Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas jika
dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Karena itu kegiatan belajar dan
mengajar matematika tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang lain, karena
peserta didik yang belajar matematika itupun berbeda-beda pula kemampuannya,
maka kegiatan belajar mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan
kemampuan yang belajar.
Pelajaran matematika diberikan di setiap jenjang pendidikan dengan bobot yang
kuat, menunjukkan bahwa matematika adalah salah satu pelajaran yang
mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam kondisi tersebut, seharusnya hasil
belajar matematika peserta didik menunjukkan hasil yang cukup baik, akan tetapi
hal tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di lapangan.
Ada banyak faktor yang mengakibatkan hasil belajar peserta didik rendah,
diantaranya perilaku-perilaku negatif siswa dalam belajar matematika yang
memungkinkan siswa tidak bergairah dalam belajar matematika. Kegiatan
pembelajaran di sekolah biasanya hanya menekankan pada transformasi informasi
faktual, guru cenderung menuliskan definisi atau teorema beserta buktinya di
papan tulis dilanjutkan contoh penerapan teorema tersebut dalam penyelesaian
soal, siswa mencatat apa yang dijelaskan guru dan contoh penyelesaian soal yang
ditulis. Selain itu, guru menuliskan soal-soal di papan tulis dan siswa diminta
mengerjakan, serta guru meminta siswa untuk menuliskan hasil pekerjaannya di
papan tulis.
Perbaikan hasil pembelajaran matematika perlu dilakukan melalui perbaikan
kondisi yang mendukung peningkatan kecerdasan/kemampuan peserta didik,
2

perubahan sikap siswa terhadap matematika serta kemampuan dan kemauan guru
dalam mengubah paradigma pendidikan. Tujuan pembelajaran matematika harus
dipahami dengan baik oleh guru sebagai agar proses pembelajaran sesuai dengan
apa yang diharapkan. Menurut Syaban “tujuan yang ingin dicapai pada
pembelajaran matematika yaitu (1) kemampuan pemecahan masalah (problem
solving); (2) kemampuan berargumentasi (reasonning); (3) Kemampuan
berkomunikasi (communication); (4) Kemampuan membuat koneksi (connection)
dan (5) Kemampuan representasi (representation)”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai
berikut:
 Apakah yang dimaksud dengan ide-ide matematika dalam komunikasi
matematika dan sikap matematika?
 Bagaimana sikap dalam menyelesaikan masalah matematika?
 Apakah yang dimaksud dengan kompetensi dasar?
 Apakah yang dimaksud dengan indikator?

C. Tujuan
 Untuk mengetahui ide-ide matematika dalam komunikasi matematika dan
sikap matematika.
 Untuk mengetahui sikap dalam menyelesaikan masalah matematika.
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kompetensi dasar
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan indikator
3

D. Manfaat
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat memahami
komunikasi matematika dan sikap matematika meliputi pengertian ide-ide
matematika, sikap dalam menyelesaikan masalah matematika, kompetensi dasar
dan indikator.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ide – ide Matematika dalam Komunikasi Matematika dan Sikap Matematika


Menurut Artmanda W. dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia dan Kamus
bahasa Indonesia online secara terminology, komunikasi berarti pengiriman dan
penerimaan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud
dapat dipahami; hubungan; kontak. Komunikasi adalah cara untuk berbagi
(sharing) ide, gagasan dan mengklarifikasi pemahaman kepada sesama. Dari
beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian suatu informasi dari satu orang ke orang lain sehingga mereka
mempunyai makna yang sama terhadap informasi tersebut.
Berkomunikasi diperlukan alat berupa Bahasa. Matematika adalah salah
satu alat bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Matematika merupakan
bahasa yang universal dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat
dipahami oleh setiap orang di dunia ini, misalnya dalam matematika menyatakan
jumlah menggunakan lambang ∑ (dibaca sigma). Menurut Barton , ide-ide
matematika yang akan dikomunikasikan harus sistematis, sehingga matematika
dihasilkan. Hal ini yang menyebabkan mengapa matematika dan bahasa harus
berkembang bersama.
Secara umum, bahasa matematika menggunakan empat kategori simbol:
simbol-simbol untuk gagasan (bilangan dan elemen-elemen), simbol-simbol untuk
relasi (yang mengindikasikan bagaimana gagasan-gagasan dihubungkan atau
berkaitan satu sama lain), simbol-simbol untuk operasi (yang mengindikasikan apa
yang dilakukan dengan gagasan-gagasan ), dan simbol-simbol untuk tanda baca
(yang mengindikasikan urutan di mana matematika itu diselesaikan).
5

