Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui gaya belajar siswa di SMPN 22 Konawe Selatan; (2)
Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematika siswa di SMPN 22 Konawe Selatan. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 71 siswa diambil menggunakan teknik nonprobability sampling.
Pengumpulan data menggunakan tes tertulis kemampuan komunikasi matematis dan angket gaya
belajar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif yang
bermaksud menggambarkan keadaan nilai satu atau lebih variabel secara mandiri. Hasil penelitian di
SMP Negeri 22 Konawe Selatan pada kelas VII :(1) Terdapat 31 siswa atau 44% siswa bergaya
belajar visual, 12 siswa atau 17% siswa bergaya belajar auditori, 23 siswa atau 32% siswa bergaya
belajar kinestetik, 3 siswa atau 4% siswa bergaya belajar visual-auditorial, dan 2 siswa atau 3% siswa
bergaya belajar visual-kinestetik.; (2) Kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh 10 siswa
atau sebesar 15% siswa berkemampuan sangat baik, 21 siswa atau sebesar 32% siswa berkemampuan
baik, 28 siswa atau sebesar 42% siswa berkemampuan cukup, dan 3 siswa atau sebesar 4% siswa
berkemampuan kurang.
Abstract
The study is intended to: (1) describe the learning styles of students at SMPN 22 South Konawe;(2)
describe the mathematical communication skills of students at SMPN 22 South Konawe. The sample
in this study was 71 students taken using a non-probability sampling technique. Collecting data using
a written test of mathematical communication skills and learning style questionnaires. This research
is a quantitative research with descriptive research method which intends to describe the state of the
value of one or more variables independently. The results of the research at SMP Negeri 22 Konawe
Selatan in class VII :(1) There are 31 students or 44% of students with visual learning style, 12
students or 17% of students with auditory learning style, 23 students or 32% of students with
kinesthetic learning style, 3 students or 4 % of students with visual-auditorial learning style, and 2
students or 3% of students with visual-kinesthetic learning style; (2) The students' mathematical
communication skills were obtained by 10 students or 15% of students with very good abilities, 21
students or 32% of students with good abilities, 28 students or 42% of students with moderate
abilities, and 3 students or 4% of students with poor abilities.
309
Pendahuluan
Kemendikbud (2017) mengungkapkan kemampuan abad ke-21 dikenal dengan istilah 4C,
yaitu: berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical thinking and problem solving), kreativitas dan
inovasi (Creativity and inovation), kolaboratif (Collaboration), dan komunikasi (Communication).
Hal ini juga tertuang pada National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2003) yaitu skill
yang harus dimiliki siswa antara lain: problem solving, reasoning and proof, communication,
representation, and connection. Terkait dengan komunikasi matematik, dalam Principles and
Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) disebutkan bahwa standar kemampuan yang
seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut: 1) mengorganisasikan dan mengkonsolidasi
pemikiran matematik dan mengkomunikasikan kepada siswa lain; 2) mengekspresikan ide-ide
matematik secara jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya; 3) meningkatkan dan/atau memperluas
pengetahuan matematik siswa dengan cara memikirkan strategi kepada siswa lain; 4) menggunakan
bahasa matematik secara tepat dalam berbagai ekspresi matematik.
Hal diatas membuktikan bahwa komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan maupun dalam proses pembelajaran. Melalui komunikasi siswa dapat mengembangkan
berbagai ide-ide matematika atau membangun pengetahuannya. Komunikasi merupakan bentuk
pesan atau lambang yang menimbulkan pengaruh pada proses umpan balik, sebab dengan adanya
umpan balik sudah membuktikan adanya jaminan bahwa pesan telah tersampaikan kepada pendengar
maupun pembaca. Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu
kemampuan untuk mengekpresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru, dan
lainnya melalui bahasa lisan maupun tulisan. Dengan menggunakan bahasa matematika yang benar
untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan, mereka akan mampu mengklarifikasi
ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan mempresentasikan
ide-ide matematika.
Proses komunikasi matematis juga membantu kontruksi pemahaman. Ketika siswa diberikan
tantangan untuk berpikir dan bernalar kemudian mengkomunikasikan hasil pemikirannya, baik secara
lisan maupun tulisan, maka mereka akan semakin jelas dan yakin. Kemampuan komunikasi
matematis dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam membaca masalah matematika secara
komprehensif, mampu mengembangkan bahasa dan simbol matematika, baik secara tulisan maupun
secara lisan. Kemampuan komunikasi matematis sangat dibutuhkan oleh siswa karena dapat
mengembangkan ide-ide matematika secara koheren. Menurut Asikin (Qonaah, Pujiastuti, & Fatah,
2019) mengungkapkan bahwa peran penting komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika
antara lain untuk mengukur pemahaman matematis siswa.
