Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pengertian Pembelajaran Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya

diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan

itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu

(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya

yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).

Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu

pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih

menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil

eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran

manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran (Russeffendi ET,

1980 :148). Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya

secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah

secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai

terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsepkonsep matematika yang

terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat,

maka digunakan bahasa matematika atua notasi matematika yang bernilai global

(universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika

adalah dasar terbentuknya matematika. Pada awalnya cabang matematika yang

ditemukan adalah Aritmatika atau Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu

9
ditemukan Kalkulus, Statistika, Topologi, Aljabar Abstrak, Aljabar Linear,

Himpunan, Geometri Linier, Analisis Vektor, dll.

Reys, et al (1998: 2) menyatakan bahwa matematika mempelajari tentang

pola dan hubungan, cara berpikir, seni yang bersifat urut dan konsisten, bahasa

yang menggunakan istilah dan simbol, serta alat yang dapat digunakan dalam

menyelesaikan masalah dalam bidang lain, dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.

Matematika adalah ilmu eksak yang mempelajari tentang bilangan, simbol,

dan penalaran logika. Soedjadi (2000: 11) menyatakan beberapa definisi

matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, sebagai berikut:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematis.

2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan

berhubungan dengan bilangan.

4. Matematika adalah pengetahun tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah

ruang dan bentuk.

5. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.

6. Matematika pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika

adalah suatu ilmu terstruktur yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur,

dan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan konsep- konsep abstrak

terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam rangkaian urutan yang logis.

Jadi matematika merupakan ilmu yang tidak sekedar menghitung secara teknis

10
dan mekanis, tetapi matematika merupakan suatu ilmu deduktif formal dan

abstrak yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan

sehari-hari. Matematika terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan

geometri.

Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa

untuk pengembangan pola berfikir, mengolah logika , penanaman konsep dan

berpikir matematik dengan tujuan dapat menyelesaikan masalah matematik.

Menurut Harta (2006: 4), pembelajaran matematika ditujukan untuk membina

kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika,

menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan gagasan,

dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika. Pembelajaran matematika

diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematik, yang meliputi

pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi matematik,

kritis serta sikap yang terbuka dan objektif (Sumarmo, 2004: 5).Hudojo (2005:

135) menyatakan bahwa pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang

konsep-konsep atau struktur- struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari

serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep atau struktur-struktur

tersebut. Sesuai dengan pengertian di atas, pembelajaran matematika seharusnya

dilaksanakan secara terpadu dengan mengoptimalkan peran siswa sebagai

pembelajar. Siswa tidak hanya mendapatkan pemahaman konsep tetapi siswa juga

diharapkan memiliki keterampilan dan kreativitas dalam belajar matematika

sehingga mampu menerapkannya dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.

11
Pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran yang dirancang

untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan pelajar

melaksanakan kegiatan yang terencana tentang matematika yang dipelajari.

Menurut Sumarmo (2004: 5), pembelajaran matematika diarahkan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir matematik, yang meliputi pemahaman,

pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi matematik, kritis serta

sikap yang terbuka dan objektif. Dalam pembelajaran matematika, siswa

dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-

sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi).

Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa

mampu menangkap pengertian suatu konsep (Suherman, 2001: 55).

Tujuan pembelajaran matematika menurut Aini (2013) adalah :

1) Melatih cara berpikir dan menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

2) Mengembangkan aktivitas kreatif dalam memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam

pemecahan masalah.

3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

12
4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik,

peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Tujuan pembelajaran matematika tersebut memiliki arti bahwa pembelajaran

matematika yang diberikan oleh pendidik sangat penting untuk pengembangan

diri siswa, melatih pola pikir, memecahkan masalah, merancang model

matematika, dan menyelesaikan model matematika serta dapat menjawab

masalah. Sehingga disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan

serangkaian kegiatan yang melibatkan pendidik dan peserta didik secara aktif

untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan matematika. Pembelajaran

matematika juga merupakan proses pembentukan pengetahuan dan

pemahaman matematika oleh siswa yang berkembang secara optimal untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang ditetapkan, siswa dituntut aktif, memiliki kemandirian, dan

bertanggungjawab selama mengikuti proses pembelajaran matematika. Dimana

guru sebagai perencana pembelajaran, pelaksana pembelajaran yang mendidik,

dan penilai proses hasil pembelajaran.

