Anda di halaman 1dari 8

Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.

1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran think


Talk Write (Ttw)

Indah Suryawati1, Cut Morina Zubainur2, Said Munzir3


1
Pendidikan Matematika Universitas Serambi Mekkah
2,3)
Magister Pendidikan Matematika Universitas Syiah Kuala
Email. haek4l.ind4h@gmail.com

ABSTRAK
Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa perlu dilakukan
sungguh-sungguh dimana siswa dilibatkan secara aktif untuk berbagi ide dengan siswa
lain dalam mengerjakan soal-soal matematika. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
peningkatan kemampuan komunikasi matematissiswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) dan yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa dan level siswa. Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian pretes-posttest Control
Grup Desain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN 2
Leung Bata Banda Aceh yang terdiri dari enam kelas. Sedangkan sampel terdiri dari
dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diambil secara Random
Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih
baik dari siswa yang yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari
keseluruhan dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dari siswa yang yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari level siswa, kecuali untuk
perbandingan level rendah eksperimen dan level tinggi kontrol, perbandingan level
rendah kelas ekperimen dan level sedang kelas kontroldan perbandingan level rendah
kelas ekperimen dan level rendah kelas kontrol.
Kata Kunci: Pembelajaran think talk write, Komunikasi matematis.

PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran matematika pada dasarnya dalam kurikulum di Indonesia
menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu kemampuan pemecahan
masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan
koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan
representasi (representation). Kelima hal tersebut oleh NCTM (2000) dikenal dengan
istilah standar proses daya matematis (mathematical power process standards). Dari
beberapa kemampuan tersebut salah satu kemampuan yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi
matematis siswa. Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam NCTM (2000) yang
menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan
pendidikan matematika. Melalui komunikasi siswa dapat menyampaikan ide-idenya,
memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas
jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi
bermakna baginya (Afgani, 2011).
109
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

Pentingnya menumbuh kembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa


menurut Baroody (Ansari, 2009) karena kemampuan komunikasi matematis diperlukan
dalam mathematics as language and mathematics learning as social activity.
Mathematics as language diartikan bahwa selain sebagai alat bantu berfikir (a tool to
aid thingking), menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan,
matematika juga sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara
jelas, tepat, dan cermat. Sedangkan Mathematics learning as social activity diartikan
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika. Matematika juga sebagai
wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa.
Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
Indonesia masih rendah. Hal ini seperti yang dinyatakan Imelda (Marlina, 2013)
kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh di bawah
negara-negara lain, sebagai contoh, untuk permasalahan matematika yang menyangkut
kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil menjawab benar
hanya 5% dan jauh di bawah negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang
mencapai lebih dari 50%. Penyebab kurangnya kemampuan komunikasi matematis
menurut Ruseffendi, (Ansari, 2009) disebabkan selama pembelajaran guru langsung
menjelaskan materi dan menyelesaikan contoh soal tanpa melibatkan siswa. Siswa
hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan seterusnya diminta menyelesaikan soal
lain dengan menggunakan prosedur yang telah dicontohkan oleh guru. Brooks (Ansari,
2009) menyatakan menamakan pembelajaran seperti pola di atas sebagai pembelajaran
konvensional, karena suasana kelasmasih didominasi guru dan titik berat pembelajaran
ada pada keterampilan tingkat rendah.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa juga diharapkan dapat
menggungkapkan ide matematika baik secara lisan atau tulisan. Oleh karena itu, perlu
upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, salah satunya
model pembelajaran yang melibatkan siswa cenderung aktif untuk berbagi ide dengan
siswa lain dalam mengerjakan soal-soal matematika. Sebagaimana dikatakan Syaban
(2008) bahwa “Komunikasi matematis merupakan refleksi pemahaman matematik dan
merupakan bagian dari daya matematik.
Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan
menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif
dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide
mereka, atasu berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide,
strategi dan solusi.”Jadi dalam pembelajaran matematika, ketika sebuah konsep
informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa
dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, memikirkan ide-ide mereka,
menulis, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, maka
saat itu sedang terjadi transformasi matematika dari komunikator kepada komunikan,
atau sedang terjadi komunikasimatematika. Maka dari itu model yang relevan untuk
mengoptimalkan dan menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa
dalam belajar matematika yaitu model pembelajaran kooperatif tipe think talk write
(TTW).

