Anda di halaman 1dari 24

1

A. JUDUL:
Pengembangan soal barisan dan deret berbasis hots (higher order thinking skills)
untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI SMA/MA

B. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Belajar merupakan hal yang tak pernah bisa terpisahkan dari kehidupan
manusia. Manusia diberikan bekal oleh Sang Pencipta berupa akal dan pikiran
sebagai modal awal berada di dunia. Berbagai ilmu pengetahuan berkembang sebagai
anugrah yang teramat besar dan terus diserap serta dimanfaatkan hingga kini.
Perkembangan yang terus menerus menuntut manusia merombak dan menyesuaikan
tingkat berfikir yang semakin kritis, efektif dan efisien. Sehingga diperlukan proses
penyesuaian teknik belajar yang tepat guna dan sesuai dengan tuntutan di era
globalisasi.

Hasil survei yang dilakukan organisasi AACU (Association of American


Colleges and Universities) terhadap para pemimpin bisnis, mendapati bahwa 93%
dari mereka menyatakan kemampuan dalam hal berfikir kritis, berkomunikasi secara
jelas dan kemampuan memecahkan masalah kompleks jauh lebih penting dari
kebanyakan kemampuan akademis, lebih dari 75% dari mereka menegaskan bahwa
mereka menginginkan berfikir kritis, memecahkan masalah kompleks, komunikasi
tertulis dan verbal, serta terapan pengetahuan pada situasi nyata mendapatkan
penekanan pada pembelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi. Berdasarkan hal
tersebut maka kemampuan komunikasi matematis perlu ditingkatkan salah satunya
melalui latihan menyelesaikan soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Era
globalisasi menuntut penduduk Indonesia untuk memiliki seperangkat kecakapan
guna menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompetitif. Kecakapan-
kecapakan yang harus dimiliki untuk menghadapi abad 21 meliputi critical thinking,
creativity, communication dan collaboration (Sulastri & Prabawati, 2019). The
2

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa


kemampuan komunikasi (mathematical communication) merupakan satu di antara
kemampuan yang harus dikembangkan pada siswa. (NCTM, 2000)

Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman dengan


menyampaikan ide tersebut kepada guru, teman sebaya, kelompok ataupun seluruh
kelas. Melalui komunikasi, ide menjadi objek refleksi, perbaikan, diskusi, dan
perubahan. Cara terbaik untuk mengeksplorasi dan mengkoneksikan suatu ide
adalah mencoba menyampaikan ide tersebut kepada orang lain. Ontario Ministry
of Education menyatakan hal yang serupa yaitu melalui komunikasi siswa
dapat menjelaskan gagasan ide-ide, pemahaman serta pendapat mereka kepada
orang lain. NCTM juga menyatakan, bahwa standar matematika sekolah meliputi
standar isi (mathematicalcontent) dan standar proses (mathematical prosses). Standar
proses ini menurut NCTM meliputi pemecahan (problem solving), penalaran dan
pembuktian (reasoning and proof), keterkaitan (connection), komunikasi
(communication), dan representasi (representation). Standar proses tersebut secara
bersama-sama merupakan keterampilan dan pemahaman dasar yang sangat
dibutuhkan para siswa pada abad ke 21 ini. Komunikasi menjadi sangat penting
karena menjadi standar proses lainnya untuk dapat dipahami.
Pengertian yang luas tentang komunikasi matematis dikemukakan oleh
Romberg dan Chair yaitu: (a) menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram
kedalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara
lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (c) menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (d) mendengarkan
berdiskusidan menulis tentang matematika; (e) presentase matematika tertulis,
membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi; (f)
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Komunikasi dapat dikelompokan menjadi dua jenis dalam pernyataan sebelumnya
yaitu komunikasi lisan dan tulisan.
3

