Anda di halaman 1dari 4

Permasalahan dan Penanggulangan Banjir di Jakarta

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki kerawanan terhadap jenis bencana alam.
Bencana alam ini mengakibatkan banyak kerugian yang berdampak langsung maupun tidak
langsung seperti adanya korban jiwa, rusaknya fasilitas dan infrastruktur, hilangnya barang
berharga, rusaknya lingkungan hidup, begitupun psikologis para korban bencana. Menurut
UU No. 24 Tahun 2011, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor
alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
DKI Jakarta yang merupakan ibukota dari negara Indonesia pun tak luput terkena
bencana tersebut. Dipicu oleh perubahan iklim dan pembangunan yang sangat pesat, DKI
Jakarta memiliki potensi bencana banjir dan bencana hidrometerologis lain yang cukup
tinggi. DKI Jakarta memiliki ancaman bencanan gempabumi, banjir, tanah longsor,
kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrem/abrasi.
Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya normal
akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga
tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan
menggenangi daerah sekitarnya. Banjir dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu: 1). Faktor alam
seperti curah hujan, erosi dan sedimentasi, topografi dan geofisik sungai, kapasitas sungai
dan drainase yang tidak memadai, penurunan tanah, kerusakan bangunan pengendali banjir,
dan sebagainya; 2). Faktor manusia seperti perubahan tata guna lahan, pembuangan sampah,
kawasan kumuh disepanjang sungai, perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat, dan
sebagainya.
DKI Jakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki resiko bencana banjir yang
tinggi menurut IRBI 2020. Banjir yang terjadi merenggut harta benda, merusak fasilitas dan
mengganggu aktifitas masyarakat di DKI Jakarta. Banjir tersebut disebabkan antara lain oleh
letak daerah pemukiman yang dekat dengan sungai, curah hujan yang tinggi, pemakaian air
tanah yang tinggi, sampah yang tersebar karena pembuangan sampah sembarangan, dan
minim Kawasan resapan air. Mengingat hal tersebut, DKI Jakarta perlu mempersiapkan
sedemikian rupa rencana pencegahan dan mitigasi bencana banjir. Oleh karena itu penulis
meneliti seberapa siap DKI Jakarta akan bencana banjir dilihat dari parameter kesiapsiagaan
oleh LIPI dan UNESCO.

Penyebab Banjir
Banjir Hujan Lokal Banjir ini terjadi akibat intensitas hujan yang tinggi dalam durasi
yang lama di wilayah DKI Jakarta, sehingga mengisi saluran-saluran air dan daerah yang
cekung dan mengakibatkan air meluap karena tidak tertampung lagi dimana menyebabkan
banjir. Meskipun di Jakarta terdapat draninase yang ditujukan menampung debit air hujan
dengan maksimal 120mm/hari. Namun, di beberapa kondisi, hujan ekstrem yang terjadi
masih melebihi kapasitas tersebut, dimana salah satu contohnya tercatat pada tanggal 1
Januari 2020, curah hujan DKI Jakarta dapat mencapai 377 mm/hari yang menyebabkan
banjir di sebagian wilayah DKI Jakarta. 2) Banjir Kiriman DKI Jakarta merupakan daerah
dataran rendah yang berada di antara hulu sungat dan pesisir, dimana memiliki 13 aliran
sungai. Jika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi didaerah hulu sungai seperti Jawa
Barat dan Banten, akan memberikan dampak banjir ke DKI Jakarta, dimana Jakarta menjadi
aliran air dari hulu tersebut sebelum sampai ke laut memiliki kapasitas yang kurang dapat
menampung debit air yang banyak, sehingga meluap dan melimpas di beberapa bantaran
sungai di DKI Jakarta. 3) Banjir Rob DKI Jakarta rentan terkena banjir rob atau pasang air
laut, banjir ini biasanya terjadi di wilayah tepi laut atau pesisir DKI Jakarta. Selain karena
pasangnya air laut yang terjadi, hal ini diperkuat dengan keadaan muka tanah di utara DKI
Jakarta yang menurun, hal ini mempengaruhi terjadinya peningkatan banjir di DKI Jakarta
(Marwah Mufidah lkhanza, 2022).

