Matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang dapat digunakan untuk berkomunikasi
secara tepat. Matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir tetapi matematika sebagai alat
komunikasi antar siswa dan guru dengan siswa (Ega Edistria, 2017). Setiap siswa diharuskan belajar
matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sistematis dan tepat,
karena matematika berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari. Dengan berkomunikasi siswa
dapat meningkatkan kosa kata, mengembangkan kemampuan berbicara, menulis ide-ide secara
sistematis, dan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik.
Fitriana, Isnarto, & Ardhi Prabowo (2018) berpendapat bahwa komunikasi matematis merupakan
kecakapan seseorang dalam mengungkapkan pikiran mereka, dan bertanggungjawab untuk
mendengarkan, menafsirkan, bertanya, dan menginterpretasikan antara ide satu dengan ide-ide yang
lain dalam memecahkan masalah baik itu pada kelompok diskusi maupun di kelas. Komunikasi
merupakan bagian penting pada matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara
berbagi ide-ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi objek yang dapat
direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu
membangun makna dan mempermanenkan ide-ide serta dapat memperumum atau menjelaskan ide-ide
(NCTM, 2000).
Pikiran dan kemampuan tentang matematika siswa ditantang selama proses pembelajaran, sehingga
komunikasi merupakan bagian penting dari siswa dalam menyampaikan hasil berpikir mereka secara
lisan atau dalam bentuk tulisan. Hal ini, dengan adanya komunikasi matematis akan memudahkan guru
untuk dapat memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan mengekspresikan
pemahaman siswa dalam konsep yang mereka pelajari. Hal tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
semua tingkatan (Zakiri, Pujiastuti, & Asih, 2018).
Menurut Baroody (dalam Ega Edistria, 2017) menyebutkan sedikitnya ada 2 alasan penting yang
menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditingkatkan dikalangan siswa. Pertama,
mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking),
alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah namun matematika juga “an invaluable tool
for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succintly, yang artinya sebagai suatu alat
yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat, dan cermat (Zakiri et al.,
2018).
Kedua, mathematics learning as social activity artinya sebagai aktivitas sosial, dalam pembelajaran
matematika, sebagai wahana interaksi antar siswa, serta sebagai alat komunikasi antar guru dan siswa.
Akan tetapi, sampai saat ini kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran belum
mendapatkan perhatian. Dalam pembelajaran matematika Guru lebih berusaha agar siswa mampu
menjawab soal dengan benar tanpa meminta alasan atau jawaban siswa, ataupun meminta siswa untuk
mengkomunikasikan pemikiran, dan ideidenya. Karena siswa jarang diminta untuk berargumentasi
dalam pembelajaran matematika, maka siswa akan merasa asing untuk berbicara tentang matematika
(Muqtada, Irawati, & Qohar, 2018). Menurut wikipedia, komunikasi adalah suatu proses penyampaian
informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Komunikasi merupakan bagian penting
pada matematika dan pendidikan matematika (María & Clara Jessica, 2016). Komunikasi matematis
merupakan cara berbagi ide-ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi
objek yang dapat direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga
membantu membangun makna dan mempermanenkan ide-ide serta dapat menjelaskan ide-ide (NCTM,
2000).
Berdasarkan Principles and Standards for School Mathematics dari NCTM tahun 2000 (dalam Meiva
Marthaulina Lestari Siahaan & Napitupulu, 2018) kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat
dari beberapa aspek berikut:
Menurut Triana & Zubainur (2019) komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu
percakapan yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas. percakapan berisi tentang materi matematika
yang dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa. Sedangkan komunikasi
matematis dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada siswa. Sehingga
komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan sebaliknya, jika komunikasi antara siswa dengan guru
tidak berjalan dengan baik maka kemampuan komunikasi matematis rendah.
Sedangkan Meiva Marthaulina Lestari Siahaan & Napitupulu (2018) mengemukakan lima aspek
komunikasi sebagai berikut. (1) Representasi (representing), atau membuat representasi berarti
membuat bentuk yang lain dari ide atau permasalahan, misalkan suatu bentuk tabel direpresentasikan
ke dalam bentuk diagram atau sebaliknya. (2) Mendengar (listening), aspek mendengar merupakan
salah satu aspek yang penting dalam diskusi. Kemampuan dalam mendengarkan topik-topik yang sedang
didiskusikan akan berpengaruh pada kemampuan siswa dalam memberikan pendapat atau komentar.
