Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematika. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam proses
pembelajaran karena dalam proses pembelajaran dan penyelesaian soal-soal yang diberikan,
siswa akan mendapatkan pengalaman dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki untuk diterapkan dalam pemecahan masalah matematika.
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki peranan
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Menurut Sulistiani &
Masrukan (2016: 606) mengatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang
memiliki peranan penting dalam membentuk dan mengembangkan keterampilan berpikir
yang diperoleh dengan bernalar, yaitu berpikir sistematis, logis, dan kritis dalam pemecahan
masalah. Berdasarkan Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib diajarkan pada
pendidikan dasar dan menengah. Menurut Concroft (dalam Lubis, 2016: 274)
mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) selalu
digunakan dalam segi kehidupan (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, ringkas dan jelas. (4)
dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara. (5) meningkatkan
kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Menurut (NCTM, 2000; Van de Walle, 2008) memuat lima standar proses
kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa yaitu: kemampuan pemecahan masalah
(problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan koneksi (connection),
kemampuan komunikasi (communication), dan kemampuan representasi (representation).
Dari lima standar proses di atas terdapat salah satu standar yang merupakan pusat dari belajar
matematika, yakni pemecahan masalah matematika.
Menurut Romika & Amalia (2014: 18) pemecahan masalah merupakan suatu upaya
yang dilakukan oleh siswa untuk menentukan apakah siswa bisa atau tidak dalam
menghadapi masalah-masalah yang diberikan untuk menemukan suatu jawaban. Pemecahan
masalah memiliki efek bagi penunjang kemampuan siswa, oleh sebab itu pemecahan masalah
sangat diperlukan. Menurut Polya (1985: 16) dalam proses pemecahan masalah, terdapat
empat tahapan-tahapan yang harus dilalui, yakni tahapan memahami masalah (understanding
the problem), membuat rencana pemecahan (devising a plan), melaksanakan rencana
(carrying out the plan) dan melihat kembali (looking back).
Menurut Asih & Ramdhani (2019: 436) mengatakan bahwa kenyataan yang
ditemukan di sekolah menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
masih tergolong rendah. Artinya siswa kurang mampu dalam memahami dan menyelesaikan
soal-soal yang diberikan oleh guru terkait pemecahan masalah. Petrus et al. (2017: 146)
menyatakan bahwa kelemahan lain yang ditemukan adalah lemahnya siswa dalam
menganalisis soal, memonitor proses penyelesaian, dan mengevaluasi hasilnya kurang
nampak pada diri siswa. Dengan kata lain, siswa tidak mengutamakan teknik dalam
menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan oleh guru tetapi lebih
memperioritaskan hasil akhir yang didapatkan. Dari hasil survey TIMSS (Trends in
Mathematics and Science Study) yang diselenggarakan oleh International Association for the
Evaluation of Educational Achievement pada tahun 2015 menempatkan Indonesia pada
peringkat 44 dari 49 negara yang turut berpartisipasi. Adapun perolehan rerata skor peserta
didik adalah 397 dengan rerata skor internasional adalah 500 (Hadi & Novaliyosi, 2019).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan
permasalahan soal dan mengaplikasikan konsep-konsep yang dipelajari masih kurang terampil.
Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran geometri, yaitu agar
siswa memperoleh rasa percaya diri pada kemampuan matematikanya, menjadi pemecah
masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, serta mampu bernalar secara
matematik (Abdussakir, 2003: 32). Sesuai dengan tujuan pembelajaran geometri, maka
seharusnya siswa menjadi pemecah masalah geometri yang baik. Chairani (Sholihah &
Afriansyah, 2017: 289) menyatakan bahwa melalui pengalaman belajar geometri dapat
meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, penalaran dan kemudahan dalam
mempelajari berbagai topik matematika, serta berbagai ilmu pengetahuan yang lain.
