Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PESERTA DIDIK DITINJAU DARI MINAT BELAJAR


DALAM MATERI PROGRAM LINEAR DI KELAS XI
SMA NEGERI 2 NANGA PINOH

OLEH:
SINTA NAULI PASARIBU
NIM: F1042161021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
A. Judul
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Minat
Belajar Peserta Didik dalam Materi Program Linear di Kelas XI SMA
Negeri 2 Nanga Pinoh

B. Latar Belakang
Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sangat penting.
Hal ini diisyaratkan oleh pemerintah dengan menjadikan matematika
sebagai pelajaran wajib di sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/Sederajat), Sekolah Menengah
Atas (SMA/Sederajat), bahkan Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukan
bahwa matematika memiliki eksistensi tersendiri.
Sebagai suatu mata pelajaran yang sangat penting tersebut, maka
sudah pasti ada kualifikasi kemampuan peserta didik yang hendak dicapai.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 21 Tahun 2016
tentang suatu Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah mengungkapkan
bahwa salah satu kompetensi pembelajaran Matematika adalah menjunjukan
sikap logis, kritis, analitis, cermat dan teliti, tanggung jawab, responsif, dan
tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah.
Menurut Sri Wardhani (2008:8) selaras dengan Permendikbud,
kualifikasi yang hendak dicapai dalam mempelajari Matematika juga
terdapat dalam Standar Isi (SI) Mata Pelajaran Matematika untuk jenjang
pendidikan dasaar dan menengah yang menyatakan bahwa tujuan mata
pelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar peserta didik mampu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara


konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Manggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan maslah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.

Istilah pemecahan masalah juga terdapat pada NCTM (National


Council of Teacher of Mathematics) yang mengemukakan kulifikasi
kemampuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran matematika yaitu
kemampuan pemecahan masalah (Problem Solving), kemampuan membuat
koneksi (Connection), kemampuan komunikasi (Communication),
kemampuan penalaran (Reasoning), dan kemampuan representasi (NCTM,
2000).
Seiring dalam Permendikbud, Standar Isi (SI) mata pelajaran
matematika serta NCTM, maka terlihat bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan suatu kemampuan yang sangat penting dalam proses
pembelajaran matematika, sebab dengan adanya kemampuan pemecahan
masalah tersebut, dapat menciptakan generasi yang berketerampilan dan
memiliki kemampuan berfikir kritis. Menurut Conney dan Herman
Hudoyono yang dikutip oleh Risnawati mengajar pemecahan masalah
kepada peserta didik, memungkinkan peserta lebih analitik dalam
mengambil keputusan dalam hidup (Risnawati, 2008:110).
Made Wena (2010:52) mengemukakan pada hakikatnya, sebuah
pembelajaran dalam hal formal, informal maupun nonformal memiliki satu
tujuan yang sama, yakni tidak hanya memmahami dan menguasi apa dan
bagaimana sesuatu terjadi, tetapi juga memberi pemahaman dan juga
keterampilan tentang “mengapa hal itu terjadi”. Inti dari mengapa hal itu
terjadi adalah bagian dari konsep pemecahan masalah menjadi sangat
penting untuk diajarkan.
Dengan kelebihan yang dimiliki oleh kemampuan pemecahan
masalah, maka dapat kita simpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah adalah kemampuan yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik
dikurikulum 2013. Yang mana, kurikulum 2013 mengajarkan bahwa pusat
dari pembelajaran adalah student center. Sehingga peserta didik harus
memiliki suatu kemampuan dalam diri untuk mendapatkan pusat dari
pembelajaran.
Namun, dibalik kelebihan yang ada pada kemampuan pemecahan
masalah, justru kemampuan pemecahan masalah tersebut sangatlah rendah
dikalangan peserta didik di Indonesia. Kelemahan pemecahan masalah
peserta didik dapat dilihat dari hasil test Programmer for International
Student Assessmen atau yang biasa dikenal dengan sebutan PISA. Hasil tes
PISA 2018 yang diliris pada 3 Desember 2019. Berdasarkan hasil tersebut
terlihat bahwa peringkat Indonesia pada PISA tahun 2018 jika dibandingkan
dengan PISA 2015 pada kategori matematika, Indonesia berada diperingkat
7 dari bawah (73) dari skor rata-rata 379 (PISA,2018:7). Sementara pada
PISA 2015, Indonesia berada pada peringkat ke 62 dari 72 negara dan
mendapatkan skor rata-rata kemampuan matematika 386 (PISA, 2015:5).
Selain pada kemampuan matematika, kemampuan memabaca dan kinerja
sains juga menurun dari rata-rata skor 397 dan 403 menjadi 371 dan 396.
Perbedaan pada PISA 2015 dan PISA 2018 hanya terdapat pada negera yang
disurvei. Jikan tahun 2015 ada 70 negara yang disurvei, makan tahun 2018
bertambah menjadi 79 negara.
Berdasarkan hasil tes PISA 2015 dan PISA 2018, bisa kita ambil
kesimpulan bahwa terdapat masalah pada kemampuan pemecahan masalah
peserta didik pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, kita perlu
mengetahui secara pasti apa kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam
memecahkan masalah matematis. Seiring dengan hal itu, peneliti melakukan
suatu wawancara dengan guru SMAN 2 Nanga Pinoh terkait kemampuan
pemecahan masalah matematis. Berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan guru SMAN 2 Nanga Pinoh, diperoleh informasi bahwa dalam
proses pembelajaran, guru merasa peserta didik masih mengalami kendala
dalam hal pemecahan masalah, namun guru belum mengetahui pasti di
mana letak kendala tersebut. Peserta didik hanya bisa menyelesaikan soal
yang sama dengan soal yang telah dikerjakan sebelumnya. Jika soal tersebut
dimodifikasi, maka peserta didik tampak kebingungan. Di lain pihak, guru
juga mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran guru masih belum
menerapkan indikator kemampuan pemecahan masalah secara utuh.
Berdasarkan hasil wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa SMAN 2
Nanga Pinoh belum dilakukan pengukuran terkait kemampuan pemecahan
masalah sehingga belum diketahui apa kesulitan yang dialami oleh peserta
didik dalam melakukan pemecahan masalah serta bagaimana kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik. Oleh karena itu, peneliti ingin
melihat secara real bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis
di SMAN 2 Nanga Pinoh tersebut serta di indikator manakah kemampuan
pemecahan masalah mengalami kerendahan.
Menurut Heris Hendriana (2018:163) dalam suatu proses
pembelajaran, seorang peserta didiik memerlukan kesiapan diri untuk
mengikuti proses belajar mengajar. Kesiapan diri tersebut adalah hal utama
yang dapat mengakomodasi keberhasilan belajar. Keberhasiilan belajar
peserta didik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik berasal dari dalam
diri maupun dari luar diri yang bersangkutan. Satu diantara banyak faktor
yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari dalam diri
adalah minat belajar. Menurut Guildford, minat belajar adalah dorongan-
dorogan dari dalam diri peserta didik secara psikis dalam mempelajari
sesuatudengan penuh dengan kesadaran, ketenangan dan kedisiplinan
sehingga menyebabkan individu secara aktif dan senang untuk
melakukannya. Indikator minat belajar di antaranya (Kurnia Eka dan M. R.
Yudhanegara, 2018:93):
1. Perasaan senang
2. Ketertarikan untuk belajar
3. Menunjukann perhatian saat belajar
4. Keterlibatan belajar

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Erlando Doni Sirait


(2016), didapat informasi bahwa terdapat hubungan positif antara minat
belajar dengan prestasi belajar matematika peserta didik dengan koefisien
korelasi sebesar 0,0706 dan koefisien determinasi sebesar 0,498 yang berarti
bahwa variabel minat belajar memberikan konstribusi sebesar 49,8%
terhadap penambahan prestasi belajar matematika peserta didik. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa minat belajar memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar peserta didik.
Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh Yesi Sapitri, Citra
Utami, dan Mariyam (2017) yang berjudul “Analisis Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik dalam Menyelesaikan Soal