Komunikasi matematika menurut NCTM adalah kemampuan siswa dalam


menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan
siswa mengkonstruksikan dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara
grafis, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan
siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri .
Melalui komunikasi, ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai
perspektif; cara berfikir siswa dapat dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat
diukur; pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; pengetahuan
matematika dan pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan; dan komunikasi
matematika dapat dibentuk. Sesuai dengan tingkatan atau jenjang pendidikan maka
tingkat kemampuan komunikasi matematika menjadi beragam. Komunikasi
matematis sangat penting karena matematika tidak hanya menjadi alat berfikir
yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan
menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran,
ide dan gagasan secara jelas, tepat dan singkat.
Menurut ILOs-The Intended Learning Outcomes, komunikasi matematika
adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan
mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan
lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan.

B. Sikap dalam Menyelesaikan Masalah Matematika


Pemecahan masalah dapat dianggap sebagai metode pembelajaran dimana
siswa berlatih memecahkan persoalan. Persoalan tersebut dapat datang dari guru,
suatu fenomena atau persoalan sehari-hari yang dijumpai siswa. Pemecahan
masalah mengacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif
untuk mengenali masalah dan mencari alternatif pemecahannya. Salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah matematika adalah
sikap pada matematika.
6

Menurut Juter dalam Jurnal Elfiadi (20l6: 159) “students with positive
attitudes perform better in solving problems” sikap positif siswa terhadap
matematika mempengaruhi kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
matematika dengan sukses”. Faktor lain yang ikut mempengaruhi kemampuan
memecahkan masalah matematika adalah berkaitan dengan kemampuan mengatur
diri.
Kemampuan mengatur diri disebut juga dengan istilah regulasi diri (self
regulation) mempunyai dampak pada siswa untuk mencapai tujuan
pembelajarannya. Zimmerman dalam Jurnal Elfiadi (2016: 159) mengatakan
bahwa “self-regulated learning as constitutive of success in learning, problem
solving, transfer, and academic success in general” regulasi diri dalam belajar
sebagai dasar kesuksesan belajar, pemecahan masalah dan kesuksesan akademis
secara umum. Selain itu, regulasi diri juga merupakan salah satu faktor penting
dalam membentuk sikap siswa pada matematika. Hal ini sebagaimana pendapat
Boekaerts bahwa “students with good self regulation achieve higher in school,
have a more positive attitude towards learning, show a higher trust in their
abilities, and have more efficient learning and motivational strategies” siswa
dengan regulasi diri yang baik mencapai lebih tinggi di sekolah, memiliki sikap
yang lebih positif terhadap pembelajaran, menunjukkan kepercayaan yang lebih
tinggi dalam kemampuan mereka, dan belajar lebih efisien dengan banyak strategi
dan motivasi.
Pemecahan masalah merupakan salah satu jenis kemampuan pengolahan
kognitif yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Menurut Robbins
dalam Jurnal Elfiadi (2016: 159) “ability refers to an individual’s capacity to
perform the various tasks in job, intellectual abilities are those needed to perform
mental activities” kemampuan mengacu pada kapasitas individu untuk melakukan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, kemampuan juga sebagai suatu daya untuk
melakukan aktivitas mental yang berupa pembawaan dan hasil latihan. Berkaitan
dengan kemampuan pemecahan masalah, Santrock dalam Jurnal Elfiadi (2016:
7

