Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan usaha secara sadar untuk mewujudkan suatu
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain (Rahman dkk,
2022). Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi yang ada, yaitu Rohani
(pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani panca indera serta
keterampilan-keterampilan (Ihsan, 2005: 7). Oleh karena itu, pendidikan akan
semakin berkembang dengan adanya perkembangan zaman dimana
pendidikan akan selalu berubah-ubah demi menopang generasi muda menjadi
lebih baik. Adapun tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 ialah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sujana, 2019). Dengan
demikian pendidikan mencakup beberapa aspek yaitu nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan
zaman hingga menjadikan perubahan-perubahan dari kurikulum.
Kurikulum menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap
satuan pendidikan (Arifin, 2018: 59). Sesuai dengan perkembangan
pendidikan, kurikulum yang awalnya dipandang sebagai kumpulan semua
kegiatan atau semua pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan berada dalam tanggung jawab
sekolah, lebih khususnya hasil belajar yang lebih baik (Nurmadiah, 2018: 44).
Di era Nadiem Makarim menyatakan bahwa kurikulum Merdeka belajar
merupakan pengembangan dari implementasi dari kurikulum darurat yang
dicanangkan dalam merespon pandemi Covid-19, setiap sekolah memiliki
kebebasan untuk melaksanakan program tersebut (Widayati, 2022: 3).
Merdeka belajar merupakan sebuah gagasan yang membebaskan guru dan
siswa untuk mendefinisikan sistem pembelajaran (Ainia, 2020: 95). Dengan
demikian kurikulum Merdeka bertujuan untuk menciptakan pendidikan yang
menyenangkan bagi siswa dan guru, karena dalam pembelajaran matematika
diperlukan pembelajaran yang menyenangkan.
Matematika adalah ilmu logika yang mampu mengembangkan
kemampuan berpikir siswa (Hodiyanto, 2017: 11). Matematika adalah cabang
ilmu dasar bagi perkembangan teknologi sekarang ini, ia berperan penting
dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan meningkatkan pola pikir
manusia (Sari dkk, 2016: 20). Matematika merupakan ilmu yang selalu
berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia akan teknologi
(Kamarullah, 2017: 21). Dengan hal ini matematika merupakan ilmu yang
mendasari dalam segala perkembangan zaman. Namun saat pembelajaran
matematika siswa merasa kesulitan terhadap pelajaran matematika, karena
menurut Novitasari, (2016) siswa di dalam kelas tidak memperhatikan materi
sehingga tidak memahami konsep dalam arti lain siswa hanya menghafal
rumus atau konsep yang diberikan guru bukan memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Hal ini selaras dengan penelitian Mutia, (2019) salah
satu kesulitan siswa tidak dapat menyelesaikan masalah karena siswa banyak
menghafal rumus dari pada memahami rumus. Dengan hal ini siswa memiliki
kemampuan komunikasi yang rendah dalam pembelajaran.
Kemampuan komunikasi menurut NCTM, (2000) menyebutkan
“communication is an essential part of mathematics and mathematics
education” yang berarti komunikasi sebagai salah satu bagian penting dalam
matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi disini sangat penting
untuk dijadikan fokus dalam pembelajaran matematika seperti berkomunikasi
dengan teman sebaya sangat penting untuk pengembangan keterampilan
berkomunikasi sehingga dapat belajar berfikir seperti seorang matematikawan
dan berhasil menyelesaikan masalah yang benar-benar baru (Baroody, 1993).
Pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika yang terjadi saat ini masih
rendah terutama dalam kemampuan komunikasi. Hal tersebut selaras dengan
hasil observasi Supriadi, (2015) bahwa rendahnya kemampuan komunikasi
matematis siswa disebabkan oleh dua faktor yaitu pembelajaran yang
dilakukan kurang dapat mengakomodir kemampuan komunikasi matematis
siswa dan soal-soal yang diberikan masih merupakan soal-soal yang rutin
dengan kata lain kurang memfasilitasi High-Order Mathematical Thinking
(HOMT) siswa.
