Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Matematika
Kata matematika berasal dari Bahasa Yunani kuno yaitu mathema yang artinya
pembelajaran, ilmu atau pengetahuan. Istilah matematika lainnya antara lain, yaitu
mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Perancis),
matematica (Italia), mathematiceski (Rusia), atau mathematic/wiskunde (Belanda).
Istilah-istilah kata matematika sangat berkaitan erat seperti mathematike serupa
dengan kata mathanein yang artinya adalah belajar (berpikir).1
Terdapat beberapa definisi matematika menurut beberapa ahli, dimana definisi
tersebut dibuat menurut pandangan para ahli masing-masing. Sehingga tidak
terdapat satu definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh semua
tokoh atau pakar matematika. Beberapa definisi atau pengertian matematika antara
lain sebagai berikut.
1. “Matematika adalah pengetahuan tentang besaran (kuantitas)”.
2. “Matematika adalah pengetahuan tentang hubungan (relasi)”.
3. “Matematika adalah pengetahuan tentang bentuk (abstrak)”.
4. “Matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif”.
5. “Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis”.2
6. “Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan ruang”.3
7. “Matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, pola berpikir, seni,
bahasa, dan alat”.
8. “Matematika bukanlah ilmu yang sempurna karena dirinya sendiri, namun
hadirnya matematika dapat digunakan untuk membantu aktivitas manusia

1
Siti Hamsiah Murtamin, Psikologi Pembelajaran Matematika, (Makassar: Alauddin University
Press, 2013), Cet. ke-1, h.2
2
Annisah Kurniati, “Mengenalkan Matematika Terintegrasi Islam kepada Anak Sejak Dini”,
Journal of Mathematics Education UIN Suska Riau, Vol.1, No.1, 2015, h.2
3
Siti Hamsiah Murtamin, Psikologi Pembelajaran Matematika, (Makassar: Alauddin
University Press, 2013), Cet. ke-1, h.2
dalam memahami dan menguasai permasalahan dalam bidang sosial, ekonomi,
dan alam”.4
Permendiknas no.22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran
Matematika lingkup pendidikan dasar menyebutkan bahwa mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 5

Kemudian National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) mengatakan


bahwa terdapat 5 kompetensi dalam proses pembelajaran matematika, yaitu :
1. Pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving)
2. Komunikasi matematis (mathematical communication)
3. Penalaran matematis (mathematical reasoning)
4. Koneksi matematis (mathematical connection)
5. Representasi matematis (mathematical representation). 6

4
Ibid, h.4
5
Sri Wardhani, Implikasi Karakteristik Matematika Dalam Pencapaian Tujuan Mata Pelajaran
Matematika di SMP/MTs, (Depdiknas: PPPPTK Matematika Yogyakarta, 2010)
6
NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, (Reston, VA: NCTM, 2000), h.7
Menurut Yunus Abidin, dkk kemampuan yang mendukung pengembangan
kelima kemampuan matematis di atas disebut juga dengan kemampuan literasi
matematis.7 Berdasarkan uraian di atas, tujuan pembelajaran matematika menurut
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tampak adanya kesesuaian dan kesepahaman
dengan NCTM, sehingga tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
matematika menurut Permendiknas tersebut merupakan kemampuan literasi
matematika.

B. Kemampuan Literasi Matematika


1. Literasi
Literasi berasal dari bahasa Latin yaitu littera (huruf) yang diartikan sebagai
kegiatan melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi
yang menyertai proses perkembangannya.8 Wardhani mengatakan “Literasi
merupakan serapan dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “literacy”, yang artinya
kemampuan untuk membaca dan menulis”.9 Literasi utamanya berkaitan dengan
bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Dari pandangan ilmu sosial,
Robinson menyatakan bahwa literasi adalah kemampuan membaca dan menulis
secara baik untuk berkompetisi ekonomis secara lengkap. Lebih lanjut
dijelaskannya bahwa literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis yang
berhubungan dengan keberhasilan seseorang dalam lingkungan masyarakat
akademis, sehingga literasi merupakan piranti yang dimiliki untuk dapat meraup
kesuksesan dalam lingkungan sosial.10
Literasi menurut Kemendikbud adalah “kemampuan mengakses, memahami,
dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain
membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara”.11 Dalam English Oxford

7
Yunus Abidin, dkk, “Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi
Matematika, Sains, Membaca, dan Menulis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), h.99
8
Mahdiansyah dan Rahmawati, “Literasi Matematika Siswa Pendidikan Menegah: Analisis
Menggunakan Desain Tes Internasional dengan Konteks Indonesia”, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol.20, (2014), h.454
9
Sri Wardhani dan Rumiati, Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari
PISa dan TIMSS, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2011), h.11
10
Jay L Robinsorn, ‘The Social Context of Literacy”, Essay dalam Patricia L. Stock Essays on
Theory and Practice in the Teaching of Writing. USA: Boynton Cook Publisher Inc, 1983, h.6
11
Kemendikbud, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar, (2016), h.2
dictionary, “literacy” diartikan sebagai: (1) kemampuan membaca dan menulis;
dan (2) kompetensi atau pengetahuan di bidang tertentu. 12 Lebih luas lagi The
National Literacy Act di Amerika Serikat mendefinisikan literasi sebagai :
“An individual’s ability to read, write, and speak in English and compute and
solve problem at levels of proficiency necessary to function on the job and in
society to achieve one’s goals, and to develop one’s knowledge and
potential.”13

Artinya: “Kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara dengan


berbahasa inggris, serta menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat
kemahiran yang dibutuhkan untuk pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat dalam
mencapai suatu tujuan, serta mengembangkan pengetahuan dan potensinya.”
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa literasi
adalah (1) Kemampuan membaca dan menulis; (2) Kemampuan membaca,
melihat, menyimak, menulis, dan berbicara; (3) Kemampuan individu untuk
membaca, menulis, bebicara, serta menghitung dan memecahkan masalah yang
dibutuhkan untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi.

2. Literasi Matematika
Menurut Kusumah “literasi matematika adalah kemampuan menyusun
serangkaian pertanyaan (problem possing), merumuskan, memecahkan dan
menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada”.14 Pengertian
lain menurut Kuswidi, ‘literasi matematika adalah kemampuan seseorang untuk
merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks,
termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan
konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau

12
Oxford, Oxford Learner’s Pocket Dictionaries, (Oxford: Oxford University Press, 2011),
h.258
Anggia Suci Pratiwi, “Penilaian Autentik dalam Pengenalan Literasi Pada Pembelajaran
13

Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar”, Jurnal Naturalistic Vol.1 No.1, 2016, h.88
14
Khotimah, “Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematis Dengan Pendekatan
Metacognitive Guidance Berbantuan Geogebra”, GAUSS: Jurnal Pendidikan Matematika Vol.01
No.01, 2018, h.56
memperkirakan fenomena/kejadian”.15 Kedua pendapat tersebut, sejalan dengan
pendapat PISA.
Pada PISA 2012 mendefinisikan literasi matematika adalah sebagai berikut:
“Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and
interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning
mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts and tools
to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognise
the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded
judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective
citizens.” 16

Artinya: “Literasi matematika adalah kemampuan individu untuk


merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks
mencakup penalaran matematika, serta menggunakan konsep matematika,
prosedur, fakta dan alat untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi
fenomena yang dapat membantu individu dalam mengetahui peran matematika di
dunia, serta membuat penilaian yang beralasan dan keputusan dibutuhkan oleh
warga negara yang kontruktif, terlibat, dan reflektif”.

