Anda di halaman 1dari 10

1

Vol x, No (xxxx) h.xxx-xxx


http://jurnal.untan.ac.id/index.php/PMP
Received :
Revised :
Accepted :

PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY


TERHADAP KETERAMPILAN KOMUNIKASI SISWA

Indah Mulatsih1, Hairida2, Ira Lestari3


1,2,3
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak
Email: indahmulatsih27@gmail.com

DOI: xxxxxxx/jpmipa.xxxxx.xxxxx

Abstract
This study aims to determine the difference of communication skills of students
taught using cooperative model of Two Stay Two Stray (TSTS) type with students
taught using conventional model and how much influence the communication skills
of students taught using cooperative model Two Stay Two Stray (TSTS) type with
students taught using conventional model. The reaserch method was pre-
experimental design with Intact-Group Comparison design. The Samples of the
reaserch was students of class XI SMA Muhammadiyah 2 Pontianak. The results of
the data analysis assessment of communication skills of students in the experimental
class and control class using test Independent Samples T-test, shows the differences
in communication skills between classes that use the cooperative model Two Stay
Two Stray (TSTS) type and class that uses the conventional model. The results were
obtained, there is a difference in communication skills of students who use the
cooperative model Two Stay Two Stray (TSTS) type with students using
conventional models. According to calculation effect size of cooperative learning
two stay two stray type on communication skills students of 51.6% wich meant
categorized as high..
Keyword : students' communication skills, TSTS, hydrocarbons.
2
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

Komunikasi menjadi unsur penting dalam berlangsungnya kehidupan suatu


masyarakat. Selain merupakan kebutuhan, aktivitas komunikasi sekaligus
merupakan unsur pembentuk suatu masyarakat, karena tidak mungkin manusia
hidup di suatu lingkungan tanpa berkomunikasi satu sama lain. Dalam kehidupan
sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia
itu sendiri. Manusia sejak lahir sudah berkomunikasi dengan lingkungannya
sehingga komunikasi telah menjadi bagian dari kehidupannya. Hal ini di perkuat
dengan pendapat Ngainun Naim (2017) ia mengatakan bahwa komunikasi menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh aktivitas manusia, baik individu maupun
sebagai kelompok. Identitas manusia sebagai makhluk sosial mengharuskan
manusia berhubungan dengan orang lain.
Sebagaimana halnya dengan lingkungan bermasyarakat, di lingkungan
pendidikan keterampilan komunikasi juga harus dikuasai peserta didik. Pentingnya
keterampilan komunikasi ini juga sebagai tuntutan dari implementasi kurikulum
2013 di sekolah dimana proses pembelajaran lebih berpusat pada siswa sehingga
siswa di tuntut lebih aktif dalam proses pembelajaran. Keterampilan komunikasi
juga sebagai tuntutan abad 21 mendorong setiap individu untuk memiliki
keterampilan khusus yang dikenal sebagai 21st Century Skills (P21), dimana
terdapat 4 jenis keterampilan yang diteliti oleh US-based partnership for 21st yang
dikenal dengan 4Cs “communication, collaboration, critical thingking, dan
creativity” dimana keterampilan komunikasi salah satu keterampilan yang
termasuk dalam 21st century skills (Anti Haryanti, 2018).
Hasil observasi menunjukkan bahwa keterampilan dalam hal mengajukan
pertanyaan rendah. Kemudian masih rendahnya keterampilan dalam
mengemukakan pendapat, rendahnya keterampilan dalam diskusi kelompok.
Terdapat sebagian siswa yang hanya menyalin pekerjaan temannya tanpa meminta
penjelasan mengenai materi yang mereka kerjakan. Ketika mempresentasikan hasil
diskusi, rata-rata siswa hanya membaca apa yang mereka tulis, ini terjadi karena
mereka belum paham dengan materi yang mereka pelajari akibat dari hanya
menyalin tanpa mengerti apa yang mereka salin. Pada saat presentasi, hanya 2 orang
siswa yang menanggapi presentasi kelompok lain di depan kelas, ini berarti
keterampilan menanggapi presentasi teman sekelasnya juga cukup rendah.
Beberapa keterampilan tersebut merupakan keterampilan komunikasi.
Keterampilan komunikasi dapat dilatih dengan adanya suatu solusi dalam
proses pembelajaran yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran yang
sesuai sebagai faktor eksternal yang menunjang keberhasilan belajar peserta didik.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yang
melibatkan peserta didik bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi peserta didik, memfasilitasi peserta didik dalam
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berinteraksi dan belajar bersama-
sama peserta didik yang berbeda latar belakangnya ( Trianto, 2007).
Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yaitu tipe two stay two
stray. Menurut Ida ayu (2016) pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yang
memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi
3
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