Penanganan dan Pengendalian Banjir


Bencana banjir dapat ditangani oleh diri sendiri, masyarakat dan pemerintah. Demi
terwujudnya DKI Jakarta bebas banjir, penulis menganalisis beberapa penanganan dan
pengendalian banjir, sebagai berikut:
1. Perbaikan Saluran dan Perlindungan Vegetasi
Menurut (Sebastian, 2008) dasar sungai yang sudah dangkal/ tersedimentasi akibat
pengendapan harus dikeruk, diperdalam sementara untuk batas tebing/tanggul sungai di
kanan–kirinya harus pula diperlebar. Metode-metode ini meningkatkan kemampuan
penampungan lebihan air dan menurunkan peluang meluapnya air ke sekitar sungai.
Sementara untuk kawasan/ daerah permukiman/ pusat perkotaan, kolam-kolam retensi
dan saluran buatan (drainase) sepatutnya dipelihara dan dijaga kebersihannya. Kerawanan
sedimentasi dan sampah juga menjadi faktor utama penyebab banjir perkotaan. Hilangnya
vegetasi seperti pepohonan dan kawasan hijau harus segera disikapi dengan kegiatan
perlindungan vegetasi dan penghijauan. Hal ini bertujuan menjaga berlanjutnya siklus
hidrologi.
2. Konstruksi Bendungan/Tanggul yang Aman
Bendungan adalah suatu konstruksi untuk membuat waduk (storage) yang mampu
menyimpan cadangan air limpasan sekaligus melepasnya dengan tingkat yang masih bisa
dikelola. Pembangunannya harus memperhatikan patokan tertinggi permukaan air
sewaktu banjir sehingga elevasi puncak / mercu bendungan atau tanggul berada di atas
angka keamanan. Bila banjir ternyata lebih tinggi dan lebih kuat ketimbang bendungan
maka akan terjadi limpasan over-toping yang bisa menyebabkan jebolnya bendungan,
bahayanya justru lebih besar ketimbang kalau tak ada bendungan. Jadi bila konstruksi
bendungan tidak dirancang dengan cermat, maka keamanannya takkan terjamin karena
dampak banjir justru akan makin parah sewaktu bendungan jebol. Penguatan bangunan
yang sudah ada perlu dilakukan dengan melakukan servis dan perawatan. Para pemilik
bangunan bisa mengusahakan menekan risiko kerusakan dengan cara memperkuat
bangunannya untuk menahan hantaman atau terjangan air. Bangunan baru harus
mempunyai pondasi yang tak mudah keropos atau longsor dan mempunyai daya dukung
yang kuat. Perlindungan dari pengikisan tanah merupakan unsur penting menghadapi
bencana banjir seperti dasar sungai sebaiknya distabilkan dengan membangun ‘alas batu’
atau beton yang kuat, atau menanami bantaran dengan pepohonan, khususnya bila dekat
jembatan. Sedangkan untuk lokasi rawan banjir atau sekitar sungai bisa diperbaiki dengan
cara meninggikan tanggul. Ini akan efektif untuk lokasi bangunan. Sedangkan untuk
mencegah/mengurangi sedimentasi pada waduk dan pendangkalan sungai yaitu dengan
dibuatnya beberapa cek-dam di hulu sungai dan daerah-daerah rawan erosi, serta
ditingkatkannya reboisasi dan perlindungan hutan.
3. Partisipasi Aktif Masyarakat
Menurut (Sa’ud, 2007) peran serta masyarakat diperlukan dalam minimasi bencana
banjir. Oleh karena itu diperlukan beberapa pendekatan, antara lain: 1). Peringatan bahaya
banjir disebarkan di tingkat desa/kalurahan, 2). Kerja bakti untuk memperbaiki dasar dan
tebing sungai, membersihkan kotoran yang menyumbat saluran air, membangun tanggul
dengan karungkarung pasir atau bebatuan, menanami bantaran sungai (penghijauan), 3).
Rencana pemulihan pertanian pasca-banjir, antar lain dengan menyimpan benih dan
persediaan lain di tempat yang paling aman dan ini dijadikan tradisi, 4). Perencanaan
pasokan air bersih dan pangan seandainya bencana memaksa pengungsian. Program-
program untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang bahaya banjir, meliputi : 1).
Penjelasan tentang fungsi-fungsi bantaran sungai dan jalur banjir, lokasinya serta pola-
pola siklus hidrologi, 2). Identifikasi bahaya rawan banjir, 3). Mendorong perorangan
untuk memperbaiki daya tahan bangunan dan harta mereka agar potensi
kerusakan/kehancuran dapat ditekan, 4). Menggugah kesadaraan masyarakat tentang arti
penting rencana– rencana dan latihan–latihan penanggulangan serta pengungsian, 5).
Mendorong tanggung jawab perorangan atas pencegahan dan penanggulangan banjir
dalam kehidupan sehari–hari, 6). Pada praktik bertani harus memperhatikan dampak
lingkungan, jangan menggunduli hutan dan hulu sungai saluran air harus dipelihara dan
sebagainya
4. Langkah-langkah dan Rencana Penanggulangan Banjir
Rencana utama adalah pedoman dasar yang menberi aparat setempat serta para
pengembang dan pemilik lahan berbagi informasi pokok menyangkut jalur banjir dan apa
yang harus dilakukan demi mencegah dan menanggulangi dampak bencana banjir
(Ramdhan, 2018). Selain pengaturan tata guna tanah, rencana utama ini harus mencakup
pula program informasi masyarakat. Untuk mengembangkannya diambil langkah–
langkah sebagai berikut : 1). Peta akurat daerah itu dipelajari, 2). Dikembangkan daur air
(hidrologi) bagi beberapa kekerapan banjir yang sudah pernah terjadi sepanjang 100
tahun terakhir, 3). Penetapan jalur banjir berdasarkan kekerapan yang pernah terjadi dan
meneliti kondisi saluran air yang sudah ada, 4). Perkiraan kerugian akibat banjir dengan
berbagai kekerapan dan mengembangkan catatan kekerapan banjir dan kerusakan yang
ditimbulkan dengan basis tahunan. 5). Menelaah semua kemungkinan minimalisasi
dampak banjir, misalnya membangun bendungan. 6). Persiapan rancangan awal dan
perkiraan biaya bagi alternatif – alternatif lain, 7). Menentukan kerusakan akibat banjir
untuk tiap alternatif, 8). Melengkapi analisis kelayakan bagi tiap alternatif, 9). Meninjau
kembali tiap alternatip dengan mempertimbangkan berbagai faktor, misalnya politik,
peluang dan lingkungan hayati.