159) mengatakan bahwa “pemecahan masalah adalah mencari cara yang tepat
untuk mencapai suatu tujuan”.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah
matematika merupakan suatu kemampuan individu untuk menemukan solusi atau
pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi matematika yang dilakukan
melalui suatu proses dan tahapan tertentu.
a. Regulasi Diri
Regulasi diri (self regulation) diartikan sebagai proses dimana
seseorang dapat mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri. Shonkoff dan
Phillips dalam Jurnal Elfiadi (2016: 160) mengatakan “self-regulation as a
child’s ability to gain control of bodily functions, manage powerful emotions,
and maintain focus and attention” regulasi diri sebagai kemampuan seorang
anak untuk mendapatkan kontrol fungsi tubuh, mengelola emosi kuat, dan
mempertahankan fokus dan perhatian. Menurut Esther dan Henk (dalam
Baumiester dalam Jurnal Elfiadi (2016: 160) “the term self regulation often
refers to the exertion of control the self by the self whice involves altering the
way in individual feels, thinks, or behaves in order to persue short or long term
interest”. Istilah regulasi diri sering kali mengacu pada penggunaan suatu
kontrol diri oleh diri sendiri yang mengakibatkan perubahan pada seseorang
dengan melibatkan perasaan, berpikir atau perilaku dalam diri yang
diperintahkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya
Menurut Santrock dalam Jurnal Elfiadi (2016: 161), “self regulatory learning
the self generation and self monitoring of thoughts, feelings, and behaviors in
order to reach a goal” regulasi diri dalam belajar merupakan pembangkitan
diri dan pemantauan diri dari pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai
tujuan.
Regulasi diri bagi seorang anak merupakan hal yang sangat penting
dalam melakukan berbagai kegiatan. Pengendalian diri sejak dini sangat
dibutuhkan oleh anak agar memiliki kemampuan dalam mengatur dirinya
8

sendiri serta mampu membuat keputusan sendiri. Menurut Papalia dalam


Jurnal Elfiadi (2016: 161), “pengendalian emosional melibatkan usaha untuk
mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku. Anak-anak dengan pengendalian
diri yang rendah cenderung mudah marah atau frustasi ketika diganggu atau
dicegah untuk melakukan sesuatu yang mereka ingin lakukan. Sedangkan anak
dengan pengendalian diri yang tinggi dapat menahan dorongan untuk
menunjukan emosi negatif pada saat yang tidak tepat”.
Dari beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa regulasi diri adalah
kemampuan siswa untuk mengatur dan mengelola proses belajar, emosi,
pikiran, serta mampu mengatur perilakunya sendiri dalam mencapai suatu
tujuan dan keberhasilan.
b. Sikap Pada Matematika
Sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude”. Menurut Ajzen dalam
Jurnal Elfiadi (2016: 161) “an attitude is a disposition to respond favorably or
unfavorably to an object, person, institution, or event” sikap sebagai suatu
kecenderungan untuk merespon secara baik atau tidak baik terhadap suatu
benda, orang, institusi, atau peristiwa. Pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Littlejohn dalam Jurnal Elfiadi (2016: 162), bahwa “an attitude is a
predisposition to act in a positive or negative way towards some object” sikap
adalah kecenderungan untuk bertindak dengan cara yang positif atau negatif
terhadap beberapa objek. Menurut Aiken dalam Jurnal Elfiadi (2016: 162), “An
attitude is a learned predispositions to respond positively or negatively to a
certain object, situation, institution, or person” As such, it consists of cognitive
(knowledge or intellective), affective (emotional and motivational), and
performance (behavioral or action) components”. Sikap adalah sebuah
kecenderungan belajar untuk merespon secara positif atau negatif terhadap
suatu objek tertentu, situasi, institusi, atau orang. sikap terdiri dari komponen
kognitif (pengetahuan), afektif (emosional dan motivasi), dan kinerja (perilaku
atau tindakan).
9

