ARENCO BINATAMA
engineering consultant
DAFTAR ISI
1.2.1 Maksud.......................................................................................................................... 2
ii
2.2.4 Sosial ........................................................................................................................... 18
iii
4.4.2 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum ..................................................................... 60
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2-2 Jumlah penduduk Tanjungpinang saat ini dan Proyeksi pertambahan penduduk 5 tahun ke
depan .................................................................................................................................................. 11
Tabel 2-3 Jumlah sarana perekonomian menurut jenis dan kelurahan .............................................. 19
Tabel 3-2 Karakteristik Tiap Alternatif Lokasi Rencana Embung Dompak ........................................... 27
Tabel 4-6 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Dengan Menggunakan Distribusi Gumbel Tipe I ...... 64
Tabel 4-8 Perhitungan Kurva Distribusi Log Pearson Tipe III ............................................................... 66
Tabel 4-12 Hasil Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rencana (mm/jam). ...................................... 69
v
Tabel 4-15 Uji Smirnov-Kolmogorof Untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter ................................ 73
Tabel 4-16 Uji Smirnov-Kolmogorof Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III ........................................ 74
Tabel 4-18 Besar Peluang dan Nilai Batas Kelas untuk Distribusi Gumbel Tipe I ................................ 76
Tabel 4-19 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat Untuk Distribusi Gumbel Tipe I ........................................... 76
Tabel 4-20 Besar Peluang dan Nilai Batas Kelas untuk Distribusi Log Normal 2 ParameterI .............. 77
Tabel 4-21 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat Untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter .......................... 77
Tabel 4-22 Besar Peluang dan Nilai Batas Kelas untuk Distribusi Log Pearson Tipe III ....................... 78
Tabel 4-23 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III .................................. 78
Tabel 4-28 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (L/dtk) Embung Dompak ................................. 95
Tabel 4-31 Luas dan Volume Tampungan Embung Dompak ............................................................. 102
Tabel 4-32 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (L/dtk) Embung Dompak ............................... 105
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-3 Persentase penyebaran penduduk di Kecamatan Bukit Bestari Tahun 2016 .................. 18
Gambar 3-7 Survey Lokasi Embung melalui Foto Udara (2) ................................................................ 30
Gambar 4-4 Bagan alir perhitungan dan penaksiran perilaku pasang surut laut ................................ 58
vii
Gambar 4-7 Hasil Perhitungan Distribusi Hujan .................................................................................. 80
Gambar 4-9 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu Embung Dompak ......................................... 84
Gambar 4-16 Skematisasi neraca air Embung Dompak pada DSS WEAP ............................................ 94
Gambar 4-18 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (m3/dtk) Embung Dompak .......................... 96
Gambar 4-22 Skema Model Sistem Optimasi Tampungan Embung ................................................. 104
Gambar 4-24 Konsep Pemodelan setelah pengerukan dengan background Citra ............................ 105
Gambar 4-18 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (m3/dtk) Embung Dompak ........................ 106
Gambar 5-1 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu Embung Dompak ....................................... 109
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
Berbagai insentif di kawasan bebas ini diharapkan menjadi magnet bagi investor.
Aglomerasi ekonomi menjadikan Batam sebagai salah satu yang termasuk kawasan
bebas (free trade zone). Letaknya yang 15 km dari Singapura menjadikan Batam kawasan
andalan Indonesia, sebagai kawasan industri maupun lalu lintas perdagangan
internasional.
Berkembangnya suatu daerah selain perlu adanya infrastruktur yang memadai, juga
diperlukan dukungan Energi Listrik dan Air. Air dan energi listrik sangat dibutuhkan
untuk berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh manusia.
1
Sebagai kawasan FTZ, diharapkan daerah FTZ Dompak ini memliliki cadangan air bersih
sehingga tidak semuanya berharap pasokan air baku dari luar. Dalam hal ini, sebelum
membuat embung/embung untuk cadangan air, sebaiknya dilakukan kajian, sehingga
diharapkan dapat memberikan manfaat yang maksimal dan dampak negative yang
sekecil-kecilnya.
1.2.1 Maksud
Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak
dimaksudkan untuk :
1.2.2 Tujuan
Sedangkan tujuan Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan
FTZ Dompak adalah untuk membuat kajian kapasitas air embung dan referensi
pelaksanaan pembuatan Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di
Kawasan FTZ Dompak, sehingga dapat menjadi sumber / cadangan air baku untuk
menunjang kegiatan di Kawasan FTZ Dompak.
2
1.3 Sasaran
Sasaran dari Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan
FTZ Dompak ini antara lain :
Lokasi pekerjaan Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan
FTZ Dompak adalah Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.
Ruang Lingkup Kegiatan Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di
Kawasan FTZ Dompak ini meliputi :
1. Umum
a. Analisis kondisi topografi untuk tapak rencana Kajian Embung untuk
Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak, jalan akses, quarry
dan borrow area, penyimpanan material, tempat pembuangan galian, dan
daerah genangan;
b. Analisis geologi yang berkaitan dengan tapak rencana Kajian Embung untuk
Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak, lokasi material
bahan bendungan dan daerah genangan;
c. Analisis hidrologi daerah tangkapan air;
d. Analisis kependudukan di daerah tapak Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk
Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak dan rencana genangan serta daerah
penerima manfaat embung;
3
e. Analisis sosial, ekonomi, dan budaya pada daerah tapak Kajian Embung untuk
Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak;
f. Analisis kelayakan teknis dan umur layan Kajian Embung untuk Infrastruktur
untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak;
g. Pra-desain Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan
FTZ Dompak; dan
h. Rencana penggunaan sumber daya air.
2. Pengumpulan data dan survey
3. Peninjauan lapangan
4. Survey dan Pengukuran topografi/bathimetri
5. Analisa hidrologi dan neraca air
6. Analisa hidrolika dan pra desain embung
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang kegiatan, maksud, tujuan dan sasaran,
ruang lingkup kegiatan, dan sistematika penulisan laporan.
Pada bab ini berisi tentang gambaran umum Kota Tanjungpinang yang menjadi
lokasi perencanaan.
Pada bab ini berisi tentang hasil survey dan pengumpulan data yang akan
digunakan dalam Kegiatan Kajian Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air
Baku di Kawasan FTZ Dompak
4
BAB 4 ANALISIS DAN KRITERIA DESAIN EMBUNG
Pada bab ini berisi tentang analisa awal yang meliputi analisa bathimetri, pasang
surut dan hidrologi serta rencana kerja selanjutnya untuk Kegiatan Kajian
Embung untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak.
BAB 5 KESIMPULAN
Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis pada Kegiatan Kajian Embung
untuk Infrastruktur untuk Sumber Air Baku di Kawasan FTZ Dompak.
5
BAB 2
GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN
Posisi Kota Tanjungpinang sangat strategis, disamping berdekatan dengan Kota Batam
sebagai kawasan perdagangan bebas, dan Negara Singapura sebagai pusat perdagangan
dunia, Kota Tanjungpinang juga terletak pada posisi silang perdagangan dan pelayaran
dunia, antara timur dan barat, yakni di antara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan.
Secara geografis Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan dengan posisi berada pada
51° sampai dengan 59° lintang Utara dan 104,23° sampai dengan 104,34° bujur Timur
dengan luas wilayah 239,50 km2.
6
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten
Kepulauan Riau
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Galang, Kota Batam
Daftar luas wilayah 7 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri
dari 5 kabupaten dan 2 kota pada tahun 2017 berdasarkan data yang dipublikasikan
oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Dari data di atas, maka kabupaten dengan luas wilayah terbesar adalah Kabupaten
Lingga dan kabupaten dengan luas wilayah terkecil adalah Kabupaten Kepulauan
Anambas, sedangkan kota dengan luas wilayah terbesar adalah Kota Batam dan kota
dengan luas wilayah terkecil adalah Kota Tanjung Pinang.
7
Gambar 2-1 Peta Administrasi Kepulauan Riau
Kota Tanjungpinang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang pada umumnya
merupakan daerah dengan dataran landai di bagian pantai, memiliki topografi yang
bervariatif dan bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar dari 0 – 2 % hingga 40
% pada wilayah pegunungan. Sedangkan ketinggian wilayah pada pulau-pulau yang
terdapat di Kota Tanjungpinang berkisar antara 0 - 50 meter di atas permukaan laut
hingga mencapai ketinggian 400-an meter diatas permukaan laut. Secara keseluruhan
kemiringan lereng di Kota Tanjungpinang relatif datar, umumnya didominasi kelerengan
yang berkisar antara 0 – 2 % dengan luas wilayah mencapai 75,30 Km², dan kemiringan
lereng 2 – 15 % mempunyai luas sekitar 51,15 Km². Sedangkan kemiriringan lereng 15 –
40 % memiliki luas wilayah paling sedikit yaitu 5,09 Km².
Pada umumnya wilayah Kota Tanjungpinang beriklim tropis basah, dengan temperatur
berkisar antara 18 – 30oC. Rata-rata kelembaban udara sekitar 86 %, sedangkan yang
tertinggi dapat mencapai tingkat kelembaban 99 % dan yang terendah di persentase 58
8
%. Gugusan kepulauan di Kota Tanjungpinang mempunyai curah hujan cukup dengan
iklim basah, berkisar antara 2000 - 2500 mm/th. Rata-rata curah hujan per hari ± 17,0
milimeter, dengan jumlah hari hujan sebanyak ± 16,8 hari per bulan. Curah hujan rata –
rata adalah berkisar pada angka 324,4 mm. Temperatur rata-rata terendah 22,5oC
dengan kelembaban udara 83 - 89%.
Jenis tanah tergolong kurang baik untuk pertanian dan perkebunan karena merupakan
tanah psedolik kuning merah. Curah hujan rata-rata 636-3050 mm per tahun, karena
merupakan bagian dari daerah iklim tropika basah yang berubah setiap setengah tahun.
9
2.1.3 Demografi
Sebagai modal dasar pembangunan, penduduk dapat dikatakan sebagai aset penting
dalam
menggerakkan roda pembangunan suatu daerah. Bukan hanya dengan jumlah yang
besar saja, akan tetapi tetapi kualitas yang baik jauh lebih berguna dan bermanfaat
dalam meningkatkan mutu kehidupan & kesejahteraan masyarakat secara umum.
