PEKERJAAN
SURVEY INVESTIGASI DAN DESIGN
DAERAH IRIGASI ( D.I. ) WUNGKOLO
(REVIEW DESIGN )
i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... i v
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.6 Hidrologi........................................................................................... 2-9
iii
BAB V KRITERIA PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI
BAB VI PENUTUP
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi................................................................ 1 - 10
Tabel 1.2. Bangunan ukur yang dapat dipakai .................................................. 1 - 14
Tabel 4 - 9. Perhitungan nilai χh2 untuk Distribusi Log Pearson Type III ......................... 4 - 10
v
Tabel 4 - 18. Rekapitulasi Hidrograf Nakayasu dengan
Tabel 4 - 32. Debit Andalan (Q80 dan Q50) Sungai Lansilowo .......................................... 4 - 40
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar - 1.1. Skema Tahapan Kegiatan Pembangunan Jaringan Irigasi ........................ 1-3
Gambar - 1.2. Irigasi Permukaan ................................................................................. 1-6
vii
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
BAB I
PENDAHULUAN
1-1
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1-2
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
kelangsungan ketersediaan air bagi setiap lahan sawah pada daerah irigasi, sehingga
produktivitas lahan dapat dioptimalkan.
1-3
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
Sumber air irigasi pada umumnya berasal dari sungai, danau atau waduk dan
air tanah. Sungai berfungsi sebagai pengumpul curah hujan dalam suatu daerah
tertentu dan mengalirkannya ke laut. Tandon air alami berupa cekungan permukaan
tanah yang mengumpulkan air hujan disebut danau. Sedangkan waduk merupakan
danau buatan yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan selama musim
penghujan agar dapat dimanfaatkan pada musim kemarau, waduk yang berukuran
kecil disebut embung. Penggunaan air tanah dan mata air umumnya digunakan di
daerah persawahan yang sulit memperoleh sumber air irigasi dan itupun masih
sangat terbatas di Indonesia.
1-4
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
Perbedaan antara waduk dan bendungan terletak pada air yang telah
dinaikkan permukannya langsung dialirkan ke saluran induk pada bendungan dan
pada waduk terlebih dahulu terbentuk genangan menyerupai danau kemudian
baru dialirkan.Irigasi permukaan (surface irrigation) adalah metode irigasi yang
pemberian airnya pada tanaman dilakukan dengan cara penggenangan atau
pengaliran di permukaan tanah. Irigasi curah (sprinkle irrigation) metode irigasi
yang pemberian airnya pada tanaman dilakukan dengan cara mencurahkan air dari
bagian atas tanaman seakan-akan disiram oleh air hujan. Sedangkan irigasi
bawah tanah (subsurface irrigation) merupakan metode pemberian air pada tanaman
dengan cara mengalirkan air di bawah permukaan tanah areal tanam. Ada pula
dikenal dengan irigasi pasang-surut (tidal irrigation) dengan memanfaatkan lahan
pertanian di dataran rendah dan daerah rawa-rawa, di mana air diperoleh dari sungai
pasang-surut pada waktu pasang air dimanfaatkan.
1-5
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
jenis irigasi tersebut memberikan biaya yang berbeda dalam proses pelaksanaan
pembangunannya.
Irigasi permukaan merupakan jenis
irigasi paling kuno dan pertama di dunia.Irigasi
ini dilakukan dengan cara mengambil air
langsung dari sumber air terdekat kemudian
disalurkan ke area permukaan lahan pertanian
mengggunakan pipa/saluran/pompa sehingga
air akan meresap sendiri ke pori-pori tanah.
Adanya air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah naik.
Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga
kebutuhan air akan dapat terpenuhi. Syarat untuk menggunakan jenis sistem irigasi
seperti ini antara lain:
a) Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi.
b) Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman
1,5meter–3 meter.
c) Permukaan tanah relative sangat datar.
1-6
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1-7
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1-8
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1-9
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
(Sumber:KriteriaPerencanaan-01,2010)
1 - 10
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1. Bangunan Irigasi
Bangunan Irigasi terdiri dari:
a. Bangunan Utama
Bangunan utama (headworks) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan
yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air
kedalam saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama
bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur
banyaknya air yang masuk. Bangunan utama terdiri dari bendung dengan
peredam energi,satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olak dan
(jikadiperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan
bangunan‐bangunan pelengkap. Bangunan utama dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa kategori sesuai perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan
beberapa kategori Bangunan Utama:
1) Bendung Gerak; Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan
pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar
dan ditutup apabila aliran kecil. Bendung gerak dipakai untuk meninggikan
muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat
dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier.
2) Bendung Karet; Bendung Karet berfungsi meninggikan muka air dengan cara
mengembangkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara
mengempiskan tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet dapat diisi
dengan udara atau air.Proses pengisian udara atau air dari pompa udara atau
air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air (manometer).
Bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu tubuh bendung yang
1 - 11
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
terbuat dari karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai
dudukan tabung karet serta dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa
perlengkapan (mesin) untuk mengontrol mengembang dan mengempisnya
tabung karet.
3) Bangunan Pengambilan Bebas; Bangunan Pengambilan Bebas adalah
bangunan yang dibuat ditepi sungai yang mengalirkan air sungai ke dalam
jaringan irigasi,tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. Dalam keadaan
demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah yang
diairi dan jumlah airyang dibelokkan harus dapat dijamin cukup
ketersediaannya.
4) Waduk; Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada
waktu terjadi surplus airdi sungai agar dapat dipakai sewaktu‐waktu terjadi
kekurangan air. Jadi, fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran
sungai. Waduk berukuran besar biasanya mempunyai banyak fungsi seperti
untuk keperluan irigasi, pembangkit listrik tenaga air, pengendali banjir,
perikanan dsb. Sedangkan waduk berukuran kecil lazimnya hanya dipakai
untuk keperluan irigasi saja.
5) Stasiun Pompa; Bangunan stasiun pompa (rumah pompa) berfungsi sebagai
tempat pompa, mesin, dan alat‐alat pendukung lainnya dan juga untuk
menyimpan buku catatan kegiatan O&P pompa dan fasilitasnya yang
terkait.Air dari sumber air irigasi dialirkan melalui stasiun pompa ke saluran
irigasi,selanjutnya mengalir ke petak sawah. lrigasi dengan pompa bisa
dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi temyata tidak layak
dilihat dari segi teknis maupun ekonomis.
2. Saluran Irigasi
Saluran irigasi terbagi atas 3(tiga) bagian,yaitu:
a. Saluran Irigasi Utama,terdiridari:
‐ Saluran primer berfungsi untuk membawa air dari bendung ke saluran
sekunder dan selanjutnya ke petak‐petak tersier yang perlu diairi. Batas ujung
saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
‐ Saluran sekunder berfungsi untuk membawa air dari saluran primer ke
petak‐petak tersier yang terhubung dengan saluran sekunder tersebut.
Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.
‐ Saluran pembawa berfungsi untuk membawa air irigasi dari sumber air lain
(bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan
irigasi primer.
1 - 12
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
‐ Saluran muka tersier berfungsi untuk membawa air dari bangunan sadap
tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier
lainnya.
b. Saluran Irigasi Tersier
‐ Saluran tersier berfungsi untuk membawa air dari bangunan sadap
tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier untuk selanjutnya dibawa
ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah pada boks bagi kuarter yang
terakhir.
‐ Saluran kuarter berfungsi untuk membawa air dari boks bagi kuarter
melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah‐sawah.
c. Garis Sempadan Saluran.
Garis Sempadan Saluran berfungsi untuk mengamankan saluran dan
bangunan irigasi dari risiko kerusakan akibat adanya aktivitas di sekitar
jaringan irigasi. Ada pun batas Garis Sempadan Saluran ditetapkan dalam
peraturan khusus mengenai hal tersebut. Dalam hal ini, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum RI No.17/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Penetapan Garis
Sempadan Jaringan Irigasi. Satu hal yang perlu diketahui bahwa ketentuan
tentang Garis sempadan jaringan irigasi diberlakukan baik untuk jaringan irigasi
yang akan dibangun maupun yang telah terbangun dan berlaku secara
menyeluruh untuk jaringan irigasi yang dibangun oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, perseorangan, maupun oleh badan
usaha atau badan sosial.
3. Saluran Pembuang
Saluran pembuang berfungsi untuk membuang kelebihan air pada saluran irigasi
utama,saluran Pembuang terbagi atas 2(dua),yaitu:
a. Saluran Pembuang Tersier; Saluran pembuang tersier terletak di dan antara
petak‐petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan
menampung air,baik dari pembuang kuarter maupun dari sawah‐sawah. Air
tersebut dibuang kedalam jaringan pembuang sekunder. Saluran pembuang
kuarter terletak di dalam satu petak tersier, menampung air langsung dari
sawah dan membuang air tersebut kedalam saluran pembuang tersier.
b. Saluran Pembuang; Saluran pembuang mengalirkan air lebih dari saluran
pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa
saluran pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut
kesungai,anak sungai atau ke laut. Saluran pembuang sekunder menampung
1 - 13
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
air dari saluran pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang
primer atau langsung kejaringan pembuang alamiah dan keluar daerah irigasi.
