Anda di halaman 1dari 14

P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.

1, April 2017

EKSPLORASI KEMAMPUAN SISWA KELAS IV SEKOLAH


DASAR DALAM PENYELESAIAN SOAL CERITA MATEMATIKA
V.A.N. Ariawan1, I.M. Pratiwi2
1,2 Jurusan
Pendidikan Dasar,
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia

E-mail: vivianatsir@gmail.com1

Abstrak
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengeksplorasi strategi siswa dalam penyelesaian
soal cerita materi pengukuran; (2) untuk mengeksplorasi kesulitan belajar siswa dalam
penyelesaian soal cerita. Partisipan dalam penelitian ini ialah 18 siswa kelas IV di SDN
2 Winduhaji, Kecamatan Kuningan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
kualitatif dengan metode studi kasus. Jenis data yang dikumpulkan berupa data
kualitatif yaitu hasil penyelesaian soal cerita siswa. Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan tes, wawancara, dan analisis dokumen. Teknik analisis data
menggunakan thematic analysis sedangkan validitas data menggunakan triangulasi,
member checking, dan refleksivitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi siswa
dalam penyelesaian soal cerita yaitu (1) menggunakan bantuan gambar; (2)
menggunakan bantuan diagram; (3) menerjemahkan masalah ke dalam operasi hitung
penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian. Kesulitan yang dialami siswa
yaitu (1) kesulitan memahami masalah; (2) kesulitan merepresentasikan masalah ke
bentuk matematika dan gambar; (3) kesulitan memahami konsep; (4) kesulitan
membangun strategi penyelesaian; (5) gangguan kognitif siswa.

Kata kunci: kesulitan belajar, matematika, soal cerita, strategi

Abstract
The objectives for this research are (1) to explore student’s strategies to solve story
problem about measurement material; (2) to explore student’s learning difficulties to
solve story problem. Subject of this research were 18 of fourth grade students of SDN
Winduhaji in Kuningan subdisctrict. This research using qualitative approach within
case study method. Data in this research using qualitative namely result of story
problem. Techniques of collecting data in this research are using test, interview, and
document analysis. Data analyzed by using thematic analisys meanwhile data validated
by using triangulation, member checking, and reflectivity. The results of this research
show that student’s strategies to solve story problem are (1) using pictures; (2) using
diagram; (3) typed problem using addition, reduction, multiplication, and dividing
operation. Student’s learning difficulties to solve problem story are (1) problem
comprehension difficulties; (2) difficult to representation the problem conductes math
and pictures; (c) concept comprehension difficulties; (d) difficult to develop solving
strategies; (e) student’s cognitive disruption.

Keywords : learning difficulties, math, story problem, strategy

PENDAHULUAN suatu persoalan dalam matematika.


Salah satu keterampilan proses Pemecahan masalah adalah cara
yang dimiliki siswa melalui berpikir, penalaran, dan menggunakan
pembelajaran matematika yang hal-hal yang dipelajari dalam semua
tercakup dalam standar proses yaitu kegiatan matematika (Aydoğdu, 2014;
pemecahan masalah. Pemecahan Huda & Angle 2013).
masalah matematis adalah suatu usaha Masalah didefinisikan sebagai
mencari jalan untuk menyelesaikan dari bermacam tugas atau kegiatan yang

Jurnal Pendidikan Indonesia | 82


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

mana siswa belum bisa menentukan siswa harus dapat menyelesaikan dan
aturan-aturan atau metode dan belum menggunakan aturan-aturan yang telah
ada tanggapan dari siswa sehingga dipelajari untuk membuat rumusan
belum ada sebuah metode solusi yang (Alawiyah, 2014).
tepat (Van De Walle, 2010). Menurut Kesalahan menyelesaikan soal
Haylock & Anne (2013), masalah cerita matematika terdiri dari kesalahan
digunakan untuk untuk merujuk kepada konsep, kesalahan pada langkah
kegiatan matematika pada dimensi penyelesaian, dan/atau kesalahan pada
open-ended yang melibatkan hitung aljabar (Lestari dkk, 2010).
penerapan matematika pada situasi Senada dengan White (2005)
yang memiliki tujuan yang jelas. Suatu menyatakan prosedur analisis Newman
soal dapat dikatakan sebagai masalah bahwa “Process skills errors, the child
jika soal tersebut memuat tantangan identified an appropriate operation, or
yang tidak dapat dikerjakan dengan sequence of operations, but did not
prosedur rutin (Lenchner, dalam know the procedures necessary to carry
Khabibah & Teguh, 2016). out these operations accurately”,
Permasalahan matematis berhubungan maksudnya kesalahan terjadi ketika
dengan masalah translasi, masalah siswa dapat menentukan operasi yang
aplikasi, masalah proses dan masalah harus dilakukan, tetapi tidak dapat
teka-teki (Adji & Maulana, 2006). menuliskan prosedur operasi tersebut.
Soal cerita merupakan salah Berbagai learning obstacle
satu masalah matematis yang dikaitkan (kesulitan belajar) dalam penyelesaian
dengan kehidupan sehari-hari siswa. soal cerita matematika muncul pada
Soal cerita adalah soal matematika yang saat pembelajaran. Hal ini karena siswa
disajikan melalui media bahasa dengan fokus dalam mencari jawaban yang
banyak simbol dan notasi untuk dianggap sebagai satu-satunya tujuan
menyampaikan masalah dan yang ingin dicapai. Dikarenakan fokus
pemecahannya menggunakan pola pikir terhadap jawaban, siswa seringkali
atau konsep matematika (Sumarwati, salah dalam memilih teknik
2013). Inilah yang membedakannya penyelesaian yang benar. Kesulitan
dengan soal noncerita yang belajar dalam penyelesaian soal cerita
penyampaiannya langsung dalam matematika belum bisa dihindari oleh
bentuk simbol dan notasi matematika. siswa manakala siswa tersebut tidak
Seseorang dapat dikatakan terbiasa untuk memecahkan suatu
memiliki kemampuan matematika masalah matematis. Upaya-upaya awal
apabila terampil dengan benar dalam justifikasi oleh anak-anak akan
menyelesaikan soal matematika (Retna, melibatkan trial and error atau
dkk. 2013). Dilanjutkan oleh Dewi, dkk percobaan yang tidak sistematis pada
(2014) soal cerita matematika bertujuan banyak kasus (Wahyudin, 2008).
agar siswa berlatih dan berpikir secara Kesalahan siswa terjadi
deduktif, dapat melihat hubungan dan disebabkan oleh soal yang diberikan
kegunaan matematika dalam berbeda dengan soal sebelumnya. Hal
kehidupan sehari-hari, dan dapat ini didukung dari hasil penelitian The
menguasai keterampilan matematika National Assessment of Education
serta memperkuat penguasaan konsep Progress (NAEP) (2011) yang
matematika. Erliani, dkk (2011) menyatakan bahwa, “tingkat
berpandangan bahwa soal cerita yang keberhasilan siswa dalam penyelesaian
disajikan dengan bahasa yang sudah masalah menurun drastis manakala
dikuasai siswa dengan baik, ternyata konteks permasalahannya diganti
akan mempermudah siswa dalam dengan hal yang tidak dikenal”.
mengubah ke model matematika. Dalam penyelesaian soal cerita,
Kemudian Polya menjelaskan bahwa beberapa siswa menggunakan berbagai
pemecahan masalah merupakan suatu cara atau strategi untuk memperoleh
aktivitas intelektual yang sangat tinggi jawaban terbaik. Strategi siswa dalam
sebab dalam pemecahan masalah penyelesaian soal cerita disebut

