PENDAHULUAN
1
budaya. Komunikasi dimaknai sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim
pesan kepada penerima pesan melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu.
Matematika adalah bahasa simbol di mana setiap orang yang belajar
matematika dituntut untuk mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa simbol tersebut. Kemampuan komunikasi matematis akan
membuat seseorang bisa memanfaatkan matematika untuk kepentingan diri
sendiri maupun orang lain, sehingga akan meningkatkan sikap positif terhadap
matematika baik dari dalam diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Sumarmo (2000), pengembangan bahasa dan simbol dalam
matematika bertujuan untuk mengkomunikasikan matematika sehingga siswa
dapat: (1) merefleksikan dan menjelaskan pemikiran siswa mengenai idea dan
hubungan matematika; (2) memformulasikan definisi matematika dan generalisasi
melalui metode penemuan; (3) menyatakan idea matematika secara lisan dan
tulisan; (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman; (5) mengklarifikasi
dan memperluas pertanyaan terhadap matematika yang dipelajarinya; (6)
menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematika dan peranannya dalam
pengembangan ide matematika.
Dalam NCTM (2000), dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu bagian
esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi ini merupakan
salah satu dari lima standar proses yang ditekankan dalam NCTM (2000), yaitu
pemecahan masalah (problemsolving), penalaran dan bukti (reasoningandproof),
komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi
(representation). Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam
pembelajaran matematika. Melalui komunikasi, siswa dapat menyampaikan ide-
idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya.
2
3. Apa indikator dalam kemampuan komunikasi matematika dan
karakteristik dari sikap matematika?
4. Bagaimana bentuk soal yang menunjukkan adanya komunikasi
matematika?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
siswa dapat menjelaskan masalah dengan memberikan argumen terhadap
permasalahan matematika yang diberikan.
Salah satu tujuan pendidikan matematika adalah pembentukan sikap siswa.
Olehnya itu, sudah sepatutnya dalam proses pembelajaran matematika perlu
diperhatikan sikap siswa terhadap matematika karena sikap adalah suatu
komponen yang sangat mempengaruhi keberhasilan program pembelajaran
matematika. Matematika dapat diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak
yang penalarannya dilakukan dengan cara deduktif aksiomatik. Sikap merupakan
suatu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu, konsep,
kumpulan ide atau kelompok individu. Hal ini dapat disikapi oleh siswa secara
berbeda- beda, mungkin menerima dengan baik atau sebaliknya. Dengan
demikian, sikap siswa terhadap matematika adalah kecenderungan untuk
menerima atau menolak matematika
Sikap sering disebut juga sebagai tingkah laku, respon, ataupun keyakinan
seseorang terhadap suatu objek yang disebabkan oleh adanya stimulus atau
rangsangan dari objek lain. Seperti yang dikemukakan Arifin (2012: 10) bahwa
sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan
cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa
orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu.
Menurut Whittaker (1965: 157), sikap adalah suatu kecenderungan atau
kesiapan seseorang memberikan respon dalam bentuk perilaku tertentu terhadap
suatu stimulus (rangsangan) yang diberikan. Gagne dan Briggs (1978: 85)
berpendapat bahwa sikap adalah suatu keadaan internal seseorang yang
mempengaruhi tingkah lakunya terhadap suatu objek, sesama, atau kejadian
disekitarnya. Definisi lain dikemukakan oleh Fisbhein dan Ajzen (1975: 8) yang
menyatakan sikap dikatakan sebagai variabel dasar yang dapat berfungsi
memberikan petunjuk bagi perubahan tingkah laku seseorang. Alport (1995: 72
menyatakan sikap adalah kesiapan mental dan sebagian syaraf yang diorganisir
berdasarkan pengalaman secara langsung atau respon individu kepada semua
objek atau situasi yang berhubungan dan mempengaruhinya. Pendapat senada
dikemukakan oleh Vaughan dan Hogg (1995: 72) yang menyatakan bahwa sikap
merupakan peng‐organisasian yang relatif tetap dari keyakinan, perasaan dan
5
kecenderungan bertindak terhadap objek, group, kejadian atau simbol sosial
yang signifikan. Selanjutnya dikatakan bahwa perasaan dalam sikap secara umum
berkenaan dengan evaluasi (positip atau negatip) tentang seseorang, objek atau
persoalan (issue). Sax (1990: 398) mengartikan sikap sebagai suatu respon secara
terus menerus kepada kelompok tertentu, lembaga, konsep atau objek dengan
dimensi mendukung atau tidak mendukung
2.2. Aspek-aspek Komunikasi Matematika dan sikap matematika
Menurut Baroody dalam Ansari (2012) ada lima aspek komunikasi yaitu
representasi (representing), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi
(discussing) dan menulis (writing).