kepada kelompok lain. Penggunaan model pembelajaran two stay two stray akan
mengarahkan mahasiswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari
jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
Selain itu, dalam model pembelajaran two stay two stray terdapat pembagian kerja
kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, mahasiswa dapat bekerjasama dengan
temannya.
Model kooperatif tipe two stay two stray merupakan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa ini dibuktikan dengan
hasil penelitian Putri Wijayanti (2018) yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe two stay two stray dapat meningkatkan keterampilan komunikasi
peserta didik meliputi kuantitas dan kualitas bertanya dan berpendapat. Pada
kuantitas bertanya dan berpendapat peserta didik mengalami peningkatan pada
pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga. Pada kualitas bertanya dan
berpendapat peserta didik juga mengalami peningkatan pada setiap pertemuan.
Kemudian hasil penelitian Alif Fatin (2016) yang menerapkan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terhadap keterampilan komunikasi
yaitu Keterampilan komunikasi siswa meliputi kuantitas dan kualitas bertanya dan
berpendapat.
Ilmu kimia adalah bersifat abstrak dan banyaknya materi yang harus
dikuasai siswa. Banyaknya materi yang harus dipelajari juga menjadi kesulitan bagi
siswa sehingga perlu pemahaman yang baik terhadap ilmu kimia agar siwa tidak
menjadi bingung. Salah satu materi yang bersifat abstrak dan memiliki materi yang
cukup banyak adalah materi hidrokarbon. Inilah yang mendorong untuk
menggunkana model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray yang
mendorong pemahaman siswa terhadap materi kimia yaitu hidrokarbon.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di SMA Muhammadiyah 2 Pontianak
mengenai rendahnya keterampilan komunikasi siswa, maka akan dilakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay
Two Stray Terhadap Keterampilan Komunikasi Siswa Kelas XI MIA SMA
Muhammadiyah 2 Pontianak pada Materi Hidrokarbon. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
terhadap keterampilan komunikasi siswa pada materi hidrokarbon.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen. Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiyono, 2015). Jenis eksperimen yang digunakan adalah Pre-
Experimental Design. Penelitian Pre-Experimental Design berarti masih terdapat
variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat
(Sugiyono, 2015), dalam penelitian ini keterampilan komunikasi siswa.
Bentuk penelitian yang digunakan yaitu Intact-Group Comparison. Menurut
Sugiyono (2015) Intact-Group Comparison yaitu terdapat satu kelompok yang
digunakan untuk peneltian, tetapi di bagi dua, yaitu setengah kelompok untuk
eksperimen (yang diberi perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol ( yang
tidak diberi perlakuan).
4
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar


penilaian keterampilan komunikasi siswa. Penilaian secara langsung tiap aktivitas
siswa dalam bentuk skor pada lembar penilaian keterampilan komunikasi lisan
siswa dengan bantuan observer sedangkan menilai keterampilan komunikasi
tertulis siswa dilakukan dengan mengoreksi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Proses wawancara digunakan pedoman yang digunakan hanya berupa garis-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam wawancara tidak terstruktur
belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh. Berdasarkan analisis
terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka dapat mengajukan berbagai
pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI MIA SMA Muhammadiyah 2
Pontianak pada Tahun Ajaran 2019/2020. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan perbedaan keterampilan komunikasi antara setengah kelas eksperimen
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan
setengah kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional, serta
menentukan besarnya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two
stray terhadap keterampilan komunikasi siswa.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat berbedaan keterampilan komunikasi
siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen, perbedaan ini dapat di lihat besarnya
persentase keterampilan komunikasi lisan dan tertulis yang di peroleh pada setiap
kategori yang di gambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini.

