Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran tematik terpadu di SD sesuai dengan tuntutan Kurikulum

2013 merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa

muatan pelajaran dalam satu pembelajaran. Beberapa muatan, misalnya

Bahasa Indonesia, IPA, dan IPS disatukan dalam tema yang sama kemudian

disajikan dalam satu pembelajaran utuh yang saling berkaitan.

Dalam praktik pembelajaran Kurikulum 2013 yang penulis lakukan

selama ini, penulis menggunakan buku siswa dan buku guru. Penulis

meyakini bahwa buku tersebut sudah sesuai dan baik digunakan di kelas

karena diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata,

dalam praktiknya, penulis mengalami beberapa kesulitan seperti materi dan

tugas tidak sesuai dengan latar belakang siswa. Selain itu, penulis masih

berfokus pada penguasaan pengetahuan kognitif yang lebih mementingkan

hafalan materi. Dengan demikian proses berpikir siswa masih dalam level Ci

(mengingat), memahami (C2), dan C3 (aplikasi). Guru hampir tidak pernah

melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir

tingkat tinggi (higher order thinking skills/ HOTS). Penulis juga jarang

menggunakan media pembelajaran. Dampaknya, suasana pembelajaran di

kelas kaku dan ana- anak tampak tidak ceria.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh informasi

bahwa (a) siswa malas mengikuti pembelajaran yang banyak dilakukan guru

1
dengan cara ceramah' (b) selain ceramah, metode yang selalu dilakukan guru

adalah penugasan. Sebagian siswa mengaku jenuh dengan tugas-tugas yang

hanya bersifat teoritis. Tinggal menyalin dari buku teks.

Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, siswa harus dibekali

keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Salah satu

model pembelajaran yang berorientasi pada HOTS dan disarankan dalam

implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran discovery

learning. Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu

mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud

antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan

sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau

mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan

intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran

yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat,

dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat

belajar sendiri.

Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran

yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses

pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing

dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil,

prosedur, algoritma dan semacamnya.

Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan

memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan

2
menggencralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk

menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan)

juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar

yang dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan

tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan

mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara

singkat. Pertanyaan dan informasi lama tersebut dapat dimuat dalam lembar

kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran

dimulai.

B. Jenis Kegiatan

Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan melalui Peningkatan

Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi merupakan salah satu upaya

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui DirektoratJenderal Guru

dan Tenaga. Kependidikan (Ditjen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah

kebijakan. Kemendikbud yang menekankan pada pembelajaran berorientasi

pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills

(HOTS). Keterampilan berfikir tingkat tinggi adalah proses berfikir kompleks

dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi,

menganalisis dan membangun hubungan dengan melibatkan aktifitas mental

yang paling dasar yang sebaiknya dimiliki oleh seorang guru professional

Unit Pembelajaran yang sudah tersusun diharapkan dapat meningkatkan

pembelajaran. Unit Pembelajaran yang dikembangkan dikhususkan untuk

3
pendidikan. Dasar yang dalam hal ini akan melibatkan KKG SD dan MGMP

SMP. Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada seluruh tim penyusun yang berasal dari PPPPTK, LPMP, maupun

Perguruan Tinggi dan berbagai pihak yang telah bekerja keras dan

berkontribusi positif dalam mewujudkan penyelesaian Unit Pembelajaran ini.

C. Manfaat Kegiatan

Manfaat penulisan pratik baik ini adalah meningkatkan kompetensi siswa

dalam pembelajaran tematik integratif yang berorientasi HOTS.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Discovery Learning

1. Pengertian Model Discovery Learning

Model pembelajaran discovery learning menurut Alma dkk

(2010:59) yang juga disebut sebagai pendekatan inkuiri bertitik tolak

pada suatu keyakinan dalam rangka perkembangan murid secara

independen. Model ini membutuhkan partisipasi aktif dalam

penyelidikan secara ilmiah.

Langkah-langkah dalam Discovery Learning adalah : 1)

stimulasi (pemberian rangsangan), 2) problem statment (identifikasi

masalah), 3) data collection (pengumpulan data), 4) data processing

(pengumpulan data), verification (pembuktian), 6) generalization

(penarikan kesimpulan).