Hodiyanto (2017) juga menyebutkan bahwa komunikasi matematis terdiri atas


komunikasi tertulis dan lisan. Komunikasi tulisan seperti: mengungkapkan ide
matematika melalui gambar/grafik, tabel, persamaan ataupun dengan bahasa siswa
sendiri. Indikator kemampuan komunikasi matematis: (1) menulis (written text),
yaitu menjelaskan ide atau solusi dari suatu permasalahan atau gambar dengan
menggunakan bahasa sendiri. (2) menggambar (drawing) yaitu menjelaskan ide atau
solusi dari permasalahan matematika dalam bentuk gambar, (3) ekspresi matematika
(mathematicalekpression) yaitu menyatakan masalah atau peristiwa sehari-hari
dalam bahasa model matematika.
Gambaran kemampuan siswa dapat dilihat dari hasil evaluasi sebuah studi
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diketahui
bahwa pengetahuan matematika yang dimiliki siswa Indonesia kurang cukup untuk
dapat menyelesaikan masalah rutin (manipulasi bentuk, memilih strategi, dan
sebagainya) apalagi yang tidak rutin (penalaran intuitif dan induktif berdasarkan pola
dan kereguleran). Pada umumnya siswa yang mengikuti kedua studi tersebut adalah
siswa-siswa pilihan Indonesia, sehingga gambaran dari kedua hasil studi tersebut
memperlihatkan bahwa prestasi siswa Indonesia secara umum dalam bidang
matematika masih rendah.Selanjutnya hasil TIMSS 2011 juga masih menempatkan
Indonesia di urutan ke 41 dari 45 negara peserta dengan perolehan skor 386 yang
berada dibawah rata-rata skor untuk TIMSS yaitu 500 (Setiadi, Hari, dkk, 2012:70).
Hal ini mengindikasi bahwa belum ada kemajuan yang signifikan terhadap prestasi
peserta didik Indonesia, yang artinya usaha-usaha yang dilakukan belum mencapai
hasil yang diinginkan.
High order thinking skills (HOTS) merupakan kemampuan berpikir tingkat
tinggi yang melibatkan analisis, mengevaluasi dan mencipta (Kempirmase dkk,
2019). Pentingnya Kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam implementasi
kurikulum 2013 revisi 2019 diwujudkan dalam proses pembelajaran yang terintegrasi
dengan penguatan pendidikan karakter, literasi, pembelajaran abad 21 yang
diistilahkan dengan 4C, dan HOTS (adaftasi mbs, 2017). Adapun rumusan framwork
4

dalam keterampilan 4C meliputi critical thinking and problem solving skills,


communication and collaboration skills, creativity and innovation skills (Helmawati,
2019). Keseluruhan standar pendidikan di Indonesia dirumuskan menjadi Indonesian
Partnership for 21 century skill standar (IP-21 CSS) (Setiawati, 2018).
Taksonomi Bloom menjadi landasan dari Berpikir Tingkat Tinggi atau High
Order Thinking Skills (HOTS). “Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom
sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl, terdiri atas
kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2),
menerapkan (aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-
C5), dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur
kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5),
dan mengkreasi (creating-C6)
Setelah dicermati lebih lanjut, rendahnya pencapaian hasil studi tersebut
disebabkan karena kemampuan siswa SMA di Indonesia dalam menemukan solusi
atau mencari alternatif jawaban dari suatu permasalahan masih terfokus pada satu
pilihan atau penyajian yang bersifat terbatas dan bersifat prosedural, karena diduga
siswa masih kurang dapat mengomunikasikan permasalahan yang diberikan dan
kurang dapat merepresentasikannya ke dalam berbagai bentuk. Akibatnya siswa
mengalami kesulitan dalam menemukan solusi. Penyebab terjadinya hal tersebut
karena dalam pembelajaran siswa jarang sekali diajak untuk menganalisis suatu
permasalahan sehingga menemukan sendiri solusinya. Hal ini terjadi karena dalam
proses pembelajaran, soal-soal yang diberikan adalah soal yang berisi masalah yang
sifatnya tertutup yang hanya memiliki solusi tunggal, yang tidak memungkinkan
siswa mencari solusi atau alternatif penyelesaian masalah yang lain, hal ini
disebabkan kurang tersedianya soal-soal yang didesain khusus dengan potensi siswa
sehingga dapat digunakan untuk mengukur kompetensi siswa (Suandito, 2009;
Anisah, 2013).
Soal-soal yang ada pada buku pegangan siswa maupun guru, sebagian besar
berupa soal yang sifatnya prosedural, kalaupun berisi konsep hanya bersifat tertutup
5