TINJAUAN PUSTAKA
Pembelajaran matematika melalui model Think Talk Write diawali dengan
bagaimana siswa memikirkan penyelesaian suatu masalah/soal matematika yang
110
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

diberikan oleh guru kemudian diikuti dengan mengkomunikasikan hasil pemikirannya


melalui diskusi kelompok yang akhirnya dapat menuliskan kembali hasil pemikirannya
tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ansari (2003) model Think Talk
Write mengedepankan perlunya siswa mengkomunikasikan hasil pemikiran
matematikanya terhadap masalah yang diberikan guru.
Aktivitas berfikiran (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks
matematika atau berisi masalah/soal cerita matematika kemudian memikirkan
penyelesaian dari masalah tersebut. Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan
tahap berikutnya “talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan
bahasa yang mereka pahami. Pentingnya tahap ini dalam pembelajaran matematika,
sebagaimana yang diungkapkan Ansari (2003), antara lain karena tulisan, gambaran,
isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan matematika sebagai bahasa
manusia dimana matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk
mengkomunikasikan bahasa sehari-hari.
Talking membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar
matematika, sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang
dibutuhkan. Selanjutnya tahap berbicara/berkomunikasi (talk). Pada strategi ini
memungkinkan siswa untuk terampil berbicara (komunikasi secara lisan), keterampilan
berbicara dengan teman dan berinteraksi dengan sesama kelompok dengan
menggunakan bahasa yang mereka pahami dapat menumbuhkan keyakinan belajar
siswa terhadap pembelajaran matematika, dimana siswa tidak ragu dalam
mengemukakan pendapat walaupun pendapat yang diungkapkan belum tepat.

METODE
Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
karena data tentang tes kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan data
kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen yang diartikan sebagai
suatu cara mencari hubungan sebab akibat ( hubungan kausal) antara dua faktor yang
sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau
menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu (Arikunto, 2006).

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN 2 Leung
Bata Banda Aceh pada tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari enam kelas. Sampel
penelitian diambil secara random sampling dari seluruh siswa kelas VIII. Satu kelas
sebagai kelas uji coba dan dua kelas untuk penelitian yang sebenarnya, kelas uji coba
adalah kelas VIII4, sedangkan kelas VIII2 kelas eksperimen dan kelas VIII3 kelas
kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diterapkan pembelajaran dengan model
pembelajaran TTW dan kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh pembelajaran
biasa atau konvensional.

Instrumen Penelitian
Instrumen tes yang digunakan untuk kemampuan komunikasi matematis dalam
penelitian ini berupa seperangkat soal yang berbentuk uraian. Pemberian soal uraian
dimaksudkan untuk melihat proses kemampuan siswa, ketelitian dan sistematika
penyusunan jawaban yang dapat dilihat dari langkah-langkah penyelesain soal yang
111
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

dibuat. Pretes dilakukan dilakukan untuk melihat kesetaraan kemampuan komunikasi


matematis dari kedua kelompok, sedangkan postes dilakukan untuk melihat ada
tidaknya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model think talk write pada kelas eksperimen dan
untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa dapat dilihat dari gain ternormalisasi. Soal tes kemampuan komunikasi matematis
yang diberikan diawal dan di akhir pembelajaran setara karena mengingat bahwa materi
pokok lingkaran dan sub pokok materi tentang memahami hubungan antara sudut pusat,
sudut keliling, panjang busur dan luas juring lingkaran, sub materi tersebut diajarkan
pada semester dua tahun ajaran 2016-2017.

Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil dari instrumen tes yaitu
soal kemampuan komunikasi matematis siswa. Selanjutnya data tersebut dianalisa
dengan cara membandingkan skor pretest dan postest. Uji statistik menggunakan uji
levene dengan kriteria pengujian adalah terima Ho apabila sig. Sig. (2-tailed)>taraf
signifikansi (α= 0,05). Uji perbedaan dua rata-rata untuk data skor gain ternormalisasi
pada kedua kelas tersebut. Jika kedua rata-rata skor gain berdistribusi normal dan
homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa diukur melalui tahap
pretes dan postes. Data pretes kemampuan komunikasimatematis siswa kedua kelas
diperoleh bahwa rata-rata kelas eksperimen adalah 51,88 dan rata-rata kelas kontrol
adalah 45,92. Berdasarkan hasil uji perbedaan rata-rata pretes kemampuanmatematis
siswa diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
kemampuan komunikasi matematis awal kelas eksperimen dan rata-rata kemampuan
komunikasi matematis awal siswa kelas kontrol. Artinya kemampuan awal komunikasi
matematis siswa kedua kelas memiliki kemampuan yang sama.
Hasil analisis data N-gain kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh
kedua kelas berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji perbedaan
rata-rata kemampuan komunikasi matematis menggunakan uji-t dengan kriteria
pengujian H0 ditolak Sig.(2-tailed) < taraf signifikansi (α = 0,05). Hasil uji perbedaan
rata-rata N-gain kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Hasil Uji Perbedaan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
Kelas t-hitung Sig. (2-tailed) Kesimpulan
Eksperimen
1,703 0,033 H0 ditolak
Kontrol
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pada N-gain kemampuan komunikasi
matematis memiliki nilai Sig. (2-tailed) = 0,033. Karena nilai Sig. (2-tailed) < taraf
Signifikansi (α =0,05), maka dapat disimpulkan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas kontrol ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa.
Pengelompokan siswa diambil berdasarkan nilai N-Gain yang didapatkan siswa.
Pengelompokan siswa dibagi menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, rendah. Untuk melihat
perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan keyakinan siswa
112
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

