Proposal Skripsi
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Tentrem Puspitasari
3415161556
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa permasalahan yang dapat
digunakan untuk penelitian, yaitu:
1. Model pembelajaran apa saja yang dapat diterapkan untuk meningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa SMA?
2. Bagaimana pengaruh penerapan model Guided Discovery Leraning (GDL)
dalam proses pembelajaran siswa SMA?
3. Apakah model Guided Discovery Leraning (GDL) dapat diterapkan pada
materi Keanekaragaman Hayati?
4. Apakah terdapat pengaruh model Guided Discovery Leraning (GDL)
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMA?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, masalah akan dibatasi pada variabel yang
berkaitan yaitu pengaruh penerapan model Guided Discovery Learning terhadap
kemapuan berpikir kritis siswa SMA kelas X pada materi Keanekaragaman
Hayati.
D. Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu: “Apakah terdapat pengaruh
penerapan model Guided Discovery Leraning (GDL) terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa SMA pada materi Keanekaragaman Hayati?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis pengaruh penerepan Guided
Discovery Learning (GDL) terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA pada
materi Keanekaragaman Hayati.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
diantaranya:
1. Siswa melalui model Guided Discovery Learning diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada materi ekosistem.
2. Guru memperoleh informasi dari hasil penelitian penerapan model Guided
Discovery Learning (GDL), yang diharapkan menjadi referensi pelaksanaan
proses pembelajaran di sekolah.
3. Sekolah memperoleh informasi untuk menambahkan model Guided Discovery
Learning (GDL) dalam pembelajaran biologi di sekolah.
4. Pada penelitian selanjutnya dapat dijadikan salah satu referensi bagi kajian
teoritik khususnya tentang Guided Discovery Learning (GDL) dan
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran biologi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kontekstual
1. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis berasal dari Yunani “kritikos”, yang berarti “ketajaman”,
“kemampuan untuk menilai” dan “membuat keputusan” (Boss, 2017). Berpikir
kritis adalah dasar semua yang dilakukan manusia. Setiap kegiatan, setiap solusi,
dan setiap keputusan yang dibuat adalah hasil dari pemikiran (Kallet, 2014).
Menurut Fisher (2008) Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses untuk
menyatakan sesuatu disertai dengan keyakinan karena kemampuan berpikir kritis
berlandaskan pada alasan yang logis dan bukti empiris yang kuat. Jhonson (2007)
juga menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis juga berarti proses yang
terorganisasi sehingga memungkinkan siswa dapat mengevaluasi asumsi, logika,
fakta dan bahasa yang mendasari pertanyaan orang lain.
Kemampuan berpikir kritis berarti berpikir secara benar dalam pencarian
pengetahuan yang relevan dan konsisten dengan realita. Seseorang yang memiliki
kemampuan berpikir kritis mampu mengajukan pertanyaan yang sesuai,
mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak secara efisien dan kreatif
berdasarkan informasi, mengemukakan argumen yang logis bedasarkan
pengetahuan dan informasi, dan memberikan kesimpulan yang dapat dipercaya
(Adeyemi, 2012). Menurut Matthews dan Lally (2010) berpikir kritis adalah
salah satu rangkaian kognitif keterampilan berpikir yang juga mencakup
pemikiran kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Apabila dikaitkan dengan taksonomi Bloom, kemampuan berpikir kritis
didefinisikan sebagai tiga tahapan yang meliputi proses analisis (C4), sintesis
(C5) dan evaluasi (C6) (Jufri, 2013). Menurut Syaifudin & Utami (2011) berpikir
kritis dipahami sebagai suatu aktivitas kognitif yang berkaitan dengan
penggunaan nalar. Artinya, seseorang menggunakan daya nalarnya untuk
menghadirkan sudut pandang yang berbeda. Kemampuan berpikir kritis tidak
hanya menggambarkan pemikiran yang mengikuti aturan logika dan probabilitas,
tetapi juga menggambarkan kemampuan dalam menerapkan keterampilan secara
signifikan (Karakoc, 2016). Keterampilan berpikir kritis memiliki beberapa aspek
khusus yaitu analisis argumen dan evaluasi, penalaran metodologis, focus dan
mengklarifikasi pertanyaan (Bensley & Murtagh, 2012).