sehingga kurang menunjukkan ketercapaian kompetensi siswa. Soal yang demikian


kurang mengajak siswa untuk kreatif dalam menyelesaikannya. Masalah lain yang
dihadapi guru dalam penilaian adalah mutu instrumen atau soal yang dihasilkan
masih belum valid dan reliabel serta belum semua guru menyusun pedoman atau
rubrik penskorannya (Kunandar, 2013: 94). Hal ini berdampak pada kualitas soal
yang digunakan yang belum dapat dikatakan layak digunakan untuk mengukur
kompetensi yang telah dicapai siswa.
Berdasarkan Tanya jawab ringan dengan salah satu guru bidang studi mata
pelajaran matematika di sekolah tingkat menengah atas diketahui bahwa untuk
kepentingan penilaian, baik itu untuk tugas maupun ulangan harian, soal-soal yang
digunakan adalah soal-soal yang ada dibuku ajar, hanya dimodifikasi angka-
angkanya saja. Sehingga dasar pemilihan soal terpaku pada buku teks dan bahan ajar
yang digunakan. Akibat dari kebiasan tersebut menjadikan matematika sebagai
sesuatu yang pasti, terurut dan prosedural sehingga bersifat kaku. Hal yang demikian
menyebabkan siswa kurang memiliki kebebasan untuk menumbuhkembangkan
kompetensi yang dimilikinya.
Pemilihan materi barisan dan deret dalam penelitian ini dikarenakan materi
tersebut merupakan salah satu meteri SMA yang sering ditemukan dan diaplikasikan
pada kehidupan sehari-hari maka dari itu wajib dikuasai oleh siswa pada jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melanjutkan keperguruan tinggi
atau untuk memecahkan persoalan yang berkenaan dengan suatu pola tertentu.
Dengan demikian perlu adanya penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan
suatu produk berupa perangkat soal yang layak untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis siswa. Soal yang dikembangkan berupa soal uraian yang
diharapkan dapat memberikan gambaran secara signifikan tentang kemampuan siswa
terkait aspek tersebut.

Jadi, yang dimaksud dengan kemampuan komunikasi matematis dalam


penelitian ini adalah kemampuan yang diukur melalui indikator: 1) menulis (written
6

text), yaitu menjelaskan ide atau solusi dari suatu permasalahan atau gambar dengan
menggunakan bahasa sendiri. 2) menggambar (drawing), yaitu menjelaskan ide atau
solusi dari permasalahan matematika dalam bentuk gambar. 3) ekspresi matematika
(mathematicalekpression), yaitu menyatakan masalah atau peristiwa sehari-hari
dalam bahasa. Peneliti mencoba memberikan solusi dengan mengembangkan soal
barisan dan deret berbasis HOTS sebagai sarana pengukur kemampuan komunikasi
matematis siswa. Hal ini dilakukan dengan melakukan penelitian yang berjudul
“pengembangan soal barisan dan deret berbasis hots (higher order thinking skills)
untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa kelas XI SMA/MA”.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan suatu rumusan masalah, yaitu
“Bagaimana pengembangan soal barisan dan deret berbasis HOTS yang valid dapat
mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa SMA?”
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah pada pengembambangan ini, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan soal berbasis HOTS yang
valid dan dapat digunakan sebagai instrument untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis siswa SMA.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teorits maupun secara
praktis. Adapun manfaat secara teoritis yang diharapkan antara lain sebagai berikut:
1. Hasil penelitian dapat menambah bahan kajian bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
2. Hasil penelitian dapat menambah wawasan bagi pihak-pihak yang
memerlukan pengetahuan, terutama yang terkait dengan pengembangan soal
berbasis HOTS untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Adapun manfaat praktis yang diharapkan antara lain sebagai berikut:
7

1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para guru dalam
kegiatan belajar-mengajar.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan rekomendasi bagi
para peneliti yang juga berupaya untuk membuat kegiatan belajar-mengajar
menjadi lebih produktif, efektif, dan efisien.
5. Spesifikasi produk yang Diharapkan

Produk yang dikembangkan adalah instrumen soal uraian berbasis HOTS


yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis
siswa SMA kelas XI pada materi barisan dan deret.

6. Asumsi dan Batasan Masalah

Pada pengembangan ini, peneliti berasumsi bahwa soal yang dihasilkan


adalah soal yang sesuai dengan karakteristik dan indikator soal HOTS, serta dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa.

Adapun Batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu:


1. Bentuk soal yang dikembangkan berupa uraian terbatas dan uraian terstruktur,
serta termasuk jenis soal tes kemampuan.
2. Soal yang dikembangkan adalah soal HOTS menurut Taksonomi Bloom revisi
yang mengambil tingkatan berpikir pada C4 dan C5.
3. Karena situasi dan kondisi pada saat penelitian terkendala oleh wabah Covid-
19 yang membuat penelitian ke lapangan tidak dapat dilakukan, sehingga
pengembangan dilakukan hanya terbatas sampai revisi produk dari hasil
validasi ahli melalui daring.
8

C. KAJIAN PUSTAKA
a. Pengembangan
Pengembangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
proses/cara, perbuatan mengembangkan. Menurut Setyosari (2016: 277)
pengembangan adalah suatu proses yang dipakai untuk mengembangkan dan
mengevaluasi produk pendidikan. Sugiyono (2008: 297) menjelaskan bahwa
penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Menurut Seels dan Richey
(dalam Sutarti & Irawan, 2017: 6) penelitian pengembangan juga dapat didefinisikan
sebagai suatu kajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan, dan evaluasi
program, proses dan produk yang memenuhi kriteria validitas, kepraktisan dan
efektivitas. Dari beberapa pengertian di atas, pengembangan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah proses untuk merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi
produk pendidikan yang memenuhi kriteria validitas dan kepraktisan
b. Soal Tes
Penilaian tertulis merupakan salah satu jenis penilaian yang paling sering
digunakan guru untuk menilai hasil belajar siswa. Suharmi Arikunto dalam (Hamzah,
2014) menyatakan tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui
atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Menurut Noehi dalam (Hamzah, 2014) alat ukur tes terdiri atas tes objektif, tes
jawaban singkat, tes menyelesaikan masalah, dan tes uraian.