Geometri merupakan bidang kajian materi matematika sekolah yang memiliki porsi
yang cukup banyak dipelajari oleh siswa SMP. Abdussakir (2009) menuliskan bahwa bidang
ini menyediakan pendekatan-pendekatan untuk menyelesaikan masalah dalam bentuk
gambar, diagram, dan sistem koordinat. Menurut Sarjiman (2006: 75) mengungkapkan
bahwa lima alasan mengapa geometri sangat penting untuk dipelajari: (1) geometri
membantu manusia memiliki apersepsi yang utuh tentang dunianya, geometri dapat dijumpai
dalam system tata surya, formasi geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman, binatang sampai
pada karya seni arsitektur dan hasil kerja mesin. (2) eksplorasi geometrik dapat membantu
mereka sehari mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. (3) geometri memainkan
peranan utama dalam bidang matematika lainnya. (4) geometri digunakan oleh banyak orang
dalam kehidupan sehari-hari. (5) geometri penuh dengan tantangan yang menarik. Sementara
tujuan pembelajaran geometri menurut Van de Walle (2008) sebagai berikut: (1)
menggambarkan secara tepat, mengklasifikasikan, dan memahami hubungan antara tipe-tipe
benda dua dan tiga dimensi dengan menggunakan sifat-sifat definisinya, (2) memahami
hubungan antar sudut, panjang sisi, keliling, luas, dan volume dari benda-benda yang
sebangun, (3) membuat dan memeriksa alasan induktif dan deduktif tentang ide-ide geometri
dan hubungannya seperti kongruensi, kesebangunan, dan hubungan Pythagoras. Adapun sub
pokok pada materi geometri yang melibatkan pemecahan masalah adalah materi bangun
datar (Firnanda & Pratama, 2020: 488). Materi bangun datar merupakan materi yang bisa
digunakan ketika pembelajaran matematika untuk mengembangkan suatu kemampuan
pemecahan masalah.
Namun, terlepas dari beberapa ahli terkait pentingnya belajar geometri. Muhassanah,
dkk (2014: 54-66) menyatakan bahwa kenyataan yang ditemukan yaitu banyaknya peserta
didik yang memiliki kesulitan dalam memecahkan masalah geometri. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Sholihah & Afriansyah (2017: 289) menemukan bahwa kebanyakan siswa
masih kesulitan untuk menggunakan rumus dalam memecahkan masalah geometri, tak jarang
juga siswa masih belum mengerti maksud soal yang diberikan. Selain itu, data dari
Puspendik (2019) menunjukkan penguasaan materi ujian nasional untuk materi uji geometri
pengukuran peserta didik SMP di NTB masih pada rerata 37,99 dari 42,27 rerata nasional.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru mata
pelajaran matematika kelas VIII di SMP Negeri 1 Mataram pada tanggal 15 Februari 2021
diketahui bahwa dalam setiap tahun masalah yang paling sering ditemukan pada saat
pembelajaran matematika adalah kesulitan siswa dalam memecahkan masalah pada materi
geometri khususnya materi bangun datar. Siswa mengalami kesulitan dalam hal pemecahan
masalah karena kurangnya pemahaman konsep terhadap materi pembelajaran yang diajarkan
oleh guru di dalam kelas seperti siswa belum mampu dalam menghubungkan antara konsep
yang satu dengan konsep yang lainnya. Selain kurangnya pemahaman konsep, kesulitan lain
yang dialami siswa adalah kurangnya imajinasi yang menyebabkan siswa tidak mampu
memiliki daya khayal dalam materi bangun datar. Hal ini berdampak kepada siswa yang
kurang terampil dalam memecahkan permasalahan soal dan mengaplikasikan konsep-konsep
yang dipelajari.

Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Ujian Semester Ganjil Matematika


Kelas VIII A-E SMP Negeri 1 Mataram
No Kelas Nilai Rata-rata
1 VIII A 44,69
2 VIII B 40,20
3 VIII C 40,47
4 VIII D 39, 06
5 VIII E 35, 83

Tabel 1.1 menampilkan nilai rata-rata ulangan akhir semester matematika kelas VIII
A-E SMP Negeri 1 Mataram. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang
diperoleh siswa masih tergolong rendah dan belum mencapai standar ketuntasan minimal
yaitu 75. Maka berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan yang
dimiliki siswa dalam pemecahan masalah matematika kurang berkembang dengan baik.