Keterampilan HOTS merupakan keterampilan berpikir tingkat

tinggi (High Order Thinking Skill – HOTS ) merupakan proses

berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali

informasi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi

merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi, dan

mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki

untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan

keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.

Dalam pembentukan sistem konseptual IPA proses berpikir

tingkat tinggi yang biasa digunakan adalah berpikir kritis.

5
Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan pada zaman

perkembangan IPTEK sekarang ini, sebab saat ini selain hasil-hasil

IPTEK yang dapat dinikmati, ternyata timbul beberapa dampak yang

membuat masalah bagi manusia dan lingkungannya.

Berpikir kritis adalah proses intelektual yang dengan aktif

dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis,

mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau

dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau

komunikasi, untuk memandu keyakinan dan tindakan. Berpikir kritis

adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan

pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau

dilakukan. Menurut Muhfahroyin (2009), berpikir kritis adalah suatu

proses yang melibatkan operasi mental seperti deduksi induksi,

klasifikasi,

Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 pada lampiran

menyatakan bahwa: untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam

dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip

yang (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreatifitas

peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang (4)

bermuatan, nilai, logika, etika, estetika dan kinestetika, dan (5)

menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan

berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,

kontekstual, efektif, efisien dan bermakna.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

6
pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk

mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,

menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama

dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar

penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba

memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan

ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Tujuan Model Discovery Learning

Menurut Bell (1978) sebagaimana yang dikutip oleh M. Hosnan10

mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran penemuan,

yakni sebagai berikut:

a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara

aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi

banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan

digunakan.

b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan

pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak

meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan

c. Siswa juga belajar merumuskan st (Adminmun., 2016)rategi tanya

jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk

memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara

kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta

mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.

7
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-

keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari

melalui penemuan lebih bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam

beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan

diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Tujuan di atas, memberikan penegasan bahwa model discovery

learning ingin mengarahkan peserta didik agar lebih aktif baik secara

individu maupun kelompok untuk belajar, karakter peserta didik lebih

diutamakan agar keterampilan dapat terbangun secara efektif. Kedepan

kita akan memperoleh output yang lebih mumpuni karena akan lahir

ilmuan-ilmuan muda Indonesia yang berdaya saing.

3. Karakteristik Model Discovery Learning

Adapun ciri utama belajar menemukan, yaitu: (1) mengeksplorasi

dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan,

danmenggeneralisasikan pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik;

(3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan

yang sudah ada. Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat

ditekankan oleh teori kontruktivisme, yaitu sebagai berikut:

a. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.

b. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar peserta didik.

c. Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang

ingin dicapai.

d. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan

8
menekankan pada hasil.

e. Mendorong peserta didik untuk mampu melakukan penyelidikan.

f. Menghargai peranan pengalaman kritis peserta didik.

g. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.

h. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.

i. Banyak menggunakan terminology kognitif untuk menjelaskan

pembelajaran (prediksi, inferensi, kreasi dan analisis).

j. Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.

k. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi

dengan siswa lain dan guru.

l. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.

m. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.

n. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun

pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari pengalaman nyata.

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut,

penerapannya di dalam kelas, yakni sebagai berikut:

a. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.

b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan

beberapa waktu kepada siswa untuk merespons.

c. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.

d. Siswa secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa

lainnya.

e. Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menonton

dan menantang terjadinya diskusi.

9
f. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-

materi interaktif.

Dari uraian teori belajar kognitif serta ciri dan penerapan teori

konstruktivisme tersebut di atas dapat melahirkan model discovery

learning.

4. Kelebihan dan kelemahan

Berlyne mengatakan bahwa belajar penemuan mempunyai

beberapa keuntungan, model pembelajaran ini mengacu pada

keingintahuan siswa, memotivasi mereka untuk melanjutkan

pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya. Siswa juga belajar

memecahkan masalah secara mandiri dan keterampilan berpikir kritis

karena mereka harus menganalisis dan menangani informasi.

Beberapa kebaikan metode penemuan menurut Suryosubroto

sebagai berikut: (Djola, 2017)

a. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak

persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa,

andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin.