60
54.54
50
50

40 36.36
persentase

30
30
20
20

9.09
10
0 0
0
ST T CT KT
kategori

kelas eksperimen kelas kontrol

Gambar 1.1 Grafik Persentase kategori Keterampilan Komunikasi Siswa


Berdasarkan gambar 1.1 bahwa pada kategori sangat terampil kelas yang
diajar menggunakan model koopertif tipe two stay two stray mendapat persentase
sebesar 9,09 % sedangkan pada kelas yang di ajar dengan model konvensional
5
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

mendapat persentase sebesar 0% yang artinya pada kelas yang di ajar dengan model
konvensional tidak ada siswa yang memperolah kategori sangat terampil dimana
kategori ini merupakan kategori yang paling tinggi. Sedangkan pada kategori
kurang terampil kelas yang diajar dengan model konvensional mendapat persentase
lebih tinggi yaitu sebesar 50% sedangkan kelas yang diajar menggunakan model
koopertif tipe two stay two stray hanya memperoleh sebesar 0%. Hasil uji
normalitas data nilai keterampilan komunikasi dapat di lihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Hasil Uji Shapiro Wilk
Hasil Pengujian Sig >/< (0,05) keterangan
Kelas eksperimen 0,321 >0,05 Data berdistribusi normal
Kelas kontrol 0,644 >0,05 Data berdistribusi normal
Karena nilai keterampilan komunikasi siswa kelas yang diajar menggunakan model
koopertif tipe two stay two stray dan kelas yang di ajar dengan model konvensional
berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui perbedaan kemampuan awal siswa
digunakan uji statistik t-independent) , hasil pengujian dapat di lihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Hasil Uji t-independent
Hasil Pengujian Sig (2-
>/< (0,05) Std.Error Difference
tailed)
Skor Equal variances
0,015 <0,05 Ho ditolak
assumed
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat di lihat hasil uji hipotesis bahwa Ho ditolak yang
berarti terdapat perbedaan keterampilan komunikasi siswa kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
Hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan keterampilan
komunikasi siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe two stay two stray dengan model pembelajaran konvensional. Pada model
kooperatif tipe two stay two stray terdapat tahap pembelajaran yang memaksa
mereka untuk mejelaskan apa yang mereka dapat ke temannya, memahami materi
yang mereka dapat dan berdiskusi dengan teman sekelompoknya serta
mempresentasikan apa yang mereka dapat di depan kelas, hal ini berdampak pada
keterampilan komunikasi setengah kelas eksperimen yang lebih tinggi daripada
keterampilan komunikasi setengah kelas kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Alif Fatin (2016) dimana model kooperatif tipe two stay two stray dapat
meningkatkan keterampilan komunikasi. Hasil ini juga sejalan dengan pendapat
dari Ida ayu (2016) bahwa penggunaan model pembelajaran two stay two stray akan
mengarahkan mahasiswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari
jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
Selain itu, dalam model pembelajaran two stay two stray terdapat pembagian kerja
kelompok yang jelas tiap anggota kelompok.
Keterampilan komunikasi siswa pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu
keterampilan lisan yang mencakup menyampaikan ide yang telah di dapat,
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, diskusi dalam kelompok dan
menyampaikan hasil diskusi di depan kelas, sedangkan keterampilan tulisan
indikatornya adalah menuliskan laporan/ kesimpulan di lembar LKPD dan
menuliskan jawaban pertanyaan di lembar LKPD. Pada bagian lisan dapat dilihat
bahwa rata-rata keterampilan komunikasi lisan di kelas eksperimen dengan kategori
6
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