Gambar 2.1
PISA 2012: Hubungan antara penalaran matematika dan siklus pemecahan
masalah (pemodelan matematis)

Kemudian pada PISA 2021, literasi matematika didefinisikan sebagai


berikut:
“Mathematical literacy is an individual’s capacity to reason mathematically
and to formulate, employ, and interpret mathematics to solve problems in a

15
Iwan Kuswidi, “Brain Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa”,
(Aljabar: Jurnal Pendidikan Matematika, 6:(2), 2015), h.195
16
OECD, PISA 2012 Assessment and Analytical Framework, (Paris: OECD Publishing, 2013),
h.25
variety of realworld contexts. It includes concepts, procedures, facts and tools
to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to know the
role that mathematics plays in the world and to make the well-founded
judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective 21st
century citizens”.17

Artinya: “Literasi matematika adalah kemampuan individu dalam bernalar


secara matematis dengan merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan
matematika untuk memecahkan masalah dalam berbagai konteks dunia nyata yang
melibatkan konsep, prosedur, fakta, dan alat untuk menggambarkan, menjelaskan,
dan memprediksi fenomena yang dapat membantu individu dalam mengetahui
peran matematika di dunia nyata, serta membuat penilaian yang beralasan dan
keputusan dibutuhkan oleh warga abad 21 yang kontruktif, terlibat, dan reflektif”.

Gambar 2.2
Hubungan antara penalaran matematika, siklus pemecahan masalah (pemodelan
matematika), konten matematika, konteks dan keterampulan abad ke-21

OECD mempertahankan definisi literasi matematika PISA 2012 pada PISA


tahun 2015 dan 2018. Namun di tahun 2021 kemampuan literasi matematika
didefinisikan ulang oleh OECD. Kerangka kerja PISA 2021 melihat bahwa literasi
matematika awalnya fokus pada kemampuan perhitungan dasar harus
didefinisikan ulang dengan memperhatikan kemajuan teknologi yang sangat cepat.
Dalam kerangka PISA 2021, literasi matematika disebut haruslah mencakup

17
OECD, PISA 2021 Mathematics Framework (Draft), (Paris: OECD Publishing, 2018), h.7
hubungan sinergis dan timbal balik antara mathematical thinking (berpikir
matematis) dan computational thinking (berpikir komputasional). Adapun
pengertian mathematical thinking dan computational thinking adalah sebagai
berikut.
a) Mathematical Thinking (Penalaran Matematis)
PISA 2021 memandang kemampuan literasi matematis sebagai kemampuan
seseorang untuk menyadari “kondisi matematis” (mathematical nature) suatu
permasalahan yang muncul di dunia nyata, yang kemudian menerjemahkannya
dalam bentuk formula matematis. Kemampuan penerjemahan ini
membutuhkan penalaran matematis.18 Penalaran matematis merupakan
kemampuan seseorang untuk mengevaluasi dan membuat argumen solusi
matematis yang ia peroleh saat memecahkan masalah kemudian
menginterpretasikan solusi matematis tersebut dalam dunia nyata. 19
Kemampuan penalaran matematis mencakup counting, arithmetic, algebra,
geometry, calculus, set teory, dan topology.20
b) Computational Thinking (Berpikir Komputasional)
Computational thinking atau berpikir komputasional didefinisikan sebagai
kemampuan yang memayungi abstraksi, pemikiran algoritmik, otomasi,
dekomposisi, dan generalisasi, yang kesemuanya dianggap penting dalam
proses penalaran matematis dan penyelesaian masalah. Berpikir komputasional
dalam matematika dikonseptualisasikan sebagai kemampuan mendefinisikan
dan menguraikan pengetahuan matematika yang dapat diekspresikan oleh
pemograman, yang memungkinkan siswa untuk memodelkan konsep dan
hubungan matematika secara dinamis.21 Kemampuan berpikir komputasional
mencakup simulation, data mining, networking, automated data collection,
gaming, algorithmic reasoning, robotics, dan programming.22

18
OECD, PISA 2021 Mathematics Framework (Draft), (Paris: OECD Publishing, 2018), h.8
19
Ibid, h.9
20
Valerie J., dkk, “Demystifying Computational Thinking”, ELSEVIER: Educational Research
Review, 2017, h.4
21
OECD, PISA 2021 Mathematics Framework (Draft), (Paris: OECD Publishing, 2018), h.12
22
Valerie J., Op.Cit.
Adapun persamaan dan perbedaan antara Computational Thinking dengan
Mathematical Thinking dapat dilihat pada Gamber 2.3.23

Gambar 2.3
Persamaan dan Perbedaan antara Computational Thinking dengan Mathematical
Thinking

3. Indikator Kemampuan Literasi Matematis


Pentingnya literasi matematika bagi peserta didik bukan sekedar kemampuan
membaca dan berhitung. Literasi matematika terfokus pada kemampuan siswa
dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif,
merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika
dalam bentuk dan situasi. Pada kerangka PISA terdapat tiga dimensi yang
diidentifikasi dari literasi matematis, yaitu situasi dan konteks, konten matematika,
serta kompetensi atau proses matematis.
a) Konteks (Context)
1. Konteks Pribadi (Personal) yang secara langsung berhubungan dengan
kegiatan sehari-hari pribadi siswa, keluarga, atau kelompok sebaya. Dalam
menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai
persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan masalah secepatnya.
2. Konteks Pekerjaan (Occupational) yang berkaitan dengan kehidupan di
lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika

23
Ibid.
diharapkan dapat membantu untuk merumuskannya, melakukan klarifikasi
masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan pada
umumnya. 24
3. Konteks Sosial (Societal) yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan
dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menyumbangkan pemahaman mereka
tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi
berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.
4. Konteks Ilmiah (Scientific) yang secara khusus berhubungan dengan
kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan
penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika.
Konteks ini dikenal sebagai konteks intra-mathematical. 25
b) Konten (Content)
1. Perubahan dan Hubungan (Change and Relationship), merupakan kejadian
dalam pengaturan yang bervariasi seperti pertumbuhan organisme, musik,
siklus dari musim, pola dari cuaca, dan kondisi ekonomi. Kategori ini
berkaitan dengan aspek konten matematika pada kurikulum yaitu fungsi dan
aljabar. Bentuk aljabar, persamaan, pertidaksamaan, representasi dalam
bentuk tabel dan grafik merupakan sentral dalam menggambarkan,
memodelkan, dan menginterprestasi perubahan dari suatu fenomena.26
2. Ruang dan Bentuk (Space and Shape), meliputi fenomena yang berkaitan
dunia visual yang melibatkan pola, sifat dari objek, posisi dan orientasi,
representasi dari objek, pengkodean informasi visual, navigasi, dan interaksi
dinamik yang berkaitan dengan bentuk yang nyata. Kategori ini melebihi
aspek konten geometri pada matematika yang ada pada kurikulum.
3. Kuantitas (Quantity), merupakan aspek matematis yang paling menantang
dan paling esensial dalam kehidupan. Kategori ini berkaitan dengan
hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk

24
Ibid, h.29
25
Ibid, h.30
26
Ibid, h.24
memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan
mengukur benda tertentu. Konten kuantitas ini melibatkan kemampuan
bernalar secara kuantitatif, mempresentasikan sesuatu dalam angka,
memahami langkah-langkah matematika, berhitung di luar kepala (mental
calculation), dan melakukan penaksiran (estimation). 27
4. Ketidakpastian dan data (Uncertainly and data), merupakan suatu fenomena
yang terletak pada jantungnya analisis matematika dari berbagai situasi.
Teori statistik dan peluang digunakan untuk penyelesaian fenomena ini.
Kategori ini meliputi pengenalan tempat dari variasi suatu proses, makna
kuantifikasi dari variasi tersebut, pengetahuan tentang ketidakpastian dan
kesalahan dalam pengukuran, dan pengetahian tentang kesempatan/peluang
(change). Presentasi dan interpretasi data merupakan konsep kunci dari
kategori ini. 28
c) Kompetensi atau proses (Competencies or Process)
1. Kelompok Reproduksi (Reproduction)
Pertanyaan pada PISA yang termasuk dalam kelompok reproduksi
meminta siswa untuk menunjukkan bahwa mereka mengenal fakta, objek-
objek dan sifat-sifatnya, menggunakan prosedur sederhana, algoritma
standar, dan menggunakan skill yang bersifat teknis, memanipulasi ekspresi
yang mengandung simbol dan rumus dalam bentuk standar. Item soal untuk
kelompok ini berupa pilihan ganda, isian singkat, atau soal terbuka (yang
terbatas).29
2. Kelompok Koneksi (Connection)
Pertanyaan pada PISA yang termasuk dalam kelompok koneksi
meminta siswa untuk menunjukkan bahwa mereka dapat membuat
hubungan antara beberapa gagasan dalam matematika dari beberapa
informasi yang terintegrasi untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

27
Ibid, h.25
28
Ibid, h.26
29
OECD, The PISA 2003 Assessment Framework – Mathematics, Reading, Science and
Problem Solving Knowledge and Skills, (Paris: OECD Publishing, 2003), h. 42-43
Dalam koneksi ini siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang non-
rutin tapi hanya membutuhkan sedikit translasi dari konteks ke model
matematika.30
3. Kelompok Refleksi (Reflection)
Pertanyaan pada PISA termasuk dalam kelompok refleksi ini
menyajikan masalah yang tidak terstruktur dan meminta siswa untuk
mengenal dan menemukan ide matematika dibalik masalah tersebut.
Kompetensi refleksi ini adalah kompetensi paling tinggi dalam PISA, yaitu
kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep matematika. Mereka
dapat menggunakan pemikiran matematikanya secara mendalam dan untuk
memecahkan masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan
analisis terhadap situasi yang dihadapinya, menginterpretasi, dan
mengembangkan strategi penyelesaian mereka sendiri.31

Tiga dimensi yang terdapat dalam kerangka PISA mengenai Kemampuan


Literasi Matematis dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4
Komponen PISA mengenai Literasi Matematis

30
Ibid, h.43-44
31
Ibid, h.46-47
Secara khusus, kata kerja merumuskan (formulate), menerapkan (employ),
dan menafsirkan (interpret) merupakan tiga titik proses dimana siswa akan terlibat
aktif dalam kemampuan literasi matematis.32 Sehingga, indikator kemampuan
literasi matematis yang diambil dalam penelitian ini mencakup formulate, employ,
dan interpret. Adapun masing-masing penjelasan mengenai indikator kemampuan
literasi matematis adalah sebagai berikut.
1. Formulate
Formulate dalam literasi matematika berarti kemampuan dalam
mengenali dan mengidentifikasi kesempatan menggunakan matematika dan
menyusun struktur matematis pada masalah kontekstual. Dalam PISA tahun
2022, terdapat beberapa indikator dalam kegiatan formulate, yaitu: (1) Memilih
model matematika yang tepat, (2) Mengidentifikasi aspek-aspek matematika
dari suatu masalah yang terdapat pada situasi konteks nyata dan
megidentifikasi variabel yang penting, (3) Menentukan struktur matematika
(termasuk keteraturan, hubungan, dan pola) dengan memahami masalah atau
situasi, (4) Menyederhanakan situasi atau masalah agar mudah digunakan
dalam analisis matematika, (5) Mengidentifikasi kendala dan asumsi dibalik
pemodelan matematika dan penyederhanaan yang diperoleh dari konteks;
6)Merepresentasikan situasi secara matematis, menggunakan variabel, simbol,
diagram, dan model standar yang sesuai, (7) Merepresentasikan masalah
dengan cara yang berbeda termasuk mengaturnya sesuai dengan konsep
matematika dan membuat asumsi yang sesuai, (8) Memahami dan menjelaskan
hubungan antara bahasa, simbol, dan konteks sehingga dapat disajikan secara
matematis, (9) Menerjemahkan masalah ke dalam bahasa matematika, (10)
Mengenali aspek-aspek permasalahan yang berhubungan dengan masalah yang
telah diketahui oleh konsep matematika, fakta atau prosedur matematika, (11)
Menggunakan alat hitung paling efektif untuk menggambarkan hubungan

32
OECD, PISA 2018 Mathematics Framework,, (Paris: OECD Publishing, 2019), h.75
matematika yang terdapat dalam masalah kontekstual; 12)Menyusun instruksi
terurut untuk memecahkan masalah. 33
2. Employ
Employ dalam literasi matematika berarti kemampuan peserta didik
dalam menerapkan konsep-konsep matematika, fakta, prosedur, dan penalaran
matematis untuk memecahkan masalah matematika sehingga mendapatkan
kesimpulan yang sistematis. Dalam PISA tahun 2022, terdapat beberapa
indikator dalam kegiatan employ, yaitu: (1)Melakukan perhitungan sederhana,
(2) Menarik kesimpulan sederhana, (3) Memilih strategi yang tepat, (4)
Menyusun dan menerapkan strategi untuk menemukan solusi matematika, (5)
Menggunakan alat-alat matematika, termasuk teknologi, untuk membantu
menemukan solusi pasti atau perkiraan, (6) Menggunakan fakta matematika,
aturan, algoritma, dan struktur matematika untuk menemukan solusi, (7)
Memanipulasi angka, grafik dan data statistik, persamaan aljabar, dan
representasi geometris, (8) Membuat diagram matematika, grafik, simulasi,
dan konstruksi serta menggali informasi matematika, (9) Menggunakan dan
mengubah diantara representasi yang berbeda dalam proses mencari solusi,
(10) Membuat generalisasi berdasarkan hasil penerapan prosedur matematika
untuk mencari solusi, (11) Merefleksikan argumen matematika, menjelaskan,
dan membenarkan hasil matematika, (12) Mengevaluasi makna dari pola yang
diamati (atau diajukan) dan ketetapan data. 34
3. Interpret
Interpret dalam literasi matematika berarti fokus pada kemampuan peserta
didik dalam merefleksikan solusi matematika berupa kesimpulan dan
menafsirkannya ke dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam PISA tahun
2022, terdapat beberapa indikator dalam kegiatan interpret, yaitu: (1)
Menafsirkan informasi yang disajikan dalam bentuk grafik dan/atau diagram,
(2) Mengevaluasi hasil matematika berkenaan dengan konteks, (3)

