Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi yang penting

yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia berkualitas pada abad 21

(Partnership for 21st Century, 2008: 13). Kemampuan berpikir kritis merupakan

kemampuan untuk menganalisis, mengorganisasi, mengevaluasi dan memecahkan

masalah (Facione, 2015: 4). Presseisen (1985: 36) menyebutkan bahwa

kemampuan berpikir kritis termasuk salah satu kemampuan berpikir tingkat

tinggi. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya diperlukan dalam proses

pendidikan untuk memperoleh skor yang tinggi, melainkan juga digunakan untuk

membantu dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan

karir (Brookfield, 2012: 1; Gormley, 2017: 1). Pengembangan kemampuan

berpikir kritis peserta didik menjadi sangat penting di setiap jenjang pendidikan.

Kemampuan berpikir kritis peserta didik perlu dikontruksi melalui aktivitas dan

pengalaman melalui kegiatan pembelajaran di sekolah termasuk pembelajaran

Biologi.

Hasil survei PISA (Program for International Student Assessment) yang

dilakukan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development

(OECD) tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat 69 dari 76 negara dengan

skor bidang Sains adalah 403 dan masih berada di bawah rerata OECD.

Berdasarkan hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study

1
(TIMSS) yang dilakukan oleh International Association for the Evaluation of

Educational Achievement (IEA) pada tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat

45 dari 48 negara dengan skor 397. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

berpikir peserta didik masih rendah bermuara pada rendahnya hasil belajar peserta

didik. Berdasarkan hasil survei tersebut dapat dikatakan bahwa mayoritas peserta

didik Indonesia hanya memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah atau Low

Order Thinking Skills (LOTS), bukan High Order Thinking Skills (HOTS).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMA Negeri 1 Pundong

pada Februari 2019 (Lampiran 1) diketahui bahwa pembelajaran masih berpusat

pada pendidik (teacher centered) sehingga dalam pembelajaran siswa menjadi

pasif bahkan masih banyak siswa yang kurang memperhatikan penyampaian

materi oleh guru. Seharusnya kegiatan pembelajaran sering menerapkan hands on

activity, dimana melibatkan peserta didik menggali informasi dengan bertanya,

beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data serta membuat kesimpulan.

Peserta didik diberi kebebasan dalam mengkonstuk pemikiran dan temuan selama

melakukan aktivitas sehingga peserta didik melakukan sendiri tanpa beban,

menyenangkan dan motivasi yang tinggi. Proses pembelajaran bukan merupakan

transfer of knowledge semata dimana pengetahuan dipindahkan begitu saja dari

guru ke peserta didik, melainkan pemberian stimulan kepada peserta didik agar

mampu mengembangkan keterampilan berpikirnya seperti berpikir kritis dan

menjadi problem solver (Permendikbud, 2013).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui juga guru belum mengetahui serta

menerapkan model-model pembelajaran sehingga diperlukan pembelajaran yang

2
inovatif dan kreatif sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung aktif,

efektif dan menyenangkan. Menurut Sani (2017: 76), ada beberapa model

pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang dapat diimplementasikan sesuai

dengan kurikulum 2013 yakni, pembelajaran berbasis inkuiri dan discovery,

problem based learning, serta project based learning. Juga diketahui bahwa

instrumen penilaian yang digunakan belum berorientasi dan terukur pada High

Order Thinking Skills (HOTS). Soal-soal yang sering digunakan masih berada

pada Low Order Thinking Skills (LOTS). Peserta didik belum terbiasa

menyelesaikan soal-soal keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking

skills) termasuk kemampuan berpikir kritis. Sebagian besar siswa yang mengikuti

pembelajaran Biologi kelas X, nilai yang diperoleh belum memenuhi nilai KKM

(68), termasuk materi perubahan lingkungan. Hal ini menunjukkan masih

rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa.

Materi perubahan lingkungan pada kelas X banyak berkaitan dengan

masalah-masalah lingkungan. Kompetensi dasar yang ingin dicapai yaitu 3.11

Menganalisis data perubahan lingkungan, penyebab, dan dampaknya bagi

kehidupan dan 4.11 Merumuskan gagasan pemecahan masalah perubahan

lingkungan yang terjadi di lingkungan (Permendikbud Nomor 24 tahun 2016).

