Anda di halaman 1dari 24

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Disusun Guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar pembelajaran

Dosen Pengampu :

Hadi Rohyana, M.Pd

Penyusun :

Kelompok 1

Rizka Kaula Asyafa (22210011)

Nurul Fitria (22210029)

Bayu Hardeka (222100

Adnan Bafaqih (22210010)

Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah

Institut Daarul Qur’an

Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadapan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat- Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Penulisan makalah yang berjudul “Hakikat Pendidikan”, ini dalam rangka
materi perkuliahan semester 2 Institut Darul Qur’an

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan.


Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, semua kritik dan saran dari Dosen Pengampu dan teman-teman
mahasiswa sekalian akan kami terima dengan senang hati demi perkembangan yang
lebih baik kedepannya.

Makalah ini dapat kami selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah seharusnyalah pada kesempatan kali ini kami
dari Kelompok 1 selaku penyusun makalah ini menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat, media yang membantu, dan teman-teman yang
kooperatif, dan terlebih lagi kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Dasar-dasar
Pembelajaran, Hadi Rohyana, M.Pd. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Akhirnya, semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini ada manfaatnya.

Jakarta 06 Maret 2023

2
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………….. 2

DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………..3

BAB 1
PENDAHULUAN………………………………………………………………… 4

1.1 LatarBelakang………………………………………………………4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..5
1.3 Tujuan………………………………………………………............5

BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………….. 6

A. Pengertian Matematika…………………………………………...................6
B. Matematika
Sekolah……………………………………………………….......................8
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Matematika………………………………………………………………….13

BAB III
PENUTUP………………………………………………………………………… 16

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...16

3.2 Saran…………………………………………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hakikat Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran, agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spirituil keagamaan, pengendalian diri, kepribadian
kecerdasan, , akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (UU RI Nomor 20 Tahun 2003, pasal1 ayat 1). Kunandar (2007:10a)
mengatakan bahwa:

“Pendidikan adalah investasi manusia memperoleh pengakuan dari banyak


kalangan ahli”. Pendidikan dapat diartikan juga merupakan serangkaian aktifitas untuk
perubahan yang lebih baik. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik
merupakan jabatan profesional. Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus

berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan


teknologi serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya
manusia yang berkualitas dan memiliki kepribadian untuk mampu bersaing baik di
forum regional, nasional, maupun internasional. Disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19 Tahun 2005 bahwa pendidikan dasar
bertujuan

untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,


ketrampilan untuk hidup mandiri, serta mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk
mencapai tujuan pedidikan, guru merupakan salah satu komponen penting penentu
keberhasilan pendidikan. Gurulah yang berada di barisan paling depan dalam
pelaksanaan pendidikan, karena guru langsung berhadapan dengan siswa untuk
mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai
positif melalui bimbingan dan keteladanan.

4
4
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis merasa perlu membahas tentang
Hakikat Pendidikan dengan membatasi pembahasan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud Hakikat pendidikan ?
2. Apa itu Hakikat pendidikan Matematika ?
3. Apa itu Hakikat pendidikan Matematika ?

1.3 Tujuan
Pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang dicapai siswa setelah
melakukan kegiatan pendidikan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya


diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan
itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya
yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).
Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari
hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-
pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran
(Russeffendi ET, 1980 :148).

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara


empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara
analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk
konsep-konsep matematika supaya konsepkonsep matematika yang terbentuk itu
mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka
digunakan bahasa matematika atua notasi matematika yang bernilai global
(universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika
adalah dasar terbentuknya matematika.

Pada awalnya cabang matematika yang ditemukan adalah Aritmatika atau


Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu ditemukan Kalkulus, Statistika,
Topologi, Aljabar Abstrak, Aljabar Linear, Himpunan, Geometri Linier,
Analisis Vektor, dll.