Saat berpikir kritis siswa belajar berbagai kemampuan yang dapat
meningkatkan keterampilanya selama pembelajaran di kelas. Proses berpikir
kritis memungkinkan siswa untuk berpikir lebih dalam dan jelas tentag apa yang
diyakini dan yang harus dilakukan. Sudut pandang tersebut akan membantu siswa
menjadi lebih optimal menerima informasi dan mencegah keyakinan yang
meragukan atau perilaku irasional (Leceister & taylor, 2010). Berpikir kritis
memiliki beberapa tahapan diantaranya tahap klarifikasi dimana siswa dapat
menganalisis dan mengidentifikasi hubungan dari suatu permasalahan. Tahap
kedua evaluasi siswa menilai dan membuat keputusan dari informasi relevan
yang telah didapatkan. Sementara itu pada tahap kesimpulan siswa memunculkan
peikiran untuk menggeneralisasi dari hasil – hasil yang relevan. Dengan
demikian tahap terakhir terakhir yaitu strategi, siswa mengajukan langkah –
langkah tertentu untuk mendapatkan penyelesaian (Jacob, 2012).
Keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran biologi berkaitan erat dengan
kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, dan menggambarkan
kesimpulan pada peristiwa tertentu (Naimmule & Corembima, 2018). Apabila
kemampuan berpikir kritis di ajarkan secara terbuka, menggunakan instruksi
yang di pandu dimana siswa menjadi pusat dan aktif dalam pembelajaran,
kemampuan – kemampuan tersebut semakin berkemvbang (Marlin & Halpren,
2010). Berdasarkan kondisi tersebut, maka pengembangan kemampuan berpikir
kritis dalam pembelajaran perlu dioptimalkan dengan menerapkan model
pembelajaran yang tepat dan inovatif, sehingga proses pembelajaran berlangsung
optimal dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa (Yuni,
Warsono, & Afifi, 2019).
Salah satu model pembelajaran berbasis kontruktivisme adalah Guided
Discovery Learning. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemapuan berpikir
kritis siswa adalah dengan menerapkan model Guided Discovery Learning pada
proses pembelajaran biologi (Widura, 2015). Siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis tidak hanya mengenal sebuah jawaban lain berdasarkan analisis
dan informasi yang telah didapatkan dari suatu permasalahan. Salah satu
permasalahan disekitar siswa adalah permasalahan lingkungan. Dimana pada
permasalahan tersebut siswa perlu menganalisis masalah lingkungan yang
didasarkan pada penerapan pendidikan lingkungan (Quinn, 2012).
Kemampuan berpikir kritis dapat dilihat berdasarkan pada kecakapan
kemapuan berpikir kritis dan dapat diukur dengan menggunakan dimensi dan
indikator kemampuan berpikir kritis. Dimensi dan indikator dari berpikir kritis
tersebut seperti pada Tabel 2.1.
C. Kerangka Berpikir
Pendidikan merupakan pondasi dasar terciptanya sumber daya manusia yang
berkualitias untuk mendukung kemuajuan suatu negara. Sumber daya manusia
yang berkualitas memiliki pemikiran, ide dan kontribusi yang baik di berbagai
aspek kehidupan nyata. Sistem pendidikan abad 21 yang diterapkan oleh
pemerintah pada proses pembelajaran adalah kurikulum 2013. Pembelajaran
yang berlangsung di sekolah berpedoman pada beberapa kemampuan
diantaranya kemampuan aplikatif, kemapuan belajar, rasa ingin tahu, dan
pengembangan kemampuan berpikir. Salah satu kemampuan berpikir yang di
ukur dalam proses pembelajaran adalah kemampuan berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kritis membuat siswa dapat mengembangkan cara
berpikir secara relevan, kreatif dan dapat menarik kesimpulan memalalui
informasi berupa suatu permasalahan dalam kehidupan nyata. Proses berpikir
kritis memungkinkan siswa untuk berpikir lebih dalam dan rinci tentang apa yang
diyakini dan yang harus dilakukan melaui sudut pandang yang jelas untuk
memecahkan suatu masalah.
Sebagian materi pembelajaran biologi memiliki kompetensi dasar yang harus
di capai yaitu dapat memecahkan suatu permasalahan di lingkungan sekitar.
Salah satu materi yang mencakup kompetensi tersebut adalah materi
Keanekaragaman hayati di Kelas X semester ganjil. Proses kemampuan berpikir
kritis untuk memecahkan suatu permasalahan lingkungan melibatkan kegiatan
mental seperti penerimaan dan penguasaan informasi, analisis, evaluasi dan
membuat keputusan (seleksi) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu
faktor yang berperan dalam kegiatan mental tersebut adalah model pembelajaran.