4. Bangunan bagi dan sadap
Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat
pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada
waktu tertentu. Aliran air akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang
saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier.
Meskipun demikian, dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan‐kesulitan
dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional, yaitu
bangunan bagi dan sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat‐syarat
sebagai berikut:
a. Elevasi ambang ke semua arah harus sama
b. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.
c. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi.
5. Bangunan pengukur
Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas(free
overflow) dan bangunan ukur alirah bawah (underflow). Beberapa dari
bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air.Bangunan ukur
yang dapat dipakai ditunjukkan pada Tabel 1.
1 - 14
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
a) Sumber air adalah tempat/wadah air baik yang terdapat dipermukaan tanah
maupun yang didalam tanah (ground water).
b) Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi.
c) Jaringan irigasi adalah dimulai dari bendung, jaringan saluran pembawa, jaringan
saluran pembuang,bangunan pengatur air,dan bangunan pelengkapnya menjadi
satu kesatuan didalam melayani kebutuhan air untukirigasi.
d) Jaringan utama adalah jaringan dimulai dari bendung,saluran primer, saluran
sekunder,dan berakhir pada saluran muka.
e) Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
pelayanan air didalam petak tersier.
f) Petak tersier adalah gabungan beberapa petak kuarter menjadi satu kesatuan dan
mendapatkan air dari saluran tersier yang sama.
g) Petak sekunder adalah gabungan petak-petak tersier menjadi satu kesatuan dan
mendapat air dari satu saluran sekunder.
h) Saluran garis tinggi adalah saluran pembawa yang tracenya mengikuti garis
tinggi(contour).
i) Saluran punggung adalah saluran pembawa yang mengikuti punggung tanah
(memotongcontour).
j) Saluran primer (induk) adalah saluran pembawa pertama yang menyadap air
langsung dari bendung.
k) Saluran sekunder adalah saluran pembawa kedua yang mengambil air dari
saluran induk(primer).
l) Saluran tersier adalah saluran pembawa ketiga yang mengambil air dari saluran
sekunder.
m) Saluran kuarter adalah saluran pembawa keempat yang mengambil air saluran
tersier.
n) Pembuangan/drainase adalah pengaliran kelebihan/sisa pemakaian air irigasi
yang sudah tidak digunakan lagi dan dibuang melalui jaringan saluran pembuang.
o) Waduk adalah tempat/wadah penampungan air dari sungai yang dapat digunakan
untuk pembangkit listrik,irigasi,air minum,perikanan,dan industri.
p) Embung/waduk lapangan adalah tempat/wadah penampungan air irigasi pada
waktu terjadi surplus air disungai atau air hujan.
q) Bangunan air adalah bangunan–bangunan yang bersangkutan dengan air yang
utamanya yang berkaitan dengan jaringan irigasi.
1 - 15
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1 - 16
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1.5 KELUARAN
Dalam pekerjaan ini tersedianya data dan gambaran secara jelas dan menyeluruh
tentang kondisi wilayah perencanaan Daerah Irigasi (DI) Wungkolo Kabupaten
Konawe Kepulauan, selain itu diharapkan juga dapat di peroleh data yang akurat
untuk dilakukan perencanaan irigasi sehingga perencanaan berjalan sebagaimana
mestinya dan dapat mewujudkanjaringan irigasi yang tepat untuk pengembangan
lahan menjadi lahan pertanian yang produktif.
1 - 17
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1.7 METODOLOGI
Pemahaman konsultan mengenai kerangka acuan kerja memberikan
kesimpulan bahwa pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah identifikasi lahan
perencanaan irigasi Wungkolo Dalam hal mengumpulkan semua data – data
lapangan yang dibutuhkan untuk merencanakan jaringan sebagaimana mestinya
sesuai dengan kebutuhan dilapangan.
1 - 18
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
1 - 19
Survey Investigasi dan Design DI WUNGKOLO
Lokasi
Kegiatan
1. Bab 1 Pendahuluan
2. Bab 2 Gambaran Umum Lokasi Pekerjaan
3. Bab 3 Data Hasil Studi Lapangan
4. Bab 4 Analisa Hidrologi
5. Bab 5 Kriteria Perencanaan Bangunan Irigasi
6. Bab 6 Penutup
1 - 20
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
BAB II
2-1
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Ratio Terhadap
No Kecamatan Luas ( Ha )
Total (%)
01. Wawonii Tenggara 14.700 16.94
Wawonii Utara
Wawonii Tengah
10.44
Wawonii Barat
15.87
Gambar 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kabupaten Konawe Kepulauan ( Ha ) 2015
Sumber : Kabupaten Konawe Kepulauan Dalam Angka 2015
1. Batas Wilayah
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Banda.
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Wawonii
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Wawonii.
2-2
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
2-3
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Tabel. 2.2 Jarak dan letak Ibu Kota Kecamatan ke Ibu Kota Kabupaten, 2014
Jarak dari
Ibu Kota
No Kecamatan Lintang Bujur Ibukota
Kecamatan
Kab ( Km )
01. Wawonii Tenggara Polara 4°10.277` 122°12.364` 57
• Morfologi
Secara geologis, tanah pada kawasan Pulau wawonii, terdiri dari deposit
batuan beku dan batuan sedimen tua dengan genesa dari bentuk awal sturktural,
dan karst. Sedangkan pada lembah – lembah daerah aliran sungai (DAS) terbentuk
tanah Aluvial. Hal ini terkait dengan kondisi wilayah Pulau Wawonii yang banyak
memiliki sungai besar dan kecil. Bahkan, hampir disetiap Desa/Kelurahan, terdapat
sungai besar dan sungai kecil. Jenis tanah yang berkembang di daerah
perbukitan/pegunungan adalah jenis tanah kambisiol, podsoloik, oxisol, dan
sebagian besar berupa litosol. Sedangkan pada wilayah dataran, adalah jenis
tanah mediteran, podsolik, organosol, dan latosol. Dalam kenyataannya, tanah
yang ada di wilayah ini, pada umumnya subur.
2-4
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
2.3. IKLIM
Iklim pada wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan adalah termasuk iklim tropis
dengan suhu terendah 180C. Type iklim menurut Smith-Ferquson termasuk type
iklim C dengan curah hujan tahunan secara rata-rata tercatat antara 1.500
mm/tahun hingga 2.898 mm/tahun.
2.4. KEPENDUDUKAN
Jumlah Penduduk
31500,0 31.183
31000,0
30.396
30500,0
29.951
30000,0 Jumlah Penduduk
29.518
29500,0
29000,0
28500,0
2011 2012 2013 2014
2-5
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Uraian 2014
Jumlah Penduduk 31.183
Laki - Laki 15.586
Perempuan 15.597
Luas Wilayah 867,58
Kepadatan Penduduk 36
Pertumbuhan Penduduk 0.70
Sex Ratio 99.9
Hal ini dapat diartikan bahwa secara rata-rata satu kilometer persegi di wilayah
Kabupaten Konawe Kepulauan didiami 36 orang. Rendahnya nilai kepadatan ini
dikarenakan luas wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan sebahagian besar
merupakan wilayah pegunungan , tetapi sebagian besar penduduknya mendiami
wilayah pesisir.
2-6
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
memelihara ternak. Khususnya ternak sapi. Mengingat potensi lahan berupa padang
rumput di wilayah ini cukup luas, maka potensi pengembangan ternak sapi dalam
skala usaha yang lebih besar masih sangat memungkinkan. Jenis ternak lainnya
yang sudah dikembangkan di 7 (tujuh) Kecamatan persiapan
pemekaran/pembentukan Kabupaten Konawe Kepulauan, meliputi ternak besar
(kerbau), ternak kecil (kambing), dan ternak unggas (ayam Buras dan itik).
3. Perikanan Dan Kelautan
Wilayah Kepulauan Wawonii mempuny ai wilayah perairan laut yang sangat
memungkinkan untuk pengembangan usaha komoditas perikanan. Wilayah
perairan tersebut, sebagian besar digunakan sebagai areal usaha perikanan
tangkap dan sebagaian kecil dipergunakan sebagai areal usaha budidaya laut.
