Anda di halaman 1dari 28

PENINGKATAN KAPASITAS P3A, GP3A

(PEMBINAAN SUBAK) DI PROVINSI BALI

TAHUN ANGGARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Materi
Pelatihan Tata Guna Air. Materi ini disusun 3 (tiga) bab yang terbagi atas Pendahuluan,
Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu
mempermudah peserta pelatihan dalam memahami tata guna air,
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun
dan Narasumber Validasi, sehingga materi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan materi di masa mendatang senantiasa terbuka dan
dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus
menerus terjadi. Semoga materi ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan
kompetensi subak di Bali.

Denpasar, 31 Agustus 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................v
BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Dasar Hukum.............................................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan...................................................................................................1
1.3 Ruang Lingkup Wilayah............................................................................................2
BAB II
ALOKASI AIR....................................................................................................................4
2.1 Umum........................................................................................................................4
2.2 Ketersediaan Air........................................................................................................4
2.2.1 Curah Hujan Rata-Rata Daerah..........................................................................4
2.2.2 Analisis Ketersediaan Debit Metode F.J. Mock.................................................4
2.2.3 Debit Andalan.....................................................................................................5
2.2.4 Metode Bulan Dasar Perencanaan (Basic Month)..............................................6
2.3 Kebutuhan Air...........................................................................................................7
2.3.1 Kebutuhan Air Irigasi.........................................................................................7
2.4 Neraca Air................................................................................................................14
2.5 Perhitunagn Ketersediaan dan Kebutuhan Air........................................................15
2.5.1 Daerah Aliran Sungai Penet..............................................................................15
2.5.2 Daerah Aliran Sungai Ayung............................................................................17
2.5.3 Daerah Aliran Sungai Pakerisan.......................................................................19
2.5.4 Daerah Aliran Sungai Aya Barat......................................................................21
BAB III
PENUTUP.........................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Debit Andalan Berbagai Keperluan....................................................................6
Tabel 2. 2 Koefisien tanaman padi......................................................................................9
Tabel 2. 3 Koefisien tanaman Palawija...............................................................................9
Tabel 2. 4 Harga Perkolasi dari berbagai jenis tanah........................................................11
Tabel 2. 5 Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Penet.......................15
Tabel 2. 6 Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Ayung.....................17
Tabel 2. 7 Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Pakerisan................18
Tabel 2. 8 Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Aya Barat...............20
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Peta DAS Ayung.............................................................................................2
Gambar 1. 2 Peta DAS Ayung.............................................................................................2
Gambar 1. 3 Peta DAS Pakerisan........................................................................................3
Gambar 1. 4 Peta DAS Daya Barat.....................................................................................3
YGambar 2. 1 Skema Tata Air DAS Penet.......................................................................16
Gambar 2. 2 Skema Tata Air DAS Ayung........................................................................18
Gambar 2. 3 Skema Tata Air DAS Pakerisan....................................................................19
Gambar 2. 4 Skema Tata Air DAS Aya Barat...................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Hukum
Dasar hukum dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :
- Undang – Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya
Air;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 Tahun 1982 Tentang
Pengaturan Air;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 Tahun 1982 Tentang Irigasi;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 4/PRT/M/2015
Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 8/PRT/M/2015
Tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 9/PRT/M/2015
Tentang Penggunaan Sumber Daya Air;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 10/PRT/M/2015
Tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan air dan Tata pengairan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pengelola Air/ Subak selama ini
dilakukan sebagai program pemberdayaan ditujukan untuk dapat mengembangkan
organisasi petani menjadi lembaga yang mandiri, mantap dan berkembang dengan
lebih menekankan pada keberfungsian dari pada sekedar formalitas saja sehingga
mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga untuk secara mandiri
dalam mengelola dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan anggota.
Sosialisasi perlu dilakukan terhadap seluruh pihak yang terkait pengelolaan
irigasi disemua tingkat dan sejauh mana manfaat yang diperoleh petani maupun
petugas pemerintah dengan adanya Perubahan yang berlangsung. Perlunya
penyamaan persepsi dari setiap pihak yang terlibat pengelolaan irigasi, menyusun
suatu rencana kerja pelaksanaan serta menyusun suatu pedoman-pedoman
pelaksanaan lainnya berdasarkan prosedur dan tata cara yang telah disepakati.