2.1.2.Pengertian Literasi Matematik

Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya literacy berasal dari bahasa

Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem

tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Kendati demikian, literasi

utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan,

13
sementara sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder (Mahdiansyah, 2014:

455).

Kern (2002: 3), literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi

sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan

makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang

tak terucap tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual

dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi

secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud

atau tujuan, literasi itu bersifat dinamis –tidak statis– dan dapat bervariasi di

antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus atau wacana. Literasi

memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan

lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan cultural.

Literasi matematika merupakan` pengetahuan untuk mengetahui dan

menggunakan dasar matematika dalam kehidupan sehari-hari (Ojose, 2011).

Literasi matematika tidak menyiratkan pengetahuan rinci seperti kalkulus,

persamaan diferensial, topologi, analisis, aljabar linear, aljabar abstrak dan

formula matematika yang kompleks dan canggih, melainkan sebuah pengertian

secara luas tentang pengetahuan dan apresiasi matematika yang mampu dicapai

(Nursalam,dkk, 2016 : 201).

Literasi matematika adalah kapasitas siswa untuk merumuskan,

menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Mencakup

penalaran matematis dan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur,

fakta, dan alat-alat untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi

14
fenomena (OECD, 2013).

Sebelum dikenalkan melalui PISA, istilah literasi matematika telah

dicetuskan oleh NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) sebagai

salah satu visi pendidikan matematika yaitu menjadi melek/literate matematika,

literasi matematika dalam visi tersebut dimaknai dengan “an individual’s ability

to explore, to conjecture, and to reason logically as well as to use variety of

mathematical methods effectively to solve problems. By becoming literate, their

mathematical power should develop”. Pengertian ini mencakup 4 komponen

utama literasi matematika dalam pemecahan masalah yaitu mengeksplorasi,

menghubungkan dan menalar secara logis serta menggunakan metode

matematis yang beragam. Komponen utama ini digunakan untuk memudahkan

pemecahan masalah sehari-hari yang sekaligus dapat mengembangkan

kemampuan matematikanya.

Senada dengan pendapat tersebut, Stecey & Tuner (2015) mengartikan

literasi dalam konteks matematika adalah kekuatan untuk menggunakan

pemikiran matematika dalam pemecahan masalah sehari- hari agar lebih siap

menghadapi tantangan kehidupan. Pemikiran matematika yang dimaksudkan

meliputi pola pikir pemecahan masalah, menalar secara logis,

mengkomunikasikan dan menjelaskan. Pola pikir ini dikembangkan berdasarkan

konsep, prosedur, serta fakta matematika yang relevan dengan masalah yang

dihadapi.

Secara umum pendapat-pendapat di atas menekankan pada hal yang sama

yaitu bagaimana kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan

15
matematika yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari secara maksimal. Dalam proses memecahkan masalah atau konteks,

siswa yang memiliki kemampuan literasi matematika akan memahami bahwa

konsep matematika yang telah dipelajari dapat menjadi sarana menemukan solusi

dari masalah yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Fokus dari bahasa dalam definisi literasi matematika adalah keterlibatan

aktif dalam matematika, hal ini mencakup penggunaan penalaran matematis,

penggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat-alat matematika dalam

menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Secara khusus, kata

kerja merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan merupakan tiga titik proses

dimana siswa akan terlibat aktif dalam pemecahan masalah (OECD, 2013).

Dari beberapa pengertian diatas,diambil pengertian literasi matematik

menurut draf assesment framework PISA 2015 sebagai rujukan pengertian literasi

dalam penelitian ini. Pengertian literasi matematik menurut draf assesment

framework PISA 2015 yaitu literasi matematik adalah kemampuan seseorang

untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai

konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematikdan

menggunakan konsep, prosedur serta fakta untuk menggambarkan, menjelaskan

atau memperkirakan suatu kejadian.

2.1.2.1Konstruk Kemampuan Literasi Matematik

Kerangka kerja PISA dalam mengukur literasi matematik dibedakan dalam

dua konstruk, yaitu konten dan konteks. Aspek konten terdiri atas domain

quantity, uncertainty and data, change and relationship, serta space and shape;

16
dan aspek konteks terdiri atas domain personal, societal, occupational, dan

scientific; (OECD, 2016: 70-74).