2.2.1. Representasi
Representasi adalah : (1) bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu
masalah atau ide, (2) translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam symbol
atau kata kata. Misalnya, representasi bentuk perkalian kedalam bentuk symbol
atau kata kata. Representasi dapat membantu anak menjelaskan konsep atau ide,
dan memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan. Selain itu, penggunaan
representasi dapat meningkatkan fleksibilitas dalam menjawab soal soal
matematik.
2.2.2. Mendengar (Listening)
Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu diskusi. Siswa tidak
akan mampu berkomentar dengan baik apabila tidak mampu mengambil inti dari
dari suatu topic diskusi. Siswa sebaiknya mendengar dengan hati hati manakala
ada pertanyaan dan komentar dari temannya. Pirie menyebutkan komunikasi
memerlukan pendengar dan pembicara. Baroody (Ansari, 2012) mengatakan
mendengar secara hati hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga
dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih lengkap pengetahuan matematika
dan mengatur strategi jawaban yang lebih efektif. Pentingnya mendengar secara
kritis juga dapat mendorong siswa berpikir tentang jawaban pertanyaan sambil
mendengar.
2.2.3. Membaca (Reading)
Reading adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari
jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang telah disusun. Guru perlu menyuruh
6
siswa membaca secara aktif untuk menjawab pertanyaan yang telah disusun.
Membaca aktif berarti juga membaca membaca yang difokuskan pada paragraph
paragraph yang diperkirakan mengandung jawaban relevan dengan pertanayaan
tadi. Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan dibangun atau dikonstruksi
secara aktif oleh siswa sendiri. Pengetahuan atau konsep konsep yang terdapat
dalam buku teks atau modul tidak dapat dipindahkan kepada siswa, melainkan
mereka bangun sendiri lewat membaca.
Pembaca yang baik terllihat aktif dengan teks bacaan dengan cara : (a)
membangun pengetahuan dalam pikiran mereka berdasarkan apa yang telah
mereka ketahui, (b) menggunakan strategi untuk memahami teks bacaan dan
mengorganisasikannya dalam bentuk visual berupa bagian diagram, atau outline,
(c) memonitor, merencanakan, dan mengatur pembentukan makna, (d)
membangun penafsiran atau pemahaman teks bacaan yang bermakna dalam
memori jangka pendek, dan (e) menggunakan strategi dan pengetahuan yang
sudah ada yang digali dalam memori jangka panjang.
Guthric (Ansari, 2012) mengembangkan suatu model untuk membantu
pembaca agar dapat mencari informasi yang diperlukan dalam suatu teks atau
dokumen. Model tersebut memuat lima langkah, yaotu : (1) merumuskan tujuan
bahwa penelusuran suatu teks untuk menemukan sesuatu, (2) menentukan
bagaimana informasi yang terdapat dalam suatu dokumen dapat ditemukan
dengan cara yang mudah, (3) menyarikan informasi yang ditemukan dalam teks,
(4) mengintegrasikan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya. Jika langkah
ini tidak memuaskan tujuan, maka pembaca (5) kembali ke langkah (2 dan
mencobanya lagi. Kelima langkah tersebut berkelanjutan sampai tujuan dipenuhi.
2.2.4. Diskusi (Discussing)
Ada kalanya siswa mampu melakukan matematik, namun tidak mampu
menjelaskan apa yang ditulisnya. Untuk itu diskusi perlu dilatihkan. Siswa
mampu dalam suati diskusi apabila mempunyai kemampuan membaca,
mendengar, dan keberanian memadai. Diskusi merupakan sarana untuk
mengungkapkan dan mereleksikan pikiran siswa. Gokhale menyatakan aktivitas
siswa dalam diskusi tidak hanya meningkatkan cara berpikir kritis. Baroody
(Ansari, 2012) mengemukakan mendiskusikan suati ide adalah cara yang baik
7
bagi siswa untuk gap, ketidak konsistenan, atau suatu keberhasilan kemurnian
berpikir. Diskusi dapat mengunungkan pendengar yang baik, karena memberikan
wawasan beru baginya. Selanjutnya Baroody (dalam Ansari:2012) menguraikan
beberapa kelebihan dari diskusi kelas, yaitu antara lain : (1) dapat mempercepat
pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi, (2)
membantu siswa mengkonstruk pemahaman matematik, (3) menginformasikan
bahwa para ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri sendiri,
tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim, dan (4) membantu
siswa menganalisis dan memecakhan masalah secara bijaksana.