Kekuatan diri dari proses penemuan datang dari usaha untuk

menemukan; jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.

b. Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya

dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam

arti pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer.

c. Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa

merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan

10
kadang-kadang kegagalan.

d. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju

sesuai dengan kemampuannya sendiri.

e. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya,

sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar,

paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus.

f. Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan

bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses

penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi

yang mengecewakan.

g. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada

mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.

Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang

jawabannya belum diketahui sebelumnya.

h. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk

menemukan kebenaran akhir dan multak.

Proses pembelajaran seperti ini akan menggugah motivasi dalam

diri siswa yaitu rasa ingin tahu siswa, apakah ia mampu atau tidak

menemukan sesuatu yang seharusnya sesuai dengan teori pendukung.

Rasa ingin tahu ini yang akan menjadikan semangat dan motivasi diri

siswa tergugah.

Sedangkan menurut Suherman, dkk, beberapa keunggulan metode

penemuan adalah sebagai berikut:

a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan

11
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

b. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri

proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih

lama diingat.

c. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini

mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat

belajarnya meningkat.

d. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan

lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks

e. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery

(penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya

membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan

belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka

diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan

mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi

secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam

lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum

pembelajaran dimulai.

5. Langkah-langkah

Tahap-tahap pembelajaran dengan metode guided discovery adalah

sebagai berikut:

a. Tahap Pengenalan dan Review

Guru memulai pembelajaran dengan media fokus untuk pengenalan

12
dan review hasil kerja sebelumnya. Komponen pembelajarannya :

1) Menarik perhatian,

2) Menghidupkan pengetahuan yang sebelumnya.

b. Tahap Terbuka

Guru memberikan contoh-contoh dan meminta peserta didik untuk

melakukan pengamatan dan perbandingan. Komponen

pembelajarannya:

1) Memberikan pengalaman yang dapat mengkonstruksi pengetahuan.

2) Mendorong interaksi sosial.

c. Tahap Konvergen

Guru memandu peserta didik untuk mencari pola dalam contoh

yang diberikan. Komponen pembelajarannya :

1) Mulai membuat abstraksi;

2) Mendorong interaksi sosial.

d. Tahap Penutup

Mendeskripsikan konsep hubungan-hubungan yang ada di

dalamnya. Komponen pembelajaran meliputi mengklarifikasi

deskripsi tentang abstraksi yang baru

Sedangkan menurut Herdian langkah-langkah pembelajaran

discovery adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi kebutuhan siswa

b. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan

generalisasi pengetahuan

13
c. Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas

d. Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa

serta peranan masing-masing siswa

e. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan

f. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan

dipecahkan

g. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan

h. Membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa

i. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang

mengarahkan dan mengidentifikasi masalah

j. Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa

k. Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil

penemuannya.

Dengan melihat kelebihan diatas, maka kalau discovery learning

sebagai salah satu metode pembalajaran yang dipilih dalam memajukan

pemikiran peserta didik, sangat dimungkinkan, karena metode ini: (1)

merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; (2)

dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari,

maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak

mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri

merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan

atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi

14
discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan

dapat dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan

mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri.

15
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Tujuan dan Sasaran

Tujuan penulisan praktik baik ini adalah untuk mendeskripsikan praktik

baik penulis dalam menerapkan pembelajaran berorientasi higher order

thiking skills (HOTS).

Sasaran pelaksanaan best practice ini adalah siswa kelas II semester 1 di SD

Negeri 5 Seraya Barat.sebanyak 9 orang.

B. Bahan/Materi Kegiatan

Bahan yang digunakan dalam praktik baik pembelajaran ini adalah materi

kelas II untuk tema Hidup Rukun

No INDIKATOR PENCAPAIAN
KOMPETENSI DASAR
KOMPETENSI

Kompetensi Pengetahuan IPK PENDUKUNG

 3.1 Mengidentifikasi 3.1.1 Menelusuri hubungan antara

hubungan antara simbol dan sila-sila Pancasila

simbol dan sila-sila dalam lambang negara “Garuda

Pancasila dalam Pancasila”.

lambang negara 3.1.2 Menulis hubungan antara

Garuda Pancasila simbol dan sila-sila Pancasila

dalam lambang negara “Garuda

Pancasila”.