Dari kepadatan penduduk setiap kecamatan terlihat bahwa penduduk terpadat berada
di Kecamatan Tanjungpinang Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 61.493 jiwa dan
luas wilayah 34,5 km2. Hal ini dapat diartikan bahwa di setiap Km 2 wilayah Kecamatan
Tanjungpinang Barat terdapat penduduk sebanyak 1.782 jiwa. Selanjutnya diikuti oleh
Kecamatan Tanjungpinang Timur, dengan 975 jiwa/Km 2 dan Kecamatan Bukit Bestari
serta Kecamatan Tanjungpinang Kota masing‐masing dengan 925 jiwa/Km2 dan 450
jiwa/Km2.
10
Sementara untuk perkiraan/proyeksi pertambahan kepadatan penduduk di masing-
masing kecamatan yang terdapat di Kota Tanjungpinang ditunjukkan pada tabel berikut
ini.
Tabel 2-2 Jumlah penduduk Tanjungpinang saat ini dan Proyeksi pertambahan penduduk 5 tahun ke depan
Jumlah Penduduk Jumlah KK Tingkat Kepadatan Penduduk/Ha
Kecamatan
2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017 Pertumbuhan 2013 2014 2015 2016 2017
Bukit Bestari 66321 68941 71665 74497 77440 16580 17235 17916 18624 19360 3,95% 17 18 18 19 20
Tanjungpinang Timur 83950 86525 89179 91915 94734 20988 21631 22295 22979 23683 3,07% 14 14 15 15 16
Tanjungpinang Kota 26337 29348 32704 36443 40610 6584 7337 8176 9111 10152 11,43% 9 10 11 13 14
Tanjungpinang Barat 64016 66644 69378 72225 75189 16004 16661 17345 18056 18797 4,10% 195 203 211 220 229
Sumber : Tanjungpinang dalam angka 2017
Proyeksi total jumlah penduduk Kota Tanjungpinang hingga tahun 2017 adalan
mencapai 287973 jiwa dengan Jumlah Total KK sebesar 71993 KK dan tingkat kepadatan
penduduk perhektar 278 Jiwa/Ha.
2.1.4.1 Kependudukan
Pada tahun 2016 jumlah penduduk Kota Tanjungpinang sebesar 204.735 jiwa.
Penyebaran penduduk belum merata pada setiap Kecamatan. Dari kepadatan penduduk
setiap kecamatan terlihat bahwa penduduk terpadat berada di Kecamatan
Tanjungpinang Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 46.292 jiwa dan luas daratan
4,62 km2 sehingga setiap km2 terdapat 10.020 jiwa. Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan
Tanjungpinang Timur, dengan 1.349 jiwa/km 2 dan Bukit Bestari serta Tanjungpinang
Kota masing-masing dengan 1.286 jiwa/km2 dan 445 jiwa/km2.
Tenaga kerja merupakan penggerak bagi roda pembangunan. Jumlah dan komposisi
tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring berlangsungnya proses
11
demografi. Kota Tanjungpinang yang merupakan pusat perekonomian, pendidikan dan
pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau, menjadi daya Tarik tersendiri bagi pencari
kerja, sehingga jumlah penduduk setiap tahunnya terus meningkat. Kalau dilihat dari
komposisi penduduk Kota Tanjungpinang, usia produktif mengisi tempat terbanyak
dibandingkan usia non produktif.
Pada tahun 2015, dilihat dari jumlah angkatan kerja di Kota Tanjungpinang yaitu sekitar
85.654 jiwa, sekitar 93,73% telah bekerja. Sedangkan yang sedang mencari pekerjaan
dan pengangguran hanya 6,27% dari angkatan kerja. Dari penduduk yang bekerja,
sebagian besar yaitu sekitar 28,26% bekerja di sector jasa. Berikutnya, sekitar 27,44%
bekerja di sector perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi.
2.1.5 Sosial
Kemajuan dan tingkat kesejahteraan social masyarakat suatu daerah dapat dilihat dari
berbagai indicator penting yang diturunkan dari indicator Pendidikan, Kesehatan,
Keagamaan dan Indikator Sosial lainnya. Seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai
Kota Tanjungpinang dibidang social secara singkat disajikan dalam bab ini.
2.1.5.1 Pendidikan
Pada tahun ajaran 2016/2017, jumlah murid SD/MI sebanyak 21.548 murid dan jumlah
murid SMP/MTs sebanyak 10.795 murid dan murid SMA/MA/SMK sebanyak 9.675
12
murid. Jumlah murid pada tahun ajaran ini mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya
2.1.5.2 Kesehatan
Jumlah rumah sakit sama seperti tahun sebelumnya yakni sebanyak 3 unit. Begitu juga
puskesmas sebanyak 7 unit. Sedangkan untuk tenaga dokter spesialis sebanyak 65
dokter, dokter gigi sebanyak 23 dan dokter umum sebanyak 65 orang.
2.1.5.3 Keagamaan
Sebagian besar penduduk di Kota Tanjungpinang memeluk agama islam, dimana pada
tahun 2016 jumlah penganutnya mencapai 78,53 %. Terbesar kedua yaitu pemeluk
agama Budha sekitar 13,28 %.
Pada tahun 2016, jumlah umat muslim yang berangkat ibadah haji mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah jamaah yang berangkat
haji yaitu sebanyak 141 orang
13
2.1.5.4 Kriminalitas
Salah satu masalah social lainnya adalah gangguan keamanan dan ketertiban. Selama
tahun 2016 terdapat 592 kasusu kejahatan yang dilaporkan, dan hanya 343 kasus yang
terselesaikan.
2.1.5.5 Perumahan
Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan keadaan social ekonomi
rumah tangga. Semakin baik kondisi dan keadaan rumh yang ditempati, menunjukkan
semakin baik keadaan social ekonomi rumah tangga tersebut. Sebagian besar penduduk
Kota Tanjungpinang telah menikmati listrik PLN. Sekitar 98,24% rumah tangga di Kota
Tanjungpinang menggunakan listrik PLN sebagai sumber penerangan. Untuk keadaan
rumah, terdapat sekitar 39,16% rumah tangga dengan luas berkisar 50-99 m2.
2.1.5.6 Kemiskinan
14
Luas wilayah Kecamatan Bukit Bestari sekitar 46,51 km2. Kelurahan Dompak merupakan
yang terluas di antara kelurahan yang lain, yaitu sekitar 37,44 km2. Sedangkan Kelurahan
Tanjung Unggat merupakan wilayah dengan luas terkecil, yaitu sekitar 1,28 km 2.
Kelurahan Tanjungpinang Timur memiliki hutan lindung yang dikelola dan dijaga oleh
Dinas Sumber Daya Alam Kota Tanjungpinang. Luas hutan lindung ini lebih kurang sekitar
54 ha.
Kecamatan Bukit Bestari terdiri dari 5 (lima) Kelurahan yaitu : Kelurahan Dompak,
Kelurahan Tanjungpinang Timur, Kelurahan Tanjung Ayun Sakti, Kelurahan Sei Jang, dan
Kelurahan Tanjung Unggat.
Kecamatan Bukit Bestari terletak di antara : 3o59’56’’ Lintang Utara serta 108o12’20’’
Bujur Timur. Batas-batas Kecamatan Bukit Bestari :
Kelurahan Dompak adalah satu dari Kelurahan di Kecamatan Bukit Bestari yang
mempunyai wilayah pulau terpisah dari pulau Bintan. Pulau Dompak direncanakan
sebagai pusat perkantoran Provinsi Kepulauan Riau dan diikuti oleh kantor
instansi/Dinas lainnya.
Ketinggian permukaan laut Kecamatan Bukit Bestari antara 1 s/d 30 meter, yang
terendah terdapat di kantor Camat Bukit Bestari 1 meter sedangkan yang tertinggi
terletak di Kelurahan Tanjungpinang Timur dan Kelurahan Sei Jang setinggi 30 meter.
15
2.2.2 Wilayah Administrasi
Terbentuknya Kecamatan Bukit Bestari adalah sebagai institusi eksekutif yang akan
menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan serta menjadi
harapan untuk dapat menjawab setiap permasalahan maupun tantangan yang muncul
sesuai dengan perkembangan social ekonomi, social budaya, politik dan lainnya dalam
masyarakat.
1. Kelurahan Dompak
2. Kelurahan Tanjungpinang Timur
3. Kelurahan Tanjung Ayun Sakti
4. Kelurahan Sei Jang
5. Kelurahan Tanjung Unggat
16
Gambar 2-2 Banyaknya RW dan RT di Kecamatan Bukit Bestari, 2016
2.2.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Bukit Bestari sebanyak 59.811 jiwa yang terdiri dari 30.100
jiwa laki-laki dan 29.711 jiwa perempuan. Rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 101
yang berarti di antara 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki
Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Sei Jang yaitu sebesar 18.348 jiwa di
antaranya laki-laki 9.398 jiwa dan perempuan 8.950 jiwa. Terbanyak kedua adalah
Kelurahan Tanjung Unggat sebesar 14.796 jiwa, Kelurahan Tanjung Ayun Sakti sebesar
13.248 jiwa, dan Kelurahan Tanjungpinang Timur sebesar 11.009 jiwa. Sedangkan
jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Kelurahan Dompak, yaitu hanya 2.410
jiwa.
Kelurahan yang paling padat penduduknya terdapat pada Kelurahan Tanjung Unggat,
yaitu sebesar 11.559 jiwa per km2. Sedangkan Kelurahan yang paling jarang
penduduknya adalah Kelurahan Dompak yaitu 64 jiwa per km 2.
17
Gambar 2-3 Persentase penyebaran penduduk di Kecamatan Bukit Bestari Tahun 2016
2.2.4 Sosial
2.2.4.1 Pendidikan
Jumlah murid SD/MI Negeri sebanyak 5671 sedangkan Swasta 1428 murid. Jumlah siswa
SLTA/MA Negeri 3317 dan Swasta 356 siswa.
Perguruan Tinggi yang ada di Kecamatan Bukit Bestari sebanyak 5 buah yaitu Stisipol,
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan, Stikes
Tanjungpinag dan Sekolah Tinggi Teknologi Indonesia (STIE).
18
2.2.4.2 Kesehatan
Salah satu indicator bagi kesejahteraan rakyat di suatu daerah adalah kondisi tingkat
kesehatan masyarakat suatu daerah, maka bisa dikatakan semakin tinggi pula tingkat
kesejahteraan rakyatnya.
Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Bukit Bestari antara lain : dua unit
Puskesmas yaitu di Kelurahan Sei Jang dan Kelurahan Tanjung Unggat, Puskesmas
pembantu 4 buah. Untuk Tenaga Medis yang membuka praktek di Kecamatan Bukit
Bestari atau yang berdomisili sebanyak 9 orang dokter dan 3 orang bidan.
