Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS


SISWA
Gita Silvia Dewi1, Hasna Afifah1, Khoirunnisa1
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, serta pembelajaran
menjadi bermakna dan tidak membosankan. Penelitian ini merupakan penelitian studi literatur
yaitu penelitian yang mengambil data dari hasil membaca, menganalisis dan mengolah hasil
penelitian sebelumnya. Instrumen yang digunakan berupa artikel ilmiah yang membahas
tentang penerapan model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Penelitian ini secara khusus membahas beberapa tipe model
pembelajaran kooperatif, yaitu FSLC, STAD, GI dan TTW. Hasil penelitian yang diperoleh
adalah model pembelajaran kooperatif. Sehingga model pembelajaran kooperatif dapat
digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Kemampuan Komunikasi Matematis.

PENDAHULUAN
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menetapkan tujuan umum pembelajaran
matematika yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006, salah satunya adalah
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah. Merujuk pada tujuan pembelajaran matematika di atas,
terdapat berbagai macam kemampuan matematis yang salah satunya adalah kemampuan
komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi matematis adalah salah satu kemampuan
yang cukup penting untuk dikembangkan, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat
mengorganisasi dan mengonsolidasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun
tulisan yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran. Selain itu, komunikasi matematis dapat
membantu guru memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan
pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Ketika siswa
dapat berkomunikasi matematis dengan lisan maupun tulisan, maka siswa menjadi lebih
mudah mengomunikasikan ide-ide yang mereka punya dalam bentuk matematika.

Namun faktanya kemampuan komunikasi matematis siswa dinilai masih rendah,


contohnya adalah siswa kesulitan dalam mengubah soal cerita atau soal kontekstual yang
kalimatnya panjang ke dalam bentuk matematika. (Supriadi, 2015) menemukan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah terutama dalam mengungkapkan suatu
ide atau gagasan kedalam bentuk matematika. Sejalan dengan hasil penelitian dari (Haji &
Abdullah, 2016) menyatakan bahwa kemampuan matematis rendah terutama dalam
menyatakan suatu ide matematika. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu
penyebab yang mungkin terjadi adalah pembelajaran yang kurang dapat mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis. Seperti yang ditemukan oleh Supriadi (2015) bahwa
metode pembelajaran yang digunakan tidak dapat membantu berkembangnya kemampuan
komunikasi matematis siswa. Menurut Hasanah (2017), rendahnya kemampuan komunikasi
matematis siswa disebabkan oleh faktor dalam diri siswa itu sendiri dan penerapan
pembelajaran matematika yang masih berpusat pada guru. Siswa hanya mendengarkan
penjelasan dari guru dan mengerjakan atau mencatat apa yang diperintahkan guru.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran masih memiliki banyak kekurangan, seperti pembelajaran belum
melibatkan siswa secara aktif sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa tidak
berkembang dengan baik. Strategi pembelajaran sangat diperlukan oleh guru untuk dapat
menghasilkan situasi yang baik dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika dengan
pendekatan konvensional berdasarkan paradigma mengajar menyebabkan pemahaman siswa
terhadap matematika rendah. Rendahnya prestasi siswa disebabkan dengan beberapa faktor
yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Contohnya, pembelajaran masih
menekankan pada latihan mengerjakan soal-soal rutin. Keadaan ini dapat membuat belajar
siswa menjadi kurang mengembangkan komunikasi matematis. Menurut Sanjaya dalam
Sapitri (2015), umumnya setiap siswa memiliki potensi, akan tetapi kemampuan siswa untuk
memahami matematika juga berbeda sehingga tugas guru yang harus membentuk kemampuan
siswa menjadi optimal. Menyadari akan pentingnya kemampuan komunikasi siswa, guru harus
mengupayakan pembelajaran dengan model-model pembelajaran yang dapat memberikan
peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasi. Banyak metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika. Tugas guru yaitu
memilih metode yang tepat dan efektif agar tujuan pembelajaran tercapai. Pembelajaran
kooperatif yaitu salah satu model pembelajaran yang memicu siswa untuk lebih aktif dalam
proses pembelajaran. Model pembelajaran ini juga dapat membuat siswa menjadi lebih
komunikatif. Namun, dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya tentang
penerapan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa,
ditemukan bahwa dalam proses pelaksanaan masih terdapat kekurangan, seperti pengelolaan
waktu yang kurang maksimal, kurang pengawasan oleh guru secara menyeluruh dalam
pembelajaran individu atau kelompok sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif
tidak dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara maksimal.
Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penerapan model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis siswa pada berbagai jenjang pendidikan, serta membuat situasi belajar siswa
menjadi lebih bermakna.