Model pembalajaran yang tepat akan meningkatakan kemapuan berpikir
kritis siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan utnuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah model pembelajaran guided
discovery learning. Guided discovery learning merupakan model pembelajaran
dimana pada prosesnya melibatkan siswa dan guru. Siswa melakukan penemuan
dan guru dan berperan dalam memberikan bimbingan melaui analisis kesulitan
siswa dalam memecahkan masalah. Keterlibatan aktif siswa membuat proses
pembelajaran menjadi lebih menarik dan bermakna. Sebaliknya apabila model
pembelajran yang diterapkan monoton akan mengurangi keterlibatan aktif siswa
menggunakan kemampuan berpikirnya saat pembelajaran berlangsung.
Penerapan model pembelajaran guided discovery learning dapat
merangasang peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, dikarenakan proses
pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Melalui penerapan model GDL siswa
dapat menganalisis dan mengavaluasi permasalahan secara mandiri dengan baik
disertai dengan bimbingan guru.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh model pembelajaran
Guided Discovery Learning (GDL) terhadap kemapuan berpikir kritis siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X pada materi Keanekaragaman
Hayati.”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen.
Kuasi eksperimen adalah penelitian yang tidak dapat mengontrol semua aspek
yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Penelitian yang terdiri dari satu
atau beberapa kelompok eksperimen serta satu atau beberapa kelompok
kontrol (Riduwan, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini model
pembelajaran Guided Discovery Learning (GDL), sedangkan variabel
terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa.
D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-
Posttest Non-Equivalent Control Group Design. Pola Desain penelitian adalah
sebagai berikut:
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 C O4
(Sumber: Sugiyono, 2015)
Keterangan:
O1 – O3= Skor pretest kemampuan berpikir kritis siswa SMA pada materi
Keanekaragaman Hayati.
O2 - O4= Skor posttest kemampuan berpikir kritis siswa pada materi
Keanekargaman Hayati.
X = Perlakuan model pembelajaran GDL pada kelompok kelas
eksperimen.
C = Perlakuan model STAD pada kelompok kelas control.
N
n=
1+ N (e)2
Keterangan : n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = margin of error 5% atau 0,05
F. Teknik Pengumpulan Data
Data utama pada penelitian ini berupa data skor kemampuan berpikir
kritis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan soal uraian tes
kemampuan berpikir kritis pada awal pembelajaran (pretest) dan akhir
pembelajaran (posttest). Data pendukung dikumpulkan melalui lembar
observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk mengetahui kesesuaian dan
keterlaksanaan sintaks pembelajaran GDL dan STAD yang dilakukan oleh
guru dan siswa pada kelas eksperimen dan kelas control.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam tes kemapuan berpikir kritis siswa dan
lembar observasi keterlaksanaan proses pembelajaran.
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis
a) Definisi Konseptual
Kemampuan berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil
pengamatan, pengalaman, proses komunikasi.
b) Definisi Operasional
Kemampuan berpikir kritis adalah proses penalaran siswa untuk
menemukan masalah, membuat pertanyaan, menarik kesimpulan dan mencari
solusi terhadap suatu permasalahan serta dapat mengemuakakan suatu
pendapat disertai dengan rasa penuh percaya diri. Menurut Fascione (2011)
terdapat enam indikator atau dimensi kemampuan berpikir kritis, yaitu 1)
interpretasi, 2) analisis, 3) evaluasi, 4) inferensi, 5) ekplanasi dan 6)
pengaturan diri.
c) Kisi-kisi Instrumen
Instrumen tes ini digunakan pada saat pretest dan posttest pada kegiatan
pembelajaran materi ekosistem. Soal berbentuk uraian berjumlah butir dengan
skor terbesar adalah 4. Instrumen tes dibuat berdasarkan kisi-kisi yang
terdapat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Materi
Ekosistem
Dimensi Indikator Konsep Nomor soal
Kemampuan Materi
Berpikir Kritis
Interpretasi Menganalisis suatu data atau
informasi mengenai
permasalahan yang diberikan.
Analisis Menganilisis hubungan dari
informasi – informasi yang
didapatkan yang digunakan
untuk menyelesaikan
permasalahan.
Evaluasi Menilai kebenaran suatu
peristiwa yang terjadi dan
menuliskan penyelesaian
permasalahan tersebut
Inferensi Menyimpulkan suatu peristiwa
berdasarkan fakta yang
ditemukan.
Eksplanasi Menyatakan hasil akhir
pemikiran serta alasan
kesimpulan yang diambil
berdasarkan bukti.
Pengaturan diri Menerapkan kemampauan
(Self memecahkan masalah dan paham
Regulated) dari permasalahan tersebut.