2.2.4.3 Agama
2.2.5 Industri
19
2.3 Kelurahan Dompak
Dompak adalah kelurahan di kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang, Kepulauan
Riau, Indonesia. Kelurahan Dompak meliputi seluruh Pulau Dompak dan wilayah
Dompak Daratan. Pulau Dompak merupakan pusat pemerintahan provinsi Kepulauan
Riau. Dengan akan dibangunnya Pulau Dompak menjadi pusat pemerintahan, perairan
Dompak menjadi kawasan aktivitas anthropogenik yang komplek akibat aktivitas
pelayaran, industri tambang bauksit, pemukiman, pelabuhan kapal, dan kegiatan
lainnya yang berpotensi menghasilkan limbah. Pulau Dompak memiliki luas 957 hektar
berada di selatan Tanjung Pinang, dengan kondisi infrastruktur yang baru dibangun.
Batas-batas wilayah kelurahan Dompak sepert pada gambar, adalah sebagai berikut :
20
Gambar 2-4 Kelurahan Dompak
21
BAB 3
HASIL PENGUMPULAN DATA
Data sekunder adalah data yang bersumber dari studi atau penelitian yang telah
dilakukan sebelumya. Data-data sekunder dalam pekerjaan ini baik dari hasil studi
terdahulu yang relevan maupun hasil survei pendahuluan serta data penunjang lainnya
antara lain :
Peta
Peta administratif Desa/ Kecamatan/ Kabupaten
Peta/ Layout lokasi rencana Embung
Data hidrologi
Data Hujan
Data hujan yang digunakan yaitu data hujan stasiun meteorologi kijang-Tanjungpinang.
Stasiun meteorologi kijang berada pada koordinat 0°55'17.90" Lintang Utara dan
104°31'35.89" Bujur Timur. Data hujan yang digunakan yaitu dari tahun 2007-2016.
22
3.3 Lokasi Rencana Embung
Salah satu upaya yang saat ini bisa dilakukan untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan
SDA, konservasi SDA dan mengendalikan air hujan adalah dengan mulai merintis upaya-
upaya pengawetan air dengan cara melakukan identifikasi potensi embung-embung
yang ada di Wilayah Dompak. Sehingga pada saat musim hujan air dapat ditampung dan
dapat dimanfaatkan saat musim kemarau atau saat debit rendah. Karena dengan kondisi
hidrologi yang demikian membuat air hujan yang menjadi limpasan terbuang begtu saja
ke laut. Dengan keberadaan embung diharapkan air dapat tertampung di tampungan
embung dan dapat dimanfaatkan di lokasi-lokasi layanan yang sudah direncananakan.
3.3.1 Alternatif 1
23
Gambar 3-1 Alternatif 1 Rencana Lokasi Embung Dompak
3.3.2 Alternatif 2
24
Gambar 3-2 Alternatif 2 Rencana Lokasi Embung Dompak
3.3.3 Alternatif 3
25
Gambar 3-3 Alternatif 3 Rencana Lokasi Embung Dompak
3.3.4 Alternatif 4
26
Gambar 3-4 Alternatif 4 Rencana Lokasi Embung Dompak
27
3.4 Dokumentasi Survey Lapangan
Pelaksanaan kegiatan survey lapangan dilakukan pada bulan September 2017, dengan
mengikut sertakan dinas FTZ Dompak serta tim pengawas pekerjaan. Kegiatan survey
lapangan menelusuri wilayah yang akan dijadikan lahan dalam perencanaan kajian
embung ini. Berikut hasil dokumentasi kegiatan survei lapangan yang telah dilakukan :
28
Gambar 3-6 Survey Lokasi Embung melalui Foto Udara
29
Gambar 3-7 Survey Lokasi Embung melalui Foto Udara (2)
30
disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi
tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
31
Kegiatan pemeruman dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Menyiapkan sarana dan instalasi peralatan yang akan digunakan dalam
pemeruman.
2) Melakukan percobaan pemeruman untuk memastikan seluruh peralatan survey
siap digunakan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
3) Melaksanakan pemeruman setelah semua peralatan dan sarana dinyatakan
siap.
4) Melakukan barcheck sebelum dan sesudah pemeruman.
5) Melaksanakan pemeruman sesuai dengan lembar kerja dan mengisi log-book
untuk mencatat seluruh kejadian serta hal-hal penting yang ditemui dilapangan
6) Untuk mendapatkan garis nol kedalaman dilakukan pemeruman terpisah.
7) Penentuan Posisi dilakukan dengan metoda DGPS, dengan penyimpangan posisi
dari rute rencana tidak lebih dari 10 m.
8) Fix Point Position diambil tiap 10 m.
9) Kecepatan kapal pada saat bekerja tidak lebih dari 6 knot dan pergerakan kapal
pada saat bekerja diusahakan konstan
10) Objek penting seperti sarana dan prasarana navigasi, fishing trap yang
diketemukan pada saat survey, di rekam pada log book dan echogram.
11) Data bathymetri direduksi ke Chart Datum.
12) Survey bathymetri dilakukan dengan tingkat kedalaman informasi yang sesuai
untuk pembuatan peta bathymetri skala 1: 2.000.
32
Gambar 3-9 Survey Batimetri Embung Dompak
33
Gambar 3-10 Survey Batimetri Embung Dompak (2)
34
BAB 4
ANALISIS DAN KRITERIA DESAIN EMBUNG
Dari keempat lokasi yang teridentifikasi berpotensi sebagai embung, akan di nilai
kemampuan tampungan masing-masing lokasi. Berdasarkan hasil survey lokasi di
lapangan, investigasi geologi permukaan, pengumpulan data-data hidrologi, sosial
ekonomi dan lingkungan akan dikaji lebih lanjut kemampuan pelayanan masing-masing
lokasi.
Kajian untuk menentukan letak site yang akan digunakan untuk mendapatkan fungsi
tampungan yang direncanakan dilakukan melalui beberapa pertimbangan. Beberapa
unsur yang akan dikaji dalam studi kali ini untuk menentukan satu dari beberapa
alternatif lokasi site yang sudah dikaji antara lain adalah ;
1. Aspek Teknis
Aspek teknis diberi bobot koefisien kelompok = 0,5 artinya pengaruh aspek ini terhadap
bobot calon lokasi embung yang bersangkutan adalah 50%. Aspek Teknis meliputi hal
sebagai berikut:
- Kondisi Topografi
- Kondisi Geologi
- Kondisi Hidrologi
2. Aspek Ekonomi
Aspek Ekonomis diberi bobot koefisien kelompok = 0,3 artinya pengaruh aspek ini
terhadap bobot calon lokasi embung yang bersangkutan adalah 30%.
35
3. Aspek Sosial dan Lingkungan
Aspek Sosial diberi bobot koefisien kelompok = 0,2 artinya pengaruh aspek ini terhadap
bobot calon lokasi embung yang bersangkutan adalah 20%.
Dari beberapa unsur yang dikaji akan didata dan ditabulasi potensi dan karakteristik dari
tiap-tiap alternatif lokasi sehingga bisa dilakukan penilaian yang akan dijadikan dasar
untuk menentukan lokasi terpilih.
1. Aspek Teknis
A. Kondisi Topografi
Aspek yang ditinjau adalah :
Luas genangan embung
Semakin luas genangan embung akan semakin baik. Luas genangan dinilai secara
kualitatif dengan tiga kondisi yaitu :
Luas, A > 5 hektar diberi nilai = 3
Sedang, 3 ≤ A ≤ 5 hektar diberi nilai = 2
Kecil, A < 3 hektar diberi nilai = 1
Volume tampungan embung
Semakin besar nilainya semakin berarti banyak tampungan yang dihasilkan.
Volume tampungan embung dinilai secara kualitatif dengan empat kondisi yaitu
:
Sedikit, Vol < 25.000 m3 diberi nilai = 1
Sedang, 25.000 m3 ≤ Vol ≤ 50.000 m3 diberi nilai = 2
Cukup, 50.000 m3 ≤ Vol ≤ 75.000 m3 diberi nilai = 3
Banyak > 75.000 m3 diberi nilai = 4
36
B. Kondisi Geologi
Jenis tanah dasar untuk pondasi berpengaruh pada kedalaman pondasi embung.
Secara kualitatif dapat dinilai dengan tiga kondisi yaitu :
Pengertian gejala longsoran tebing adalah untuk mengetahui pengaruh dari laju
sedimen tersedimentasi. Secara kualitatif dapat dinilai dengan tiga kondisi yaitu:
37
Permeabilitas tanah secara visual
Jenis tanah pada site embung kecil dan daerah genangan menentukan tentang
tingkat porositas Jenis tanah pada daerah genangan/kelulusan air. Secara
kualitatif dapat dinilai dengan empat kondisi yaitu:
C. Kondisi Hidrologi
Pengertian inflow tahunan ialah besarnya potensi air permukaan yang ada di
suatu DTA yang diharapkan sebagai sumber air yang akan mengisi tampungan
bagi rencana embung. Secara kualitatif dapat dinilai dengan empat kondisi yaitu
:
38
Inflow tahunan ≤ 20% Volume tampungan, diberi nilai = 4
2. Kondisi Ekonomi
Konstruksi Embung
Semakin pendek keliling embung semakin kecil volume tubuh embung sehingga
semakin kecil dan ekonomis biaya konstruksinya. Secara kualitatif dapat dinilai
dengan tiga kondisi yaitu :
Semakin banyak jumlah daerah layanan pemerima air, semakin baik secara
kelayakan ekonomi. Secara kualitatif dapat dinilai dengan tiga kondisi yaitu :
39
Pembuatan jalan masuk
Jalan masuk menuju lokasi embung kecil rencana membutuhkan perbaikan dan
perkerasan dengan standar yang ada. Semakin jauh jarak jalan masuk semakin
besar biaya yang harus dikeluarkan. Secara kualitatif dapat dinilai dengan empat
kondisi yaitu :
Rencana embung kecil yang akan dibangun ini mempunyai tingkat urgensi
berdasarkan respon dari masyarakat penduduk setempat. Secara kualitatif dinilai
dengan empat kondisi yaitu:
40
Milik pemerintah, diberi nilai = 5
Rencana embung kecil yang akan dibangun ini diutamakan pada daerah yang
terkena rawan air. Secara kualitatif dinilai dengan tiga kondisi yaitu :
Dalam upaya identifikasi lokasi embung secara visual di lapangan, mengingat banyaknya
calon lokasi perlu dipertimbangkan kondisi sosial dan keberadaan sarana, prasarana dan
infrastruktur eksisting di lokasi studi sehingga pengembangan embung potensi agak
bersinergi dan mendukung dengan rencana pembangunan di suatu daerah.