Killen (Ansari, 2012) memberikan suatu langkah yang dinamis agar
suasana diskusi dapat berlangsung nyaman dan lebih bermakna yaitu : (1)
menetapkan siswa dalam suatu grup, (2) memberikan penjelasan pada siswa
tujuan yang hendak dicapai, dan memberikan pengarahan tugas tugas yang setiap
anggota grup harus memahaminya, (3) menjelaskan bagaimana cara menilai siswa
secara individual, (4) mengelilingi kelas untuk member bantuan kepada siswa
yang memerlukan, dan (5) menilai prestasi siswa serta membantu mereka
bagaimana sebaiknya berkolaborasi satu dengan yang lain.
2.2.5. Menulis (Writing)
Menulis adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk
mengungkakan dan merefleksikan pikiran . Rose (Ansari, 2012) menyatakan
bahwa menulis dipandang sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas
kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir karena melalui berpikir,
siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif.
Manzo (Ansari, 2012) mengatakan menulis dapat meningkatkan taraf berpikir
siswa kea rah yang lebih tinggi (higher-order-thinking). Corwin (Ansari, 2012)
melukiskan empat fase pendekatan proses dalam menulis yaitu : (1) fase
perencanaan (prewriting). Dalam fase ini, siswa mengunakan bermacam macam
curah pendapat (brainstorming) dan mendiskusikan teknik untuk menggali berbagi
kemungkinan topic yang datang dari pengalaman siswa sendiri. (2) fase menulis
(follows the planning). Dalam fase ini, siswa menulis secara actual yang disebut
dengan “discovery draft”. Draf ini diperlakukan sebagai suatu gambaran dari
materi tulisan yang akan dibentuk. (3) revisio. Dalam fase ini, siswa bekerja
8
bersama sama dalam satu grup untuk merevisi draf. Yang satu membaca keras
keras sdangkan yang lain bertindak sebagai “editor”. (4) Publikasi (Publication
phase). Pada fase ini, siswa menyelesaikan tulisan sehingga menjadi bentuk final,
dan dipublikasikan melalui internet, diperbanyak, atau dimuat dalam surat kabar.
Menurut Baroody (Ansari, 2012) , ada beberapa kegunaan dan
keuntungan dari menulis : (1)Summaries, yaitu siswa disuruh merangkum
pelajaran dalam bahasa mereka sendiri. Kegiatan ini berguna, karena dapat
membantu siswa memfokuskan pada konsep konsep kunci dalam suatu pelajaran,
menilai pemahaman dan memudahkan retensi. (2) Questions, yaitu siswa disuruh
membuat pertanyaan sendiri dalam tulisan. Kegiatan ini berguna membantu siswa
merefleksikan pada focus yang tidak mereka pahami. (3) Explanations, yaitu
siswa disuruh menjelaskan prosedur penyelesaian, dan bagaimana menghindari
suatu kesalahan. Kegiatan ini berguna, karena dapat mempercepat refleksi,
pemahaman dan penggunaan kata kata yang tepat. (4) Definitions, yaotu mereka
disuruh menjelaskan istilah istilah yang muncul dalam bahasa mereka senidri.
Kegiatan ini berguna, karena dapat membantu siswa berpikir tentang makna
istilah dan menjelaskan pemahaman mereka terhadap istilah. (5) Reports, yaitu
siswa disuruh, baik sebagai individu maupun sebagai suatu kelompok, untuk
menulis laporan. Kegiatan ini berguna, karena membantu pemahaman siswa,
bahwa menulis adalah suatu aspek penting dalam matematika untuk menyelidiki
topik topik dan isu isu dalam matematika dan kepribadian.