Sedangkan untuk wilayah pesisir pantai baru sebahagian kecil yang telah
dimanfaatkan sebagai areal usaha budidaya tambak. Berdasarkan data yang ada
dari hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap
yang ada di wilayah Pulau Wawonii tercatat sebanyak 2.391 RTP (Rumah Tangga
Perikanan atau Kepala Keluarga Nelayan) dengan total produksi 2.345,9 ton dan
nilai total produksi sebesar Rp. 14.550,5 juta. Jenis alat tangkap yang digunakan
terdiri dari pancing, pancing tonda, rawai dasar, rawai gantung, bagan apung, sero,
gill net, dan mini purse seine. Rata-rata jumlah trip perbulan berkisar antara 20-30
hari dengan hasil tangkapan sangat bervariasi tergantung jenis alat tangkap dan
musim yaitu antara 2-1.000 Kg/trip. Jenis alat yang mempunyai hasil tangkapan
tertinggi per trip adalah pole and line yakni antara 500-5.000 Kg/trip. Jenis alat
lainnya yang mempunyai hasil tangkapan yang cukup tinggi adalah mini purse
seine yaitu mencapai 1.000 Kg/trip. Sedangkan hasil tangkapan per trip yang
terendah adalah pancing yaitu 2-20 Kg/trip. Sementara itu, potensi budiidaya laut
pada wilayah persiapan pemekaran/pembentukan Kabupaten Konawe Kepulauan
seluas kurang lebih 396 hektar, sedangkan yang dimanfaatkan masih sangat kecill
dengan total produksi hanya 2,2 ton dan nilai produksi sebesar Rp. 9,9 juta. Selain
itu terdapat potensi budidaya tambak seluas 350 hektar dan yang sudah
dimanfaatkan baru seluas 25 hektar atau sebesar 7,14 persen. Berdasarkan data
tersebut di atas, menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap dan budidaya laut,
masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Beberapa sumber-sumber
penghidupan yang di kembangakan masyarakat dalah : Budi Daya Rumput Laut
yang di kembangkan oleh masyarakat Wawonii Barat, Wawonii Tengah. Budi Daya
Mutiara di Wawonii Utara, Wawonii Barat dan wawonii Tengah. Budi Daya ikan
(Karamba) di Wawonii Barat, Wawonii Selatan dan Wawonii utara. Penangkapan
Ikan Ramah Lingkungan Serong (Bala) di Wawonii Barat, Wawonii Tengah,
2-8
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Wawonii Utara dan Wawonii Selatan. Nelayan Pemancing laut dalam dan laut
Dangkal, Nelayan yang mengunakan pukat, Masyarakat Penangkap Kepitin
Mangrov dengn menggunakan bubu( Wuwu), Masyarakat Pencari Kerang laut (
Meti-meti ).
4. Perkebunan
Tanaman perkebunan merupakan salah satu sub sektor andalan di Pulau Wawonii.
Dari luas wilayah 867,58 km2 atau 86.758 hektar yang digunakan untuk
pengembangan tanaman perkebunan sampai dengan tahun 2006 adalah seluas
15.247 Ha atau baru mencapai 17,57% dari luas wilayah daratan yang ada.
Dengan demikian, masih sangat memungkinkan untuk pengembangan tanaman
perkebunan di masa-masa yang akan datang. Komoditas perkebunan yang paling
banyak diusahakan masyarakat di wilayah persiapan pemekaran adalah tanaman
kakao, jambu mete, dan kelapa dalam. Selain itu, terdapat tanaman cengkeh, pala,
kopi, dan lain-lain.
2.6. HIDROLOGI
Dari aspek hidrologis wilayah persiapan pemekaran (Pulau Wawonii)
sebagaimana dikemukakan di atas, memiliki beberapa sungai yang relatif besar.
Sungai dimaksud, antara lain adalah Sungai Lampeapi, Sungai Lansilowo, Sungai
Ladianta, Sungai Mosolo , Sungai Polara dan Sungai Wungkolo serta beberapa
sungai dan anak sungai lainnya. Kondisi sungai-sungai tersebut, sangat
memungkinkan untuk dapat dikembangkan dan dimanfaatkan airnya, baik untuk
kebutuhan air bersih, pengairan, maupun sebagai pembangkit listrik tenaga air
(PLTA). Dilihat dari aspek status kepemilikan tanah, wilayah calon
pemekaran/pembentukan Kabupaten Konawe Kepulauan terdiri atas tanah negara
diusahakan, tanah negara dibebani hak, tanah kuasa pertambangan, dan kawasan
hutan.
Gambaran kondisi curah hujan di lokasi pekerjaan diperoleh dari stasiun hujan.
Analisa hidrologi merupakan aspek yang sangat penting dalam perencanaan
Jaringan Irigasi, maka dalam pelaksanaannya perlu ditunjang dengan data yang
lengkap dan memenuhi syarat,dan menggunakan metode analisa sesuai ketentuan
yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, dan sesuai dengan data
yang tersedia.
Analisa hidrologi yang perlu dilakukan meliputi:
• Curah hujan debit andalan
• eveportranspirasi kebutuhan air
• debit banjir rancangan modulus drainase
2-9
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
2 - 10
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
BAB III
DATA HASIL STUDI LAPANGAN
Foto udara atau peta foto adalah peta yang didapat dari survey udara yaitu
melakukan pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan aturan fotogrametris
tertentu. Interpretasi foto udara dengan menganalisa citra foto udara dengan maksud
mengidentifikasi dan menilai objek pada citra tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
3-1
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
interpretasi. Interpretasi foto merupakan salah satu dari macam pekerjaan fotogrametri
yang ada sekarang ini. Interpretasi foto termasuk dalam kegiatan-kegiatan pengenalan
dan identifikasi suatu objek.
Penggunaan peta-peta foto udara dan foto (ortofoto dan peta garis) yang
dilengkapi dengan garis ketinggian akan sangat besar artinya untuk perencanaan tata
letak dari trase saluran. Peta-peta teristris masih diperlukan sebagai peta bakuatau
peta dasar. Perkembangan teknologi photo citra satelit kedepan dapat dipakai dan
dimanfaatkan untuk melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan
irigasi. Kombinasi antara informasi pengukuran teristris danphoto citrasatelit akan
dapat bersinergi dan saling melengkapi.
Kelebihan foto citra satelit dapat diperoleh secara luas dan beberapa jenis foto
landsat mempunyai karakteristik khusus yang berbeda, sehingga banyak informasi
lain yang dapat diperoleh antara lain dengan program/software yang dapat
memproses garis kontur secara digital.
Foto-foto satelit ini dipakai untuk
studi awal,studii dentifikasi dan studi
pengenalan.
Kelemahan foto citra satelit tidak
stereometris sehingga aspek beda
tinggi kurang dapat diperoleh informasi
detailnya tidak seperti pengukuran
teristris, sedangkan dalam
perencanaan irigasi presisi dalam
pengukuran beda tinggi sangat penting.
Meskipun demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai
pelengkap perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai cross check untuk
perencanaan jaringan irigasi. Data-data pengukuran topografi dan saluran yang
disebutkan di atas merupakan data akhir untuk perencanaan detail saluran.
Trase saluran yang merupakan garis ketinggian atau elevasi muka tanah yang
terdapat pada peta situasi sungai dimana akan ditempatkan saluran. Pengukuran trase
saluran mencakup jaringan irigasi maupun saluran pembuang. Letak trase saluran
sering baru dapat ditetapkan setelah adanya rekomendasi dari bidang ilmu yang
terkait seperti ahli geodetik dan ahli geoteknik. Informasi yang diperoleh dari
pengukuran trase saluran dapat dipakai untuk peninjauan trase pendahuluan,misalnya
pemindahan as saluran atau perubahan tikungan saluran.
Letak as saluran pada silangan dengan saluran pembuang(alamiah) sering sulit
ditentukan secara tepat dengan menggunakan peta topografi sebelum diadakan
3-2
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
pengukuran saluran. Letak akhir bangunan utama dan bangunan silang tersebut
hanya dapat ditentukan berdasarkan survei lapangan (dengan skala 1:200 atau 1:
500).
Lokasi trase saluran garis tinggi akan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan
topografi setempat daripada saluran yang mengikuti punggung medan. Saluran –
saluran sekunder sering mengikuti punggung medan. Pengukuran trase akan meliputi
jarak 75 m dari as saluran atau bisa kurang dari itu yang memungkinkan penempatan
as saluran dan perencanaan potongan melintang dengan baik. Untuk saluran garis
tinggi,lebar profil yang serupa cukup untuk memberikan perencanaan detail Akan
tetapi,karena menentukan as saluran dari sebuah peta topografi sebelum pengukuran
saluran lebih sulit,pengukuran peta trase umumnya ditentukan dengan as saluran yang
ditentukan di lapangan.
Penyelidikan detail akan didasarkan pada peta geologi. Kadang – kadang
informasi tambahan mengenai tanah sudah bisa dikumpulkan dari penelitian tanah
pertanian. Pengamatan dari pengukuran tofografi yang tidak teratur (terjadi parit-parit,
longsoran) akan lebih memperjelas gambaran geologi teknik. Penyelidikan geologi
teknik detail memungkinkan dilakukannya evaluasi karakteristik tanah dan batuan
untuk parameter perencanaan bangunan.
Lokasi yang akan dipilih sebagai kawasan pengembangan tanah pertanian
harus didasarkan peta-peta geologi dan peta-peta daerah yang sudah tersedia (jika
ada). Desitas pengukuran pada tahap studi pengenalan adalah satu kali pengamatan
per 200 ha sampai 500 ha. Untuk kegiatan studi kelayakan pengembangan dan
perencanaan pendahuluan, penyelidikan tanah akan dilakukan dengan terperinci.
Karena pengaruhnya terhadap laju perembesan dan perkolasi, penentuan tekstur dan
struktur tanah merupakan faktor kunci. Untuk ini diperlukana pemetaan. Kesuburan
tanah merupakan hal yang vital untuk padi irigasi.
Klasifikasi kemampuan tanah dilakukan berdasarkan data-data tanah,
kemiringan dan pembuang. Tanah bisa diklasifikasikan menurut kelas-kelas kecocokan
tanah untuk tanaman padi dan palawija (jagung, kacang tanah atau jenis lainnya yang
lebih disukai di daerah yang bersangkutan). Bila ada keragu-raguan, diminta
rekomendasi dari ahli tanah, dan hasil-hasil pengukuran dicek lagi dengan seksama.
