DOI: xxxxxxx/jpmipa.xxxxx.xxxxx
Abstract
This study aims to determine the difference of communication skills of students
taught using cooperative model of Two Stay Two Stray (TSTS) type with students
taught using conventional model and how much influence the communication skills
of students taught using cooperative model Two Stay Two Stray (TSTS) type with
students taught using conventional model. The reaserch method was pre-
experimental design with Intact-Group Comparison design. The Samples of the
reaserch was students of class XI SMA Muhammadiyah 2 Pontianak. The results of
the data analysis assessment of communication skills of students in the experimental
class and control class using test Independent Samples T-test, shows the differences
in communication skills between classes that use the cooperative model Two Stay
Two Stray (TSTS) type and class that uses the conventional model. The results were
obtained, there is a difference in communication skills of students who use the
cooperative model Two Stay Two Stray (TSTS) type with students using
conventional models. According to calculation effect size of cooperative learning
two stay two stray type on communication skills students of 51.6% wich meant
categorized as high..
Keyword : students' communication skills, TSTS, hydrocarbons.
2
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari
kepada kelompok lain. Penggunaan model pembelajaran two stay two stray akan
mengarahkan mahasiswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari
jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
Selain itu, dalam model pembelajaran two stay two stray terdapat pembagian kerja
kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, mahasiswa dapat bekerjasama dengan
temannya.
Model kooperatif tipe two stay two stray merupakan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa ini dibuktikan dengan
hasil penelitian Putri Wijayanti (2018) yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe two stay two stray dapat meningkatkan keterampilan komunikasi
peserta didik meliputi kuantitas dan kualitas bertanya dan berpendapat. Pada
kuantitas bertanya dan berpendapat peserta didik mengalami peningkatan pada
pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga. Pada kualitas bertanya dan
berpendapat peserta didik juga mengalami peningkatan pada setiap pertemuan.
Kemudian hasil penelitian Alif Fatin (2016) yang menerapkan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terhadap keterampilan komunikasi
yaitu Keterampilan komunikasi siswa meliputi kuantitas dan kualitas bertanya dan
berpendapat.
Ilmu kimia adalah bersifat abstrak dan banyaknya materi yang harus
dikuasai siswa. Banyaknya materi yang harus dipelajari juga menjadi kesulitan bagi
siswa sehingga perlu pemahaman yang baik terhadap ilmu kimia agar siwa tidak
menjadi bingung. Salah satu materi yang bersifat abstrak dan memiliki materi yang
cukup banyak adalah materi hidrokarbon. Inilah yang mendorong untuk
menggunkana model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yang
mendorong pemahaman siswa terhadap materi kimia yaitu hidrokarbon.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di SMA Muhammadiyah 2 Pontianak
mengenai rendahnya keterampilan komunikasi siswa, maka akan dilakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay
Two Stray Terhadap Keterampilan Komunikasi Siswa Kelas XI MIA SMA
Muhammadiyah 2 Pontianak pada Materi Hidrokarbon. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
terhadap keterampilan komunikasi siswa pada materi hidrokarbon.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen. Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiyono, 2015). Jenis eksperimen yang digunakan adalah Pre-
Experimental Design. Penelitian Pre-Experimental Design berarti masih terdapat
variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat
(Sugiyono, 2015), dalam penelitian ini keterampilan komunikasi siswa.
Bentuk penelitian yang digunakan yaitu Intact-Group Comparison. Menurut
Sugiyono (2015) Intact-Group Comparison yaitu terdapat satu kelompok yang
digunakan untuk peneltian, tetapi di bagi dua, yaitu setengah kelompok untuk
eksperimen (yang diberi perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol ( yang
tidak diberi perlakuan).
4
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari
60
54.54
50
50
40 36.36
persentase
30
30
20
20
9.09
10
0 0
0
ST T CT KT
kategori
mendapat persentase sebesar 0% yang artinya pada kelas yang di ajar dengan model
konvensional tidak ada siswa yang memperolah kategori sangat terampil dimana
kategori ini merupakan kategori yang paling tinggi. Sedangkan pada kategori
kurang terampil kelas yang diajar dengan model konvensional mendapat persentase
lebih tinggi yaitu sebesar 50% sedangkan kelas yang diajar menggunakan model
koopertif tipe two stay two stray hanya memperoleh sebesar 0%. Hasil uji
normalitas data nilai keterampilan komunikasi dapat di lihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Hasil Uji Shapiro Wilk
Hasil Pengujian Sig >/< (0,05) keterangan
Kelas eksperimen 0,321 >0,05 Data berdistribusi normal
Kelas kontrol 0,644 >0,05 Data berdistribusi normal
Karena nilai keterampilan komunikasi siswa kelas yang diajar menggunakan model
koopertif tipe two stay two stray dan kelas yang di ajar dengan model konvensional
berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui perbedaan kemampuan awal siswa
digunakan uji statistik t-independent) , hasil pengujian dapat di lihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Hasil Uji t-independent
Hasil Pengujian Sig (2-
>/< (0,05) Std.Error Difference
tailed)
Skor Equal variances
0,015 <0,05 Ho ditolak
assumed
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat di lihat hasil uji hipotesis bahwa Ho ditolak yang
berarti terdapat perbedaan keterampilan komunikasi siswa kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan keterampilan
komunikasi siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe two stay two stray dengan model pembelajaran konvensional. Pada model
kooperatif tipe two stay two stray terdapat tahap pembelajaran yang memaksa
mereka untuk mejelaskan apa yang mereka dapat ke temannya, memahami materi
yang mereka dapat dan berdiskusi dengan teman sekelompoknya serta
mempresentasikan apa yang mereka dapat di depan kelas, hal ini berdampak pada
keterampilan komunikasi setengah kelas eksperimen yang lebih tinggi daripada
keterampilan komunikasi setengah kelas kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Alif Fatin (2016) dimana model kooperatif tipe two stay two stray dapat
meningkatkan keterampilan komunikasi. Hasil ini juga sejalan dengan pendapat
dari Ida ayu (2016) bahwa penggunaan model pembelajaran two stay two stray akan
mengarahkan mahasiswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari
jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
Selain itu, dalam model pembelajaran two stay two stray terdapat pembagian kerja
kelompok yang jelas tiap anggota kelompok.
