BAB I
PENDAHULUAN
1
konsep-konsep yang cenderung bersifat abstrak. Sifat inilah yang menimbulkan
masalah bagi para pelajar dalam mempelajari matematika, padahal matematika
merupakan suatu bidang ilmu yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut
Faizi (2013: 71) Sifat abstrak atau tidak nyata matematika ini disebabkan karena
matematika selalu berkenaan dengan simbol-simbol. Hal ini juga sejalan dengan
pendapat Hudojo sebagaimana dikutip oleh Zeni (2015: 1) bahwa matematika
berkenaan dengan ide, aturan-aturan, hubungan-hubungan, yang diatur secara logis
sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
2
mata pelajaran yang sangat sulit. Ini terbukti dari survei PISA (Programme For
International Student Assesment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organization
For Economic Cooperation and Development) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
kemampuan matematika siswa di Indonesia berada pada peringkat 63 dengan skor 371
dari 65 negara, (Azzumarito, 2014: 75). Sejalan dengan itu, hasil PISA tahun 2015
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 63 dari 70 negara, (Larasati, N.
dkk, 2017: 36). Ini membuktikan bahwa kemampuan peserta didik di Indonesia masih
sangat rendah dibandingkan dengan negara maju dan negara berkembang lainnya.
3
Sementara itu, NCTM (National Council of Teachers of Mathematics)
menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi,
kemampuan penalaran, dan kemampuan representasi. Sedangkan menurut
Posamentier dan Stepelmen, sebagaimana dikutip oleh Dewanti (2011: 36), NCSM
(National Council of Science Museum) menempatkan pemecahan masalah sebagai
urutan pertama dari 12 komponen esensial matematika.
Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan aspek yang sangat penting dalam matematika. Akan tetapi, kebanyakan
siswa di Indonesia masih memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang
lemah. Terbukti dari hasil survei TIMSS (Trends International Mathematics and
Science Study) pada tahun 1998 Indonesia menduduki peringkat 34 dari 38 negara,
pada tahun 2003 Indonesia menduduki peringkat 34 dari 45 negara, dan pada tahun
2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara. Indonesia mengikuti survei
dari tahun 1999, 2003, dan 2007 akan tetapi, kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa di Indonesia relatif konstan, tidak menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Kemudian, hasil survei TIMSS pada tahun 2011 pun tidak menunjukkan
perkembangan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia. Pada
tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat 38 dari 42 negara, (Nina, V.Y, 2016: 21).
Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Cikedal yang bernama Ade Rukiyah,
S.Pd. menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di SMP
Negeri 1 Cikedal tergolong masih rendah. Masalah yang paling menonjol di sekolah
4
tersebut adalah kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan soal-soal yang
diberikan oleh guru. Hal ini ditandai dengan siswa kesulitan dalam menyususun
jawaban terhadap soal-soal matematika yang biasanya terstruktur dan eksplisit, yaitu
mulai dari apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan
untuk memecahkan masalah itu, serta strategi dan teknik yang akan digunakan
sehingga siswa bisa dengan mudah menemukan solusinya.
5
pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih
aktif belajar agar pembelajaran konvensional yang terpusat pada guru (teacher
oriented) berubah menjadi terpusat kepada siswa (student oriented), yaitu menerapkan
metode pembelajaran kumon. Metode dari Jepang ini dianggap efektif meningkatkan
kemampuan matematika siswa di sekolah, karena kumon lebih menekankan kegiatan
pada kemampuan setiap siswa, sehingga siswa dapat menggali potensi dan
mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Pembelajaran kumon tidak hanya
mengajarkan cara berhitung tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dan percaya diri (Junaidi, dkk: 2013).
6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Kebanyakan siswa masih merasa kesulitan dalam pembelajaran
matematika.
2. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
3. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam
menyelesaikan soal-soal matematika.
4. Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional membuat siswa
pasif selama proses pembelajaran berlangsung.
5. Kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, yang mengakibatkan
kurang berkembangnya kemampuan yang dimiliki siswa.
7
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru
Memberikan masukan yang bermanfaat bagi pendidik tentang model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.
2. Bagi siswa
Agar dapat meningkatkan keaktifan siswa, membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuannya masing-masing, serta membantu siswa
membiasakan diri untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang beragam.
3. Bagi pihak sekolah
Mendapat masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran sehingga
dapat meningkatkan potensi belajar peserta didik.
4. Bagi peneliti
Agar peneliti memiliki pengetahuan yang luas tentang model
pembelajaran, dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya
dalam pembelajaran matematika.