Biasanya penyelidikan tanah semi detail sudah cukup untuk menetapkan
rencana pertanian akhir dan perencanaan akhir skema irigasi. Akan tetapi, jika kondisi
tanah irigasi pertanian ternyata tidak teratur maka diperlukan penyelidikan detail.
3-3
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
3-4
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Sesuai dengan Undang-undang Sumber Daya Air bahwa dalam wilayah sungai akan
dibuat Pola Pengembangan dan Rencana Induk wilayah sungai,terkait dengan hal
tersebut pada kondisi wilayah sungai yang belum ada Pola Pengembangan dan
Rencana Induk, tetapi sudah perlu pengembangan irigasi, maka pada tahap studi awal
dan studi identifikasi hasilnya sebagai masukan untuk pembuatan pola
pengembangan wilayah sungai. Namun jika pola pengembangan wilayah sungai sudah
ada,maka tahap studi awal dan studi identifikasi tidak diperlukan lagi.
Rencana induk (masterplan) pengembangan sumber daya air disuatu daerah (wilayah
sungai,unit-unit administratif)di mana irigasi pertanian merupakan bagian
utamanya,dapat dibuat pada tahapan studi yang mana saja sesuai ketersedian dana.
Akan tetapi biasanya rencana induk dibuat sebagai bagian (dan sebagai hasil) dari
studi pengenalan. Pada Gambar3.1diberikan ilustrasi mengenai,hubungan timbal balik
antara berbagai taraf termasuk pembuatan Rencana Induk.
3-5
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
3-6
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
TAHAP PERENCANAAN
PERENCANAAN Foto udara (kalau ada), pengukuran pada
PENDAHULUAN topografi,penelitian kecocokan tanah.
Tata letak dan perencanaan pendahuluan
bangunan utama, saluran dan bangunan,
perhitungan neraca air(water balance).Kegiatan
kantor dengan pengecekan lapangan secara
ekstensif
Pemutakhiran perijinan alokasi air irigasi
Pengusulan garis sempadan saluran
3-7
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Bila foto udara tersebut dibuat khusus untuk proyek, maka skalanya adalah
sekitar1:10.000, digunakan baik untuk taraf perencanaan maupun studi kelayakan.
Biasanya pembuatan peta untuk proyek irigasi seluas 10.000 ha atau lebih,didasarkan
pada hasil pemotretan udara.
Lingkup pekerjaan lapangan survey topografi secara keseluruhan dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Pembuatan Kerangka Dasar Pemetaan
2. Pengukuran Situasi
a. Situasi Skala 1:5.000 seluas ±1500ha
b. Situasi Skala 1:20.000 seluas ±1500ha
3. Pengukuran Trase Saluran Skala 1:2.000
3-8
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
3-9
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
3 - 10
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
di mana:
Q = debit, m3/dt
K = faktor untuk aliran tenggelam (lihat Gbr. 3.29 KP 02)
µ = koefisiensi debit (lihat Gambar 4.30 KP 02)
3 - 11
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Proses identifikasi
saluran primer diakukan
beberapa dua metode yaitu
:
1. Pengukuran
penampang tiap-tiap
STA dengan
menggunakan meteran
2. Pengukuran elevasi
tiap-tiap STA dengan
menggunakan
Waterpass
3. Identifikasi kerusakan
tiap ruas dengan
pengamatan secara
visual baik kerusakan
fisik saluran maupun
tingkat ketebalan
sedimen dan kosrekan
4. Identifikasi panjang tiap ruas berdasarkan keadaan fisik dengan baik
saluran tanah maupun saluran pasangan
3 - 12
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
3 - 13
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Berikut data pintu eksisting untuk setiap bangunan bagi pada saluran primer.
3 - 14
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
3 - 15
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Gbr 3.3 Pemberian Nama Bangunan Irigasi DI Lansilowo dengan luas Potensial 161 ha
3 - 17
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
3 - 18
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
BAB IV
Analisis curah hujan dalam analisis hidrologi dimaksudkan untuk masukan model
hujan aliran. Hal ini dilakukan jika tidak tersedia data debit aliran sungai di lokasi
yang ditinjau.
4.1.1. Umum
Analisis hidrologi bertujuan untuk menentukan besaran-besaran hidrologi yang
akan dipakai dalam perencanaan detail. analisa hidrologi digunakan untuk
menganalisa kebutuhan air yang dibutuhkan sawah dan juga besaran debit
andalan yang akan dihasilkan oleh sumber air.
Data debit andalan dapat diperoleh dari catatan debit secara manual maupun
secara otomatis dari AWLR (Automatic Water Level Record). Untuk melakukan
analisis frekuensi diperlukan seri data yang panjang. Apabila catatan debit
tersebut tidak mencukupi, namun tersedia data curah hujan yang cukup panjang
maka debit rancangan dapat ditentukan berdasarkan pengalihragaman hujan
menjadi aliran.
Untuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan perlu meninjau
kembali hubungan antara hujan dan aliran sungai. Besarnya aliran sungai sangat
ditentukan oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah aliran sungai, lama
waktu hujan, dan karakteristik daerah aliran itu.
Untuk menentukan debit kebutuhan air di sawah, maka perlu ditinjau
evapotranspirasi, perkolasi dari daerah perencanaan, jenis tanaman, dan sistem
golongan.
4-1
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4-2
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4-3
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Stasiun CH Rerata
No. Tahun
Moramo Kendari Tanea (mm)
1 2006 45.0 48.0 - 46.5
2 2007 42.0 42.0 - 42.0
3 2008 42.0 42.0 - 42.0
4 2009 40.0 94.0 54.0 62.7
5 2010 46.0 54.5 153.5 84.7
6 2011 38.0 38.2 31.0 35.7
7 2012 161.0 93.0 31.0 95.0
8 2013 203.0 237.0 31.0 157.0
9 2014 92.0 92.0 31.0 71.7
10 2015 42.0 65.0 31.0 46.0
Sumber: Stasiun hidroklimatologi Moramo, Kendari, dan Tanea
C − X A
P( X ) = e −
C − B
dimana: A = 1,281 / σ
B = µ - 0,45 σ
Dalam penggambaran pada kertas probabilitas dapat dituliskan sebagai berikut:
σ
X = µ + ( y − yn )
σn
Hubungan antara faktor frekuensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam
persamaan berikut ini:
4-4
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
6 T ( X )
K =− 0.5772 + ln ln
n T ( X ) − 1
Secara umum frekuensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk:
XT = Xrerata + Sd. k
dimana:
XT = Besaran dengan kala ulang tertentu
Xrerata = Besaran rata-rata
Sd = Simpangan baku
Hasil analisa hujan rancangan dengan metode Gumbel dapat dilihat pada Tabel 4 - 2.
Tabel 4 - 2. Hasil Analisa Hujan Rancangan Metode Gumbel dengan Periode Ulang
Periode XT
Yn Sn YT k
Ulang (mm)
2 0.495 0.950 0.367 -0.136 63.31
5 0.495 0.950 1.500 1.058 107.45
10 0.495 0.950 2.250 1.848 136.68
25 0.495 0.950 3.199 2.847 173.60
50 0.495 0.950 3.902 3.588 200.99
100 0.495 0.950 4.600 4.323 228.18
Sumber: Hasil Perhitungan2016
dimana:
x-µ
t = , standard normal deviate
σ
x = Variabel acak kontinyu
µ = Nilai rata-rata dari x
σ = Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.
4-5
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
X T = X + z .σ
dimana:
XT = Variabel acak dengan periode ulang T tahun
∑
= ∑ =
Hasil analisa hujan rancangan dengan metode Normal dapat dilihat pada Tabel 4-3.
Tabel 4-3. Hasil Analisa Hujan Rancangan Metode Normal dengan Periode Ulang
Periode Rerata Sd XT
Peluang Kt
Ulang (mm) (mm) (mm)
2 0.5 0 68.32 36.98 68.32
5 0.2 0.84 68.32 36.98 99.39
10 0.1 1.28 68.32 36.98 115.66
25 0.04 1.57 68.32 36.98 126.38
50 0.02 2.05 68.32 36.98 144.13
100 0.01 2.33 68.32 36.98 154.49
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
4-6
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
dengan:
1 µ4 dan σ 2 + µ2
µn = ln 2 σ 2
= ln
2 µ +σ µ2
2 n
Hasil analisa hujan rancangan dengan metode Log Normal dapat dilihat pada
Tabel 4-4.
Tabel 4-4. Hasil Analisa Hujan Rancangan Metode Log Normal dengan Periode Ulang
4 cµ 3c
c= −1 a=
β1 , 2µ 2c
nc c +1 µ 32c
P ( X ) = c (c +1) ,
'
β1 =
0
ae r µ 23c
µ .3c
Harga rata-rata = mode +
2.µ 2 c
Standar deviasi = σ + µ 2 c
Asimetri = ½ β1
Hasil analisa hujan rancangan dengan metode Log Normal dapat dilihat pada
Tabel 4-5.