Selain aspek-aspek teknis di atas, melalui informasi dan temuan fakta di lapangan yang
menjadi pertimbangan :
41
b. Menghindari lahan sawah, perkebunan atau lahan produktif lainnya khususnya irigasi
teknis. Lahan-lahan dengan kondisi tersebut sebaiknya dihindari untuk dijadikan
daerah genangan embung karena memiliki nilai produktifitas ekonomi cukup tinggi.
Tutupan lahan yang diutamakan ialah tegalan, semak belukar dan lahan tidur/tidak
produktif lainnya.
Daerah genangan diutamakan berupa lahan yang luas, lereng perbukitan yang
landai dengan jarak yang relatif pendek antara kedua bukit abutmen untuk lokasi
as embung kecil serta daerah tangkapan hujan yang luas adalah lokasi yang sesuai
untuk pembangunan embung.
42
Keberadaan batuan dasar yang kuat pada bukit abutmen dan endapan aluvial
sungai yang tidak terlalu tebal merupakan lokasi embung yang diutamakan.
Perbaikan fondasi harus diterapkan apabila ditemui kondisi yang kurang
menguntungkan dan perlu dipelajari kemungkinan adanya bocoran dan
kelongsoran di daerah genangan genangan.
Lokasi sumber material yaitu borrow area dan quarry sebaiknya cukup dekat
dengan lokasi embung, hal ini untuk memudahkan metode transportasi dan
menghemat biaya transportasi material tubuh embung.
Borrow area yang terletak pada daerah genangan akan meningkatkan volume
tampungan embung. Kuantitas dan kualitas borrow area dan quarry harus
diselidiki dengan teliti agar mencukupi kebutuhan material untuk tubuh embung.
Tata letak dan lokasi untuk pekerjaan sementara seperti : jalan masuk, saluran
pelimpah dan bangunan prasarana lainnya harus di perhitungkan dengan hati-hati
dalam tahap pelaksanaan konstruksi.
Lokasi embung sebaiknya terletak sedekat mungkin dengan daerah manfaat dan
terintegrasi dengan pengembangan tata ruang dan wilayah yang akan datang.
Desain embung kecil harus memenuhi persyaratan keamanan embung yang mencakup
3 (tiga) aspek keamanan yaitu :
43
(1) Aman dan stabil terhadap kegagalan hidrolik.
b) Pada keadaan muka air maksimum harus dicegah terjadinya limpasan pada
puncak tubuh embung akibat gelombang.
e) Tubuh embung harus kuat untuk menahan gaya akibat gelombang dan gempa.
b) Jarak antara pemukaan garis rembesan dengan permukaan lereng hilir tubuh
embung kecil harus cukup aman untuk mecegah terjadinya kelongsoran.
c) Rembesan melalui tubuh embung dan pondasi tidak boleh membawa butiran-
butiran tanah yang menyebabkan erosi buluh.
d) Tidak boleh ada bocoran air pada persinggungan antara pipa pengeluaran dan
tanah timbunan.
b) Gaya geser akibat beban horisontal pada pondasi harus lebih kecil dibanding
dengan gaya geser perlawanan material pondasi.
44
4.1.2.3 Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi muka air genangan maksimum rencana
dengan elevasi puncak mercu tubuh embung kecil. Penentuan tinggi jagaan ditetapkan
berdasarkan tiga kriteria kondisi keadaan muka air genangan dan dipilih mana yang
menentukan sebagai berikut :
(1) Pada kondisi muka air normal
H1 = ¾ Hw + Hs + He + Hu
H2 = ¾ Hw + Hs + Hu
H3 ≥ 0,75 m diatas muka air banjir BMB untuk pelimpah tanpa pintu
Dimana :
45
= sudut antara bidang tegak lurus sumbu embung kecil dengan arah
gelombang (°)
K = koefisien gempa
Elevasi puncak embung pada penampang yang paling tinggi perlu ditambah untuk
memperhitungan penurunan timbunan akibat konsolidasi. Penurunan tubuh embung
kecil akibat konsolidasi dihitung berdasarkan rumus berikut
A
S = gs .H2
2E
Dimana :
46
H = tinggi zone impervious (m )
A = luas penampang sampel hasil dari test triaxial UU (tekanan air pori pada
test.
Analisa Stabilitas Lereng dilakukan untuk mengetahui faktor keamanan lereng hulu dan
hilir tubuh embung kecil pada kondisi pembebanan tertentu. Pada umumnya analisa
stabilitas lereng dilakukan dengan asumsi garis gelincir berbentuk lingkaran yang melalui
material timbunan dan pondasi. Analisa stabilitas lereng dihitung untuk asumsi
keruntuhan lereng dan keruntuhan dasar pondasi.
1) Parameter Desain
Parameter design nilai cohesi c dan sudut geser dalam () untuk material
tanah timbunan homogen diperoleh dari uji triaxial UU dan CU.
UU test untuk analisa total stress pada kondisi segera setelah embung
kecil selesai dibangun .
CU test untuk analisa effective stress pada kondisi jangka panjang setelah
embung kecil beroperasi.
47
(2) Tegangan geser material filter
Parameter desain sudut geser dalam () material pasir-kerikil untuk filter
ditetapkan 30°.
Parameter desain sudut geser dalam () material rip-rap ditetapkan 40°.
2) Metoda Perhitungan
(1) Metode Analisa
F =K.W
K = Kh
48
ad
Kh =
g
ad = z . ac . v
dengan :
W = berat struktur
49
Tabel 4-1 Faktor Keamanan Minimum Stabilitas Lereng
Faktor Keamanan
Lingkaran Gelincir
Ijin
Muka Air Kondisi Rembesan & Gaya
Kasus
Genangan Tekanan Air Pori Gempa
Dengan
Tegangan Lereng Normal
Gempa
Kosong
selesai Udik
4 konstruksi Tekanan air pori Ru 50 % Total 1.20 1.50
Hilir
*) Panduan Perencanaan Waduk Dept PU, Dirjen Pengairan Direktorat Bina Teknik 1999
50
Gambar 4-1 Peta Zona Gempa Indonesia
51
4.1.3 Penilaian Alternatif Embung
Setelah mendapatkan gambaran yang cukup terkait lokasi-lokasi calon embung di atas,
maka dilakukan klasifikasi berkaitan dengan aspek pemanfaatan. Hasil klasifikasi akan
membagi seluruh usulan dan temuan embung yang ada menjadi tiga kelas, yaitu :
Berdasarkan review dari beberapa alternative, maka alternatif adalah lokasi terpilih
untuk merencanakan Embung Dompak.
Sistem pengukuran kedalaman dengan perum gema pada prinsipnya adalah dengan
mengukur waktu yang diperlukan untuk suatu gelombang suara merambat dari
transduser ke dasar perairan dan dipantulkan kembali ke echogram, sehingga diperoleh
profil kedalaman.
Sistem Komputer Navigasi yang digunakan memberikan informasi mengenai data satelit
GPS (Nomor, PDOP dan HDOP), koordinat dan grafik track lintasan pada lajur survey, dan
kecepatan kapal secara real time dan elevation mask satelit akan diset pada ketinggian
10 derajat. Rekaman data pada posisi fix akan diset pada interval jarak 5 m dan/ atau
pada interval waktu 3-5 detik dengan kecepatan kapal akan diatur rata rata 4-6 knot
atau sekitar 7-10 Km/jam.
52
Selain data real time untuk keperluan manuvering kapal survey dan data QC
dimunculkan pada monitor komputer, rekaman log data dengan interval tertentu pada
hard disk, juga data penting lainnya sebagai back up data, yang terdiri dari data:
a. Date/Time,
b. Fix Number,
c. Absolute coordinates in the positioning fixes in Geogrphic Grid,
d. Relative coordinates of the positioning fixes in UTM,
e. Differential mode correction, dan
f. Offset distances from the planned survey line measured depths.
93500
93400
-10-0
08 2
-16 -0 -1-0
5-0
55
8
-04 -05
-04
-04 -04
03
-07
09 -02 -07
12 -0
074 02
11 01 02
0911 08 07 03 04
11 10 05
12 -0
-048
09 05
06
93300
-1 3
-16 -1 2 -18 07
-10 04 01 06
-09 -07 06 07 05 03 -16 -1 2 -1 3 -16
-12 -12 05 11
-11
02
-15-11 05
-13 -02 09
-1 2 -11
-19 -1 4
-11 -11 -12 -03 12
-09-08-06-07 -03 -14 -14 03
-13 -02
-12-2 -07
-146 -10 3 -07
-06
-16 -08 -05
-1 5 -13
-15 -03
-12 -1
-14 -14 -14 5
-15 -14 -14 -1-1
4
3 -1-1 0
0
-1 5 06
-1 3 -10 -10
93200
PETA BATHYMETRI
1 : 2000 (A3)
53
Gambar 4-3 Hasil Pengukuran Batimetri dengan Background Citra
Pasang surut air merupakan variasi periodik permukaan air karena adanya pengaruh
gaya-gaya astronomis, sebagai akibat pengaruh kejadian geodinamis dan geotermis di
dalam perut bumi, pengaruh mekanis dan fisika kimiawi yang ditimbulkan oleh radiasi
matahari dan kerja atmosfer, dan pengaruh kosmis atau benda-benda angkasa yang
menyebabkan terjadinya gaya pembangkit pasang surut. Data pasang surut bersifat
sebagai gelombang yang berulang, nilai amplitudo dan periode dapat menentukan
karakteristik pasang surut yang dicerminkan dari konstanta-konstanta harmonisnya.
Perhitungan konstanta harmonis pasang surut pada survei hidrografi ini menggunakan
metoda admiralty atau perataan kuadrat terkecil (least square adjustment).
54
(t) = S0 SS0 + i=1 H i cos ( i t - pi )
N
dimana :
S0 = paras duduk tengah (mean sea level= MSL) terhadap suatu Bench Mark
t = waktu
Dengan mengabaikan suku yang dipengaruhi oleh faktor meteorologis, dapat dituliskan
dalam bentuk lain seperti berikut :
Dengan pengetahuan sifat harmonik di atas, maka analisis dapat dilakukan untuk
mendapatkan konstanta harmonik masing-masing komponen pasut yaitu amplitudo (A)
dan beda fase (g) serta memberikan ketinggian muka air penting. Perhitungan
konstanta harmonis pasang surut pada survei hidrografi ini menggunakan metoda
admiralty atau perataan kuadrat terkecil (least square adjustment).
