1, April 2017
E-mail: vivianatsir@gmail.com1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengeksplorasi strategi siswa dalam penyelesaian
soal cerita materi pengukuran; (2) untuk mengeksplorasi kesulitan belajar siswa dalam
penyelesaian soal cerita. Partisipan dalam penelitian ini ialah 18 siswa kelas IV di SDN
2 Winduhaji, Kecamatan Kuningan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
kualitatif dengan metode studi kasus. Jenis data yang dikumpulkan berupa data
kualitatif yaitu hasil penyelesaian soal cerita siswa. Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan tes, wawancara, dan analisis dokumen. Teknik analisis data
menggunakan thematic analysis sedangkan validitas data menggunakan triangulasi,
member checking, dan refleksivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi siswa
dalam penyelesaian soal cerita yaitu (1) menggunakan bantuan gambar; (2)
menggunakan bantuan diagram; (3) menerjemahkan masalah ke dalam operasi hitung
penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian. Kesulitan yang dialami siswa
yaitu (1) kesulitan memahami masalah; (2) kesulitan merepresentasikan masalah ke
bentuk matematika dan gambar; (3) kesulitan memahami konsep; (4) kesulitan
membangun strategi penyelesaian; (5) gangguan kognitif siswa.
Abstract
The objectives for this research are (1) to explore student’s strategies to solve story
problem about measurement material; (2) to explore student’s learning difficulties to
solve story problem. Subject of this research were 18 of fourth grade students of SDN
Winduhaji in Kuningan subdisctrict. This research using qualitative approach within
case study method. Data in this research using qualitative namely result of story
problem. Techniques of collecting data in this research are using test, interview, and
document analysis. Data analyzed by using thematic analisys meanwhile data validated
by using triangulation, member checking, and reflectivity. The results of this research
show that student’s strategies to solve story problem are (1) using pictures; (2) using
diagram; (3) typed problem using addition, reduction, multiplication, and dividing
operation. Student’s learning difficulties to solve problem story are (1) problem
comprehension difficulties; (2) difficult to representation the problem conductes math
and pictures; (c) concept comprehension difficulties; (d) difficult to develop solving
strategies; (e) student’s cognitive disruption.
mana siswa belum bisa menentukan siswa harus dapat menyelesaikan dan
aturan-aturan atau metode dan belum menggunakan aturan-aturan yang telah
ada tanggapan dari siswa sehingga dipelajari untuk membuat rumusan
belum ada sebuah metode solusi yang (Alawiyah, 2014).
tepat (Van De Walle, 2010). Menurut Kesalahan menyelesaikan soal
Haylock & Anne (2013), masalah cerita matematika terdiri dari kesalahan
digunakan untuk untuk merujuk kepada konsep, kesalahan pada langkah
kegiatan matematika pada dimensi penyelesaian, dan/atau kesalahan pada
open-ended yang melibatkan hitung aljabar (Lestari dkk, 2010).
penerapan matematika pada situasi Senada dengan White (2005)
yang memiliki tujuan yang jelas. Suatu menyatakan prosedur analisis Newman
soal dapat dikatakan sebagai masalah bahwa “Process skills errors, the child
jika soal tersebut memuat tantangan identified an appropriate operation, or
yang tidak dapat dikerjakan dengan sequence of operations, but did not
prosedur rutin (Lenchner, dalam know the procedures necessary to carry
Khabibah & Teguh, 2016). out these operations accurately”,
Permasalahan matematis berhubungan maksudnya kesalahan terjadi ketika
dengan masalah translasi, masalah siswa dapat menentukan operasi yang
aplikasi, masalah proses dan masalah harus dilakukan, tetapi tidak dapat
teka-teki (Adji & Maulana, 2006). menuliskan prosedur operasi tersebut.