1.3 Ruang Lingkup Wilayah


Ruang lingkup wilayah di daerah irigasi yang ada di empat Daerah Aliran Sungai
(DAS) yaitu DAS Penet, DAS Ayung, DAS Pakerisan dan DAS Aya Barat.

Gambar 1. Peta DAS Ayung

Gambar 1. Peta DAS Ayung


Gambar 1. Peta DAS Pakerisan

Gambar 1. Peta DAS Daya Barat


BAB II
ALOKASI AIR

2.1 Umum
Perhitungan neraca air dilakukan untuk memeriksa apakah air yang tersedia cukup
memadai kebutuhan air irigasi dilokasi yang bersangkutan. Dibedakan adanya tiga unsur
pokok:
a) Tersedianya air
b) Kebutuhan air
c) Neraca air

2.2 Ketersediaan Air


2.2.1 Curah Hujan Rata-Rata Daerah
Ada tiga cara untuk menghitung curah hujan rata- rata daerah atau disebut area
mean rainfall yaitu (Soemarto, 1986):
1. Cara rata-rata Aljabar
2. Cara Poligon Thiessen
3. Cara Isohyet

Analisa penentuan curah hujan rerata daerah dalam studi ini menggunakan metode
Poligon Thiessen, karena metode ini menggunakan luas pengaruh stasiun sebagai
koefesien dalam proses perhitungan sehingga hasilnya diharapkan sesuai dengan kondisi
dilapangan.

2.2.2 Analisis Ketersediaan Debit Metode F.J. Mock


Dr. F.J. Mock, 1973 (dalam Sri Harto, 1988) memperkenalkan model sederhana
simulasi keseimbangan air bulanan untuk aliran dari data hujan. Metode ini menganggap
bahwa hujan yang jatuh pada daerah tangkapan sebagian akan hilang sebagai
evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran di permukaan tanah dan
sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah. Infiltrasi ini pertama-tama akan menjenuhkan
permukaan tanah terlebih dahulu baru kemudian menjadi perkolasi ke tampungan air
tanah yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar. Dalam hal ini harus ada
keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, aliran di permukaan
tanah dan infiltrasi sebagai kelengasan tanah dan pengisian air tanah. Aliran dalam sungai
adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah dan aliran dasar (Sri Harto Br.,
1988). Mock (1973) menjelaskan metode untuk menduga debit aliran sungai dengan
tahapan – tahapan sebagai berikut:
A. Evapotranspirasi Terbatas (Limited Evapotranspiration)
DS = P – ETp
E/ETp = (m/20) . (18 – n)
E = Etp . (m/20) . (18-h) ETt
ETa = ETp – E
B. Keseimbangan Air (Water Balance)
WS = P – SS (DS )
SS = SMCn – SMCn–1 SMC
n = SMCn-1 + P1

C. Neraca air di bawah permukaan


dVn = Vn – Vn-1 WS
I = i . WS dVn
Vn = 1/2 . (1 + k) . I + k . Vn-1

D. Aliran permukaan
Ro = BF + DRo
BF = 1 – dVn
DRo = WS – I

Keterangan:
DS = Hujan netto (mm)
P = Hujan (mm)
ETp = Evapotranspirasi potensial (mm)
ETa = Evapotranspirai terbatas (mm)
WS = Kelebihan air (mm)
SS = Kandungan air tanah (mm)
SMC = Kelembaban tanah (mm)
dV = Perubahan kandungan air tanah (mm)
V = Kandungan air tanah (mm)
I = Laju infiltrasi (mm/dt)
i = Koefisien infiltrasi (<1)
k = Koefisien resesi aliran air tanah (<1)
DRo = Aliran langsung (mm)
BF = Aliran air tanah (mm)
Ro = Aliran permukaan (mm)
n = Jumlah hari kalender dalam 1 bulan
m = Bobot lahan yang tidak tertutup vegetasi (0 < m < 50 %)