4-7
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Tabel 4-5. Hasil Analisa Hujan Rancangan Metode Log Pearson Type III dengan
Periode Ulang
dimana :
G = Jumlah kelas interval, tidak kurang dari 5
Oi = Observed berdasarkan hasil observasi
Ei = Expected berdasarkan distribusi teoritis
2
χC = Chi-square distribution, degree of freedom (Dk) = G-p-1
p = Number of parameter estimated from data
Uji Chi-Square menentukan nilai χcr2 untuk suatu tingkat signifikan tertentu
(α = 5% atau tingkat ketidakpercayaan) dan derajat kebebasan (Dk). Nilai χcr2 ini
dapat diperoleh dari tabel distribusi Chi-Square. Apabila nilai χh2<χcr2, maka
kecocokan dapat diterima, dan sebaliknya jika nilai χh2>χcr2, maka kecocokan tidak
diterima/ditolak.
Menghitung Jumlah Kelas
Jumlah data (n) = 10
Kelas distribusi (k) = 1 + 3.322 Log n
= 1 + 3.322 Log 10
= 4.322 ≈ 5 Kelas
Menghitung Derajat Kebebasan (Dk) dan χcr2
4-8
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Parameter (p) =2
Dk = K – (P+1)
= 5 – (2+1) = 2
Untuk Dk = 2 dan α = 5%, maka χcr2 adalah 5.9910
DISTRIBUSI GUMBEL
(Ef-
Kelas P(x ≥ X) Ef CH (mm) Of Ef-Of
Of)2/Ef
1 0.20 0,00 < P ≤ 0,20 2 94.9 2 0.000 0.000
2 0.40 0,20 < P ≤ 0,40 2 71.1 2 0.000 0.000
3 0.60 0,40 < P ≤ 0,60 2 54.2 1 1.000 0.500
4 0.80 0,60 < P ≤ 0,80 2 38.0 4 -2.000 2.000
5 1.00 0,80 < P ≤ 1,00 2 35.7 1 1.000 0.500
∑ Jumlah Ef = 10 Jumlah Of = 10 Chi2 = 3.000
Syarat : Chi2 < Chi
Derajad Kebebasan (Dk) = K - (2+1) 2.000 Chikritik = 5.991 kritik
Tingkat karena Chi2 < Chi kritik, maka
0.050 diterima
Ketidakpercayaan (α) distribusi
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
DISTRIBUSI NORMAL
(Ef-
Kelas P(x ≥ X) Ef CH (mm) Of Ef-Of
Of)2/Ef
1 0.20 0,00 < P ≤ 0,20 2 99.4 1 1.000 0.500
2 0.40 0,20 < P ≤ 0,40 2 77.7 2 0.000 0.000
3 0.60 0,40 < P ≤ 0,60 2 59.0 2 0.000 0.000
4 0.80 0,60 < P ≤ 0,80 2 37.2 4 -2.000 2.000
5 1.00 0,80 < P ≤ 1,00 2 35.7 1 1.000 0.500
∑ Jumlah Ef = 10 Jumlah Of = 10 Chi 2 = 3.000
Syarat : Chi2 < Chi
Derajad Kebebasan (Dk) = K - (2+1) 2.000 Chikritik = 5.991 kritik
Tingkat karena Chi2 < Chi kritik, maka
0.050 diterima
Ketidakpercayaan (α) distribusi
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
4-9
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Tabel 4-9. Perhitungan nilai χh2 untuk Distribusi Log Pearson Type III
4 - 10
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Apabila ∆max <∆cr (Critical Value) maka distribusi teoritis yang diasumsikan
dapat Memenuhi, dan sebaliknya. Nilai ∆cr (Critical Value) untuk suatu tingkat
signifikan tertentu (α = 5 %, atau ketidakpercayaan) dengan jumlah data n dapat
diperoleh dari tabel test Smirnov-Kolmogorov.
Berdasarkan tabel test Smirnov-Kolmogorov, untuk n = 10 dan α = 5 % nilai
∆p Kritis adalah 0.41. Perhitungan uji Smivrnov-Kolmogorov dapat dilihat sebagai
pada Tabel 4-10.
Tabel 4-10. Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov
CH 1. Normal 2. Log Normal 3. Gumbel 4. Log Pearson III
m m/(N+1)
(mm) P(x ≥ X) ∆P P(x ≥ X) ∆P P(x ≥ X) ∆P P(x ≥ X) ∆P
1 157 0.091 0.008 0.083 0.022 0.069 0.026 0.065 0.960 0.870
2 95 0.182 0.235 0.054 0.174 0.008 0.200 0.018 0.836 0.654
3 85 0.273 0.329 0.057 0.245 0.028 0.273 0.000 0.781 0.508
4 72 0.364 0.464 0.100 0.370 0.006 0.393 0.030 0.678 0.314
5 63 0.455 0.561 0.106 0.483 0.028 0.495 0.040 0.575 0.120
6 47 0.545 0.722 0.177 0.726 0.180 0.698 0.152 0.304 0.241
7 46 0.636 0.727 0.091 0.733 0.097 0.704 0.068 0.295 0.342
8 42 0.727 0.762 0.034 0.793 0.066 0.753 0.026 0.214 0.513
9 42 0.818 0.762 0.056 0.793 0.025 0.753 0.065 0.214 0.604
10 36 0.909 0.811 0.098 0.878 0.031 0.824 0.085 0.096 0.813
Hitungan Kelayakan ∆ max = 0.177 ∆ max = 0.180 ∆ max = 0.152 ∆ max = 0.870
α= 0.05 diterima diterima diterima ditolak
∆ kritik = 0.430 Syarat distribusi probabilitas "diterima" jika ∆ max < ∆ kritik
4 - 11
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
1 2 63.31
2 5 107.45
3 10 136.68
4 25 173.60
5 50 200.99
6 100 228.18
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
4.3 Debit Banjir Rencana
Data debit banjir dapat diperoleh dari catatan pengukuran dan untuk melakukan
analisis frekuensi diperlukan seri data yang panjang. Apabila catatan debit banjir tersebut
tidak mencukupi, namun tersedia data curah hujan yang cukup panjang maka debit
rancangan dapat ditentukan berdasarkan pengalihragaman/transformasi hujan menjadi
aliran.
2 t
4
It
2/3
T
2
4
=
24
dengan:
It = intensitas hujan kala ulang T tahun (mm/jam)
T = lamanya curah hujan (jam)
RT24 = curah hujan harian maksimum kala ulang T tahun (mm)
Durasi hujan dianggap lebih besar atau sama dengan waktu konsentrasi yaitu
waktu yang ditempuh oleh hujan untuk mencapai titik kontrol.
4 - 12
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
t (menit) 2 5 10 25 50 100
5 784.555 1024.563 1164.150 1322.460 1429.360 1528.253
10 494.239 645.434 733.368 833.098 900.441 962.739
15 377.175 492.558 559.665 635.772 687.165 734.708
20 311.351 406.598 461.993 524.819 567.242 606.488
25 268.314 350.396 398.134 452.275 488.834 522.655
30 237.605 310.292 352.567 400.512 432.887 462.837
35 214.400 279.988 318.134 361.396 390.610 417.635
40 196.139 256.141 291.037 330.615 357.340 382.063
45 181.327 236.797 269.059 305.647 330.354 353.211
50 169.027 220.735 250.808 284.915 307.946 329.252
55 158.621 207.146 235.368 267.375 288.988 308.982
60 149.682 195.472 222.103 252.306 272.702 291.569
65 141.904 185.315 210.562 239.196 258.531 276.418
70 135.063 176.382 200.412 227.665 246.069 263.093
75 128.992 168.453 191.403 217.431 235.007 251.266
80 123.560 161.359 183.342 208.274 225.110 240.685
85 118.665 154.967 176.080 200.025 216.193 231.151
90 114.229 149.173 169.496 192.546 208.110 222.509
95 110.185 143.892 163.496 185.729 200.743 214.631
100 106.480 139.055 157.999 179.485 193.994 207.416
105 103.073 134.604 152.943 173.741 187.786 200.778
110 99.925 130.494 148.272 168.436 182.051 194.647
115 97.007 126.683 143.943 163.517 176.735 188.963
120 94.294 123.140 139.916 158.943 171.791 183.677
125 91.762 119.834 136.160 154.676 167.179 178.746
130 89.394 116.741 132.646 150.684 162.864 174.132
135 87.173 113.840 129.350 146.940 158.818 169.806
140 85.085 111.113 126.252 143.420 155.014 165.738
145 83.117 108.544 123.332 140.104 151.429 161.906
150 81.260 106.118 120.576 136.973 148.045 158.288
155 79.503 103.824 117.969 134.011 144.844 154.865
160 77.838 101.649 115.498 131.205 141.811 151.622
165 76.257 99.585 113.153 128.540 138.931 148.543
170 74.755 97.623 110.923 126.008 136.193 145.616
175 73.324 95.755 108.800 123.596 133.587 142.829
180 71.960 93.973 106.776 121.296 131.101 140.172
185 70.657 92.272 104.843 119.101 128.728 137.635
190 69.412 90.646 102.996 117.002 126.460 135.209
195 68.220 89.090 101.228 114.993 124.289 132.888
200 67.078 87.599 99.533 113.069 122.209 130.664
205 65.983 86.169 97.908 111.223 120.213 128.530
210 64.932 84.795 96.348 109.450 118.297 126.482
215 63.921 83.476 94.848 107.747 116.456 124.513
220 62.949 82.206 93.406 106.108 114.685 122.620
225 62.013 80.984 92.017 104.530 112.980 120.796
230 61.111 79.806 90.678 103.009 111.336 119.039
235 60.241 78.670 89.388 101.543 109.751 117.345
240 59.401 77.573 88.142 100.128 108.222 115.709
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
4 - 13
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Untuk sungai Mariyat diambil kondisi tanah dataran yang ditanami dengan harga
koefisien pengaliran (C) sebesar 0.50.