3.1.3 Membaca hubungan antara

16
simbol dan sila-sila Pancasila

dalam lambang negara “Garuda

Pancasila”.

IPK KUNCI

3.1.1 Mengidentifikasi hubungan

antara simbol dan sila-sila

Pancasila dalam lambang negara

“Garuda Pancasila”.

3.1.2 Menyebutkan hubungan antara

simbol dan sila-sila Pancasila

dalam lambang negara “Garuda

Pancasila”.

3.1.3 Menjelaskan hubungan antara

simbol dan sila-sila Pancasila

dalam lambang negara “Garuda

Pancasila”.

IPK PENGAYAAN

3.1.1 Menceritakan hubungan antara

simbol dan sila-sila Pancasila

dalam lambang negara “Garuda

Pancasila” dengan kondisi nyata

sehari-hari.

3.1.2 Menentukan hubungan antara

simbol dan sila-sila Pancasila

17
dalam lambang negara “Garuda

Pancasila” dengan kondisi nyata

sehari-hari.

- Kompetensi Keterampilan IPK PENDUKUNG

 4.1 Menjelaskan 4.1.1 Mengumpulkan informasi

hubungan gambar mengenai hubungan gambar pada

pada lambang negara lambang Negara dengan sila-sila

dengan sila-sila Pancasila.

Pancasila IPK KUNCI

4.1.1 Menjelaskan hubungan gambar

pada lambang Negara dengan sila-

sila Pancasila.

IPK PENGAYAAN

4.1.1 Menunjukkan hubungan gambar

pada lambang Negara dengan sila-

sila Pancasila

C. Metode/Cara Melaksanakan Kegiatan

1. Penggunaan aspek HOTS, 5M, 4 Dimensi Pengetahuan dan Kecapakan

Abad 2l di dalam proses pembelajaran.

2. Karena K-13 mengamanatkan penerapan pendekatan saintifik (5M) yang

meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/

mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Lalu optimalisasi peran guru

dalam melaksanakan pembelajaran abad 21dan HOTS (Higher Order

18
Thinking Skills). Selanjutnya ada integrasi literasi dan Penguatan

Pendidikan Karakter (PPK) dalam proses belajar mengajar (PBM).

Pembelajaran pun perlu dilaksanakan secara kontekstual dengan

menggunakan model, strategi, metode, dan teknik sesuai dengan

karakteristik Kompetensi Dasar {KD) agar tujuan pembelajaran

tercapai.Pembelajaran abad 21 secara sederhana diartikan sebagai

pembelajaran yang memberikan kecakapan abad 21- kepada peserta didik,

yaitu 4C yang meliputi: (1) Communication (2) Collaboration, (3) Critical

Thinking and problem solving, dan {4} Creative and lnnovative.

Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan

Anderson, kemampuan yang perlu dicapai siswa bukan hanya LOTS

(Lower Order Thinking Skills) yaitu C1 (mengetahui) dan C-2

(memahami), MOTS (Middle Order Thinking Skills) yaitu C3

{mengaplikasikan) dan C-4 {mengalisis), tetapi juga harus ada

peningkatan sampai HOTS (Higher Order Thinking Skills), yaitu C-5

(mengevaluasi), dan C-5 (mengkreasi).Penerapan pendekatan saintifik,

pembelajaran abad 21 (4C), HOTS, dan integrasi literasi dan PPK dalam

pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam

rangka menjawab tantangan, baik tantangan internal dalam rangka

mencapai 8 (delapan) SNP dan tantangan eksternal, yaitu

globalisasi.Melalui berbagai pelatihan atau bimbingan teknis (bimtek) K-

13 yang telah dilakukan selama ini diharapkan mampu mengubah

paradigma guru, juga meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran,

Pendekatan saintifik, pembelajaran abad 21 {4C), HOTS, integrasi literasi

19
dan PPK, dan pembelajaran kontekstual sebenarnya bukan hal yang baru

bagi guru. Secara sadar ataupun tidak sebenarnya sudah hal tersebut

dilakukan, hanya dalam K-13 lebih ditegaskan lagi untuk dilaksanakan

pada PBM, dan hasilnya dilakukan melalui penilaian otentik yang mampu

mengukur ketercapaian kompetensi siswa.