kelompok tinggi pada kelas eksperimen dengan (tinggi, sedang, rendah) kelas kontrol
dilakukan uji perbedaan. Hasil uji perbedaan N-Gain disajikan pada tabel 2
Tabel 2 Hasil Uji perbedaan Rata-rata N-gain Kemampuan Komunikasi
Matematis ditinjau Berdasarkan Level Siswa
Kelas Kelompok t-hitung Sig. (2-tailed) Kesimpulan
Eksperimen Tinggi
0.814 .425 Terima H0
Kontrol Tinggi
Eksperimen Tinggi
18.322 .000 Tolak H0
Kontrol Sedang
Eksperimen Tinggi
32.783 .000 Tolak H0
Kontrol Rendah
Eksperimen Sedang
-11.976 .000 Tolak H0
Kontrol Tinggi
Eksperimen Sedang
2.091 .044 Tolak H0
Kontrol Sedang
Eksperimen Sedang
17.535 .000 Tolak H0
Kontrol Rendah
Eksperimen Rendah
-29.302 .000 Tolak H0
Kontrol Tinggi
Eksperimen Rendah
-0.476 .639 Terima H0
Kontrol Sedang
Eksperimen Rendah
1.501 .151 Terima H0
Kontrol Rendah
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh nilai sig. < 0,05maka H0ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa 1) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk
write (TTW) dan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (tinggi dan tinggi)
ditolak, 2) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) lebih baik daripada
pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (tinggi dan sedang) diterima, 3)
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) lebih baik daripada pembelajaran
konvensional, ditinjau dari level (tinggi dan rendah) diterima, 4) Peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe think talk write (TTW) lebih baik daripada pembelajaran konvensional,
ditinjau dari level (sedang dan tinggi) diterima, 5) Peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk
write (TTW) lebih baik daripada pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (sedang
dan sedang) diterima, 6) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) lebih baik
daripada pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (sedang dan rendah) diterima,
7) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) lebih baik daripada pembelajaran
konvensional, ditinjau dari level (rendah dan tinggi) diterima, 8) Tidak terdapat
perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) lebih baik daripada
113
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (rendah dan sedang) diterima, dan 9)
Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) dan
pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (rendah dan rendah) diterima.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan
komunikasi matematis yang signifikan antara siswa yang memperoleh model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dan siswa yang memperoleh
pendekatan konvensional baik secara keseluruhan maupun berdasarkan level siswa
(tinggi, sedang, dan rendah). Seterusnya data menunjukkan bahwa peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran
kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) lebih baik dari siswa yang memperoleh
pendekatan konvensional.
Hasil temuan ini memperkuat penelitian Nugroho (2010), Pangastuti (2014),
Chandra (2014) dan Murdifin (2013) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif lebih baik dari pembelajaran konvensional. Selain itu, hasil analisis data ini
juga sejalan dengan hasil penelitian Putri (2011), Facrurazi (2011), Sugandi (2011), dan
Wardani (2015) yang menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi dapat
ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif. Sedangkan hasil yang diperoleh dari penelitian secara signifikan lebih bisa
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran
kooperatif daripada konvensional walaupun hasil yang didapat belum memuaskan.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil temuan yang dilakukan oleh Pangastuti (2014)
yang penerapan model kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) menunjukkan adanya
peningkatan hasil belajar siswa dari pada pendekatan konvensional.
Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model
pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dilakukan dengan tiga tahapan yaitu think, talk
dan write. Setelah tindakan berupa penerapan model pembelajaran tipe TTW dilakukan
melalui ketiga tahapan tersebut, terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam pembelajaran matematika. Peningkatan komunikasi matematis siswa
selama pelaksanaan tindakan antara lain dapat dilihat pada peningkatan dari hasil tes
komunikasi dan penyelesaian masalah siswa.
Tahap pertama dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah think.
Think adalah tahapan dimana siswa diberikan masalah dalam bentuk LKS. Secara
individu, siswa menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan dengan membuat
catatan kecil berisi ide-ide mereka. Pada awalnya siswa belum paham bagimana cara
menuliskan ide-ide mereka dalam sebuah catatan kecil, dan ini terjadi pada pertemuan
RPP pertama dan kedua, hal tersebut dikarenakan siswa baru pertama kali
melaksanakan proses pembelajaran dengan model TTW dan siswa belum memahami
bagaimana menuliskan ide-ide yang mereka peroleh. Selanjutnya pada pertemuan RPP
ketiga, siswa sudah mulai mampu melakukan aktivitasnya lebih baik. Siswa sudah
mulai mampu membuat catatan-catatan mengenai gagasan dan idenya, terlepas dari
jawabannya itu salah atau benar.
Selama tahap talk dimana dilakukan aktivitas diskusi, siswa dibagi dalam 8
kelompok yang beranggotaka 5 siswa. Pembagian kelompok berdasarkan hasil ulangan
harian 1 semester 1 siswa kelas VIII yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kemampuan akademik yang dimiliki siswa, sehingga diharapkan dalam tiap-tiap
kelompok anggotanya heterogen. Kelompok tersebut bersifat permanen, artinya, selama
114
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

