BAHARUDDIN
181050701017
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian dengan rumusan masalah: Apakah Penerapan Model Pembelajaran missouri
mathematics project (MMP) dengan pendekatan problem solving efektif dalam meningkatkan
kemandirian belajar dan kemampuan komunikasi matematika pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 1 Marioriawa Kabupaten Soppeng?
C. PEMBAHASAN
Kemandirian Belajar
Kemandirian sangat diperlukan seseorang, dengan adanya kemandirian akan timbul rasa
percaya diri, kemampuan sendiri, mengendalikan kemampuan sendiri, sehingga puas terhadap
apa yang dikerjakan atau dilakukan. Menurut Hargis (2000) mengemukakan dengan
kemandirian, siswa cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan
mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien dan memperoleh skor
yang tinggi dalam sains. Hal ini sejalan dengan Sharon et al (2011) kemandirian belajar adalah
proses yang membantu siswa dalam mengatur pikiran, tingkah laku, dan perasaan mereka agar
membuat mereka berhasil dalam melayari pengalaman belajar mereka.
Sunaryo Johnson dan Medinnus (Nurhayati, 2011:131), mengungkapkan bahwa
kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil keputusan
dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi. Hal tersebut juga diungakapkan Darmayanti,
Islam, & Asandhimitra (2004:36) menyatakan kemandirian belajar sebagai bentuk belajar
yang memiliki tanggung jawab utama untuk merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi
usahanya.
Menurut penelitian Eko & Kharisudin (2010:79), menyebutkan beberapa indikator
kemandirian belajar diantaranya (1) percaya diri, (2) tidak menyandarkan diri pada orang lain,
(3) mau berbuat sendiri, (4) bertanggung jawab, (5) ingin berprestasi tinggi, (6) menggunakan
pertimbangan rasional dalam memberikan penilaian, mengambil keputusan, dan memecahkan
masalah, serta menginginkan rasa bebas, dan (7) selalu mempunyai gagasan baru.
Hidayanti & Listyani (2010) merumuskan enam indikator kemandirian belajar siswa
yaitu (1) ketidaktergantungan terhadap orang lain; (2) memiliki kepercayaan diri; (3)
berperilaku disiplin; (4) memiliki rasa tanggungjawab; (5) berperilaku berdasarkan inisiatif
sendiri; dan (6) melakukan kontrol diri. Sedangkan menurut Moore dan Keegan (Nurhayati,
2011:142) kemandirian belajar dapat dilihat dalam hal: (1) menentukan tujuan belajar, (2)
menentukan cara belajar, (3) evaluasi hasil belajar. Lebih lanjut menurut Moore,
pembelajaran yang memiliki kemandirian dalam menentukan tujuan dan cara belajar menjadi
ciri penting yang membedakan dengan pembelajar yang tidak mandiri. Karena perbedaan ini
pulalah hasil belajar yang diperoleh dapat dievaluasi sendiri untuk bahan pembelajaran lebih
lanjut.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan
yang menekankan kemandirian belajar dapat dilihat dari seberapa besar pembelajaran
diberikan kemandirian, baik secara individu atau kelompok dalam menentukan: (1) apa yang
ingin dicapai; (2) apa saja yang ingin dipelajari dan dari mana sumber belajarnya; (3)
bagaimana mencapainya; serta kapan dan bagaimana keberhasilan belajarnya diukur.
Kemampuan Komunikasi Matematika
Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika
diungkapkan oleh Kilpatrick, Hoyles, Skovsmose & Valero (2005: 114) bahwa “
communication has been a prerequisite to the development of mathematics”. Artinya
komunikasi merupakan prasyarat untuk mengembangkan matematika. Hal ini disebabkan
karena komunikasi dalam matematika menjadi salah faktor yang mendukung peningkatan
kemampuan matematika lainnya, semisal kemampuan memecahkan masalah (Qohar, 2011: 3).
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa kemampuan matematika siswa dapat berkembang dan
meningkat melalui komunikasi.
Pentingnya kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika juga diungkapkan
oleh Cheah (2007: 7) bahwa
communication is an assential part of the mathematical classroom. Students may use
verbal language to communicate their thoughts, extend thinking, and understand
mathematical concepts. They may also use written language to explain, reason, and
prosess their thinking of the mathematical ideas. Communication thus becomes a tool
which can assisst pupils to form question or ideas about concepts. Classroom that
focuses on promoting mathematical thinking.
Artinya komunikasi dalam kelas matematika (pembelajaran matematika) penting karena
dengan komunikasi siswa dapat menggunakan bahasa verbal dan bahasa tertulis untuk
menyampaikan dan menjelaskan pemikiran mereka serta melalui komunikasi siswa dapat
memahami konsep-konsep matematika. Oleh karena itu, komunikasi dapat menjadi alat untuk
mengembangkan cara berpikir matematika siswa. Dengan demikian, kemampuan komunikasi
matematis menjadi salah satu aspek yang wajib dimiliki dan dikembangkan oleh siswa untuk
berhasil dalam bermatematika.
