan), dan menafsirkan (looking back).
masalah proses yang mereka
gunakan. Pembelajaran berbasis masalah secara langsung
banyak menghasilkan kelebihan dan rekomendasi, Duch
Sumber: (Nurdin, 2016: 226)
et. al. (2001) mengidentifikasi sebagai berikut: (1)
berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis dan
Problem based learning menganut pandangan memecahkan yang kompleks, masalah nyata, (2) mencari
kontruktivisme dalam pembelajaran dan memberikan , mengevaluasi, dan menggunakan sumber daya yang
kesempatan siswa untuk mengembangkan kemampuan tepat belajar, (3) bekerja secara kooperatif dalam tim dan
berpikir kritis dan evaluatif melalui analisis masalah kelompok-kelompok kecil, (4) mendemonstrasikan
nyata dalam kehidupan sehari-hari (Smith, 1995). keterampilan komunikasi serbaguna dan efektif, baik
lisan dan tertulis, (5) menggunakan pengetahuan dan
Selanjutnya PBL juga akan meningkatkan kemampuan
keterampilan intelektual yang diperolehnya untuk
berpikir dan kemampuan belajar serta kemampuan memecahkan masalah selanjutnya.
kognitif lainnya pada siswa. Hmleo & Silver (2004) Ibrahim dan Nur (dalam Nurdin, 2016)
mengemukakan bahwa PBL didesain untuk membantu mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah
peserta didik membangun dasar pengetahuan yang luas merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
dan fleksibel, mengembangkan self-directed learning, digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi
dan membangun motivasi instrinsik dalam belajar. John siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah yang
nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.
R. Savery (2006) menyimpulkan bahwa PBL mendukung Tan (2013) menegaskan bahwa perkembangan
pengembangan kemampuan memecahkan masalah, kecerdasan dalam pemecahan masalah dan kompetensi
kemampuan belajar mandiri, dan kerja sama tim serta untuk pemecahan masalah secara kreatif merupakan
mampu meningkatkan prestasi belajar siswa tujuan penting dari PBL. Hal ini membutuhkan guru
untuk mengarahkan dalam banyak proses pemikiran baik
Pengembangan Ketrampilan Berpikir Tingkat kognitif dan metakognitif. Adapun proses yang
Tinggi Melalui Problem Solving dan Model PBL menyangkut keterlibatan dari masalah meliputi:
Problem based learning dan problem klarifikasi masalah, definisi masalah dan reframing,
solving merupakan model pembelajaran kontekstual analisis masalah, ringkasan masalah dan sintesis.
yang menganut paradigma konstruktivistik dengan Duch et. al. (2001) menegaskan bahwa
memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. pembelajaran dengan menggunakan PBL dapat
Paradigma kontruktivistik menekankan peran aktif siswa meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analisis,
dalam membangun sendiri pengetahuan yang ada pada memecahkan masalah yang kompleks ataupun masalah
dirinya. Antara problem solving dan problem based nyata dalam keseharian, bekerja sama dalam kelompok,
learning merupakan strategi pembelajaran yang dan menunjukkan keterampilan komunikasi yang efektif
mempunyai unsur kesamaan dan perbedaan. Beberapa baik lisan maupun tulisan. Hal tersebut dikuatkan dengan
kesamaan keduanya adalah: (1) berbasis masalah atau hasil penelitian Yuan, et.al. (2009) yang menunjukkan
pemecahan masalah, (2) peran guru adalah sama-sama bahwa pembelajaran dengan PBL mampu meningkatkan
sebagai pendidik dan fasilitator, (3) langkah kemampuan critical thinking daripada pembelajaran
pembelajaran sama-sama diawali dengan pemberian dengan menggunakan literatur.
masalah dari guru. Jadi dengan menerapkan model
Selanjutnya perbedaan antara keduanya terletak pembelajaran problem based learning dan problem
pada masalah yang dipecahkan atau diselesaikan. Pada solving mengkondisikan peserta didik untuk
problem solving masalah yang diberikan bukan masalah mengembangkan kemampuan berpikir setahap demi
yang nyata sementara model PBL bercirikan penggunaan setahap mulai dari mendefinisikan masalah, mencari data,
masalah kehidupan nyata (kontekstual) diselesaikan menganalisis, kemudian menyuguhkan alternatif. Hal ini
dengan tingkat berpikir lebih tinggi, termasuk bagaimana
merangsang peserta didik untuk mengembangkan
belajar (Abbas dalam Syamsurizal, 2011). Cara
penyelesaiannyapun juga terdapat perbedaan, pada kemampuan berpikir analisis dan evaluasinya atau