Lerner dalam (Hikmawati, dkk, 2019) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa
simbolis dan universal yang memungkinkan manusia untuk memikirkan dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas. Kemampuan siswa dalam mengemukakan ide-ide matematis kepada
orang lain secara lisan maupun tulisan dinamakan kemampuan komunikasi matematis.
Komunikasi menjadi bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan. Komunikasi
adalah cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi,
gagasan-gagasan menjadi objek–objek refleksi, penghalusan, diskusi dan perombakan. Proses
komunikasi membantu makna dan kelanggengan untuk gagasan–gagasan, serta menjadikan gagasan-
gagasan itu diketahui publik (Rachmayani, 2014). Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya
komunikasi dalam pembelajaran matematika. Pengembangan komunikasi menjadi salah satu tujuan
pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kompetensi lulusan dalam bidang
matematika seperti yang diungkapkan oleh Mahmudi dalam (Marlina dkk, 2014). Melalui
pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Viseu & Oliveria dalam
(Son, 2016) mengemukakan bahwa komunikasi dapat merangsang siswa didalam berbagi ide,
pikiran, dugaan, dan solusi matematika. Belajar matematika saat ini tidak hanya mengutamakan pada
jawaban yang benar saja tetapi bagaimana proses didalam menemukan jawaban tersebut, bagaimana
cara dalam mengomunikasikan ide didalam penyelesaian masalah.
Kemampuan Komunikasi Matematis (KKM) siswa dapat diukur dengan indikator. Adapun
indikator KKM menurut Purba, Maimunah, & Roza (2020) diantaranya: 1) Mendefinisikan dan
Tabel 1
Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
No Aspek Deskripsi
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif ini bermaksud mengambarkan keadaan atau nilai satu
atau lebih variabel secara mandiri. Penelitian dilaksanakan di SMPN 22 Konawe Selatan, Desa
Toluwonua Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada semester
ganjil tahun ajaran 2021/2022.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 22 Konawe Selatan
tahun pelajaran 2021/2022. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability sampling. Peneliti mengambil sampel penelitian menggunakan teknik nonprobability
sampling, hal ini dikarenakan pada saat peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 22 Konawe
Selatan, sekolah sedang menerapkan pembelajaran terbatas dengan menggunakan sistem ganjil-genap
di karenakan masih dalam situasi pandemi Covid-19 sehingga siswa yang hadir hanya 50% dari dari
seluruhnya. Maka peneliti mengambil sampel pada siswa kelas VII yang hadir pada hari itu untuk di
beri soal tes kemampuan komunikasi matematika dan mengisi angket gaya belajar. Peneliti
melakukan pengambilan data selama 5 hari dikarenakan peneliti di berikan waktu untuk masuk ke
ruangan kelas untuk memberi soal tes dan angket pada jam pelajaran matematika.
Tabel 2
Populasi dan Sampel
Populasi Sampel
No Kelas
(siswa) (siswa)
1 VII A 31 12
2 VII B 32 12
3 VII C 32 12
4 VII D 32 12
5 VII E 32 12
6 VII F 31 11
Jumlah 190 71
Penelitian ini menggunakan dua instrument penelitian yaitu angket gaya belajar dan tes
tertulis kemampuan komunikasi matematis. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket gaya belajar menurut indikator Deporter & Hernacki yaitu : 1) Visual, gaya belajar yang
mengandalkan ketajaman penglihatannya; 2) Auditorial, gaya belajar yang mengandalkan
pendengarannya; 3) Kinestetik, gaya belajar yang mengharuskan individu menyentuh sesuatu untuk
menyerap informasi, yang dikembangkan oleh Bandler & Grinder yang diterjemahkan oleh Umrana
(2019). Pemberian angket ini digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa yang terdiri dari 3
(tiga) bagian pertanyaan, yaitu; bagian pertama terdiri dari 14 item pertanyaan untuk mengetahui
gaya belajar visual, bagian kedua terdiri dari 14 item pertanyaan untuk mengetahui gaya belajar
Tabel 3
Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis
Menulis Menggambar Ekspresi Matematika Skor
Tabel 4
Kriteria Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis
Nilai Siswa Kriteria Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
51– 75 Baik
26 – 50 Cukup
0 – 25 Kurang
Tabel diatas menunjukkan bahwa kriteria kemampuan komunikasi matematis siswa. siswa
yang memperoleh nilai kisaran 76-100 berarti memiliki kemampuan yang sangat baik, siswa yang
memperoleh nilai kisaran 51-75 berarti memiliki kemampuan komunikasi matematis baik, siswa
yang mendapat nilai kisaran 26-50 berarti memiliki kemampuan komunikasi matematis cukup,
sedangkan siswa yang memperoleh nilai 0-25 berarti memiliki kemampuan komunikasi matematis
yang kurang.