Soal cerita merupakan salah Berbagai learning obstacle
satu masalah matematis yang dikaitkan (kesulitan belajar) dalam penyelesaian
dengan kehidupan sehari-hari siswa. soal cerita matematika muncul pada
Soal cerita adalah soal matematika yang saat pembelajaran. Hal ini karena siswa
disajikan melalui media bahasa dengan fokus dalam mencari jawaban yang
banyak simbol dan notasi untuk dianggap sebagai satu-satunya tujuan
menyampaikan masalah dan yang ingin dicapai. Dikarenakan fokus
pemecahannya menggunakan pola pikir terhadap jawaban, siswa seringkali
atau konsep matematika (Sumarwati, salah dalam memilih teknik
2013). Inilah yang membedakannya penyelesaian yang benar. Kesulitan
dengan soal noncerita yang belajar dalam penyelesaian soal cerita
penyampaiannya langsung dalam matematika belum bisa dihindari oleh
bentuk simbol dan notasi matematika. siswa manakala siswa tersebut tidak
Seseorang dapat dikatakan terbiasa untuk memecahkan suatu
memiliki kemampuan matematika masalah matematis. Upaya-upaya awal
apabila terampil dengan benar dalam justifikasi oleh anak-anak akan
menyelesaikan soal matematika (Retna, melibatkan trial and error atau
dkk. 2013). Dilanjutkan oleh Dewi, dkk percobaan yang tidak sistematis pada
(2014) soal cerita matematika bertujuan banyak kasus (Wahyudin, 2008).
agar siswa berlatih dan berpikir secara Kesalahan siswa terjadi
deduktif, dapat melihat hubungan dan disebabkan oleh soal yang diberikan
kegunaan matematika dalam berbeda dengan soal sebelumnya. Hal
kehidupan sehari-hari, dan dapat ini didukung dari hasil penelitian The
menguasai keterampilan matematika National Assessment of Education
serta memperkuat penguasaan konsep Progress (NAEP) (2011) yang
matematika. Erliani, dkk (2011) menyatakan bahwa, “tingkat
berpandangan bahwa soal cerita yang keberhasilan siswa dalam penyelesaian
disajikan dengan bahasa yang sudah masalah menurun drastis manakala
dikuasai siswa dengan baik, ternyata konteks permasalahannya diganti
akan mempermudah siswa dalam dengan hal yang tidak dikenal”.
mengubah ke model matematika. Dalam penyelesaian soal cerita,
Kemudian Polya menjelaskan bahwa beberapa siswa menggunakan berbagai
pemecahan masalah merupakan suatu cara atau strategi untuk memperoleh
aktivitas intelektual yang sangat tinggi jawaban terbaik. Strategi siswa dalam
sebab dalam pemecahan masalah penyelesaian soal cerita disebut
sebagai learning trajectory. Menurut Namun, selain tiga pola tersebut ada
Simon (dalam Salimi, 2013) learning beberapa siswa yang melakukan
trajectory adalah lintasan belajar yang penghitungan dengan cara menghapal
menggambarkan transformasi belajar pola perkalian secara runtut.
yang dihasilkan dari partisipasi dalam Berdasarkan pemaparan
aktivitas belajar matematika. sebelumnya, peneliti tertarik melakukan
Terdapat tiga komponen utama penelitian dengan tujuan untuk
learning trajectory, yaitu tujuan mengeksplorasi strategi siswa dalam
pembelajaran (learning goals), kegiatan penyelesaian soal cerita materi
pembelajaran (learning activities) dan pengukuran dan kesulitan belajar yang
hipotesis proses belajar siswa dihadapi siswa dalam penyelesaian soal
(hypothetical learning process). Tujuan cerita.