55
1. Metode Admiralty
Analisis dengan metode Admiralty dengan bantuan tabel dan skema perhitungan
tertentu digunakan untuk mendapatkan konstanta harmonik dari sembilan komponen
pasut utama, yaitu M2, S2, K2, N2, O1, K1, P1, MS4 dan MS4. Setelah diperoleh
kesembilan komponen pasangsurut ini maka dilakukan peramalan elevasi muka air
terhadap suatu selang waktu yang lebih panjang dari selang waktu pengamatan
pasangsurut untuk mendapatkan elevasi muka air acuan. Perhitungan dengan metode
ini dapat dilakukan baik secara manual maupun dengan bantuan komputer.
M4 : konstanta harrnonik yang dipengaruhi oleh bulan sebanyak dua kali (2 x M2)
56
2. Metode Least Square
Analisis dengan metode Least Square didasarkan pada metode statistik dimana
diminimumkan kuadrat dari perbedaan antara data dan fungsi teoritis sedemikian
sehingga masalahnya dapat diformulasikan dengan sistem persamaan linier (SPL).
Solusinya diperoleh dengan menyelesaikan SPL dengan bantuan komputer. Output yang
dihasilkan juga seperti pada metode Admiralty di atas, namun dapat diperluas hingga
sekitar 60 komponen pasut dengan memperhatikan panjang data pengamatan.
Dalam analisis pasut umumnya, kedua metoda tersebut digunakan untuk saling
memperbandingkan akurasi hasilnya.
K1 + O1
F=
M2 + S2
0,25 < F < 1,5 : Pola pasut campuran yang cenderung semi diurnal
1,5 < F < 3,0 : Pola pasut campuran yang cenderung diurnal
Pola pasut semi diurnal (harian ganda) adalah pola dimana terjadi dua kali pasang tinggi
dan dua kali surut rendah dalam waktu sehari semalam (sekitar 24 jam), sedangkan pola
pasut diurnal (harian tunggal) adalah pola dimana terjadi sekali pasang tinggi dan sekali
surut rendah dalam waktu sekitar 24 jam.
57
Gambar 4-4 Bagan alir perhitungan dan penaksiran perilaku pasang surut laut
58
Tabel 4-4 Komponen Amplitudo Pasang Surut Embung Dompak
F 0.362
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kondisi pasang surut air laut,
didapat nilai HWS yaitu 3,3 meter. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa tinggi struktur embung yang direncanakan harus lebih dari 3,3 meter untuk
mengantisipasi air laut masuk ke dalam tampungan embung pada saat kondisi pasang
tertinggi.
59
4.4 Analisis Hidrologi
Metoda perhitungan yang umum dipakai dalam analisa debit banjir dari curah hujan
maksimum harian dan selanjutnya dengan analisa frekuensi dapat dihitung besarnya
curah hujan harian maksimum rencana. Data curah hujan yang diperlukan adalah data
hujan harian maksimum pada tiap tahun, sekurang-kurangnya selama 10 tahun
berturut-turut. Curah hujan rencana tersebut selanjutnya didistribusikan dalam selang
waktu tertentu.
Untuk melakukan analisis hidrologi dari suatu daerah, maka terlebih dahulu dilakukan
penentuan batas-batas daerah yang akan dianalisis yang dikenal dengan daerah
tangkapan air. Daerah tangkapan air, menurut Departemen Pekerjaan Umum, sendiri
adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pembatas topografi berupa punggung-punggung
bukit atau gunung yang menampung air hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian
mengalirkannya.
Pada rencana Embung Dompak, daerah tangkapan air diasumsikan seluas embung
dompak yaitu 46417.03 M2.
Metoda yang umum dipakai dalam melakukan analisa debit banjir adalah merancang
curah hujan maksimum harian rencana dengan periode ulang tertentu dari data curah
hujan harian maksimum di lokasi pekerjaan melalui analisa frekuensi. Perhitungan
curah hujan rancangan akan dilakukan terhadap data curah hujan harian maksimum
tahunan dan akan dihitung dengan kala ulang 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun. Untuk
mendapatkan curah hujan harian maksimum kita menggunakan metode rerata aljabar
terhadap stasiun yang berpengaruh. Data curah hujan maksimum yang digunakan
untuk keperluan analisa pada pekerjaan ini yaitu periode selama 10 tahun dari tahun
2007 s.d. 2016 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4-5.
60
Tabel 4-5 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Terurut
X
No. Tahun
(mm)
1 2007 92.96
2 2008 105.92
3 2009 109.98
4 2010 114.05
5 2011 124.21
6 2012 124.97
7 2013 139.19
8 2014 140.97
9 2015 148.08
10 2016 175.01
Jumlah 1275.33
Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan yang terjadi pada periode
ulang tertentu. Hasil analisa hujan rancangan akan digunakan dalam analisa debit banjir
rancangan dengan berbagai periode ulang.
X
i =1
i
X=
n
dimana :
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data
61
Standar Deviasi
X
n
2
i -X
i=l
Sd =
n -1
dimana :
Sd = standar deviasi
X = nilai rata-rata
Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data
Koefisien Skewness
(X - X)
n 3
i
(n - 1) (n - 2) i=l
Cs = 3
Sd
dimana :
Cs = Koefisien Skewness
Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i
n = Banyaknya Data
Koefisien Kurtosis
X - X
n
4
n2 i
i=l
Ck =
(n - 1) (n - 2) (n - 3) Sd 4
62
dimana :
Ck = Koeffisien Kurtosis
Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i
n = Banyaknya Data
Untuk menentukan metode yang sesuai, maka terlebih dahulu harus dihitung besarnya
parameter statistik yaitu koefisien kepencengan (skewness) atau Cs, dan koefisien
kepuncakan (kurtosis) atau Ck.
Distribusi Normal
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol (Cs 0
atau -0.05 < Cs < 0.05) dengan nilai kurtosis (Ck) = 2.7 < Cs < 3.0.
Distribusi Gumbel
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetisnya (skewness) Cs 1,1396 dan nilai kurtosisnya
Ck 5,4002.
Tidak mempunyai sifat khas yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan jenis
distribusi ini.
X = X SK
63
Keterangan :
YT Yn
K = Faktor frekuensi = Sn
YT = Reduced mean atau nilai reduksi data dari variabel yang diharapkan terjadi
T x 1
Ln Ln r
Tr x
pada periode ulang tertentu =
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi data, nilainya tergantung dari jumlah data (n)
Sn = Reduced Standar Deviation yang nilainya tergantung dari jumlah data (n)
X
i 1
i X 2
S = Simpangan baku = n 1
n = Jumlah data
CS = Koefisien kepencengan
CK = Koefisien kurtosis
Tabel 4-6 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Dengan Menggunakan Distribusi Gumbel Tipe I
64
Perhitungan :
n = 10.0000
X rerata = 127.5334
Sd = 23.9496
Sn = 0.9496
Yn = 0.4952
T YT Sd Yn Sn K X (mm)
2 0.3665 23.9496 0.4952 0.9496 -0.1355 124.2878
5 1.4999 23.9496 0.4952 0.9496 1.0581 152.8736
10 2.2504 23.9496 0.4952 0.9496 1.8483 171.8000
20 2.9702 23.9496 0.4952 0.9496 2.6064 189.9545
25 3.1985 23.9496 0.4952 0.9496 2.8468 195.7134
50 3.9019 23.9496 0.4952 0.9496 3.5876 213.4537
100 4.6001 23.9496 0.4952 0.9496 4.3228 231.0631
Distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson Tipe
III dengan menggantikan data menjadi nilai logaritmik. Persamaan distribusi Log Pearson
Tipe III dapat ditulis sebagai berikut :
Log Xt = Log X G S
Keterangan :
Log X
t 1
t Log X 2
= n 1
CS = koefisien kepencengan
65
n. logX logX 3
CK = koefisien kurtosis
n 2 logX logX 4
= n 1 n 2 n 3 S log X 4
66
4.4.3.3 Metode Log Normal 2 Parameter
Keterangan :
K = Faktor frekuensi, sebagai fungsi dari koefisien variasi (Cv) dengan periode ulang
t. Nilai k dapat diperoleh dari tabel yang merupakan fungsi peluang kumulatif dan
periode ulang.
Log X
t 1
t Log X 2
= n 1
CK = koefisien kurtosis
CV = koefisien variasi
σ
= μ
67
Tabel 4-10 Perhitungan Kurva Distribusi Log-Normal Dua Parameter
No. Xi Log Xi (Log Xi - rerata Log X) (Log Xi - rerata Log X) 2 (Log Xi - rerata Log X) 3 (Log Xi - rerata Log X) 4
1 92.964 1.9683 -0.13058 0.01705 -0.00223 0.00029
2 105.918 2.0250 -0.07392 0.00546 -0.00040 0.00003
3 109.982 2.0413 -0.05757 0.00331 -0.00019 0.00001
4 114.046 2.0571 -0.04181 0.00175 -0.00007 0.00000
5 124.206 2.0941 -0.00475 0.00002 0.00000 0.00000
6 124.968 2.0968 -0.00209 0.00000 0.00000 0.00000
7 139.192 2.1436 0.04472 0.00200 0.00009 0.00000
8 140.970 2.1491 0.05023 0.00252 0.00013 0.00001
9 148.082 2.1705 0.07161 0.00513 0.00037 0.00003
10 175.006 2.2431 0.14416 0.02078 0.00300 0.00043
TOTAL 1275.334 20.9889 0.00000 0.05804 0.00069 0.00080
T P k Log X X (mm)
2 0.5000 -0.0192 2.0973 125.1263
5 0.2000 0.8360 2.1660 146.5645
10 0.1000 1.2938 2.2028 159.5120
20 0.0500 1.6773 2.2336 171.2320
25 0.0400 1.7503 2.2395 173.5605
50 0.0200 2.1156 2.2688 185.6869
100 0.0100 2.4354 2.2945 197.0000
68
Tabel 4-12 Hasil Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rencana (mm/jam).
Analisa frekuensi data curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa distribusi probabilitas yang banyak digunakan dalam Hidrologi, yaitu :
Distribusi Gumbel Tipe I, Log Normal 2 Parameter dan Distribusi Log Pearson III.