Pengalaman belajar peserta didik pada materi tersebut diharapkan berkaitan

dengan permasalahan dunia nyata dan menyelidikinya secara ilmiah sehingga

mampu berlatih memecahkan masalah (problem solving). Pembelajaran materi

perubahan lingkungan jika dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari

peserta didik maka akan lebih mudah bagi mereka untuk memahami isi pelajaran.

3
Pengaitan materi pembelajaran dengan lingkungan sekitar membuat pembelajaran

lebih bermakna karena mengetahui pelajaran yang didapat bermanfaat bagi

kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Pundong pada materi

perubahan lingkungan belum menggunakan problem-problem nyata dalam

kegiatan pemecahan masalah serta hands on activity. Pembelajaran sebatas pada

kegiatan menghafal, mengenal dan menjelaskan fakta-fakta. Menurut Browne dan

Keeeley (2018), ketika peserta didik terbiasa menjadi pembelajar pasif hanya

dengan menghafal dan mengingat informasi, maka akan sulit untuk melibatkan

siswa dalam situasi pembelajaran yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis.

Ketika peserta didik diberikan kesempatan untuk memperoleh keterampilan-

keterampilan pemecahan masalah maka akan merangsang keterampilan berpikir

kritis siswa (McDonald, 2017: 79). Oleh karena itu, pembelajaran materi

perubahan lingkungan yang berkaitan dengan masalah-masalah nyata pencemaran

lingkungan dapat melatih atau meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

serta kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Kemampuan berpikir kritis tidak dapat muncul dengan sendirinya dalam

pembelajaran. Siswa perlu dilatih menggunakan kemampuan berpikirnya yakni

dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (problem based

learning). Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang mana

siswa belajar melalui penyelesaian masalah yang realistis, umum, dan penting,

komplek serta open ended problem. Masalah-masalah ini adalah masalah dunia

nyata dan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip

(Sani, 2016: 130-131; Ali, 2019: 73). Masalah nyata yang digunakan pada PBL

4
menstimulasi siswa untuk membangun pengetahuan baru secara aktif yang mana

berhubungan kuat dengan pengetahuan mereka sebelumnya sehingga

pembelajaran merupakan proses konstruktif dan kontekstual (Dolmans et al.,

2005: 734). Menurut hasil penelitian Surya, dkk. (2014: 144), PBL dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa karena dalam proses

pembelajarannya siswa diajak untuk menemukan suatu permasalahan yang ada

pada materi Biologi, mengidentifikasi solusi pemecahan masalah yang mungkin

dilakukan, menentukan solusi terbaik untuk memecahkan masalah serta mengkaji

dan mengevaluasi solusi yang diterapkan. Dalam hal ini siswa benar-benar dilatih

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Orozco & Yangco (2016: 2), bahwa PBL dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa pada pembelajaran

Biologi.

Facione (1990:12-19) mengungkapkan bahwa terdapat enam keterampilan

berpikir kritis, yaitu: 1) interpretasi (interpretation), 2) analisis (analyze), 3)

evaluasi (evaluation), 4) kesimpulan (inference), 5) penjelasan (explanation), 6)

pengaturan diri (self regulation). Menurut Ennis (1985: 46), kemampuan berpikir

kritis diklasifikasikan menjadi lima kemampuan yang terdiri dari 12 indikator

yaitu: 1) memfokuskan pertanyaan, 2) menganalisis argumen, 3) bertanya dan

menjawab pertanyaan, 4) mempertimbangkan kredibilitas sumber, 5)

mempertimbangkan observasi, 6) melakukan dan mempertimbangkan deduksi, 7)

melakukan dan mempertimbangkan induksi, 8) melakukan dan

mempertimbangkan nilai keputusan, 9) mengidentifikasi istilah dan

5
mempertimbangkan definisi, 10) mengidentifikasi asumsi, 11) menentukan suatu

tindakan, 12) berinteraksi dengan orang lain. Dalam penelitian ini pengukuran

kemampuan berpikir kritis peserta didik dibatasi menjadi sembilan indikator

yakni 1) memfokuskan pertanyaan, 2) menganalisis argumen, 3)

mempertimbangkan observasi, 4) melakukan dan mempertimbangkan induksi, 5)

melakukan dan mempertimbangkan deduksi, 6) melakukan dan

mempertimbangkan nilai keputusan, 7) mengidentifikasi istilah, 8)

mengidentifikasi asumsi-asumsi, 9) menentukan suatu tindakan.