2.2.6 Komponen sikap matematika
Whittaker (1965: 157) menyatakan bahwa sikap: (1) dapat dipelajari, (2)
lebih dari sekedar pengalaman masa lalu. (3) secara tidak langsung merupakan
suatu hubungan subjek dan objek yang berkaitan dengan kelompok, persoalan,
individu tertentu. (4) dapat diungkap melalui sedikit atau banyak butir (item). (5)
memiliki motif afektif. Tentang komponen sikap, Krech dan Ballachey (1962:
139) menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu: (1) cognitif,
merupakan komponen sikap yang konsisten diperoleh melalui kepercayaan atau
keyakinan individu terhadap objek, (2) Feeling (perasaan), meru‐pakan komponen
sikap yang berhubungan dengan keterkaitan emosional individu terhadap objek,
9
dan (3) action tendency (kecenderungan bertindak) yang memberikan dorongan
seseorang untuk bertindak.
Secara umum komponen afektif dan kognitif cenderung lebih bersifat
konsisten atau tetap sedangkan komponen konatif cenderung tidak konsisten atau
tidak tetap (Rubin dan McNeil, 1985: 453). Masing‐masing komponen itu
memiliki respon dalam bentuk verbal dan non verbal. Pertama, respon kognitif
verbal merupakan pernyataan mengenai apa yang dipercayai atau diyakini tentang
objek sikap, sedangkan respon kognitif non verbal lebih sulit diungkap karena
informasi tentang sikap yang diberikan bersifat tidak langsung. Kedua, respon
afektif verbal dapat dilihat pada pernyataan verbal perasaan seseorang mengenai
sesuatu,sedangkan respon afektif non verbal berupa bentuk fisik
10
enggan membaca, maka akan berkurang makna tulisannya. Yang lebih baik
adalah, jika seseorang yang gemar membaca dan suka berdiskusi (dialog),
kemudian menuangkannya dalam tulisan, maka akan memantapkan hasil
tulisannya. Oleh karenanya diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari
komunikasi untuk semua level (NCTM, 2000). Sementara itu, kemampuan
membaca dalam topic topic tertentu dan kemudian mengelaborasi topic topic
tersebut dan menyimpulkannya merupakan aspek penting untuk melihat
keberhasilan berpikir siswa.
Menurut Dahar (Herdian, 2010) bila kepada siswa siswa yang baik diberi
tugas mrmbaca mereka akan melakukan elaborasi (pengembangan) apa yang telah
dibaca. Ini berarti mereka memikirkan gagasan, contoh contoh, gambaran mental,
dan konsep konsep lain yang berhubungan. Siswa juga akan mengorganisasi
informasi baru itu. Organisasi merupakan proses pembagian himpunan informasi
menjadi sub sub himpunan informasi dan menentukan hubungan antar sub sub
tersebut. Oleh karena elaborasi dan informasi memperlancar belajar dan
menghafal (recall and retention), maka rasional bila kehadiran kedua bentuk ini
ditingkatkan dalam belajar-mengajar melalui proses membaca. Untuk merangsang
organisasi terhadap informasi, guru dapat memberikan bagan, grafik, atau outline
yang membuat konsep konsep yang dipelajari. Menurut hasil penelitian, bahwa
pengenalan kembali informasi atau struktur teks melalui membaca keras
merupakan alat bantu bagi pemahaman isi teks, dan membuat catatan penting dari
hasil bacaan dapat meningkatkan dasar pengetahuan siswa, bahkan dapat
meningkatkan berpikir dan keterampilan menulis.
11
matematika. Kemampuan berbahasa dibutuhkan untuk mengkomunikasikan ide–
ide matematika ini sebagaimana pendapat Lubienski (Ahmad, 2012), bahwa,
kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada
umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa.).
Menurut Baroody (Ansari, 2012), ada dua alasan penting mengapa
pembelajaran matematik berfokus pada komunikasi, yaitu: (1) mathematics is
essentially a language; matematika lebih hanya sekedar alat bantu berpikir, alat
menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau membuat kesimpulan, matematika
juga adalah alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai
ide dengan jelas, tepat, dan ringkas, dan (2) mathematics and mathematics
learning are, at heart, social activities; sebagai aktivitas sosial dalam
pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, seperti komunikasi antara guru
dan siswa, adalah penting untuk mengembangkan potensi matematika siswa.