KAJIAN PUSTAKA
1) Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
(Pratiwi, 2015) mendefinisikan komunikasi matematis sebagai cara untuk menyampaikan
ide atau gagasan untuk memecahkan suatu masalah baik secara lisan maupun tulisan. Lalu,
(Sari, 2017) berpendapat bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan dalam
menyampaikan pengetahuan yang telah dimiliki melalui penyampaian langsung maupun
secara tertulis tentang rumus, konsep, maupun strategi dalam menyelesaikan masalah
matematika. Kemampuan komunikasi matematis menurut Eka dan Ridwan (2015) adalah
kemampuan menyampaikan, memahami dan menerima gagasan atau ide matematis secara
lisan maupun tulisan secara cermat, analitis, kritis dan evaluatif untuk mempertajam
pemahaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematis adalah salah satu
kemampuan matematis siswa yang digunakan untuk menyampaikan informasi, ide atau
gagasan matematis dalam bentuk lisan maupun tulisan kepada orang lain maupun diri sendiri
sehingga kita dan orang lain dapat memahami informasi matematis yang disampaikan. Secara
umum, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa adalah
kemampuan siswa dalam menginterpretasikan gambar, grafik, diagram, atau sebaliknya yaitu
mengomunikasikan suatu peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol matematika.
Kemudian, (Yuliani, 2015) mengindikasikan kemampuan komunikasi matematis sebagai
kemampuan dalam menjelaskan suatu persoalan dengan menggambar; kemampuan
menyatakan suatu persoalan dengan membuat model matematis; serta kemampuan
menjelaskan situasi dari suatu gambar dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan.
Kemampuan komunikasi matematis menjadi kemampuan yang cukup penting dalam proses
pembelajaran karena menurut (Sapitri & Hartono, 2015) komunikasi dalam matematika dapat
menolong guru untuk mengetahui kemampuan siswanya dalam menginterpretasikan
pemahamann yang telah dipelajari, sehingga setelah siswa memahami bagaimana berbicara
dengan bahasa matematika, mereka akan lebih mudah menyampaikan ide dan gagasan
mereka.