Menurut Dogget (2004: 2), untuk menyelesaikan masalah, seseorang harus

mengidentifikasi dan memahami penyebab masalah. Root Cause Analysis (RCA)

adalah proses untuk mengindentifikasi faktor penyebab dengan pendekatan yang

terstruktur dengan desain teknik yang fokus untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah. Alat untuk membantu kelompok dan individu

mengidentifikasi akar penyebab masalah disebut root cause analysis tools. Salah

satu root cause analysis tools adalah fishbone diagram (FD) atau cause effect

diagram (CED).

Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan efektivitas fishbone

diagram (FD) dalam pembelajaran berbasis masalah. Penelitian yang dilakukan

oleh Meylani, dkk. (2018: 12-18) menunjukkan bahwa penggunaan FD

mendorong siswa dalam menganalisis dan menemukan faktor penyebab

permasalahan lebih mendalam dan bermakna, sehingga siswa mampu

mengidentifikasi penyebab masalah yang lebih sistematis, dan siswa mampu

menemukan penyebab yang sudah diketahui pasti, maka tindakan atau solusi dari

6
sebuah permasalahan yang mereka pilih lebih mudah dilakukan dan siswa dapat

menyusun pengetahuannya sendiri, serta menumbuhkembangkan kemampuan

siswa dalam mengungkapkan dan menerima pendapat. FD memudahkan

kelompok beserta anggota kelompok untuk melakukan diskusi dan menjadikan

diskusi lebih terarah pada masalah dan penyebabnya sedangkan pada penggunaan

model PBL hal tersebut yang tidak ditemukan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Istikomah, dkk. (2017: 83-91),

PBL disertai FD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa jika

dibandingkan dengan model PBL dan model pembelajaran ekspositori. FD dapat

diaplikasikan sebagai alat bantu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi

siswa. Berdasarkan penelitian Prasasti (2015: 223-238), model PBL disertai FD

terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis khususnya

kemampuan menganalisis karena proses pembelajaran yang menekankan siswa

untuk menganalisis akar masalah. Kemampuan menganalisis siswa dapat dilatih

dengan bantuan FD yang merupakan teknik dalam mengilustrasikan masalah. Hal

ini sejalan dengan pendapat Asmoko (2013: 1), proses menganalisis masalah akan

menjadi lebih mudah jika masalah diilustrasikan dalam suatu diagram atau

gambar yakni causal map.

Selain kemampuan berpikir kritis, sikap ilmiah merupakan salah satu

komponen yang dibutuhkan dalam pembelajaran Biologi. Setiap proses

mempelajari ilmu alamiah maka harus disertai sikap ilmiah. Sikap ilmiah berarti

kecenderungan bertindak untuk memecahkan masalah secara sistematis melalui

7
langkah-langkah ilmiah. Peserta didik perlu dilatih untuk mengembangkan sikap

ilmiahnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru (Lampiran 1), kegiatan

pembelajaran Biologi di SMA N 1 Pundong pada materi Perubahan Lingkungan

belum mengembangkan sikap ilmiah secara optimal. Kegiatan pembelajaran di

sekolah belum menggunakan pendekatan inkuiri serta kegiatan hands on science.

Sebagian besar kegiatan pembelajaran masih berpusat pada pendidik, berfokus

pada kegiatan menghafal dan mengingat informasi dari buku teks serta

mengerjakan latihan-latihan soal. Tampaknya kegiatan pembelajaran belum

mengarah pada pembelajaran kontekstual, konstruktif dan berbasis masalah

sehingga pengembangan sikap ilmiah peserta didik belum dioptimalkan. Selain itu

guru juga belum pernah menyusun instrumen penilaian sikap ilmiah serta

mengukur sikap ilmiah peserta didik menggunakan instrumen penilaian yang

sesuai. Oleh karena itu diperlukan instrumen yang sesuai untuk mengukur sikap

ilmiah peserta didik.