Keterampilan komunikasi siswa pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu
keterampilan lisan yang mencakup menyampaikan ide yang telah di dapat,
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, diskusi dalam kelompok dan
menyampaikan hasil diskusi di depan kelas, sedangkan keterampilan tulisan
indikatornya adalah menuliskan laporan/ kesimpulan di lembar LKPD dan
menuliskan jawaban pertanyaan di lembar LKPD. Pada bagian lisan dapat dilihat
bahwa rata-rata keterampilan komunikasi lisan di kelas eksperimen dengan kategori
6
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari
terampil yaitu sebesar 70,5%, sedangkan pada kelas kontrol masuk kategori cukup
terampil dengan persentase 51,2%, sedangkan pada keterampilan tulisan,
perbedaanya sangat sedikit, dimana kelas eksperimen lebih tinggi dengan
persentase 77,3% yang masuk kategori baik, dan kelas kontrol dengan persentase
75% yang masuk kategori terampil.
Hasil analisis tiap indikator keterampilan komunikasi siswa pada kelas eksperimen
dapat dilihat pada Tabel 1.4
Tabel 1.4 Hasil Analisis tiap Indikator Keterampilan Komunikasi Siswa
Kelas Eksperimen SMA Muhammadiyah 2 Pontianak
Persentase Kategori
No. Indikator
(%) Keterampilam
1. Menyampaikan suatu ide yang
86,4 sangat terampil
telah didapat
2. Mengajukan pertanyaan 50 Cukup terampil
3. Menjawab pertanyaan 45,5 Cukup terampil
4. Diskusi kelompok 81,8 sangat terampil
5. Menyampaikan hasil diskusi di
81,8 Sangat terampil
depan kelas
6. Menanggapi presentasi teman 36,4 Kurang terampil
7. Menuliskan laporan di lembar
77,3 terampil
LKPD
8. Menuliskan jawaban pertanyaan di terampil
77,3
lembar LKPD
Hasil analisis keterampilan komunikasi siswa pada kelas Kontrol dapat dilihat pada
tabel 1.5
Tabel 1.5 Hasil Analisis tiap Indikator Keterampilan Komunikasi Siswa Kelas
kontrol SMA Muhammadiyah 2 Pontianak
Persentase Kategori
No. Indikator
(%) Keterampilam
1. Menyampaikan suatu ide yang
40 Kurang terampil
telah didapat
2. Mengajukan pertanyaan 10 Kurang terampil
3. Menjawab pertanyaan 30 Kurang terampil
4. Diskusi kelompok 50 Cukup terampil
5. Menyampaikan hasil diskusi di
30 Kurang terampil
depan kelas
6. Menanggapi presentasi teman 5 Kurang terampil
7. Menuliskan kesimpulan di lembar
60 Cukup terampil
LKPD
8. Menuliskan jawaban pertanyaan di
90 Sangat terampil
lembar LKPD
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1.4 dan 1.5 menunjukkan besarnya
persentase keterampialan setiap aspek bahwa model pembelajaran yang digunakan
pada kelas eksperimen memberikan pengaruh yang besar pada beberapa indikator
7
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari
keterampilan komunikasi siswa yaitu pada indikator menyampaikan suatu ide yang
telah didapat sebesar 86,4% pada kelas eksperimen sedangkan pada kelas kontrol
sebesar 40%, pada indikator mengajukan pertanyaan pada kelas eksperimen sebesar
50% sedangkan kelas kontrol 10%, pada indikator diskusi kelompok sebesar 81,8%
sedangkan kelas kontrol sebesar 50%, kemudian pada indikator menyampaikan
hasil diskusi kelas eksperimen sebesar 81,8% sedangkan kelas kontrol sebesar 30%.