Penjelasan kerangka kerja PISA 2015 (OECD, 2016) tentang konstruk

literasi matematikadalah sebagai berikut.

a. Konten

Konten dalam PISA (OECD, 2016: 71-72) terdiri atas :

1. Change and Relationship (Perubahan dan Hubungan). Perubahan dan

hubungan berkaitan dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika

sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum,

seperti penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan ini juga

dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris dan tabel.

Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya

masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan

menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan.

2. Space and Shape (Ruang dan Bentuk). Ruang dan bentuk berkaitan dengan

pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan

siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai

dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam

hubungannya dengan posisi benda tersebut.

3. Quantity (Bilangan). Bilangan berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola

bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan,

dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan

sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk

17
dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif,

merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah

matematika, berhitung diluar kepala, dan melakukan penaksiran.

4. Uncertainty and Data (Probabilitas/Ketidakpastian dan Data).

Probabilitas/ketidakpastian dan data berhubungan dengan statistik dan

peluang yang sering digunakan untuk menyelesaikan fenomena ini. Penyajian

dan interpretasi data adalah konsep kunci dalam konten ini.

b. Konteks

Soal literasi matematis dalam PISA 2015 (OECD, 2016: 73-74) melibatkan 4

konteks, yaitu :

1. Konteks Pribadi (Personal). Konteks pribadi yang berhubungan langsung

dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari, baik kegiatan diri sendiri, kegiatan

dengan keluarga, maupun kegiatan dengan teman sebayanya yang

memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan

dan menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.

2. Konteks Pekerjaan (Occupational). Konteks pekerjaan yang berkaitan dengan

kehidupan siswa di sekolah atau lingkungan tempat siswa bekerja.

Pengetahuan siswa tentang konsep matematika diharapkan dapat membantu

untuk merumuskan, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan

masalah tersebut.

3. Konteks Umum (Societal). Konteks umum berkaitan dengan penggunaan

pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat baik lokal,

nasional, maupun global dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan

18
dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep

matematikanya untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam

kehidupan di masyarakat.

4. Konteks keilmuan (Scientific). Kegiatan keilmuan yang secara khusus

berkaitan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menurut

pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah

matematika.

2.1.2.2 Level Kemampuan Literasi Matematik Siswa

Kemampuan literasi matematiksiswa dalam PISA 2015 (OECD, 2016: 68-

69) memiliki tujuh kompetensi pokok, yaitu:

1. Communication. Literasi matematikmelibatkan kemampuan untuk

mengomunikasikan masalah. Seseorang melihat adanya suatu masalah dan

kemudian tertantang untuk mengenali dan memahami permasalahan tersebut.

Membuat model merupakan langkah yang sangat penting untuk memahami,

memperjelas, dan merumuskan suatu masalah. Dalam proses menemukan

penyelesaian, hasil sementara mungkin perlu dirangkum dan disajikan.

Selanjutnya, ketika penyelesaian ditemukan, hasil juga perlu disajikan kepada

orang lain disertai penjelasan. Kemampuan komunikasi diperlukan untuk bisa

menyajikan hasil penyelesaian masalah.

2. Mathematising. Literasi matematikjuga melibatkan kemampuan untuk

mengubah (transform) permasalahan dari dunia nyata ke bentuk matematika

atau justru sebaliknya yaitu menafsirkan suatu hasil atau model matematika

19
ke dalam permasalahan aslinya. Kata mathematising digunakan untuk

menggambarkan kegiatan tersebut.

3. Representation. Literasi matematikmelibatkan kemampuan untuk menyajikan

kembali (representasi) suatu permasalahan atau suatu obyek matematika

melalui hal-hal seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan

mempergunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun

benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga lebih jelas.

4. Reasoning and Argument. Literasi matematikmelibatkan kemampuan menalar

dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan berpikir

secara logis untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk menghasilkan

kesimpulan yang beralasan.

5. Devising Strategies for Solving Problems. Literasi matematikmelibatkan

kemampuan menggunakan strategi untuk memecahkan masalah. Beberapa

masalah mungkin sederhana dan strategi pemecahannya terlihat jelas, namun

ada juga masalah yang perlu strategi pemecahan cukup rumit.

6. Using Symbolic, Formal and Technical Language and Operation. Literasi

matematikmelibatkan kemampuan menggunaan bahasa simbol, bahasa formal

dan bahasa teknis.

7. Using Mathematics Tools. Literasi matematik melibatkan kemampuan

menggunakan alat-alat matematika, misalnya melakukan pengukuran, operasi

dan sebagainya.