Jadi, ada dua jenis komunikasi matematik, yaitu tulisan (non-verbal) dan
lisan (verbal). Ernest (Ahmad, 2012) menjelaskan bahwa: (a) komunikasi
matematik non-verbal menekankan pada interaksi siswa dalam dunia yang kecil
dan penafsiran non-verbal serentak mereka terhadap interaksi lainnya, dan (b)
komunikasi matematik lisan (verbal) menekankan interaksi lisan mereka satu
sama lain dan dengan guru ketika mereka membangun tujuan dengan membuat
pembagian yang sesuai. Kedua jenis komunikasi matematik ini memainkan peran
penting dalam interaksi sosial siswa di kelas matematika. Guru yang
membiasakan siswa mampu mengkomunikasikan ide melalui bahasa lisan dan
tulisan ini dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
siswa sesuai standar komunikasi matematika yang ditetapkan.
Dalam NCTM (2000) disebutkan, standar kemampuan komunikasi
matematik untuk siswa taman kanak-kanak sampai kelas 12 adalah siswa dapat:
a. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika mereka melalui
komunikasi;
b. Mengkomunikasikan pemikiran matematika mereka secara koheren dan jelas
kepada pasangan, guru, dan yang lainnya;
c. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematika dan strategi orang lain;
12
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematika
secara tepat.
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, NCTM
(2000) menyarankan agar guru mengidentifikasi dan menggunakan berbagai tugas
yang: berkaitan penting dengan ide-ide matematika; dapat diperoleh dengan
berbagai metode solusi; menyediakan representasi multipel; dan memberikan
siswa kesempatan menginterpretasi, justify, dan konjektur. Dalam melaksanakan
tugas-tugas tersebut, setiap siswa diberi kesempatan untuk berkontribusi
menjelaskan pemikiran matematik dan penalarannya terhadap masalah yang
berkembang di kelas. Keseluruhan kegiatan tersebut merupakan implementasi dari
aspek-aspek komunikasi matematik.
Kemampuan komunikasi matematik siswa dapat dilihat dari
kemampuannya mendiskusikan masalah dan membuat ekspresi matematika secara
tertulis baik gambar, grafik, tabel, model matematika, maupun simbol atau bahasa
sendiri.
Kemampuan komunikasi matematik siswa tersebut dapat diketahui setelah
pemberian skor terhadap kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal
komunikasi matematik. Pemberian skor kemampuan komunikasi matematik siswa
didasarkan pada efektifitas, ketepatan, dan ketelitian siswa dalam menggunakan
bahasa matematika seperti model, simbol, tanda, dan/atau representasi untuk
menjelaskan operasi, konsep, dan proses. Pedoman penskoran tersebut merupakan
modifikasi dari pedoman penskoran Maryland Math Communication Rubric yang
dikeluarkan oleh Maryland State Department of Education (Ahmad, 2012) berupa
holistic scale untuk kelas 8 matematika. Sementara itu, menurut Cai, Lane dan
Jacabscin (Ahmad, 2012), untuk mengungkapkan kemampuan komunikasi
matematik dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti diskusi dan mengerjakan
berbagai bentuk soal, baik pilihan ganda maupun uraian.
2.4.1 Karakter dari sikap matematika
Menurut Katagiri, bahwa sikap matematika meliputi :
1. Mencoba untuk memahami masalah sendiri atau tujuan yang jelas oleh diri
a) Mencoba untuk memiliki pertanyaan
b) Mencoba untuk mempertahankan kesadaran akan permasalahan
13
c) Mencoba untuk menemukan masalah matematika dalam fenomena
14
komunikasi matematika tertulis. Indikator kemampuan komunikasi lisan sebagai
berikut :
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; adapun sub-
sub indikator 1 adalah
a) Siswa mampu mengajukan pertanyaan,
b) Siswa memberikan gagasan
c) Siswa mampu memberikan solusi
d) Siswa mampu menyelesaikan permasalahan
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
matematis secara lisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; adapun sub- sub
indikator 2 adalah
a) Siswa mampu memahami pertanyaan
b) Siswa mampu menjawab pertanyaan
c) Siswa mampu memberikan sanggahan
d) Siswa mampu menemukan solusi
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan
struktur- strukturnya untuk menyajikan ide- ide, menggambarkan hubungan-
hubungan dengan model- model situasi; adapun sub - sub indicator 3 adalah
a) Siswa mampu menyebutkan istilah - istilah matematika
b) Siswa mampu memberikan solusi yang berbeda
c) Siswa mampu menggunakan notasi- notasi matematis
d) Siswa mampu menyimpulkan.
Sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematika tertulis sebagai
berikut :
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide- ide
matematis secara tertulis, maupun dalam bentuk visual lainnya;
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah - istilah, notasi-notasi matematika
dan struktur- strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan
hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
15
Adapun kendala-kendala dalam komunikasi menurut Shadiq, (Zainab,
2011) adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang kurang atau tidak dibiasakan mengemukakan gagasan.Sebagai
guru harus dapat membiasakan/member kesempatan kepada siswa untu dapat
mengemukakan gagasan atau ide-idenya dari soal baik lisan ataupun tulisan,
seperti melalui kegiatan talk dan write.
2. Guru kesulitan dalam membimbing siswa merumuskan suatu konjektur
(dugaan) dari data yang ada.Setiap siswa mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda, oleh karena itu dalam membimbing siswa guru harus
merumuskan konjektur dari data yang ada.
Sementara itu dalam NCTM (2000) dinyatakan bahwa standar
komunikasi matematis adalah penekanan pengajaran matematika pada
kemampuan siswa dalam hal :
1. mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan berfikir matematis (mathematical
thinking) mereka melalui komunikasi;
2. mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren (tersusun
secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain;
3. menganalisis dan mengevaluasi berfikir matematis (mathematical thinking)
dan strategi yang dipakai orang lain;
4. menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika
secara benar.
Pengertian yang lebih luas tentang komunikasi matematis dikemukakan
oleh Romberg dan Chair (Sumarmo, 2000) yaitu: (a) menghubungkan benda
nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi
dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik
dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika; (d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (e)
membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; (f)
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
16
Karakteristik soal yang tergolong dalam penalaran dan komunikasi
Sa’dijah adalah :
1. Soal yang meminta siswa untuk menyajikan suatu pernyataan matematika
baik lisan, tertulis, gambar maupun diagram. Soal-soal yang ditampilkan
setidaknya dapat menggugah siswa untuk menyelesaikan permasalahan
dengan model yang dikembangkan siswa sendiri. Tentu saja penjelasan
dengan gambar dan diagram mutlak diperlukan jika siswa mengalami
kesulitan dalam membahasakan hasil pemikiran siswa.
2. Soal yang meminta siswa untuk menarik kesimpulan, menyusun bukti dan
memberikan alasan terhadap kebenaran solusi. Karakteristik soal ini
menekankan pada bagaimana siswa mengungkapkan alasan terhadap
kebenaran suatu pernyataan. Untuk mengungkapkan kebenaran, siswa bisa
menyusun bukti secara deduktif dan induktif.
3. Soal yang mengharuskan siswa menarik kesimpulan dari suatu pernyataan.
4. Soal yang memungkinkan untuk memeriksa keshahihan suatu argument.
Soal biasanya dimulai dengan menyebutkan jawaban suatu masalah atau
pernyataan yang dibuat salah. Tujuannya untuk memancing ketelitian
siswa dalam mengecek kesahihan suatu argument.
5. Soal yang meminta siswa untuk melakukan manipulasi matematika. soal
pada karakteristik ini memungkinkan siswa untuk melakukan apapun yang
menurut siswa perlu yang dapat membantunya mengingat kembali konsep
yang telah dimengerti.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan siswa
menggunakan matematika sebagai alat komunikasi (bahasa matematika),
dan kemampuan siswa mengkomunikasikan matematika yang dipelajari
sebagai isi pesan yang harus disampaikan (NCTM, 1989).
2. Menurut Baroody dalam Ansari (2012) ada lima aspek komunikasi yaitu
representasi (representing), mendengar (listening), membaca (reading),
diskusi (discussing) dan menulis (writing).
3. Faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi ada beberapa factor
yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematik, antara lain,
pengetahuan prasyarat (prior knowledge), kemampuan membaca, diskusi,
dan menulis serta pemahaman matematik (mathematical knowledge)
4. Adapun indikator kemampuan komunikasi siswa menurut NCTM
(Fachrurazi, 2011) dapat dilihat dari :
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;
b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya;
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah- istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur- strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
5. Sementara itu dalam NCTM (2000) dinyatakan bahwa standar
komunikasi matematis adalah penekanan pengajaran matematika pada
kemampuan siswa dalam hal :
a. mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan berfikir matematis
(mathematical thinking) mereka melalui komunikasi;
18
b. mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren
(tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan
orang lain;
6. Adapun kendala-kendala dalam komunikasi menurut Shadiq, (Zainab,
2011) adalah sebagai berikut:
a. Siswa yang kurang atau tidak dibiasakan mengemukakan
gagasan.Sebagai guru harus dapat membiasakan/member kesempatan
kepada siswa untu dapat mengemukakan gagasan atau ide-idenya dari
soal baik lisan ataupun tulisan, seperti melalui kegiatan talk dan write.
7. Soal berbentuk komunikasi matematika berbentuk eksploratif, transfer,
estimasi, aplikatif dan eloratif.
8. Menurut Whittaker (1965: 157), sikap adalah suatu kecenderungan atau
kesiapan seseorang memberikan respon dalam bentuk perilaku tertentu
terhadap suatu stimulus (rangsangan) yang diberikan. Gagne dan Briggs
(1978: 85) berpendapat bahwa sikap adalah suatu keadaan internal
seseorang yang mempengaruhi tingkah lakunya terhadap suatu objek,
sesama, atau kejadian disekitarnya. Definisi lain dikemukakan oleh
Fisbhein dan Ajzen (1975: 8) yang menyatakan sikap dikatakan sebagai
variabel dasar yang dapat berfungsi memberikan petunjuk bagi perubahan
tingkah laku seseorang.
9. Menurut Katagiri, bahwa sikap matematika meliputi :
1. Mencoba untuk memahami masalah sendiri atau tujuan yang jelas oleh diri
a) Mencoba untuk memiliki pertanyaan
b) Mencoba untuk mempertahankan kesadaran akan permasalahan
c) Mencoba untuk menemukan masalah matematika dalam fenomena
2. Mencoba untuk mengambil tindakan logis
a) Mencoba untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan
b) Mencoba untuk membangun perspektif
c) Mencoba untuk berpikir berdasarkan data yang dapat dimanfaatkan, yang telah
dipelajari sebelumnya, dan membuat tanggapan atau asumsi
3. Mencoba untuk mengekspresikan hal-hal secara jelas dan ringkas
19
a) Mencoba untuk merekam dan mengkomunikasikan masalah serta
menghasilkannya secara jelas dan ringkas.
b) Mencoba untuk memilah dan mengorganisasikan objek ketika
mengekspresikan atau mengkomunikasikannya
4. Mencoba untuk mencari hal-hal yang lebih baik
a) Mencoba untuk menaikkan pemikiran dari tingkat konkrit ke tingkat abstrak
b) Mencoba untuk mengevaluasi berpikir baik secara obyektif dan subyektif.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematika dan sikap matematika. . 4
1.2 Aspek-Aspek Komunikasi Matematika dan komponen sikap matematika. 5
1.2.1 Representatif.................................................................................... 5
1.2.2 Mendengar (listening)...................................................................... 5
1.2.3 Membaca (reading).......................................................................... 5
1.2.4 Diskusi (discussing)......................................................................... 6
1.2.5 Menulis (writing)............................................................................. 7
1.3 Faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi dan karakter sikap
matematika................................................................................................... 9
1.3.1 Pengetahuan prasyarat..................................................................... 9
1.3.2 Kemampuan membaca, diskusi dan menulis................................... 9
1.4 Bentuk Komunikasi Matematis...................................................................
.....................................................................................................................
10
1.5 Indikator Kemampuan Komunikasi.............................................................
.....................................................................................................................
12
1.6 Bentuk Soal Komunikasi Matematika.........................................................
.....................................................................................................................
14
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................
.....................................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA
TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA
“Komunikasi Matematika dan Sikap matematika”
Disusun Oleh :
Kelompok 5
YOGA FEBRIAN SYAHPUTRA (20051047)
SRI AINI HARTATI (20051013)
HARISYANTO SINAGA (20051021)
Kelas : VI A
23
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ASAHAN
2023
24
KATA PENGANTAR
Penulis
1