33
OECD, PISA 2022 Mathematics Framework (Draft), (Paris: OECD Publishing, 2018), h.20-
21
34
Ibid, h.21
Menafsirkan hasil matematika kembali ke dalam konteks kehidupan sehari-
hari, (4) Mengevaluasi kelayakan solusi matematika dalam konteks masalah
kehidupan sehari-hari, (5) Memahami bagaimana dunia nyata berdampak pada
hasil dan perhitungan dari prosedur atau model matematis untuk membuat
penilaian kontekstual tentang bagaimana hasilnya harus diterapkan, (6)
Menjelaskan mengapa hasil atau kesimpulan matematis masuk akal, atau tidak
masuk akal, berkaitan dengan konteks masalah yang diberikan, (7) Memahami
cakupan dan batasan konsep matematis serta solusi matematis, (8) Mengkritisi
dan mengidentifikasi batas-batas model yang digunakan untuk memecahkan
masalah, (9) Menggunakan kemampuan berpikir matematik dan kemampuan
berpikir komputasional untuk membuat prediksi, untuk menyajikan bukti dari
argument, untuk meguji dan membandingkan solusi yang diajukan.35

Kemudian, PISA juga mendeskripsikan 6 level pada kemampuan Literasi


Matematika siswa yang disajikan pada Tabel 2.1.36 Setiap level tersebut
menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa, Level enam
sebagai level tertinggi dan level satu sebagai level terendah.
Tabel 2.1
Level Kemampuan Literasi Matematis Siswa pada PISA

Level Indikator
a) Siswa dapat melakukan pengonsepan, generalisasi dan menggunakan informasi
berdasarkan penelaahan dan pemodelan dalam situasi yang kompleks dan dapat
menggunakan pengetahuan diatas rata-rata
b) Siswa dapat menghubungkan sumber informasi berbeda dan merepresentasikan,
dan menerjemahkan diantara keduanya dengan fleksibel. Siswa pada tingkatan ini
memiliki kemampuan berpikir dan bernalar matematika yang tinggi.
6
c) Siswa dapat menerapkan pengetahuan, penguasaan, dan hubungan dari simbol dan
operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk
menghadapi situasi yang baru
d) Siswa dapat merefleksikan tindakan mereka dengan tepat dan menggambarkan
sehubungan dengan penemuan mereka, penafsiran, pendapat, dan kesesuaian
dengan situasi nyata.
a) Siswa dapat mengembangkan dan bekerja dengan model untuk situasi kompleks,
mengidentifikasi masalah, dan menetapkan asumsi.
5 b) Siswa dapat memilih, membandingkan, dan megevaluasi dengan tepat strategi
pemecahan masalah terkait dengan permasalahan kompleks yang berhubungan
dengan model.

35
Ibid, h.21-22
36
OECD, PISA 2018 Mathematic Framework, (Paris: OECD Publishing, 2019), h.92
c) Siswa pada tingkat ini dapat bekerja secara strategis dengan menggunakan
pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan representasi
simbol dan karakteristik formal dan pengetahuan yang berhubungan dengan situasi
d) Siswa dapat melakukan refleksi dari pekerjaan mereka dan dapat merumuskan dan
mengkomunikasikan penafsiran dan alasan mereka
a) Siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang konkret tetapi
kompleks yang mungkin melibatkan pembatasan untuk membuat asumsi
b) Siswa dapat memilih dan menggabungkkan representasi yang berbeda, termasuk
pada simbol, menghubungkannya dengan situasi nyata.
4
c) Siswa pada tingkat ini dapat menggunakan berbagai keterampilannya yang terbatas
dan mengemukakan alasan dengan beberapa pandangan dikonteks yang jelas
d) Siswa dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai
argumentasi berdasar pada interprestasi dan tindakan mereka
a) Siswa dapat melakukan prosedur dengan jelas, termasuk prosedur yang
memerlukan keputusan secara berurutan
b) Siswa dapat memecahkan masalah, dan menerapkan strategi yang sederhana
3 c) Siswa pada tingkatan ini dapat menafsirkan dan menggunakan representasi
berdasarkan sumber informasi ynag berbeda dan mengemukakan alasannya secara
langsung
d) Siswa dapat mengkomunikasikan hasil interprestasi dan alasan mereka
a) Siswa dapat menafsirkan dan mengenali situasi dengan konteks yang memerlukan
kesimpulan langsung
b) Siswa dapat memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan
2 cara penyajian tunggal
c) Siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus,
melaksanakan prosedur atau kesepakatan
d) Siswa mampu memberi alasan secara tepat dari hasil penyelesaiannya
a) Siswa dapat menjawab pertanyaan dengan konteks yang dikenal jadi semua
informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang jelas
1 b) Siswa dapat mengidentifikasi informasi, dan melakukan cara-cara yang umum
berdasarkan intruksi yang jelas
c) siswa dapat menunjukkan suatu tindakan sesuai dengan stimulasi yang diberikan

C. Kemampuan Literasi Matematis Berbasis Konteks Ke-Islaman


1. Keterkaitan Islam dengan Matematika
Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang ditujukan sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia di berbagai dimensi kehidupan. Al-Qur’an merupakan landasan dasar
dari ilmu-ilmu Islam. 37 Menurut Abdussakir dalam bukunya bahwa
matematika memiliki hubungan yang sangat erat dengan tradisi spiritual umat
islam.38 Banyak ditemukan ayat di dalam al-Qur’an yang menjelaskan konsep
matematika di antaranya adalah

37
Fathul Mufid, “Posisi Al-Qur’an dalam Struktur dan Sumber Ilmu Islam”, Jurnal ADDIN
Media Dialektika Ilmu Islam, 2:2, (2010), h.33
38
Abdussakir, Ketika Kyai Mengajar Matematika, (Malang : UIN-Maliki Press, 2007)
Al-Quran membahas tentang penjumlahan

‫س ًعا‬ ْ ‫ي كَ ْه ِف ِه ْم ثَ ٰلثَ مِ ائَة ِسنِيْنَ َو‬


ْ ِ‫ازدَاد ُْوا ت‬ ْ ِ‫َولَ ِبثُ ْوا ف‬
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah
Sembilan tahun (lagi).” (Q.S. Al-Kahfi : 25).39
Ayat di atas membahas tentang lamanya waktu pemuda Al-Kahfi yang
tinggal di dalam gua, yaitu 300 ditambah 9 tahun, alias 309 tahun.

Al-Quran membahas tentang pengurangan

ُ‫عا ًما ۗفَا َ َخذَهُ ُم الطُّ ْوفَان‬


َ َ‫سنَة ا َِّل خ َْم ِسيْن‬َ ‫ف‬ َ ْ‫سلْنَا نُ ْو ًحا ا ِٰلى قَ ْومِ ه فَلَ ِبثَ فِيْ ِه ْم اَل‬
َ ‫َولَقَدْ اَ ْر‬
َ‫َوهُ ْم ٰظ ِل ُم ْون‬
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, makai a
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka
ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-
‘Ankabuut: 14).40
Ayat diatas menjelaskan tentang lamanya Nabi Nuh ‘alaihissalam tinggal
bersama kaumnya, yaitu 1000 tahun dikurang 50 tahun, alias 950 tahun
lamanya.