Jurnal Pendidikan Indonesia | 83


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

sebagai learning trajectory. Menurut Namun, selain tiga pola tersebut ada
Simon (dalam Salimi, 2013) learning beberapa siswa yang melakukan
trajectory adalah lintasan belajar yang penghitungan dengan cara menghapal
menggambarkan transformasi belajar pola perkalian secara runtut.
yang dihasilkan dari partisipasi dalam Berdasarkan pemaparan
aktivitas belajar matematika. sebelumnya, peneliti tertarik melakukan
Terdapat tiga komponen utama penelitian dengan tujuan untuk
learning trajectory, yaitu tujuan mengeksplorasi strategi siswa dalam
pembelajaran (learning goals), kegiatan penyelesaian soal cerita materi
pembelajaran (learning activities) dan pengukuran dan kesulitan belajar yang
hipotesis proses belajar siswa dihadapi siswa dalam penyelesaian soal
(hypothetical learning process). Tujuan cerita.
pembelajaran merupakan bentuk hasil
yang ingin tercapai setelah proses METODE
pembelajaran. Tujuan pembelajaran Penelitian ini menggunakan
akan tercapai setelah kegiatan pendekatan kualitatif dengan metode
pembelajaran (learning activities), studi kasus. Metode studi kasus dipilih
sehingga kegiatan pembelajaran agar dapat menjawab pertanyaan
merupakan jalan untuk mencapai tujuan penelitian yang diajukan, yaitu untuk
tersebut. Sementara itu, hipotesis mengeksplorasi strategi siswa dalam
proses belajar (hipothetical learning penyelesaian soal cerita materi
process) siswa dibuat sebagai tindakan pengukuran, kesulitan belajar yang
atau strategi alternatif dalam mengatasi dihadapi siswa dalam penyelesaian soal
berbagai masalah siswa yang mungkin cerita, dan alternatif untuk mengatasi
terjadi selama proses pembelajaran. kesulitan tersebut. Metode studi kasus
Penelitian tentang analisis berguna untuk mengeksplorasi isu
learning trajectory telah dilakukan maupun fenomena secara mendalam
sebelumnya oleh Salimi (2013) pada dalam konteks yang natural dengan
siswa kelas rendah sekolah dasar. menggunakan berbagai teknik
Salimi melakukan penelitian tentang pengumpulan data (Crowe, dkk., 2011).
“Analisis learning trajectory matematika Penelitian ini dilaksanakan pada
dalam konsep penjumlahan pada siswa siswa kelas IV SDN Winduhaji di
kelas rendah sekolah dasar”. Hasil Kecamatan Kuningan dengan siswa
penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 18 orang. Data dalam
terdapat tiga pola learning trajectory penelitian studi kasus dikumpulkan
yang ditemukan pada penyelesaian soal melalui beberapa teknik pengumpulan
oleh siswa kelas rendah sekolah dasar berupa tes, observasi, dan wawancara.
yaitu pola langsung prosedural atau Hal ini dilakukan agar data-data yang
abstrak, pola menggunakan gambar- diperoleh selama penelitian memiliki
gambar atau semi abstrak, dan pola validitas yang kuat.
menggunakan benda-benda konkret. Teknik pengumpulan data yang
Penelitian selanjutnya terkait pertama yaitu tes yang digunakan untuk
analisis learning trajectory dilakukan menganalisis strategi penyelesaian soal
oleh Mutaqin (2013) dalam konsep cerita oleh siswa. Teknik pengumpulan
perkalian bilangan cacah di kelas data yang ke dua yaitu wawancara.
rendah sekolah dasar. Hasil penelitian Wawancara dilakukan oleh peneliti
Mutaqin menunjukkan bahwa terdapat untuk menggali informasi secara lebih
tiga pola learning trajectory yang mendalam terkait dengan kesulitan
ditemukan dalam konsep perkalian membaca yang dialami siswa.
bilangan cacah pada siswa kelas rendah Narasumber dari wawancara ini ialah
sekolah dasar berupa pola langsung siswa kelas IV sekolah dasar.
prosedural atau abstrak, pola Wawancara akan dilaksanakan secara
menggunakan gambar-gambar atau informal melalui pertanyaan terbuka
semi abstrak, pola menggunakan kemudian peneliti mencatat jawaban
benda-benda konkret, dan menghapal. partisipan. Wawancara secara informal