2) Pembelajaran Kooperatif
Menurut (Zulhartati, 2012) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
menerapkan pembelajaran pada kelompok-kelompok kecil sehingga dapat mengembangkan
interaksi antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sanjaya dalam Sapitri
(2015) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok belajar.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memiliki banyak jenis,
penelitian ini akan membahas beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang telah Widyastuti
(2010) susun. Pertama, menurut Trianto dalam Prayitno (2012) salah satu pembelajaran
kooperatif yang dapat memberikan keleluasaan siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif
adalah pembelajaran kooperatif tipe Formulate-Share-Listen-Create (FSLC), pembelajaran
tipe ini merupakan modifikasi dari pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS),
yaitu pembelajaran yang dimulai dengan memberikan siswa kesempatan untuk
memformulasikan gagasannya masing-masing, lalu menyampaikan hasil tersebut kepada
rekannya, begitu sebaliknya. Dari proses membagi hasil pemikirannya masing-masing lalu
siswa menulis kembali hasil dari diskusi dengan kelompok. Lalu model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Para siswa dibagi dalam tim
belajar yang terdiri atas kurang lebih empat siswa yang berbeda-beda pada tingkat
kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, siswa
bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota telah menguasai pelajaran.
Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis secara sendiri-sendiri, dan tidak diperbolehkan
untuk saling membantu. Menurut Soppeng, Fahradina (2014) salah satu pembelajaran
kooperatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan komunikasi dan kemandirian belajar siswa melalui berbagai kegiatan adalah
pembelajaran kooperatif tipe Investigasi kelompok. Tipe ini diawali dengan pemecahan soal-
soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan selanjutnya terbuka,
artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada
berbagai teori investigasi. Penggunaan model pembelajaran kooperatif pada dasarnya mengacu
pada keyakinan bahwa belajar adalah ketika siswa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran agar pembelajaran menjadi bermakna, kontekstual dan tidak membosankan.
Lalu yang terakhir adalah model pembelajaran tipe Think, Talk, Write (TTW). Pada
pembelajaran ini, siswa diminta untuk memikirkan suatu strategi dalam menyelesaikan suatu
masalah, lalu menyampaikan gagasan tersebut pada forum dan menulis kembali hasil diskusi
yang didapat. Dengan pembelajaran tipe ini, aktivitas yang dilaksanakan dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam mengomunikasikan ide dan
gagasannya pada kegiatan diskusi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi literatur dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian menggunakan studi literatur yaitu penelitian yang mengambil data dari hasil
membaca, menganalisis dan mengolah hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan komunikasi matematis. Jenis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang digunakan tidak berasal
dari hasil peneliti secara langsung, namun berasal dari hasil penelitian-penelitian yang telah
dilaksanakan sebelumnya tentang penerapan model pembelajaran kooperatif dalam
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Dari hasil pengumpulan dan penganalisisan data, maka akan diperoleh solusi yang
ditawarkan dari masing-masing penelitian. Dalam penelitian terdapat beberapa tahapan.
Pertama, pengumpulan dan identifikasi gagasan yang dilakukan melalui membaca artikel
ilmiah yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan
komunikasi matematis. Lalu, mencari pengetahuan-pengetahuan yang relevan melalu referensi
yang telah dihimpun. Ketiga, pendataan teori dan gagasan. Kemudian, mengolah dan
menyimpulkan hasil temuan dan menulis hasil temuan pada artikel ilmiah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate – Share – Listen – Create (FSLC)
1) Penelitian (Anggraeni, 2013) dalam artikel yang berjudul Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMK Melalui Pendekatan Kontekstual
Dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create. Hasil penelitian tersebut yaitu pencapaian
dan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa yang
memperoleh pendekatan kontekstual dan strategi Formulate-Share-Listen-Create
(FSLC) lebih baik daripada pencapaian dan peningkatan kemampuan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional. Kemampuan komunikasi matematik siswa
yang memperoleh kelas pembelajaran kontektual dan strategi formulate-share-listen-
create (FSLC) mencapai (16,98 dari 24) yang tergolong cukup dan memperoleh
peningkatan (0,68) yang lebih baik daripada pencapaian (14,28 dari 24) dan peningkatan
(0,49) siswa pada kelas konvensional yang tergolong kurang.
2) Penelitian (Prayitno, Rochmad, & Mulyono, 2012) dalam artikel yang berjudul
Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate Share Listen And Create Bernuansa
Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis. Hasil
penelitian tersebut yaitu model pembelajaran kooperatif tipe FSLC bernuansa
konstruktivisme pada materi turunan fungsi kelas XI IPS secara praktis dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis berdasarkan respon positif siswa,
respon positif guru dan kemampuan pengelolaan pembelajaran yang baik. Hasil olah
data diperoleh kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen telah
melampaui ketuntasan secara klasikal yaitu dengan 70 sebagai KKM dan proporsi
sebesar 70%. Uji perbedaan dilakukan untuk membandingkan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh hasil nilai rata-rata ketuntasan yang berbeda dengan nilai rata-rata pada kelas
eksperimen 78,46 dan kelas kontrol 72,32. Berarti kelas eksperimen mempunyai nilai
rata-rata kemampuan komunikasi matematis lebih tinggi dari pada kelas kontrol.
3) Penelitian (Hidayati, Asikin, & Sugiman, 2014) dalam artikel yang berjudul Keefektifan
Model FSLC dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa. Hasil penelitian tersebut yaitu rata-rata kemampuan komunikasi
matematis siswa di kelas eksperimen yang menggunakan model FSLC dengan
pendekatan kontekstual lebih dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa di
kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori yang berpusat pada guru.
Rata-rata nilai tes kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang mendapatkan
model pembelajaran kooperatif tipe FSLC dengan pendekatan kontekstual sebesar 81,16
lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran ekspositori sebesar 73,83.
Berdasarkan hasil dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran
kooperatif tipe Formulate – Share – Listen – Create (FSLC) dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)