Open-Ended pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Minat Belajar”. Hasil


dari penelitian tersebut ialah kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik dalam menyelesaikan soal open-ended pada materi lingkaran
ditinjau dari minat belajar tinggi mempunyai rata-rata sebesar 52,34 yang
berada pada kategori sedang, kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik dalam menyelesaikan soal open-ended pada materi lingkaran
ditinjau dari minat belajar sedang mempunyai rata-rata sebesar 37,08 yang
berada pada kategori sedang, dan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik dalam menyelesaikan soal open-ended pada materi
lingkaran ditinjau dari minat belajar rendah mempunyai rata-rata sebesar
45,23 yang berada pada kategori sedang.
Minat belajar yang tinggi akan memudahkan peserta didik mencapai
tujuan belajar dikarenakan adanya dorongan dari dalam diri peserta didik
untuk belajar, begitupun sebaliknya. Dalam bukunya, Heris mengatakan
bahwa dampak buruk dari kurangnya minat belajar ialah dapat melahirkan
sikap penolakan kepada guru yang mengampu bidang tersebut.
Salah satu materi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah
adalah Program Linear. Peneliti memilih materi program linear dalam
penelitian ini dikarenakan program linear merupakan materi yang dalam
menyelesaikannya diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang telah
didapatkan untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari
Minat Belajar Peserta Didik dalam Materi Program Linear di Kelas XI
SMA Negeri 2 Nanga Pinoh”. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
kajian yang mendalam oleh peneliti.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana kemampuan pemecahan masalah
matematis ditinjau dari minat belajar peserta didik dalam materi program
linear di kelas XI SMA Negeri 2 Nanga Pinoh?”.
Adapun sub-sub masalah dalm penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
ditinjau dari minat belajar rendah pada materi program linear?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
ditinjau dari minat belajar sedang pada materi program linear?
3. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
ditinjau dari minat belajar tinggi pada materi program linear?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, maka tujuan yang
ingin peneliti capai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah peserta didik
SMAN 2 Nanga Pinoh.
2. Untuk mengetahui minat belajar peserta didik SMAN 2 Nanga Pinoh.
3. Untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik ditinjau dari minat belajar matematika.

E. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran terhadap upaya peningkatan kemampuan peserta didik
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui minat
dan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik,
sehingga guru diharapkan untuk memahami dan mengarahkan
peserta didiknya dalam belajar matematika.
b. Bagi sekolah
Sebagai masukan dalam pembaharuan proses pembelajaran
untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
c. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini, peneliti dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai kemampuan pemecahan masalah peserta
didik sehingga mampu memberikan pembelajaran yang efektif
dan berkualitas.
d. Bagi peserta didik
Peserta didik dapat mengetahui seberapa besar kemampuan
pemecahan masalah yang dimilikinya ditinjau dari minat belajar
dalam pembelajaran matematika sehingga ia bisa meningkatkan
minat belajar terutama pembelajaran matematika dan peserta didik
lebih temotivasi lagi untuk belajar.
e. Bagi orang tua
Sebagai bahan acuan untuk memberikan arahan kepada anaknya
agar terus semangat belajar.

F. Definisi Operional
Beberapa istilah yang berkaitan dengan penelitian ini, agar tidak
menimbulkan salah penafsiran, yakni sebagai berikut
1. Analisis
Analisis diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas yang terdiri
dari proses mengurai, membedakan, memilah suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelahaan bagian itu untuk dikelompokkan
kembali berdasarkan kriteria tertentu untuk kemudian dicari kaitannya
lalu ditafsirkan maknanya. Analisis pada penelitian ini adalah analisis
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik ditinjau dari
minat belajar matematika.
2. Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan kemampuan yang dimiliki
peserta didik guna meneyelesaikan suatu masalah dengan
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah
diperoleh sebelumnya.
3. Minta Belajar
Minat belajar adalah dorongan-dorongan yang berasal dari
dalam diri peserta didik untuk mempelajari sesuatu, yang mana minat
tersebut bukanlah bawaan dari lahir.
4. Program Linear
Program linear adalah suatu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan optimasi linear (nilai
maksimum dan nilai minimum). Pada penelitian ini akan mengambil
data dengan instrumen soal penyelesaian matematika yang
membutuhkan kemampuan untuk mengubah bahasa cerita menjadi
bahasa matematika atau model matematika. Model matematika yang
dimaksud adalah bentuk penalaran manusia dalam menerjemahkan
permasalahan menjadi bentuk matematika (dimisalkan dalam variabel
x dan y) sehingga dapat diselesaikan.

G. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Menurut Baroody masalah matematika merupakan
suatu soal yang mana tidak terdapat prosedur rutin yang dengan
cepat dapat digunakan untuk menyelesaikannya (Roebyanto dan
Harmini, 2017: 3). Sedangkan menurut Hudoyo masalah
matematika adalah masalah yang untuk menyelesaikannya
menggunakan prosedur rutin atau non rutin, berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya (Roebyanto dan Harmini, 2017: 3).
Masalah matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1)
penemuan, yaitu mencari, menemukan atau mendapatkan nilai
tertentu yang tidak diketahui dari soal dan memenuhi syarat yang
sesuai dengan soal. (2) pembuktian, yaitu cara untuk menentukan
kebenaran suatu pernyataan (Roebyanto dan Harmini, 2017: 9).
Menurut Hamalik pemecahan masalah adalah suatu aktivitas
yang berhubungan dengan pemilihan cara atau jalan keluar yang
sesuai untuk mengubah situasi sekarang menuju ke situasi yang
diharapkan (Zulkarnain, 2015: 43). Sedangkan menurut Polya
pemecahan masalah adalah usaha untuk mencari jalan keluar dari
suatu kesulitan guna mencapai tujuan yang tidak segera dapat
dicapai (Hendriana, Rohaeti & Sumarmo, 2017: 44).
Krulik dan Rudnik menyatakan bahwa pemecahan
masalah adalah proses menggunakan pengetahuan,
ketrampilan dan pemahaman yang telah dimiliki oleh
individu untuk menyelesaikan masalah dalam situasi yang
belum dikenal sebelumnya (Hendriana, Rohaeti & Sumarmo,
2017: 44). Sedangkan menurut Nakin (Cahyono, 2015: 18)
pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan
model atau langkah-langkah pemecahan masalah untuk
menemukan solusi suatu masalah.
Menurut Lestari & Yudhanegara (2015: 84) kemampuan
pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam
menyelesaikan masalah. Gok dan Silay menyatakan bahwa
kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam
mereduksi informasi yang telah ada untuk menentukan langkah
yang harus dilakukan dalam suatu kondisi tertentu (Misbah, 2016:
2).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, kemampuan

pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang menggunakan


pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman yang telah dimiliki
untuk menyelesaikan masalah dengan cara menggunakan informasi
yang telah diketahui untuk memprediksi langkah-langkah yang
harus dilakukan sebagai penyelesaiannya. Sedangkan kemampuan
pemecahan masalah matematis berarti kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika. Dengan arti lain, kemampuan
pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan seorang
siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika dengan cara
mengidentifikasi unsur-unsur yang telah diketahui dan
menggunakannya untuk menentukan rumus atau strategi
penyelesaian sehingga mendapatkan solusi.
Adapun indikator-indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa menurut Lestari dan Yudhanegara (2015: 85)
adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan dan
kecukupan unsur yang diperlukan;
2) Merumuskan atau memodelkan masalah matematis;
3) Menggunakan strategi untuk menyelesaikan masalah;
4) Menginterpretasikan atau menjelaskan hasil penyelesaian
masalah
Adapun langkah- langkah yang harus dilakukan untuk dapat
menyelesaikan masalah menurut Lowrie dan Hill (Roebyanto dan
Harmini, 2017: 37), diantaranya sebagai berikut:
1) memahami masalah dengan kompleks;
2) menyusun gambaran suatu masalah;
3) menjelaskan dan menguraikan gambaran masalah berdasarkan
pemahaman matematika;
4) menerapkan ilmu pengetahuan dari masalah yang serupa dan
pernah diselesaikan dengan benar;
Sedangkan menurut Muser dan Shaughnessy terdapat lima
langkah, yaitu: (1) mencoba-coba; (2) membuat suatu pola; (3)
memecahkan suatu masalah; (4) bekerja mundur; dan (5)
bersimulasi (Roebyanto dan Harmini, 2017: 37).
Menurut Gagne terdapat lima langkah untuk menyelesaikan
masalah, yaitu:
1) Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
2) Menyatakan masalah dalam bentuk yang dapat dipecahkan.
3) Menyusun hipotesis dan prosedur kerja yang dirasa baik dalam
menyelesaikan masalah.
4) Menguji hipotesis dan melakukan kerja sehingga mendapatkan
hasil.
5) Memeriksa hasil yang diperoleh atau memilih pemecahan yang
terbaik (Hendriana, Slamet & Sumarmo, 2014: 46).
Williams memandang pemecahan masalah matematis sebagai
proses yang memenuhi lima langkah, yaitu (1) memahami suatu
masalah; (2) menyelesaikan masalah; (3) mengajukan masalah
yang baru; (4) merencanakan sebuah strategi dan (5) memeriksa
jawaban (Roebyanto dan Harmini, 2017: 35). Sedangkan menurut
Bransford dan Stein terdapat empat langkah pemecahan masalah,
yaitu (1) carilah dan bingkai masalah; (2) mengembangkan strategi
pemecahan masalah yang baik; (3) evaluasi solusi dan (4)
pemikiran dan definisi masalah dan solusi dari waktu ke waktu
(Santrock, 2014: 27-28).
Menurut Polya langkah-langkah kemampuan pemecahan
masalah yaitu ebagai berikut:
1) Memahami masalah
Tahap ini siswa harus dapat menentukan apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan. Hal-hal yang penting
hendaknya dicatat, digambar ataupun dibuat tabel sehingga
mempermudah dalam memahami masalah dan mempermudah
untuk mendapatkan gambaran penyelesaiannya (Roebyanto dan
Harmini, 2017: 38). Saat melakukan langkah memahami
masalah, kegiatan yang terlibat adalah mengidentifikasi unsur
yang diketahui dan ditanyakan serta menyatakan hubungan
dalam bentuk model matematika, yang dapat berupa ekspresi
matematik atau gambar, diagram maupun model matematika
lainnya (Hendriana dan Soemarmo, 2014: 24-25).
2) Merencanakan strategi pemecahan masalah
Tahap ini sis wa diperkenankan untuk melihat bagaimana
hubungan antara data yang diketahui dan yang ditanyakan
sehingga dapat membuat rencana pemecahan masalah. Strategi-
strategi tersebut dapat berupa membuat tabel, membuat pola,
menyusun model, menggunakan persamaan, menggunakan
rumus dan menggunakan algoritma (Winarni dan Harmini,
2017: 124-125).
3) Melaksanakan perhitungan
Setelah siswa telah memutuskan rencana yang digunakan
dalam memecahkan masalah, selanjutnya mereka akan
memproses atau memasukkan nilai-nilai yang telah diketahui
dalam soal, kemudian menghitungnya untuk memperoleh
solusi. Tahap ini merupakan proses pemecahan masalah untuk
menemukan solusi sesungguhnya. Tahap ini dapat terealisasi
jika rencana pada tahap kedua benar (Roebyanto dan Harmini,
2017: 44).
4) Memeriksa kembali hasil penyelesaian masalah
Langkah ini merupakan langkah terakhir dari pemecahan
masalah matematika Polya dan penting dilakukan guna
mengecek atau memeriksa apakah hasil yang telah diperoleh
sudah sesuai dan tidak terjadi kontradiksi dengan apa yang

ditanyakan. Langkah penting yang dapat dijadikan pedoman


dalam melaksanakan langkah ini, meliputi mencocokkan hasil
yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan dan
menginterpretasikan atau menjelaskan jawaban yang diperoleh
sehingga mendapatkan kesimpulan (Wahyudi dan Anugraheni,
2017: 25-26, 79-80).
Tahap ini siswa mampu memeriksa dan menjelaskan
kebenaran jawaban yang diperoleh, meliputi memeriksa
kecocokan antara yang telah ditemukan dengan apa yang
ditanyakan dan dapat menjelaskan jawaban tersebut (Kania,
2016: 339). Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah
ini meliputi memeriksa jawabannya dengan tepat/
menyimpulkan jawaban yang telah diperoleh dengan benar
(Maimunah, dkk., 2016: 23).
Berdasarkan indikator dan langkah pemecahan masalah yang
dikemukakan oleh ahli di atas, penelitian ini menggunakan
langkah-langkah kemampuan pemecahan masalah menurut Polya.
Hal itu dirasa bahwa pemecahan masalah menurut Polya lebih
ringkas, padat, jelas dan sudah bisa mewakili kriteria-kriteria
pemecahan masalah yang dikemukakan ahli yang lain.
b. Komponen Kemampuan pemecahan Masalah Matematis
Menurut Glass dan Holyoak dikutip oleh Jacob menyajikan
empat komponen dasar dalam menyelesaikan masalah (Jacob,
2010:6):
1) tujuan, atau deskripsi yang merupakan suatu solusi terhadap
masalah.
2) deskripsi objek-objek yang relevan untuk mencapai suatu
solusi sebagai sumber yang dapat digunakan dan setiap
perpaduan atau pertantangan yang dapat tercakup.
3) himpunan operasi, atau tindakan yang diambil untuk
membantu mencapai solusi.
4) himpunan pembatas yang tidak harus dilanggar dalam
pemecahan masalah.

Lester mengemukakan pendapat bahwa kemempuan


pemecahan masalah yang baik sekurang-kurangnya terdiri atas 5
komponen sebagai berikut (Berinderject kaur, 1997):
1) Pengetahuan dan pengalaman matemtika
2) Keterampilan dalam penggunaan berbagai alat generik (seperti
menyortir informasi yang relevan dan tidak relevan,
menggambarkan diagram dan lain-lain)
3) Kemampuan menggunakan berbagai heuristik untuk
memecahkan masalah
4) Pengetahuan tentang kognitif seseorang sebelum, selama dan
sesudah proses pemecahan masalah
5) Kemampuan untuk mempertahankan kontrol eksekutif dari
prosedur yang digunakan selama memecahkan masalah
Komponen-komponen kemampuan pemecahan masalah
tersebut mengarahkan peneliti untuk menyusun indikator
kemampuan pemecahan masalah matematis yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Jadi, jelaslah bahwa dalam suatu penyelesaian
masalah itu mencakup adanya informasi keterangan yang jelas
untuk menyelesaikan masalah matematika, tujuan yang ingin
dicapai, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan,
agar penyelesaian masalah berjalan dengan baik sesuai dengan
yang diharapkan.
c. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Indikator-indikator pemecahan masalah digunakan sebagai
acuan menilai kemampuan peserta didik dalam pemecahan
masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi
dalam kurukulum yang harus dimiliki peserta didik. Dalam
pemecahan masalah peserta didik dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang bersifat nonrutin
yaitu lebih mengerah pada masalah proses. Melalui kegiatan
pemecahan masalah, aspek-aspek yang penting dalam
pembelajaran matematika seperti penerapan aturan pada masalah
yang mengarah pada proses, penemuan pola, komunikasi
matematika dan lain-lain dapat dikembangkan dengan baik.
Adapun menurut Zakaria, Efendi, dkk (2007:115) indikator
yang menunjukan pemecahan masalah matematika adalah:
1. Menunjukan pemahaman masalah.
2. Merancang strategi pemecahan masalah.
3. Melaksanakan strategi pemecahan masalah.
4. Memeriksa kebenaran jawaban.