Al-Qur’an membahas tentang kali lipat

ِ‫ّللا‬
ٰ ‫ي ِدي ِْن‬ْ ِ‫ي فَاجْ ِلد ُْوا كُ َل َواحِ د ِمنْ ُه َما مِ ائَةَ َجلْدَة ۗ َو َّل تَأْ ُخذْكُ ْم ِب ِه َما َرأْفَة ف‬ ْ ِ‫الزان‬ َ ‫لزانِيَةُ َو‬
َ َ‫ا‬
َ‫عذَا َب ُه َما طَ ۤا ِٕىفَة ِمنَ الْ ُمؤْ مِ نِيْن‬ ْ ‫اّلخِ ِر َولْ َي‬
َ ْ‫ش َهد‬ ٰ ْ ‫اّلل َوالْ َي ْو ِم‬
ِ ٰ ‫ا ِْن كُنْتُ ْم تُؤْ مِ نُ ْونَ ِب‬
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya serratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika Kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
(Q.S. An-Nuur:2).41
Ayat di atas menjelaskan tentang hukuman orang yang melakukan
perzinaan, baik itu laki-laki maupun perempuan dikenakan sanksi 100 kali dera
merupakan kali lipat yang sering sekali dibahas di dalam matematika.

39
Kemenag, Qur’an Kemenag, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2022),
https://quran.kemenag.go.id/ diakses pada tanggal 7 Agustus 2022 pukul 12.21 WIB
40
41
Al-Quran membahas tentang bilangan pecahan

ُّ ‫ف َما ت ََركَ اَ ْز َوا ُجكُ ْم ا ِْن لَ ْم يَكُ ْن لَ ُه َن َولَد ۗ فَا ِْن كَانَ لَ ُه َن َولَد فَلَكُ ُم‬
‫الربُ ُع مِ َما‬ ُ ‫ص‬ ْ ِ‫َولَكُ ْم ن‬
‫الربُ ُع مِ َما ت ََر ْكتُ ْم ا ِْن لَ ْم يَكُ ْن لَكُ ْم َولَد‬
ُّ ‫صيْنَ بِ َها اَ ْو دَيْن ۗ َولَ ُه َن‬ ِ ‫صيَة ي ُّْو‬ ِ ‫ت ََر ْكنَ مِ ْن بَعْ ِد َو‬
ۗ ‫ص ْونَ ِب َها اَ ْو دَيْن ۗ َوا ِْن‬ ُ ‫صيَة تُ ْو‬ ِ ‫فَا ِْن كَانَ لَكُ ْم َولَد فَلَ ُه َن الثُّ ُمنُ مِ َما ت ََر ْكتُ ْم م ِْن بَعْ ِد َو‬
‫ُس فَا ِْن كَانُ ْوا‬ُ ‫ث ك َٰللَةً اَ ِو ْام َراَة َولَه اَخ اَ ْو اُ ْخت فَ ِلكُ ِل َواحِ د ِمنْ ُه َما السُّد‬ ُ ‫كَانَ َر ُجل ي ُّْو َر‬
‫ض ۤار‬َ ‫صيَة ي ُّْوصٰ ى بِ َها اَ ْو دَيْن غَي َْر ُم‬ ْ ‫ث‬
ِ ‫مِن بَعْ ِد َو‬ ِ ُ‫ۗ اَ ْكثَ َر مِ ْن ٰذلِكَ فَ ُه ْم ش َُرك َۤا ُء فِى الثُّل‬
‫ع ِليْم َح ِليْم‬
َ ‫ّللا‬
ُ ٰ ‫ّللا ۗ َو‬ ِ ٰ َ‫صيَةً ِمن‬ ِ ‫َو‬
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masin dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris), (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.” (Q.S. An-Nisaa’:12).42
Ayat di atas membahas tentang pembagian harta warisan di ayat tersebut
ada menyebut “seperdua” “sepertiga”, “seperempat”, “seperenam”. Yang
mana di dalam matematika ini sering sekali digunakan.
Al-Quran membahas tentang bilangan genap dan bilangan ganjil

‫َوالشَفْ ِع َوالْ َو ْت ِر‬

42
“Dan yang genap dan yang ganji.” (Q.S. Al-Fajr : 3).43
Ayat-ayat tersebut sebagai bukti bahwa memang ada kaitannya matematika
dengan Al-Qur’an. Bukti tersebut menunjukkan ilmu matematika sebagai ilmu
pengetahuan umum dapat digunakan untuk mengkaji ilmu yang berbasis Islam.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ada keterkaitan antara ilmu yang berbasis
Islam dengan ilmu pengetahuan umum.44 Pernyataan tersebut juga didukung
oleh Azra yang mengatakan bahwa tidak ada pemisahan lagi dalam ilmu. Ilmu
agama dan umum kembali “didamaikan” untuk kemudian dipadukan menjadi
ilmu pengetahuan.45

2. Keterkaitan Islam dengan Literasi Matematika


Ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya memiliki keterkaitan dengan matematika,
tetapi juga memiliki keterkaitan dengan literasi, sejak ayat pertama Al-Qur’an
turun yaitu QS. Al-Alaq ayat 1-5, merupakan suatu inspirasi dan motivasi serta
merupakan pesan normatif tersendiri dalam budaya literasi. Perintah “iqra’!”
merupakan bentuk lain dari literasi yang dinisbatkan kepada kaum terpelajar. 46
Keterkaitan Islam dengan literasi matematika selanjutnya dijelaskan oleh
Rospala dalam jurnalnya bahwa adanya hubungan yang erat antara nilai-nilai
islam dengan indikator literasi matematika seperti menganalisa dan
merumuskan, mengemukakan alasan dan menerjemahkan masalah
matematika, memberikan solusi dan mengemukakan ide. Dengan adanya
pengintegrasian konteks ke-Islaman ke dalam soal matematika dapat membuat
siswa untuk membudayakan literasi matematika.47 Keterkaitan lainnya

43
44
Alfin Zustanul Farif, “Pengembangan Pembelajaran Matematika yang Mengintegrasikan
Model Treffinger dengan Maratib Qira’ah Al-Qur’an untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi
Matematika”, Skripsi: UIN Sunan Ampel Surabaya, (2019), h.6
45
Toto Suharto, THE PARADIGM OF THEO-ANTHROPO-COSMOCENTRISM: Reposition
of the
Cluster of Non-Islamic Studies in Indonesian State Islamic Universities, Jurnal Walisong,
volume 23,
nomor 2, November 2015, h. 259
46
Romdhoni, Ali. 2013. Al-Qur’an dan Literasi. Jakarta. Literatur Nusantara.
47
Rospala Hanisah Y.S., Apakah Integrasi Islam dapat Membudayakan Literasi Matematika?,
(UNY: Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika, 2017), PM.660
dijelaskan oleh Lia Kurniawati, dkk dalam jurnalnya yang mengatakan bahwa
soal literasi matematika dapat diintegrasikan ke dalam konteks ke-Islaman.
Pengintegrasian tersebut dapat memberikan manfaat dan tujuan kepada siswa,
khususnya siswa madrasah antara lain: (1) Beradaptasi dengan situasi dan
kondisi siswa yang menerima materi islam setiap hari disekolah; (2) Secara
tidak langsung membuat siswa belajar islam melalui pertanyaan literasi
matematika; (3) Meningkatkan keyakinan mereka dalam islam melalui
pendekatan matematis; dan (4) Menghilangkan paradigma bahwa matematika
adalah ilmu umum jauh dari agama.48