Bentuk soal yang digunakan untuk mengukur kompetensi sebaiknya terdiri dari
berbagai bentuk soal. Variasi bentuk soal yang berhubungan dengan waktu penilaian
meliputi formatif, ujian tengah semester, sumatif, diagnostik, dan penempatan.
Adapun ciri-ciri tes yang baik yaitu, valid (tesnya tepat dalam mengukur), reliable
(tesnya tetap dalam mengukur), objektif (penilaiannya tidak berubah-ubah),
praktikabilitas, dan ekonomis (Hamzah, 2014). Menurut Hamzah fungsi tes minimal
ada 4, yaitu:
9

1) Alat untuk mengukur prestasi


2) Sebagai motivator dalam pembelajaran
3) Upaya perbaikan kualitas pembelajaran
4) Persyaratan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
Tes sejatinya di gunakan untuk meningkatkan pembelajaran, mengukur aspek-
aspek perilaku manusia dari segi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan dari segi
keterampilan (psikomotor) (Surapranata, 2007:19). Dari tes guru mendapatkan
informasi tentang keberhasilan peserta didik dalam menguasai standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator yang sudah ditentukan pada kurikulum.

Adapun langkah-langkah dalam penyusunan tes menurut kaidah-kaidah


penyusunan tes agar tes berfungsi sepenuhnya (Hamzah, 2014) yaitu:

1) Menentukan tujuan tes.


2) Menentukan kompetensi yang hendak di ujikan.
3) Menentukan materi yang diujikan.
4) Menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi dan
bentuk penilaiannya.
5) Menyusun kisi-kisinya.
6) Menulis butir soal.
7) Memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif.
8) Merakit butir soal menjadi perangkat tes.
9) Menyusun pedoman penskorannya.
10) Uji coba butir soal.
11) Analisis butir soal secara kuantitatif berdasarkan data empiris hasil uji
coba.
12) Perbaikan soal berdasarkan analisis soal.
10

c. Soal Tes Uraian (Essay)

Berdasarkan bentuk soal secara umum, Arikunto (2012: 177) membagi tes
menjadi 2 macam yaitu tes subjektif dan tes objektif. Tes subjektif pada umumnya
berbentuk uraian. Tes objektif adalah tes di mana informasi atau jawaban yang
dibutuhkan untuk menjawab soal telah tersedia (Yuniar, Rakhmat, & Saepulrohman,
2015: 189). Menurut Arikunto (2012: 181) macam-macam tes objektif diantaranya;
tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan dan tes isian singkat.
Selaras dengan pendapat tersebut (Hamzah, 2014) juga berpendapat soal tes
memiliki berbagai bentuk yaitu, soal tes objektif, soal tes berstruktur, dan soal tes
uraian. Tes uraian adalah tes yang jawabannya diberikan dalam bentuk menuliskan
pendapat berdasar pengetahuan yang dimiliki (Hamzah, 2014). Pengetahuan yang
diukur dengan tes uraian merupakan pengetahuan kognitif tingkat tinggi (Hamzah,
2014). Penilaian uraian atau disebut juga asesmen esai merupakan bentuk penilaian
yang memungkinkan guru menganalisis jalan berpikir siswa (Farida, 2017). Tes esai
adalah salah satu tes yang digunakan juga dalam instrumen penelitian. Soal esai
menuntut siswa untuk mengorganisasikan atau menyajikan jawaban dalam bentuk
uraian (Farida, 2017). Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam
membuat tes esai (Widana, 2017) antara lain:

1) Soal tes disusun dari yang mudah ke yang sukar.


2) Pada tiap soal dibuat perjenjangan skor menurut tingkatan pengerjaan siswa.
3) Pengoreksian dilakukan per nomor soal untuk semua siswa.