Untuk mengetahui jenis sebaran data curah hujan yang ada dan distribusi frekuensi yang
sesuai maka perlu dilakukan uji distribusi frekuensi. Untuk pengujian jenis distribusi atau
69
sebaran data, perlu dihitung harga-harga koefisien varian (CV), koefisien skewness (Cs)
dan koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus sebagai berikut:
n
X Xi / n
i 1
Xi X
n
2
S i 1
n 1
S
Cv
X
n
n Xi X
3
Cs i 1
n 1 n 2 S 3
n
n 2 Xi X
4
Ck i 1
n 1 n 2 n 3 S 4
Dimana :
X = Rata-rata hitung
n = Banyaknya data
S = Deviasi standar
Cv = Koefisien variasi
Ck = Koefisien kurtosis
70
Untuk menentukan distribusi frekuensi yang sesuai maka perlu dilakukan perhitungan
parameter statistik yang diperlukan. Data hujan maksimum yang digunakan adalah data
hujan yang paling maksimum yang terjadi, seperti pada tabel berikut.
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau
y1q ang diperoleh secara teoritis.
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik
(non parametrik test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu, maka uji ini dapat digunakan pada daerah studi.
Prosedurnya adalah :
a. Data diurutkan dari besar ke kecil dan juga ditentukan masing-masing peluangnya.
X1 P(X1)
71
X2 P(X2)
Xm P(Xm)
Xn P(Xn)
X1 P'(X1)
X2 P'(X2)
Xm P'(Xm)
Xn P'(Xn)
e. Apabila Δmaks < Δkritis distribusi teoritis diterima. Δmaks > Δkritis distribusi teoritis
ditolak.
Rerata X = 127.533
Standar Deviasi (S) = 23.950
D Maks. = 0.0561
72
N (jumlah data) = 10
a (derajat kepercayaan) = 5%
D Kritis = 0.4090
Karena : D Maks. < D Kritis Maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan
persamaan distribusi dapat diterima
73
Tabel 4-16 Uji Smirnov-Kolmogorof Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III
D
Tahun X Log X G m S n (X) Pr Px (X)
I PX (X) - S n (X)
2007 92.964 1.968 -1.626 1.000 0.091 0.952 0.048 0.043
2008 105.918 2.025 -0.921 2.000 0.182 0.826 0.174 0.008
2009 109.982 2.041 -0.717 3.000 0.273 0.751 0.249 0.024
2010 114.046 2.057 -0.521 4.000 0.364 0.680 0.320 0.043
2011 124.206 2.094 -0.059 5.000 0.455 0.511 0.489 0.035
2012 124.968 2.097 -0.026 6.000 0.545 0.498 0.502 0.044
2013 139.192 2.144 0.557 7.000 0.636 0.295 0.705 0.068
2014 140.970 2.149 0.626 8.000 0.727 0.272 0.728 0.001
2015 148.082 2.171 0.892 9.000 0.818 0.179 0.821 0.003
2016 175.006 2.243 1.795 10.000 0.909 0.042 0.958 0.049
D Maks. 0.0682
Uji chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah distribusi
pengamatan dapat diterima oleh distribusi teoritis.
K
(EF OF) 2
(X 2 )Hit
i 1 EF
n
EF
k
K = 1 + 3,22 log n
dimana :
74
OF = nilai yang diamati (observed frequency)
n = banyaknya data
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2cr. Harga X2cr
dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi dengan derajat kebebasannya
(level of significant) seperti yang disajikan pada Tabel.
75
1. Distribusi Gumbel Tipe 1
Pembagian Kelas:
N (Jumlah Data) = 10
K (Jumlah Kelas) = 1 + 3,322 log N = 4.3220 5 Kelas
Peluang batas kelas:
P = 1 / kelas = 1 / 5 = 0.20 = 20%
Tabel 4-18 Besar Peluang dan Nilai Batas Kelas untuk Distribusi Gumbel Tipe I
P(%) T YT Sd Yn Sn K X (mm)
20 5.0000 1.4999 23.9496 0.4952 0.9496 1.0581 152.8736
40 2.5000 0.6717 23.9496 0.4952 0.9496 0.1859 131.9855
60 1.6667 0.0874 23.9496 0.4952 0.9496 -0.4294 117.2489
80 1.2500 -0.4759 23.9496 0.4952 0.9496 -1.0226 103.0420
Sehingga:
Sub kelas 1 : X < 103.0420
Sub kelas 2 : 103.0420 < X < 117.2489
Sub kelas 3 : 117.2489 < X < 131.9855
Sub kelas 4 : 131.9855 < X < 152.8736
Sub kelas 5 : X > 152.8736
c2hitung = 2.000
DK = K - (P + 1)
K (jumlah kelas) = 5
P (parameter yang terikat dalam agihan frekuensi) = 2
Untuk : DK = 2 dan = 5% ----> c2cr = 5.991
Ternyata c2hitung < c2cr ----> Distribusi Frekuensi Dapat Diterima
76
2. Distribusi Log Normal 2 arameter
Pembagian Kelas:
N = 11
K = 1 + 3,322 log N = 4.4595 5 Kelas
Peluang batas kelas:
= 1 / kelas = 1 / 5 = 0.2 = 20%
Tabel 4-20 Besar Peluang dan Nilai Batas Kelas untuk Distribusi Log Normal 2 ParameterI
Sehingga:
Sub kelas 1 X < 106.824
Sub kelas 2 106.824 < X < 118.701
Sub kelas 3 118.701 < X < 131.899
Sub kelas 4 131.899 < X < 146.565
Sub kelas 5 X > 146.565
Tabel 4-21 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat Untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter
c2hitung = 0.0909
DK = K - (P + 1)
K ( jumlah kelas ) = 5
P ( parameter yang terikat dalam agihan frekuensi ) = 2
Untuk : DK = 2 dan = 5% ----> c2cr = 5.991
Ternyata c2hitung < c2cr ----> Distribusi Frekuensi Dapat Diterima
Pembagian Kelas:
N = 10
K = 1 + 3,322 log N = 4.3220 = 5 Kelas
Peluang batas kelas:
= 1 / kelas = 1 / 5 = 0.2 = 20%
77
Tabel 4-22 Besar Peluang dan Nilai Batas Kelas untuk Distribusi Log Pearson Tipe III
Sehingga:
Sub kelas 1 X < 107.321
Sub kelas 2 107.321 < X < 118.722
Sub kelas 3 118.722 < X < 131.677
Sub kelas 4 131.677 < X < 146.428
Sub kelas 5 X > 146.428
Tabel 4-23 Perhitungan Uji Chi-Kuadrat Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III
c2hitung = 0.000
DK = K - (P + 1)
K ( jumlah kelas ) = 5
P ( parameter yang terikat dalam agihan frekuensi ) = 2
Untuk: DK = 2 dan = 5% ----> c2cr = 5.991
Ternyata c2hitung < c2cr ----> Distribusi Frekuensi Dapat Diterima
Uji Smirnov-Kolmogorof
78
4.4.7 Pola Distribusi Hujan
2
R24 t 3
RT = t * T
dimana :
79
4.4.8 Hujan Netto Jam-Jaman
Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-
off). Dengan asumsi bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung
mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linear and time invariant process),
maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan sebagai perkalian antara Koefisen Limpasan (C)
dengan Intensitas Curah Hujan (R).
Hasil dari perhitungan sebaran Hujan Netto Jam-jaman disajikan pada tabel berikut:
80
4.4.9 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
A.R0
Qp
3,6.(0,3.T p T0,3 )
Dengan :
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30%
dari debit puncak
Tp = tg + 0,8 tr
T0,3 = tg
Tr = 0,5 tg sampai tg
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). tg dihitung
dengan ketentuan sebagai berikut :
Dengan :
81
= Parameter hidrograf, untuk :
= 1,5 => Pada bagian naik hydrograf lambat, dan turun cepat
Dimana :
t = Waktu (jam)
( t Tp )
Q(t ) Q p .0,3
T0 , 3
82
( t Tp 0, 5.T0 , 3 )
Q(t ) Q p .0,3
1, 5.T0 , 3
Q(t ) Q p .0,3
2, 0.T0 , 3
Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, maka penerapannya terhadap suatu
daerah aliran harus didahului dengan suatu pemilihan parameter-parameter yang
sesuai yaitu Tp dan , dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf
yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati.
n
Qk
i 1
U i . Pn ( i 1)
Dimana :
83
Gambar 4-9 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu Embung Dompak
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air,
angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil
pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan
sedimen.
Hasil pengambilan sampel sedimen, baik sedimen layang maupun sedimen dasar
selanjutnya dilakukan test laboratorium, terutama mengenai konsentrasi sedimen
layang dan analisa saringan untuk sedimen dasar untuk mendapatkan gradasi butiran
dari masing-masing titik lokasi pengambilan sampel.
84
Secara teknis lingkup pekerjaan analisa sedimen ini meliputi :
Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa lokasi embung dompak tidak dialiri oleh aliran
sungai sehingga tidak diperlukan analisis sedimen transport. Air pada tampungan
embung direncanakan hanya bersumber dari air hujan.
Studi optimasi pemanfaatan ketersediaan air pada tampungan embung dilakukan guna
memperoleh suatu pola pemanfaatan yang paling menguntungkan (optimum). Metode
yang digunakan adalah dengan membuat dan memodelkan skema optimasi tampungan
85
embung menggunakan WEAP. Kondisi tampungan embung dimodelkan dengan debit
masuk (inflow) berasal dari air hujan dan pengeluaran (release) untuk kebutuhan air
industri.
Tahapan pelaksanaan optimasi tampungan embung dapat dilihat pada Gambar 4-11.
Bagan Alir Optimasi Tampungan Embung.
86
4.6.1 Analisis Neraca Air
Data sintesis dilakukan dengan masukan data hujan, evapotranspirasi dan parameter–
parameter model. Dalam studi ini debit dihitung dengan menggunakan model NRECA
yang dikembangkan oleh Norman Cawford (USA,1985) yang merupakan model hujan-
limpasan yang relatif sederhana, dimana jumlah parameter model hanya tiga atau
empat parameter dimana persamaan yang digunakan adalah persamaan keseimbangan
air.
Struktur model NRECA dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu perhitungan limpasan
langsung (dirrect runoff) dan limpasan bawah tanah (baseflow). Penjumlahan dari
limpasan langsung dan limpasan bawah tanah merupakan debit (limpasan) di suatu DPS.