3. Model Kemampuan Literasi Matematis Berbasis Konteks Ke-Islaman


Model pengintegrasian konteks ke-Islaman dengan soal literasi matematis
yaitu memuat komponen PISA seperti Content, Context, Process, dan level.
Komponen Context PISA kemudian diintegrasikan dengan konteks ke-Islaman,
sehingga dalam soal tes literasi matematis memuat 2 konteks, yaitu konteks pada
komponen PISA dan konteks ke-Islaman. Adapun konteks PISA seperti Personal,
Occupational, Societal, dan Scientific, sedangkan konteks ke-Islaman terkait
dengan ayat-ayat al-Qur’an, al-Hadits, Sirah Nabawiyah dan peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari. Model Pengintegrasian tersebut mengenai hubungan
konteks PISA dengan konteks ke-Islaman dapat dilihat pada Gambar 2.5.49

48
Lia Kurniawati, dkk, “Student Mathematical Literacy Skill of Madrasah in Indonesia with
Islamic Context”, TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, (2021), h. 111
49
Ibid.
Gambar 2.5
Hubungan konteks ke-Islaman dengan konteks PISA

Konteks Ke-Islaman yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model
penelitian yang relevan dilakukan oleh Lia Kurniawati, dkk. yaitu konteks ke-
Islaman yang dapat diintegrasikan dengan literasi matematika, adapun konteks ke-
Islaman tersebut meliputi ayat-ayat yang langsung terkait Al-Quran, Al-Hadits,
Sirah Nabawiyah, dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Contoh soal terkait
konteks ke-Islaman yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Ayat-ayat Al-Qur’an
“Dalam Al-Qur’an, Nuh adalah salah satu nabi dan rasul dengan kedudukan
sebagai Ulul Azmi. Sebanyak 43 ayat dan 28 surah di dalam Al-Qur’an
membahas tentang nabi Nuh, salah satunya terdapat dalam surah al-Ankabut
ayat 14 disebutkan:

Dari ayat tersebut, maka Nabi Nuh tinggal Bersama kaumnya selama …”50
2. Al-Hadits
“Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhori Muslim, Rasulullah SAW
bersabda yang artinya “barang siapa berniat melakukan kebaikan namun ia tidak
jadi melakukannya, Allah membalasnya satu kebaikan. Jika ia berniat
melakukan kebaikan kemudian ia melakukannya, maka Allah membalasnya
sepuluh kebaikan. Barang siapa berniat keburukan namun ia tidak jadi
melakukannya, maka Allah membalasnya satu kebaikan dan jika ia berniat
keburukan dan mengerjakannya maka Allah membalasnya satu keburukan”.
Jika Deva berniat melakukan 20 kebaikan dan 10 keburukan lalu ia melakukan
setengah dari kebaikan dan keburukan yang ia niatkan itu, maka selisih
kebaikan dan keburukan yang didapatkan Deva adalah...”51
3. Sirah Nabawiyah

50
Kemenag RI, Seleksi Tingkat Kabupaten/Kota Kompetensi Sains Madrasah Tsanawiyah,
(Dikjen Penddikan Islam, 2018), h.2
51
Yuhyi Yanto, “Pengembangan Instrumen Tes Matematika Terintegrasi Konsep Keislaman”,
Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2020), h.134
“Hasan seorang anak yang gemar mempelajari sejarah kehidupan para Nabi,
sejak awal kelahirannya sampai masa-masa wafatnya, begitu juga sejarah
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jika x menunjukkan tahun kelahiran Nabi
Muhammad SAW (tahun Masehi), maka hasil kali angka-angka pada x
adalah...”52
4. Peristiwa Dalam Kehidupan Sehari-hari
“Shalat shubuh berjamaah di suatu musholla dihadiri oleh makmum laki-laki
dan perempuan dewasa. Setiap diambil sepasang laki-laki dan perempuan dari
jamaah adalah bukan mahram kecuali 3 pasangan yang merupakan suami istri.
Sehabis shalat, semua jamaah saling bersalaman satu sama lain tepat satu kali
sesuai syariat yang ada. Jika banyak salaman jamaah laki-laki 4 kali salaman
jamaah perempuan dan total salaman yang terjadi sebanyak 143 salaman maka
makmum perempuan yang hadir sebanyak … orang.”53

Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan instrumen soal literasi


matematika dengan menggunakan komponen PISA dan menghubungkan konteks
PISA dengan konteks ke-Islaman yang dipilih. Adapun kerangka dalam
pembuatan instrumen kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman
pada penelitian ini meliputi komponen seperti pada Gambar 2.6.

52
Ibid, h.135
53
Kemenag RI, Seleksi Tingkat Kabupaten/Kota Kompetensi Sains Madrasah Tsanawiyah,
(Dikjen Penddikan Islam, 2018), h.2
Gambar 2.6
Kerangka Instrumen Kemampuan Literasi Matematis Berbasis Konteks
Ke-Islaman

D. Instrumen Tes
Secara bahasa, kata “tes” diambil dari bahasa Perancis Kuno yaitu “testum”
yang artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Kemudian dalam
bahasa Inggris dikenal dengan “test” yang artinya tes, ujian, atau percobaan. 54
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tes diartikan sebagai ujian
tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat,
dan kepribadian seseorang.55 Anas Sudijono mengatakan bahwa, “Tes adalah alat
atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian”.56 Menurut
Djemari, “Tes merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk melakukan
suatu pengukuran”. Tes terdiri dari beberapa pertanyaan yang memiliki sebuah
jawaban.57 Dari beberapa pengertian tes yang dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa tes adalah sebuah pertanyaan yang digunakan untuk mengukur dan menilai
pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan.
1) Bentuk Tes
Bentuk tes pada umumnya terbagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut.
a) Tes subjektif berupa tes uraian. Tes uraian merupakan butir soal yang
mengandung pertanyaan yang jawabannya dilakukan dengan
mengekspresikan pikiran peserta tes.58

54
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo Persada, 1996), h.66
55
KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lima, (Jakarta: Balai Pustaka, 2016)
56
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo Persada, 1996), h.66
57
Maryanah Siti Aminah, “Pengembangan Instrumen Tes Pilihan Ganda Bab Himpunan di
Kelas VII SMP Negeri 9 Kota Cirebon”, Skripsi: IAIN Syekh Nurjati Cirebon, (Cirebon, 2013), h.10
58
Mochamad Zaenal Muttaqin dan Kusaeri, “Pengembangan Instrumen Tes Tertulis Bentuk
Uraian untuk Pembelajaran PAI Berbasis Masalah Materi Fiqh”, Jurnal Tatssqif, Vo.15 No.1,
(Surabaya, 2017), h.3
b) Tes objektif berupa bentuk benar salah, menjodohkan, melengkapi, isian
singkat, dan tes pilihan ganda. Tes objektif merupakan tes yang memiliki
jawaban singkat atau pendek (short answer test). 59
2) Fungsi dan Tujuan Tes
Adapun jenis tes berdasarkan fungsi dan tujuan terbagi menjadi 4 jenis tes,
yaitu:
1. Tes diagnostik, merupakan tes yang dilaksanakan sebelum atau selama
kegiatan belajar berlangsung dengan tujuan untuk mendiagnosis
kelemahan atau kekurangan siswa yang berguna untuk memberikan
perbaikan.
2. Tes penempatan, merupakan tes yang dilaksanakan untuk mengukur
penguasaan atau keunggulan siswa yang digunakan sebagai penempatan
siswa sesuai dengan kemampuannya.
3. Tes formatif, merupakan tes yang dilaksanakan selama kegiatan
pembelajaran masih berlangsung dan dilakukan pada akhir satu pokok
bahasan yang digunakan untuk perbaikan program atau proses
pembelajaran.
4. Tes sumatif, merupakan tes yang dilaksanakan pada akhir periode
pendidikan, akhir cawu, semester, atau tahun yang berguna untuk
mengukur keberhasilan belajar siswa dalam periode waktu tersebut. 60
3) Kriteria Tes yang Baik
Menurut Wayan Nurkancana dalam jurnal Nani Hanifah menjelaskan
bahwa “tes yang berkualitas baik dapat dianalisis dengan memperhatikan 4 hal,
yaitu validitas, reliabilitas, tingkat daya beda, dan tingkat kesukaran”.61
a) Validitas. Tes dikatakan baik apabila memiliki validitas yang tinggi,
artinya suatu tes dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