Jurnal Pendidikan Indonesia | 84


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

merupakan wawancara yang dilakukan Triangulasi merujuk pada pengumpulan


secara wajar seperti perbincangan informasi sebanyak mungkin dari
sehari-hari secara santai dan cair dalam berbagai sumber melalui berbagai
konteks alamiah (Putra & Dwilestari, metode (Cohen, Manion, & Marison,
2012). 2007). Penelitian ini menggunakan
Teknik pengumpulan data yang triangulasi jenis data yang diperoleh dari
ketiga yaitu analisis dokumen. Dokumen hasil wawancara dan analisis dokumen.
yang akan dianalisis yaitu hasil tes Member checking merupakan
siswa. Dokumen berperan sebagai teknik menguji validitas data untuk (1)
sumber pelengkap dan pemerkaya bagi menghindari salah tafsir terhadap
informasi yang diperoleh lewat jawaban responden sewaktu
wawancara dan observasi (Alwasilah, wawancara; (2) menghindari salah tafsir
2009). Melalui dokumen, peneliti dapat terhadap perilaku responden sewaktu
menganalisis strategi penyelesaian soal diobservasi; (3) mengkonfirmasi
cerita yang dikerjakan siswa. perspektif responden terhadap suatu
Analisis data dalam penelitian ini proses yang sedang berlangsung
menggunakan pendekatan kualitatif (Alwasilah, 2009).
dengan teknik thematic analysis atau Refleksivitas mengacu pada
analisis tematik. Naughton dan Hughes kesadaran peneliti dalam memosisikan
(2009) menyatakan bahwa analisis diri pada tulisannya dimana peneliti
tematik merupakan teknik analisis data sadar akan bias, nilai, dan pengalaman
yang dilakukan dengan cara melihat dan yang dia bawa (Creswell, 2015). Peneliti
menemukan tema-tema dan kategori sangat penting untuk tidak hanya
yang diperoleh dalam data yang telah menerangkan pengalamannya dengan
dikodekan terlebih dahulu. Tahapan fenomena yang sedang diteliti tetapi
analisis data dalam penelitian ini yaitu peneliti juga menyadari bahwa
(1) menyiapkan data mentah; (2) pengalaman ini sangat mungkin
membaca keseluruhan data; (3) memengaruhi temuan, kesimpulan, dan
mengcoding data; (4) menghubungkan penafsirannya dalam penelitian. Peneliti
hasil coding; (5) menginterpretasi hasil harus menjaga sikap, menunjukkan
coding (Creswell, 2013). persahabatan, dan berusaha tak terlihat
Validitas dan reliabilitas merujuk di kelas agar pembelajaran berjalan
pada masalah kualitas data dan natural atau tidak dibuat-buat. Peneliti
ketepatan metode yang digunakan tidak berhak ikut campur dan memaksa
untuk melaksanakan penelitian. partisipan untuk melakukan kegiatan
Alwasilah (2009) mengungkapkan yang dikehendaki peneliti.
bahwa kualitas data dan ketepatan
metode yang digunakan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
melaksanakan penelitian sangat penting Berdasarkan tes yang sudah
terutama pada ilmu-ilmu sosial karena dilakukan, tidak semua soal dianalisis,
pendekatan filosofis dan metodologis hanya lima soal saja yang mewakili
yang berbeda terhadap studi aktivitas berbagai strategi yang dilakukan siswa
manusia. Untuk menguji validitas data dalam menjawab soal. Hasil tes dan
dalam penelitian ini peneliti wawancara dipaparkan sebagai berikut.
menggunakan triangulasi, member
checking, dan refleksivitas. a. Soal Nomor 1
Triangulasi merupakan suatu Hari ini siswa kelas IV akan
proses pemanfaatan persepsi yang melakukan tes kesegaran jasmani. Tes
beragam untuk mengklarifikasi makna, yang akan dilakukan siswa berupa tes
memverifikasi kemungkinan lari 100 meter. Siswa melakukan tes lari
pengulangan dari suatu observasi atau secara bergilir. Berikut ini merupakan
interpretasi dengan prinsip tidak ada tabel waktu yang ditempuh lima siswa
observasi dan interpretasi yang dapat dalam menyelesaikan lari 100 meter.
diulang (Denzin & Lincoln, 2009).

Jurnal Pendidikan Indonesia | 85


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

Tabel 1. Waktu tempuh siswa dalam menyelesaikan lari 100 meter


Nama Waktu
Aldi 19 detik
Barra 22 detik
Chairul 26 detik
Dani 18 detik
Eka 24 detik

a. Siapakah yang berlari lebih cepat? S: “Kuduna mah jawabanna teh Dani bu
b. Berapakah perbedaan waktu berlari (seharusnya jawabannya Dani), kan
Chairul dan Aldi? Dani waktunya 18 detik.”
Berdasarkan soal nomor 1, pada
poin a terdapat 11 siswa menjawab 3) Cara 3: Siswa melihat tabel untuk
benar dan 8 siswa menjawab salah. menemukan informasi pada kolom
Sedangkan, pada poin b terdapat 9 dengan waktu yang paling sedikit.
siswa menjawab benar, 7 siswa Namun, siswa ini keliru. Ketika
menjawab salah, dan 2 siswa tidak melihat tabel, dia langsung melihat
menjawab. Siswa memiliki berbagai baris pertama sehingga memperoleh
strategi untuk menyelesaikannya. data bahwa yang berlari lebih cepat
Berikut hasil analisis dan wawancara adalah Aldi dengan waktu 19 detik.
siswa.
1) Cara 1: Siswa melihat tabel untuk
menemukan informasi waktu yang
paling sedikit yaitu Aldi 18 detik.
Dengan demikian, dia memperoleh
jawaban siapa yang berlari lebih
cepat. Hal ini merujuk siswa pada
jawaban yang benar.
2) Cara 2: Siswa melihat tabel untuk
menemukan informasi pada kolom Gambar 1. Jawaban Siswa A
dengan waktu yang paling banyak
yaitu Chairul 26 detik. Siswa yang Dalam hal ini, peneliti
mengerjakan seperti ini merupakan memberikan pertanyaan arahan
siswa yang keliru. Dia berpikir bahwa sebagai berikut,
yang memiliki waktu paling banyak P: “Kenapa ini jawabannya Aldi yang
adalah yang menjadi pemenang paling cepat berlari?”
dalam lomba lari. Untuk itu, guru S: “Kan ini Aldi 19 detik, nu sanesna 22
perlu memberikan pertanyaan detik. Berarti Aldi nu cepat (Kan Aldi
arahan pada siswa. 19 detik, yang lainnya 22 detik.
Berikut ini merupakan transkrip Berarti Aldi yang cepat)”.
wawancara oleh peneliti dengan siswa, P: “Tingali deui ka handapna (lihat lagi
P: “Kalau kita mengikuti lomba lari ke bawahnya), ada yang lebih kecil
supaya kita menang kita harus lebih gak waktunya?”
cepat atau lebih lambat?” S: “ih iya bu, Dani lebih kecil kan 18 detik
S: “Lebih cepat bu”. hehehe salah bu”.
P: “Kalau lebih cepat, waktunya lebih P: “Kunaon geuning tiasa lepat?
banyak atau lebih sedikit?” (Kenapa bisa salah?) Tidak teliti
S: “Berarti lebih sedikit bu kan lebih ya?”
sebentar, ehh nu kamari salah nya S: “Hehehe... muhun bu (iya bu)”.
bu (eh yang kemarin salah ya Berdasarkan hasil pekerjaan
bu?)?” siswa untuk nomor 1 poin a hanya
P: “Nah berarti seharusnya siapa yang terdapat satu cara yang ditempuh oleh
berlari lebih cepat?” siswa untuk memperoleh jawaban yang
tepat yaitu cara 1 dengan melihat tabel.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 86