Depdiknas (2004: 24) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah
kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan ide matematika secara
lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika. Dalam
pembelajaran matematika, siswa diharapkan mampu untuk berkerja sama satu sama lain,
sehingga ide-ide matematika dapat dinyatakan dalam bentuk ucapan, tulisan, demonstrasi,
ataupun merepresentasikannya secara visual dalam berbagai bentuk yang berbeda, memahami,
menafsirkan, serta mengevaluasi ide yang disajikan dalam lisan, tulisan, atau dalam bentuk-
bentuk visual. Selanjutnya siswa diharapkan juga mampu untuk mengkonstruk, menafsirkan
dan menghubungkan berbagai bentuk ide matematika dan hubungannya serta membuat
observasi dan dugaan, memformulasikan pertanyaan-pertanyaan, dan mengumpulkan serta
mengevaluasi informasi, menghasilkan, dan menyajikan argumen-argumen persuasif. Kegiatan
semacam tersebut menurut English (2004: 32) disebut dengan kemampuan komunikasi
matematis.
Lebih lanjut Ontario Ministry of Education (2005: 17) menyatakan bahwa
communication is the process of expressing mathematical ideas and understanding
orally, visually, and in writing, using numbers, symbols, pictures, graphs, diagrams, and
words. Students communicate for the various purpose and for different audiences, such
as the teacher, a peer, a group of students, or the whole class.
Artinya komunikasi dalam matematika adalah proses untuk mengungkapkan dan
memahami ide-ide matematika secara lisan, visual, dan dalam bentuk tulisan dengan
menggunakan angka, tabel, simbol, grafik, diagram, maupun kata-kata. Siswa
mengkomunikasi ide-ide tersebut dengan berbagai tujuan dan kepada orang yang berbeda
semisal kepada guru, teman kelas, kelompok siswa, atau kepada seluruh kelas. Dalam
pembelajaran matematika, salah satu tujuan siswa mengkomunikasikan idenya adalah untuk
lebih memahami makna dari ide atau konsep matematika serta membantu mereka dalam
kebermaknaan belajar (Kosko, 2012: 112). Van de Walle, Karp, dan Bay-Williams (2010: 4)
mengungkapkan bahwa komunikasi terkait dengan kemampuan siswa untuk berbicara,
menuliskan, mendeskripsikan, dan menjelaskan tentang ide-ide matematika. Menurut Kaur dan
Lam (2012: 2) mengatakan bahwa komunikasi matematis merupakan kemampuan dalam
menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide-ide matematika secara tepat,
ringkas, dan logis. Dengan demikian, komunikasi matematika secara umum dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk mengkomunikasi ide matematika secara baik dan efektif (Wood,
2012: 110).
Berdasarkan penjelasan tersebut, komunikasi matematis secara garis besar terbagi dua
yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Komunikasi menurut Kennedy, Tipps, dan Johnson (2008:
21) berupa diskusi tentang gagasan matematika antar siswa. Kemampuan berdiskusi dan
beradu argumen merupakan salah satu kemampuan komunikasi matematis. Sejalan dengan
pendapat Yang, et al (2016: 166) bahwa komunikasi matematika menekankan pada interaksi
dan pertukaran gagasan antar siswa. Hal ini dibutuhkan karena menjadi kemampuan siswa
untuk mengekspresikan konsep matematika mereka serta memahami dan mengevaluasi
pemahaman konsep siswa yang lain.
Di sisi lain, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa komunikasi matematis tidak
sekedar terbatas pada kata-kata atau secara lisan, tetapi selama diskusi pada kelas matematika
siswa juga belajar untuk membuat pola, generalisasi, dan menggunakan representasi
matematika untuk mengungkapkan dan mendukung ide-ide matematika (Moschkovich, 2012:
18) Representasi yang dimaksud adalah menyatakan ide dan konsep matematika dengan
menggunakan teks, angka, tabel, gambar, diagram atau simbol-simbol matematika (Mooney,
et al, 2014: 136). Ekspresi simbol dalam komunikasi matematika diperlukan untuk membuat
model matematika atau memodelkan masalah dunia nyata serta untuk membuat grafik
(Hammill, 2010: 1). Komunikasi tertulis dalam matematika juga dapat berupa keterampilan
siswa dalam menyelesaikan masalah matematika (Mahmudi, 2009: 3). Hal tersebut
menggambarkan kemampuan siswa untuk menerapkan dan menghubungkan berbagai konsep
untuk menyelesaikan masalah matematika.
DAFTAR PUSTAKA