pembelajaran merupakan bentuk hasil
yang ingin tercapai setelah proses METODE
pembelajaran. Tujuan pembelajaran Penelitian ini menggunakan
akan tercapai setelah kegiatan pendekatan kualitatif dengan metode
pembelajaran (learning activities), studi kasus. Metode studi kasus dipilih
sehingga kegiatan pembelajaran agar dapat menjawab pertanyaan
merupakan jalan untuk mencapai tujuan penelitian yang diajukan, yaitu untuk
tersebut. Sementara itu, hipotesis mengeksplorasi strategi siswa dalam
proses belajar (hipothetical learning penyelesaian soal cerita materi
process) siswa dibuat sebagai tindakan pengukuran, kesulitan belajar yang
atau strategi alternatif dalam mengatasi dihadapi siswa dalam penyelesaian soal
berbagai masalah siswa yang mungkin cerita, dan alternatif untuk mengatasi
terjadi selama proses pembelajaran. kesulitan tersebut. Metode studi kasus
Penelitian tentang analisis berguna untuk mengeksplorasi isu
learning trajectory telah dilakukan maupun fenomena secara mendalam
sebelumnya oleh Salimi (2013) pada dalam konteks yang natural dengan
siswa kelas rendah sekolah dasar. menggunakan berbagai teknik
Salimi melakukan penelitian tentang pengumpulan data (Crowe, dkk., 2011).
“Analisis learning trajectory matematika Penelitian ini dilaksanakan pada
dalam konsep penjumlahan pada siswa siswa kelas IV SDN Winduhaji di
kelas rendah sekolah dasar”. Hasil Kecamatan Kuningan dengan siswa
penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang. Data dalam
terdapat tiga pola learning trajectory penelitian studi kasus dikumpulkan
yang ditemukan pada penyelesaian soal melalui beberapa teknik pengumpulan
oleh siswa kelas rendah sekolah dasar berupa tes, observasi, dan wawancara.
yaitu pola langsung prosedural atau Hal ini dilakukan agar data-data yang
abstrak, pola menggunakan gambar- diperoleh selama penelitian memiliki
gambar atau semi abstrak, dan pola validitas yang kuat.
menggunakan benda-benda konkret. Teknik pengumpulan data yang
Penelitian selanjutnya terkait pertama yaitu tes yang digunakan untuk
analisis learning trajectory dilakukan menganalisis strategi penyelesaian soal
oleh Mutaqin (2013) dalam konsep cerita oleh siswa. Teknik pengumpulan
perkalian bilangan cacah di kelas data yang ke dua yaitu wawancara.
rendah sekolah dasar. Hasil penelitian Wawancara dilakukan oleh peneliti
Mutaqin menunjukkan bahwa terdapat untuk menggali informasi secara lebih
tiga pola learning trajectory yang mendalam terkait dengan kesulitan
ditemukan dalam konsep perkalian membaca yang dialami siswa.
bilangan cacah pada siswa kelas rendah Narasumber dari wawancara ini ialah
sekolah dasar berupa pola langsung siswa kelas IV sekolah dasar.
prosedural atau abstrak, pola Wawancara akan dilaksanakan secara
menggunakan gambar-gambar atau informal melalui pertanyaan terbuka
semi abstrak, pola menggunakan kemudian peneliti mencatat jawaban
benda-benda konkret, dan menghapal. partisipan. Wawancara secara informal
a. Siapakah yang berlari lebih cepat? S: “Kuduna mah jawabanna teh Dani bu
b. Berapakah perbedaan waktu berlari (seharusnya jawabannya Dani), kan
Chairul dan Aldi? Dani waktunya 18 detik.”
Berdasarkan soal nomor 1, pada
poin a terdapat 11 siswa menjawab 3) Cara 3: Siswa melihat tabel untuk
benar dan 8 siswa menjawab salah. menemukan informasi pada kolom
Sedangkan, pada poin b terdapat 9 dengan waktu yang paling sedikit.
siswa menjawab benar, 7 siswa Namun, siswa ini keliru. Ketika
menjawab salah, dan 2 siswa tidak melihat tabel, dia langsung melihat
menjawab. Siswa memiliki berbagai baris pertama sehingga memperoleh
strategi untuk menyelesaikannya. data bahwa yang berlari lebih cepat
Berikut hasil analisis dan wawancara adalah Aldi dengan waktu 19 detik.
siswa.