59
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo Persada, 2006), h.106-
107
60
Nana Syaodih S., Metode Penelitian Pendidikan, Cet ke-8, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset. 2012), h.153
61
Nani Hanifah, “Perbandingan Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Butir Soal, dan
Reliabilitas Tes Bentuk Pilihan Ganda Biasa dan Pilihan Ganda Asosiasi Mata Pelajaran Ekonomi”,
SOSIO e-KONS, Vol.6, No.1, 2014, h.43
b) Reliabilitas. Tes dikatakan baik apabila memiliki reliabilitas yang tinggi,
artinya ketika diuji berulang kali dengan tes yang sama pada situasi yang
berbeda, tes tersebut dapat menunjukkan hasil yang konsisten (tetap).
c) Tingkat Kesukaran. Tes dikatakan baik apabila tes tersebut memiliki
keseimbangan tingkat kesukaran, yaitu adanya butir soal sukar, sedang dan
mudah secara proporsional.
d) Tingkat Daya Beda. Tes dikatakan baik apabila tes tersebut dapat
membedakan kelompok atau individu sesuai tingkat kemampuannya. 62

E. Model Pengembangan Instrumen


Model pengembangan yang dipilih dalam penelitian ini adalah model ADDIE
(Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) yang
dikembangkan pada tahun 2009 oleh Robert Maribe Branch.63 Model
pengembangan ini memiliki keunggulan pada tahapan kerjanya yang sederhana
dan sistematis. Setiap fase dilakukan evaluasi dan revisi dari tahapan yang dilalui,
sehingga produk yang dihasilkan menjadi produk yang valid. Adapun Langkah-
langkah model ADDIE adalah sebagai berikut.
a) Analysis
Analysis merupakan kegiatan mencari informasi dan menganalisa suatu
masalah sehingga dapat ditemukan produk apa yang perlu dikembangkan. 64
b) Design
Design merupakan suatu kegiatan untuk merancang produk sesuai dengan
produk yang perlu dikembangkan.65
c) Development
Development atau pengembangan merupakan kegiatan dalam pembuatan
dan pengujian suatu produk yang dikembangkan.66
d) Implementation

62
Ibid.
63
Risa Nur Sa’adah dan Wahyu, Metode Penelitian R&D (Research and Development),
(Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi, 2020), h.61
64
Ibid, h.61-62
65
Ibid, h.62
66
Ibid.
Implementation merupakan kegiatan memakai atau menggunakan produk
di lapangan.67 Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah
mengimplementasikan instrumen tes yang telah dikembangkan dan sudah
teruji layak untuk diuji cobakan kepada siswa.
e) Evaluation
Evaluation merupakan kegiatan evaluasi atau menilai setiap langkah
kegiatan dan produk yang telah dibuat apakah sudah sesuai kriteria atau
belum.68

F. Penelitian yang Relevan


1. Alfin Zustanul Farif (2019), dengan judul penelitian “Pengembangan
Pembelajaran Matematika yang Mengintegrasikan Model Treffinger Dengan
Maratib Qira’ah Al-Qur’an Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi
Matematika”. Pada penelitian Alfin dilakukan pengembangan pembelajaran
matematika berupa RPP, LKPD, dan soal tes literasi matematika yang
mengintegrasikan model treffinger dengan maratib qira’ah al-Qur’an
kemudian mengujikan keefektifan produk yang dikembangkan serta melihat
peningkatan kemampuan literasi matematika. Hasil dari penelitian Alfin
menunjukkan kevalidan produk RPP, LKPD dan soal tes literasi matematika,
kemudian hasil analisisnya menunjukkan keefektifan pembelajaran
matematika dan meningkatnya kemampuan literasi matematika peserta didik.69
Persamaan penelitian Alfin dengan penelitian ini adalah mengembangkan
instrumen tes kemampuan literasi matematis, dan mengintegrasikan soal
matematika dengan ayat Al-Qur’an atau konsep ke-Islaman. Perbedaan
penelitian Alfin dengan penelitian ini adalah penelitian Alfin tidak hanya
mengembangkan instrumen tes saja tetapi juga perangkat pembelajaran lainnya
seperti RPP dan LKPD, kemudian diujikan juga keefektifan produk yang

67
Ibid.
68
Ibid.
69
Alfin Zustanul Farif, “Pengembangan Pembelajaran Matematika Yang Mengintegrasikan
Model Treffinger dengan Maratib Qira’ah Al-Qur’an untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi
Matematika”, Skripsi: UIN Sunan Ampel Surabaya, (2019)
dikembangkannya, sedangkan penelitian ini hanya mengembangkan instrumen
tes saja.
2. Tia Ekawati (2019), dengan judul penelitian “Pengembangan Modul
Pembelajaran Matematika Berbasis Kontekstual Pada Materi statistika Yang
Terintegrasi Dengan Nilai-Nilai Keislaman Pada Peserta Didik Kelas VIII
MTs”. Pada penelitian Tia dilakukan pengembangan modul pembelajaran
matematika berbasis kontekstual pada materi statistika yang terintegrasi
dengan nilai-nilai keislaman pada peserta didik kelas VIII MTs. Hasil dari
penelitian Tia menunjukkan kevalidan produk yang dikembangkan.70
Persamaan dari penelitian Tia dengan penelitian ini adalah memasukan konsep
matematika dengan nilai-nilai ke-Islaman, dan materi yang diujikan untuk
siswa kelas VIII MTs. Perbedaan dari penelitian Tia dengan penelitian ini
adalah penelitian Tia mengembangkan modul pembelajaran matematika,
sedangkan penelitian ini mengembangkan instrumen tes, yaitu soal-soal
matematika.
3. Yuhyi Yanto (2020), dengan judul penelitian “Pengembangan Instrumen Tes
Matematika Terintegrasi Konsep Keislaman”. Pada penelitian Yuhyi
dilakukan pengembangan instrumes tes matematika yang terintegrasi konsep
keislaman, konsep keislaman pada penelitian Yuhyi merupakan mata pelajaran
agama pada siswa kelas VIII MTs, mata pelajaran agama tersebut yaitu al-
Quran Hadits, Fiqih, SKI, dan Aqidah Akhlak. Hasil dari penelitian Yuhyi
menunjukkan kelayakan instrumen tes yang dikembangkan.71 Persamaan dari
penelitian Yuhyi dengan penelitian ini adalah konsep matematika yang akan
diintegrasikan dengan konsep ke-Islaman atau dapat disebut berbasis konteks
ke-Islaman. Perbedaan dari penelitian Yuhyi dengan penelitian ini adalah
penelitian Yuhyi menggunakan tes soal matematika secara umum, sedangkan

