Anda di halaman 1dari 10

zona oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di

satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR).


“Pembelajaran tatap muka di sekolah di zona kuning dan hijau diperbolehkan,
namun tidak diwajibkan,”. Tahapan pembelajaran tatap muka satuan
pendidikan di zona hijau dan zona kuning dalam revisi SKB Empat Menteri
dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok
umur pada dua jenjang tersebut.
Pembelajaran di era abad ke-21 telah membawa perubahan dalam proses
pembelajaran di sekolah. Untuk menghadapi perubahan tersebut, Indonesia
telah menerapkan kurikulum 2013. Berdasarkan Permendikbud Nomor 67
Tahun 2013, kurikulum 2013 ditujukan untuk membersiapkan untuk
mempersiapkan peserta didik agar berkemampuan hidup sebagai pribadi dan
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara
dan peradaban dunia. Namun pada kenyataannya, menurut Depdiknas
kemampuan peserta didik masih kurang dalam: 1) melakukan investigasi, 2)
pemakaian media, prosedur, 3) memahami informasi yang kompleks, 4) teori,
analisis, dan pemecahan masalah. Oleh karena itu, Kurikulum 2013 telah
mengalami penyempurnaan dengan menekankan empat hal penting dalam
pembelajaran, yaitu penguatan pendidikan karakter, literasi, keterampilan/
kecakapan 4C, dan Higher Order Thinking Skill (HOTS).1 Keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) dalam Kurikulum 2013 ditekankan pada
kemampuan peserta didik untuk memecahkan permasalahan pada kehidupan
sehari-hari.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi terjadi jika seseorang mengaitkan
informasi yang diperoleh dengan informasi yang sudah dimilikinya,
kemudian menggunakan informasi tersebut sebagai solusi dalam
memecahkan

1
Malawi, Ibadullah, dkk (2019). Teori dan Aplikasi Pembelajaran Terpadu. Solo: CV.
AE Media Grafika
permasalahan.2 Pengembangan pembelajaran berbasis HOTS pada kurikulum
2013 harus memenuhi kaidah pembelajaran IPA dengan menggunakan
pendekatan saintifik berupa mengamati, menanya, mencoba, dan menalar.
Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan ilmu yang
mempelajari peristiwa – peristiwa yang terjadi di alam.3 IPA mempunyai
berbagai materi. Salah satu materi IPA adalah system gerak pada manusia.
Sistem gerak merupakan kesatuan di tubuh manusia yang membuat manusia
biasa bergerak seperti yang dikehendaki. Sistem gerak pada manusia
merupakan materi yang sulit. Sistem gerak manusia dibutuhkan ketekunan
siswa untuk membaca, menghafal, memahami pemahaman konsep dan
menyelesaikan soal soal sistem gerak pada manusia.
PISA (Programme for International Student Assessment) mengambarkan
hasil rata – rata skor dan pemeringkatan negara-negara OECD ( Organisation
for Economic Co-operation and Development dalam kemampuan sains (IPA).
Hasil rata–rata skor IPA di siswa Indonesia adalah 396 pada tahun 2018.
PISA (Programme for International Student Assessment) menggambarkan
hasil rata
– rata skor dan pemeringkatan negara-negara OECD ( Organisation for
Economic Co-operation and Development) dalam kemampuan sains (IPA).
Hasil rata – rata skor IPA siswa indonesia adalah 397 pada tahun 2015.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPA hari kamis
tanggal 11 febuary 2021 dengan materi sistem gerak pada manusia pada tahun
ajaran 2020/2021 di kelas VIII SMP 5 Tualang diperoleh informasi nilai rata
– rata nilai ulang siswa pada materi sistem gerak manusia adalah 55. Nilai
yang diperoleh masih jauh dari kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 70.
Rendahnya nilai siswa pada materi sistem gerak pada manusia disebabkan
karena siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran dan rendahnya
kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan berupa menganalisis,
mengkreasi dan mencipta yang merupakan komponen HOTS (High
Order