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

Analisis jawaban dan Gambar 3. Jawaban Siswa C


wawancara pada poin b adalah sebagai
berikut. Untuk memperoleh klarifikasi
1) Cara 1: Siswa melihat waktu yang jawaban siswa, peneliti melakukan
ditempuh Chairul yaitu 26 detik dan wawancara. Berikut adalah transkrip
waktu yang ditempuh Aldi yaitu 18 wawancara dengan siswa,
detik. Kemudian melakukan operasi P: “Pekerjaannya sudah betul caranya
hitung pengurangan menggunakan tapi ko hasilnya 6 detik yah? Ini
konsep yang sebelumnya didapatkan dapat 6 nya dari mana?”
siswa mengenai selisih adalah S: “Dihitung bu”.
bilangan yang besar dikurangi P: “Gimana cara ngitungnya?”
dengan bilangan lain yang lebih kecil. S: “Gini 25, 24, 23, 22, 21, 20. Jadi ada
Oleh sebab itu, siswa menghitung 6 kan?” (sambil menggerakkan
waktu yang ditempuh Chairul jarinya)
dikurangi waktu yang ditempuh Aldi, P: “Ko bilangan 19 nya gak ikut
karena Chairul menempuh waktu dihitung?”
lebih banyak dari Aldi. Berikut adalah S: “Eh iya yah, bu. Ihh aku salah
contoh hasil pekerjaan siswa, melingkarinya bu, jadi bingung.
Harusnya aku ngga ngelingkari
yang ini”. (menunjuk ke bilangan
19)
P: “Coba hitung lagi ada berapa kali
loncatan!”
3) Cara 3: Siswa membilang
menggunakan jarinya mulai dari
bilangan 20 sampai 25 sehingga
Gambar 2. Jawaban Siswa B memperoleh jawaban 6. Kekeliruan
ini terjadi sama halnya dengan
2) Cara 2: Siswa melihat waktu yang kekeliruan pada siswa yang
ditempuh Chairul yaitu 26 detik dan menggunakan cara nomor 2 yaitu
waktu yang ditempuh Aldi yaitu 18 kurangnya ketelitian siswa dalam
detik. Kemudian menuliskan bilangan membilang.
dari 26 sampai 18 seolah-olah seperti 4) Cara 4: Siswa melihat waktu yang
grafik. Selanjutnya siswa membilang ditempuh Chairul yaitu 26 detik dan
dari 26 sampai 18 dan seharusnya waktu yang ditempuh Aldi yaitu 18
siswa memperoleh jawaban 7, detik. Kemudian melakukan operasi
karena jarak dari 26 sampai 18 sudah hitung penjumlahan. Siswa belum
melompati 7 bilangan lainnya. memahami konsep selesih.
Namun, sangat disayangkan Kekeliruan ini terjadi pada beberapa
terdapat kekeliruan hasil pekerjaan siswa lainnya.
siswa tersebut. Siswa membilang
dimulai dari bilangan 25 dan berhenti di
bilangan 19. Dia keliru dengan
pekerjaannya sendiri karena dia
melingkari bilangan 25 dan 19 sebagai
tanda batas dan dia lupa untuk
membilang bilangan 19. Berikut adalah Gambar 4. Jawaban Siswa D
hasil pekerjaan siswa,
Setelah melihat jawaban siswa,
selanjutnya peneliti melakukan
wawancara dengan transkrip berikut ini,
P: “Dapat jawaban 45 dari mana?”
S: “Waktu Chairul ditambah waktu Aldi,
26 ditambah 19 jadi 45”
P: “Mengapa bisa ditambah?”