Adapun bentuk tes uraian terdiri dari tiga macam (Farida, 2017), yaitu:

1) Bentuk tes uraian terbatas


Pada bentuk tes uraian terbatas, lingkup permasalahan yang diajukan
sangat spesifik dan meminta jawaban yang tidak terlalu panjang. Jawaban yang
diberikan dapat berupata-kata, persamaan redaksi perhitungan, gambar grafik,
11

diagram, dan sebagainya. Berikut ini kaidah-kaidah dalam menyusun tes


berbentuk uraian terbatas, yaitu:
a) Gunakan tes uraian terbatas untuk mengukur kemampuan berpikir untuk
konsep-konsep penting dan sukar diukur melalui tes objektif.
b) Sesuaikan banyaknya pertanyaan dengan waktu yang tersedia.
c) Buatlah kunci jawaban disertai kriteria penilaian dan pemberian bobot
skor yang jelas.
d) Setiap butir soal dapat memiliki bobot skor yang berbeda tergantung
pada tingkat kesukaran pertanyaan yang diajukan. Sebaiknya dituliskan
distribusi bobot skor yang ideal (skor maksimum) pada setiap butir soal.
e) Buatlah kalimat perintah pada butir soal uraian terbatas sesingkat
mungkin, misalnya mengawali dengan kalimat: jelaskan mengapa,
bandingkan, gambarkan, buatlah grafik, dan sebagainya. Kalimat
perintah dapat pula dinyatakan setelah disajikan informasi-informasi
yang diperlukan untuk membantu menjawab masalah yang diberikan.
2) Bentuk teks uraian terstruktur
Pada tes uraian terstruktur, setiap butir soal memiliki satu informasi yang
serupa diikuti dengan beberapa pertanyaan uraian terbatas dan isian singkat
yang satu dengan lainnya berhubungan dengan informasi yang diberikan. Pada
bentuk tes seperti ini, skor untuk tiap jawaban yang benar sebaiknya
dikomunikasikan kepada siswa. Informasi yang diberikan pada butir soal,
sebaiknya disertai gambar, bagan, tabel deskripsi suatu eksperimen, wacana,
dan sebagainya. Bentuk tes ini memerlukan waktu yang banyak untuk
menuliskan jawaban. Karena itu, jumlah butir soal yang diberikan hendaknya
diperhitungkan dengan waktu yang tersedia. Dengan menggunakan tes ini,
guru dapat sekaligus mengukur kedalaman pemahaman siswa terhadap
keseluruhan pelajaran yang disampaikan
3) Bentuk tes uraian bebas
12

Butir soal uraian bebas menuntut jawaban siswa yang sangat terbuka dan
masalah yang dikemukakan tidak spesifik seperti pada bentuk uraian yang
lainnya. Siswa diberikan kebebasan untuk menuangkan pemikiran, keluasan
pengetahuannya, dan mengungkapkannya dalam bentuk tulisan/karangan.
Adapun langkah-langkah penskoran tes uraian, sebagai berikut (Farida, 2017):
a) Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk
dijadikan pegangan dalam pemberian skor.
b) Tetapkan rentang skor untuk setiap kriteria jawaban. Pemberian skor
pada setiap jawaban tergantung pada kualitas jawaban yang diberikan
oleh siswa.
c) Jumlahkan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria jawaban dari
sebagian skor siswa. Jumlah skor-skor tertinggi dari setiap kriteria
jawaban tersebut disebut skor maksimum dari suatu soal.
d) Periksalah satu soal-soal untuk semua siswa sebelum pindah ke soal lain,
untuk menghindari pemberian skor berbeda terhadap jawaban serupa.
e) Bila tiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan
siswa untuk setiap soal.
f) Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal, sehingga jumlah
inilah yang nantinya menjadi nilai akhir dari suatu perangkat tes yang
disajikan.
d. Higher Order Thinking Skill (HOTS)

Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan soal yang menguji
tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan yang tidak hanya
mengingat, menyatakan kembali, atau merujuk tanpa melakukan pengolahan
(Dirjendikdasmen, 2017: 3). Karakteristik soal HOTS menurut Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah (2017: 4) dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi, 2) berbasis permasalahan kontekstual dan 3)
menggunakan bentuk soal beragam.
13

1. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi


Soal HOTS mengukur tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi diantaranya
menurut dimensi proses kognitif dalam Taksonomi Bloom adalah kemampuan
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta/mengkreasi. Menurut Krathwohl (dalam
Lewy, Zulkardi, & Aisyah, 2009: 16) indikator untuk mengukur kemampuan berpikir
tingkat tinggi meliputi 3 deskriptor dari setiap kemampuan yaitu kemampuan
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Menganalisis
a) Menganalisis informasi yang masuk dan membagibagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya.
b) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat
dari sebuah skenario yang rumit.
c) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
2) Mengevaluasi
a) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.
c) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
3) Mengkreasi
a) Membuat generalisasi suatu ide atau sudut pandang terhadap
sesuatu permasalahan.
b) Merancang suatu teknik untuk menyelesaikan masalah.
c) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagianbagian menjadi
struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Dalam Modul Penyusunan Soal HOTS dijelaskan bahwa soal-soal HOTS pada
konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya,
14