4 - 14
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Tabel 4-15. Sebaran Hujan Rencana Efektif Jam – Jaman untuk Berbagai Periode Ulang
4 - 15
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 16
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 17
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 18
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
100
080
debit (m³/dtk)
060
040
020
000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (jam)
2 tahun 5 tahun Series6 25 tahun 50 tahun 100 tahun
4 - 21
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
1 2 37.9
2 5 49.8
3 10 59.5
4 25 74.3
5 50 87.3
6 100 102.0
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
- Penyiapan lahan.
- Penggunaan konsumtif.
- Perkolasi dan rembesan.
- Penggantian genangan air
- Efisiensi irigasi
- Curah hujan effektif
4 - 22
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Lokasi perencanaan daerah Irigasi Wungkolo berada pada koordinat 4.154265° LS.
Berdasarkan data klimatologi tahun 2013 di lokasi perencanaan diperoleh temperature
(T), kelembaban relative (RH), Kecepatan angin (u), dan persentase Penyinaran matahari
(n/N) seperti pada tabel di bawah ini :
4 - 23
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 24
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 25
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Perhitungan kebutuhan air pada daerah irigasi ini didasarkan pada umumnya jenis
tanaman yang memerlukan air irigasi dapat dikelompokkan dalam tiga macam tanaman
pertanian, yaitu padi, tebu, palawija. Dari ke tiga jenis tanaman tersebut padilah yang
memerlukan air irigasi paling banyak, sehingga dalam perhitungan kebutuhan air pada
lokasi perencanaan tanaman padi dijadikan acuan untuk analisa kebutuhan air.
Daerah irigasi Lansilowo direncanakan dengan pola tanam padi-padi, dengan kata
lain dalam setahun terdapat dua kali tanam padi. Penggunaan konsumtif adalah
kebutuhan air aktual. Penggunaan konsumtif dihitung dengan persamaan :
ETC = kC x ETO
dengan :
ETC = Penggunaan konsumtif (mm/hari)
ETO = Evapotranspirasi potensial (mm/hari), besarnya dihitung dengan metode
Pennman (Pennman Metode).
KC = Koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis, macam dan
umur tanaman.
4 - 26
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 27
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
K = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (digunakan waktu 30 hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan (diambil 250 mm).
Kebutuhan air selama penyiapan lahan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4-25. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan metode Van de Goor/Zijlstra
4 - 28
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 29
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Jumlah
NO. Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II Tahunan
1 2006 99.5 52.5 34.5 57.0 43.0 84.5 96.5 181.0 85.0 188.0 200.5 117.5 8.0 12.0 4.5 16.5 0.0 12.0 0.0 0.0 0.0 16.0 7.5 40.0 1356.00
2 2007 66.0 64.5 111.0 92.5 89.5 86.0 104.5 129.5 133.0 41.5 111.5 82.0 29.5 45.0 5.5 34.0 10.0 0.5 8.0 17.5 7.0 28.5 16.5 54.0 1367.50
3 2008 100.5 77.5 58.0 74.5 70.0 45.0 30.0 40.0 28.5 82.0 100.5 124.0 96.0 54.0 31.0 72.5 49.5 31.5 10.0 74.5 39.5 69.5 86.5 126.0 1571.00
4 2009 62.0 5.7 31.3 34.7 55.2 57.3 36.7 51.0 83.2 50.2 52.2 43.7 52.3 81.7 23.0 34.0 27.0 8.3 5.0 3.5 36.2 31.0 43.6 65.7 974.32
5 2010 90.3 66.5 60.8 54.4 98.8 81.1 100.3 69.5 73.8 68.1 146.8 161.7 130.8 95.9 48.0 53.2 46.4 55.6 100.5 87.9 80.5 66.7 72.1 54.5 1964.37
6 2011 57.7 56.3 85.6 52.3 106.0 72.2 99.9 61.9 30.3 54.7 23.0 48.9 46.0 51.3 15.0 21.5 41.6 13.7 17.0 56.1 41.3 52.4 57.6 83.9 1246.33
7 2012 105.8 84.9 118.8 49.5 98.7 68.8 63.3 47.7 51.2 171.2 113.2 102.7 84.6 45.1 19.2 16.6 22.2 11.5 14.5 6.0 34.2 46.0 64.8 67.8 1508.33
8 2013 109.0 190.8 171.8 116.8 142.2 111.3 94.5 161.4 78.5 86.2 85.3 65.8 258.7 234.8 204.7 14.1 31.5 16.8 0.0 16.3 28.0 88.1 126.0 144.7 2577.37
9 2014 83.0 48.8 65.1 93.6 88.0 111.0 167.5 141.0 259.2 172.4 197.0 160.5 61.2 63.0 106.3 35.7 6.5 0.0 13.0 0.0 45.0 16.3 92.0 215.4 2241.50
10 2015 141.3 103.1 118.9 153.3 100.7 133.3 89.3 129.9 172.0 114.0 109.7 93.6 25.5 27.6 22.5 0.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8.2 85.4 140.1 1768.67
4 - 30
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Dengan jumlah curah hujan tahunan, dilakukan perengkingan dari terbesar ke terkecil dan dengan probabilitas 80 % untuk tanaman padi,
dan probabilitas 50 % untuk tanaman palawija diperoleh data curah hujan 80 % (R80) pada data tahun 2014 dan 50 %(R50) pada tahun 2011,
seperti pada tabel berikut
Tabel 4-27. Hasil Perengkingan jumlah curah hujan dengan probabilitas 80 % dan 50 %
Jumlah Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
P (%) =
NO. Tahun Tahunan
m/(n+1) I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
(mm)
1 2013 9.1 2577.37 109.0 190.8 171.8 116.8 142.2 111.3 94.5 161.4 78.5 86.2 85.3 65.8 258.7 234.8 204.7 14.1 31.5 16.8 0.0 16.3 28.0 88.1 126.0 144.7
2 2014 18.2 2241.50 83.0 48.8 65.1 93.6 88.0 111.0 167.5 141.0 259.2 172.4 197.0 160.5 61.2 63.0 106.3 35.7 6.5 0.0 13.0 0.0 45.0 16.3 92.0 215.4
3 2010 27.3 1964.37 90.3 66.5 60.8 54.4 98.8 81.1 100.3 69.5 73.8 68.1 146.8 161.7 130.8 95.9 48.0 53.2 46.4 55.6 100.5 87.9 80.5 66.7 72.1 54.5
4 2015 36.4 1768.67 141.3 103.1 118.9 153.3 100.7 133.3 89.3 129.9 172.0 114.0 109.7 93.6 25.5 27.6 22.5 0.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8.2 85.4 140.1
5 2008 45.5 1571.00 100.5 77.5 58.0 74.5 70.0 45.0 30.0 40.0 28.5 82.0 100.5 124.0 96.0 54.0 31.0 72.5 49.5 31.5 10.0 74.5 39.5 69.5 86.5 126.0
6 2012 54.5 1508.33 105.8 84.9 118.8 49.5 98.7 68.8 63.3 47.7 51.2 171.2 113.2 102.7 84.6 45.1 19.2 16.6 22.2 11.5 14.5 6.0 34.2 46.0 64.8 67.8
7 2007 63.6 1367.50 66.0 64.5 111.0 92.5 89.5 86.0 104.5 129.5 133.0 41.5 111.5 82.0 29.5 45.0 5.5 34.0 10.0 0.5 8.0 17.5 7.0 28.5 16.5 54.0
8 2006 72.7 1356.00 99.5 52.5 34.5 57.0 43.0 84.5 96.5 181.0 85.0 188.0 200.5 117.5 8.0 12.0 4.5 16.5 0.0 12.0 0.0 0.0 0.0 16.0 7.5 40.0
9 2011 81.8 1246.33 57.7 56.3 85.6 52.3 106.0 72.2 99.9 61.9 30.3 54.7 23.0 48.9 46.0 51.3 15.0 21.5 41.6 13.7 17.0 56.1 41.3 52.4 57.6 83.9
10 2009 90.9 974.32 62.0 5.7 31.3 34.7 55.2 57.3 36.7 51.0 83.2 50.2 52.2 43.7 52.3 81.7 23.0 34.0 27.0 8.3 5.0 3.5 36.2 31.0 43.6 65.7
Curah Hujan Efektif Untuk Padi dan Palawija Digunakan Curah Hujan Setengah Bulanan yang memiliki Probabilitas 80 % yaitu pada tahun
2011 untuk padi dan probabilitas 50 % yaitu pada tahun 2012 untuk palawija , dengan koefisien 0,7
4 - 31
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Padi (R80) 95.0 52.3 72.7 101.0 64.0 79.3 46.7 104.3 80.7 176.0 100.0 52.7 18.0 28.0 3.0 19.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.7 41.3 99.7
Palawija (R50) 105.8 84.9 118.8 49.5 98.7 68.8 63.3 47.7 51.2 171.2 113.2 102.7 84.6 45.1 19.2 16.6 22.2 11.5 14.5 6.0 34.2 46.0 64.8 67.8
Re Padi (mm) 57.7 56.3 85.6 52.3 106.0 72.2 99.9 61.9 30.3 54.7 23.0 48.9 46.0 51.3 15.0 21.5 41.6 13.7 17.0 56.1 41.3 52.4 57.6 83.9
Re Palawija
74.0 59.4 83.2 34.7 69.1 48.2 44.3 33.4 35.9 119.8 79.3 71.9 59.2 31.6 13.5 11.6 15.5 8.1 10.2 4.2 23.9 32.2 45.4 47.5
(mm)
Jumlah hari
15 16 15 13 15 16 15 15 15 16 15 15 15 16 15 16 15 15 15 16 15 15 15 16
setengah bulan
Re Padi
3.8 3.5 5.7 4.0 7.1 4.5 6.7 4.1 2.0 3.4 1.5 3.3 3.1 3.2 1.0 1.3 2.8 0.9 1.1 3.5 2.8 3.5 3.8 5.2
(mm/hari)
Re Palawija
4.9 3.7 5.5 2.7 4.6 3.0 3.0 2.2 2.4 7.5 5.3 4.8 3.9 2.0 0.9 0.7 1.0 0.5 0.7 0.3 1.6 2.1 3.0 3.0
(mm/hari)
4 - 32
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 33