Komunikasi matematis merupakan salah satu upaya peserta didik
untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan-gagasan atau ide matematika
secara lisan maupun tulisan, baik dalam bentuk gambar, tabel, diagram, rumus
ataupun demonstrasi (Prayitno dkk, 2013). Komunikasi matematis diperlukan
dalam menyelesaikan masalah matematika berkaitan dengan sistem
persamaan linier, seperti memahami bahasa soal dan mengubahnya ke dalam
bahasa matematika, membuat model matematika yang sesuai dengan masalah,
menginterpretasikan ide-ide matematis yang terdapat pada masalah,
menyajikan ide matematis secara visual berupa gambar atau grafik, serta
mengevaluasi hasil dengan menguji kembali jawaban pada model matematika
yang sesuai (Refwalu dkk, 2022). Namun pada realitanya kemampuan
komunikasi masih tergolong rendah, hal ini selaras dengan jurnal penelitian
Humonggio, (2013) menunjukkan bahwa dari 27 orang hanya 12 orang yang
mampu menyelesaikan masalah soal dengan tepat. Oleh karena itu,
kemampuan komunikasi matematis siswa perlu ditingkatkan.
Pada Sekolah Menengah Pertam (SMP), ada banyak materi pelajaran
matematika yang diajarkan dan membutuhkan kemampuan komunikasi
matematis, salah satunya materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
(SPLDV) yang merupakan salah satu materi aljabar yang diajarkan di kelas
VIII SMP. Menurut Capate, (2015) dengan melakukan uji penilaian
matematika pada siswa kelas VIII di Philiphina SPLDV termasuk materi yang
sulit dilihat dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa pada kelas
VIII berada pada tingkat pencapaian awal saja ditinjau dari presentase nilai
penyelesaian SPL dalam grafik, aljabar dan terkait pemecahan masalah materi
SPL di bawah angka 50 % . Adapun hasil penelitian lain menurut Rahayu S,
(2018) menyebutkan mayoritas siswa kelas VIII B SMPN 1 Salam, Kabupaten
Magelang masih salah dalam mengerjakan soal cerita materi SPLDV, data
tersebut menunjukkan masih banyak siswa yang keliru dalam mengerjakan
soal cerita SPLDV. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP
dalam materi SPLDV.
Pembelajaran konvensional merupakan proses pembelajaran yang
dilakukan sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya,
yaitu dengan mentransfer ilmmu pengetahuan kepada siswa sedangkan siswa
lebih banyak sebagai penerima (Ari & Wibawa, 2019). Pembelajaran
konvensional adalah suatu pembelajaran yang mana dalam proses belajar
mengajar dilakukan sangat monoton dan verbalis, yaitu dalam penyampaian
materi pelajaran masih mengandalkan ceramah atau sebuah proses belajar
mengajar yang berpusat pada guru (Fahrudin dkk, 2021). Berdasarkan
penelitian Zaini & Marsigit, (2014) bahwa pembelajaran matematika dengan
pembelajaran tidak efektif ditinjau dari kemampuan penalaran dan
komunikasi matematik siswa. Dengan hal tersebut model pembelajaran sangat
penting untuk dikembangkan untuk meningkatkan proses mengajar dan hasil
kemampuan komunikasi matematis siswa.
Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi pada materi SPLDV adalah model pembelajaran
diferensiasi. Karena menurut Fitriyah & Basri, (2023: 67) model
pembelajaran diferensiasi merupakan pembelajaran yang mengakomodir
kebutuhan belajar murid, yang berarti guru memfasilitasi siswa sesuai dengan
kebutuhannya, karena setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-beda,
sehingga tidak dapat diberi perlakuan yang sama. Pembelajaran diferensiasi
memandang bahwa siswa harus dilihat secara individual, meskipun siswa
dikelompokkan ke kelas yang sesuai dengan umur tetapi nyatanya mereka
berbeda dalam kesiapan belajar, minat dan gaya belajar (Tomlinson, 1999).