64
7
Jurnal Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman: 63-71
e-ISSN: 2527-6891

berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir Blakey, E., & Spence, S. 1990. Developing
kreatif. Berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang metacognition. Eric Reproduction Services
dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual No. ED327218. Retrieved from HYPERLINK
untuk merumuskan masalah, memberikan argumen, dan "http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED327218.pdf"
melakukan evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED327218.pdf
Rokhman (2914), penerapan model Boekaerts, M., & Simons, P. R. (1995). Leren
en instructie: Psychologie van de leerling en
pembelajaran problem based learning dan problem
het leerproses.Assen: Van Gorcum.
solving dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir Boekaerts, M., & Simons, P. R. 1995. Leren en
kritis. instructie: Psychologie van de leerling en het
leerproses.Assen: Van Gorcum.
PENUTUP Bransford, J., Sherwood, R., Vye, N., & Rieser, J. 1986.
Teaching Thinking and Problem Solving:
Simpulan
Researchfoundations. American Psychologist ,
Strategi metakognitif problem solving dan model 41 (10), 1078.
pembelajaran problem based learning dikembangkan
mengacu paradigma konstruktivistik. Keduanya Carlson, M. P. & Bloom, I. 2005. The Cyclic Nature of
merupakan strategi pembelajaran berbasis masalah atau Problem Solving: An emergent
pemecahan masalah yang mengkondisikan peserta didik Multidimensional Problem Solving framework.
untuk mengembangkan kemampuan berpikir setahap Educational Studies in Mathematics, 58(1), 45-
demi setahap mulai dari mendefinisikan masalah, 75.
mencari data, menganalisis, kemudian menyuguhkan Duch, B. J. 2001. The Power of Problem Based Learning.
alternatif. Peserta didik dirangsang mengembangkan Virginia: Stylus Publishing.
kemampuan berpikir secara kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan berpikir kreatif. Dengan demikian Fatchiyah. 2016. Pengaruh Pbl Terhadap Kemampuan
penerapan kedua strategi tersebut mampu Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas V Sd Se-
mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi Gugus 01 Kretek. Jurnal Pendidikan
peserta didik. Guru Sekolah Dasar Edisi 18 Tahun ke-5 2016).
Flavell, J. H. 1981. Monitoring social cognitive
Saran enterprises: Something else that may develop in
Untuk mengembangkan ketrampilan berpikir the area of social cognition. In J. H.
tingkat tinggi terutama critical thinking pada peserta Flavell & L. Ross (Eds.), Social cognitive
didik, pendidik perlu mengembangkan strategi development: Frontiers and possible
metakognitif problem solving dan problem based futures (pp. 272-287). New York:: Cambridge
learning (PBL) dengan perencanaan secara cermat. University Press.
DAFTAR PUSTAKA Gok, T. 2010. The General Assessment of Problem
Solving Processes in Physics Educatioon. Gok,
Aljaberi, N. M. 2015. University Student's Level of T. 2010.The General Assessment of Problem
Metacognitive Thinking and Their Ability to Solving Pr Eurasian Journal of Physics and
Solve Problems. American International Journal Chemistry Education, , 2(2), 110-122.
of Contemporary Research , vol, 5, No 3; Juni Hafid, Abdul. 2007. Mengembangkan Kemampuan
2015. Berpikir Kritis Melalui Teknik Problem Solving.
Aprianti, Vika. 2013. Pengaruh Penerapan Model Jurnal Iktiyar, Vol. 5, No. 3, Issn 1412-8535,
Cooperative Learning Tipe Think Pair Share Hal 126-277.
(TPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Heong, Y. M. 2011. The Level of Marzano Higher Order
Siswa Pada Pembelajaran Ekonomi. Thinking Skills Among Technical Education
UPI.repository.upi.edu. Students. International Journal of Social and
Arrend, I. 2007. Learning To Teach Sevent Edition. New humanity , Vol. 1,No. 2, July 2011, 121-125.
York: McGraw Hill Companies. Hmelo-Silver CE. 2004. Problem-based learning: what
Anderson, Lorin W & Krathwohl, David R. 2001. and how do students learn? Educational
Learning, Teaching, and Assessing: A revision Psychology Review. 16:235-66.
of Bloom's Taxonomy of Educational Kardi, M., & Nur, M. 2000. Pengantar pada Pengajaran
Objectives. Longman; NY. dan Pengelolaan Kelas. Surabaya: Universitas
Atmadi dan Setyaningsih. 2000. Transformasi Pres.
Pendidikan. Yogyakarta : Universitas Sanata
Darma.

63
8
Pengembangan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dengan Menggunakan Strategi Metakognitif Model Pembelajaran PBL
Sucipto