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Tabel 4-29. Kebutuhan Air Irigasi dengan Beberapa Alternatif Pola Tanam dan Musim Tanam
POLA TANAM
PADI - PADI - PALAWIJA PADI - PADI - BERA
Bulan 1/2 Bulan TANPA ROTASI ROTASI 3 GOLONGAN TANPA ROTASI ROTASI 3 GOLONGAN
NFR G rata NFR G rata DR
NFR (lt/dt/ha) DR (lt/dt/ha) GOL. 1 GOL. 2 GOL. 3 DR (lt/dt/ha) NFR (lt/dt/ha) DR (lt/dt/ha) GOL. 1 GOL. 2 GOL. 3
(lt/dt/ha) (lt/dt/ha) (lt/dt/ha)
1 1.04 1.60 1.04 0.00 0.00 0.35 0.53 0.21 0.32 0.21 0.01 0.00 0.07 0.11
Jan
2 0.68 1.05 1.08 0.71 0.00 0.60 0.92 0.36 0.55 0.36 0.24 0.05 0.21 0.33
1 0.49 0.76 0.49 0.54 0.54 0.52 0.80 0.26 0.40 0.26 0.16 0.04 0.15 0.24
Feb
2 0.65 1.00 0.70 0.73 0.73 0.72 1.11 0.45 0.70 0.45 0.46 0.36 0.42 0.65
1 0.00 0.00 0.19 0.20 0.44 0.28 0.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Mar
2 0.00 0.00 0.46 0.49 0.49 0.48 0.74 0.00 0.00 0.00 0.07 0.26 0.11 0.17
1 0.00 0.00 0.05 0.25 0.28 0.20 0.30 0.38 0.58 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Apr
2 0.00 0.00 0.00 0.34 0.55 0.30 0.46 0.67 1.03 0.00 0.67 0.00 0.22 0.34
1 1.14 1.76 0.00 0.14 0.49 0.21 0.32 0.95 1.46 0.00 0.95 0.95 0.63 0.97
Mei
2 0.98 1.51 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.52 0.80 0.52 0.79 0.79 0.70 1.07
1 1.16 1.78 1.16 0.05 0.00 0.40 0.62 0.67 1.02 0.67 0.67 0.90 0.74 1.15
Juni
2 0.47 0.73 0.96 0.70 0.00 0.55 0.85 0.45 0.68 0.45 0.46 0.47 0.46 0.71
1 0.48 0.74 0.48 0.68 0.68 0.61 0.94 0.33 0.50 0.33 0.46 0.48 0.42 0.65
Juli
2 0.45 0.69 0.46 0.66 0.66 0.59 0.91 0.00 0.00 0.00 0.31 0.45 0.25 0.39
1 0.69 1.06 0.92 0.93 0.91 0.92 1.42 0.00 0.00 0.00 0.30 0.69 0.33 0.51
Agus.
2 0.26 0.40 0.85 0.88 0.89 0.87 1.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.26 0.09 0.13
1 0.11 0.17 0.47 0.85 0.88 0.74 1.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.20 0.07 0.10
Sept
2 0.17 0.26 0.34 0.72 0.91 0.66 1.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.37 0.12 0.19
1 0.15 0.24 0.00 0.34 0.73 0.36 0.55 0.00 0.00 0.00 0.00 0.55 0.18 0.28
Okt
2 0.20 0.31 0.00 0.00 0.38 0.13 0.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.70 0.23 0.36
1 0.05 0.07 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.66 0.22 0.34
Nov
2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.60 0.20 0.31
1 0.97 1.49 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 0.04 0.06
Des
2 0.81 1.24 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
MAX 1.16 1.78 1.16 0.93 0.91 0.92 1.42 0.95 1.46 0.67 0.95 0.95 0.74 1.15
4 - 34
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 35
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Dengan:
E = Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas
(mm)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm)
Ep = Evapotranspirasi potensial (mm)
m = singkapan lahan (Exposed surface)
n = jumlah hari hujan
Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin
besar pula ketersediaan debitnya. Luas DAS Lansilowo sebesar 104.9373 km2
dengan panjang sungai 211.02 km.
Kapasitas Kelembaban Tanah (SM)
Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah
permukaan (surface soil) per m2. Besarnya SM untuk perhitungan ketersediaan
air ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari
DPS. Semakin besar porositas tanah akan semakin besar pula SMC yang ada.
Dalam perhitungan ini nilai SM diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm.
Pada perencanaan ini digunakan SM = 100 mm
Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan Ground water storage)
Nilai run off dan ground water tergantung dari keseimbangan air dan kondisi
tanahnya.
Koefisien Infiltrasi
Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan DPS. Lahan DPS yang porus memiliki koefisien infiltrasi yang besar.
Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1, dan digunakan sebesar 0,2
Faktor Resesi Aliran Tanah (k)
Faktor Resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke n
dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah
dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air metode
4 - 36
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run
off). aliran dalam tanah (interflow) dan aliran tanah (base flow). Besarnya
masing-masing aliran tersebut adalah:
• Interflow = infiltrasi – volume air tanah
• Direct run off = water surplus – infiltrasi
• Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun
• Run off = interflow + direct
4 - 37
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Analisa Debit Metode Mock dapat dilihat pada Tabel 4-30 berikut
Tabel 4-30. Analisa Debit Tahun 20 dengan metode Mock
DAS : Sungai Wungkolo
Luas DAS : 987 km2
Tahun Pengamatan : 2006
No. Meteorological Data Konst. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1 Catc. Precip (P; mm/month) 152.0 91.5 127.5 277.5 273.0 318.0 20.0 21.0 12.0 0.0 16.0 47.5
2 Catc. Rain Days (n ;days) 16.0 17.0 10.0 19.0 5.0 22.0 7.0 15.0 7.0 12.0 10.0 11.0
3 Days of Month (Hr; days) 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
Potential Evapo-Transpiration
4 Ep (mm/day) = E1-E2+E3 5.85 5.19 4.43 4.32 3.63 3.53 3.07 4.67 5.26 6.41 6.63 5.12
5 Epm (mm/month) = HrxEp 181.29 145.37 137.46 129.61 112.45 105.78 95.02 144.82 157.90 198.61 198.89 158.66
Limited Evapotranspiration
6 Exposed Surface (m; %) 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00 40.00
7 na (number of rainy days) 16 17 10 19 5 22 7 15 7 12 10 11
8 (Delta E)/Epm = (m/20)(18-na);(%) 4.00 2.00 16.00 -2.00 26.00 -8.00 22.00 6.00 22.00 12.00 16.00 14.00
9 Delta E 7.25 2.91 21.99 -2.59 29.24 -8.46 20.90 8.69 34.74 23.83 31.82 22.21
10 Ea (mm/month) = Epm-Delta E 174.04 142.46 115.47 132.20 83.21 114.24 74.12 136.13 123.16 174.77 167.07 136.44
Water Balance
11 P-Ea (mm/month) -22.04 -50.96 12.03 145.30 189.79 203.76 -54.12 -115.13 -111.16 -174.77 -151.07 -88.94
12 SMS = ISM+(P-Ea); 77.96 27.00 39.03 184.33 374.12 577.87 523.76 408.62 297.46 122.69 -28.38 -117.32
13 Soil Moist Storage (mm/month); SMC= 100.00 77.96 27.00 100.00 100.00 100.00 100.00 45.88 -69.25 -180.41 -355.19 -506.25 -595.20
14 Soil Storage (mm/month) -22.04 -50.96 0.00 0.00 0.00 0.00 -54.12 -115.13 -111.16 -174.77 -151.07 -88.94
15 Water Surplus (mm/month); [(11)-(14)] 0.00 0.00 12.03 145.30 189.79 203.76 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Run Off & Ground. Stor. (mm/month)
16 Infiltration Coefficient (if) 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20
17 Infiltration (i); (30)x if, 0.00 0.00 2.41 29.06 37.96 40.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18 K (monthly flow recession constan) 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
19 PF (Percentage Factor) 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20
20 1/2 x (1 + K) x i 0.00 0.00 1.38 16.71 21.83 23.43 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21 Kx(Gsom); 0.53 0.08 0.01 0.21 2.54 3.65 4.06 0.61 0.09 0.01 0.00 0.00
22 GS; Gsom = 3.52 0.53 0.08 1.40 16.92 24.36 27.09 4.06 0.61 0.09 0.01 0.00 0.00
23 ΔGS = GS - Gsom -2.99 -0.45 1.32 15.52 7.45 2.72 -23.02 -3.45 -0.52 -0.08 -0.01 0.00
24 Base Flow = I - ΔGS 2.99 0.45 1.09 13.54 30.51 38.03 23.02 3.45 0.52 0.08 0.01 0.00
25 DRO = WS - i 0.00 0.00 9.63 116.24 151.83 163.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26 Storm run off = PxPF if WS > 0, SRO=0 30.40 18.30 25.50 0.00 0.00 0.00 4.00 4.20 2.40 0.00 3.20 9.50
27 Total Run Off = BFlow+DRO+Storm 33.39 18.75 36.22 129.77 182.34 201.03 27.02 7.65 2.92 0.08 3.21 9.50
Location: Sungai Lansilowo
28 Flow (m3/second) 0.250 0.155 0.271 1.002 1.363 1.553 0.202 0.057 0.023 0.001 0.025 0.071
4 - 38
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Rekapitulasi debit selama 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 4-31 berikut.