Menurut Purnamaningwulan, (2017) pembelajaran dengan diferensiasi dapat
memecahkan masalah tentang keberagaman kemampuan siswa dalam satu
kelas atau dalam suasana belajar yang menyenangkan. Model pembelajaran
diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan siswa sehingga siswa dapat
menghasilkan pembelajaran yang baik dan meningkatkan minat belajar siswa.
Pembelajaran diferensiasi terdapat 3 faktor untuk meningkatkan
pembelajaran yang berbeda yakti: Konten, berhubungan dengan apa yang
akan siswa ketahui, pahami dan apa yang akan dipelajari yang berisi materi
pembelajaran itu sendiri. Proses, cara siswa mendapatkan informasi atau
bagaimana siswa belajar. Produk, bukti apa yang sudah siswa pelajari dan
pahami (Andini, 2016). Menurut Tomlinson, (1999) mengemukakan bahwa
pembelajaran diferensiasi dapat dilakukan dengan tiga hal yaitu : (1) kesiapan
belajar → apabila tugas yang diberikan guru sesuai dengan kemampuan siswa,
(2) profil belajar → apabila tugas yang diberikan guru mampu mendorong
siswa untuk belajar dengan cara yang disukainya, (3) minat → apabila tugas
yang diberikan guru mampu meransang rasa ingin tahu dan gairah belajar
siswa.
Dalam pembelajaran diferensiasi ini dapat meningkatkan hasil belajar
kognitif siswa yang dimana kemampuan komunikasi matematis siswa dapat
meningkat. diperkuat oleh jurnal penelitian Nurasiah dkk, (2020) bahwa hasil
pembelajaran pada kelas diferensiasi lebih baik dibandingkan dengan kelas
konvensional. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran diferensiasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar matematika, hal ini diperkuat oleh jurnal penelitian Kamal, (2019)
bahwa aktivitas dan hasil belajar matematika meningkat pada setiap siklusnya.
Model pembelajaran diferensiasi dapat memenuhi kebutuhan siswa sehingga
dapat menghasilkan pembelajaran yang baik dan meningkatkan minat belajar
siswa. Hal ini selaras dengan jurnal penelitian Siburian dkk, (2019) bahwa
hasil penelitiannya menyatakan kelas yang mendapatkan model pembelajaran
diferensiasi lebih baik dibandingkan dengan kelas konvensional dengan
selisih nilai rata-rata 8 , 29.
Berdasarkan uraian latar belakang, disimpulkan bahwa belum ada
yang melakukan penelitian yang membahas tentang model pembelajaran
diferensiasi dengan ranah yang diteliti yaitu kemampuan komunikasi
matematis pada materi system persamaan dua variable, karena model ini
mengelompokkan dan memudahkan siswa dalam berkomunikasi pada guru,
teman dan soal system persamaan linear dua variable dalam bentuk cerita, dan
model pembelajaran diferensiasi yang mengelompokkan siswa dengan
hobinya sehingga dapat mengungkapkannya dengan cara siswa sendiri. Dari
permasalahan yang telah diuraikan, maka peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Diferensiasi untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian mengacu pada latar
belakang yang telah dijelaskan, berikut rumusan masalah tersebut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran Diferensiasi lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?
2. Bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran Diferensiasi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan
dilakukannya penelitian ini meliputi:
1. Mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
menggunakan model pembelajaran Diferensiasi lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran Diferensiasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis, sebagai referensi dalam kegiatan pembelajaran
Matematika bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa dan untuk referensi penelitian yang akan
mengembangkan model pembelajaran diferensiasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Harapannya siswa dapat lebih memahami kemampuan
komunikasi matematis siswa serta pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran diferensiasi dapat memberikan hasil belajar yang
maksimal dan menumbuhkan rasa semangat dalam belajar
matematika.
b. Bagi Guru
Pembelajaran dengan model pembelajaran diferensiasi dapat
dijadikan referensi baru bagi tenaga pendidik dalam melakukan
pembelajaran guna untuk meningkatkan hasil yang lebih memuaskan
dan dapat dikembangkan oleh guru untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa.
c. Bagi Sekolah
Dapat dimanfaatkan untuk mendorong Lembaga Pendidikan
dalam pembelajaran dan dengan model pembelajaran diferensiasi ini
diharapkan akan menjadi sebuah semangat baru yang akan
dikembangkan oleh sekolah.
E. Batasan Masalah
Perlunya batasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan agar
penelitian ini tidak terlalu luas dan kompleks. Adapun batasan masalahnya
diantaranya:
1. Objek penelitian yang digunakan yaitu sejumlah 2 kelas dari kelas VIII
Semester Genap Tahun Ajaran 2023/2024
2. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini yaitu model
pembelajaran diferensiasi.
3. Materi yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu (SPLDV) Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel.
4. Kemampuan kognitif yang akan ditingkatkan yaitu kemampuan
komunikasi siswa.
F. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang
mengakomodir kebutuhan belajar peserta didik. Guru memfasilitasi peserta
didik sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap peserta didik mempunyai
karakteristik yang berbeda, sehingga tidak diberi perlakuan yang sama dalam
proses pembelajaran. Dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi guru
harus mempersiapkan pembelajaran dengan beragam perlakuan dan tindakan
yang berbeda untuk setiap peserta didik. Karakteristik pembelajaran
berdiferensiasi antara lain adalah lingkungan belajar yang kondusif bagi
peserta didik
Adapun tahapan tahapan model pembelajaran Diferensiasi dalam
penelitian ini yaitu:
1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek yaitu:
a. Kesiapan belajar
b. Minat belajar
c. Profil belajar
2. Merencanakan pembelajaran diferensiasi berdasarkan hasil pemetaan
3. Mengevaluasi dan refleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.
Salah satu tujuan pembelajaran SPLDV adalah siswa mampu
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan sulusi yang diperoleh serta pemecahan masalahnya. SPLDV
merupakan materi yang didalamnya siswa dituntut untuk dapat menuliskan
symbol, persamaan, dan menyajikan data dalam bentuk tabel dan
grafik.dengan hal ini hanya beberapa siswa yang memiliki keyakinan yang
baik terhadap SPLDV yang berhasil.
Hal ini pula disebabkan karena kurangnya komunikasi matematis yang
dimiliki siswa tersebut sehingga materi SPLDV sulit untuk dipahami
konsepnya. Kemampuan komunikasi matematis adalah menyatakan suatu
situasi, gambar, diagram, atau benda nyata dalam bahasa, simbol, idea atau
model matematika menjelaskan ide atau model matematika, situasi dan relasi
metematika secara lisan atau tulisan mendengarkan, berdiskusi, dan menulis
matematika serta mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap
matematika dalam bahasa sendiri (Susongko, 2017:19). Menurut Lestari
(2015:83) Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan
menyampaikan gagasan/ide matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta
kemampuan memahami dan menerima gagasan/ide matematis orang lain
dengan cermat, analitis, kritis, dan evaluatif untuk mempertajam pemahaman.
Untuk mengatasi masalah pembelajaran SPLDV dapat digunakan beberapa
model diantaranya adalah model pembelajaran diferensiasi.
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada indikator penilaian
kemampuan komunikasi matematis siswa menurut (NCTM, 2000), yaitu:
a. Mengekspresikan ide-ide matematis melalui, tulisan, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
b. Memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis
baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.
c. Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-
strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-
hubungan dengan model-model situasi.
G. Hipotesis
H. Penelitian Terdahulu

Anda mungkin juga menyukai