Jurnal Pendidikan Indonesia | 87


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

S: “Hmmm ngarang bu, kan biasanya


juga kalo ada angka mun teu
ditambah nya dikurangi (kan
biasanya juga kalo ngga ditambah,
ya dikurangi) ”.
P: “Kenapa milih yang ditambah bukan
dikurangi?” Gambar 5. Jawaban Siswa E
S: “Ngasal bu hehehe”
P: “Hmmm, coba baca di soal kan Peneliti mengajukan pertanyaan
ditanyakan perbedaan waktu, nah untuk mengarahkan siswa memahami
yang seperti itu namanya selisih, konsep perkalian, misalnya, “Apakah
jadi kamu harus mengurangkan ada cara lain untuk menjumlahkan
bilangan yang lebih besar dengan angka 5 sebanyak 12 kali?” sampai
bilangan yang lebih kecil. Misalnya siswa memahami bahwa soal seperti ini
Amir memperoleh nilai ulangan 9, dapat dikerjakan dengan menggunakan
sedangkan Bani memperoleh nilai konsep perkalian.
ulangan 6, berapa perbedaan nilai 2) Cara 2: Siswa menerjemahkan soal
ulangan Amir dan Bani?” menjadi operasi hitung perkalian.
S: “Dikurangi ya bu? 9 – 6 = 3 bu” Dengan demikian, jika satu soal
P: “Iya benar. Jadi kalau perbedaan memerlukan waktu 5 menit, maka
waktu Chairul dan Aldi dalam berlari untuk 12 soal membutuhkan waktu (5
berapa?” x 12) menit yaitu 60 menit atau satu
S: “26 – 19 = 6” (melakukan operasi jam. Cara seperti ini dilakukan oleh
hitung pengurangan bersusun) 12 orang siswa.
P: “Jadi, nanti kalo kamu menemukan
soal seperti ini lagi bisa kan
ngerjainnya?”
S: “Iya bu, insya Allah bisa”.
Berdasarkan keempat cara yang
ditempuh siswa untuk nomor 1 poin b,
dengan demikian terdapat dua cara
yang ditempuh oleh siswa untuk Gambar 6. Jawaban Siswa F
memperoleh jawaban yang tepat yaitu
cara 1 dan cara 2. 3) Cara 3: Siswa menerjemahkan soal
menjadi operasi hitung pengurangan.
b. Soal Nomor 2 Dia mengurangkan bilangan 12
Untuk mengerjakan satu soal dengan 5 sehingga diperoleh hasil 7
matematika, Adila membutuhkan waktu menit
5 menit. Jika Adila diberi 12 soal
matematika, berapa waktu yang
diperlukan Adila untuk
menyelesaikannya?
Berdasarkan soal nomor 2,
terdapat 15 siswa menjawab benar dan
3 siswa menjawab salah. Siswa memiliki
berbagai strategi untuk Gambar 7. Jawaban Siswa G
menyelesaikannya. Berikut hasil analisis
dan wawancara siswa, Siswa hanya menuliskan “Adila
1) Cara 1: Siswa menerjemahkan soal membutuhkan 7 menit” pada lembar
menjadi operasi hitung penjumlahan jawaban dan tidak ditemukan coretan
berulang. Dia menjumlahkan dari mana ia memperoleh jawaban
bilangan 5 sebanyak 12 kali. Cara tersebut. Oleh karenanya, peneliti
seperti ini dilakukan oleh tiga orang melakukan wawancara terhadap siswa
siswa. dengan transkrip sebagai berikut,

Jurnal Pendidikan Indonesia | 88


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

P: “Coba jelaskan dari mana kamu strawberry yang digunakan Nazwa


memeroleh hasil 7 menit!” untuk membuat jus?
S: “Hmmm lupa lagi bu, gak tau”. Berdasarkan soal nomor 4,
P: “Lha, ko gak tau? Kan ini hasil sebanyak 11 siswa dapat menjawab
pekerjaannmu. Coba baca lagi dengan benar dan 7 lainnya menjawab
soalnya!” salah. Siswa memiliki berbagai strategi
S: “Kalo gak salah 12 dikurangi 5 jadi 7 untuk menyelesaikannya. Berikut hasil
jawabannya”. analisis dan wawancara siswa,
P: “Mengapa dikurangi?” 1) Cara 1: Siswa menerjemahkan soal
S: “Ngasal bu hehehe”. menjadi operasi hitung pengurangan.
P: “Kan Adila membutuhkan waktu 5 Dengan demikian diperoleh jawaban
menit untuk 1 soal, kalau 2 soal jadi bahwa strawberry yang digunakan
waktu yang dibutuhkan Adila Nazwa untuk membuat jus adalah
berapa?” 430 gram. Cara seperti ini dilakukan
S: (menghitung menggunakan jari) “jadi oleh enam orang siswa.
10 menit bu”.
P: “Kalau 3 soal, waktunya berapa?”
S: “10 ditambah 5 jadi 15”
P: “Nah terus begitu sampai 12 soal, jadi
nanti kamu akan memperoleh
jawabannya. Coba berapa?”
S: (menghitung dengan penjumlahan Gambar 9. Jawaban Siswa I
berulang dan memperoleh hasil 60)
2) Cara 2: Siswa menerjemahkan soal
4) Cara 4: Siswa menulis sembarang menjadi operasi hitung
vbilangan. Kemudian peneliti pengurangan. Uniknya, dalam
mewawancarai siswa tersebut. operasi hitung pengurangan yang
Setelah ditelusuri, ternyata dia digunakan oleh siswa tersebut justru
merupakan siswa yang belum bisa bilangan pengurangnya merupakan
membaca. Adapun pada jawaban jawaban dari masalah yang
sebelumnya pada nomor 1 diajukan. Berikut ini adalah
merupakan hasil meniru jawaban pekerjaan siswa menggunakan cara
temannya. 2,
Siswa lainnya juga menjawab
dengan sembarang bilangan. Namun,
setelah diwawancarai, dia menjelaskan
bahwa dia kekurangan waktu dalam
mengerjakan. Untuk mengisi jawaban
yang belum sempat dikerjakan, dia Gambar 10. Jawaban Siswa J
menuliskan sembarang bilangan.
Berikut adalah contoh pekerjaan siswa
yang menjawab dengan asal, Setelah dilakukan wawancara
terhadap siswa, diperoleh informasi
bahwa siswa tersebut sudah
menghitung jawabannya dan
memperloleh jawaban 430 gram.
Kemudian untuk mengecek kebenaran,
maka siswa melakukan pengurangan
453 dikurangi 430.
Gambar 8. Jawaban Siswa H
P: “Ari ieu jawabanna nu leres nu mana
(kalau ini jawaban yang betul yang
c. Soal Nomor 4
mana)?” (menunjuk ke jawaban
Nazwa membeli 453 gram strawberry.
siswa)
Dia menggunakan strawberry tersebut
untuk membuat jus sehingga bersisa 23
gram strawberry. Berapa gram