Selanjutnya menurut Breckler dalam Jurnal Elfiadi (2016: 162), kata


sikap mengacu pada tiga komponen yang berbeda, yaitu: afektif, perilaku, dan
kognitif “the word attitude refers to three different components: affective,
behavioral, and cognitive.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disistesiskan bahwa sikap
merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk merespon secara positif atau
negatif terhadap objek tertentu, yang meliputi komponen kognitif, afektif dan
konatif. Adapun yang menjadi objek disini adalah matematika. Sehingga sikap
pada matematika merupakan suatu kecenderungan siswa untuk merespon
secara positif atau negatif terhadap matematika, yang meliputi komponen
kognitif (kepercayaan siswa pada matematika), afektif (perasaan siswa pada
matematika), dan konatif (kecenderungan siswa bertindak pada matematika).
Pada saat memecahkan masalah, ada beberapa cara atau langkah yang
sering digunakan. Cara yang sering digunakan orang dan sering berhasil pada
proses pemecahan masalah inilah yang disebut dengan strategi pemecahan
masalah. Setiap manusia akan menemui masalah. Karenanya, strategi ini akan
sangat bermanfaat jika dipelajari para siswa agar dapat digunakan dalam
kehidupan nyata mereka. Beberapa strategi yang digunakan adalah :
1. Membuat diagram
Strategi ini terkait dengan pembuatan sket atau gambar corat-coret
mempermudah memahami masalahnya dan mendapat gambaran umum
penyelesaiannya.
2. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi ini terkait dengan penggunaan contoh khusus tertentu pada
masalah tersebut agar mudah dipelajari, sehingga gambaran umum
penyelesaian yang sebenarya dapat ditemukan.
3. Membuat tabel
10

Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan


atau jalan pikiran kita, sehingga segala sesuatunya tidak dibayangkan hanya
oleh otak yang kemampuannya sangat terbatas.
4. Menemukan pola
Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan – keteraturan,
keteraturan tersebut akan memudahkan kita dalam menemukan
penyelesaiannya.
5. Memecah tujuan
Strategi ini terkait dengan pemecahan tujuan yang hendak kita capai
menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan
sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya.
6. Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi ini terkait dengan penggunaan aturan-aturan yang dibuat
sendiri oleh si pelaku selama proses pemecahan masalah sehingga tidak ada
satu alternatif yang terabaikan.
7. Berpikir logis
Strategi ini terkait dengan penggunaan penalaran maupun penarikan
kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
8. Bergerak dari belakang
Dengan strategi ini, kita mulai dengan menganalisis bagaimana cara
mendapatkan tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini, kita bergerak
dari yang diinginkan lalu menyesuaikan dengan yang diketahui.
9. Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang jelas-jelas tidak
mungkin agar diabaikan sehingga perhatian tercurah pada hal-hal masih
mungkin.
10. Mencoba-coba
Strategi ini biasanya digunankan untuk mendapatkan gambaran umum
pemecahan masalah dengan mencoba-coba dari yang diketahui.
11

C. Kompetensi Dasar
Menurut McAshan dalam Wina Sanjaya (2017: 134), kompetensi itu
adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang
dimiliki oleh seorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai
perilaku kognitif, efektif dan psikomotorik. Dari pendapat ini, maka jelas suatu
kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan apresiasi. Artinya, tanpa
pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi tertentu.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Gordon dalam Wina Sanjaya (2017:
134) menjelaskan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi yaitu
sebagai berikut :
1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu pengetahuan seseorang untuk melakukan
sesuatu, misalnya akan dapat melakukan proses berpikir ilmiah untuk
memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan yang memadai
tentang langkah-langkah berfikir ilmiah.
2. Pemahaman (Understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang
dimiliki oleh individu. Misalnya siswa hanya mungkin dapat memecahkan
masalah ekonomi manakala ia memahami konsep-konsep ekonomi.
3. Keterampilan (Skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan tugas yang dibebankan. Misalnya siswa hanya mungkin dapat
melakukan pengamatan tentang mikroorganisme manakala ia memiliki
keterampilan bagaimana cara menggunaka mikroskop sebagai alat.
4. Nilai (Value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam
segala tindakannya. Misalnya standar perilaku siswa dalam melaksanakan
proses berfikir seperti keterbukaan, kejujuran, demokratis, kasih sayang , dan
lain sebagainya.
5. Sikap ( Attitude), yaitu perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang
datang dari luar, misalnya perasaan senang atau tidak senang terrhadap
12

munculnya aturan baru; reaksi terhadap diberlakukannya kurikulum berbasis


kompetensi; dan lain sebagainya.
6. Minat (Interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu
tindakan atau perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari dan memperdalam
materi pelajaran.