2.2.3 Debit Andalan


Debit andalan diartikan sebagai debit yang tersedia guna keperluan tertentu
(seperi irigasi, PLTA, air minum) sepanjan tahun, dengan resiko kegagalan yang telah
diperhitungkan. Besarnya andalan yang diambil adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Debit Andalan Berbagai Keperluan
No Kegunaan Keandalan
1 Penyediaan air minum 99%
2 Penyediaan air industri ( 95 % - 98 % )
3 Penyediaan air irigasi untuk :
a. Daerah beriklim lembab ( 70 % - 85 % )
b. Daerah beriklim terang ( 80 % - 95 % )
4 Pusat Listrik Tenaga Air ( PLTA ) ( 80 % - 90 % )
Sumber: Soemarto, 1986

2.2.4 Metode Bulan Dasar Perencanaan (Basic Month)


Pada penelitian ini perhitungan debit andalan menggunakan metode bulan dasar
perencanaan dengan prinsip sebagai berikut:
Qrt ≈ Qr → Tahun normal
Qrt < Qr → Tahun Kering
Qrt > Qr → Tahun Basah
Keterangan:
Qrt = Q rata-rata tahunan
Qr = Q rata-rata (semua tahun)
Keandalan debit pada metode ini berdasarkan kondisi debit dengan uraian dibawah ini:
1. Q air musim kering adalah Q yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari
dalam 1 tahun → keandalan = (255/365) x 100% = 97,3%
2. Q air rendah adalah Q yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari
dengankeandalan 75,3%
3. Q air rendah adalah Q yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dengan
keandalan 50,7%
4. Q air rendah adalah Q yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95 hari
dengankeandalan 26,0%
Dalam menentukan besarnya debit andalan Metode Basic Month digunakan
probabilitas metode Weibull (Soewarno,1986) dengan rumus:

Keterangan:
P = peluang (%)
m = nomor urut data
n = jumlah data
2.3 Kebutuhan Air
2.3.1 Kebutuhan Air Irigasi
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan, yaitu
dengan memberikan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang di olah
dan mendistribusikannya secara sistematis. Pemberian air yang berlebihan pada tanah
yang diolah dapat merusak tanaman.
Untuk menghitung kebutuhan air irigasi menurut rencana pola tata tanam, ada beberapa
faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Pola tata tanam yang direncanakan
2. Luas areal yang akan ditanami
3. Kebutuhan air pada petak sawah
4. Efisiensi irigasi
Kebutuhan air irigasi yang perlu di sediakan pada pintu pengambilan (intake) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Dengan :
DR = kebutuhan akan air irigasi pada pintu pengambilan ( m³/det )
Wr = kebutuhan air irigasi pada lahan pertanian ( l/dt/ha )
Eff = efisiensi irigasi
A = luas areal yang akan di berikan air ( ha )

Pada daerah yang mengalami ketersediaan air rendah, maka terdapat tiga alternatif
pemecahan masalah, yaitu :
1. Luas daerah irigasi di kurangi
Dengan mengurangi luas lahan maka jelas kebutuhan air berkurang, karena
kebutuhan air irigasi merupakan perkalian kebutuhan air tanah dikalikan dengan
luas lahan
2. Modifikasi Pola tata tanam
Melakukan perubahan pemilihan pola tata tanam atau tanggal tanam dalam rangka
mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah sehingga ada kemungkinan air dapat
dimanfaatkan untuk luas lahan lebih optimal lagi
3. Rotasi teknis atau golongan
Pengaturan penggunaan air pada suatu daerah dengan mengurangi kebutuhan
puncak irigasi pada suatu waktu, sehingga dapat mengurangi debit air yang harus
dikeluarkan untuk mengairi lahan.
A. Kebutuhan air tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang di butuhkan untuk pertumbuhan
tanaman, yaitu untuk mengganti air yang hilang akibat evapotanspirasi.
Evapotaranspirasi merupakan gabungan antara proses penguapan dari permukaan
tanah (evaporasi) dan penguapan yang berasal dari daun tanaman. Transpirasi
dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman dan umur tanaman.
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan air tanaman adalah sebagai
berikut:
Etc = k x Eto
Keterangan:
K = koefisien tanaman
Eto = evapotanspirasi ( mm/hr)