Jurnal Pendidikan Indonesia | 89


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

S: “Sakedap bu, abi baca deui soalna. P: “Lain kali harus teliti yah. Caranya
Abina hilap (sebentar bu, saya baca sudah betul tapi kalau hasilnya
lagi soalnya. Saya lupa)”. salah tetap saja kurang sempurna
P: “Iya dibaca dulu aja!” pekerjaannya”.
S: “Ih bu, yang benernya ge 430 gram 4) Cara 4: Siswa menerjemahkan ke
(Bu, jawaban yang betul 430”. dalam operasi hitung penjumlahan.
P: “Geuning ieu kunaon jawabanna 23 Terdapat dua orang siswa yang
gram? Kalah 453 dikurangi 430? melakukan dengan cara ini.
(Kenapa jawabannya 23 gram?
Kenapa 453 dikurangi 430)”
S: “Kan abi teh tos ngerjakeun bu, tah
jawabanna teh 430. Trus ku abi
dicek deui jawabanna jadi 453-
430=23. Tuh kan sami jawabanna
sareng na soal (Kan saya sudah
Gambar 12. Jawaban Siswa L
mengerjakan, jawabannya 430.
Lalu saya mengecek kembali
Kemudian peneliti melakukan
jawabannya jadi 453-420=23. Tuh
wawancara untuk mengklarifikasi
kan jawabannya sama dengan yang
jawaban siswa sebagai berikut,
di soal.”
P: “Oh gitu, jadi jawabannya berapa
P: “S mengerti ngga maksud soal ini?”
yang betul?”
S: “Henteu bu (tidak bu)”.
S: “430 gram bu”.
P: “Nazwa pertamanya beli 453 gram,
terus Nazwa membuat jus. Setelah
3) Cara 3: Siswa menerjemahkan soal
membuat jus, ternyata masih ada
menjadi operasi hitung pengurangan.
sisa 23 gram strawberry. Terus
Namun, siswa mengalami kekeliruan.
sisanya berapa?”
Siswa tersebut mengurangkan
S: “Oh jadi misalnya saya beli
bilangan 453 dengan 430 namun
strawberry terus saya buat jus nah
memperoleh jawaban yang kurang
strawberry nya sisa berapa, gitu kan
tepat. Terdapat dua siswa yang
bu?”
melakukan pekerjaan demikian.
P: “Iya betul, gimana coba?”
S: “Dikurangi bukan bu?”
P: “Nah, jawabannya berapa?”
S: (menghitung) “430 bu, kadang saya
ngga ngerti bu kalo soal cerita”.
P: “Kenapa ngga ngerti?”
S: “Harus dijelasin ibu dulu biar ngerti”.
Gambar 11. Jawaban Siswa K P: “Oh gitu? Kalo mengerjakan sendiri
ngga bisa?”
Selanjutnya, peneliti melakukan S: “Ngga bisa bu, apalagi soalnya pake
wawancara untuk mengklarifikasi bahasa Indonesia”.
jawaban siswa. berikut ini transkrip P: “Barusan sudah ibu jelaskan ngerti?”
wawancara dengan siswa, S: “Ngerti bu”.
5) Siswa menuliskan sembarang
P: “Coba hitung kembali jawaban bilangan seperti soal sebelumnya.
punyamu!”
S: (menghitung jawaban) “salah bu,
harusnya 430”
P: “Lalu kenapa waktu itu jawabnya
433? Gak teliti ya?”
S: “Iya bu, buru-buru ngerjainnya takut
ga sempet ngerjain soal yg lain”
Gambar 13. Jawaban Siswa M

Jurnal Pendidikan Indonesia | 90


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

Jawaban di atas dikerjakan oleh 3) Cara 3: Menjawab asal menulis


siswa yang sama pada soal bilangan.
sebelumnya. Siswa menjawab dengan
sembarang karena kekurangan waktu.

d. Soal nomor 6
Refa membutuhkan waktu 15 menit
untuk menyelesaikan soal matematika. Gambar 16. Jawaban Siswa P
Putra membutuhkan waktu 7 menit lebih
banyak dari Refa untuk menyelesaikan e. Soal nomor 8
soal matematika. Berapakah total waktu Ibu menanam bunga di halaman rumah.
yang dibutuhkan oleh keduanya? Mula-mula tingginya 15 cm. Setiap lima
Berdasarkan soal nomor 6, hari, tanaman ibu bertambah tnggi 2 cm.
terdapat tiga siswa menjawab benar, 14 Berapa tinggi tanaman ibu setelah satu
siswa menjawab salah, dan 1 siswa bulan? (1 bulan = 30 hari)
tidak menjawab. Berikut hasil analisis
dan wawancara siswa mengenai 1) Cara 1: Mengubah masalah ke dalam
berbagai strategi yang digunakan, gambar.
1) Cara 1: Siswa mencari waktu yang
dibutuhkan oleh Putra untuk
menyelesaikan soal dengan cara
melakukan operasi hitung
penjumlahan waktu yang dibutuhkan
Refa dengan selisih waktu yaitu 15
ditambah 7 sehingga hasilnya 22 Gambar 17. Jawaban Siswa Q
menit. Kemudian siswa
menjumlahkan waktu yang
dibutuhkan Refa dengan waktu yang 2) Cara 2: Cara prosedural dengan
dibutuhkan Putra yakni 15 menit operasi hitung.
ditambah 22 menit, hasilnya adalah
37 menit. Cara seperti ini dilakukan
dengan baik oleh tiga orang siswa.

Gambar 18. Jawaban Siswa R

Berdasarkan temuan soal nomor


8, terdapat beberapa strategi untuk
Gambar 14. Jawaban Siswa N menyelesaikan soal cerita dengan
2) Cara 2: Siswa mengira bahwa waktu materi pengukuran. Strategi pertama
yang dibutuhkan Putra adalah 7 adalah dengan menggunakan bantuan
menit, kemudian menjumlahkan gambar. Tahap yang dilakukan yaitu: (a)
dengan waktu yang dibutuhkan Refa siswa membuat gambar untuk mewakili
15 menit sehingga menghasilkan benda konkret; (b) membilang satu per
jawaban 22 menit. satu baik berhitung maju maupun
berhitung mundur; (c) menuliskan
lambang bilangan berdasarkan hasil
yang dia perloleh. Cara seperti ini masih
dilakukan oleh siswa kelas IV yang
berusia sekitar 10-11 tahun. Sementara
itu, menurut teori kognitif Piaget siswa
Gambar 15. Jawaban Siswa O pada usia tersebut sudah memasuki
tahap operasional konkret.
Strategi kedua adalah dengan
menggunakan bantuan diagram. Siswa