2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai informasi


yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5)
menelaah ide dan informasi secara kritis. (Dirjendikdasmen, 2017: 3)
2. Menggunakan bentuk soal beragam
Untuk menyusun soal HOTS ada beberapa pilihan bentuk soal seperti dalam
Panduan Penyusunan Soal Standar Internasional (Dirjendikdasmen, 2015: 37)
sebagai berikut: (1) pilihan ganda, (2) pilihan ganda kompleks (benar/salah,
ya/tidak), (3) isian singkat, dan (4) uraian. Namun Dirjendikdasmen (2017: 6) juga
menambahkan untuk penilaian yang dilakukan oleh sekolah bentuk soal HOTS yang
disarankan cukup 2 saja, yaitu bentuk pilihan ganda dan uraian. Tes tulis bentuk esai
menuntut siswa untuk menuliskan jawabannya dengan kalimat sendiri sehingga
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat terlihat dari proses pengerjaan soal.
Menurut Yusuf (2017: 207) tes esai lebih banyak digunakan untuk mengukur
kemampuan yang lebih tinggi dalam kawasan kognitif, seperti menggunakan,
menganalisis, menilai dan berpikir kreatif hal ini sesuai dengan tuntutan kemampuan
komunikasi matematis. Beberapa perbandingan diantara kedua bentuk tes tersebut
dikemukan oleh Yusuf (2017: 206) dapat dilihat pada gambar 3 sebagai bukti bahwa
soal isian (esai) dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematis.
3. Berbasis Permasalahan Kontekstual
Konteks dapat diartikan sebagai situasi atau fenomena/kejadian alam yang
terkait dengan konsep matematika yang sedang dipelajari (Zulkardi & Ilma, 2006: 2)
Soal yang berbasis kontekstual penting bagi siswa karena ilmu pengetahuan yang
didapat tidak seharusnya hanya berakhir di kelas, tetapi juga ketika siswa berada di
dunia nyata. Dengan berlatih soal yang berbasis permasalahan nyata dalam
kehidupan sehari-hari diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan masalah.
Berikut ini diuraikan karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat
REACT. (Dirjendikdasmen, 2017: 4)
15

1) Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman


kehidupan nyata
2) Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian
(exploration), penemuan (discovery), dan penciptaan (creation)
3) Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk
menyelesaikan masalah-masalah nyata.
4) Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik
untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan
konteks masalah.
5) Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam
situasi atau konteks baru.
Senada dengan hal diatas yaitu karakteristik dari soal-soal HOTS (Widana,
2017) meliputi:
a. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi.
b. Berbasis permasalahan kontekstual.
c. Menggunakan bentuk soal beragam.
Terdapat beberapa bentuk soal yang dapat digunakan dalam membuat soal-soal
HOTS (Widana, 2017), yaitu:
a. Soal pilihan ganda
b. Soal pilihan ganda kompleks (berisi benar/salah, iya/tidak)
c. Isian singkat atau melengkapi
d. Jawaban singkat atau pendek
e. Uraian
Soal-soal HOTS bertujuan untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat
tinggi yang disampaikan melalui komunikasi matematis. Dalam melakukan
Penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal HOTS. Ada beberapa peran
soal-soal HOTS untuk meningkatkan mutu pendidikan (Widana, 2017), yaitu:
16

1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong pembelajaran


abad ke-21
2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah
3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik
4. Meningkatkan mutu penilaian
e. Kemampuan Komunikasi Matematis

Yeager, A dan Yeager, R. (2008) mendefinisikan komunikasi matematis


sebagai kemampuan untuk mengomunikasikan matematika baik secara lisan, visual,
maupun dalam bentuk tertulis, dengan mengunakan kosa kata matematika yang tepat
dan berbagai representasi yang sesuai, serta memperhatikan kaidah-kaidah
matematika. Pengertian yang lebih luas tentang komunikasi matematis dikemukakan
oleh Romberg dan Chair, yaitu: menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram
ke dalam ide matematika; menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan
atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; mendengarkan, berdiskusi, dan
menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu presentasi
matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi
dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang
telah dipelajari (Saragih, 2007).