Dalam mempelajari materi bangun datar diperlukan pemikiran sekaligus penalaran
yang kritis. Akan tetapi kita tahu kenyataannya bahwa kemampuan siswa dalam memahami
materi bangun datar tergolong rendah sehingga siswa kurang mampu menyelesaikan soal-
soal yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut maka guru sangat berperan penting
untuk menciptakan siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik. Selain
itu, diperlukan juga adanya pemahaman siswa melalui cara berpikir van Hiele. Penerapan
teori van Hiele diyakini dapat mengindentifikasi kemampuan pemecahan masalah siswa pada
materi geometri, termasuk juga pada materi bangun datar.
Teori van Hiele yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori yang berkaitan
dengan tingkat berpikir seseorang, yaitu dari tingkat berpikir sederhana sampai tingkat
berpikir kompleks (Firnanda & Pratama, 2020: 489). Menurut Sunardi (Pebruariska &
Fachrudin, 2018: 23) van Hiele mulai mempublikasikan teori berpikir geometri mereka
dalam bidang pendidikan matematika, yakni: (1) Tingkat 0: Visualisasi, tingkat ini juga
dikenal dengan tingkat dasar, tingkat rekognisi, tingkat holistik, dan tingkat visual. Pada
tingkat ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar karakteristik visual dan
penampakannya, (2) Tingkat 1: Analisis, tingkat ini juga dikenal dengan tahap deskriptif.
Pada tingkat ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa
dapat menentukan sifatsifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran,
eksperimen, menggambar dan membuat model. (3) Tingkat 2: Deduksi Informal, tingkat ini
juga dikenal dengan tingkat abstrak, tingkat relasional, tahap teoritik, dan tingkat keterkaitan.
Pada tingkat tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun
geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. (4) Tingkat 3: Deduksi, tingkat ini
juga dikenal dengan tingkat deduksi formal. Pada tingkat ini siswa dapat menyusun bukti,
tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun teorema dalam sistem
aksiomatik. (5) Tingkat 4: Rigor, tingkat ini juga dikenal dengan tingkat aksiomatik. Pada
tingkat ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis
konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Adapun dalam penelitian ini tingkatan
berpikir van Hiele yang digunakan dibatasi sampai pada tingkat 2 (deduksi informal) dengan
pertimbangan bahwa penelitian ini dilakukan pada kelas VIII SMP, jadi belum mampu
memahami sampai pada tingkat 4 (rigor). Pada setiap tingkatan berpikir van Hiele peserta
didik akan melewatinya secara berurutan. Dengan demikian, peserta didik harus melewati
suatu tingkatan paling dasar untuk menuju ke tingkatan selanjutnya. Adapun kemampuan
masing-masing peserta didik pada tingkat berpikir van Hiele memiliki kriteria tertentu yang
menyebabkan antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam memahami
dan menyelesaikan permasalahan soal geomteri. Maka dari itu, tingkat berpikir van Hiele
diyakini dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah pada masing-masing siswa.
Peneliti memilih teori van Hiele sebagai dasar pengklasifikasian dalam menyusun
soal-soal geometri termasuk juga pada materi bangun datar karena alasan sebagai berikut: (1)
teori van Hiele berfokus pada materi geometri, (2) teori van Hiele mengkaji tingkatan-
tingkatan pemahaman dalam belajar geometri, (3) teori van Hiele menjelaskan deskripsi
umum setiap tingkatan yang dijabarkan dalam deskripsi yang lebih operasional (4) teori van
Hiele memiliki keakuratan untuk mendeskripsikan tingkatan berpikir siswa dalam geometri.
Maka, berdasarkan uraian mengenai teori van Hiele dapat disimpulkan bahwa seorang
siswa yang berada pada tingkat pemahaman materi yang rendah tidak dapat berada pada
tingkatan yang lebih tinggi. Maka dari itu, untuk mengetahui deskripsi kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa pada materi bangun datar, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Materi Bangun Datar
Berdasarkan Teori van Hiele Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Mataram Tahun Ajaran
2021/2022”.

Anda mungkin juga menyukai