Anda di halaman 1dari 8

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KUMON UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 1 CIKEDAL

PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan


sumber daya manusia. Maju atau mundurnya suatu negara dipengaruhi oleh kualitas
sumber daya manusia di negara tersebut. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas
pendidikan pada suatu negara. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Karyanti
(2017: 17) menyatakan bahwa peranan didukung dengan pembangunan dibidang
pendidikan khususnya dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
merupakan sarana dan wahana yang sangat baik dalam pembinaan sumber daya
manusia (SDM). Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara, maka kualitas
SDM negara tersebut semakin tinggai. Karena kualitas SDM yang tinggi akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pendidikan merupakan suatu proses yang diperlukan untuk mendapatkan


keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan individu maupun masyarakat,
(Nurkholis, 2013: 25). Pendidikan perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari
pengelola pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat. Karena pendidikan tidak akan
berhenti pada satu generasi saja, melaikan akan berkesinambungan pada generasi
selanjutnya. Hal ini berlaku khususnya dalam pembelajaran matematika. Matematika
merupakan suatu bidang ilmu yang memiliki sifat yang sangat khas. Salah satu sifat
yang khas tersebut adalah matematika yang pada umumnya selalu berkenaan dengan

1
konsep-konsep yang cenderung bersifat abstrak. Sifat inilah yang menimbulkan
masalah bagi para pelajar dalam mempelajari matematika, padahal matematika
merupakan suatu bidang ilmu yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut
Faizi (2013: 71) Sifat abstrak atau tidak nyata matematika ini disebabkan karena
matematika selalu berkenaan dengan simbol-simbol. Hal ini juga sejalan dengan
pendapat Hudojo sebagaimana dikutip oleh Zeni (2015: 1) bahwa matematika
berkenaan dengan ide, aturan-aturan, hubungan-hubungan, yang diatur secara logis
sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


matematika merupakan suatu bidang ilmu untuk mengembangkan cara berpikir
manusia, memiliki objek yang bersifat abstrak, dan terdiri dari simbol-simbol, aturan-
aturan, serta berhubungan dengan ide-ide struktural yang diatur dalam sebuah struktur
logika. Matematika merupakan bagian dari pendidikan yang tidak pernah lepas dalam
kehidupan manusia. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, matematika perlu diajarkan
kepada manusia agar mempermudah manusia dalam melakukan segala aktivitasnya.

Menurut Depdiknas (2006) sebagaimana dikutip oleh Azzumarito, D.P. (2014:


75) tujuan pendidikan matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan : 1)
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah; 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang sangat penting untuk


dipelajari. Akan tetapi, bagi kebanyakan siswa di Indonesia, matematika merupakan

2
mata pelajaran yang sangat sulit. Ini terbukti dari survei PISA (Programme For
International Student Assesment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organization
For Economic Cooperation and Development) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
kemampuan matematika siswa di Indonesia berada pada peringkat 63 dengan skor 371
dari 65 negara, (Azzumarito, 2014: 75). Sejalan dengan itu, hasil PISA tahun 2015
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 63 dari 70 negara, (Larasati, N.
dkk, 2017: 36). Ini membuktikan bahwa kemampuan peserta didik di Indonesia masih
sangat rendah dibandingkan dengan negara maju dan negara berkembang lainnya.

Menurut Kemendiknas (2011) sebagaimana dikutip oleh Larasati, N. dkk.


(2017: 36) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan soal-soal PISA, diperlukan
kemampuan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, dan mengecek
hasil pemecahan masalah serta diperlukan juga kreativitas yang tinggi. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan kemampuan yang pada saat ini menjadi fokus utama
dalam pembelajaran matematika di berbagai negara. Namun, kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik saat ini belumlah sesuai dengan harapan kurikulum
dimana pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika.
Masalah adalah situasi yang mana siswa memperoleh tujuan dan harus
menemukan makna untuk mencapainya, (Prabawanto, 2009). Secara umum, masalah
adalah suatu ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi masalah yang sedang
dihadapi. Sebagian ahli pendidikan matematika menyatakan masalah adalah
pertanayaan yang harus dijawab dan direspon. Akan tetapi, tidak semua jenis
pertanyaan dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk masalah. Suatu pertanyaan dapat
dikategorikan sebagai masalah apabila pertanyaan tersebut menunjukkan tantangan
yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur secara rutin yang diketahui oleh pelaku.