Soal yang digunakan dalam penelitian ini mencakup kompetensi-

kompetensi literasi matematik di atas, yakni soal mencakup soal PISA.

20
Aspek kognitif kemampuan literasi matematikdalam PISA dibagi menjadi

enam level (tingkatan), level 6 sebagai tingkat pencapaian yang paling tinggi dan

level 1 yang paling rendah. Setiap level tersebut menunjukkan tingkat kompetensi

matematika yang dicapai siswa. secara lebih rinci level-level yang dimaksud

tegambar pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Enam Level Kemampuan Matematika dalam PISA

Level Kompetensi Matematika

Para siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan


menggunakaninformasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam
suatu situasi yang kompleks. Mereka dapat menghubungkan sumber
6
informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya.
Para siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar
secara matematika. Mereka dapat menerapkan pemahamannya secara
mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika,
mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi
baru. Mereka dapat merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang
mereka temukan. Mereka melakukan penafsiran dan berargumentasi
secara dewasa.
Para siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks,
mengetahuikendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan.
Mereka dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi
5
untuk memecahkan masalah yang rumit yang berhubungan dengan
model ini.
Para siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan
pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menguhubungkan
pengetahuan dan keterampilan matematikanya dengan situasi yang
dihadapi. Mereka dapat melakukan refleksi dari apa yang mereka

21
kerjakan dan mengkomunikasikannya.
Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi

4 yang konkrettetapi kompleks. Memilih dan mengintegrasikan


representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi
nyata. Para siswa dapat menggunakan keterampilannya dengan baik dan
mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel. Mereka dapat
memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai
argumentasi berdasar padainterpretasi dan tindakan mereka.
Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk
prosedur yangmemerlukan keputusan secara berurutan. Mereka dapat
memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang
3
sederhana. Para siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan
dan menggunakan representasi berdasarkan sumber informasi yang
berbeda dan mengemukakan alasannya. Mereka dapat
mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.
Para siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam
konteks yangmemerlukan inferensi langsung. Mereka dapat memilah
informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara
2
representasi tunggal. Para siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan
algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau
konvensi sederhana. Mereka mampu memberikan alasan secara
langsung dan melakukan penafsiran harafiah.
Para siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan

1 dikenal sertasemua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan


yang jelas. Mereka bisa mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan
prosedur rutin menurut instruksi eksplisit. Mereka dapat melakukan
tindakan sesuai dengan stimuli yang diberikan.

Literasi matematik terdiri atas 6 level, dimana masing-masing level

mengukur tingkat pengetahuan matematik yang berbeda. Semakin tinggi level,

22
semakin kompleks pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang

diberikan. Soal-soal literasi matematik yang di teskan kepada siswa melibatkan 6

level kemampuan matematika serta dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk

melihat sejauh mana tingkat kemampuan literasi matematik siswa SMP kelas VIII

di wilayah pesisir kabupaten Konawe.

2.1.2.3 Pentingnya Kemampuan Literasi Matematik dalam Kehidupan

Berdasarkan pengertian literasi yang telah dijelaskan sebelumnya literasi

matematikadalah kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan

menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan

melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur serta

fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan suatu kejadian.

Hal ini akan mendorong seseorang untuk peka dan paham penggunaan

matematika dalam kehidupan sehari-hari. Paham akan penggunaan matematika ini

akan membantu seseorang untuk berpikir numeris dan spasial dalam rangka

menginterpretasikan dan menganalisis secara kritis situasi sehari-hari. Cara

berpikir seperti ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam bidang politik misalnya, masyarakat yang memiliki kemampuan

literasi matematik yang baik dapat menjadikan data-data statistik menjadi fakta

kuantitatif dan informasi yang efektif. Dalam dunia kerja, kemampuan literasi

matematik juga memiliki peranan fital. Meskipun saat ini kinerja kita telah banyak

dibantu oleh komputer, kita perlu memiliki kemampuan literasi matematik.