6
Beberapa Definisi Para Ahli Mengenai Matematika antara lain :

1. Russefendi (1988 : 23) Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur


yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalildalil
di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum,
karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
2. James dan James (1976). Matematika adalah ilmu tentang logika,
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu
aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar,
geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan
statistika.
3. Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972) Matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan,pembuktian yang logis, matematika itu
adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat ,
jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa
bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat
secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma,
sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang
keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni,
keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
4. Reys - dkk (1984) Matematika adalah telaahan tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu
alat.
5. Kline (1973) Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu
terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

7
7
B. Matematika Sekolah

Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah Dasar,


Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum disebut
Matematika Sekolah. Sering juga dikatakan bahwa Matematika Sekolah adalah
unsur-unsur atau bagian-bagian dari Matematika yang dipilih berdasarkan atau
berorientasi pada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK.
Matematika manakah yang dipilih? Matematika yang dipilih adalah
matematika yang dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan
nilai-nilai, memecahkan masalah, dan melakukan tugas tertentu. Bagaimana
dengan pembelajarannya? Matematika siap pakai atau matematika sebagai
aktivitas manusia?
Hal tersebut menunjukkan bahwa Matematika Sekolah tidaklah
sepenuhnya sama dengan Matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak
sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal (1)
penyajian, (2) pola pikir, (3) keterbatasan semesta, dan (4) tingkat
keabstrakan.

1. Penyajian Matematika Penyajian atau pengungkapan butir-butir


Matematika di Sekolah disesuaikan dengan perkiraan perkembangan
intelektual peserta didik. Mungkin dengan mengaitkan butir yang akan
disampaikan dengan realitas di sekitar siswa atau disesuaikan dengan
pemakaiannya. Jadi penyajian tidak langsung berupa butir-butir
Matematika. Hal tersebut akan lebih terasa lagi pada “ matematika
informal” yang diterapkan di jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) dengan
bentuk permainan atau nyanyian.

Anak-anak TK dibawa ke tempat-tempat yang biasa digunakan untuk


bermain tangga naik turun dapat ditanamkan “lebih tinggi” atau “lebih
rendah” dengan mengajukan pertanyaan “siapa yang lebih tinggi” atau

8
“lebih rendah”. Kepada mereka yang bermain jungkat-jungkit dapat
ditanamkan pengertian “lebih berat” atau “lebih ringan” dengan

8
mengajukan pertanyaan “siapa yang lebih berat” atau “lebih ringan”.
Kegiatan ini mungkin secara tidak sadar membekali anak suatu
pengetahuan yang kelak bermanfaat di bangku SD.

Pengertian perkalian didahului dengan penjumlahan berulang dengan


menggunakan peraga, kelereng misalnya. Dengan mengelompokkan
kelereng menjadi 4 kelompok yang setiap kelompok berisi 3 kelereng,
guru menjelaskan bahwa 4x3 adalah 12. Dengan cara mengubah cara
pengelompokan guru menunjukkan bahwa 3x4 juga 12, hasilnya sama
tetapi beda makna perkaliannya. Selanjutnya setelah memahami makna
perkalian dengan baik barulah siswa diminta menghafalkan perkalian-
perkalian dasar. Ingat 5 al-Khwarizmi, Volume 2, Oktober 2013, halaman
1 - 10 betul bahwa menghafalkan dalam matematika tidaklah dilarang
tetapi hendaklah dilakukan setelah memahaminya.

Selanjutnya melalui kesepakatan ahli pendidikan matematika


ditetapkan definisi yang akan dipakai selanjutnya dalam matematika.
Tentu dapat dipahami baha penyajian matematika di SMA berbeda
dengan di SMP atau di SD. Hal ini didasarkan pada tahap perkembangan
intelektual siswa SMA yang semestinya sudah berada pada tahap
operasional formal. Jadi tidak banyak butir matematika sekolah yang
disajikan secara induktif kecuali untuk kelas yang lemah. Untuk
menjelaskan probabilitas, misalnya melempar sebuah mata uang
sebanyak lima kali mungkin diperlukan bantuan yang agak konkret yaitu
berupa diagram pohon. Tidak langsung menggunakan pengertian
“kejadian bebas” atau yang lain.

9
2. Pola Pikir Matematika Telah dikemukakan bahwa pola pikir
matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat atau teorema yang
ditentukan secara

9
induktif ataupun empirik kemudian dibuktikan kebenarannya dengan
langkah-langkah deduktif sesuai strukturnya. Tidaklah demikian halnya
dengan matematika sekolah. Meskipun siswa pada akhirnya diharapkan
mampu berfikir deduktif namun dalam proses pembelajarannya dapat
digunakan pola pikir induktif. Pola pikir induktif yang digunakan
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan
intelektual siswa.

Contoh, di SD untuk mengenalkan konsep bangun datar misalnya


persegi, guru dapat menunjukkan berbagai bangun geometri atau
gambar datar pada siswanya kemudian menunjuk bangun yang
berbentuk persegi, dengan mengatakan “ini namanya persegi”.
Selanjutnya menunjuk bangun lain yang bukan persegi dengan
mengatakan “ini bukan persegi”. Dengan demikian siswa dapat
menangkap pengertian secara intuitif, secara visual, sehingga dapat
membedakan bangun yang persegi dan bangun mana yang bukan
persegi.
Ini merupakan langkah induktif atau pola pikir induktif. Selanjutnya
juga dapat ditanamkan pola pikir deduktif secara amat sederhana
misalnya siswa SD tersebut diajak ke suatu tempat yang banyak
bangunan-bangunan geometrinya. Bila kepada siswa itu ditanyakan
manakah yang merupakan persegi ternyata dia dapat menunjuk Hakikat
Pendidikan Matematika 6 dengan benar berarti siswa tersebut telah
menerapkan pola pikir deduktif yang sederhana.

3. Keterbatasan Semesta Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen


matematika sekolah dengan memperhatikan aspek kependidikan, dapat
terjadi “penyederhanaan” pada konsep matematika yang kompleks.
Pengertian semesta pembicaraan tetap diperlukan namun mungkin

10
sekali lebih dipersempit. Selanjutnya semakin meningkat usia siswa,
yang

10
berarti meningkat juga tahap perkembangannya, maka semesta itu
berangsur lebih diperluas lagi.

Dalam hal pembelajaran tentang bilangan mulai dari kelas 1 berturut-


turut hingga kelas 5 misalnya, di kelas 1 siswadiperkenalkan hanya
bilangan cacah yang tidak lebih dari 100, kemudian semakin luas
meningkat. Pada saat siswa mengenal bilangan cacah yang tidak lebih
dari 100 tentu saja guru belum memberikan soal yang operasinya
menghasilkan bilangan di luar bilangan antara 0 dan 100 tersebut.
Demikian juga dalam hal memperkenalkan pecahan secara bertahap
semesta dari penyebutnya dianekaragamkan atau diperluas semestanya.
Di SD tidak semua operasi terhadap bilangan bulat diperkenalkan, hanya
diperkenalkan operasi penjumlahan dan pengurangan. Belum
diperkenalkan perkalian dan pembagian bilangan bulat (khususnya
untuk bilangan negatif). Dari SD hingga SMA hanya dikenal bilangan
prima yang positif.

Dalam hal segibanyak, misalnya segiempat yang didalamnya terbatas


pada segiempat yang konveks dan tidak memberi nama pada segitiga
yang konkaf. Tentang persamaan yang ruas kirinya berupa suku banyak
hanya dibatasi pada suku banyak yang berderajad dua atau yang mudah
dikembalikan pada bentuk itu.

4. Tingkat Keabstrakan Sifat abstrak objek matematika ada pada


matematika sekolah. Hal itu merupakan salah satu penyebab sulitnya
seorang guru mengajarkan matematika sekolah. Seorang guru
matematika harus berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek
matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran
matematika di sekolah.

11
lain seorang guru matematika sesuai dengan perkembangan penalaran
siswanya harus mengusahakan agar “fakta”, “konsep”, “operasi”,
ataupun “prinsip” dalam matematika itu diusahakan lebih banyak
daripada di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang
sekolahnya semakin banyak sifat abstraknya. Jadi pembelajaran tetap
diarahkan pada pencapaian kemampuan berfikir para siswa.

Dalam menyajikan teorema pythagoras tidak langsung disajikan


teoremanya. Diawali dengan peraga berupa luasan segitiga yang
memenuhi ukuran sesuai bilangan pythagoras. Baru kemudian disajikan
teoremanya serta bukti yang lebih abstrak.