proses pembelajaran berlangsung, siswa berada pada kelompok yang tetap.Setelah


siswa melakukan aktivitas diskusi kemudian siswa melakukan aktivitas menulis (tahap
write), yaitu menuliskan hasil dari diskusi mereka. Aktivitas menulis siswa dipengaruhi
oleh aktivitas diskusi kelompoknya. Siswa yang mengikuti diskusi dengan baik
cenderung dapat menuliskan jawaban hasil diskusinya dengan lebih baik daripada siswa
yang tidak mengikuti diskusinya dengan baik, karena siswa yang melakukan aktivitas
diskusi kurang baik cenderung hanya mencontek hasil pekerjaan temannya.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari level siswa
lebih baik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write
(TTW) dari pada konvensional. Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran
kooperatif tipe TTW adanya kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dengan teman
kelompok dan berbagi dengan teman di dalam kelas. Model pembelajaran ini dapat
menjadikan siswa aktif mengerjakan teks soal/permasalahan matematika yang
diberikan oleh guru, tidak ada lagi siswa yang hanya menunggu penjelasan dari guru.
Berdasarkan kejadian di kelas siswa sering menanyakan hal-hal yang kurang mereka
pahami dan mengemukakan ide mereka kepada guru.
Proses pembelajaran pada kelas konvensional siswa tidak dituntut untuk berfikir
dalam menyelesaikan masalah secara individu, oleh karena itu banyak siswa yang tidak
mau berfikir, dikarenakan siswa menganggap bahwasannya nilai sudah ada dalam
kelompok walaupun dalam anggota kelompok hanya dua orang saja yang bekerja.
Dengan demikian proses pembelajaran pada kelas konvensional kurang efektif dan
mengakibatkan siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan kemampuan komunikasi matematis, serta masih banyak siswa yang belum
mampu mengemukankan ide atau gagasannya kepada teman atau gurunya. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis yang diajar dengan
model pembelajaran TTW lebih baik dari pada siswa yang diajar secara konvensional.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik yang dilakukan, maka dapat
diberikan beberapa kesimpulan diantaranya (1)peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk
writelebih baik dari siswa yang yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional
ditinjau dari keseluruhan siswa. (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think talk writelebih
baik dari siswa yang yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari
level siswa (tinggi, sedang, rendah), kecuali untuk perbandingan level tinggi kelas
eksperimen dan level tinggi kelas kontrol, perbandingan level rendah kelas eksperimen
dan level sedang kelas kontrol dan perbandingan level rendah di kelas eksperimen dan
level rendah kelas kontrol, hasil yang diperoleh tidak lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Afgani, J.D dan Sutawidjaja, A. (2011). Materi Pokok Pembelajaran Matematika; 1-9,
MPMT5301/sks. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ansari, Bansu Irianto. (2003). Menumbuh Kembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematika Siswa SMU melalui Strategi Think-
TalkWrite.Disajikandihttp://digilib.
115
Serambi Konstruktivis , Volume 1, No.1, Maret 2019 ISSN : 2656 - 5781

________. (2009). Komunikasi Matematika, Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh:


Yayasan Pena Banda Aceh Divisi Penerbitan.
Arikunto, S. (2003). Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
_________ . (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Marlina. (2013). Kurikulum 213 yang Berkarakter. Jurnal Jupiis. Volume 5(2). Hlm
30. Diakses pada tanggal 28 Januari 2015, dari www.prosiding.upgrismg.ac.id
Meltzer, David, E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible Hidden Variabel in
Diagnostic Pretest Score. American Journal Physics. 70 (2), 1259-1267.
NCTM. (1989) Curriculum and evaluation Standards For School Mathematics. USA:
The National Council Of Teachers Of Mathematics, INC.
_________(2000). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics.
Reston: NationalCouncil of Teacher of Mathematics.
Nugroho, Prasetya. (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan pemecahan
Masalah Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Talk Write (TTW). Universitas Negeri Yogyakarta.
Pangastuti. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Berdasarkan KemandirianBelajar
Siswa. Skripsi pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Chandra, Sari. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Tipe Think Talk Write dan
Gender Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMPN
12 Padang. Jurnal pendidikan MatematikaVol.3 (1): 35-40.
Sugandi. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis. Prosiding.
Diakses pada Tanggal 2 April 2013. dari, http:// eprints.uny.ac.id/7362/1/p-6.
Suryanto, A. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaban, M., (2008). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. Diakses 23
Desember 2013, dari http://educare.e-fkipunla.net.
Wijaya. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write. Program Studi Pendidikan
Matematika.

116

Anda mungkin juga menyukai