tuntutan kerja saat ini bukan lagi pada bagaimana menggunakan perhitungan

23
matematis akan tetapi lebih kepada bagaimana kita memahami suatu sistem dan

bagaimana mengembangkannya. Kemampuan ini sangat diperlukan bagi pegawai

level menengah ke atas. Dengan memahami sistem maka mereka dapat

mengembangkan sistem tersebut secara dinamis sesuai dengan kebutuhan. Contoh

lainnya, ketika sedang berbelanja seringkali kita dihadapkan pada beberapa

pilihan barang. Beberapa diantaranya mungkin akan mendapatkan diskon maupun

bonus dalam bentuk voucher ataupun hal lainnya. Dengan kemampuan literasi

matematik, kita dapat menentukan barang yang harus dipilih dengan

mempertimbangkan harga yang lebih ekonomis. Selain contoh yang disebutkan,

masih banyak masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan

kemampuan literasi matematik. Mulai dari hal yang paling sederhana hingga hal

yang lebih kompleks. Mulai dari menentukan rute terefektif hingga penentuan

kebijakan dalam dunia bisnis. Semua contoh-contoh tadi memerlukan kemampuan

literasi matematik.

Oleh karena itu, literasi matematik sangat diperlukan untuk menunjang

kehidupan kita sehari-hari. Kemampuan literasi matematik harus ditanamkan

sejak dini.

2.1.3. Keyakinan Matematik

Keyakinan atau kepercayaan merupakan terjemahan dari kata belief yang

berasal daribahasa Inggris. Secara leksikal, dalam kamus Oxford, belief diartikan

sebagai perasaan yang kuat tentang kebenaran atau keberadaan sesuatu (a strong

feeling that something/someone exists or is true) atau percaya bahwa sesuatu itu

baik atau benar (confident that something/someone is good or right). Secara

24
gramatikal, dalam bahasa sehari-hari, (beliefs) bersinonim dengan istilah sikap

(attitude), disposisi (disposition), pendapat (opinion), persepsi (perception),

filosofi (philosophy), pendirian (conviction), dan valid (Leder dan Forgasz, 2002:

96 dan Hill, 2008). Khusus dalam matematika, Presmeg (2002: 294) mengatakan

istilah keyakinan dan konsepsi dapat saling dipertukarkan dalam konteks sifat

natural matematika.

Selain mempunyai banyak kata sinonim, keyakinan mempunyai banyak

pengertian. McLeod dan McLeod (2002: 120) mengatakan definisi keyakinan

tidak tunggal sebab pendefinisian keyakinan disesuaian dengan sasaran dan

tujuan. Apabila tujuannya untuk menjelaskan kepada orang biasa, maka definisi

informal lebih tepat, namun jika tujuannya untuk penelitian, maka definisi formal

lebih berguna.

Bagi seorang siswa yang mempunyai belief yang baik terhadap

pembelajaran matematika, sangatlah membantunya untuk memahami konsep

matematika. Tanpa belief yang baik terhadap materi maka siswa dalam

mempelajari matematika akan mengalami kesulitan. Siswa dalam belajar

matematika akan cenderung pasif, setengah hati, dan memiliki motivasi yang

rendah sehingga berimplikasi pada hasil belajar matematika. Romberg (1994) dan

Wahyudin (2008) dalam Djamilah mengemukakan bahwa aspek afektif, termasuk

di dalamnya keyakinan matematik (KYM), dan aspek kognitif secara simultan

sangat berpengaruh dalam pencapaian prestasi belajar matematika siswa.

Peranan KYM juga dikemukakan oleh beberapa ahli. Goldin (2002:67)

mengemukakan bahwa keyakinan matematik berperan utama pada saat seseorang

25
mengerjakan dan menggunakan matematika. Pendapat ini didukung oleh

Anderson et al. (2006:64) dalam Djamilah yang dalam penelitiannya terhadap

siswa SMP dan SMA di Kanada memperoleh hasil bahwa keyakinan siswa

terhadap matematika secara positif berpengaruh terhadap prestasinya. Selain itu

dalam NCTM tahun 1989, keyakinan yang ada pada diri siswa sangat berpengaruh

pada:

1. kemampuan siswa dalam mengevaluasi kemampuan diri sendiri;

2. keinginan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas matematika; dan

3. disposisi matematik yang dimiliki siswa (Eynde, Corte, dan Verschaffel,

2002:27).