Tabel 7
Distribusi Siswa Berdasarkan Gaya Belajar
Gaya belajar
Visual- Visual-
Visual Auditorial Kinestetik Total
auditorial kinestetik
Jumlah 31 12 23 3 2 71
Berdasarkan tabel distribusi siswa berdasarkan gaya belajar di atas menunjukkan distribusi
siswa di kelas VII SMP Negeri 22 Konawe Selatan dari 71 siswa yang diberikan angket gaya belajar,
4
3.5
3
2.5
Menggambar
2
Menulis
1.5
1 Ekspresi
0.5
0
V A K V-K V-A
Gambar 2. Diagram Skor Rata-Rata Tiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Berdasarkan diagram diatas diproleh bahwa kemampuan komunikasi matematis pada
indikator menggambar skor rata-rata tertinggi pada siswa bergaya belajar visual auditorial yaitu 3,7,
kemudian siswa bergaya belajar visual-kinestetik memperoleh rata-rata skor 3,5, siswa bergaya
belajar visual memperoleh rata-rata skor 3,48, siswa bergaya belajar kinestetik memperoleh rata-rata
skor 3,22, dan siswa bergaya belajar auditorial memperoleh skor 2,92. Pada indikator menulis, siswa
bergaya belajar visual-kinestetik memperoleh rata-rata skor tertinggi yaitu 3,5, siswa bergaya belajar
visual-auditorial memperoleh rata-rata skor 3,3, siswa bergaya belajar visual memperoleh rata-rata
skor 2,13, siswa bergaya belajar kinestetik memperoleh rata-rata skor 2,04, dan siswa bergaya belajar
auditorial memperoleh rata-rata skor 1,67. Kemudian pada indikator ekspresi matematika siswa
bergaya belajar visual-kinestetik memperoleh rata-rata skor 3,0, siswa bergaya belajar visual-
auditorial memperoleh skor 2,0, siswa bergaya belajar auditorial memperoleh rata-rata skor 1,42,
siswa bergaya belajar visual memperoleh rata-rata skor 1,23, dan siswa bergaya kinestetik
memperoleh rata-rata skor 1,00.
Saran
Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan untuk digunakan sebagai pertimbangan sesuai
dengan hasil penelitian ini, yaitu:
Daftar Pustaka
Auliana, N., Handayani, A. D., & Katminingsih, Y. (2017). Analisis Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa pada materi Statistika Ditinjau dari Gaya Belajar Visual, Auditorial, dan
Kinestetik (VAK). Simki-Techsain. 1(6), 3-8
Daimaturrohmatin & Rufina, I, S. (2019). Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Ditinjau Dari Gaya Belajar Kolb. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 3(1), 17-31
Deporter, B & Hernacki, M. (2016). Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Dewi, R. (2017). Pengembangan Instrumen Tes untuk Mengukur Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa SMP Negeri 17 Makassar (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Makassar).
Ghufron, M. N, & Risnawita, R. (2014). Gaya Belajar Kajian Teoritik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamdani, V., Buyung., & Yarmayani, A. (2019). Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Kelas Xi Sma Islam Alfalah Jambi. Jurnal Pendidikan
Matematika. 1(3), 40-45
Hikmawati, N, N., Nurcahyono, N, A., & Balkist. P. S. (2019). Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Geometri Kubus Dan Balok. Jurnal PRISMA. 8 (1), 68-79
Hodiyanto. (2017). Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematis. Jurnal
AdMathEdu. 1(7), 9-18
Minarti, E, D & Nurfauziah, P. (2016). Pendekatan Kontruktivisme Dengan Model Pembelajaran
Generatif Guna Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Serta Self
Efficacy Mahasiswa Calon Guru Di Cimahi. Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi. 2(3),
68-83
Marlina., Hajidin., & Ikhsan, M. (2014). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-
Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa
Di SMP Negeri 1 Bireuen. Jurnal Didaktik Matematika. 1(1), 83-95
Nasution. (2013). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Purba, J., Maimunah., & Roza, Y. (2020). Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
SMP pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. EKSAKTA. Jurnal Penelitian Dan
Pembelajaran MIPA. 5(1), 13–21.
Putra, Y, A., Susanto., Suharto. (2019). Analisis komunikasi Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan
Soal Persamaan Linear Satu Variabel Ditinjau Dari Gaya Belajar. Kadikma. 1(10), 126-135
Qonaah, A., Pujiastuti, H., & Fatah, A. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap
Peningjkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari Kemampuan Kemampuan