Terdapat beberapa dimensi sikap ilmiah menurut Harlen (Bundu, 2006:

140) yakni, 1) sikap ingin tahu (curiosity), 2) sikap respek terhadap data (respect

for evidence), 3) sikap refleksi kritis (critical reflection), 4) sikap ketekunan

(perseverance), 5) sikap kreatif dan penemuan (creativity and inventiveness), 6)

sikap berpikiran terbuka (open mindedness) 7) sikap bekerjasama dengan orang

lain (cooperation with others), 8) sikap keinginan menerima ketidakpastian

(willingness to tolerate uncertainty), 9) sikap peka terhadap lingkungan

(sensitivity to environment). Dalam penelitian ini dimensi sikap ilmiah yang

8
diukur dibatasi pada tujuh dimensi antara lain 1) memiliki rasa ingin tahu atau

kuriositas yang tinggi, 2) sikap respek terhadap data/fakta, 3) sikap refleksi kritis,

4) sikap penemuan dan kreatifitas, 5) sikap berpikiran terbuka dan kerjasama, 6)

sikap ketekunan, 7) sikap peka terhadap lingkungan sekitar. Setiap sintaks dalam

pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk

membangun sikap-sikap ilmiah tersebut di dalam dirinya, dimana sintaks pada

pembelajaran berbasis masalah ada lima fase. Fase 1 mengorientasikan siswa

terhadap masalah, fase 2 mengorganisasi siswa untuk belajar, fase 3 membantu

penyelidikan kelompok, fase 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta

fase 5 menganalisis serta mengevaluasi proses penyelesaian masalah (Arends,

2012: 411). Menurut Agustina, dkk. (2017: 146), peserta didik yang mempunyai

sikap ilmiah apabila dihadapkan pada permasalahan maka akan terangsang untuk

tahu lebih lanjut mengenai apa, bagaimana, dan mengapa masalah itu dapat

terjadi. Dengan pertanyaan-pertanyaan itu maka peserta didik melakukan

penyelidikan, mencari informasi melalui berbagai sumber baik melalui buku

maupun internet mengenai masalah tersebut. Akibatnya peserta didik dapat

membangun pengetahuan baru.

Menurut penelitian Israfiddin (2016: 42), sikap ilmiah pada kelas

ekperimen melalui PBL meningkat dikarenakan peserta didik belajar untuk aktif,

dan dituntut untuk memahami konsep baru terhadap suatu permasalahan yang

kebenarannya perlu dibuktikan, hal inilah yang dapat membantu peserta didik

belajar secara ilmiah, terstruktur dan mandiri.

9
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

keefektifan Problem Based Learning disertai Fishbone Diagram terhadap

kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah peserta didik SMA kelas X.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka

dapat diidentifikasikan beberapa masalah dalam penelitian ini yang meliputi:

1. Kemampuan berpikir kritis peserta didik Indonesia masih rendah dalam skala

internasional berdasarkan hasil survei PISA dan TIMSS sehingga ranking

capaian dari tahun ke tahun masih pada level rendah diantara negara lain. Hal

ini perlu ditingkatkan melalui proses pembelajaran yang melatih kemampuan

berpikir kritis.

2. Kemampuan berpikir kritis peserta didik masih rendah pada pembelajaran

Biologi termasuk pada materi Perubahan Lingkungan, dilihat dari masih

banyak peserta didik yang memperoleh nilai di bawah KKM.

3. Pembelajaran masih berpusat pada pendidik (teacher centered). Kegiatan

pembelajaran belum menggunakan pendekatan inkuiri serta hands on science.

Kegiatan pembelajaran belum mengarah pada pembelajaran kontekstual,

konstruktif dan berbasis masalah.

4. Peserta didik cenderung menghafal konsep dan teori sehingga peserta didik

cenderung pasif, kurang konsentrasi dan antusias belajar. Kemampuan

berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah dan sikap ilmiah kurang

dioptimalkan sehingga diperlukan pendekatan dan model pembelajaran yang

10
dapat menstimulasi peserta didik agar mampu mengembangkan kemampuan

berpikir kritis dan sikap ilmiahnya.