Dalam penyelesaian studi ini untuk menghitung besarnya evapotranspirasi digunakan


metode Penman modified yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah Indonesia
(Suhardjono : 1990)
Eto = c x Eto*
Eto* = w. ( 0,75. Rs – Rn1 ) + ( 1 – w ). f ( u ). ( ea – ed )
Keterangan :
c = angka koreksi Penman
w = faktor yang berhubungan dengan suhu ( t ) dan elevasi tanah
Rs = radiasi gelombang pendek (mm/hr)
= ( 0,25 + 0,54 (n/N) ) . Ra
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir (angka angot).
Besar angka angot ini berhubungan dengan letak lintang daerah.
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hr)
= f ( t ) . f ( ed ) . f ( n/N )
f(t) = fungsi suhu → σ . 𝑇4
f ( ed ) = fungsi tekanan uap → 0,34 – 0,44 ( 𝑒𝑑 )0,5
f ( n/N)= fungsi kecerahan → 0,1 + 0,9 ( n/N )
f ( u ) = fungsi kecepatan angin → 0,27 ( 1 + 0,864 u )
(ea-ed)= perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya
ed = ea . RH
RH = kelembaban udara relatif ( % )

Prosedur perhitungan Eto berdasarkan Penman modifikasi adalah sebagai berikut :


1 Mencari data suhu rerata bulanan ( t )
2 Berdasarkan nilai ( t ) dicari nilai ( ea ), ( w ), ( l – w ) dan f ( t )
3 Mencari data kelembaban relatif ( Rh )
4 Berdasarkan nilai ( ea ) dan ( Rh ) dicari ( ed )
5 Berdasarkan nilai ( ed ) dicari nilai f ( ed )
6 Mencari letak lintang daerah yang ditinjau
7 Berdasarkan letak lintang dicari nilai ( Ra )
8 Mencari data kecerahan matahari ( n/N )
9 Berdasarkan nilai ( Ra ) dan ( n/N ) dicari besaran ( Rs )
10 Berdasarkan nilai ( n/N ) dicari nilai f ( n/N )
11 Mencari data kecepatan angin rerata bulanan ( u )
12 Berdasarkan nilai ( u ) dicari besaran f ( u )
13 Menghitung besaran Rn1 = f ( t ) . f ( e ) . f ( n/N )
14 Mencari besarnya angka koreksi C
15 Menghitung Eto*
16 Menghitung Eto = c x Eto*

B. Koefisien Tanaman
Besarnya koefisien tanaman untuk jenis tanaman akan berbeda – beda, yang
besarnya berubah setiap periode pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Tabel 2. Koefisien tanaman padi
Nedeco/Prosida FAO
Bulan Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
0.5 1.2 1.2 1.1 1.1
1 1.2 1.27 1.1 1.1
1.5 1.32 1.33 1.1 1.05
2 1.4 1.3 1.1 1.05
2.5 1.35 1.3 1.1 0.95
3 1.24 0 1.05 0
3.5 1.12 0.95
4 0 0
Sumber : FAO Guidline for Crop Water Requipments ( 1977 )