4 - 39
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Debit andalan Sungai Lansilowo diperoleh dari debit dengan probabiltas 80 % dengan no urutan 2 untuk tanaman padi dan probabilitas 50 %
dengan no urutan 5 untuk tanaman palawija, seperti pada Tabel 4-32 berikut .
9 0.252 0.315 0.710 0.717 0.179 0.119 0.263 0.068 0.087 0.110 0.145 0.212
10 0.101 0.109 0.168 0.135 0.397 0.189 0.652 0.135 0.062 0.014 0.104 0.163
Q80 = 0.197 0.595 0.828 1.373 2.410 2.204 0.751 0.553 0.052 0.026 0.096 1.131
Q50 = 0.686 0.692 0.638 0.231 0.825 0.948 0.592 0.102 0.059 0.032 0.124 0.198
4 - 40
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
0.003
0.002
0.002
0.002
Debit (m3/dtk)
0.002
0.001 Debit 80 %
Debit 50 %
0.001
0.001
0.001
0.001
0.001 0.001
0.001
0.000
0.000 0.000
0.000 0.000
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
Bulan
4 - 41
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
4 - 43
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Tabel 4-33. Keseimbangan Air dengan Beberapa Alternatif Pola Tanam dan Musim Tanam
4 - 44
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kebutuhan air irigasi dan potensi Sumber daya air yang dapat
dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi Daerah Irigasi Lansilowo sebagaimana disajikan pada
tabel dan grafik neraca kesetimbangan air diatas, maka untuk perencanaan dimensi saluran
direkomendasikan pola tata tanam untuk D.I. Wungkolo adalah Padi - Padi – Palawija untuk luas tanam
161 ha.
4 - 45
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
BAB V
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI
5-1
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
- Tata guna tanah yang sudah ada serta tanah-tanah yang tidak bisa diolah,
juga diidentifikasi pada peta kemampuan tanah;
- Jaringan irigasi yang ada dengan trase saluran; bangunan- bangunan
tetap dan daerah-daerah layanan;
- Jaringan jalan dengan klasifikasinya, termasuk lebar, bahan perkerasan,
ketinggian dan bangunan-bangunan tetapnya;
- Trase, jalan kereta api, ketinggian dan bangunan-bangunan tetapnya;
lokasi kuburan, akan dihindari dalam perencanaan trase; daerah-daerah
yang dipakai untuk industri dan bangunan-bangunan tetap/ permanen;
- Daerah-daerah hutan dan perhutanan yang tidak akan dicakup dalam proyek
irigasi;
- Daerah-daerah persawahan, daerah tinggi dan rawa-rawa;tambak ikan
dan tambak garam.
Keadaan utama fisik medan seperti sungai, anak sungai dan pola- pola pembuang
alamiah harus dianggap sebagai batas proyek irigasi atau batas dari sebagian
proyek itu. Langkah pertama dalam perencanaan tata letak adalah penentuan
petak-petak sekunder. Saluran sekunder direncana pada punggung medan
(ridge) atau, jika tidak terdapat punggung medan yang jelas, kurang lebih
diantara saluran-saluran pembuang yang berbatasan. Jalan-jalan besar kereta api
atau jalan-jalan raya boleh dianggap sebagai batas-batas petak tersier. Segera
setelah batas-batas petak sekunder itu ditetapkan, diadakanlah pembagian petak-
petak tersier pendahuluan. Luas bersih daerah irigasi akan diambil 90 persen
dari daerah irigasi total. Tata letak pendahuluan yang dibuat seperti diterangkan
di atas akan berfungsi sebagai dasar untuk perencanaan pendahuluan
saluran.
Penyesuaian tata letak sering diperlukan untuk mendapatkan hasil perencanaan
saluran yang lebih baik (lebih ekonomis). Sebelum diperoleh tata letak
pendahuluan yang terbaik, akan ditinjau tata letak alternatif. Trase saluran yang
ditunjukkan pada tata letak ini diukur dan diberi patok di lapangan. Ini
menghasilkan trase dan potongan melintang dengan elevasi-elevasinya, yang
selanjutnya akan digunakan untuk mencek keadaan trase fisik di lapangan
(ahli irigasi bersama-sama dengan ahli geodesi) dan untuk memantapkan
ketelitian peta topografi dasar.
5-2
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Pada perencanaan ini Saluran Induk, Sekunder, dan Saluran Muka Saluran
Tersier direncanakan dengan saluran pasangan, karena kondisi tanah yang
resap air. Sedangkan Saluran Kuarter di dimensi dengan saluran tanah.
5-3
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Debit Saluran : Q = A . a
Dimana :
E saluran sekunder = 90 %
E saluran induk = 90 %
Dimensi Saluran :
R = F/O , m
F = (b + m h) h, m2
O = b+2h (m 2
)
+1 m
Q = V.F m3/det
Dimana :
5-4
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
R = jari-jari hidrolis, m
O = keliling basah, m
h = tinggi air, m
Sket Saluran :
5-5
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
H<0,75 m
5-6
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
5-7
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
5-8
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Untuk pintu yang mempunyai lebar < 1,25 m, maka pintu itu
Untuk pintu yang mempunyai lebar > 1,25 m, maka pintu itu
Q = K . µ . a . b . 2 . g . h1
Dimana :
Q = Debit, m3/det
µ = Koefisien debit
5-9
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Va
Fr = → Fr ≤ 0,50
A
g.
B
Va = Q/A
A = (B + m. h) h
Dimana :
5 - 10
Survey Investigasi dan Design DI Wungkolo
Bangunan gorong-gorong dibuat bila saluran melintasi jalan atau melintasi saluran
lainnya. Perhitungan hidrolis dilakukan bila ada perubahan penampang melintang, bila
tidak ada perubahan dari penampang melintang maka tidak dilakukan perhitungan
hidrolis. Perubahan penampang melintang tersebut dihitung berdasarkan kapasitas
penampangbasah gorong-gorong dihitung dengan rumus Strickler.
A = (b + m . h) h
O =b+2.h (1 + m ) 2
Gambar 5.5 Sketsa Olakan Gorong-gorong
R = A/O
K = 60
V = Q/A
2
V =K. R3 . i
Dimana :
R = jari-jari hidrolis, m
O = keliling basah, m
h = tinggi air, m
5 - 11
Survey Investigasi dan Design DI Lansilowo
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
- Melalui pengamatan visual kondisi bangunan pengambilan dan saluran
primer masih sangat bagus sehinga bisa segera difungsikan
- Pekerjaan pengembangan jaringan hanya akan dilakukan pada lokasi yang
secara fungsi tata ruang adalah telah diperuntukan sebagai lahan
persawahan
- Akan dilakukan pembenahan jaringan sekunder berdasarkan tata letak
bangunan bagi yang telah ada
- Untuk beberapa hal yang terkait dengan funsgi tata ruang akan
dikonsultasikan kemudian kepada para pihak yang terkait
6.2. SARAN
- Sebagai kawasan penyangga Ketersediaan Pangan khususnya di wilayah
Kabupaten Konawe Kepulauan, maka dipandang perlu untuk menindak
lanjuti Program pembangunan dan peningkatan jaringan guna
mengoptimalkan tersedianya lahan persawahan mengingat potensi luas
baku yang tersedia di daerah irigasi wungkolo berkisar 800 Hektar yang
masi sangat potensial untuk di kembangkan menjadi lahan fungsional
sawah.
6-1