Struktur model dan langkah perhitungan metode NRECA dapat dilihat pada Gambar
4-12 dan Tabel 4-26
HUJAN
C.run off
EVAPOTRANS PERMUKAAN DIRECT RUNOFF
TANAH
STREAM FLOW
INFILTRASI
PERKOLASI
K.base
GROUND WATER BASE FLOW RIVERFLOW
STORAGE
87
Tabel 4-26 Langkah perhitungan metode NRECA
No Keterangan Kolom
1 Nama bulan Januari sampai Desember
2 Presipitasi (hujan) bulanan rata-rata (mm)
3 Evapotranspirasi potensial (PET) (mm)
4 Penyimpanan kadar kelembaban tanah (moisture storage) (mm). Harga kelembaban tanah
ditetapkan dengan coba-coba dan sebagai kondisi awal dan digunakan untuk perhitungan
selanjutnya.
Moisture Storage (i) = Moisture Storage (i-1)+Delta Storage (i-1)
5 Rasio penyimpanan (Storage Ratio)
Moisture Storage (i)
Storage Ratio (i)
NOMINAL
6 Rasio Presipitasi(Rb)/Evapotranspirasi potensial=kolom(2)/kolom (3)
7 Rasio AET/PET
AET = Evopotranspirasi aktual. Rasio ini didapat dengan bantuan grafik 1, tergantung dari nilai
Rb/PET
8 AET(i)
AET(i) PET (i) . Harga ini hasil perkalian kolom (3) dan (7)
PET(i)
9 Neraca air (water balance) = R b – AET (kolom (2) – kolom (8)
10 Rasio kelebihan kelembaban tanah (excess moisture ratio).
1. Bila neraca air pada kolom (9) positif, maka harga kelebihan kelembaban tanah didapatkan
dengan bantuan grafik 2. Jika harga kesetimbangan air negatif, maka harga rasio ini sama dengan
nol
11 Kelebihan kelembaban tanah (excess moiture) didapatkan dengan mengalikan harga kolom (10)
dengan (9)
Excess Moiisture(i) = Excess Moisture Ratio (i) x Water Balance (i)
12 Perubahan tampungan = kolom (9) – kolom (11)
Delta Storage (i) = Water Balance (i) – Excess Moisture(i)
13 Pengisian air tanah (recharge to groundwater). Harga pengisian air tanah didapatkan dengan
mengalikan PSUB dengan kolom 11.
Recharge to Ground Water(i) = PSUB x Excess moisture (i)
14 Tampungan awal air tanah (begin storage GW). Harga tampungan awal air tanah ditetapkan
sebagai kondisi awal dan digunakan pada perhitungan selanjutnya.
15 Tampungan akhir air tanah (end storage Ground Water). Harga tampungan akhir air tanah
didapatkan dari penjumlahan antara kolom (13) dan kolom (14).
End Storage GW (i) = Recharge to GW (i) + Begin Storage GW(i)
16 Aliran air tanah (GW flow). Harga ini didapatkan dari perkalian antara GWF dengan kolom (15)
17 Direct Flow. Harga direct flow didapatkan dari pengurangan antara kolom (11) dengan kolom (13)
18 Debit Total. = kolom (16) + kolom (17)
19 Debit pengamatan (observed discharge). Harga debit pengamatan digunakan untuk proses
kalibrasi model.
Untuk mendapatkan parameter model yang dianggap dapat mewakili kondisi DAS,
biasanya hasil perhitungan debit dengan model NRECA diverifikasi dan dikalibrasi
dengan debit hasil pengukuran debit sesaat dilapangan.
88
Beberapa parameter model NRECA yang disesuaikan untuk merepresentasikan
karakteristik DAS yang dianalisa adalah sebagai berikut :
NOMINAL
- Adalah Index soil moisture capacity pada daerah tangkapan, dengan nilai :
100 + C*(hujan tahunan rata-rata)
- Dimana :
C = 0.2 , untuk daerah dengan hujan sepanjang tahun
C < 0.2 , untuk daerah dengan hujan musiman.
- Hujan NOMINAL dapat dikurangi hingga 25 % untuk daerah dengan
tetumbuhan terbatas dan penutup tanah yang tipis.
PSUB
- Adalah presentase run-off yang mengalir pada jalur aliran subsurface.
- PSUB = 0.5, untuk daerah tangkapan hujan yang normal/biasa
- 0.5 <PSUB 0.9 , untuk daerah dengan akuifer permeabel yang besar
- 0.3PSUB<0.5 , untuk daerah dengan akuifer terbatas dan lapisan tanah
yang tipis.
GWF :
- Adalah presentase air yang masuk menjadi aliran air tanah. Dengan nilai :
- GWF = 0.5, untuk daerah tangkapan hujan yang normal/biasa,
- 0.5<GWF0.8, untuk daerah yang memiliki aliran menerus yang kecil,
- 0.2GWF<0.5, untuk daerah yang memiliki aliran menerus yang dapat
diandalkan.
SMS (Soil Moisture Storage ) : Tidak Ada Batasan
Resume hasil analisa debit sintetis metoda NRECA pada studi ini dapat dilihat sebagai
berikut.
89
Gambar 4-13 Hasil Perhitungan Debit Sintesis NRECA
Kebutuhan air yang dimaksudkan disini adalah kebutuhan air untuk keperluan air
industri, karena nantinya direncanakan didirikan kawasan industri di sekitar wilayah
Embung. Kebutuhan air minimum untuk kondisi eksisting diestimasikan sebesar 4
L/detik untuk disuplai ke kawasan industri yang akan dibangun.
Untuk menentukan atau memilih kapasitas tampung desain suatu tampungan air (V d)
harus membandingkan ketiga hal, yaitu:
2. Volume cadangan untuk kehilangan air karena penguapan (V e), dan resapan (Vi)
b. Volume air yang tersedia (potensial) selama musim hujan (V h), yang merupakan
jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam tampungan air.
c. Daya tamping (potensi) topografi untuk menampung air (V p), yaitu volume
maksimum kolam lumbung air yang terbentuk karena dibangunnya suatu lumbung
air.
90
Dari ketiga besaran tersebut yaitu : Vn, Vh, dan Vp dipilih yang terkecil sebagai volume
atau kapasitas tamping desain suatu lumbung air (V d). Bilamana Vh / Vp yang
menentukan, maka kemampuan lumbung air melayani penduduk akan berkurang yaitu
tidak sebesar yang diperlukan (Vn).
91
Gambar 4-14 Kurva luas vs volume tampungan embung
4.6.4.1 Umum
Debit inflow pada simulasi kapasitas tampungan efektif menggunakan debit andalan
Q80. Sedangkan debit outflow adalah debit untuk keperluan air baku, irigasi, industri dan
besarnya evaporasi yang diperhitungkan.
92
Persamaan umum untuk kapasitas tampungan efektif adalah sebagai berikut :
St = S(t-1) + It – Ot – Et
0 St-1 C
dimana,
Komponen kesetimbangan air yang terdiri dari debit masuk (inflow) dan debit keluar
(outflow) dapat diuraikan seperti Gambar 4-15.
SUNGA
I
93
Dengan menggunakan software WEAP, akan dilakukan analisis optimasi kapasitas
tampungan efektif Embung Dompak. Optimasi kapasitas tampungan efektif Embung
Dompak akan dianalisis dengan mengasumsikan air yang ditampung dalam Embung
digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri-industri yang berada di sekitar Embung
Dompak secara kontinyu.
Data yang diperlukan untuk menjalankan program WEAP terdiri atas empat buah
kelompok data yaitu data sistem tata air, kebijaksanaan alokasi air, data kebutuhan air,
dan data ketersediaan air.
1) Data sistem tata air, meliputi komponen embung, industri, pengambilan air, dan
keterkaitannya dalam suatu jaringan sistem tata air.
Data Curah
Hujan
Embung Dompak
Demand Site
(Wilayah Industri)
Gambar 4-16 Skematisasi neraca air Embung Dompak pada DSS WEAP
94
Gambar 4-17 Konsep Pemodelan dengan background Citra
Tabel 4-28 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (L/dtk) Embung Dompak
Potensi Embung
Bulan Total Pasokan Air (L/dtk)
Jan I 3.47
Jan II 2.24
Feb I 1.89
Feb II 2.61
95
Potensi Embung
Bulan Total Pasokan Air (L/dtk)
Mar I 3.20
Mar II 3.28
Apr I 3.90
Apr II 3.92
Mei I 3.37
Mei II 3.59
Jun I 3.18
Jun II 3.22
Jul I 2.87
Jul II 2.88
Ags I 3.55
Ags II 2.53
Sept I 2.36
Sept II 2.70
Okt I 3.29
Okt II 3.16
Nov I 3.82
Nov II 3.89
Des I 4.00
Des II 3.80
Supply Delivered
Scenario: Dompak, Sub-yearly Average, All Sources (2)
Industri
0.0040
0.0038
0.0036
0.0034
0.0032
0.0030
0.0028
0.0026
Cubic Meters per Second
0.0024
0.0022
0.0020
0.0018
0.0016
0.0014
0.0012
0.0010
0.0008
0.0006
0.0004
0.0002
0.0000
January I January II February II March I March II April I April II May I May II June I June II July I July II August I August II September II October II Nov ember II December II
Gambar 4-18 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (m3/dtk) Embung Dompak
96
Reservoir Storage Volume
Scenario: Dompak, Sub-yearly Average
3,800 Embung Dompak
3,700
3,600
3,500
3,400
3,300
3,200
3,100
3,000
2,900
2,800
2,700
2,600
2,500
2,400
2,300
2,200
2,100
Cubic Meter
2,000
1,900
1,800
1,700
1,600
1,500
1,400
1,300
1,200
1,100
1,000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
January I January II February II March I March II April I April II May I May II June I June II July I July II August I August II September II October II Nov ember II December II
Data sintesis dilakukan dengan masukan data hujan, evapotranspirasi dan parameter–
parameter model. Dalam studi ini debit dihitung dengan menggunakan model NRECA
yang dikembangkan oleh Norman Cawford (USA,1985) yang merupakan model hujan-
limpasan yang relatif sederhana, dimana jumlah parameter model hanya tiga atau
empat parameter dimana persamaan yang digunakan adalah persamaan keseimbangan
air.
Struktur model NRECA dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu perhitungan limpasan
langsung (dirrect runoff) dan limpasan bawah tanah (baseflow). Penjumlahan dari
limpasan langsung dan limpasan bawah tanah merupakan debit (limpasan) di suatu DPS.