Salah satu model komunikasi matematis yang dikembangkan adalah


komunikasi model Cai, Lane dan Jacobsin (Fachrurazi, 2011:81) meliputi (1)
Menulis matematis (Written text). Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat
menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal,
jelas serta tersusun secara logis dan sistematis, (2) Menggambar secara matematis
(Drawing). Pada kemampuan ini, dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram
dan tabel secara lengkap dan benar, (3) Ekspresi Matematis (Mathematical
Expression). Pada kemampuan ini, siswa diharapkan memodelkan permasalahan
matematis dengan benar atau mengekspresikan konsep matematika dengan
17

menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika dengan


benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap
dan benar.

Sumartono (2005: 20), menyatakan indikator komunikasi matematis adalah


sebagai berikut:

1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram kedalam ide


matematika.
2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa simbol matematika
4. Mendengarkan peristiwa sehari-hari dalam bahasa symbol matematika.
5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
6. Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan
generalisasi.
7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari.

Berikut ini indikator komunikasi matematis untuk jenjang pendidikan setingkat


SMA:
1. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika.
2. Menyusun formulasi dan definisi-definisi matematika.
3. Membuat generalisasi dari temuan-temuan yang ada melalui investigasi.
4. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi tertulis.
5. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari
18

D. METODE PENELITIAN

3.1 Model Pengembangan

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


pengembangan dengan alur desain formative evaluation. Formative evaluation
adalah sebuah metode sistematis dan empiris untuk merevisi instruksi guna
meningkatkan efektivitas dan efisiensinya (Tessmer, 1998: 23). Tahap awal
dari model tersebut adalah tahap preliminary, kemudian tahap selanjutnya
adalah tahap formative evaluation. Tahap formative evaluation menurut
Tessmer (1998: 16) meliputi self evaluation, expert review, one-to-one, small
group dan field test seperti yang tersaji dalam Gambar 2.
19

Gambar 3. Alur Desain Formative Evaluasi


(Tessmer dalam Zulkardi, 2006)

3.2 Prosedur Pengembangan

Adapun prosedur pengembangan ini menggunakan prosedur pengembangan


Formatife Research menurut Tessmer dalam (Alfiatin dan Oktaningrum, 2019)
sebagai berikut:
20

3.2.1 Tahap Preliminary

Tahap preliminary, kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan analisis


persiapan dengan menentukan tempat dan subjek penelitian, serta melakukan
wawancara terhadap guru bidang studi tentang pembelajaran di kelas sesuai
dengan kurikulum 2013.

3.2.2Tahap Self Evaluation

Pada tahap self evaluation terdiri dari dua tahap, yaitu:


a. Analisis

Pada tahap analisis, peneliti melakukan analisis terhadap kurikulum,


analisis siswa yang akan dijadikan objek penelitian, analisis soal-soal
berbasis HOTS yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematis siswa, dan analisis materi yang akan di ujikan pada soal.

b. Desain

Pada tahap desain, yang dilakukan peneliti adalah mendesain kisi-


kisi soal, mendesain soal-soal HOTS dengan indikator komunikasi
matematis dan kunci jawaban soal. Setelah produk didesain, kemudian
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Produk yang sudah
dikonsultasikan menjadi prototipe 1.

3.2.3 Tahap Expert Reviews

Pada tahap expert reviews, prototipe 1 yang didesain kemudian dinilai


dan dievaluasi oleh pakar atau dosen ahli. Aspek yang di telaah adalah konten,
konstruk, dan bahasa dari masing-masing prototipe. Adapun saran dari validator
dijadikan sebagai bahan untuk merevisi dan menyatakan bahwa instrumen soal
sudah sesuai.
21

3.2.4Tahap One to One

Pada tahap one to one, peneliti menguji cobakan desain yang telah
dikembangkan ke beberapa siswa dengan tingkatan kemampuan berpikir yang
berbeda sebagai tester. Hasil dari pelaksanaan ini berupa tanggapan siswa untuk
menjadi bahan revisi desain produk. Kemudian desain produk prototipe 1 yang
sudah direvisi menjadi prototipe 2.

3.2.5 Tahap Small Group

Desain yang sudah direvisi dari hasil expert reviews dan one to one
diujicobakan terhadap kelompok kecil 5-6 orang. Hasil dari ujicoba ini
digunakan sebagai bahan revisi untuk memperoleh produk akhir dan uji
kelayakan soal tersebut.

3.2.6 Tahap Field Test

Hasil revisi dari expert reviews, one to one, dan small group menjadi
produk akhir dan dapat diujicobakan ke subjek penelitian sebagai uji lapangan.
Subjek penelitian uji lapangan yang di ambil adalah satu kelas. Tetapi
pengembangan ini dibatasi hanya sampai tahap expert review karena suatu
kondisi yang tidak memungkinkan dilakukan ujicoba produk.