2
Rosnawati, “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita,”. Jakarta, PT.
Luxima Metro Media
3
Iskandar, Akuntansi Pemerintahan, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hal 2
Thinking Skill). Rendahnya kemampuan HOTS (High Order Thinking Skill)
juga terlihat dari hasil ulangan harian peserta didik kelas. Selain itu, rata-rata
kemampuan kognitif peserta didik juga masih berada pada taraf mengingat,
memahami dan menerapkan berdasarkan soal yang diberikan. Kondisi ini
dapat dilihat dari soal-soal latihan pada buku pegangan yang digunakan di
kelas. Menurut taksonomi Bloom bahwa level kemampuan berpikir tersebut
masih tergolong kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order
Thinking.4 Oleh karena itu, diharapkan terdapat pengaruh HOTS (High Order
Thinking Skill).
HOTS (High Order Thinking) sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan
permasalahan khususnya dalam pembelajaran IPA. HOTS (High Order
Thinking) adalah proses yang mengharuskan peserta didik untuk mengolah
informasi dan ide-ide yang ada sehingga dapat memberikan mereka
pemahaman baru. HOTS (High Order Thinking) pada ranah kognitif meliputi
kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.5 HOTS
merupakan kemampuan peserta didik untuk berpikir dan menghubungkan
konsep yang dipelajari dengan konsep yang belum mereka pelajari
6
sebelumnya. Oleh karena itu, untuk melaksanakan proses pembelajaran
diperlukan suatu model pembelajaran. Salah satu alternative model
pembelajaran yang diharapkan yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir atau HOTS (High Order Thinking Skill) peserta didik yaitu Problem
Based Learning (PBL). Model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
dapat melatih kemampuan berpikir peserta didik dalam menyelesaikan
7
permasalahan nyata yang dihadapi. Kemampuan berpikir peserta didik
dalam

4
Anderson, Lorin, W dan Krathwol, David (2001), A taxonomy for learning teaching
and assessing (A revision of Bloom’s Taxonomy of educational objectives), New York. David Mc.
Kay Company. Inc.
5
Adi W Gunawan. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta : Gramedia. Pustaka Umum.
6
Preus, Hr. Mjoen. E, Ronstad, E dan Gjerno, P, 2007, Are topically delivered
antibiotic beneficial as an adjunct tis calling and root planning in the treatment of periodontal
disease. PERIO, 4(1) 31-36
7
Barber, Wendy, Sherry King and Sylvia Buchanan. 2015. “ Problem Based Learning
and Authentic Assessment in digital pedagogy: Embracing the role of collaborative communities.
The Electronic journal e-Learning 13(2) : 59 - 67
menyelesaikan permasalahan sains sangat diperlukan untuk melatih HOTS
(high order thinking skill) mereka. Model PBL (problem based learning)
melibatkan peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang nyata sesuai
dengan langkah-langkah metode ilmiah sehingga HOTS (High Order
Thinking Skill) peserta didik dapat dikembangkan.8 Peserta didik perlu dilatih
kemampuan HOTS (High Order Thinking Skill) mereka agar dapat kreatif
dan inovatif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) menekankan pada
proses pemecahan masalah. Melalui pemecahan masalah dalam PBL
(Problem Based Learning), peserta didik diarahkan untuk membangun
pengetahuan baru, memecahkan masalah dalam berbagai konteks. PBL
(Problem Based Learning) mampu meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik dalam mencari dan menemukan sendiri solusi dari permasalahan
.9
Manfaat model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) adalah 1)
meningkatkan pemahaman atas materi ajar 2) meningkatkan focus pada
pengetahuan yang relevan 3) mendorong untuk berfikir 4) membangun kerja
sama tim, kepemimpinan dan keterampilan social 5) membangun kecakapan
belajar 6) memotivasikan pembelajar 7) membantu siswa untuk bersosialisasi
dengan siapapun, tanpa membeda – bedakan satu dengan yang lain 8) melatih
anak agar bersifat mata pelajaran dan bertanggung jawab dalam menyelesai
persoalan dari guru 9) dapat dijadikan oleh guru sebagai sarana untuk
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
Pendekatan Blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak
jauh yang menggunakan sumber belajar online dan beragam pilihan
komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. Pelaksanaan

8
Kamdi. 2007. Strategi Pembelajaran. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
9
Zabit, Mohd. N. M. 2010. Problem-Based Learning On Students’Critical Thinking
Skills In Teaching Business Education In Malaysia: A Literature Review. American Journal of
Business Education – June 2010 Volume 3, Number 6.
pendekatan ini memungkinkan penggunaan sumber belajar online, terutama
yang berbasis web, tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka. 10
Manfaat pendekatan blended learning adalah sebagai sebuah pengajaran
langsung atau tatap muka/belajar mandiri/ via online.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan melakukan penelitian sebagai
berikut:
“ Penerapan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
dengan pendekatan blended learning terhadap keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) pada materi sistem gerak pada manusia dikelas
VIII SMP 5 Tualang

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
dengan pendekatan blended learining berpengaruh terhadap keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada materi sistem gerak pada manusia
dikelas VIII SMP 5 Tualang?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)
setelah mengikuti pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dengan
pendekatan belended learning terhadap materi sistem gerak pada manusia
dikelas VIII SMP 5 Tualang?

C. Metode Penelitian
Design Penelitian yang digunakan adalah design randomized control
group pretest-postest yang dapat dilihat pada table 3.1 sebagai berikut :

10
Harding, A, Kaczynski, D, & Wood, L.N. (2005). Evaluation of Blended Learning:
Analysis of Quantitative Data, Uniserve Science Blended Learning Symposium Proceedings .
Halaman 56-72.
Tabel 3.1 Rancangan penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen T0 X T1
Kontrol T0 - T1

Keterangan :
T0 : Data awal (data sebelum perlakuan), di ambil dari nilai pretest
dikelas eksperimen dan control

T1 : Data Akhir (data sesudah perlakuan), diambil dari nilai posttest


dikelas eksperimen dan kontrol
X : Perlakuan terhadap kelas eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran PBL terhadap keterampilan HOTS

Langkah pertama dalam penelitian yaitu uji normalitas untuk melihat data
berdistribusi normal atau tidak. Data awal pada penelitian ini di uji normalitasnya
menggunakan uji normalitas liliefors dengan rumus hipotesis sebagai berikut :
H0 : F(X) = Normal
Dengan Kriteria Pengujian ( 𝛼 = 0,05)
Terima H0 Jika Lmaks ≤ L table
Langkah – langkah pengujian normalitas liliefors sebagai berikut :
a. Menyusun data nilai siswa yang terkecil ke yang besar
b. Mengisi kolom frekuensi sesuai sebaran data nilai siswa (f)
c. Frekuensi kumulatif (F) = frekuensi sebelumnya + frekuensi sesudahnya
d. FZ = 𝑓, perbandingan frekuensi kumalatif (F) terhadap jumlah jumlah sampel
𝑛

(n)
̅
e. Menghitung skor Z dengan rumusan Z = 𝑋𝑖 −𝑋, dimana 𝑋̅ adalah nilai rata – rata
𝑠

kelompok dan SD adalah standar deviasi.


f. Menentukan Harga L hitung dengan rumusan selisih antara Fz dan luas skor Z
g. Menentukan harga L hitung yang merupakan harga mutlak dari selisih FZ –(P
≤ Z)
Setelah data dimasukkan maka akan diperoleh Lmaks hitung yang akan
disbandingkan dengan harga Ltabel, dimana Ltabel diperoleh dengan rumusan
sebagai berikut :
0,886
L= √𝑛

h. Ambil harga yang paling besar diantara harga – harga mutlak selisih tersebut
dan dibandingkan dengan harga Ltabel