Dari uraian diatas, maka kompetensi bukan hanya ada dalam tataran
pengetahuan akan tetapi sebuah kompetensi harus tergambarkan dalam pola
perilaku. Artinya seseorang dikatakan memiliki kompetensi tertentu, apabila ia
bukan hanya sekedar tahu tentang sesuatu itu, akan tetapi bagaimana implikasi dan
implementasi pengetahuan itu dalam pola perilaku atau tindakan yang ia lakukan.
Dengan demikian, maka kompetensi pada dasarnya merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak.

Menurut Amos dan Grace (2017: 202) Kompetensi Dasar adalah


pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk
menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi yang telah
ditetapkan, oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari
standar kompetensi.

Adapun dalam mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana


tercantum pada Standar Isi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan


materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
2. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran.
3. Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata
pelajaran.
13

Pada dasarnya rumusan kompetensi dasar itu ada yang operasional maupun
yang tidak operasional karena setiap kata kerja tindakan yang berada pada
kelompok pemahaman dan juga pengetahuan yang tidak bisa digunakan untuk
rumusan kompetensi dasar. Sehingga langkah-langkah untuk menyusun
kompetensi dasar adalah sebagai berikut:

1. Menjabarkan Kompetensi Dasar yang dimaksud.


2. Tulislah rumusan Kompetensi Dasarnya.
3. Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan
indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu
juga tentukan indikator-indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
4. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya,
apabila belum lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator
lain yang kemungkinan belum teridentifikasi.
5. Tambahkan indikator lain sebelum dan sesudah indikator yang teridentifikasi
sebelumnya dan rubahlah rumusan yang kurang tepat dengan lebih akurat dan
pertimbangkan urutannya.

D. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetisi dasar yang di tandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan,dan keterampilan (Rusman : 497). Indikator pendidikan adalah
ukuran kuantitatif dan kualitatif pendidikan sebagai alat yang di gunakan dalam
mengevaluasi implementasi sistem pendidikan. Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik,mata pelajaran,satuan pendidikan,potensi daerah
dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan dapat diobservasi.
Menurut Amos dan Grace (2017: 203) Sebelum melakukan penyusunan
indikator, maka harus diperhatikan terlebih dahulu komponen-komponen sebagai
berikut :
14

a. Indikator merupakan penjabaran dari KD yang menunjukkan tanda-tanda,


perbuatan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik.
b. Rumusan indicator menggunakan kerja operasional yang terukur atau dapat
diobservasi
c. Indikator digunakan sebagai bahan dasar untuk menyusun alat penilaian.
d. Kata-kata Operasional yang Dijabarkan Dalam Membuat Indikator

Berikut ini urutan cara penyusunan Indikator :


a. Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan
indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu
juga tentukan indikator-indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
b. Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya,
apabila belum lakulanlah analisis lanjut untuk menemukan indikator-indikator
lain yang kemungkinan belum teridentifikasi.
c. Tambahkan indikator lain sebelumnya dan ubahlah rumusan yang kurang tepat
dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutannya.

Menurut Sumarno dalam Afria (2015: 196) indikator yang menunjukkan


kemampuan komunikasi matematika adalah:

1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.


2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan
benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau symbol matematika.
4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

Menurut Rusman (2017: 62), Proses pembelajaran dalam satuan


pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
15

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan


ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas ketercapaian kompentensi lulusan.
Membentuk kompetensi dasar sebagai kegiatan inti implementasi
pembelajaran antara lain mencakup penyampaian informasi tentang bahan belajar
atau materi standar yang telah disiapkan, membahas materi standar untuk
membentuk kompetensi peserta didik, serta melakukan tukar pengalaman dan
pendapat dalam membahas materi standar memecahkan masalah yang dihadapi
bersama. Dalam pembelajaran, peserta didik dibantu oleh guru sebagai fasilator
untuk melibatkan diri dalam membentuk kompetensi, serta mengembangkan dan
memodifikasi kegiatan pembelajaran, apabila kegiatan pembelajaran itu menuntut
adanya pengembangan atau modifikasi.
Membentuk kompetensi dasar sebagai kegiatan inti pembelajaran perlu
dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut
aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
Kegiatan inti pembelajaran atau pembentukan kompetensi dikatakan efektif
apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun
sosialnya.
Kegiatan inti pembelajaran mencakup berbagai langkah yang perlu
ditempuh oleh peserta didik dan guru sebagai fasilator untuk mewujudkan
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Hal ini ditempuh melalui berbagai cara,
bergantung kepada situasi, kondisi dan kebutuhan serta kemampuan peserta didik.
Mengacu pada buku pedoman guru dan pedoman peserta didik pembentukan
kompetensi inti dan kompetensi dasar dapat ditempuh dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
16