Tabel 2. Koefisien tanaman Palawija


Koefisien tanaman
Setengah Kac.
bulan ke Kedelai Jagung Tanah Bawang Buncis Kapas
1 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
2 0.75 0.59 0.51 0.51 0.64 0.50
3 1.00 0.96 0.66 0.69 0.89 0.58
4 1.00 1.05 0.85 0.90 0.95 0.75
5 0.82 1.02 0.95 0.95 0.88 0.91
6 0.45 0.95 0.95 1.04
7 0.95 1.05
8 0.95 1.05
9 1.05
10 0.78
11 0.65
Koefisien tanaman
Setengah Kac.
bulan ke Kedelai Jagung Tanah Bawang Buncis Kapas
12 0.65
13 0.65
Sumber : FAO Guidline for Crop Water Requipments ( 1977 )

C. Pola Tata Tanam


Pola tata tanam adalah pola mengenai rencana tata tanam yang terdiri dari
pengaturan waktu tanam, jenis tanaman, tempat atau lokasi tanaman dan luas areal
tanaman yang memperoleh hak atas air. Tujuan pemakaian pola tata tanam adalah
untuk menghemat persediaan air irigasi sehingga pemakaian bisa efisien dengan hasil
produksi tetap tinggi.
Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolaan air irigasi
terutama pada musim kemarau, dimana air irigasi yang tersedia sangat sedikit
sedangkan areal yang diairi luasnya relatif sama dengan musim penghujan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pola tata tanam adalah:
1. Pengaturan waktu
Pengaturan waktu dimaksudkan mengatur waktu penanaman sesuai jadwal yang
ditetapkan karena harus dipilih waktu yang sesuai dan menguntungkan bagi tiap
jenis tanaman dan untuk menghemat pemakaian air irigasi
2. Pengaturan jenis tanaman
Kebutuhan air tanaman tidak ada yang sama, oleh karena itu perlu diperhatikan
antara kebutuhan air tanaman yang akan ditanam dengan persediaan airnya.
Pada saat persediaan air sedikit, maka tanaman yang harus ditanam adalah yang
membutuhkan air sedikit, misalkan palawija dan tebu.
3. Pengaturan luas tanam
Persediaan air irigasi yang sedikit harus diperhitungkan untuk menanam dengan
luasan yang sesuai pula. Pada musim kemarau luasan tanam tentu lebih kecil
dari saat musim penghujan dimana air tersedia berlebih.
Pola tanam memberikan gambaran tentang jenis dan luasan tanaman yang akan
diusahakan dalam satu tahun dan diharapkan dapat menjamin kebutuhan air irigasi
serta mendapatkan hasil panen yang besar. Tata tanam yang direncanakan merupakan
jadwal tanam yang disesuaikan kesediaan airnya. Tujuan penerapan pola tata tanam
adalah:
1. Melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan
2. Meningkatkan efisiensi irigasi
3. Menghindari ketidakseragaman tanaman
D. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan dan Persemaian
Waktu atau lamanya pekerjaan pengolahan lahan dipengaruhi oleh jumlah tenaga
kerja, hewan pengela dan peralatan yang digunakan. Dalam studi ini lamanya waktu
penyiapan lahan ( T ) adalah 30 hari. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan termasuk
pembibitan adalah 250 mm, 200 mm digunakan untuk penjenuhan dan pada awal
pembibitan akan ditambahi 50 mm.
Untuk menentukan besarnya kebutuhan air selama pengolahan lahan, digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1986). Metode tersebut
didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt selama periode penyiapan lahan yang
diperjelas pada rumus berikut :

Keterangan:
IR = kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hr)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan ( mm/hr )
M = Eo + P
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1
Eto selama penyiapan lahan (mm/hr)
P = perkolasi ( mm/hr )
k = MT / S
T = Jangka waktu penyiapan lahan ( hari )
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan yang besarnya berdasarkan
tekstur tanah

E. Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh ( antara permukaan
tanah ke permukaan air tanah ). Faktor – faktor yang mempengaruhi adalah tekstur
tanah, permeabilitas tanah, tebal lapisan tanah bagian atas dan letak permukaan tanah.
Harga perkolasi dari berbagai jenis tanah dilihat dari tabel

