Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu pokok utama dalam upaya
mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi perkembangan zaman yang
semakin kompetitif ini. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam
teknologinya, jika kualitas pendidikan dalam suatu negara baik. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa kemajuan suatu negara sangat dipengaruhi oleh faktor
pendidikan.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu
dan memajukan daya pikir manusia. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki
peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi
secara tepat dan cermat. Dapat dikatakan bahwa perkembangan pesat dibidang
teknologi informasi matematika yang kuat sejak dini diperlukan siswa untuk
menguasai matematika dan menciptakan teknologi di masa depan. Oleh karena
itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan di setiap jenjang pendidikan untuk
membekali peserta didik dengan mengembangkan kemampuan bahasa matematika
dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika untuk memperjelas suatu
keadaan atau masalah.
Tujuan dari pengajaran matematika menurut Soedjaji (Amaludin, 2012: 2)
adalah: 1). Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembangan, dan 2).
Mempersiapkan siswa menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Seperti halnya yang diungkapkan Ruseffendi (2006), Dalam matematika
penggunaan simbol dan istilah didalamnya menjadikan karakteristik bahwa
matematika itu sebagai bahasa yang memang perlu kita pahami dan sebelumnya
telah disepakati. Melihat dari karakter matematika sebagai bahasa, maka dalam
penggunaan simbol dan istilah dengan cermat dibutuhkan kemampuan
komunikasi yang baik pada pembelajaran matematika. Selain itu menurut Bernard
(2015)

1
2

kemampuan komunikasi sangat penting untuk siswa miliki supaya siswa dapat
memahami permasalahan matematika yang diberikan dan siswa mampu
mengungkapkan ide serta gagasan dalam menyelesaikan persoalan matematika
serta menciptakan siswa untuk berpikir kritis, logis, kreatif dan mandiri (Islamiah,
dkk, 2018:48).
Komunikasi matematika pada kurikulum matematika di Indonesia menjadi
salah satu standar kompetensi lulusan siswa sekolah dari pendidikan dasar sampai
sekolah menengah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan
dalam bidang matematika antara lain sebagai berikut: (1) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau logaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah,
(2) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh, (3) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain (Johar, dkk, 2017: 80).
Kemampuan komunikasi matematis adalah kecakapan siswa dalam
mengungkapkan ide-ide matematika dengan menggunakan simbol, notasi, bahasa
atau kalimat matematika. Pentingnya kemampuan komunikasi matematis bagi
siswa kurang diimbangi dengan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong kurang baik, belum
sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hal ini dinyatakan oleh Imelda (Johar, dkk,
2017: 81) menyatakan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi
matematika sangat jauh di bawah negara-negara lain, sebagai contoh untuk
permasalahan matematika yang menyangkut kemampuan komunikasi matematis,
siswa Indonesia menjawab benar hanya 5% dan jauh dibawah negera lain seperti
Singapura, Korea dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%.
Kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
diagram, grafik, atau gambar merupakan salah satu kemampuan dasar komunikasi
matematis. Matematika dalam ruang lingkup komunikasi secara umum mencakup
keterampilan menulis, membaca, dan diskusi.
3

Baroody (dalam Ansary, 2009) menyebutkan beberapa alasan pentingnya


komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Pertama
mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu
berfikir (a tool to aid thingking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan
masalah dan mengambil keputusan, tetapi juga sebagai alat yang berharga untuk
mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua,
mathematics learning as social activity, sebagai aktivitas sosial dalam
pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa
dan juga komunikasi antara guru dan siswa.
Kemampuan komunikasi matematis perlu diperhatikan dalam pembelajaran
matematika sebab kemampuan komunikasi sangat diperlukan siswa dalam
menghadapi berbagai masalah, khususnya masalah yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Dengan berkomunikasi, siswa dapat lebih memahami
simbol-simbol dan informasi yang ada di dalam pelajaran tersebut. Ironisnya
dalam pelaksanaan pembelajaran matematika disekolah, jarang sekali siswa diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Hal ini berdampak pada
rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Hasil evaluasi TIMSS 2011 (International Mathematics and Science Study)
untuk matematika, Indonesia pada posisi 5 besar dari bawah (Bersama Syria,
Moroko, Oman, Ghana) dengan peringkat Indonesia 36 dari 40 negara dengan
nilai 386. Hasil pemeringkatan dari PISA (Program for International Student
Assessment) dikeluarkan pada 3 Desember 2013, dan Indonesia berada
diperingkat nomor 2 dari bawah (Amalia, dkk, 2015: 39). Studi yang dilakukan
TIMSS mengungkapkan bahwa siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan soal-
soal yang berkaitan dengan klasifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang
memerlukan penalaran matematika, menemukan generalisasi atau konjektur, dan
menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Sedang studi
Programme for Internasional Student Assesment (PISA), yaitu studi yang
penilaiannya difokuskan pada literasi sains, bacaan, dan matematika yang
mengukur dan menilai kemampuan siswa dalam memahami, menganalisis,
bernalar dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan matematiknya
secara efektif, serta mampu memecahkan dan menginterpretasikan penyelesaian
4