a. Berdasarkan kompetensi dasar dan materi standar yang telah dituangkan dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), guru menjelaskan kompetensi
minimal yang harus dicapai peserta didik, cara belajar kelompok, dan cara
belajar individual.
b. Guru menjelaskan materi standar secara logis dan sistematis sesuai dengan
buku pedoman guru, pokok bahasan dikemukakan dengan jelas, ditanyangkan
melalui infokus atau ditulis dipapan tulis. Memberi kesempatan peserta didik
untuk bertanya sampai materi standar tersebut benar-benar dipahami.
c. Peserta didik mengkaji buku teks, untuk menganalisis materi standar atau
sumber belajar yang akan dipelajari. Untuk mengembangkan materi standar
yang telah diuraikan dalam buku teks atau buku pedoman peserta didik, dapat
mendayagunakan perpustakaan sebagai sumber belajar, dapat juga
memfotokopi dari sumber lain seperti majalah dan surat kabar.
d. Memberikan lembaran kegiatan untuk peserta didik. Lembaran kegiatan berisi
tugas tentang materi standar yang telah dijelaskan oleh guru dan telah dipelajari
oleh peserta didik.
e. Guru memantau dan memeriksa kegiatan peserta didik dalam mengerjakan
lembaran kegiatan, sekaligus memberikan bantuan, arahan bagi mereka yang
memerlukan.
f. Setelah selesai diperiksa bersama-sama dengan menukar pekerjaan dengan
teman lain, lalu guru menjelaskan setiap jawabannya.
g. Kekeliruan dan kesalahan jawaban diperbaiki oleh peserta didik, jika ada yang
kurang jelas guru memberikan kesempatan bertanya, tugas atau kegiatan mana
yang perlu penjelasan lebih lanjut.
h. Sesuai dengan pendekatan dan model pembelajaran yang direkomendasikan dan
dilatih dalam pendidikan dan pelatihan kurikulum 2013, yang dimotori oleh
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), guru dalam setiap pembelajaran
harus mengupayakan keterlibatan dan aktivitas peserta didik secara optimal
17

melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan


mengomunikasikan.
18

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Melalui komunikasi, ide matematika dapat dieksploitasi dalam berbagai
perspektif; cara berfikir siswa dapat dipertajam; pertumbuhan pemahaman dapat
diukur; pemikiran siswa dapat dikonsolidasikan dan diorganisir; pengetahuan
matematika dan pengembangan masalah siswa dapat ditingkatkan; dan
komunikasi matematika dapat dibentuk.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah
matematika merupakan suatu kemampuan individu untuk menemukan solusi atau
pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi matematika yang dilakukan
melalui suatu proses dan tahapan tertentu. Beberapa strategi yang digunakan
adalah membuat diagram, membuat table, menemukan pola, memecah tujuan,
memperhitungkan setiap kemungkinan, berpikir logis, bergerak dari belakang,
mengabaikan hal yang tidak mungkin dan mencoba-coba.
Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal
yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai
standar kompetensi yang telah ditetapkan, oleh karena itulah maka kompetensi
dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi.
Indikator pendidikan adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif pendidikan
sebagai alat yang di gunakan dalam mengevaluasi implementasi sistem
pendidikan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta
didik,mata pelajaran,satuan pendidikan,potensi daerah dan dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan dapat diobservasi.
19

B. Saran
Untuk mencapai suatu pendidikan yang baik, maka kita sebagai calon
pendidik harus bisa memahami komunikasi matematika dan sikap matematika agar
nantinya kita tidak mendapatkan kesulitan saat melakukan pembelajaran kepada
peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai