Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Hasil Belajar


A. Pengertian Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan.
Beajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam
belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan
seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu
dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru.
Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa
mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya
intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari
pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar
mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan
pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 1989 : 39). Dari
pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan
kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981 : 21)
menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh

5
kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor
dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas
pembelajaran (Sudjana, 2002 : 39).
"Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan
lingkungannya" (Ali Muhammad, 2004 : 14). Perubahan perilaku dalam proses
belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya
berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila
terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam
diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki
oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual),
bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas, hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal)
dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran
yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak
pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

2.2 Matematika
A. Pengertian Matematika
Matematika adalah disiplin ilmu yang berdiri sendiri
dalam mempelajari hal yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika
merupakan salah satu pengetahuan tertua dan dianggap sebagai induk atau alat
dan bahasa dasar banyak ilmu. Matematika terbentuk dari penelitian bilangan dan
ruang yang merupakan suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak
merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Istilah matematika
(Indonesia) mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis)

6
matematico (Itali), matematiceski (Rusia), mathematick atau wiskunde (Belanda)
berasal dari bahasa Yunani: mathematikos yaitu ilmu pasti, dari kata mathema
atau mathesis yang berarti ajaran, pengetahuan, atau ilmu
pengetahuan. Matematika menurut bahasa Latin (manthanein atau mathema)
yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran.
Matematika pada suatu tingkat rendah terdapat ilmu hitung, ilmu ukur dan
aljabar (bagian dari matematika dan perluasan dari ilmu hitung, yang banyak
digunakan diberbagai bidang disiplin lain, misal fisika, kimia, biologi, teknik,
komputer, industri, ekonomi, kedokteran dan pertanian).
Banyak cabang Matematika baru yang bertambah seperti:
a) Topologi (cabang-cabang matematika yang mempelajari posisi dan posisi
relatif unsur-unsur dalam himpunan),
b) Mekanika (suatu cabang ilmu yang mempelajari kerjagayaterhadap benda,
kesetimbangan dan gerakan),
c) Dinamika (mempelajari penyebab dan sebab benda-benda nyata bergerak),
d) Statistika (cabang matematika yang menangani segala macam data numeris
yang penting bagi masalah dalam berbagai cabang kehidupan manusia, misal
cacah jiwa, angka kematian, angka produktivitas, pertanian, angka
perdagangan),
e) Peluang (kebolehjadian atau angka banding banyaknya cara suatu kejadian
dapat muncul dan jumlah banyaknya semua kejadian yang dapat muncul),
f) Analisis (cara memeriksa suatu masalah, untuk menemukan semua unsur dasar
dan hubungan antara unsur-unsur yang bersangkutan),
g) serta logika, ilmu ukur segitiga, dan banyak lagi yang lainnya.
B. Pembelajaran Matematika
Pengertian Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-
bilangan tetapi lebih luas berhubungan dengan alam semesta. The Liang Gie
mengutip pendapat seorang ahli matematika bernama Charles Edwar Jeanneret
yang mengatakan: ”Mathematics is the majestic structure by man to grant him
comprehension of the universe”, yang artinya matematika adalah struktur besar
yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman mengenai jagat raya.

7
Dalam belajar matematika diperlukan pemahaman dan penguasaan materi
terutama dalam membaca simbol, tabel dan diagram yang sering digunakan dalam
matematika serta struktur matematika yang kompleks, dari yang konkret sampai
yang abstrak, apalagi jika yang diberikan adalah soal dalam bentuk cerita yang
memerlukan kemampuan penerjemahan soal ke dalam kalimat matematika dengan
memperhatikan maksud dari pertanyaan soal tersebut.
Belajar matematika merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap konsep
yang dipelajari harus benar-benar dimengerti/dipahami sebelum sampai pada
latihan yang aplikasinya pada materi dan kehidupan sehari-hari.

C. Tujuan dan Ruang Lingkup Matematika


Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi
aspek-aspek sebagai berikut :
1. Bilangan
2. Geometri dan pengukuran
3. Pengolahan data.

8
D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas IV
Semester 2
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Matematika
tentang pecahan kelas IV Semester 2 dapat dilihat pada tabel 2.1, di bawah ini:
Tabel 2.1 SK dan KD Matematika Kelas IV Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


6. Menggunakan 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya.
pecahan dalam 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan
pemecahan masalah 6.3. Menjumlahkan pecahan.
6.4. Mengurangkan pecahan.
6.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pecahan

2.3 Model Pembelajaran Jigsaw


a. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson dan
rekan-rekannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
kawan-kawan di Universitas John Hopkin (Sugianto, 2010:45).
Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling
fleksibel (Slavin, 2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu
variasi model Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap
anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat,
kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama
saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Sudrajat,
2008:1).
Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk
digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian
dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi

9
ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).
Dengan demikian dapat disimpulkan Model Pembelajaran tipe Jigsaw
merupakan strategi pembelajaran dimana siswa dikelompokkan dalam kelompok-
kelompok yang disebut “kelompok asal”. Kemudian siswa juga menyusun
“kelompok ahli” yang terdiri dari perwakilan “kelompok asal” untuk belajar
dan/atau memecahkan masalah yang spesifik. Setelah “kelompok ahli” selesai
melaksanakan tugas maka anggota “kelompok ahli” kembali ke kelompok asal
untuk menerangkan hasil pekerjaan mereka di “kelompok ahli” tadi. Artinya
siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih di kelompoknya akan membimbing
siswa-siswa dengan kemampuan rendah di kelompok lain.
b. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Menurut Isjoni (2009: 63), kelebihan dan kekurangan pembelajaran
kooperatif Jigsaw adalah sebagai berikut:
Kelebihan pembelajaran kooperatif Jigsaw antara lain:
1. Memacu siswa untuk lebih aktif, kreatif serta bertanggung-jawab terhadap
proses belajarnya.
2. Mendorong siswa untuk berfikir kritis
3. Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan ide yang dimiliki untuk
menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam kelompok
tersebut.
4. Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa dituntut
untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut.
Disamping kelebihan dari pembelajaran kooperatif Jigsaw juga ada
kekurangannya yaitu:
1. Kegiatan belajar-mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding
metode yang lain
2. Bagi guru metode ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap kelompok
membutuhkan penanganan yang berbeda
Diskusi dalam kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan
yang muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

10
1. Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar
siswa dalam kelas.
2. Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal
yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan
materi yang menjadi tugas mereka.
Berdasarkan kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing
metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Begitu juga dengan metode
pembelajaran jigsaw juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu
kelemahan jigsaw adalah membutuhkan waktu yang lama selain itu guru dituntut
mempunyai kemampuan yang lebih. Tetapi disisi lain jigsaw memiliki kelebihan
yaitu siswa menjadi lebih aktif dan kritis.
b. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw dalam
Pembelajaran Matematika
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan
dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian
materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang
sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli
(Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian
materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana
menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok
asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas
dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai
dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran,
maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa
dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli
akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh

11
atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik
yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
3. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
4. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
5. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar
ke skor kuis berikutnya.
6. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
7. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru
maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2.4 Hasil Penelitian Lain yang Relevan


Pemanfaatan Model Pembelajaran Jigsaw bermanfaat dan sangat efektif
untuk meningkatkan hasil belajar Matematika. Efektifitas pemanfaatan Model
Pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar ini telah diteliti oleh
beberapa peneliti antara lain Ika Rahmaeta (2012) dalam Penelitian Tindakan
Kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar SiswaKelas V pada Materi
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di SD Negeri 04 Bulu Pemalang”.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tentang Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan melalui model pembelajaran kooperatif tipe
Jigaw yang disertai media gambar Hasil penelitian menunjukkan pada siklus I
kehadiran siswa sebesar 94,44%, aktivitas belajar siswa mencapai 67,05% atau
dengan kriteria tinggi, rata-rata hasil belajar siswa 70,88, ketuntasan belajar siswa
secara klasikal 64,71%, dan skor performansi guru 75,38. Sementara pada siklus

12
II kehadiran siswa sebesar 95,37 %, aktivitas belajar siswa mencapai 82,65 %
atau dengan kriteria sangat tinggi, rata-rata hasil belajar siswa 77,06, ketuntasan
belajar siswa secara klasikal 88,24 %, dan skor performansi guru 83,63. Hal
tersebut menunjukkan adanya peningkatan, baik pada aktivitas dan hasil belajar
siswa maupun pada performansi guru dari siklus 1 ke siklus II. Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD
Negeri 04 Bulu Pemalang serta performansi guru dalam pembelajaran. Untuk itu,
sebaiknya guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam
melakukan proses pembelajaran IPS.
Penelitian lain yang juga mendukung temuan di atas adalah penelitian
dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa IPA Kelas V SD Negeri 1 Kaur Selatan
Kabupaten Kaur” yang ditulis Mardiana (2014). Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa Kelas V SD Negeri 1 Kaur Selatan
Kabupaten Kaur melalui pendekatan kooperatif tipe jigsaw dan untuk
meningkatkan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Penelitian ini
terdiri atas dua Siklus, dimana tiap Siklusnya terdiri atas perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini pada
siklus I observasi terhadap aktivitas guru skor 32 dengan kategori baik, meningkat
pada siklus II menjadi 35 dengan kategori baik, observasi aktivitas siswa skor 31
dengan kategori baik meningkat pada siklus II menjadi 35 dengan kategori baik,
hasil belajar siswa nilai rata-rata 81,4 dengan ketuntasan 71,4 %, meningkat pada
siklus II nilai rata-rata 90,7 dengan ketuntasan 89,2 %.Berdasarkan hasil
penelitian tersebut melalui penerapan kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas dalam proses pembelajaran dan prestasi belajar IPA siswa Kelas V SD
Negeri 1 Kaur Selatan Kabupaten Kaur.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah diuraikan di atas,
ditemukan suatu korelasi yang kuat bahwa penggunaan Model Pembelajaran
Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Matematika pokok bahasan
pecahan. Untuk menguji keefektifan tindakan ini dalam meningkatkan hasil
belajar siswa maka perlu dilakukan penelitian tindakan kelas.

13

Anda mungkin juga menyukai