Penyelesaian Penanganan dan Pengupayaan Banjir


Penyelesaian banjir ialah dengan cara penanganan dan pengupayaan yang dilakukan
oleh masyarakat Jakarta dalam menanggulangi banjir. Parameter kesiapsiagaan dan
pengupayaan yang dilakukan. Menurut pandangan penulis, dapat kita lihat bahwa dari tahun
ke tahun terdapat peningkatan terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat. Selain itu, penanganan banjir harus dilakukan oleh masyarakat demi mencegah
terjadinya banjir. Didasari masih adannya banjir di beberapa wilayah Jakarta dan masih
banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya mencegah sebelum mengobati.
Dengan demikian, masyarakat Jakarta sebaiknya lebih sadar akan adanya bencana terus-
menerus. Kegiatan-kegiatan yang dapat menangani dan mengupayakan banjir oleh
masyarakat ialah seperti membuang sampah pada tempatnya, memperluas lahan resapan air,
dan tidak menebang pohon sembarangan. Penanggulangan terhadap banjir di daerah Jakarta
dapat dikatakan belum mencapai angka seratus jika tidak memberikan dampak nyata terhadap
kawasan-kawasan yang ada di wilayah Jakarta.
Referensi
Marwah Mufidah lkhanza. (2022). Penyebab dan Pengupayaan dalam Menghadapi Banjir di
Jakarta. Kumparan.Com. https://kumparan.com/marwahmuza1104/penyebab-dan-
pengupayaan-dalam-menghadapi-banjir-di-jakarta-1zLOL0iHUZZ/full
Ramdhan, G. (2018). Implementasi Kebijakan Penanggulangan Banjir dI DKI Jakarta 2013-
2017. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu Dan Praktek Administrasi,
15(1), 78–87. https://doi.org/10.31113/jia.v15i1.136
Sa’ud, I. (2007). Kajian Penanggulangan Banjir di Wilayah Pematusan Surabaya Barat.
Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 3(1), 1. https://doi.org/10.12962/j12345678.v3i1.2562
Sebastian, L. (2008). Pendekatan Banjir dan Penanggulangan Banjir. Dinamika Teknik Sipil,
8, 162--169.

Anda mungkin juga menyukai