1) Dalam artikel yang berjudul Keefektifan Cooperative Learning STAD dan GI Ditinjau
dari Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis oleh (Sapitri & Hartono,
2015). Dari penelitian tersebut didapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
GI keduanya efektif, tidak terdapat perbedaan keefektifan diantara keduanya ditinjau dari
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi matematis siswa pada
pembelajaran himpunan di kelas VII. Sehingga model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat digunakan juga untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa. Kriteria ketuntasan kemampuan komunikasi matematis dengan KKM disebabkan
karena kemampuan komunikasi matematis merupakan bagian dari prestasi belajar siswa,
dimana prestasi belajar matematika siswa diukur dengan standar nilai KKM. Kelas yang
menggunakan model STAD memiliki nilai di atas rata-rata KKM (65) rata-rata yaitu
72,01.
2) Dalam artikel yang berjudul Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis
Matematis Melalui Model Kooperatif STAD dan MURDER oleh (Nuryanti, 2016). Dari
hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan N-Gain antara kelas STAD dengan
MURDER tidak signifikan (p= 0,405 p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang signifikan
antara siswa yang belajar dengan model kooperatif STAD dan siswa yang belajar dengan
model kooperatif MURDER. Tetapi kedua tipe model pembelajaran kooperatif tersebut
sama-sama dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
3) Dalam artikel yang berjudul Keefektifan CTL Menggunakan Model STAD dan GI
Ditinjau dari Prestasi, Komunikasi, dan Sikap terhadap Matematika oleh (Yunianto,
2014). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan CTL
menggunakan model STAD tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar dan komunikasi
matematis, akan tetapi efektif jika ditinjau dari sikap terhadap matematika; dan tidak
terdapat perbedaan keefektifan yang signifikan antara pembelajaran dengan pendekatan
CTL menggunakan model STAD dan GI ditinjau dari prestasi belajar, komunikasi
matematis, dan sikap terhadap matematika siswa. Walaupun prestasi dan komunikasi
tidak efektif secara statistik, apabila dilihat secara deskriptif, nilai rata-rata posttest
prestasi dan komunikasi matematis kelas CTL yang menggunakan model STAD telah
mencapai KKM (60), yaitu berturut-turut untuk kelas STAD adalah 60,1 dan 60,8. Skor
yang dicapai tersebut hendaknya dapat ditingkatkan lagi dengan mempertimbangkan
hambatan-hambatan yang telah ditemui.
Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) / Investigasi Kelompok