Jumlah soal
(Fascione, 2011)
Total skor yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kategori penilaian berpikir kritis
seperti pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Kategori Penilaian Berpikir Kritis
Skor Kategori
b. Definisi Operasional
Model Guided Discovery Learning (GDL) merupakan suatu rangakaian
kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan berpikir,
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan
terbimbing sehingga siswa dapat menemukan penyelesaian
permasalahan materi yang dipelajari. Terdapat 6 indikator tahapan
pelaksanaan yang diamati pada penelitian ini. Tahapan – tahapan
tersebut antara lain: 1) Stimulation; 2) Problem statement; 3) Data
collectin; 4) Data processing; 5) Closure/verivication dan 6)
Apprasial/generalization. Model pembelajaran ini diterapkan pada
materi Keanekaragaman Hayati kelas X IPA.
H. Prosedur Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari atas tiga tahap prosedur, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan awal dilakukan melalui observasi di SMA Negeri 98
Jakarta. Kemudian menentukan sampel penelitian dan kelas yang akan
dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas control. Kemudian menyusun
perangkat pembelajaran seperti silabus, Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran, bahan ajar dan Lembar Kerja Siswa, instrument soal tes
kemampuan berpikir kritis, serta lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu membuat
instrument penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis yang diuji terlebih
dahulu validitas dan reliabilitasnya pada siswa yang tidak dijadikan sampel
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan di awali satu hari sebelumnya untuk briefing mengenai
proses pembelajaran online melalui Google Classroom (GC). Briefing
dilakukan bersama siswa di kelas eksperimen dan kelas control melalui
Whatssap Group (WAG). Kemudian membagikan soal pretest keterampilan
berpikir kritis materi Keanekaragaman hayati kepada siswa di kelas
eksperimen dan kelas control melalui GC dengan meginformasikan kode
kelasnya terlebih dahulu sebelum meminta siswa untuk mengerjakan. Setelah
itu melaksanakan langkah – langkah pembelajaran pada jam pelajaran biologi
yang sudah ditentukan oleh sekolah, melalui GC dengan menggunakan model
pembelajaran GDL pada kelas eksperimen dan STAD pada kelas kontrol.
Pada kelas eksperimen, guru melakukan sintaks pendahuluan proses
pembelajaran dengan meminta siswa mengisi daftar hadir di GC Guru
melakukan apersepsi kemudian membagi siswa ke dalam beberapa kelompok
heteregon berdasarkan absen. Guru memberikan beberapa tautan materi atau
sumber – sumber bahan ajar yang dapat diakses secara online.
Kegiatan sintaks inti pembelajaran yang pertama dilakukan yaitu guru
membagikan softcopy Lembar Kerja Siswa (LKS) di GC dan memberikan
siswa persoalan yang muncul dari sumber belajar yang bisa dikembangkan
dengan bantuan internet atau sumber belajar lain (stimulation). Setelah itu
siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai persoalan yang
dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau hipotesis (problem statement).
Kegiatan ketiga siswa menjawab persoalan yang muncul atau membuktikan
hipotesis yang sudah dirumuskan pada kolom komentar GC melalui proses
pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan (data collection). Semua
informasi hasil observasi yang telah didapatkan oleh siswa kemudian
diklarifikasikan, dihitung dan ditafsirkan. Informasi yang diproses pada tahap ini
berupa data yang didapatkan dari tahap sebelumnya (data processing).
Selanjutnya guru membimbing siswa dalam mengemukakan data informasi yang
telah di proses pada kolom GC, dimana pertanyaan atau hipotesis yang
dirumuskan sudah di cek kebenaranya dan mengevaluasi penemuan konsep/data
yang telah di peroleh (closure/verivication). Tahap terakhir siswa belajar menarik
kesimpulan dan menganalisis proses penemuan. Guru membimbing siswa
berfikir tentang proses penemuan, memberikan umpan balik dan merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep (appraisal/generalization).
Selama pembelajaran online berlangsung, observer mengisis lembar
observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan mengamati proses pembelajaran
di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah proses pembelajaran di kelas
eksperimen dan kelas kontrol telah selesai dilaksanakan, siswa diberikan soal
posttest kemampuan berpikir kritis materi Keanekaragaman Hayati. Posttest
dalam bentuk google form dikirimkan ke email masing – masing siswa yang
dikerjakan secara online dengan batas waktu yang ditentukan.