1) Cara 1: Siswa melihat tabel untuk
menemukan informasi waktu yang
paling sedikit yaitu Aldi 18 detik.
Dengan demikian, dia memperoleh
jawaban siapa yang berlari lebih
cepat. Hal ini merujuk siswa pada
jawaban yang benar.
2) Cara 2: Siswa melihat tabel untuk
menemukan informasi pada kolom Gambar 1. Jawaban Siswa A
dengan waktu yang paling banyak
yaitu Chairul 26 detik. Siswa yang Dalam hal ini, peneliti
mengerjakan seperti ini merupakan memberikan pertanyaan arahan
siswa yang keliru. Dia berpikir bahwa sebagai berikut,
yang memiliki waktu paling banyak P: “Kenapa ini jawabannya Aldi yang
adalah yang menjadi pemenang paling cepat berlari?”
dalam lomba lari. Untuk itu, guru S: “Kan ini Aldi 19 detik, nu sanesna 22
perlu memberikan pertanyaan detik. Berarti Aldi nu cepat (Kan Aldi
arahan pada siswa. 19 detik, yang lainnya 22 detik.
Berikut ini merupakan transkrip Berarti Aldi yang cepat)”.
wawancara oleh peneliti dengan siswa, P: “Tingali deui ka handapna (lihat lagi
P: “Kalau kita mengikuti lomba lari ke bawahnya), ada yang lebih kecil
supaya kita menang kita harus lebih gak waktunya?”
cepat atau lebih lambat?” S: “ih iya bu, Dani lebih kecil kan 18 detik
S: “Lebih cepat bu”. hehehe salah bu”.
P: “Kalau lebih cepat, waktunya lebih P: “Kunaon geuning tiasa lepat?
banyak atau lebih sedikit?” (Kenapa bisa salah?) Tidak teliti
S: “Berarti lebih sedikit bu kan lebih ya?”
sebentar, ehh nu kamari salah nya S: “Hehehe... muhun bu (iya bu)”.
bu (eh yang kemarin salah ya Berdasarkan hasil pekerjaan
bu?)?” siswa untuk nomor 1 poin a hanya
P: “Nah berarti seharusnya siapa yang terdapat satu cara yang ditempuh oleh
berlari lebih cepat?” siswa untuk memperoleh jawaban yang
tepat yaitu cara 1 dengan melihat tabel.
S: “Sakedap bu, abi baca deui soalna. P: “Lain kali harus teliti yah. Caranya
Abina hilap (sebentar bu, saya baca sudah betul tapi kalau hasilnya
lagi soalnya. Saya lupa)”. salah tetap saja kurang sempurna
P: “Iya dibaca dulu aja!” pekerjaannya”.
S: “Ih bu, yang benernya ge 430 gram 4) Cara 4: Siswa menerjemahkan ke
(Bu, jawaban yang betul 430”. dalam operasi hitung penjumlahan.
P: “Geuning ieu kunaon jawabanna 23 Terdapat dua orang siswa yang
gram? Kalah 453 dikurangi 430? melakukan dengan cara ini.
(Kenapa jawabannya 23 gram?
Kenapa 453 dikurangi 430)”
S: “Kan abi teh tos ngerjakeun bu, tah
jawabanna teh 430. Trus ku abi
dicek deui jawabanna jadi 453-
430=23. Tuh kan sami jawabanna
sareng na soal (Kan saya sudah
Gambar 12. Jawaban Siswa L
mengerjakan, jawabannya 430.
Lalu saya mengecek kembali
Kemudian peneliti melakukan
jawabannya jadi 453-420=23. Tuh
wawancara untuk mengklarifikasi
kan jawabannya sama dengan yang
jawaban siswa sebagai berikut,
di soal.”