Jurnal Pendidikan Indonesia | 91


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

membuat garis bilangan kemudian memahami konsep dasar materi


membilang banyaknya bilangan yang tersebut. Hal ini bisa terjadi karena
dia lewati untuk mencapai akhir. ketika pembelajaran, tidak terjadi
Banyaknya loncatan tersebut sebagai pembelajaran yang bermakna.
jawaban dari siswa. Kemudian, siswa Sebagaimana dikemukakan oleh
menuliskan lambang bilangan tersebut. Ausubel, terdapat tiga kebaikan
Strategi ketiga adalah strategi belajar bermakna yaitu: (a) informasi
menerjemahkan masalah ke dalam yang dipelajari secara bermakna
operasi hitung penjumlahan, dapat diingat lebih lama karena
pengurangan, perkalian, atau masuk ke dalam memori jangka
pembagian. Siswa seperti ini sudah panjang; (b) informasi yang dipelajari
mampu mebaca soal dengan baik, secara bermakna memudahkan
memahami soal dengan baik, dan proses belajar berikutnya untuk
mencari penyelesaiannya. Jika melihat materi pelajaran yang serupa; (c) bila
pada strategi penyelesaian masalah unsur yang dipelajari tidak dapat lagi
menurut Polya berarti siswa ini sudah dipandang dari memori (dilupakan)
menyelesaikan masalah dengan baik. maka akan terjadi subsumpsi
Jawaban yang diperoleh siswa obliteratif (subsumpsi yang telah
kemudian dicek kembali. rusak) sehingga materi yang diterima
Kesulitan yang dialami siswa sukar diingat.
dalam menyelesaikan soal cerita yaitu: 4) Kesulitan membangun strategi
1) Kesulitan untuk memahami masalah penyelesaian masalah terjadi pada
dari segi kemampuan membaca beberapa siswa. Jika merujuk pada
pemahaman dan kalimat langkah penyelesaian masalah
matematika. Salah satu faktor yang menurut Polya (1957) terdapat empat
menyebabkan terjadinya hal tahap penyelesaian yaitu: (a)
demikian adalah penggunaan memahami masalah; (b)
bahasa. Bahasa yang digunakan merencanakan penyelesaian
oleh siswa dalam kehidupan sehari- masalah; (c) melaksanakan rencana
hari adalah bahasa ibu yaitu bahasa penyelesaian masalah; dan (d)
Sunda sehingga kerapkali siswa pemeriksaan kembali. Siswa tersebut
kurang mengerti dengan kata-kata sudah dapat memahami masalah,
yang ada pada soal seperti “lebih namun ia keliru ketika menyusun
ringan”, “lebih panjang”, dan penyelesaian masalah.
sebagainya. Selain itu, siswa Gangguan kognitif siswa
mengalami kesulitan terdapat pada satu siswa yang belum
menerjemahkan bahasa soal ke mampu membaca dengan baik.
kalimat matematika. Dengan Kemampuan membaca merupakan
demikian, kesulitan siswa dalam dasar untuk menguasai berbagai bidang
memecahkan soal cerita matematika studi. Jika anak pada usia sekolah
tidak cukup didekati dengan permulaan tidak segera memiliki
pandangan ilmu matematika, tetapi kemampuan membaca, maka ia akan
memungkinkan dengan pandangan mengalami banyak kesulitan dalam
baru, yakni soal cerita sebagai mempelajari bidang studi pada kelas
sebuah wacana yang berkaitan berikutnya (Abdurrahman, 2012).
dengan ilmu bahasa (Sumarwati, Setelah melakukan penyelidikan lebih
2013). lanjut terhadap guru di kelas tersebut,
2) Kesulitan untuk merepresentasikan ternyata siswa yang dimaksud memang
masalah ke bentuk matematika dan berada pada usia di bawah teman
gambar. sekelasnya. Oleh sebab itu, jika ditinjau
3) Kesulitan memahami konsep dari kemampuan kognitif Piaget sangat
mengenai materi yang berkaitan wajar apabila siswa tersebut belum
dengan masalah. Meskipun materi mampu membaca dengan baik.
yang diteskan sudah dipelajari oleh Hasil penelitian ini sesuai
siswa, bisa saja siswa tidak dengan penelitian Suganda (2014)

Jurnal Pendidikan Indonesia | 92


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

bahwa kesulitan yang dialami siswa memengaruhinya. Selain itu, bimbingan


dalam menyelesaikan soal pemecahan lebih lanjut dengan berbagai strategi
masalah diduga berawal dari dimulai dari strategi yang melibatkan
memahami masalah, benda konkret sampai abstrak sangat
merepresentasikan masalah ke dalam diperlukan.
bentuk matematika maupun gambar dari
suatu masalah, membangun penalaran DAFTAR PUSTAKA
dalam menyelesaikan soal pemecahan
Abdurrahman, M. (2012). Anak
masalah, dan membangun strategi
berkesulitan belajar: teori,
penyelesaian.
diagnosis, dan remediasinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
SIMPULAN DAN SARAN
Beberapa strategi yang Adjie, N. & Maulana. (2006).
digunakan oleh siswa untuk Pemecahan masalah matematika.
menyelesaikan soal cerita dengan Bandung: UPI Press.
materi pengukuran adalah (1) strategi Alwasilah, C. (2009). Pokoknya kualitatif
dengan menggunakan bantuan gambar, dasar-dasar merancang dan
(2) strategi dengan menggunakan melakukan penelitian kualitatif.
bantuan diagram, dan (3) strategi ketiga Jakarta: Pustaka Jaya.
adalah strategi menerjemahkan
masalah ke dalam operasi hitung Aydoğdu, M. Z. (2014). A research on
penjumlahan, pengurangan, perkalian, geometry problem solving
atau pembagian. strategies used by elementary
Kesulitan yang dialami siswa mathematics teacher candidate.
dalam menyelesaikan soal cerita yaitu: Journal of Educational and
(1) kesulitan untuk memahami masalah Instructional Studies in The World,
dari segi kemampuan membaca 7 (4): 53-62.
pemahaman dan kalimat matematika, Cohen, L., Manion, L., and Marrison, K.
(2) kesulitan untuk merepresentasikan (2007). Research in education
masalah ke bentuk matematika dan sixth edition. Newyork: Routledge.
gambar, (3) kesulitan memahami
konsep mengenai materi yang berkaitan Creswell, J.W. (2013). Research design:
dengan masalah, (4) kesulitan Pendekatan kualitatif, kuantitatif,
membangun strategi penyelesaian dan mixed. Terjemahan oleh
masalah terjadi pada beberapa siswa, Achmad Fawaid dan Rianayati
dan (5) gangguan kognitif siswa dimana 2013. Yogyakarta: Pustaka
terdapat satu siswa yang belum mampu Pelajar.
membaca dengan baik. Creswell, J.W. (2015). Riset pendidikan
Sebagai upaya untuk mengatasi perencanaan, pelaksanaan, dan
kesulitan belajar yang dialami siswa evaluasi riset kualitatif dan
dalam penyelesaian soal cerita, guru kuantitatif edisi kelima.
perlu mengidentifikasi letak kesulitan Terjemahan oleh Soetjipto H.P.
pada siswa. Selanjutnya, dapat dan Soetjipto S.M. 2015.
diterapkan strategi act it out Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
(memerankan masalah) dan make a
drawing or diagram (membuat gambar Crowe, S., dkk. (2011). The case study
atau diagram). Selain itu, diperlukan approach. BMC Medical Research
adanya pengayaan kepada siswa agar Methodology: 11(1): 100.
siswa mampu mengeksplorasi pola atau Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (2009).
strategi untuk menyelesaikan soal cerita Handbook of qualitative research.
dengan strategi lain yang berbeda. Terjemahan oleh Dariyatno, Fata
Khusus siswa yang mengalami kesulitan B.S., Abi, & Rinaldi, 2009.
dalam menyelesaikannya, perlu adanya Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
identifikasi secara mendalam mengenai
letak kesulitan siswa serta faktor yang