TAHAP
ALOKASI
PEMBELAJARA KEGIATAN PEMBELAJARAN
WAKTU
N

A. Kegiatan Pendahuluan 10 menit

Pendahuluan  Kelas dimulai dengan mengucapkan

(persiapan/ salam, menanyakan kabar dan

orientasi) mengecek kehadiran Peserta didik

 Kelas dilanjutkan dengan do’a

dipimpin oleh salah seorang Peserta

didik. Peserta didik yang diminta

membaca do’a adalah Peserta didik

Peserta didik yang hari ini datang

paling awal.

Apersepsi  Menyanyikan lagu Garuda Pancasila

atau lagu nasional lainnya.

 Mengadakan tanya jawab untuk

menggali informasi sampai sejauh

mana siswa mengenal sila-sila

20
Pancasila

 Guru menyampaikan subtema yang

akan digunakan untuk pembelajaran,

yaitu Hidup Rukun di Rumah. Yang

perlu diketahui bahwa kegiatan

pembelajaran bertujuan untuk

mencapai kompetensi dasar yang

sudah dipetakan dalam subtema..

Motivasi  Pembiasaan membaca buku pada

Pojok Baca selama 15 menit sebelum

pembelajaran dimulai

 Guru bercerita tentang cerita inspirasi

untuk memotivasi pembiasaan

membaca

B. Kegiatan Inti

PKn  Guru mengajak anak – anak ke 150 menit

lapangan
Stimulation
 G u r u mengarahkan peserta didik
(Pemberian
membentuk lingkaran besar dan
Rangsangan)
mengajaknya menyanyikan lagu

“Garuda Pancasila”.

 Guru menunjukan gambar burung

agruda

 Siswa mengamati gambar perisai

21
burung Garuda yang terdapat simbol-

simbol pada Pancasila.

 Siswa dibimbing guru untuk

memahami simbol-simbol Pancasila.

 Siswa mengamati simbol sila pertama,

kedua, ketiga, keempat,.dan kelima

 Siswa bersama-sama membaca teks

Pancasila seperti terdapat pada

gambar

 Guru mengarahkan siswa untuk

membuat kelompok

Problem  Guru menjelaskan permainan yang

Statement akan dimainkan oleh siswa.

(Identifikasi  Guru memberi tugas masing – masing

masalah) siswa dalam satu kelompok.

Data Collection  Guru membuat 3 pos pada masing –

(Pengumpulan masing lintasan kelompok

data)  Setiap kelompok berlomba

mengambil gambar simbul – simbul

pancasila pada post 2

 Setelah di pos 1 siswa berlari menuju

pos 2 untuk mengambil bunyi sila

pancasila.

Data Processing

22
(Pengolahan data)  Peserta didik bersama- sama dalam

kelompok menuju pos 3 dan

menyusun dengan benar dan

memasangkan gambar/simbul

Pancasila dengan bunyinya.

 Dalam kelompok Peserta didik

ditugaskan berdidkusi dan menulis 1

contoh kegiatan di rumah yang

melambangkan kelima sila dalam

Pancasila

Verification

(Pembuktian)  Siswa diajak kembali ke dalam kelas

 Setiap kelompok menyampaikan hasil

kerja kelompoknya, yang diwakili

oleh salah satu anggota kelompok.

 Siswa yang lain menanggapi

 Guru bersama siswa membahas hasil

kerja masing-masing kelompok

Bhs. Indonesia  Guru menugaskan peserta didik

mencari pasangan.

 Sebelum bermain peran, siswa

membaca terlebih dahulu teks

percakapan.

 Siswa dibimbing guru untuk

23
memberikan penekanan pada

ungkapanyang terdapat pada teks

percakapan.