terampil yaitu sebesar 70,5%, sedangkan pada kelas kontrol masuk kategori cukup
terampil dengan persentase 51,2%, sedangkan pada keterampilan tulisan,
perbedaanya sangat sedikit, dimana kelas eksperimen lebih tinggi dengan
persentase 77,3% yang masuk kategori baik, dan kelas kontrol dengan persentase
75% yang masuk kategori terampil.
Hasil analisis tiap indikator keterampilan komunikasi siswa pada kelas eksperimen
dapat dilihat pada Tabel 1.4
Tabel 1.4 Hasil Analisis tiap Indikator Keterampilan Komunikasi Siswa
Kelas Eksperimen SMA Muhammadiyah 2 Pontianak
Persentase Kategori
No. Indikator
(%) Keterampilam
1. Menyampaikan suatu ide yang
86,4 sangat terampil
telah didapat
2. Mengajukan pertanyaan 50 Cukup terampil
3. Menjawab pertanyaan 45,5 Cukup terampil
4. Diskusi kelompok 81,8 sangat terampil
5. Menyampaikan hasil diskusi di
81,8 Sangat terampil
depan kelas
6. Menanggapi presentasi teman 36,4 Kurang terampil
7. Menuliskan laporan di lembar
77,3 terampil
LKPD
8. Menuliskan jawaban pertanyaan di terampil
77,3
lembar LKPD
Hasil analisis keterampilan komunikasi siswa pada kelas Kontrol dapat dilihat pada
tabel 1.5
Tabel 1.5 Hasil Analisis tiap Indikator Keterampilan Komunikasi Siswa Kelas
kontrol SMA Muhammadiyah 2 Pontianak
Persentase Kategori
No. Indikator
(%) Keterampilam
1. Menyampaikan suatu ide yang
40 Kurang terampil
telah didapat
2. Mengajukan pertanyaan 10 Kurang terampil
3. Menjawab pertanyaan 30 Kurang terampil
4. Diskusi kelompok 50 Cukup terampil
5. Menyampaikan hasil diskusi di
30 Kurang terampil
depan kelas
6. Menanggapi presentasi teman 5 Kurang terampil
7. Menuliskan kesimpulan di lembar
60 Cukup terampil
LKPD
8. Menuliskan jawaban pertanyaan di
90 Sangat terampil
lembar LKPD
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1.4 dan 1.5 menunjukkan besarnya
persentase keterampialan setiap aspek bahwa model pembelajaran yang digunakan
pada kelas eksperimen memberikan pengaruh yang besar pada beberapa indikator
7
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

keterampilan komunikasi siswa yaitu pada indikator menyampaikan suatu ide yang
telah didapat sebesar 86,4% pada kelas eksperimen sedangkan pada kelas kontrol
sebesar 40%, pada indikator mengajukan pertanyaan pada kelas eksperimen sebesar
50% sedangkan kelas kontrol 10%, pada indikator diskusi kelompok sebesar 81,8%
sedangkan kelas kontrol sebesar 50%, kemudian pada indikator menyampaikan
hasil diskusi kelas eksperimen sebesar 81,8% sedangkan kelas kontrol sebesar 30%.
Hasil penilaian keterampilan siswa yang memiliki perbedaan cukup tinggi
antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, terdapat pada indikator
menyampaikan suatu ide atau konsep yang didapat dengan persentase kelas
eksperimen sebesar 86,4% dengan kategori sangat terampil dan kelas control
sebesar 40% dengan kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena pada
kooperatif tipe two stay two stray, siswa dituntut untuk menyampaikan kepada
siswa lain tentang informasi atau konsep yang mereka dapat dan pada model
pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray terdapat pembagian tugas untuk
setiap anggota kelompoknya yang sudah jelas. Menurut Huda (2013) metode
kooperatif tipe two stay two stray yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi
kepada kelompok lain. Pada indikator mengajukan pertanyaan, persentase kelas
eksperimen sebesar 50% dengan kategori cukup terampil sedangkan kelas kontrol
sebesar 10% dengan kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena pada kelas
eksperimen, siswa dituntut untuk menjelaskan informasi yang mereka dapat ke
temannya, hal ini yang mendorong siswa untuk bertanya tentang materi yang harus
mereka diskusikan sehingga siswa harus benar-benar paham agar bisa
menyampaikan informasi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara siswa
mengatakan bahwa ia memang tidak ingin bertanya karena materi yang tidak
mereka pahami. Temuan ini sejalan dengan penelitian dari Putu Ayu (2015) dimana
hasil penelitianya di dapat bahwa alasan siswa tidak bertanya karena sudah
mengerti dengan materi yang didapat selain itu juga terdapat siswa yang tidak tahu
apa yang mau mereka tanyakan karena tidak pahamnya mereka terhadap materi
yang dipelajari.
Indikator menjawab pertanyaan persentase kelas eksperimen sebesar 45,5%
dengan kategori cukup terampil sedangkan kelas kontrol sebesar 30% dengan
kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena pada kelas eksperimen siswa
dituntut untuk memahami materi karena untuk menjelaskan/menyampaikan
informasi yang mereka dapat ke temannya sehingga saat diberi suatu persoalan
siswa memiliki sebuah ide yang dikemukakan. Kemudian indikator diskusi dalam
kelompok kelas eksperimen memiliki persentase lebih tinggi sebesar 81,8% dengan
kategori sangat terampil dibanding persentase kelas kontrol dengan persentase
sebesar 50% dengan kategori cukup terampil. Perbedaan ini terjadi karena pada
kelas kontrol siswa cenderung kurang memahami materi sehingga saat menuliskan
kesimpulan pada LKPD hanya menyalin apa yang mereka dapat tanpa bertanya atau
meminta penjelasan hal ini berdampak saat diskusi, inilah yang menyebabkan
diskusi pada kelas kontrol berbeda dengan kelas eksperimen. Hal ini diperkuat Dari
hasil wawancara terhadap siswa, siswa mengatakan kurang paham dengan materi
dan hanya menyalin pekerjaan temannya, ketika teman sekelompoknya telah selesai
mengerjakan bagian LKPD yang ditugaskan kepadanya.
8
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

Indikator menyampaikan hasil diskusi di depan kelas, kelas eksperimen


memiliki persentase lebih tinggi sebesar 81,8% dengan kategori sangat terampil
dibanding persentase kelas kontrol dengan persentase ebesar 30% dengan kategori
kurang terampil. Hal ini terjadi karena saat diskusi kelompok pada kelas kontrol
siswa hanya menyalin apa yang mereka dapat tanpa bertanya atau meminta
penjelasan hal ini berdampak saat menyampaikan hasil dikusi di depan kelas, hanya
beberapa orang dari kelompok yang menyampaikan materi karena anggota
kelompok yang lain tidak memahami materi yang mereka diskusikan.
Indikator menanggapi presentasi teman secara keseluruhan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol termasuk dalam kategori kurang terampil, pada kelas
eksperimen persentasenya hanya sebesar 36,4% dan kelas kontrol persentasenya
hanya sebesar 5%. Berdasarkan hasil wawancara alasannya karena siswa malu
untuk bertanya karena takut apa yang mereka tanyakan salah dan siswa ingin
bertanya namun sudah ditanya oleh teman sekelasnya. Alasan-alasan ini juga
ditemukan pada penelitian Putu Ayu (2015) juga menemukan alasan yang sama
kenapa siswa tidak ingin bertanya.
Secara keseluruhan pada komunikasi lisan, kelas eksperimen masih masuk
dalam kategori terampil akibat dari pengaruh penggunaan model kooperatif tipe two
stay two stray sedangkan kelas kontrol masuk dalam kategori cukup terampil. Inilah
yang menunjukan bahwa kooperatif tipe two stay two stray memberikan pengaruh
terhadap keterampilan komunikasi lisan yang menyebabkan terdapat perbedaan
pada kelas yang diajar menggunakan kooperatif tipe two stay two stray dengan
kelas yang diajarkan menggunakan model konvensional.
Indikator menuliskan laporan di lembar LKPD kelas eksperimen lebih
rendah daripada kelas kontrol. Ini terjadi karena adanya perbedaan antara LKPD
yang digunakan pada kelas eksperimen dengan LKPD yang digunakan pada kelas
kontrol. Pada LKPD eksperimen, laporan siswa di dapat dengan mencatat apa yang
telah dijelaskan oleh teman kelompoknya sesuai dengan model kooperatif tipe two
stay two stray. Sedangkan pada LKPD kelas kontrol, siswa hanya menyimpulkan
dari apa yang telah mereka pelajarai dan hanya menuliskan titik-titik kosong yang
ada pada LKPD. Waktu pengerjaan LKPD kontrol dan LKPD eksperimen yaitu 60
menit, dengan waktu yang sama LKPD kontrol akan lebih cepat untuk dikerjakan
karena kemudahan pengerjaannya dibandingkan dengan penggunakan LKPD
eksperimen. siswa masih belum terbiasa dengan model pembelajaran yang baru
karena waktu yang diberikan untuk mereka membaca, menjelaskan dan menulis,
kurang.
Indikator menuliskan jawaban pertanyaan di lembar LKS, Persentase kelas
kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen, perbedaan ini terjadi karena pada
kelas kontrol siswa hanya menyalin jawaban dari temannya yang dianggap bisa,
Selain itu untuk kels eksperimen alasannya ialah siswa kekurangan waktu untuk
mengerjakan pertanyaan di LKPD karena waktu tersita untuk mengerjakan laporan
yang ada di LKPD. Pada kelas eksperimen terdapat 6 siswa sedangkan pada kelas
kontrol terdapat siswa yang memiliki keterampilan komunikasi lisan kurang dan
sangat kurang namun pada keterampilan komunikasi tulisan masuk dalam kategori
baik yaitu sebanyak 9 siswa. Ini terjadi karena siswa cenderung malas untuk
melakukan komunikasi lisan seperti bertanya dan menjelaskan. Selain itu terdapat
9
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