Jurnal Pendidikan Indonesia | 93


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

Haylock, D. & Anne C. (2013). tidak diterbitkan. Bandung: SPS


Understanding mathematics for UPI.
young children 4th Edition.
Suganda, V. A. (2014). Analisis
London: SAGE.
kesulitan dalam menyelesaikan
Huda, N. & Angel G. (2013). Analisis soal pemecahan masalah dan
kesulitan siswa berdasarkan sikap matematis siswa kelas V
kemampuan pemahaman dalam sekolah dasar. (Tesis). Sekolah
menyelesaikan soal cerita pada Pascasarjana, Universitas
materi kubus dan balok di kelas Pendidikan Indonesia, Bandung.
VIII SMP Negeri 30 Muaro Jambi.
Sumarwati. (2013). Soal cerita dengan
Prosiding Seminarta FMIPA
bahasa komunikatif untuk
Universitas Lampung. Lampung:
meningkatkan kualitas
UNILA.
pembelajaran matematika sekolah
Khabibah, S. & Teguh W. (2016). dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan.
Analisis kemampuan pemecahan Jilid 1 Nomor 19.
masalah matematika siswa SMP
Van De Walle, J. A. (2010). Elementary
berdasarkan langkah Polya.
and middle school mathematics
Diakses dari
teaching developmentally. Boston:
http://ejournal.umpwr.ac.id/index.
Pearson Edition.
php/ekuivalen/article/download/28
90/2715. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan
model-model pembelajaran
Mutaqin, E.J. (2013). analisis learning
(pelengkap untuk meningkatkan
trajectory matematis dalam
kompetensi pedagogis para guru
konsep perkalian bilangan cacah
dan calon guru profesional.
di kelas rendah sekolah dasar.
Bandung: UPI.
Tesis tidak diterbitkan. Bandung:
SPS UPI. Alawiyah, Tuti. (2014). “Pembelajaran
untuk Meningkatkan Kemampuan
NAEP. (2011). The Nation's Report
Komunikasi dan Pemecahan
Card: Mathematic 2011. [Online].
Masalah Matematik”. Makalah
Diakses dari
Disajikan dalam Prosiding
https://nces.ed.gov/nationsreportc
Seminar Nasional Pendidikan
ard/pubs/main2011/2012458.asp
Matematika Program Pasca
x
Sarjana STKIP Siliwangi
Naughton, G.M & Hughes, P. (2009). Bandung1: 180-187.
Doing action research in early
Dewi, Sari K., Md Suarjana, dan Md
childhood studies: A step by step
Sumantri. (2014). “Penerapan
guide. USA: Open University
Polya untuk Meningkatkan Hasil
Press.
Belajar dalam Memecahkan Soal
Cerita Matematika Siswa Kelas
V”. Jurnal Mimbar PGSD
Polya. (1957). How to solve it. Diakses
Universitas Pendidikan Ganesa
dari
1(2).
http://math.hawaii.edu/home/pdf/p
utnam/PolyaHowToSolveIt.pdf. Erliani, Eneng., Eli Rohmatullaeli, dan
Nanang. (2011). “Pembelajaran
Putra, N. & Dwilestari, N. (2012).
untuk Meningkatkan Kemampuan
Penelitian kualitatif PAUD
Membuat Model Matematika dari
pendidikan anak usia dini. Jakarta:
Soal Cerita”. Jurnal PTK
Raja Grafindo Persada.
Khusus(1):1-6.
Salimi, M. (2013). Analisis learning
Lestari, Nur I., Anton Noornia, dan
trajectory matematika dalam
Wardani Rahayu. (2010). “Analisis
konsep penjumlahan pada siswa
Kemampuan Siswa SD dalam
kelas rendah sekolah dasar. Tesis

Jurnal Pendidikan Indonesia | 94


P-ISSN: 2303-288X E-ISSN: 2541-7207 Vol. 6, No.1, April 2017

Menerjemahkan Soal Cerita ke


dalam Model Matematika dan
Penyelesaiannya”. Jurnal
Matematika , Aplikasi dan
Pembelajarannya 9 (1): 22-34.
Retna, Milda., Lailatul Mubarokah, dan
Suhartatik. (2013). “Proses
Berpikir Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Cerita
Ditinjau Berdasarkan Kemampuan
Matematika (The Student Thinking
Process in Solving Math Story
Problem)”. Jurnal Pendidikan
Matematika STKIP PGRI Sidoarjo
1 (2): 71-82.
White, Allan L. (2005). “Active
Mathematics in Classrooms:
Finding Out Why Children Make
Mistakes –and Then Doing
Something to Help Them”. Square
One 15(4): 15-19.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 95

Anda mungkin juga menyukai