 Siswa bermain peran, guru

mengamati kemampuan siswa

dalammelakukan percakapan

berdasarkan rubrik penilaian. Sikap

yang diamatiadalah percaya diri

 Siswa mengamati gambar gerak dasar

berjalan. Siswa memperhatikanguru

memperagakan gerak dasar berjalan

(mengamati, menanya, danmenggali

informasi).

 Siswa memperagakan sesuai contoh

guru (mencoba, menalar).

 Gerak dasar berjalan dikembangkan

dengan berjalan berpasangan

ataujalan beregu.

 Pada halaman 19 siswa diajak untuk

melakukan permainan

menirukanhewan berjalan.

 Petunjuk Permainan Hewan Berjalan:

- Siswa berdiri melingkar, sedangkan

guru berdiri di tengah.

24
- Guru memberi aba-aba nama

hewan. Siswa menirukan gerakan

hewanyang disebutkan guru.

- Pada saat siswa menirukan gerakan

hewan, guru mengacungkan

jarimenunjuk sebuah angka.

- Siswa mencari teman sebanyak

angka yang ditunjukkan oleh

guru,sambil berjalan menirukan

gerakan hewan.

- Siswa yang tidak mendapat teman,

diminta untuk menyanyi.

- Pada permainan ini, guru dapat

mengamati sikap sportif

yangditunjukkan oleh siswa.

C. Kegiatan  Guru mengarahkan peserta didik 15 menit

Penutup secara bersama-sama menarik

kesimpulan.

 Guru menguatkan kesimpulan yang

telah dirumuskan oleh peserta didik.

 Peserta didik diberikan kesempatan

berbicara /bertanya dan

menambahkan informasi dari Peserta

didik lainnya.

25
 Guru Memberikan Evaluasi yang

hasilnya sebagai refleksi dan tindak

lanjut

 Menyanyikan salah satu lagu wajib

atau lagu daerah untuk menumbuhkan

nasionalisme, persatuan, dan

toleransi.

 Salam dan do’a penutup di pimpin

oleh salah satu Peserta didik.

 Tindak lanjut berupa pemberian

pekerjaan rumah.

D. Alat/Instrumen

Model-model pembelajaran yang sudah banyak dikenal oleh guru, guru

pun diharapkan untuk

menggunakan atau mengembangkan mode-model pembelajaran yang lebih

variatif agar pembelajaran lebih, menyenangkan dan menantang.Pembelajaran

yang HOTS ditindaklanjuti dengan penilaian HOTS. Soal-soal yang diberikan

harus mengukur ketercapaian siswa pada ranah C-4, C-5, dan C-6, disesuaikan

dengan KKO yang telah ditetapkan pada RPP. Instmmen test yang digunakan

bisa dalam bentuk soal Pilihan Ganda (PG) atau uraian. Soal PG dan HOTS

yang berorientasi pada HOTS tentunya bukan sekedar menanyakan sekedar

menanyakan "apa?",

26
"siapa?", "kapan?" dan "dimana?", tetapi menanyakan "mengapa?" dan

"bagaimana?". Berdasarkan kepada hal tersebut, maka guru harus banyak

membiasakan soal-soal HOTS kepada siswa, agar siswa terbiasa mengasah

nalar, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan solutif.

Media pembelajaranyang digunakan dalam praktik terbaik ini adalah (a)

contoh Hewan dan Lingkuangan melalui gambar atau video (b) buku guru dan

buku siswa kelas IV K13 Revisi Instrumen yang digunakan dalam praktik baik

ini ada 2 macam yaitu (a) instrumen untuk mengamati proses pembelajaran

berupa lembar observasi dan (b) instrumen untuk melihat hasil belajar siswa

dengan menggunakan uraian singkat.

E. Waktu dan Tenpat Kegiatan

Best practice ini dilaksanakan pada tanggal 10 Desember tahun 2019

bertempat di SD N 5 Seraya Barat.