3.3 Jenis Data

Data penelitian adalah informasi berupa fakta atau angka yang digunakan dalam
penelitian. Data merupakan sesuatu yang masih memerlukan pengolahan. Adapun
jenis data dari pengembangan ini adalah:
4) Data Kualitatif, berupa saran perbaikan dari validator.
5) Data kuantitatif, berupa hasil penilaian dari validator
22

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan


data penelitian dengan melakukan pengukuran. Pengumpulan data dalam penelitian
ini di ambil dari lembar validasi ahli. Lembar validasi digunakan untuk mengetahui
kelayakan soal yang dikembangkan dan dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan komunikasi matematis siswa.

Lembar validsi berisi pilihan jawaban yang di konveksi dalam bentuk skor
yaitu, (4) sangat sesuai, (3) sesuai, (2) cukup sesuai, (1) kurang sesuai, dan (0) tidak
sesuai. Lembar tersebut diberikan dan diisi oleh tiga orang dosen validator dalam
bentuk skor. Ketiga dosen validator tesebut merupakan dosen pendidikan matematika
Universitas Lambung Mangkurat. Rata-rata penilaian dari ketiga validator tersebut di
ambil sebagai hasil validitas soal yang menentukan kelayakan dari soal yang
dikembangkan. Adapun aspek yang dukur di dalam lembar validasi meliputi aspek
materi, konstruk, dan bahasa.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
kuantitatif yang bertujuan utama menganalisis tingkat kevalidan soal yang
dikembangkan serta untuk kelayakan soal dalam mengukur kemampuan komunikasi
matematis. Data kuantitatif dianalisis berdasarkan hasil lembar validasi soal dari
dosen Ahli. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini mencakup kriteria kesesuaian
soal. Kesesuaian soal terpenuhi berdasarkan rata-rata validasi dari ahli atau dosen
validator.

Pengnalisisan data dilakukan untuk memperoleh pemahaman konkret tentang


keberhasilan soal yang sudah dikembangkan. Hasil yang diperoleh dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan produk yang dikembangkan. Analisis
23

data juga digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan serta tolak ukur suatu
produk yang dikembangkan.

Analisis kelayakan suatu produk dilihat dari analisis telaah lembar validasi
terhadap soal. Suatu instrumen penilaian yang baik harus memiliki validasi yang
tinggi. Teknik analisis data untuk lembar validasi soal dilakukan dengan langkah
langkah sebagai berikut.

1. Pengumpulan semua data yang diperoleh dari para validator untuk semua
komponen, sub komponen dari butiran penilaian.
2. Soal yang telah divalidasi oleh validator kemudian dianalisis. Skor hasil
penilaian tiap butir soal ini kemudian di rata-ratakan, sehingga menjadi skor
rata-rata. Kemudian skor rata-rata dari tiap butir soal dirata-ratakan lagi
terhadap banyak validator, sehingga menghasilkan rata-rata validitas yang
menentukan soal yang dikembangkan valid atau tidak valid. Pada skala
penilaian ini dianalogikan dengan skala skor rentang 0-4, sehingga tingkat
kelayakan instrumen dapat diketahui dengan uji validitas.
Aspek validitas menurut sudjana dalam (Riyani, 2017) dianalisis dengan
menggunakan rumus:
n

∑ vt
i=1
VR=
n
(Riyani, 2017)
Keterangan:
VR = Rata-rata Validasi
vt = Rata-rata Skor Tiap Validasi
n = Banyak Validasi
Nilai rata-rata (VR) menentukan kriteria yang diperoleh dengan ketentuan
sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai Rata-Rata (VR)
24

Rata-Rata Penilaian
Kriteria
Para Ahli
1 3 ≤ VR < 4 Sangat Valid
2 2 ≤ VR < 3 Valid
3 1 ≤ VR < 2 Kurang Valid
4 0 ≤ VR < 1 Tidak Valid
(Riyani, 2017)
Berdasarkan tabel 3 soal dikatakan valid jika reratanya (VR) ≥ 2 (Riyani, 2017).
Adapun pedoman penskoran komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 4,
sebagai beikut:
Tabel 2. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Indikator Keterangan
Menjelaskan ide atau solusi dari suatu
Menulis (Written Text) permasalahan atau gambar dengan
menggunakan bahasa sendiri
Menjelaskan ide atau solusi dari
Menggambar (Drawing) permasalahan matematika dalam bentuk
gambar
Menyatakan masalah atau peristiwa
Ekspresi Matematika (Mathematical
sehari-hari dalam bahasa model
Ekspression)
matematika
Hadiyanto (dalam Ella Andhani, 2018: 22)

Anda mungkin juga menyukai