Struktur model dan langkah perhitungan metode NRECA dapat dilihat pada Gambar
4-12 dan Tabel 4-26
97
HUJAN
C.run off
EVAPOTRANS PERMUKAAN DIRECT RUNOFF
TANAH
STREAM FLOW
INFILTRASI
PERKOLASI
K.base
GROUND WATER BASE FLOW RIVERFLOW
STORAGE
No Keterangan Kolom
1 Nama bulan Januari sampai Desember
2 Presipitasi (hujan) bulanan rata-rata (mm)
3 Evapotranspirasi potensial (PET) (mm)
4 Penyimpanan kadar kelembaban tanah (moisture storage) (mm). Harga kelembaban tanah
ditetapkan dengan coba-coba dan sebagai kondisi awal dan digunakan untuk perhitungan
selanjutnya.
Moisture Storage (i) = Moisture Storage (i-1)+Delta Storage (i-1)
5 Rasio penyimpanan (Storage Ratio)
Moisture Storage (i)
Storage Ratio (i)
NOMINAL
6 Rasio Presipitasi(Rb)/Evapotranspirasi potensial=kolom(2)/kolom (3)
7 Rasio AET/PET
AET = Evopotranspirasi aktual. Rasio ini didapat dengan bantuan grafik 1, tergantung dari nilai
Rb/PET
98
No Keterangan Kolom
8 AET(i)
AET(i) PET (i) . Harga ini hasil perkalian kolom (3) dan (7)
PET(i)
9 Neraca air (water balance) = R b – AET (kolom (2) – kolom (8)
10 Rasio kelebihan kelembaban tanah (excess moisture ratio).
1. Bila neraca air pada kolom (9) positif, maka harga kelebihan kelembaban tanah didapatkan
dengan bantuan grafik 2. Jika harga kesetimbangan air negatif, maka harga rasio ini sama dengan
nol
11 Kelebihan kelembaban tanah (excess moiture) didapatkan dengan mengalikan harga kolom (10)
dengan (9)
Excess Moiisture(i) = Excess Moisture Ratio (i) x Water Balance (i)
12 Perubahan tampungan = kolom (9) – kolom (11)
Delta Storage (i) = Water Balance (i) – Excess Moisture(i)
13 Pengisian air tanah (recharge to groundwater). Harga pengisian air tanah didapatkan dengan
mengalikan PSUB dengan kolom 11.
Recharge to Ground Water(i) = PSUB x Excess moisture (i)
14 Tampungan awal air tanah (begin storage GW). Harga tampungan awal air tanah ditetapkan
sebagai kondisi awal dan digunakan pada perhitungan selanjutnya.
15 Tampungan akhir air tanah (end storage Ground Water). Harga tampungan akhir air tanah
didapatkan dari penjumlahan antara kolom (13) dan kolom (14).
End Storage GW (i) = Recharge to GW (i) + Begin Storage GW(i)
16 Aliran air tanah (GW flow). Harga ini didapatkan dari perkalian antara GWF dengan kolom (15)
17 Direct Flow. Harga direct flow didapatkan dari pengurangan antara kolom (11) dengan kolom (13)
18 Debit Total. = kolom (16) + kolom (17)
19 Debit pengamatan (observed discharge). Harga debit pengamatan digunakan untuk proses
kalibrasi model.
Untuk mendapatkan parameter model yang dianggap dapat mewakili kondisi DAS,
biasanya hasil perhitungan debit dengan model NRECA diverifikasi dan dikalibrasi
dengan debit hasil pengukuran debit sesaat dilapangan.
NOMINAL
- Adalah Index soil moisture capacity pada daerah tangkapan, dengan nilai :
100 + C*(hujan tahunan rata-rata)
- Dimana :
C = 0.2 , untuk daerah dengan hujan sepanjang tahun
C < 0.2 , untuk daerah dengan hujan musiman.
- Hujan NOMINAL dapat dikurangi hingga 25 % untuk daerah dengan
tetumbuhan terbatas dan penutup tanah yang tipis.
99
PSUB
- Adalah presentase run-off yang mengalir pada jalur aliran subsurface.
- PSUB = 0.5, untuk daerah tangkapan hujan yang normal/biasa
- 0.5 <PSUB 0.9 , untuk daerah dengan akuifer permeabel yang besar
- 0.3PSUB<0.5 , untuk daerah dengan akuifer terbatas dan lapisan tanah
yang tipis.
GWF :
- Adalah presentase air yang masuk menjadi aliran air tanah. Dengan nilai :
- GWF = 0.5, untuk daerah tangkapan hujan yang normal/biasa,
- 0.5<GWF0.8, untuk daerah yang memiliki aliran menerus yang kecil,
- 0.2GWF<0.5, untuk daerah yang memiliki aliran menerus yang dapat
diandalkan.
SMS (Soil Moisture Storage ) : Tidak Ada Batasan
Resume hasil analisa debit sintetis metoda NRECA pada studi ini dapat dilihat sebagai
berikut.
100
4.7.2 Analisis Kebutuhan Air
Kebutuhan air yang dimaksudkan disini adalah kebutuhan air untuk keperluan air
industri, karena nantinya direncanakan didirikan kawasan industri di sekitar wilayah
Embung. Kebutuhan air minimum untuk kondisi setelah pengerukan diestimasikan
sebesar 8 L/detik untuk disuplai ke kawasan industri yang akan dibangun.
Untuk menentukan atau memilih kapasitas tampung desain suatu tampungan air (V d)
harus membandingkan ketiga hal, yaitu:
b. Volume air yang tersedia (potensial) selama musim hujan (V h), yang merupakan
jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam tampungan air.
c. Daya tamping (potensi) topografi untuk menampung air (V p), yaitu volume
maksimum kolam lumbung air yang terbentuk karena dibangunnya suatu lumbung
air.
Dari ketiga besaran tersebut yaitu : Vn, Vh, dan Vp dipilih yang terkecil sebagai volume
atau kapasitas tamping desain suatu lumbung air (V d). Bilamana Vh / Vp yang
menentukan, maka kemampuan lumbung air melayani penduduk akan berkurang
yaitu tidak sebesar yang diperlukan (Vn).
101
Tabel 4-31 Luas dan Volume Tampungan Embung Dompak
ELEVASI VOLUME LUAS
(M) (M3) (M2)
0 0 64245.933
0.5 33460.7 66921.497
1 103099.2 69638.437
1.5 178233.4 72396.62
2 260427.0 75916.04
2.5 346923.8 78036.696
3 437847.5 80918.588
3.5 536201.1 83841.515
4 640663.3 86804.511
102
4.7.4 Simulasi Tampungan Efektif Embung
4.7.4.1 Umum
Debit inflow pada simulasi kapasitas tampungan efektif menggunakan debit andalan
Q80. Sedangkan debit outflow adalah debit untuk keperluan air baku, irigasi, industri dan
besarnya evaporasi yang diperhitungkan.
St = S(t-1) + It – Ot – Et
0 St-1 C
dimana,
103
Komponen kesetimbangan air yang terdiri dari debit masuk (inflow) dan debit keluar
(outflow) dapat diuraikan seperti Gambar 4-22.
SUNGA
I
Data yang diperlukan untuk menjalankan program WEAP terdiri atas empat buah
kelompok data yaitu data sistem tata air, kebijaksanaan alokasi air, data kebutuhan air,
dan data ketersediaan air.
1) Data sistem tata air, meliputi komponen embung, industri, pengambilan air, dan
keterkaitannya dalam suatu jaringan sistem tata air
104
Gambar 4-23 Konsep Pemodelan setelah pengerukan dengan background Citra
Tabel 4-32 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (L/dtk) Embung Dompak
Potensi Embung
Bulan Total Pasokan Air (L/dtk)
Jan I 5.40
Jan II 4.12
Feb I 3.82
Feb II 5.07
Mar I 5.41
105
Potensi Embung
Bulan Total Pasokan Air (L/dtk)
Mar II 5.97
Apr I 7.75
Apr II 7.06
Mei I 6.06
Mei II 6.42
Jun I 6.18
Jun II 5.46
Jul I 5.57
Jul II 5.32
Ags I 6.41
Ags II 4.89
Sept I 4.40
Sept II 4.53
Okt I 6.33
Okt II 5.74
Nov I 7.61
Nov II 7.53
Des I 7.61
Des II 6.37
Supply Delivered
Scenario: Dompak, Sub-yearly Average, All Sources (2)
0.0080 Industri
0.0075
0.0070
0.0065
0.0060
0.0055
0.0050
Cubic Meters per Second
0.0045
0.0040
0.0035
0.0030
0.0025
0.0020
0.0015
0.0010
0.0005
0.0000
January I January II February II March I March II April I April II May I May II June I June II July I July II August I August II September II October II Nov ember II December II
Gambar 4-24 Potensi Debit Pasokan Air Dua Mingguan (m3/dtk) Embung Dompak
106
Reservoir Storage Volume
Scenario: Dompak, Sub-yearly Average
3,800 Embung Dompak
3,700
3,600
3,500
3,400
3,300
3,200
3,100
3,000
2,900
2,800
2,700
2,600
2,500
2,400
2,300
2,200
2,100
Cubic Meter
2,000
1,900
1,800
1,700
1,600
1,500
1,400
1,300
1,200
1,100
1,000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
January I January II February II March I March II April I April II May I May II June I June II July I July II August I August II September II October II Nov ember II December II
107
BAB 5
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi di atas, ada beberapa hal yang kami tarik menjadi kesimpulan.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut diantaranya adalah:
2. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kondisi pasang surut air
laut, didapat nilai HWS yaitu 3,3 meter.
Data hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi yaitu data hujan stasiun
Kijang (2007-2016)
o R 2 = 124.288 mm
o R 5 = 152.874 mm
o R 10 = 171.800 mm
o R 20 = 189.955 mm
o R 25 = 195.713 mm
o R 50 = 213.454 mm
o R 100 = 231.063 mm
108
Perhitungan debit banjir rancangan tahunan dihitung dengan metode
Nakayasu adalah sebagai berikut :
4. Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa lokasi embung dompak tidak dialiri oleh
aliran sungai sehingga tidak diperlukan analisis sedimen transport. Air pada
tampungan embung direncanakan hanya bersumber dari air hujan.
109
8. Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan bahwa untuk kondisi tampungan setelah
dilakukan pengerukkan, embung dapat mensuplai air maksimum 7,75 liter/detik
untuk kawasan industri.
110