Menurut Polya (Novianti, R. dan Wahyuni, R.,2018: 23), menyatakan masalah


dalam matematika ada 2 macam, yaitu: 1) Masalah untuk menemukan, teoritis atau
praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Siswa berusaha menemukan variabel
masalah serta mengkontruksi semua objek yang bisa menyelesaikan masalah; 2)
Masalah untuk membuktikan, yaitu menunjukkan suatu pernyataan, benar atau salah.
Maka, pengembangan pemecahan masalah dilakukan agar siswa mampu
menyelesaikan permasalahan secara konkret.

3
Sementara itu, NCTM (National Council of Teachers of Mathematics)
menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi,
kemampuan penalaran, dan kemampuan representasi. Sedangkan menurut
Posamentier dan Stepelmen, sebagaimana dikutip oleh Dewanti (2011: 36), NCSM
(National Council of Science Museum) menempatkan pemecahan masalah sebagai
urutan pertama dari 12 komponen esensial matematika.
Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan aspek yang sangat penting dalam matematika. Akan tetapi, kebanyakan
siswa di Indonesia masih memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang
lemah. Terbukti dari hasil survei TIMSS (Trends International Mathematics and
Science Study) pada tahun 1998 Indonesia menduduki peringkat 34 dari 38 negara,
pada tahun 2003 Indonesia menduduki peringkat 34 dari 45 negara, dan pada tahun
2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara. Indonesia mengikuti survei
dari tahun 1999, 2003, dan 2007 akan tetapi, kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa di Indonesia relatif konstan, tidak menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Kemudian, hasil survei TIMSS pada tahun 2011 pun tidak menunjukkan
perkembangan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia. Pada
tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat 38 dari 42 negara, (Nina, V.Y, 2016: 21).

Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di


Indonesia berdsarkan survei TIMSS pada tahun 2007 dan 2011 tidak meningkat.
Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal sampai level menengah.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa di Indonesia tergolong masih rendah. Hal ini juga terbukti dari hasil
tes belajar siswa SMP Negeri 1 Cikedal yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata Ujian
Akhir Semester (UAS) siswa kelas VIII adalah 65,88 dari KKM yang telah ditetapkan
yaitu 75. Ini berarti hanya beberapa siswa saja yang nilainya mencapai KKM.

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Cikedal yang bernama Ade Rukiyah,
S.Pd. menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di SMP
Negeri 1 Cikedal tergolong masih rendah. Masalah yang paling menonjol di sekolah

4
tersebut adalah kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan soal-soal yang
diberikan oleh guru. Hal ini ditandai dengan siswa kesulitan dalam menyususun
jawaban terhadap soal-soal matematika yang biasanya terstruktur dan eksplisit, yaitu
mulai dari apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan
untuk memecahkan masalah itu, serta strategi dan teknik yang akan digunakan
sehingga siswa bisa dengan mudah menemukan solusinya.

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sumarno (Febianti, 2012:14)


bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut: 1)
Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang
diperlukan; 2) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik; 3)
Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah
baru) dalam atau diluar matematika; 4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil
sesuai permasalahan awal; 5) Menggunakan matematika secara bermakna.

Selain itu, kenyataan di lapangan bahwa guru cenderung menggunakan metode


konvensional selama pembelajaran berlangsung, mengakibatkan kurangnya
keterlibatan siswa selama proses pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh pada
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang disajikan. Sedangkan, siswa
hanya mencatat apa yang telah dicatat guru di papan tulis. Fakta tersebut merupakan
salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya solusi yang diterapkan


guru untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di
SMP Negeri 1 Cikedal. Salah satu solusi yang tepat untuk dapat mengatasi masalah
tersebut ialah guru harus menggunakan metode atau model pembelajaran yang lebih
bervariatif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sumartini (2016) bahwa untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu didukung oleh metode
pembelajaran yang tepat, (Cahyani, H. dan Wahyu, R.S, 2016: 151).