Keyakinan matematik (KYM) merupakan struktur afektif yang dimiliki

seseorang berkenaan dengan pandangannya terhadap matematika. Keyakinan

tersebut bersifat lebih melekat pada diri seseorang dibanding dengan minat

maupun sikap. Goldin (2002 :68) menyatakan bahwa keyakinan matematik

seseorang terbentuk dari sikap (attitude) terhadap matematika yang dimilikinya

dan selanjutnya keyakinan tersebut akan membentuk nilai matematika pada diri

orang tersebut. Keyakinan matematik meliputi keyakinan tentang peran dan fungsi

guru, keyakinan tentang kemampuan dirinya dalam matematika, keyakinan

tentang matematika sebagai suatu aktivitas sosial, dan keyakinan tentang

matematika sebagai disiplin ilmu (Eynde, Corte, dan Verschaffel, 2006: 62).

Keyakinan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh diri dan

lingkungannya. Keyakinan seseorang dapat berubah sebab setiap saat setiap

orang mengalami pembentukan, pengubahan,atau penguatan atas keyakinan yang

26
dimilikinya. Eynde, Corte, dan Verschaffel (2002: 27) membuat diagram sistem

keyakinan siswa yang terkait dengan matematika sebagaimana disajikan pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram sistem keyakinan siswa terkait dengan matematika

Pada Gambar 2.1 jelas bahwa ketiga aspek yaitu object mathematical,

context class dan slelfsaling terkait dalam membentuk KYM dalam diri siswa.

Implikasinya dalam pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan KYM

siswa perlu diperhatikan kondisi masing-masing siswa, situasi kelas secara umum,

interaksi antar siswa, buku matematika yang menjadi pegangan, guru pengajar,

dan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Dalam penelitian ini skala KYM

terdiri dari indikator keyakinan tentang kebenaran matematika, usaha-usaha siswa

dalam belajar matematika, kepercayaan diri siswa, persepsi siswa tentang

matematika, sikap siswa terhadap matematika, perasaan siswa sebelum dan

sesudah belajar matematika, dan motivasi siswa terhadap pelajaran matematika.

27
2.1.4 Wilayah Pesisir

2.1.4.1 Definisi Wilayah Pesisir

Defenisi wilayah pesisir yang dapat dikemukakan di antaranya UNCED,

Agenda 21, chapter 17.3 (1992), menjelaskan bahwa sebagai berikut: “Wilayah

pesisir memiliki habitat yang beragam dan produktif yang penting bagi

pemukiman penduduk, pembangunan, dan masyarakat local.” Sementara Scura

et.al (1992), menjelaskan bahwa :”Wilayah pesisir merupakan wilayah antara

daratan dan lautan yang menjadi konsentrasi perhatian dan berbagai

kepentingan, di mana aktifitas manusia saling terkait dengan lingkungan daratan

dan laut.”

Dahuri dkk (1996), menyatakan terdapat kesepakatan umum di dunia

bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan

lautan.Sebagai Negara kepulauan, laut dan wilayah pesisir memiliki nilai strategis

dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya

sehingga berpotensi menjadi prime mover pengembangan wilayah nasional. Isu-

isu pokok utama di kawasan pantai ( Kay dan Alder, 1999 ) adalah pertumbuhan

penduduk yang cukup pesat serta cenderung tinggal dan beraktivitas di kawasan

pantai. Sebagai tempat yang strategis pantai dimamfaatkan untuk berbagai hal

berupa eksploitasi sumberdaya perikanan.

2.1.4.2 Potensi dan Permasalahan Pesisir

Pesisir memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan oleh

masyarakat sekitar.Potensi-potensi itu meliputi sumber perikanan, bahan

28
bangunan, kayu bakar, pertambangan dan pariwisata. Pengembangan potensi

pesisir membutuhkan SDM yang berkualitas, akan tetapi SDM masyarakat pesisir

belum mampu untuk hal tersebut.Sehingga menyebabkan rendahnya kualitas

pendidikan masyarakat pesisir. Firdausy (2001: 166) mengatakan terdapat tiga

faktor yang menyebabkan masyarakat pesisir belum mampu untuk memanfaatkan

potensi SDM wilayah pesisir, yaitu: (1) rendahnya kualitas sumber daya manusia

yang tinggal di wilayah pesisir; (2) rendahnya kemampuan modal yang dimiliki

oleh masyarakat pesisir; (3) rendahnya tingkat teknologi yang dimiliki

masyarakat.

Bardasarkan uraian di atas, dipandang perlu untuk diberikan perhatian

untuk meningkatkan prestasi pendidikan masyarakat pesisir. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara mengembangkan pembelajaran-pembelajaran dalam kelas

dengan model kontekstual yang berhubungan dengan masalah-masalah di sekitar

lingkungan siswa. Dengan demikian pendidikan akan memberikan informasi yang

luas kepada siswa, tentang cara untuk melestarikan dan mengembangkan potensi

yang ada disekitarnya.