King, FJ, Ludwika Goodson, Faranak Rohani. Higher Prasetyani, Etika, Yusuf Hartono, dan Ely Susanti. 2016.
Order Thinking Skills: Definition, Teaching Kemampuan Berpikir Tingkat TinggiSiswa
Strategies, Assessment. A publication of Kelas XI dalam Pembelajaran rigonometri
the Educational Services Program. Berbasis Masalah Di Sma Negeri 18 Palembang.
Knapp, Linda Roehrig & Glenn, Allen D. 1996. Jurnal Gantang Pendidikan Matematika Fkip -
Restructuring Schools with Umrah, Vol. 1 No. 1, Agustus 2016, P-Issn.
Technology.Massachusettes: Ally & Bacon. 2503-0671, E-Issn. 2548-5547.
Krathwohl, D. R. 2002. A revision of Bloom’s Taxonomy: Rokhman, Ayla Yuli. 2014. Perbandingan Model
an overview – Theory Into Practise. The Ohio Pembelajaran Problem Based Learning dan
State University: College of Education. Problem solving Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Pada Materi Pelestarian
Kotze, Gary, Stephan du Toit. 2009. Metacognitive Lingkungan Hidup Siswa XI IPS MAN 3
Strategies in the Teaching and Learning of Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi
Mathematics. Faculty of Education, University FIS Universitas Negeri Malang.
of the Free State.
Sani, R. A. 2016. Penilaian Autentik. Jakarta: Bumi
Kuhn, D. 2000. Theory of Mind, Metacognition and Akasara.
Reasoning: A life-span Perspective. In P.
Mitchell & K. J. Riggs (Eds.). Children’s Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta, DKI
Reasoning and The Mind (pp. 301–326). Hove, Jakarta, Indonesia: Kencana Prenada Media
UK: Psychology Press. Group.
Limbach. B & Waugh.W. 2009. Developing Higher Level Sudiarta, P. 2006. Pengembangan model pembelajaran
Thinking. Journal of Instructional Pedagogies: berorientasi pemecahan masalah open-ended
Chadron State College. berbantuan LKM untuk meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil belajar mahasiswa
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: matakuliah pengantar dasar
Rosda Karya. Matematika.Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
Mayasari, Ria, Rabiatul Adawiyah. 2015. Pengaruh UNDIKSHA 39 Nomor 2, April 2006. Singaraja:
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada UNDIKSHA.
Pembelajaran Biologi Terhadap Hasil Belajar Sudjana. I.W. 2002. Pengaruh Jenis Pendekatan
dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Di Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Berpikir
Sma. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, Kreatif Terhadap Perolehan Belajar IPS pada
Volume 1 Nomor 3 2015, : 2442-3750, Hal. Siswa Kelas VI SD 17 Dauh Puri Denpasar.
255-262). Malang: PPS UM. Tesis Tidak
Mayer, R. 1998. Cognitive, Metacognitive, and Diterbitkan.
Motivational Aspets of Problem Solving. Sudjimat, D.A. 1996. Pembelajaran Pemecahan Masalah.
Instructionalscience, 26 (1-2), 49-63. Tinjauan Singkat Berdasar Teori Kognitif.
Noma, Luciana Dewi, dkk. 2016. PBL Untuk Jurnal Pendidikan Himaniora dan Sains @
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat (1&2). hlm. 24-32.
Tinggi Siswa Kelas X Sma. Jurnal Smith, C. A. 1995. Features section: problem based
Bioedukasi, Volume 9, Nomor 2, ISSN: 1693- learning. Biochemistry and Molecular Biology
265X, Agustus 2016 Hal. 62-66). Education Journal. 23 (3), 149-152.
Nur, Muhammad. 2011. Model Pembelajaran Berbasis Susan, Imel. 2002. Metacognitive Skills for Adult
Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Learnin. (online). HYPERLINK
Surabaya. "http://www.ce-" (http://www.ce te.org/
Nurdin, Syafrududdin, Adriatoni. 2016. Kurikulum dan acve/docs/tia00107.pdf. Diakses 3 September
Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo 2012.
Persada. Syamsurizal, Eka Sastrawati, Muhammad Rusdi. 2011.
O'Neil, H.F., & Schacter, J. 1997. Test Specifications for Problem Based Learning, Strategi Metakognisi,
Problem Solving Assessment. Center for the dan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa. Univ.
Study of Evaluation, National Center for Jambi: Tekno-Pedagogi , vol. 1 No. 2
Research on Evaluation, Standards, and Student September 2011: 1- 14.
Testing. Graduate Schoolof Education & Tan, S. 2003. Problem Based Learning Innovation.
Information Studies, University of California, Singapura: Cencage Learning.
Los Angeles.

964
Jurnal Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Tahun 2017 Halaman: 63-71
e-ISSN: 2527-6891

Vaidya, S. R. 1999. Metacognitive Learning Strategies


for Students with Learning Disabilities.
Education, 120 (1), 186-191.
Wakefiel, J.F. 1992. Creative Thinking : Problem Solving
Skill and The Arts Orientation. New Jersey:
Ablex Publishing Coorporation.
Woolfolk, A. 2008. Educational Psychology Active earn-
ing Edition 10th ed. Pearson Education, Inc.
Yuan, H., et. al. 2009. Improvement of nursing students'
critical thinking skills through problem-based
learning in the People's Republic of China: A
quasiexperimental study. Education Journal
[VersiTronik]. John Wiley & Sons,Inc.
Yustina, Salwa, dkk. 2015. Penerapan Metode
Pembelajaran Problem Solving Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada
Materi Koloid Kelas Xi Ipa Sma Negeri 4
Banjarmasin. Quantum, Jurnal Inovasi
Pendidikan Sains, Vol.6, No.2, Oktober 2015,
hlm. 108-117.

63
10

Anda mungkin juga menyukai