Dalam menjelaskan irisan sebuah bidang datar dengan bangun


dimensi tiga dapat diawali dengan peraga yang menunjukkan
pemotongan bidang dengan sebuah kubus. Baru beralih pada
gambarnya disertai penggunaan sifat-sifat geometri yang diperlukan
seperti “dua garis adalah sebidang bila sejajar”, “dua garis adalah
sebidang bila berpotongan”, dan sebagainya.

Dengan kata 7 al-Khwarizmi, Volume 2, Oktober


2013, halaman 1 - 10
12
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Matematika

Matematika sekolah berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,


mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya melalui materi
pengukuran dan geometri, aljabar dan trigonometri. Matematika juga
berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan
bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan
matematika, diagram, grafik, atau table.
Kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam
belajar matematika adalah:

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,


menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,


tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi


matematika dalam membuat generalisasi, Hakikat Pendidikan
Matematika 8 menyususn bukti atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.

4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan),


menafsirkan, dan meyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah.

13
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan
Kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan di atas dapat
tercapai dalam belajar matematika dengan indikator sebagai berikut:
menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, dengan simbol
dan diagram; menjelaskan langkah atau memberi alasan hasil
penyelesaian soal; menerapkan konsep secara algoritma; memeriksa
kesahihan suatu argumen; menentukan syarat perlu suatu pernyataan
matematika; mengajukan dugaan yang akan muncul jika proses
matematika dilakukan; menemukan pola dari suatu gejala matematika;
menentukan akibat atau menarik kesimpulan setelah bukti diperoleh;
melakukan manipulasi matematika; mengubah formula atau rumus ke
bentuk lain yang nilainya sama; mengaitkan berbagai konsep yang ada
dalam memecahkan masalah; mengembangkan strategi dalam
memecahkan masalah; melakukan kegiatan simulasi dan peragaan untuk
media pemecahan masalah sehari-hari; menentukan persyaratan yang
diperlukan dalam memecahkan masalah; memeriksa kesesuaian hasil
penyelesaian yang diharapkan; memilih pendekatan atau strategi yang
cocok untuk menyelesaikan masalah; menafsirkan jawaban yang
diperoleh; menunjukkan rasa ingin tahu dan perhatian atau minat dalam
belajar matematika; dan menunjukkan sikap gigih dan percaya diri dalam
menyelesaikan masalah.

Bila diperhatikan secara cermat terlihat bahwa tujuan yang dikemukakan


di atas memuat nila-nilai tertentu yang dapat mengarahkan klasifikasi atau
penggolongan tujuan pembelajaran matematika menjadi:

1. Tujuan yang bersifat formal Tujuan yang bersifat formal lebih


menekankan kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian.

14
2. Tujuan yang bersifat material Tujuan yang bersifat material lebih
menekankan kepada kemampuan menerapkan matematika dan
keterampilan matematika.

Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa selama ini dalam praktek
pembelajaran di kelas guru lebih menekankan kepada tujuan yang bersifat
material antara lain tuntutan lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh sistem
regional atau nasional. Ini mengakibatkan banyak orang beranggapan bahwa
tujuan pendidikan matematika hanya di domain kognitif saja. Sedangkan
tujuan yang bersifat formal dianggap akan dicapai dengan sendirinya atau
dapat disebut akan dicapai “by change”.
Perencanaan pembelajaraan seperti itu masih tetap diperlukan, namun
adanya perkembangan matematika yang demikian pesat dan karena tuntutan
masyarakat serta diperlukannya matematika dan pemikirannya di bidang kerja
yang tidak langsung menggunakan rumus-rumus matematika, diperlukan
perencanaan pembelajaraan matematika yang secara sengaja memasukkan
pembelajaran nilai-nilai afektif.