matematika dalam kehidupan sehari-har. Berdasarkan hasil studi pada tahun 2018
menunjukkan prestasi hasil belajar siswa di Indonesia berada di peringkat 69 dari
76 negara yang ikut serta dalam survei tersebut dan diikuti lebih dari 600.000
siswa. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya
dari standar keberhasilan studi PISA.
Setiap proses pembelajaran selalu terjadi komunikasi, proses komunikasi
terjadi antara guru yang memiliki sejumlah pesan yang ingin disampaikan kepada
siswa sebagai penerima pesan. Komunikasi yang dimaksud adalah kemampuan
siswa dalam menyampaikan atau menerima gagasan, sehingga terjadi proses
belajar. Komunikasi dalam pembelajaran matematika memiliki peran yang cukup
penting, pada dasarnya matematika merupakan suatu bahasa simbolik dan
pelajaran matematika merupakan aktivitas sosial. Pada pembelajaran matematika
yang berpusat pada siswa, pemberi pesan tidak terbatas pada guru saja melainkan
dapat dilakukan oleh siswa maupun orang lain. Pesan yang dimaksud adalah
konsep-konsep matematika, dan cara menyampaikan pesan dapat dilakukan baik
melalui lisan maupun tulisan.
Sumantri (2015: 371) komunikasi dalam pembelajaran merupakan proses
transformasi pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada
peserta didik, dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi
lebih baik.
Menurut Lassewel (Sumantri, 2015: 355) komunikasi dinyatakan dengan 5
unsur, yaitu: (1) Komunikator (source, sender); (2) Pesan (message); (3) Media
(chanel); (4) Komunikan (receiver); (5) Efek (effect, influence). Dalam proses
pembelajaran guru sebagai komunikator, materi pelajaran sebagai pesan,
perangkat pembelajaran sebagai media, siswa sebagai komunikan, dan
pengetahuan berupa hasil pelajaran sebagai efek.
Kemampuan komunikasi membantu guru untuk memahami kemampuan
siswa dalam mengekspresikan dan menginterpretasi pengetahuannya tentang
onsep dan proses matematika yang dipelajari, artinya bahwa kemampuan
5

komunikasi siswa akan baik apabila siswa tersebut memiliki kemampuan


pemahaman ang baik. Terdapat beberapa indikator komunikasi matematika
menurut NCTM (1989) yaitu: 1). Kemampuan mengekspresikan ide-ide
matematis melalui lisan, tertulis dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual, 2). Kemampuan memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan,
tulisan maupun bentuk visual lainnya, 3). Kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyaikan
ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.
Adapun indikator pada kemampuan komunikasi yang dikemukan oleh
Soemarmo (dalam Hendriana, Rochaeti & sumarmo, 2017:67), antara lain: (1)
menyatakan benda-benda nyata, situasi dan peristiwa sehari-hari kedalam bentuk
model matematika (gambar, tabel, diagram, grafik, aljabar). (2) menjelaskan ide,
dan model matematika (gambar, tabel, diagram, grafik, aljabar) kedalam bahasa
biasa. (3) menjelaskan serta membuat pertanyaan matematika yang dipelajari (4)
mendengar, menulis kemudian berdiskusi tentang matematika (5) membaca
dengan pemahaman suatu prestasi tertulis (6) membuat konjektur, menyusun
argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. (7) menjelaskan dan membuat
pertanyaan tentang matematika yang dipelajari.
Rendahya kemampuan komunikasi matematis juga ditunjukkan oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2017) menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih kurang baik, hal ini terliat dari 25
siswa hanya terdapat 1 siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis
cukup sedangkan 24 siswa lainnya memiliki kemampuan komunikasi matematis
kurang baik. Sedangkan untuk ketercapaian indikator 20% siswa mampu
melukiskan atau merepresentasikan benda nyata, gambar dan diagram dalam
bentuk ide atau simbol matematika, 28% siswa mampu mengungkapkan kembali
suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri atau simbol
matematika atau menyusun model matematika. Zuhrotunnisa (2015)
menyimpulkan bahwa (a). Siswa pada kelompok rendah belum mampu
menyetakan ide matematika secara tertulis dalam bentuk tabel dan menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bentuk diagram, tetapi sudah mampu menafsirkan
6