Salah satu alternatif model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan


kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah model pembelajaran kumon.
Sebagaimana diungkapkan oleh Novianti dan Wahyuni (2018: 24) bahwa untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu diupayakan model

5
pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih
aktif belajar agar pembelajaran konvensional yang terpusat pada guru (teacher
oriented) berubah menjadi terpusat kepada siswa (student oriented), yaitu menerapkan
metode pembelajaran kumon. Metode dari Jepang ini dianggap efektif meningkatkan
kemampuan matematika siswa di sekolah, karena kumon lebih menekankan kegiatan
pada kemampuan setiap siswa, sehingga siswa dapat menggali potensi dan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Pembelajaran kumon tidak hanya
mengajarkan cara berhitung tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dan percaya diri (Junaidi, dkk: 2013).

Model pembelajaran kumon adalah suatu pembelajaran dengan mengaitkan


antara konsep, keterampilan, kerja individu, dan menjaga suasana nyaman
menyenangkan. Menurut Huda (2013) sebagaimana dikutip Sutrisno, E. dkk. (2015:
26) mengatakan bahwa metode kumon telah digunakan oleh lembaga pendidikan
negeri maupun swasta di berbagai negara maju lebih dari 50 tahun dan terus
berkembang sampai sekarang. Model pembelajaran kumon menekankan pada
kemampuan masing-masing siswa. Sehingga siswa dapat menggali potensi dirinya dan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Model pembelajaran kumon tidak
hanya mengajarkan cara berhitung tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa
untuk lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dan kepercayaan diri.
Dengan menggunakan model pembelajaran kumon ini diharapkan agar
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat lebih baik lagi. Dalam
penelitian ini materi yang akan diberikan pada siswa yaitu materi tentang lingkaran.
Karena dalam indikator kemampuan pemecahan masalah matematis ini sesuai jika
diterapkan dan digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa serta banyaknya unsur-unsur yang harus dikuasai sehingga materi ini
dianggap sulit oleh peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “Implementasi Model Pembelajaran Kumon Untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Negeri 1 Cikedal”.

1.2. Identifikasi Masalah

6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Kebanyakan siswa masih merasa kesulitan dalam pembelajaran
matematika.
2. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
3. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika.
4. Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional membuat siswa
pasif selama proses pembelajaran berlangsung.
5. Kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, yang mengakibatkan
kurang berkembangnya kemampuan yang dimiliki siswa.

1.3. Batasan Masalah


Untuk menghindari terjadinya pelebaran masalah, maka peneliti memberikan
batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kumon.
2. Materi pembelajaran yang diajarkan adalah materi tentang lingkaran.
3. Penelitian ini dilakukan bertempat di SMP Negeri 1 Cikedal yaitu siswa
kelas VIII.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
“Apakah terdapat peningkatan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa SMP Negeri 1 Cikedal kelas VIII setelah implementasi model pembelajaran
kumon dilakukan?”.

1.5. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah:
“Untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa SMP Negeri 1 Cikedal kelas VIII setelah implementasi model
pembelajaran kumon dilakukan”.

7
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru
Memberikan masukan yang bermanfaat bagi pendidik tentang model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.
2. Bagi siswa
Agar dapat meningkatkan keaktifan siswa, membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuannya masing-masing, serta membantu siswa
membiasakan diri untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang beragam.
3. Bagi pihak sekolah
Mendapat masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan potensi belajar peserta didik.
4. Bagi peneliti
Agar peneliti memiliki pengetahuan yang luas tentang model
pembelajaran, dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya
dalam pembelajaran matematika.

Anda mungkin juga menyukai