15
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Matematika merupakan suatu bidang kajian yang memiliki objek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan
antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, banyak siswa yang menganggap
matematika itu sulit dan kurang menarik sehingga peneliti berasumsi masalah
tersebut dapat terselesaikan dengan menggunakan permainan dalam pembelajaran,
salah satunya dengan permainan sumo matematika.
Setelah melaksanakan penelitian, diperoleh hasil analisis data dan temuan
selama pelaksanaan penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Analisis tes akhir kemampuan pemahaman matematika antara kelas
eksperimen yang mendapatkan pembelajaran menggunakan permainan
sumo matematika dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional menunjukkan hasil yang berbeda secara signifikan. Hal ini
ditunjukkan dari hasil rata-rata kedua kelas yang berbeda.
Data hasil tes akhir yang sebelumnya berdistribusi normal dan memiliki
variansi homogenitas yang sama. Kemampuan pemahaman matematika
kelas eksperimen mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol. Rata-rata tes akhir kelas eksperimen sebesar 82,22
dengan nilai Ngain 0,72 dan rata-rata kelas kontrol 58,51 dengan nilai N-
Gain 0,23. Artinya permainan sumo matematika telah mempengaruhi
kemampuan pemahaman matematika siswa pada kelas eksperimen.
Sehingga kesimpulan dari hasil akhir menunjukkan bahwa kemampuan
pemahaman matematika siswa kelas ekperimen yang menggunakan
permainan sumo matematika lebih baik daripada siswa kelas kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
Asti Khotimah,2015 PENGARUH PERMAINAN SUMO MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN
PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA PADA KONSEP PERKALIAN BILANGAN ASLI Universitas
Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
2. Secara keseluruhan, siswa pada kelas eksperimen memiliki sikap yang
positif terhadap pembelajaran matematika, baik itu terhadap mata pelajaran
matematikanya sendiri maupun pada pembelajaran matematika yang
menggunakan permainan sumo matematika. Hampir seluruh siswa sudah
memahami konsep perkalian bilangan asli. Hal ini terlihat pada skala sikap
siswa yang setelah di analisis, semua pertanyaan mendapatkan tingkat
persetujuan yang baik dan sebagian besar siswa menyukai pembelajaran
matematika yang menggunakan permainan sumo matematika dan
mendapatkan hasil akhir yang baik.

B. Saran
Berdasarkan hasil temuan pada pelaksanaan penelitian serta kesimpulan yang
telah dipaparkan di atas, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya cara pembelajaran baru yang kreatif dan


inovatif agar dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar
matematika. Mengingat kemampuan pemahaman matematika
sangat penting bagi siswa sekolah dasar, maka perlu diadakan
penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan dasar
matematis ini pada materi pembelajaran lainnya dengan
pendekatan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.

2. Pada penelitian yang telah dilakukan ini, masih banyak kendala


yang dihadapi salah satunya keterbatasan waktu. Oleh karena itu,
untuk penelitian selanjutnya disarankan dapat memaksimalkan
waktu penelitian agar tercapai hasil penelitian yang baik sesuai
dengan harapan.

17
Daftar Pustaka

Andi Hakim, N. (1980). Landasan Matematika, Jakarta : Bharata Aksara.

Cockroft, W.H. 1986. Mathematics Counts. London: HMSO.

Cooney, T.J., Davis, E.J., Henderson, K.B. 1975. Dynamics of Teaching Secondary
School Mathematics. Boston : Houghton Mifflin Company.

Copi, I.M. 1978. Introduction to Logic. New York: Macmillan.

Depdiknas – Pusat Kurikulum – Balitbang. 2002.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta. Depdiknas.


2006.

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas.

Jakarta: Depdiknas. Erman, S dan Winataputra, U.S. (1993).

Strategi Belajar Mengajar Matematika, Jakarta :Universitas Terbuka.

Herman, H. (1990). Strategi Belajar Matematika, Malang : IKIP Malang.

Lisnawaty, S. (1992). Metode Mengajar Matematika 1, Jakarta : PT. Rineka Cipta


Ruseffendi, E.T. (1988).

Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru dan SPG, Bandung :
Tarsito.

Hakikat Pendidikan Matematika 10 Ruseffendi, E.T. (1988).

Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam


Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, Bandung : Tarsito. Ruseffendi,
E.T, dkk. (1992), Pendidikan Matematika 3, Jakarta : Depdikbud. Shadiq, Fajar. 2008.

Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran Matematika di SMK?. Yogyakarta:


Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Matematika.

18
18

Anda mungkin juga menyukai