P: “Oh gitu, jadi jawabannya berapa
P: “S mengerti ngga maksud soal ini?”
yang betul?”
S: “Henteu bu (tidak bu)”.
S: “430 gram bu”.
P: “Nazwa pertamanya beli 453 gram,
terus Nazwa membuat jus. Setelah
3) Cara 3: Siswa menerjemahkan soal
membuat jus, ternyata masih ada
menjadi operasi hitung pengurangan.
sisa 23 gram strawberry. Terus
Namun, siswa mengalami kekeliruan.
sisanya berapa?”
Siswa tersebut mengurangkan
S: “Oh jadi misalnya saya beli
bilangan 453 dengan 430 namun
strawberry terus saya buat jus nah
memperoleh jawaban yang kurang
strawberry nya sisa berapa, gitu kan
tepat. Terdapat dua siswa yang
bu?”
melakukan pekerjaan demikian.
P: “Iya betul, gimana coba?”
S: “Dikurangi bukan bu?”
P: “Nah, jawabannya berapa?”
S: (menghitung) “430 bu, kadang saya
ngga ngerti bu kalo soal cerita”.
P: “Kenapa ngga ngerti?”
S: “Harus dijelasin ibu dulu biar ngerti”.
Gambar 11. Jawaban Siswa K P: “Oh gitu? Kalo mengerjakan sendiri
ngga bisa?”
Selanjutnya, peneliti melakukan S: “Ngga bisa bu, apalagi soalnya pake
wawancara untuk mengklarifikasi bahasa Indonesia”.
jawaban siswa. berikut ini transkrip P: “Barusan sudah ibu jelaskan ngerti?”
wawancara dengan siswa, S: “Ngerti bu”.
5) Siswa menuliskan sembarang
P: “Coba hitung kembali jawaban bilangan seperti soal sebelumnya.
punyamu!”
S: (menghitung jawaban) “salah bu,
harusnya 430”
P: “Lalu kenapa waktu itu jawabnya
433? Gak teliti ya?”
S: “Iya bu, buru-buru ngerjainnya takut
ga sempet ngerjain soal yg lain”
Gambar 13. Jawaban Siswa M
d. Soal nomor 6
Refa membutuhkan waktu 15 menit
untuk menyelesaikan soal matematika. Gambar 16. Jawaban Siswa P
Putra membutuhkan waktu 7 menit lebih
banyak dari Refa untuk menyelesaikan e. Soal nomor 8
soal matematika. Berapakah total waktu Ibu menanam bunga di halaman rumah.
yang dibutuhkan oleh keduanya? Mula-mula tingginya 15 cm. Setiap lima
Berdasarkan soal nomor 6, hari, tanaman ibu bertambah tnggi 2 cm.
terdapat tiga siswa menjawab benar, 14 Berapa tinggi tanaman ibu setelah satu
siswa menjawab salah, dan 1 siswa bulan? (1 bulan = 30 hari)
tidak menjawab. Berikut hasil analisis
dan wawancara siswa mengenai 1) Cara 1: Mengubah masalah ke dalam
berbagai strategi yang digunakan, gambar.
1) Cara 1: Siswa mencari waktu yang
dibutuhkan oleh Putra untuk
menyelesaikan soal dengan cara
melakukan operasi hitung
penjumlahan waktu yang dibutuhkan
Refa dengan selisih waktu yaitu 15
ditambah 7 sehingga hasilnya 22 Gambar 17. Jawaban Siswa Q
menit. Kemudian siswa
menjumlahkan waktu yang
dibutuhkan Refa dengan waktu yang 2) Cara 2: Cara prosedural dengan
dibutuhkan Putra yakni 15 menit operasi hitung.
ditambah 22 menit, hasilnya adalah
37 menit. Cara seperti ini dilakukan
dengan baik oleh tiga orang siswa.