(3) Membaca (reading), proses membaca merupakan kegiatan yang kompleks, karena di dalamnya
terdapat aspek mengingat, memahami, membandingkan, menganalisis, serta mengorganisasikan apa
yang terkandung dalam bacaan. (4) Diskusi (Discussing), di dalam diskusi siswa dapat mengungkapkan
dan merefleksikan pikiran-pikirannya berkaitan dengan materi yang dipelajari. Siswa juga dapat
bertanya halhal yang tidak diketahui atau masih ragu-ragu. Pertanyaan-pertanyaan dari siswa diarahkan
untuk mengetahui “Bagaimana memperoleh penyelesaian masalah?” dan tidak hanya “Apa
penyelesaian masalahnya?”. Dalam diskusi, pertanyaan “Bagaimana” lebih berkualitas dibandingkan
dengan pertanyaan “Apa” (Wilkinson, Bailey, & Maher, 2018). (5) Menulis (writing) merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mengungkapkan dan merefleksikan suatu pemikiran, yang diuraikan dalam media,
baik kertas, komputer maupun media lainnya. Menulis adalah alat berfikir yang sangat bermanfaat
karena siswa diberi pengalaman belajar matematika sebagai suatu kegiatan yang kreatif.
Tanjungpura (2018) menyatakan bahwa menulis tentang sesuatu yang dipikirkan dapat
membantu para siswa untuk memperoleh kejelasan dan dapat mengungkapkan tingkat pemahaman
siswa. Menulis tentang konsep-konsep matematika dapat menuntun siswa untuk menemukan tingkat
pemahamannya. Disamping kelima aspek yang di atas, menurut Triana & Zubainur (2019) indikator
komunikasi matematis adalah sebagai berikut:
Guru selayaknya dapat membangun lingkungan agar siswa mau untuk berjuang memperoleh
ide, membuat kesalahan, dan merasa tidak yakin (Mustamin, 2018). Kebiasaan seperti ini
menjadikan siswa berani berpartisipasi secara aktif dalam mencoba memahami apa yang diminta
untuk dipelajari karena mereka tahu bahwa mereka tidak akan dikritisi secara personal, meskipun
sebenarnya yang dikritisi adalah pemikiran matematis mereka. Komunikasi sebaiknya berfokus pada
permasalahan nyata. Guru sebaiknya mengidentifikasi dan memberi tugas yang memenuhi hal-hal
berikut (NCTM, 2000):
Guru juga harus memfasilitasi pembelajaran matematika siswa melalui diskusi kelas yang
membutuhkan keterampilan dan penilaian yang baik (Rusmini & Surya, 2017). Contohnya, untuk
meyakinkan siswa guru dapat menunjuk siswa lain yang memiliki cara yang berbeda untuk
mempresentasikan idenya di depan kelas. Guru sebaiknya juga memberikan kesempatan kepada
seluruh siswa untuk berkontribusi dalam pembelajaran, meskipun tidak mungkin untuk memberikan
kesempatan bicara bagi seluruh siswa (Hemdriana, Slamet, & Sumarmo, 2014). Dengan demikian,
siswa akan memperoleh pertanyaan dari guru dan siswa lainnya untuk menjelaskan pemikiran
matematis dan penalarannnya.
Guru juga perlu mengontrol siswa-siswa yang terlihat tidak aktif agar mereka tidak hilang dari
lingkaran diskusi kelas untuk waktu yang terlalu Panjang (Muqtada et al., 2018). Tetapi, dengan
pembelajaran yang banyak menyertakan komunikasi lisan memungkinkan terjadinya pernyataan
atau topik yang tidak relevan atau tidak mengandung subtansi matematis. Meskipun hal ini terjadi,
guru dan siswa tetap memperoleh keuntungan. Guru dapat menggunakan komunikasi lisan atau
tulis untuk memberi siswa kesempatan sebagai berikut (NCTM, 2000).
Contoh soal :
Seorang pengunjung sedang mengamati denah hutan wisata. Ia melihat jarak dari pintu masuk menuju
air terjun adalah 6 cm. Jika skala denah hutan wisata tersebut 1 : 25.000, berapa km jarak sebenarnya
dari pintu masuk menuju air terjun? Tuliskan langkah penyelesaiannya!
Penyelesaian :
Ditanya: Jarak sebenarnya dari pintu masuk sampai ke air terjun (Js)?
Penyelesaian:
Js = Jg x s
Js = 6 cm x 25.000
Js = 150.000 cm
Js = 1,5 km
Jadi, jarak sebenarnya dari pintu masuk sampai ke air terjun adalah 1,5 km.
Sumber : Archi Maulyda, Mohammad. 2020. Paradigma Pembelajaran Matematika Berbasis NCTM.
Malang: CV IRDH.