Menurut Polya indikator kemampuan pemecahan masalah


matematis adalah sebagai berikut:
a) Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data
untuk menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran
lengkap apa yang diketahu dan ditanyakan dalam masalah
tersebut.
b) Merencanakan penyelesaian, yaitu menetepkan langkah-
langkah penyelesaian, pemilihan konsep, persamaan dan teori
yang sesuai untuk setiap langkah.
c) Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian
berdasarkan langkah-langkah yang telah dirancang dengan
menggunakan konsep, persamaan serta teori yang dipilih.
d) Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap
pemeriksaan, apakah langkah-langkah penyelesaian telah
terrealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa
kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat
kesimpulan akhir (Ahmad Susanto, 2012:107).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menggunkan
indikator menurut Polya dalam penelitian ini, karen langkah-
langkah indikator dalam pemecahan masalah matematika yang
dijelaskan oleh Polya sangatlah tepat dan mudah dipahami oleh
peserta didik khususnya yaitu ketika peserta didik akan
menyelesaikan masalah maka berdasarkan pendapat Polya dimulai
dari langkah-langkah memahami masalah, menyusun rencana, dan
melihat kembali. Hal ini sangatlah mudah dimengerti pada peserta
didik dalam menyelesaikan masalah secara langkah-langkah yang
benar dan tepat khususnya.
d. Faktor yang Mempengarui Kemempuan Pemecahan Masalah
Matematis
Menurut Charles dan Laster dalam Kaur Berinderject
menyebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah dari seseorang (Berinderject kaur, 2008):
a. Faktor pengalaman, baik lingkungan maupun personal seperti
usia, isi pengetahuan (ilmu), pengetahuan tentang strategi
penyelesaian, pengetahuan tentang konteks msalah dari isi
masalah.
b. Faktor efektif, misalnya minat, motivasi, tekanan kecemasan,
toleransi terhadap ambigunitas, ketahanan dan kesabaran.
c. Faktor kognitif, seperti kemampuan membaca, berwawasan
(spatial ability), kemampuan menganalisis, ketermpilan
menghitung dan sebaginya.

Menurut Siswono ada beberapa faktor yang mempengaruhi


kemampuan dalam pemecahan masalah, yaitu:
1) Pengalaman awal, yaitu pengalaman terhadap tugas-tugas
menyelesaikan soal cerita. Ketakutan terhadap matematika
pada pengalaman awal dapat menghambat kemampuan peserta
didik dalam pemecahan masalah.
2) Latar belakang matematika, yaitu kemampuan peserta didik
terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda tingkatnya
yang dapat memicu perbedaan kemampuan peserta didik dalm
memecahkan masalah.
3) Keinginan dan motivasi, yaitu dorongan yang kuat dari dalam
diri sendiri seperti menumbuhkan keyakinan saya untuk
mampu menyelesaikan soal atau tugas yng diberikan. Dengan
pemberian soal-soal atau tugas-tugas yang menarik,
menantang, kontekstual maka dapat mempengaruhi hsil
pemecahan masalah.
4) Struktur masalah, yaitu struktur masalah yang diberikan
kepada peserta didik, seperti format secara verbal atau gambar,
kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang
cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu
dengan yang lain dapat mengganggu kemampuan peserta didik
dalam memecahkan masalah (Nugrahaning Nisa Alfia dan
Intan Aulia Rakhmawati, 2018:51).
Menurut Sri Wulandari Danoebroto (Reny Reski, dkk,
2019:51) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis yaitu:
1) Kemampuan memahami ruang lingkup masalah dan mencari
informasi yang relevan untuk mencapai solusi;
2) Kemampuan dalam memilih pendekatan pemecahan masalah
atau strategi pemecahan masalah dimana kemampuan ini
dipengaruhi oleh keterampilan peserta didik dalam
merepresentasikan masalah dan struktur pengetahuan peserta
didik;
3) Keterampilan berpikir dan bernalar peserta didik yaitu
kemampuan berpikir yang fleksibel dan objektif;
4) Kemampuan metakognitif atau kemampuan untuk melakukan
monitoring dan kontrol selama proses memecahkan masalah;
5) Persepsi tentang matematika;
6) Sikap peserta didik, mencakup kepercayaan diri, tekad,
kesungguh-sungguhan, dan ketekunan peserta didik dalam
mencari pemecahan masalah;
7) Latihan-latihan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematis merupakan langkah yang penting dalam
menyelesaikan persoalan matematika setelah peserta didik
memahami konsep dengan baik serta mengajarkan peserta didik
untuk mencari kemungkinan-kemungkinan solusi dari
permasalahan berdasarkan pengalaman yang diperoleh peerta didik.
e. Manfaat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Ketika peserta didik belajar untuk menyelesaikan masalah
matematis, dalam hal ini peserta didik akan berhadapan dengan
bermacam aneka soal dan akan menemui tingkat kesulitan dari soal
yang berbeda. Peserta didik akan berpikir untuk mencari solusi dari
jawaban pemecahan masalah soal tersebut, sehingga ketika peserta
didik mendapatkan solusi dari jawaban soal tersebut maka peserta
didik akan mengetahui begitu banyak cara untuk menyelesaikan
soal sehingga pengetahuan peserta didik dalam pemecahan masalah
matematis semakin meningkat.
Untuk meningkatkan kualitas pemecahan masalah matematis
pesert didik dalam menyelesaikan masalah dari berbagai soal, maka
diperlukannya ketekunan berlatih. Memahami soal adalah langkah
awal peserta didik untuk mendapatkan solusi untuk menjawab soal
pemecahan masalah.
Menurut A. Sani (2017) ada beberapa manfaat yang akan
diperoleh peserta didik melalui pemecahan masalah yaitu:
1. Peserta didik akan belajar bahwa akan ada banyak cara untuk
menyelesaikan masalah suatu soal dan ada lebih dari satu
solusi yang mungkin dari suatu soal.
2. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk
nilai-nilai sosial kerja kelompok.
3. Peserta didik berlatih untuk bernalar secara logis.