Hasil penilaian keterampilan siswa yang memiliki perbedaan cukup tinggi
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, terdapat pada indikator
menyampaikan suatu ide atau konsep yang didapat dengan persentase kelas
eksperimen sebesar 86,4% dengan kategori sangat terampil dan kelas control
sebesar 40% dengan kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena pada
kooperatif tipe two stay two stray, siswa dituntut untuk menyampaikan kepada
siswa lain tentang informasi atau konsep yang mereka dapat dan pada model
pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terdapat pembagian tugas untuk
setiap anggota kelompoknya yang sudah jelas. Menurut Huda (2013) metode
kooperatif tipe two stay two stray yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi
kepada kelompok lain. Pada indikator mengajukan pertanyaan, persentase kelas
eksperimen sebesar 50% dengan kategori cukup terampil sedangkan kelas kontrol
sebesar 10% dengan kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena pada kelas
eksperimen, siswa dituntut untuk menjelaskan informasi yang mereka dapat ke
temannya, hal ini yang mendorong siswa untuk bertanya tentang materi yang harus
mereka diskusikan sehingga siswa harus benar-benar paham agar bisa
menyampaikan informasi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara siswa
mengatakan bahwa ia memang tidak ingin bertanya karena materi yang tidak
mereka pahami. Temuan ini sejalan dengan penelitian dari Putu Ayu (2015) dimana
hasil penelitianya di dapat bahwa alasan siswa tidak bertanya karena sudah
mengerti dengan materi yang didapat selain itu juga terdapat siswa yang tidak tahu
apa yang mau mereka tanyakan karena tidak pahamnya mereka terhadap materi
yang dipelajari.
Indikator menjawab pertanyaan persentase kelas eksperimen sebesar 45,5%
dengan kategori cukup terampil sedangkan kelas kontrol sebesar 30% dengan
kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena pada kelas eksperimen siswa
dituntut untuk memahami materi karena untuk menjelaskan/menyampaikan
informasi yang mereka dapat ke temannya sehingga saat diberi suatu persoalan
siswa memiliki sebuah ide yang dikemukakan. Kemudian indikator diskusi dalam
kelompok kelas eksperimen memiliki persentase lebih tinggi sebesar 81,8% dengan
kategori sangat terampil dibanding persentase kelas kontrol dengan persentase
sebesar 50% dengan kategori cukup terampil. Perbedaan ini terjadi karena pada
kelas kontrol siswa cenderung kurang memahami materi sehingga saat menuliskan
kesimpulan pada LKPD hanya menyalin apa yang mereka dapat tanpa bertanya atau
meminta penjelasan hal ini berdampak saat diskusi, inilah yang menyebabkan
diskusi pada kelas kontrol berbeda dengan kelas eksperimen. Hal ini diperkuat Dari
hasil wawancara terhadap siswa, siswa mengatakan kurang paham dengan materi
dan hanya menyalin pekerjaan temannya, ketika teman sekelompoknya telah selesai
mengerjakan bagian LKPD yang ditugaskan kepadanya.
8
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari
pula siswa yang masuk dalam kategori baik dalam komunikasi lisan tetapi, dalam
komunikasi tulisan masuk dalam kategori kurang. Pada kelas eksperimen terdapat
2 orang dimana keterampilan lisan masuk dalam kategori sangat terampil namun
keterampilan tulisan masuk dalam kategori kurang. Ini terjadi karena siswa tersebut
bingung untuk menuliskan apa yang ia pahami.
Suasana pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe two stay
two stray, terlihat kelas tertib dan siswa sangat antusias mendengarkan penjelasan
guru. Pada saat sesi presentasi di depan kelas, terdapat siswa yang mengobrol
dengan teman kelompoknya, kendala lainnya ialah melencengnya waktu yang
sudah di tentukan pada tiap tahap dimana siswa diberikan kesempatan untuk
membaca LKPD eksperimen 15 menit ternyata lebih dari waktu yang ditentukan,
selain itu masih banyak siswa yang tidak paham dengan tahapan pembelajaran
sehingga kelompok tersebut harus dibimbing dan peneliti harus mengecek tiap
kelompok agar tahapan kooperatif tipe two stay two stray terlaksana. Pada kelas
kontrol di awal pembelajaran, suasan kelas masih tertib namun ketika sudah duduk
perkelompok, terdapat siswa yang sibuk sendiri, mengobrol dengan teman
kelompoknya sehingga guru perlu mengecek tiap kelompok.
Besarnya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
terhadap keterampilan komunikasi siswa dapat dilihat pada hasil perhitungan effect
size dengan nilai 0,9 dan di interpretasikan kedalam tabel menurut Cohen yaitu
sebesar 51,6%. Kemudian hasil perhitungan effect size diinterpretasikan
efektifitasnya ked lam barometer dari John Hattie (dalam Sutrisno, 2011) masuk
dalam kategori zona dambaan kategori tinggi. Zona dambaan ialah zona dimana
model pembelajaran yang berpengaruh terhadap keterampilan komunikasi siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ayu, Ida. (2016). Penerapan Model Pembelajaran TSTS untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara. Jurnal Santiaji Pendidikan. Vol. 6 No. 2. Hlm. 96-
106.
Fatin, Alif. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two
Stray pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit untuk Melatihkan
10
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari
10