2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan

Berikut ini dijabarkan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan

penelitian ini.

1. Aini (2013) meneliti tentang meningkatkan kemampuan literasi matematis

melalui pendekatan keterampilan proses matematis yang didasarkan pada

rendahnya literasi matematis siswa. Berdasarkan hasil analisis diperoleh (1)

peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang mendapatkan

29
pembelajaran dengan pendekatan ketrampilan proses matematis lebih baik

dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional,

(2) peningkatan kemampuan literasi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan pendekatan ketrampilan proses matematis lebih baik

dari dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari

PAM (tinggi, sedang, rendah), (3) pembelajaran dengan pendekatan

ketrampilan proses matematis memberikan kontribusi yang lebih baik

daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Siswa

menunjukkan sikap positif terhadap matematika sehingga terdapat

peningkatan kemampuan literasi matematis siswa.

2. Arsidaryanti Putri Imran (2017) meneliti tentang analisis kemampuan literasi

matematik dan keyakinan matematik siswa kelas X di kota Kendari.

Menyimpulkan Kemampuan literasi matematik siswa SMAN di Kota Kendari

tergolong sangat kurang dengan nilai rata-rata 41,74. Rata-rata nilai literasi

matematik untuk level 1 dalam kategori kurang yaitu 56,04. Sedangkan untuk

level 2 sampai level 6 dalam kategori kurang sekali dengan rata-rata nilai

literasi kurang dari 55. Keyakinan matematika siswa SMAN di Kota Kendari

tergolong rendah dengan nilai rata-rata 62,65. Randahnya keyakinan

matematik siswa yaitu pada aspek kepercayaan diri, persepsi terhadap

matematika, sikap terhadap pelajaran matematika, perasaan terhadap

matematika dan motivasi dalam belajar matematika.

3. Arny Kurniawaty (2017) meneliti analisis kemampuan lierasi matematis

siswa SMP pesisir Konawe Utara ditinjau dari perbedaan Gender.

30
Menyimpulkan bahwa kemampuan literasi matematik siswa SMP pesisir di

Konawe Utara tergolong kuarang. Hal ini terlihat kurangnya siswa yang

mampu memenuhi level dari soal literasi matematik.Rata-rata nilai literasi

matematik pada level 1 dalam kategori kurang dan pada level 2 sampai 5

dalam kategori kurang sekali.

2.3. Kerangka Berpikir

Penelitian ini berdasarkan studi awal peneliti yang telah dilakukan

sebelumnya melihat kemampuan literasi matematik dari beberapa sekolah sangat

rendah dan kurangnya keyakinan matematik yang dimiliki siswa sehingga dengan

demikian kerangka berpikir dalam tulisan ini adalah menganalisis aspek kognitif

dilihat dari kemampuan literasi matematik siswa dan non kognitif dilihat dari

keyakinan matematik siswa sehingga dengan adanya penelitian ini bisa jadi

referensi dan dapat meningkatkan kemampuan literasi matematik siswa dan siswa

dapat menumbuhkan keyakinannya terhadap matematika. Dalam hal ini juga

kemampuan literasi matematik sangat berpengaruh terhadap keyakinan matematik

yang dimiliki siswa. Apabila siswa mempunyai keyakinan (belief) yang baik

terhadap pembelajaran matematika, sangatlah membantunya untuk memahami

konsep matematika. Tanpa belief yang baik terhadap materi maka siswa dalam

mempelajari matematika akan mengalami kesulitan. Siswa dalam belajar

matematika akan cenderung pasif, setengah hati, dan memiliki motivasi yang

rendah sehingga berdampak pada kemampuan literasi yang mereka miliki.Dengan

demikian semakin rendah kemampuan literasi matematik siswa maka semakin

rendah keyakinan matematik yang dimiliki siswa tetapi semakin tinggi

31
kemampuan literasi matematik siswa semakin tinggi pula keyakinan matematik

yang dimiliki siswa.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah, kajian teori dan kerangka berpikir

maka hipotesis penelitian ini: “ada pengaruh yang signifikan keyakinan

matematik terhadap kemampuan literasi matematik siswa SMP di wilayah pesisir

kabupaten konawe”.

32

Anda mungkin juga menyukai