5. Guru belum mengetahui dan menerapkan model-model pembelajaran dengan

pendekatan saintifik sehingga diperlukan penerapan model pembelajaran yang

inovatif dan kreatif sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung aktif,

efektif dan menyenangkan.

6. Pembelajaran materi Perubahan Lingkungan belum menggunakan problem-

problem nyata dalam kegiatan pemecahan masalah serta hands on activity.

7. Instrumen penilaian yang digunakan di SMA N 1 Pundong belum berorientasi

dan belum terukur pada kemampuan berpikir kritis serta sikap ilmiah sehingga

peserta didik belum terbiasa menyelesaikan soal-soal pada tingkatan

keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills). Oleh karena

itu, diperlukan instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kritis serta

sikap ilmiah.

8. Efektivitas model problem based learning disertai fishbone diagram terhadap

kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah belum diketahui.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan dari hasil identifikasi masalah, maka peneliti dalam hal ini

membatasi masalah yang akan diteliti. Hal ini dimaksudkan agar penelitian

menjadi fokus dan terarah pada masalah yang akan diteliti. Adapun yang akan

diteliti yaitu kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa SMA Negeri 1

Pundong kelas X dengan menerapkan Problem Based Learning disertai Fishbone

Diagram pada materi perubahan lingkungan.

11
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah

yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Apakah Problem Based Learning disertai Fishbone Diagram efektif

terhadap kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah peserta didik SMA

kelas X pada materi perubahan lingkungan?

2. Apakah Problem Based Learning efektif terhadap kemampuan berpikir

kritis dan sikap ilmiah peserta didik SMA kelas X pada materi perubahan

lingkungan?

3. Manakah model pembelajaran yang paling efektif terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X pada

materi perubahan lingkungan diantara model Problem Based Learning

disertai Fishbone Diagram, Problem Based Learning dan pembelajaran

scientific approach (5M)?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. keefektifan Problem Based Learning disertai Fishbone Diagram terhadap

kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X materi

perubahan lingkungan.

2. keefektifan Problem Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis

dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X materi perubahan lingkungan.

12
3. model pembelajaran yang paling efektif terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa SMA kelas X pada materi perubahan

lingkungan diantara model Problem Based Learning disertai Fishbone

Diagram, Problem Based Learning dan pembelajaran scientific approach

(5M).

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini meliputi dua hal, yaitu manfaat praktis dan

manfaat teoritik. Adapun penjelasan manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan mampu:

1) Mengembangkan kemampuan berpikir kristis siswa.

2) Mengembangkan sikap ilmiah siswa.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan mampu dimanfaatkan sebagai bahan

pertimbangan dalam memilih pendekatan dan model pembelajaran yang tepat,

terutama jika ingin mengembangkan aspek kemampuan berpikir kritis, dan

sikap ilmiah siswa.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan mampu dimanfaatkan pihak sekolah, terutama

kepala sekolah dalam menentukan kebijakan-kebijakan sekolah. Diharapkan

kebijakan tersebut selalu memperhatikan apa saja kemampuan yang harus

dimiliki siswa dan bagaimana sebaiknya guru memilih pendekatan, model

13
pembelajaran serta teknik pembelajaran yang tepat agar kemampuan tersebut

bisa berkembang secara maksimal.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu:

1) Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti sebagai calon tenaga

pendidik mengenai penerapan pendekatan, model dan teknik

pembelajaran dan mengenai bagaimana pengaruh pendekatan, model

dan teknik tersebut ditinjau dari aspek-aspek yang ingin dicapai.

2) Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam membuat

suatu karya ilmiah.

2. Manfaat Teoritik

a. Hasil penelitian ini secara umum diharapkan mampu memberikan

sumbangan dalam pembelajaran Biologi dan dapat memperkarya

kepustakaan ilmiah.

b. Dapat melengkapi empiris tentang keefektifan model Problem Based

Learning disertai Fishbone Diagram terhadap kemampuan berpikir kritis

dan sikap ilmiah siswa kelas X pada materi perubahan lingkungan serta

membuka kemungkinan untuk penelitian yang lebih lanjut tentang

permasalahan sejenis.

14

Anda mungkin juga menyukai