70
Tia Ekawati, “Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika Berbasis Kontekstual Pada
Materi Statistika Yang Terintegrasi Dengan Nilai-Nilai Keislaman Pada Peserta Didik Kelas VIII
MTs”, Skripsi: UIN Raden Intan Lampung, (2019)
71
Yuhyi Yanto, “Pengembangan Instrumen Tes Matematika Terintegrasi Konsep Keislaman”,
Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2020)
penelitian ini menggunakan tes soal matematika dengan indikator kemampuan
literasi matematis.
4. Lisa Auliya (2021), dengan judul penelitian “Pengembangan Instrumen Tes
Literasi Matematis Berbasis Budaya Betawi Untuk Siswa SMP/MTs”. Pada
penelitian Lisa dilakukan pengembangan instrumen kemampuan literasi
matematis siswa berbasis budaya betawi. Hasil dari penelitian Lisa
menunjukkan bahwa instrumen kemampuan literasi matematis yang
dikembangkan memenuhi kriteria kelayakan berdasarkan hasil uji ahli dan uji
empiris.72 Persamaan dari penelitian Lisa dengan penelitian ini adalah
mengembangkan instrumes tes dengan indikator kemampuan literasi
matematis. Perbedaan dari penelitian Lisa dengan penelitian ini adalah
penelitian Lisa menggunakan instrumen kemampuan literasi matematis
berbasis budaya betawi, sedangkan penelitian ini menggunakan instrumen
kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman.
5. Lia Kurniawati, Muin, Kadir, dan Miftah (2021) dalam jurnal yang berjudul
“Student Mathematical Literacy Skill of Madrasah In Indonesia With Islamic
Context”. Pada penelitian Kurniawati dkk, mengkaji kemampuan literasi
matematis siswa madrasah di Indonesia dengan soal yang memuat komponen
PISA berkonteks islami. Hasil dari penelitian Kurniawati, dkk menunjukkan
bahwa kemampuan literasi matematis menggunakan desain PISA dengan
konteks ke-islaman dalam tingkat madrasah di Indonesia masih tergolong
rendah yaitu memiliki rata-rata 17,23%.73 Persamaan dari penelitian
Kurniawati dkk dengan penelitian ini adalah penggunaan instrumen soal
kemampuan literasi matematis berkonteks ke-Islaman kepada siswa.
Kemudian, perbedaannya adalah penelitian ini mendeskripsikan kelayakan
instrumen tes kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman
untuk siswa MTs/SMPI, sedangkan penelitian Kurniawati dkk adalah mengkaji

72
Lisa Auliya, “Pengembangan Instrumen Tes Literasi Matematis Berbasis Budaya Betawi
Untuk Siswa SMP/MTs”, Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2021)
73
Lia Kurniawati, dkk, “Student Mathematical Literacy Skill of Madrasah in Indonesia with
Islamic Context”, TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, (2021)
kemampuan literasi matematis dalam konteks islam pada siswa madrasah di
Indonesia.

G. Kerangka Berpikir
Berdasarkan Tujuan Pembelajaran Matematika menurut Depdiknas (2006)
sepemahaman dengan National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) yang
menyebutkan bahwa 5 kompetensi dalam pembelajaran matematika disebut
dengan kemampuan literasi matematika. Tujuan utama pembelajaran abad ke-21
adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang saat ini digunakan pemerintah
sebagai penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua siswa,
terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM yaitu literasi membaca dan
literasi matematika. Kecakapan yang diperlukan pada abad-21 ini salah satunya
adalah kemampuan literasi, sehingga dapat dikatakan bahwa literasi matematika
sangat penting dimiliki siswa pada abad 21. Berdasarkan studi Internasional yaitu
PISA mengukur bahwa literasi matematika di Indonesia masih rendah. Penyebab
rendahnya kemampuan literasi matematis siswa salah satunya adalah siswa kurang
memahami konteks dalam soal, hal tersebut disebabkan salah satunya karena siswa
kurang mengasah kemampuan literasi matematisnya atau guru jarang memberikan
soal-soal yang melatih kemampuan literasi matematis siswa. Permasalahan
tersebut ternyata sesuai dengan kenyataan di lapangan yang menunjukan bahwa
terdapat sekolah di tingkat MTs yang belum terbiasa menggunakan soal literasi
matematika dalam proses pembelajaran matematika, hal tersebut karena
terbatasnya instrumen soal literasi matematis khususnya pada siswa kelas VIII.
Kemudian terdapat sekolah tingkat MTs yang belum sama sekali menyediakan soal
matematika dengan memasukan konteks ke-Islaman, padahal siswa madrasah
sangat berkaitan erat dengan ke-Islaman dalam kehidupan sehari-harinya.
Mengingat siswa madrasah sangat berkaitan dengan konteks ke-Islaman dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah, maka pengintegrasian konteks Islam ke dalam
soal matematika sangat penting, salah satunya secara tidak langsung membuat
siswa belajar islam melalui pertanyaan literasi matematika. Banyak ditemukannya
pengembangan instrumen mengenai konteks ke-Islaman yang diintegrasikan
dengan matematika, tetapi tidak banyak ditemukannya pengembangan instrumen
mengenai konteks ke-Islaman yang diintegrasikan dengan literasi matematika.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disadari perlu adanya pengembangan
instrumen kemampuan literasi matematis berbasis konteks keislaman untuk siswa
tingkat MTs. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan instrumen tes
kemampuan literasi matematis berbasis konteks ke-Islaman, dimana instrumen tes
pada penelitin ini memuat komponen PISA (Content, Context, Process, dan Level)
dihubungkan dengan konteks ke-Islaman yang dipilih yaitu ayat-ayat Al-Qur’an,
Al-Hadits, Sirah Nabawiyah, dan Peristiwa kehidupan sehari-hari. Kemudian
pertanyaan yang dibuat sesuai dengan indikator kemampuan literasi matematis,
yaitu formulate, employ, dan interpret. Instrumen kemampuan literasi matematis
ini menggunakan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development,
Implementation, Evaluation) yang melibatkan uji instrumen oleh ahli.

Dengan kerangka berpikir yang diuraikan, berikut merupakan bagan kerangka


berpikir dalam penelitian ini.

Gambar 2.6
Kerangka Berpikir

Identifikasi Masalah:
1. Kemampuan literasi matematis siswa masih rendah
2. Literasi matematis siswa MTs dalam konteks keislaman rendah.
3. Terbatasnya penggunaan instrumen kemampuan literasi matematis.
4. Tidak banyak ditemukan soal-soal literasi matematika berbasis konteks
ke-Islaman yang layak untuk diberikan kepada siswa dalam lingkup
MTs/SMPI
Pengembangan Instrumen Tes Kemampuan
Literasi Matematis Berbasis Konteks Ke-
Islaman Untuk Siswa Kelas VIII SMPI/MTs

1. Content PISA
(Space and Shape, Change and Relationship,
Quantity, Uncertainly and Data)
2. Context PISA
(Personal, Occupational, Societal, Scientific)
3. Konteks Ke-Islaman
(Ayat-Ayat Al-Qur’an, Hadits, Sirah
Nabawiyah, Peristiwa Sehari-hari) Model ADDIE
4. Process PISA
(Reproduction, Connection, Reflection)
5. Level PISA
(1,2,3,4,5,6)
6. Indikator Kemampuan Literasi Matematis
(Formulate, Employ, Interpret)

Instrumen Tes Kemampuan Literasi


Matematis Berbasis Konteks Ke-Islaman
Untuk Siswa Kelas VIII MTs/SMPI
yang valid dan layak digunakan

Anda mungkin juga menyukai