2. Minat Belajar
a. Pengertian Minta Belajar
Dilihat dari pengertian Etimologi, minat berarti perhatian,
kesukaan (kecenderungan) hati kepada suatu kegiatan (WJS.
Poerwodarminto, 1984:1134). Sedangkan menurut arti terminologi
minat adalah keinginan yang terus menerus untuk memperhatikan
dan melakukan sesuatu. Minat dapat menimbulkan semangat dalam
melakukan kegiatan agar tujuan dari pada kegiatan terebut dapat
tercapai. Dan semangat yang ada itu merupakan modal utama bagi
setiap individu untuk melakukan suatu kegiatan. Minat adalah
perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan. Menurut
Mahfud (2001:92) minat juga menentukan suatu sikap yang
menyebabkan seseorang berbuat aktif dalam suatu pekerjaan.
Dengan kata lain minat dapat menjadi sebab dari suatu kegiatan.
Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini (2012:173) Minat
adalah kecenderungan jiwa yang relatif menetap kepada diri
seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang .
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa minat
mempunyai hubungan yang erat dengan kemauan, aktifitas serta
perasaan dan didasari dengan pemenuhan kebutuhan. Minat
merupakan kemauan, aktifitas serta perasaan senang tersebut
memiliki potensi yang memungkinkan individu untuk memilih,
memperhatikan sesuatu yang datang dari luar dirinya sehingga
individu yang bersangkutan menjadi kenal dan akrab dengan obyek
yang ada. Minat adalah kecenderungan jiwa yang sifatnya aktif.
Sedangkan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukn
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2013:2). Menurut
Fathurrohman, belajar adala suatu kegiatan yang menimbulkan
suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu
dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat
belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampkan diri
dalam beberapa gejala, seperti: gairah, keinginan, perasaan suka
untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbgai
kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman,
dengan kata lain minat belajar adalah perhatian, raa suka,
ketertrikan seseorang (peerta didik) terhadap belajar yang
ditunjukan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam
belajar.
b. Aspek-aspek Minat Belajar
Seperti yang telah dikemukakan bahwa minat dapat diartikan
sebagai suatu ketertarikan terhadap suatu objek yang kemudian
mendorong individu untuk mempelajari dan menekuni segala hal
yang berkaitan dengan minatnya tersebut. Minat yang diperoleh
melalui adanya suatu proses belajar dikembangkan melalui proses
menilai suatu objek yang kemudian menghasilkan suatu penilaian-
penilaian tertentu terhadap objek yang menimbulkan minat
seseorang. Penilaian-penilaian terhadap objek yang diperoleh
melalui proses belajar itulah yang kemudian menghasilkan suatu
keputusan mengenal adanya ketertarikan atau ketidakketertarikkan
seseorang terhadap objek yang dihadapinya. Hurlock ( 2002:442)
mengemukakn minat memiliki dua aspek yaitu:
1. Aspek Kognitif
Aspek ini didasarkan atas konsep yang dikembangkan
seseorang mengenai bidang yang berkaitan dengan minat.
Konep yang membngun aspek kognitif didasarkan atas
pengalaman dan apa yang dipelajari dari lingkungan.
2. Aspek Afektif
Aspek afektif adalah konsep yang membangun konsep kognitif
dan dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan atau objek yang
menimbulkan minat. Aspek ini mempunyai peranan yang besar
dalam memotivasikan tindakan seseorang.
c. Indikator Minat Belajar
Indikator minat belajar yang dikemukakan oleh Djamarah
yang dikutip Heris Hendriana (2014:164), diantaranya adalah:
1) Rasa suka atau senang
2) Pernyataan lebih menyukai sesuatu
3) Adanya rasa ketertarikan
4) Adanya kesadaran untuk belajar atas keinginan sendiri tanpa
disuruh
5) Berpartisipasi dalam aktivitas belajar, serta
6) Bersedia memberikan perhatian

Menurut Slameto, sebagaimana dikutip oelh Heirs Hendriana


(2014:165), peserta didik yang berminat dalam belajar mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan
dan mengenang sesuatu yang dipelajari terus menerus.
2. Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.
3. Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu
yang diminati.
4. Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya dari pada
lainnya.
5. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dari
kegiatan.

Sedangkan menurut Karunia Eka Lestari dkk, ada beberapa


indikator peserta didik yang memiliki minat belajar, yakni:
1) Perasaan senang
2) Ketertarikan untuk belajar
3) Menunjukkan perhatian saat belajar
4) Keterlibatan dalam belajar
Selanjutnya, Brown sebagaimana yang dikutip oleh Heirs
Hendriana (2014:165) mengajukan beberapa saran penting untuk
mengembankan minat peserta didik, sebagai berikut:
1) Perasaan senang: Sajikan kegiatan dan situasi belajar
sedemikian agar peserta didik senang dan tidak merasa
terpaksa melakukan kegiatan belajar
2) Perhatian dalam belajar: Usahakan peserta didik
memperhatikan objek yang dipelajarinya
3) Bahan pelajaran dan sikap guru yang menarik: Sajikan bahan
pembelajaran dengan cara dan sikap guru yang menarik
4) Manfaat dan fungsi mata pelajaran: Pahamkan manfaat dan
fungsi mata pelajaran bagi peserta didik

Berdasarkan penjelasan indikator tersebut, dapat


disimpulakan bahwa minat dapat mendorong kecenderungan
peserta didik untuk ikut serta dalam suatu kegiatan. Sehingga minat
belajar akan memberi pengaruh terhadap kegiatan dan hasil belajar.
Sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
perasaan senang, ketertarikan peserta didik, perhatian dalam
belajar, dan keterlibatan peserta didik.

3. Program Linear
Program linear adalah suatu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang berkaitn dengan optimasi linear (nilai
maksimum dan nilai minimun). Program linear tidak lepas dengan
sistem pertidaksamaan linear. Khususnya pada tingkat sekolah
menengah, sistem pertidaksamaan linear yang dimaksud adalah sistem
pertidaksamaan linear dua variabel. Penyelesaian program linear sangat
terkait dengan kemampuan melakukan sketsa daerah himpunan
penyeleaian sistem. Berikut ini adalah teknik menentukan daerah
himpunan penyelesaian:
1. Buat sumbu koordinat kartesius.
2. Tentukan titik potong pada sumbu x dan y dari semua persamaan-
persamaan linearnya.
3. Sketsa grafiknya dengan menghubungkan antara titik-titik
potongnya.
4. Pilih salah satu titik uji yang berada di luar garis
5. Subtitusikan pada persamaan
6. Tentukan daerah yang dimaksud
Contoh:
1. Buatlah grafik himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear
3 x+ 2 y ≥ 12
Jawab:
3x + 2y = 12
Tabel 1 Titik Potong

X Y (x,y)

0 6 (0,6)

4 0 (4,0)

Gambar 1 Persamaan Linear


Titik Uji (0,0)
3𝑥 + 2𝑦 ≥ 12
3 (0) + 2 (0) ≥ 12
0 ≥ 12 (salah)

Dengan demikian titik (0,0) bukan termasuk dalam daerah himpunan


penyelesaian dari pertidaksamaan tersebut, sehingga daera himpunan
penyelesaian adalah sebelah atas dari garis 3𝑥 + 2𝑦 ≥ 12. Dengan
demikian daerah pertidaksamaannya sebagai berikut:

Gambar 2 Daerah Penyelesaian


Program linear juga membutukan kemampuan bahasa cerita
menjadi bahasa matematika tau model matematika. Model matematika
adalah bentuk penalaran manusia dalam menerjemahkan permasalahan
menjadi bentuk matematika (dimisalkan dalam variabel x dan y)
sehingga dapat diselesaikan.

Contoh:
Sebuah pesawat udara berkapasits tempat duduk tidak lebih dari 48
penumpang. Setiap penumpang kelas utama boleh membawa bagasi 60
kg dan kelas ekonomi hanya 20 kg. Pesawat hanya dapat menampung
bagasi 1.440 kg. Jika harga tiket kelas utama Rp 600.000,00 dan kelas
ekonomi Rp 400.000,00, pendapatan maksimum yang diperoleh
adalah...
Jawab:
Misalkan:
x = banyaknya penumpang kelas utama
y = banyaknya penumpang kelas ekonomi
Tabel 2 Kapsitas Penumpang

X Y Total Pertidaksamaan Linear


Total
X Y 48 x + y ≤ 48
Penumpang
Berat Bagasi 60 20 1.440 60x + 20y ≤ 1.440
(Kg)
Pendapatan
600.000 400.000 Z 600.000x + 400.000y ≤ z
Maksimum

Jadi berdasarkan pertidaksmaan terebut, model matematikanya adalah:


Total penumpang : x + y ≤ 48
Berat bagasi : 60x + 20y ≤ 1.440 ; disederhanakan menjadi 3x + y ≤ 72
Banyaknya penumpang di kelas utama (x) tidak mungkin negatif : x ≥ 0
Banyaknya penumpang di kelas ekonomi (y) tidak mungkin negatif :
y≥0

Gambar daerah himpunan penyelesaian:

Gambar 3 Daerah Penyelesian


Menentukan titik-titik sudutnya:
1. Perpotongan garis-garis x + y = 48 dan 3x + y + 72
Dengan melakukan teknik eliminasi dan subtitusi didapatkan x =
12; y = 32 atau (12,36)
2. Titik-titik sudut yng lain dalah (0,0); (24,0); dan (0,48)
Menguji titik-titik sudutnya:
1. Untuk (12,36) disubtitusikan ke fungsi objektifnya:
(600.000).12 + (400.000).36 = 7.200.000 + 14.400.000 = 21.600.000
2. Untuk (24,0) disubtitusikan ke fungsi objektifnya:
(600.000).24 + (400.000).0 = 14.400.000 + 0 = 14.400.000
3. Untuk (0,48) disubtitusikan ke fungsi objektifnya:
(600.000).0 + (400.000).48 = 0 + 19.200.000 = 19.200.000
Dengan demikian pendapatan makimum diperoleh jika
banyaknya penumpang pada kelas utama adalah 12 dan banyaknya
penumpang pada kelas ekonomi adalah 36 dengan keuntungan
Rp21.600.000.ss

H. Metode Penelitian
Metode penelitian menurut Sugiyono (2017:3) merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitiannya (Arikunto, Suharsimi, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian.
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka
penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan
dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Tohirin, 2012:3). Wina Sanjaya (2013:44)
menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menjadikan kehidupan nyata sebagai sumber data serta peneliti sebagai
instrument utamanya dan penarikkan kesimpulan merupakan
kesepakatan antara peneliti dengan yang diteliti.
Sedangkan metode penelitiannya adalah deskriptif, yaitu suatu
metode penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan suatu gejala, peristiwa, atau keadaan yang sedang
diteliti secara mendalam (Trianto, 2010). Metode deskriptif juga
didefinisikan sebagai metode penelitian yang berkaitan dengan
pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan mengenai situasi yang
diteliti dalam bentuk uraian kata-kata. Dalam penelitian ini
pengumpulan data dengan metode angket, tes dan wawancara. Data
yang diperoleh kemudian akan dianalisis.

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri 2
Nanga Pinoh tahun ajaran 2020/2021 dan teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling).
Penentuan subjek penelitian didasarkan pada hasil angket minat belajar
matematika dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik. Minat belajar peserta didik dapat dikategorikan dalam
tiga jenis yakni Tinggi (H), Sedang (M), dan Rendah (S). Kemudian
dipilih 3 orang peserta didik masing-masing pada setiap kategori minat
belajar. Pemilihan kelas didasarkan pertimbangan guru matematika
yang mengampu kelas XI SMA Negeri 2 Nanga Pinoh. Subjek
penelitian yang telah terpilih secara purposive selanjutnya akan
dianalisis kemampuan pemecahan masalah matematisnya sesuai dengan
hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

3. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilalukan pada penelitian ini
terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
a. Tahap persiapan
1) Melakukan observasi di SMA Negeri 2 Nanga Pinoh
2) Menyusun desain penelitian
3) Menyusun angket dan instrument penelitian berupa kisi-kisi tes,
soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan
alternatif penyelesaiannya serta pedoman wawancara.
4) Memvalidasi instrument penelitian.
5) Merevisi instrument penelitian berdasarkan hasil validasi.
6) Mengujicobakan instrument penelitian di SMA Negeri 2 Nanga
Pinoh.
7) Menganalisis data hasil uji coba instrument penelitian.
8) Merevisi instrument penelitian berdasarkan hasil uji coba.
9) Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian di SMA
Negeri 2 Nanga Pinoh.
10) Menentukan waktu penelitian dengan guru mata pelajaran.

b. Tahap Pelaksanaan
1) Menyebarkan angket dikelas uji coba.
2) Melakasanakan tes kemampuan pemecaan masalah matematis di
kelas uji coba.
3) Menganalisis data hasil angket dan tes kemampuan pemecahan
masalah matematis di kelas uji coba instrument untuk
mengetahui validitas tes, taraf kesukaran butir soal, dan daya
pembeda butir soal.
4) Merevisi soal tes berdasarkan masukan validator (guru bidang
studi mtematika).
5) Menyebarkan angket di kelas penelitian.
6) Melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik di kelas penelitian.
7) Memilih subjek penelitian yang akan diwawancarai
8) Melaksanakan wawancara
9) Mengelolah dan menganalisis data yang telah dikumpulkan
c. Tahap Akhir
1) Mendeskripikan analisis kualitatif tes kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik.
2) Membuat kesimpulan sebagaimana jawaban dari masalah dalam
penelitian dan saran.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan (Sugiyono 2015, 308). Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi melalui
angket, tes tertulis bentuk uraian, dan wawancara.

a. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui minat belajar peserta didik
kelas XI SMA Negeri 2 Nanga Pinoh dalam proses belajar mengajar.
Indikator-indikator minat belajar tersebut digunakan untuk menyusun
item-item intrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan.
Pernyataan-pernyataan dalam angket diberikan kepada peserta didik
untuk mendapatkan jawaban/respon yang diperlukan sebagai bahan
penelitian.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini disusun
menggunakan skala Likret (Sugiyono, 2017:135). Skala Likert
memiliki lima alternatif jawaban, di mana terdapat pilihan jawaban
netral. Pilihan jawaban netral itu bisa dipilih orang yang ragu-ragu
dalam menjawab. Oleh karena itu, peneliti menghapus pilihan netral
agar minat belajar peserta didik terklasifikasi dengan jelas dan pasti.
Peserta didik diminta untuk memberikan jawaban dengan “√” pada
salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. Terdapat empat
pilihan jawaban, yakni Selalu (SS), Sering (S), Pernah (P), Tidak
Pernah (TP). Pernyataan yang diberikan bersifat tertutup, mengenai
pendapat peserta didik tentang pernyataan-pernyataan positif dan
negatif. Adapun penskoran angket minat belajar matematika dapat
dilihat di tabel 3.1.
Tabel 3.1
Penskoran angket minat belajar matematika

Alternatif Skor
Jawaban Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-)
Selalu 4 1
Sering 3 2
Pernah 2 3
Tidak pernah 1 4

Kemudian setiap pernyataan dalam angket dijumlahkan untuk


mendapatkan skor, lalu diubah dalm bentuk persentase dengan
rumus:

skor peserta didik


perentase Skor= x 100 %
skor maksimal

Untuk kriteria pengelompokan minat belajar peserta didik dapat


dilihat pada tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Pengelompokkan Minat Belajar Peserta Didik

Kriteria Minat Belajar Peserta Didik Keterangan


x ≥ (x+ s) Tinggi
(x ¿−s)< x<(x +s )¿ Sedang
x ≤ (x−s ) Rendah

Keterangan:
x = Skor minat belajar peserta didik
x = Rata-rata skor minat belajar peserta didik
s = Simpangan baku dari skor minat belajar peserta didik

b. Tes
Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, Suharsimi, 2019:45).
Metode tes digunakan untuk menggali kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik. Tes tersebut disusun oleh peneliti
dengan langkah-langkah pembuatan soal tes sebelum soal tersebut
digunakan untuk mengambil data penelitian yakni:
a. Membuat kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal disusun atas indikator dari kemampuan
pemecahan masalah matematis.
b. Menentukan bentuk dan model soal
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes
bentuk uraian. Masing-masing soal akan disusun berdasarkan
indikator-indikator yang telah ditetapkan. Lalu setiap soal
diberi skor untuk setiap poin berdasarkan indikator tersebut.
c. Menentukan banyaknya item soal
d. Menyusun soal tes
e. Mengujicobakan sol tes
Sebelum tes diberikan ke kelas penelitian, terlebih dahulu
diujicobakan pada kelas uji coba untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran butir soal.

c. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dalam
penelitian ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung
mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik ditinjau dari minat belajarnya. Esterberg sebagaimana yang
dikutip oleh Sugiyono mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan

tidak terstruktur. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini


adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara tak berstruktur
termasuk dalam kategori in-depth interview, di mana dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam
melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti
dan mencatat apa yang dikemukakan oleh responden. Dalam
wawancara semi terstruktur ini peneliti menyusun pertanyaan
secara spontan, karena nuansa tanya jawab terjadi seperti air
mengalir.

5. Teknik Analisis Data


Analisis instrumen penelitian data yang digunakan pada
penelitian ini sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah
dipaparkan, yaitu sebagai berikut:
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Dalam penelitian ini, intrumen te kemampuan pemecahan
masalah matematis yang digunakan peneliti adalah tes subjektif,
yaitu tes yang berbentuk oal uraian, di mana peserta didik dituntut
untuk menguraikan jawaban serta menjelaskan jawabannya melalui
tulisan secara lengkap dan jelas (Lestari dan Yudhanegara,
2018:164).
Sebelum instrument tes tersebut diberikan, instrument tersebut
harus terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas, relibilitas, daya
beda dan menganalisis tingkat kesukaran butir tes yang diuraikan
sebagai berikut:
1) Uji Validitas
Menurut Anderson dalam Karunia Eka Lestari (2018:190),
sebuah te dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur. Dengan kata lain, validitas suatu intrument
merupakan tingkatan ketepatan suatu instrument untuk mengukur
sesuatu yang harus diukur.
Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas
instrumen ini adalah korelasi product moment, dengan rumus
sebagai berikut (Karunia Eka Lestari, 2018:193):
r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿
Keterangan:
r xy: Koefisien korelasi antara skor butir soal (X) dan total skor (Y)
N : Banyak subjek
X : Skor tiap butir soal atau skor item pernyataan/pertanyaan
Y : Total skor

Uji validitas instrument dilakukan dengan membandingkan


nili hasil perhitungan r xy dengan r tabel pada taraf signifikan 5%.
Dengan ketentuan, jika r xy< r tabel maka butir soal/item tersebut
tidak valid sehingga harus dibuang atau dihilangkan. Sedangkan
jika r xy> r tabel maka butir soal/item tersebut valid (Sugiyono,
2009:179).
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrument adalah kekonsistenan
instrument tersebut bila diberikan pada subjek yang sama
meskipun oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, atau
tempat yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama
atau relatif sama (tidak berbeda secara signifikan) (Lestari dan
Yudhanegara, 2018:206). Pengujian reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara mencobakan intrument sekali saja,
kemudian data yang diperoleh akan dianalisis. Oleh sebab itu,
pengujian reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach,
yaitu:

( )( )
2
n ∑S
r= . 1− 2 i
n−1 St
Keterangan:
r : Koefisien reliabilitas
n : Banyak butir soal
2
Si : Variansi skor butir soal ke-i
2
St : Variansi skor total
(Kurnia Eka Lestari dan R. Yudhanegara, 2018:206)
Untuk mengetahui apakah instrument tersebut reliabel atau
tidak, langkah selanjutnya adalah melihat standar reliabelitas.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas
instrument ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford yang
dikutip oleh Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan dapat
dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrument
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretai
0,90 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi Sangat baik
0,70 ≤ r ≤ 0,90 Tinggi Baik
0,40 ≤ r < 0,70 Sedang Cukup
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah Buruk
r < 0,20 Sangat Rendah Sangat Buruk
(Sumber: Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara)

3) Uji Tingkat Kesukaran


Tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator
yang dapat menunjukan kualitas butir soal tersebut apakah
termasuk sukar, sedang atau mudah. Suatu soal dikatakan mudah
bila sebagian besar peserta didik dapat menjawabnya dengan
benar dan suatu soal dikatakan sukar bila sebagian besar peserta
didik tidak dapat menjawab dengan benar (H. M. Ali Hamzahi,
2014:244).
Tingkat kesukaran (difficulty index) dapat didefinisikan
sebagai proporsi peserta didik tes yang menjawab benar
(Purwanto, 2013:99). Bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).
Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,0. Indeks
kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan
indeks keukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya mudah
(Suharsimi Arikunto, 2009). Menghitung tingkat kesukaran butir
tes digunakan rumus:
B
P=
JS
Keterangan
P : Indeks kesukaran
B : Banyaknya pesert didik yang menjawab soal itu dengan betul
JS : Jumlah seluruh peserta didik peserta tes

Penafsiran tingkat kesukaran butir tes kedalam tiga


klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tiga Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Rentang Taraf
Klasifikasi
Kesukaran
0,00 < P < 0,30 Sukar
0,30 ≤ P < 0,70 Sedang
0,70 ≤ P < 1,00 Mudah
(Sumber: Asrul, Rusydi, dan Rosnita)
Namun, bila taraf kesukaran diklasifikasikan kedalam lima
kelompok: sangat sukar, sukar, sedang, mudah dan sangat mudah,
maka pembagian rentang tarf kesukaran diatur sebagai berikut:
Tabel 3.3
Lima Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Rentang Taraf
Klasifikasi
Kesukaran
0,00 < P ≤ 0,20 Sangat sukar
0,20 ≤ P < 0,40 Sukar
0,40 ≤ P < 0,60 Sedang
0,60 ≤ P < 0,80 Mudah
0,80 ≤ P < 1,00 Sangat Mudah
(Sumber: Purwanto, 2009)

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta
didik untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya
soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi
putua asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi
karena diluar jangkauannya (Rusydi Ananda dan Rosnita, 2015:
179).
4) Uji Daya Pembeda
Analisis butir soal untuk melihat daya beda perlu dilakukan
agar soal yang kita buat berfungsi dengan baik bagi guru, peserta
didik mampu proses pembelajaran yang dilakukan (M. Ali
Hamzahi, 2014:240). Secara tidak langsung dengan menganalisis
daya butir soal maka kita telah berusaha untuk meningkatkan
kualitas butir soal sehingga kita akan dapat mengukur hasil
belajar dengan tepat dan baik.
BA BB
DP= − =PA−PB
JA JB
Keterangan:
DP : daya beda suatu butir soal
JA : banyaknya peserta kelompok atas
JB : banyaknya peserta kelompok bawah
BA : banyaknya peserta kelompok atas yangg menjawab soal
itu dengan benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal
itu dengan benar
BA
PA= : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
JA
(ingat, P sebagai indeks kesukaran)
BB
PB= : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JB

Untuk menentukan daya pembeda ini perlu dibedakan


antara kelompok kecil (kurang dari 100 data) dan kelompok besar
(100 orang ke atas). Untuk kelompok kecil, Seluruh kelompok
tester dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50%
kelompok bawah. Dan untuk kelompok besar, maka jumlah
kelompok atas diambil 27% dan jumlah kelompok bawah diambil
27% dari sampel uji coba.26 (Sugiyono, 2017:180) .Jadi, daya
pembeda yang diperoleh dapat diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi
-1,00 ≤ DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20
Jelek (poor)
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup (satisfactory)
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik (good)
0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali (excellent)
(Sumber: Asrul,Rusydi, dan Rosnita)

b. Angket Minat Belajar Matematika


1) Uji Validitas
Menurut Anderson dalam Arikunto yang dikutip oleh
Karunia Eka Lestari, sebuah tes dikatakan valid apabila tes
tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Eka Lestari dan R.
Yudhanegara, 2018:190). Rumus yang digunakan adalah korelasi
product moment, karena korelasi jenis ini digunakan untuk
analisis data berbentuk interval atau rasio.
N ∑ XY −( ∑ X ) . (∑ Y )
r xy =
√¿¿¿

Keterangan:
r xy : Koefisien korelasi antara skor butir soal (X) dan Total Skor (Y)
N : Banyak subjek
X : Skor tiap butir soal atau skor item pernyataan/pertanyaan
Y : Total skor

Uji validitas instrument dilakukan dengan membendingkan


nilai hasil perhitungan r xydengan r tabel pada taraf signifikan 5%.
Dengan ketentuan, jika r xy< r tabel maka butir soal/item tersebut
tidak valid sehingga harus dibuang atau dihilangkan. Sedangkan
jika r xy> r tabel maka butir soal/item tersebut valid (Sugiyono,
2017:179).
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrument adalah kekonsistenan
instrument tersebut bila diberikan pada subjek yang sama
meskipun oleh orang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat
yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau
relatif sama (tidak berbeda secara signifikan) (Eka Lestari dan R.
Yudhanegara, 2018:206). Pengujian reliabilitas dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
kemudian data yang diperoleh akan dianalisis. Dalam penelitian
ini digunakan instrumen tes tipe subjektif atau instrument non tes.
Oleh sebab itu, pengujian reliabilitas menggunakan rumus Alpha
Cronbach, yaitu:

( )( )
2
n ∑ Si
r= . 1− 2
n−1 St

Keterangan:
r : Koefisien reliabilitas
n : Banyak butir soal
2
Si : Variansi skor butir soal ke-iss
2
St : Variansi skor soal total

Untuk mengetahui apakah instrumen tersebut reliabel atau


tidak, langkah selanjutnya adalah melihat standar reliabilitas.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas
instrumen ditentukan berdasarkan kriteria menurut Guilford yang
dikutip oleh Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrument
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretai
0,90 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi Sangat baik
0,70 ≤ r ≤ 0,90 Tinggi Baik
0,40 ≤ r < 0,70 Sedang Cukup
0,20 ≤ r < 0,40 Rendah Buruk
r < 0,20 Sangat Rendah Sangat Buruk
(Sumber: Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara)

c. Analisis Data Penelitian


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analisis model Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
menjelaskan bahwa analisis data merupakan langkah-langkah untuk
memproses temuan penelitian yang telah ditranskripsikan melalui
proses reduksi data, yaitu data disaring dan disusun lagi, dipaparkan,
diverifikasi atau dibuat kesimpulan (Tohirin, 2012:142).
1) Reduksi Data (Data Reduction)I
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik. Proses
reduksi data bertujuan menghindari penumpukkan data dan
informasi dari mahasiswa, kemudian data yang telah valid
disajikan untuk setiap jenis kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.
Reduksi data mengarah kepada proses menyeleksi,
memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, serta
mentransformasikan data mentah yang ditulis pada catatan
lapangan yang diikuti dengan perekaman. Tahap reduksi data
dalam penelitian ini meliputi:
a. Mengoreksi angket minat belajar peserta didik yang kemudian
dikelompokkan ke dalam tiga tipe minat peserta didik dan hasil
tes kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
untuk menentukan peserta didik yang akan dijadikan sebagai
subjek penelitian.
b. Hasil angket minat belajar peserta didik dan tes kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik yang akan
dijadikan sebagai subjek penelitian yang merupakan data
mentah ditransformasikan pada catatan sebagai bahan untuk
wawancara.
c. Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa
yang baik dan rapi yang kemudian diolah agar menjadi data
yang siap digunakan.
2) Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan memunculkan kumpulan
data yang sudah terorganisir dan terkategori yang memungkinkan
dilakukan penarikan kesimpulan. Data yang disajikan berupa hasil
angket minat belajar peserta didik dan tes kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik, hasil wawancara, dan hasil
analisis data.
3) Penarikan Kesimpulan
Menurut Sugiyono, kesimpulan dalam penelitian kualitatif
yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang belum
pernah ada atau berupa gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masing gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif ini masih sebagai hipotesis, dan dapat
menjadi teori jika didukung data-data yang lain. Dikarenakan
masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif bersifat
sementara dan akan berkembang setelah penelitian di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M Hamzahi. (2014). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali


Pers.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.


Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2019). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 3. Jakarta:


Bumi Aksara.

Axsrul, Rusydi Ananda, dan Rosnita. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Medan:


Citapustaka Media.

Berinderjeet Kaur,”Difficulties with problem solving in mathematics in


Singapore”. Jurnal The Mathematics Educator 1997, VoL 2, No.1.

Cahyono, Budi. (2015). Korelasi Pemecahan Masalah dan Indikator Berfikir


Kritis. Jurnal Pendidikan MIPA. 5 (1): 15-24.

Depdikbud. (1997). Pembinaan Minat Baca, Materi Sajian. Jakarta:Dirjen


Dikdasmen Depdikbud RI.

Doni, Erlando Sirait. (2016). Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Matematika. Jurnal Formatif.

Fathurrohman, muhammad, dan Sulistyorini. (2012). Belajar dan Pembelajaran.


Yogyakarta: Teras.

Hendriana, H, Euis E. R. & Utari S. (2017). Hard Skills dan Soft Skills Matematik
Siswa. Bandung: PT Refika Aditama.

Hendriana, Heris dan Utari Soemarmo. (2014). Penilaian Pembelajaran


Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Hendriana, Heris., Euis Eti Rohaeti, dan Utari Sumarmo. (2018). Hard Skills dan
Soft Skills Matematik Siswa. Bandung: Refika Aditama.

Hurlock. (2002). Psikologi Perkembangan. cet. 5. Jakarta: Erlangga.


Jacob. (2010). Matematika Sebagai Pemecahan Masalah. bandung:Setia Budi.

Kaur, Berinderjeet. (2008). Problem Solving in the Mathematics Classroom


(Secondary). Singapore: National Institude of Education.

Lestari, Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara. (2018). Penelitian


Pendidikan Matematika. Bandung: Refika Aditama.

Lestari, Kurnia Eka dan Mokhamad Ridwan Yudhanegara. (2015). Penelitian


Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Mahfud, S. (2001). Pengantar Psikologi Pedidikan. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Maimunah, dkk. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Matematika Melalui


Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Penalaran Matematis Siswa
Kelas X-A SMA Al-Muslimun. Jurnal Review Pembelajaran Matematika. 1
(1): 17-30.

Misbah. (2016). Identifikasi Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Pada


Materi Dinamika Partikel. Jurnal Inovasi Dan Pembelajaran Fisika. 3 (2): 1-
5.

Nisa, Nugrahaning Alifia dan Intan Aulia Rakhmawati. (2018). Kajian


Kemampuan Self-Efficacy Matematis Siswa Dalam Pemecahan Masalah
Matematik. Vol. 5, No. 1. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika.

Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016. Standar Isi
Pendidikan Dasar Dan Menengah.

PISA 2015 Results In Focus.

PISA 2018 Insights and Interpretations FINAL.

Purwanto. (2013). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta Pustaka Pelajar.

Reski, Reny dkk. (2019). Peranan Model Problem Based Learning (PBL)
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian
Belajar Siswa. Vol. 2, No. 1. Journal for Research in Mathematics Learning.

Risnawati. (2008). Strategi Pembelajaran Matematika. Pekanbaru: Suska Press.


Roebyanto, Goenawan dan Sri Harmini. (2017). Pemecahan Masalah Matematika
untuk PGSD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. (2013). Penelitian Pendidikan (Jenis, Metode, Prosedur). Jakarta:


Prenada Media Group.

Santrock, John W. (2014). Psikologi Pendidikan. Edisi 5. Jakarta: Salemba


Humanika.

Sapitri, Yesi., Citra Utami, dan Mariyam. (2019). Analisis Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Open-
Ended pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Minat Belajar. Vol 2, No 1.
Jurnal Variabel.

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Susanto, Ahmad. (2012). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: Kencana.

Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan


Konseling. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Trianto. (2010). Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi


Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Wahyudi dan Indri Anugraheni. (2017). Strategi Pemecahan Masalah


Matematika. Salatiga:Satya Wacana Universty Press.

Wardhani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/
MTs Untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta:
PPPPTK.
Wena, Made. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta
Timur: PT Bumi Aksara

Winarni, Endang S. dan Sri Harmini. (2017). Matematika Untuk PGSD.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

WJS, Poerwodarminto. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakart: Balai


Pustaka.

Zakaria, Efendi, dkk. (2007). Trind Pengajaran dan Pembelajaran Matematika.


Utusan Distributor SDN BHN. Kuala Lumpur:Print-Ad Sdn-Bhn.

Zakaria, Effandi., Norazah Mohd Nordin, dan Sabri Ahmad. (2007). Trend
Pengajaran dan Pembelajaran Matematik. Kuala Lumpur: Perpustakaan
Negara Malaysia.

Zulkarnain, Ihwan. (2015). Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan


Komunikasi Matematika Siswa. Jurnal Formatif. 5 (1): 42-54.

Anda mungkin juga menyukai