I. Hipotesis Statistika
H0: μx – μy = 0
H1: μx – μy ≠ 0
Keterangan:
H0: Tidak terdapat pengaruh penerapan model Guided Discovery Learning
(GDL) terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA pada Materi
Keanekaragaman Hayati.
H1: Terdapat pengaruh penerapan model Guided Discovery Learning (GDL)
terhadap kemapuan berpikir kritis siswa SMA pada Materi
Keanekaragaman Hayati.
μx: Rata-rata nilai Gain Score tes kemapuan berpikir kritis siswa pada kelas
eksperimen dengan model pembelajaran GDL.
μy: Rata-rata nilai Gain Score tes kemapuan berpikir kritis pada kelas kontrol
dengan model pembelajaran STAD.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji
prasyarat dan uji hipotesis, yaitu:
a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dihitung dengan
mengguanakan rumus Kolmogorov – Smirnov pada taraf signifikansi α =
0,05. dengan aplikasi SPSS 20. Data yang digunakan yaitu nilai pretest
kelas eksperimen dan kontrol, nilai posttest eksperimen dan control, serta
rata-rata nilai Gain Score kelas eksperimen dan kontrol. Uji ini digunakan
untuk mengetahui data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak.
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui data berasal dari populasi
yang sama atau tidak. Data diuji menggunakan Uji homogenitas Fisher
(F) pada taraf signifikansi α = 0.05.
2) Uji Hipotesis
Apabila diperoleh data normal dan homogen dari uji normalitas dan
homogentitas. Kemudian dilakukan uji hipotesis menggunakan uji t independen
pada taraf siginfikansi 0,05 dengan SPSS 20.
3) Gain Score
Gain score adalah selisih anatara nilai tes awal dan tes akhir siswa. Gain score
menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa SMA setelah
diterapkan model GDL pada kelas eksperimen dan model STAD pada kelas
kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi & Prasetya. (1997). Srategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Amri, S., & Ahmadi, I. K. (2010). Proses pembelajaran Inovatif dan Kreatif
Dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.
Boss, A. J. 2017. THINK: Critical Thinking And Logic Skills for Everyday Life.
New York: McGraw Hill Education.
Bowel, T., & Gary, K. (2005). Critical Thinking: A Concise Guide. New York:
Roultedge.
Curto, K., & T. Bayer. (2005). Writing and speak to learn biologu: an
intersection of critical thinking and sommunication skills. Journal of
Collage Biology Teaching, 31(4), 11-19.
Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta:
Indeks.
Fitria, K., Suastra, W., & Subratha, N. (2015). Analisis kualitatif kemampuan
berpikir kritis siswa kelas x sma n 1 singaraja dalam pembelajran fisika.
Jurnal Jurusan Pendidikan Fisika, 2(1).
Gredler & Margaret E. (2013). Learning and Instruction. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Haris, F., Rinanto, Y., & Fatmawati, U. (2015) Pengaruh model guided discovery
learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas x sma negeri
karangpandan tahun pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Biologi, 7(2),
114-122.
Joyce, Bruce & Marsha, W. (1986). Model of Teaching. New Yersey: Prentice
Hall.
Jufri, A. (2013). Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung: Pustaka Reka Cipta.
Justica A. A., Azrai E. P., & Suryanda A. (2015). Pengaruh penggunaan model
pembelajaran analogi dalam pembelajaran ipa tehadap kemapuan berpikir
kreatif siswa smp. Biosfer 8(1).
Leceister, M., & taylor, D. (2010). Critical Thingking Across the Curiculum.
New York: Open Press University.
Mayer, R. (2003). Should there be a three - strikes rule against pure discovery
learning? the case for guided methods of instruction. Journal of Amarican
Psychologist. 59(1), 14-19.
Slavin, Robert. E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik Jilid
VII. Bandung: Nusa Media. .
Syaifudin, A., & Utami, S. P. T. (2011). Penalaran argumen siswa dalam wacana
tulis argumentatif sebagai upaya membuadayakan berpikir kritis di sma.
Lingua Jurnal Bahasa dan sastra, 7(1), 65-76.
Widura, H. S., Karyanto, P., & Aryanto J. (2015) Pengaruh Model Guided
Discovery Learning Terhadap Kemapuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X
SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Bio-Padegogi,
4 (2), 25-30.
Yuni, D., Warsono, & Afifi, R. (2019). Pengaruh model guided discovery
learning terhadap kemampuan berpikir kritis elementary clarification
(memberikan penjelasan sederhana). Quagga: Jurnal Pendidikan dan
Biologi, 11(2), 88-92. doi: 10.25134/quagga.v11i2.1919