27
BAB III
HASIL KEGIATAN

A. Hasil

Diimplementasikannya kurikulum 2013 (K-13) membawa konsekuensi

guru yang harus semakin berkualitas dalam melaksanaan kegiatan

pembelajaran. Karena K-13 mengamanatkan penerapan pendekatan saintifik

(5M) yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

menalar/ mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Lalu optimalisasi perim

guru dalam melaksanakan pembelajaran abad 21 dan HOTS (Higher Order

Thinking Skills). Selanjutnya ada integrasi literasi dan Penguatan Pendidikan

Karakter (PPK) dalam proses belajar mengajar (PBM). Pembelajaran pun

perlu dilaksanakan secara kontekstual dengan menggunakan model, strategi,

metode, dan teknik sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar (KD) agar

tujuan pembelajaran tercapai.

Pembelajaran abad 21secara sederhana diartikan sebagai pembelajaran

yang memberikan kecakapan abad 2l kepada peserta didik, yaiu 4C yang

meliputi: (l) Communication (2) Collaboration, (3) Critical Thinking and

problem solving, dan (4) Creative and Innovative. Berdasarkan Taksonomi

Bloom yangtelah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson, kemampuan yang

perlu dicapai siswa bukan hanya LOTS (Lower Order Thinking Skills) yaitu

28
C1 (mengetahui) dan C-2 (memahami), MOTS (Middle Order Thinking

Skills) yaitu C3 (mengaplikasikan) dan C-4 (mengalisis), tetapi juga harus

ada peningkatan sampai HOTS (Higher Order Thinking Skills), yaitu C-5

(mengevaluasi), dan C-6 (mengkreasi).Penerapan pendekatan saintifik,

pembelajaran abad,2l (4C), HOTS, dan integrasi literasi dan PPK dalam

pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalanrangka

menjawab tantangan, baik tantangan internal dalam rangka mencapai 8

(delapan) SNP dan tantangan eksternal, yaitu globalisasi.Melalui berbagai

pelatihan atau bimbingan teknis (bimtek) K-l3 yang telah dilakukan selama

ini diharapkan mampu mengubah paradigma guru, juga meningkatkan

kompetensi guru dalam pembelajaran. Pendekatan saintifrk, pembelajaran

abad 2l (4C), HOTS, integrasi literasi dan PPK, dan pembelajaran kontekstual

sebenarnya bukan hal yang baru bagi guru. Secara sadar ataupun tidak

sebenarnya sudah hal tersebut dilakukan, hanya dalam K-13 lebih ditegaskan

lagi untuk dilaksanakan pada PBM, dan hasilnya dilakukan melalui penilaian

otentik yang mampu mengukur ketercapaian kompetensi siswa.

B. Masalah yang dihadapi

Masalah yang dihadapi terutama adalah belum terbiasanya siswa belajar

degan model discovery learning. Dengan tujuan untuk mendapat nilai ulangan

yang baik guru selalu mengguakan metode ceramah, siswa pun merasa lebih

percaya diri menghadapi ulangan (penilaian) setelah mendapat penjelasan

guru melalui ceramah

29
C. Cara mengatasi masalah

Agar siswa yakin bahwa pembelajaran tematik dengan Discovery

Learnng. dapat membuat mereka lebih meguasai materi pembelajaran, guru

memberi penjelasan sekilas tentang apa, bagaimana, mengapa, dan manfaat

belajar berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order

thinking skills HOTS).

30
BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Pembelajaran tematik dengan model pembelajaran Discovery

learning layak dijadikan praktik baik pembeljaran berorientasi HOTS

karena dapat meingkatkan kemampuan siswa dalam melakukan

transfer pengetahuan, berpikir kritis, dan pemecahan masalah.

2. Dengan penlusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara

sistematis dan cermat, pembelajaran tematik dengan model

pembelajaran Discovery learning yang dilaksanakan tidak sekadar

berorientasi HOTS, tetapi juga mengintegrasikan PPK, literasi, dan

kecakapan abad 21.

Berdasarkan hasil praktik baik pembelajaran tematik dengan model

pembelajaran Discovery learning, berikut disampaikan rekomendasi yang

relevan.

1. Guru seharusnya tidak hanya mengajar dengan mengacu pada buku siswa

dan buku guru serta jaring-jaring tema yang telah disediakan, tetapi berani

31
melakukan inovasi pembelajaran tematik yang kontekstual sesuai dengan

latar belakang siswa dan situasi dan kondisi sekolahnya.Halini akan

membuat pembelajaran lebih bermakna.