pula siswa yang masuk dalam kategori baik dalam komunikasi lisan tetapi, dalam
komunikasi tulisan masuk dalam kategori kurang. Pada kelas eksperimen terdapat
2 orang dimana keterampilan lisan masuk dalam kategori sangat terampil namun
keterampilan tulisan masuk dalam kategori kurang. Ini terjadi karena siswa tersebut
bingung untuk menuliskan apa yang ia pahami.
Suasana pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe two stay
two stray, terlihat kelas tertib dan siswa sangat antusias mendengarkan penjelasan
guru. Pada saat sesi presentasi di depan kelas, terdapat siswa yang mengobrol
dengan teman kelompoknya, kendala lainnya ialah melencengnya waktu yang
sudah di tentukan pada tiap tahap dimana siswa diberikan kesempatan untuk
membaca LKPD eksperimen 15 menit ternyata lebih dari waktu yang ditentukan,
selain itu masih banyak siswa yang tidak paham dengan tahapan pembelajaran
sehingga kelompok tersebut harus dibimbing dan peneliti harus mengecek tiap
kelompok agar tahapan kooperatif tipe two stay two stray terlaksana. Pada kelas
kontrol di awal pembelajaran, suasan kelas masih tertib namun ketika sudah duduk
perkelompok, terdapat siswa yang sibuk sendiri, mengobrol dengan teman
kelompoknya sehingga guru perlu mengecek tiap kelompok.
Besarnya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray
terhadap keterampilan komunikasi siswa dapat dilihat pada hasil perhitungan effect
size dengan nilai 0,9 dan di interpretasikan kedalam tabel menurut Cohen yaitu
sebesar 51,6%. Kemudian hasil perhitungan effect size diinterpretasikan
efektifitasnya ked lam barometer dari John Hattie (dalam Sutrisno, 2011) masuk
dalam kategori zona dambaan kategori tinggi. Zona dambaan ialah zona dimana
model pembelajaran yang berpengaruh terhadap keterampilan komunikasi siswa.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulan terdapat
perbedaan keterampilan komunikasi siswa SMA Muhammadiyah 2 Pontianak yang
diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan maka diajukan saran untuk
penelitian lebih lanjut, merancang sebaik mungkin alokasi waktu yang dibutuhkan
dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dan
menggunakan dua observer pada tiap kelompok agar data yang diperoleh lebih
akurat.

DAFTAR RUJUKAN
Ayu, Ida. (2016). Penerapan Model Pembelajaran TSTS untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara. Jurnal Santiaji Pendidikan. Vol. 6 No. 2. Hlm. 96-
106.
Fatin, Alif. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two
Stray pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit untuk Melatihkan
10
Vol xx, No x (xxxx) h.xxx-xxx
Indah Mulatsih, Hairida & Ira Lestari

Keterampilan Komunikasi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Lamongan. Unesa


Journal of Chemical Education. Vol. 5 No. 2. Hlm.474-483.
Naim, Ngainun. (2017). Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-
ruzz Media.
Haryanti, Anti. (2018). Profil Keterampilan Komunikasi Siswa SMP dalam
Pembelajaran IPA Berbasis STEM. Jurnal Wahana Pendidikan Fisika.
Vol. 3 No. 1. Hlm. 49-54.
Huda, Miftahul. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ida Ayu. 2016. Penerapan Model Pembelajaran TSTS untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara. Jurnal Santiaji Pendidikan. Vol. 6 No. 2. Hlm. 96-
106.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutrisno, Leo. (2010). Effect Size. (online).
(http://www.scribd.com/doc/28025523/Effect-Size, di akses tanggal 16
Februari 2017)
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Putu Ayu dan I gede. (2015). Analisis Keterampilan Bertanya dan Siswa dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X TAV 1 SMK Singaraja. Vol 3
No. 1 Tahun 2015. Universitas Pendidikan Ganesha.
Wiyanti, Putri. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) untuk Melatihkan Keterampilan Komunikasi Peserta
Didik Kelas Xl SMA Negeri 1 Bangsal pada Materi Asam Basa. Unesa
Journal of Chemical Education. Vol. 7 No. 3. Hlm. 288-296.

10

Anda mungkin juga menyukai