H0 diterima karena Lmaks ≤ Ltabel maka frekuensi data normal


H0 diterima karena Lmaks ≥ Ltabel maka frekuensi data tidak normal

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : 𝜇1 = 𝜇2: Tidak terdapat perbedaan keterampilan berpikir tingkat tinggi
HOTS dengan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dengan
pendekatan blended lerarning pada materi sistem gerak pada manusia di kelas
VIII SMP 5 Tualang
Ho : 𝜇1 ≠ 𝜇2 : terdapat perbedaan keterampilan berpikir tingkat tingkat tinggia
dengan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dengan pendekatan
blended lerarning pada materi sistem gerak pada manusia di kelas VIII di kelas
VII SMP 5 Tualang
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut :
Ho : 𝜇𝐴1 = 𝜇𝐴2
Ho : 𝜇𝐴1 > 𝜇𝐴2
Jika data berdistribusi normal dan homogen, maka menguji hipotesis penelitian
digunakan uji t-tes sebagai berikut:
𝑋1− 𝑋2 (𝑛1−1) 𝑆2+(𝑛2−1)𝑆2
thitung = 1 1 dengan S2 = 1 1
+ 𝑛2 (𝑛1+ 𝑛2) − 2
𝑛1

Keterangan :
X1 = Rata – rata skor kelas eksperimen
X2 = rata – rata kelas kontrol
n1 = jumlah kelas ekperimen
n2 = jumlah kelas kontrol
𝑠12 = varians pada kelas ekperimen
𝑠22 = varians pada kelas kontrol

Peningkatan HOTS siswa setelah mengikuti pembelajaran PBL (Problem


Based learning) dengan pendekatan blended learning pada kelas ekperimen dan
kelas control dilakukan analisis pretest dan posttest. 11 Analisis dilakukan dengan
mengunakan rumus n-gain ternormalisasi rata – rata (average normalized gain)
sebagai berikut :
skor postest − skor pretest
n-gain =skor maksimal − skor pretest
Klasifikasi (katogori) n-gain dapat dilihat pada table 3.2 : 12
Rerata N- Gain Klasifikasi
N-gain ≥ 0,70 Tinggi
0,70 > N-gain ≥ 0,30 Sedang
N-gain ≤ 0,30 Rendah

Daftar Referensi
Adi W Gunawan. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta : Gramedia.
Pustaka Umum
Anderson, Lorin, W dan Krathwol, David (2001), A taxonomy for learning
teaching and assessing (A revision of Bloom’s Taxonomy of educational
objectives), New York. David Mc. Kay Company. Inc.
Barber, Wendy, Sherry King and Sylvia Buchanan. 2015. “ Problem Based
Learning and Authentic Assessment in digital pedagogy: Embracing the role of
collaborative communities. The Electronic journal e-Learning 13(2) : 59 - 67

11
Hake R, R. 2007. Analyzing Change/Gain Scores.AREA-D American Education
Research Association’s Devision.D, Measurement and Reasearch Methodology.
12
Hake R, R. 2007. Analyzing Change/Gain Scores.AREA-D American Education
Research Association’s Devision.D, Measurement and Reasearch Methodology.
Hake R, R. 2007. Analyzing Change/Gain Scores.AREA-D American
Education Research Association’s Devision.D, Measurement and Reasearch
Methodology
Harding, A, Kaczynski, D, & Wood, L.N. (2005). Evaluation of Blended
Learning: Analysis of Quantitative Data, Uniserve Science Blended Learning
Symposium Proceedings . Halaman 56-72.
Iskandar. 2002 Akuntansi Pemerintahan, Jakarta: Salemba Empat.Anderson,
Lorin, W dan Krathwol, David. 2001. A taxonomy for learning teaching and
assessing (A revision of Bloom’s Taxonomy of educational objectives), New
York. David Mc. Kay Company. Inc.
Kamdi. 2007. Strategi Pembelajaran. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Malawi, Ibadullah, dkk. 2019. Teori dan Aplikasi Pembelajaran Terpadu.
Solo:
CV. AE Media Grafika
Preus, Hr. Mjoen. E, Ronstad, E dan Gjerno, P, 2007, Are topically delivered
antibiotic beneficial as an adjunct tis calling and root planning in the treatment of
periodontal disease. PERIO, 4(1) 31-36
Rosnawati, “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita,”. Jakarta,
PT. Luxima Metro Media
Zabit, Mohd. N. M. 2010. Problem-Based Learning On Students’Critical
Thinking Skills In Teaching Business Education In Malaysia: A Literature
Review. American Journal of Business Education – June 2010 Volume 3, Number
6.

Anda mungkin juga menyukai