2. Siswa diharapkan untuk merterapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

dalam belajar, tidak terbatas pada hafalan teori. Kemampuan belajar degan

cara ini akan membantu siswa menguasai materi secara lebih mendalam

dan lebih tahan lama (tidak mudah lupa)

3. Sekolah, terutama kepala sekolah dapat mendorong guru lain untuk ikut

melaksanakan pembelajaran berorientasi HOTS. Dukungan positif

sekolah, seperti penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan

kesempatan bagi penulis utuk mendesiminasikan praktik baik ini aka

menambah wawasan guru lain tentang pembelajaran HOTS.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil praktik baik pembelajaran tematik dengan model

pembelajaran Discovery learning, berikut disampaikan rekomendasi yang

relevan.

1. Guru seharusnya tidak hanya mengajar dengan mengacu pada buku siswa

dan buku guru serta jaring-jaring tema yang telah disediakan, tetapi berani

melakukan inovasi pembelajaran tematik yang kontekstual sesuai dengan

latar belakang siswa dan situasi dan kondisi sekolahnya.Halini akan

membuat pembelajaran lebih bermakna.

2. Siswa diharapkan untuk merterapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

dalam belajar, tidak terbatas pada hafalan teorj. Kemampuan belajar degan

32
cara ini akan membantu siswa menguasai materi secara lebih mendalam

dan lebih tahan lama (tidak mudah lupa)

Sekolah, terutama kepala sekolah dapat mendorong guru lain untuk ikut

melaksanakan pembelajaran berorientasi HOTS. Dukungan positif sekolah,

seperti penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan kesempatan bagi

penulis utuk mendesiminasikan praktik baik ini aka menambah wawasan guru

lain tentang pembelajaran HOTS.

33
DAFTAR PUSTAKA

Adminmun. (2016, Nopember 30). Pustamun. Retrieved Nopember 19, 2019 from
Ciri - ciri atau karakteristik model pembelajaran penemuan (Discovery
Learning): https://pustamun.blogspot.com/2016/11/ciri-ciri-atau-
karakteristik-model.html

Alma, B. d. (2010). Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil


Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Ariyana, Y. ,. (2019). Buku pegangan pembelajaran berorientasi pada


keterampilan berpikir tingkat tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan .

Dimyati. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djola. (2017, Juli 24). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Retrieved


Nopember 19, 2019 from Metode Discovery Learning:
http://belajarpendidikanpkn.blogspot.com/2017/07/metode-discovery-
learning.html

Gofur, A. (2016, 2 10). Model discovery learning. Dipetik 11 19, 2019, dari
abdulgofurcom.wordpress.com:
https://modelpembelajaranblog.wordpress.com/2016/02/10/model-
discovery-learning/

Irene Maria Juli Astuti. (2017). Hidup Rukun : buku guru kelas 2/ Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Kemendikbud. (2016). Panduan Pembelajaran Tematik Terpadu SD. Jakarta:


Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar.

Muhfahroyin. (2009). Memberdayakan kemampuan berpikir kritis siswa melalui


pembelajaran konstruktivik. Jurnal Pendidikan & Pembelajaran, 88-93.

Setiawati Wiwik, O. A. (2019). Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking


Skills. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan .

34
LAMPIRAN

Lampiran 1 : RPP

Lampiran 2 : Bahan ajar

Lampiran 3 : Format penilaian dan lembar kerja

Lampiran 4 : 4. Penilaian dan hasil diskusi peserta didik

Lampiran 5 : Kisi – kisi soal

Lampiran 6 : Soal evaluasi

Lampiran 7 : Kunci jawaban

Lampiran 8 : Pekerjaan siswa

Lampiran 9 : Hasil belajar siswa

Lampiran 10 : poto Kegiatan belajar

Lampiran 11 : Surat undangan presentasi Best Practice

Lampiran 12 : Daftar peserta seminar

Lampiran 13 : Jadwal kegiatan seminar

Lampiran 14 : Daftar hadir seminar

Lampiran 15 : Notulen

Lampiran 16 : Berita acara

Lampiran 17 : Poto seminar

Lampiran 18 : Surat keterangan

35
36

Anda mungkin juga menyukai