persoalan walaupun masih sederhana. (b). Siswa pada kelompok rendah sudah
mampu menyetakan ide matematika secara tertulis dalam bentuk tabel,
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bentuk diagram, dan menafsirkan
persoalan walaupun masih sederhana. (c). Siswa pada kelompok rendah sudah
mampu menyatakan ide matematika secara tertulis dalam bentuk tabel,
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bentuk diagram, dan menafsirkan
persoalan secara kompleks. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Kadir (2010 :
45) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa SMP di pesisir
masih rendah, baik ditinjau dari peringkat sekolah, maupun model pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika SMP
Negeri 17 Kendari diperoleh informasi bahwa siswa sebenarnya memahami
makna soal yang diberikan tetapi mengalami kesulitan untuk
mengkomunikasikannya kembali kedalam bentuk atau model matematika. Hal ini
karena siswa jarang dituntut untuk menyediakan penjelasan dalam pembelajaran
matematika, sehingga sangat asing bagi siswa untuk berbicara tentang
matematika. Siswa identik hanya melihat dan mengikuti temannya yang dianggap
baik di dalam kelas. Sedikit sekali bahkan jarang siswa yang bertanya maupun
menjawab apa yang diinformasikan oleh guru. Masih banyaknya siswa saat
melakukan pembelajaran hanya duduk, diam dan mencatat, sehingga sedikit dari
mereka yang aktif dalam pembelajaran. Kurangnya kemampuan komunikasi
matematis siswa juga dapat dilihat ketika siswa dihadapkan pada suatu
permasalahan. Dimana pada saat mengerjakan soal tersebut siswa terlihat tidak
terbiasa untuk menuliskan apa yang diketahui dan apa yang di tanyakan dari soal
sebelum menyelesaikannya, sehingga siswa sering salah dalam menafsirkan
maksud dari soal tersebut, namun ada juga siswa yang memahami infoemasi pada
soal yang diberikan, tetapi mereka mengalami kesulitan untuk
mengkomunikasikan kembali kedalam model matematika. Siswa juga masih
kurang paham terhadap suatu konsep matematika, dan kurangnya ketepatan siswa
dalam menyebutkan simbol atau notasi matematika. Selain itu, siswa juga tidak
terbiasa menuliskan kesimpulan dari hasil penyelesaian akhir suatu permasalahan.
Kondisi tersebut diperkuat oleh penelitian Wardhana & Lutfianto (2018) yang
7

menyebutkan vahwa rendahnya kemampuan komunikasi siswa dipengaruhi oleh


faktor siswa kurang memahami akan konsep dasar matematika.
Menyadari berbagai kondisi yang telah dipaparkan di atas, peneliti merasa
penting untuk melakukan penelitian dengan judul penelitian “Analisis
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 17 Kendari”.
B. Batasan Masalalah
Agar penelitian ini terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah
yang akan dibahas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut.
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa diukur berdasarkan indikator
kemampuan komunikasi matematis yang diadaptasi dari Sumarmo dikutip
oleh Susanto dan NCTM yang dikutip oleh Fachrurazi yaitu: (a) kemampuan
menghubungkan benda nyata kedalam ide-ide matematika, (b) kemampuan
menyatakan peristiwa sehari-hari dengan simbol-simbol matematika dalam
menyajikan ide-ide matematika secara tertulis, (c) kemampuan menjelaskan
ide, situasi sehari-hari dan relasi matematik, secara tertulis dengan gambar,
(d) kemampuan memahami dan mengevaluasi ide-ide matematik dalam
menyelesaikan permasalahan sehari-hari secara tertulis, (e) kemampuan
mengkomunikasikan kesimpulan jawaban permasalahan sehari-hari sesuai
hasil pertanyaan.
2. Kemampuan yang dimaksud yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan
masalah matematis yang diberikan yang tergolong dalam kategori
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana kemampuan siswa dalam menghubungkan benda nyata kedalam
ide-ide matematika?
2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menyatakan peristiwa sehari-hari
dengan simbol-simbol matematika dalam menyajikan ide-ide matematika
secara tertulis?
8

3. Bagaimana kemampuan siswa dalam menjelaskan ide, situasi sehari-hari dan


relasi matematik, secara tertulis dengan gambar?
4. Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami dan mengevaluasi ide-ide
matematik dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari secara tertulis?
5. Bagaimana kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan kesimpulan
jawaban permasalahan sehari-hari sesuai hasil pertanyaan?
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui kemampuan siswa menghubungkan benda nyata kedalam
ide-ide matematika,
2. Untuk mengetahui Kemampuan siswa menyatakan peristiwa sehari-hari
dengan simbol-simbol matematika dalam menyajikan ide-ide matematika
secara tertulis,
3. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjelaskan ide, situasi sehari-
hari dan relasi matematik, secara tertulis dengan gambar,
4. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami dan mengevaluasi
ide-ide matematik dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari secara
tertulis,
5. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan kesimpulan
jawaban permasalahan sehari-hari sesuai hasil pertanyaan

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
Secara praktis penelitian ini dapat bermafaat bagi berbagai pihak antara lain
sebagai berikut.
a. Bagi Siswa, dapat mengetahui gambaran kemampuan komunikasi matematis
siswa yang tergolong pada kategori kemampuan matematik tinggi, sedang
dan rendah.
b. Bagi Guru, dapat membantu guru dalam membuat skenario pembelajaran,
strategi pembelajaran, penilaian hasil belajar siswa sesuai dengan kemampuan
komunikasi matematis siswa yang berbeda-beda.
9

c. Bagi Peneliti, dapat digunakan sebagai salah satu penelitian pendukung atau
pembanding pada penelitian sejenis.

Anda mungkin juga menyukai