1) Dalam artikel yang berjudul Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan
Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok
oleh (Fahradina, 2014). Dari pengolahan data menggunakan Anava dua jalur dengan
taraf signifikan α = 0,05 diperoleh P-Value (sig) untuk pembelajaran yaitu 0.000 < 0,05
sehingga diperoleh kesimpulan H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaraan
dengan model investigasi kelompok lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau secara
keseluruhan.
2) Dalam artikel yang berjudul Keefektifan Cooperative Learning STAD dan GI Ditinjau
dari Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis oleh (Sapitri & Hartono,
2015). Dari penelitian tersebut didapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
GI keduanya efektif, tidak terdapat perbedaan keefektifan diantara keduanya ditinjau dari
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi matematis siswa pada
pembelajaran himpunan di kelas VII. Sehingga model pembelajaran kooperatif tipe GI
dapat digunakan juga untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kriteria ketuntasan kemampuan komunikasi matematis dengan KKM disebabkan karena
kemampuan komunikasi matematis merupakan bagian dari prestasi belajar siswa,
dimana prestasi belajar matematika siswa diukur dengan standar nilai KKM. Kelas yang
menggunakan model GI memiliki nilai di atas rata-rata KKM (65) yaitu 75,64.
3) Dalam artikel yang berjudul Keefektifan CTL Menggunakan Model STAD dan GI
Ditinjau dari Prestasi, Komunikasi, dan Sikap terhadap Matematika oleh (Yunianto,
2014). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan CTL
menggunakan model GI tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar dan komunikasi
matematis, akan tetapi efektif jika ditinjau dari sikap terhadap matematika; dan tidak
terdapat perbedaan keefektifan yang signifikan antara pembelajaran dengan pendekatan
CTL menggunakan model STAD dan GI ditinjau dari prestasi belajar, komunikasi
matematis, dan sikap terhadap matematika siswa. Walaupun prestasi dan komunikasi
tidak efektif secara statistik, apabila dilihat secara deskriptif, nilai rata-rata posttest
prestasi dan komunikasi matematis kelas CTL yang menggunakan model GI telah
mencapai KKM (60), yaitu berturut-turut untuk kelas GI adalah 61,2 dan 63,0. Skor yang
dicapai tersebut hendaknya dapat ditingkatkan lagi dengan mempertimbangkan
hambatan-hambatan yang telah ditemui.
Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation (GI) / Investigasi Kelompok dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW)


1) Dalam artikel yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) oleh (Elida,
2012). Dari artikel tersebut didapat bahwa deskripsi perbandingan peningkatan
kemampuan komunikasi matematik siswa secara keseluruhan berdasarkan jenis
pendekatan pembelajaran (TTW dan Konvensional) adalah rerata 0,64 > 0,47; standar
deviasi 0,16 > 0,14; Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan TTW lebih baik
daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional.
2) Dalam artikel yang berjudul Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui
Model Think Talk Write (TTW) di Kelas VII SMP Negeri 1 Manyar Gresik oleh (Hadi,
2012). Hasil dari penelitiannya yaitu pembelajaran TTW lebih baik daripada
pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematika
siswa SMP Negeri 1 Manyar. Hal tersebut dikarenakan model TTW memberikan
peluang kepada siswa berpikir melalui bahan bacaan matematika yang selanjutnya
mengkomunikasikan hasil bacaannya dengan presentasi dan diskusi.
3) Dalam artikel yang berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW
Ditinjau Dari Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis oleh (Wardani,
Asnawati, & Sutiarso, 2015). Dari artikel tersebut didapat bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TTW kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Karena berdasarkan hasil tes kemampuan akhir, diperoleh 16 siswa
dari kelas TTW mendapat nilai ≥ 65. Hasil perhitungan uji hipotesis kedua menunjukkan
𝑧ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔<𝑧𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, yang artinya hipotesis nol diterima. Hal ini menunjukkan proporsi
siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik akibat model
pembelajaran kooperatif tipe TTW tidak mencapai 60%. Namun kelas TTW memiliki
kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik daripada kemampuan komunikasi
kelas konvensional. Hal ini dapat ditinjau dari data kemampuan komunikasi matematis
akhir, rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis akhir siswa kelas TTW (22,005)
lebih tinggi daripada rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis akhir siswa kelas
konvensional (20,360). Salah satu penyebabnya yaitu siswa pada kelas TTW terbiasa
untuk aktif berdiskusi dan juga mengerjakan lembar kerja yang menggiring siswa untuk
dapat mengomunikasikan gagasannya yang kemudian disampaikan pada teman
sekelompok dan teman sekelas melalui presentasi. Dengan adanya diskusi dan presentasi
maka akan muncul banyak ide sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa akan
berkembang.
4) Dalam artikel prosiding seminar nasional yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran
Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Penalaran
Matematis oleh (Sugandi, 2011). Dari artikel tersebut didapat bahwa pembelajaran
Kooperatif tipe Thik Talk Write memberikan pengaruh besar (36,38) dibandingkan
dengan pengaruh pembelajaran konvensional (27,90) terhadap kemampuan komunikasi.
Berdasarkan hasil dari keempat penelitian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Maka peneliti merekomendasikan penerapan model
pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan proses pembelajaran yang dikontrol oleh guru sehingga proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D. (2013). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematik


Siswa Smk Melalui Pendekatan Kontekstual Dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create
(Fslc). Infinity Journal, 2(1), 1. https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.20
Elida, N. (2012). Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa sekolah menengah
pertama melalui pembelajaran Think-Talk-Write (TTW). Infinity Journal, 1(2), 178–185.
Fahradina, N. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Kemandirian
Belajar Siswa Smp Dengan Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Didaktik
Matematika, 1(2), 54–64. https://doi.org/10.24815/jdm.v1i2.2061
Hadi, S. (2012). Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Model Think-Talk-
Write (TTW) di Kelas VII SMP Negeri 1 Manyar Gresik. Journal EDUMAT Edisi
Kedua, 1, 28–35.
Haji, S., & Abdullah, M. I. (2016). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Melalui
Pembelajaran Matematika Realistik. Infinity Journal, 5(1), 42–49.
Hidayati, I., ASIKIN, M., & Sugiman, S. (2014). KEEFEKTIFAN MODEL FSLC DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KOMUIKASI MATEMATIS SISWA.
Unnes Journal of Mathematics Education, 3(2).
Nuryanti, M. (2016). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Matematis
Melalui Model Kooperatif Stad Dan Murder. Jurnal Pengajaran MIPA, 21(1), 9–13.
Pratiwi, D. D. (2015). Analisis kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah
matematika sesuai dengan gaya kognitif dan gender. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan
Matematika, 6(2), 131–142.
Prayitno, A. T., Rochmad, & Mulyono. (2012). Pembelajaran Kooperatif Tipe Formulate
Share Listen and Create Bernuansa Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis. Lembaran Ilmu Kependidikan, 41(1).
Sapitri. (2015). Jurnal riset pendidikan matematika. 2(November), 273–283.
Sapitri, S., & Hartono, H. (2015). Keefektifan Cooperative Learning STAD dan GI Ditinjau
Dari Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis. Jurnal Riset Pendidikan
Matematika, 2(2), 273. https://doi.org/10.21831/jrpm.v2i2.7346
Sari, D. M. (2017). ANALYSIS OF STUDENTS’MATHEMATICAL COMMUNICATION
ABILITY BY USING COOPERATIVE LEARNING TALKING STICK TYPE. Infinity
Journal, 6(2), 183–194.
Sugandi, A. I. (2011). Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write
Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis. Prosiding Seminar
Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika.
Supriadi, N. (2015). Pembelajaran Geometri Berbasis Geogebra Sebagai Upaya Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Matematis. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 6(2), 99–
109.
Wardani, W. K., Asnawati, R., & Sutiarso, S. (2015). Efektivitas Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TTW Ditinjau Dari Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis.
Jurnal Pendidikan Matematika Unila, 3(2).
Widyastuti, E. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi
Matematis Siswa Dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Eri
Widyastuti 1. 1–14.
Yuliani, A. (2015). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Pada Mahasiswa
Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Infinity Journal, 4(1), 01.
https://doi.org/10.22460/infinity.v4i1.66
Yunianto, R. (2014). Keefektifan CTL Menggunakan Model STAD dan GI Ditinjau dari
Prestasi, Komunikasi, dan Sikap terhadap Matematika. Pythagoras: Jurnal Pendidikan
Matematika, 9(1), 31–44. https://doi.org/10.21831/pg.v9i1.9061
Zulhartati, S. (2012). Pembelajaran kooperatif model STAD pada mata pelajaran IPS. Guru
Membangun, 26(2).

Anda mungkin juga menyukai