Tabel 2. Harga Perkolasi dari berbagai jenis tanah


Perkolasi
No Macam Tanah (mm/hr)
1 Sandy loam 3-6
2 Loam 2-3
3 Clay 1-2
Sumber : Soemarto :1986
F. Pergantian Lapisan Air
Pergantian lapisan air (WLR) sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah.
Beberapa saat setelah penanaman air yang digunakan pada permukaan sawah menjadi
kotor dan biasanya mengandung zat – zat yang tidak diperlukan untuk tanaman
bahkan dapat merusak tanaman. Pergantian lapisan air digunakan untuk mengganti air
genangan yang terbuang itu. Pergantian lapisan air hanya diperlukan untuk tanaman
padi sedang pada palawija proses ini tidak diperlukan. Pergantian lapisan air
diperlukan pada saat terjadi pemupukan dan penyiangan yaitu satu sampai dua bulan
setelah pembibitan. Pergantian air diperkirakan sebesar 50 mm. Bila digunakan
periode 10 harian maka WLR sebesar 50 mm dibagi menjadi 30 hari = 1,67 mm /hr.

G. Curah Hujan Efektif


Curah hujan efektif adalah curah hujan yang digunakan tanaman untuk
petumbuhan. Apabila curah hujan yang turun intensitasnya rendah, maka air habis
menguap dan tidak dapat dipergunakan untuk pertumbuhan tanaman.
Besarnya curah hujan efektif untuk tanaman ditentukan sebesar 80% dari curah
hujan rerata per 10 harian bulanan dengan kemungkinan kegagalan 20% atau dapat
juga di sebut curah hujan R80. Untuk perhitungan curah hujan efektif ini
menggunakan metode Basic Mounth dengan rumus :

Keterangan:
R80 = curah hujan andalan dengan probabilitas 80% ( mm )
n = jumlah data/ pengamatan
Untuk tanaman padi, nilai curah hujan efektifnya dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Re = ( 0,7 x R80 )
Sedangkan untuk tanaman palawija, nilai curah hujan efektifnya dapat dihitung
dengan persamaan sebagi berikut :
Re = R50
Keterangan:
Re = curah hujan efektif ( mm )
R80 = curah hujan probabilitas 80% ( mm )
R50 = curah hujan probabilitas 50% ( mm )
n = banyaknya pengamatan

H. Kebutuhan Air di Sawah (Need Field Requiretment = NFR)


Perhitungan kebutuhan air di sawah didasarkan pada prinsip kesetimbangan air
yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut ( Hussein :1984 )
WR = Etc + pd + p + Nr – Re
Keterangan:
WR = kebutuhan air di sawah ( mm )
Etc = kebutuhan air untuk tanaman ( mm )
pd = kebutuhan air untuk pengolahan lahan ( mm ) p = perkolasi ( mm )
Nr = kebutuhan air untuk pembibitan ( mm ) Re = curah hujan efektif ( mm )
Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dihitung dengan rumus berikut :

untuk tanaman padi

untuk tanaman padi untuk palawija

Keterangan:
Etc = kebutuhan air untuk tanaman ( mm )
Eff = efisiensi irigasi ( % )

I. Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi dinyatakan sebagai presentase antara debit air irigasi yang sampai
dilahan pertanian dengan debit air irigasi yang keluar dari pintu pengambilan yang
dinyatakan dalam %. Besarnya efisiensi irigasi sebagai berikut :
 Jaringan tersier = 80%
 Jaringan Sekunder = 90%
 Jaringan Primer = 90%

Secara kuantitatif efesiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat diketahui dan
merupakan parameter yang susah diukur. Akan tetapi sangat penting dan di asumsikan
untuk menambah 40 % sampai 100 % terhadap keperluan air irigasi di bendung.
Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan :
1. Kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesaan,
evavorasi dan pengambilan air tanpa izin, dan lain – lain.
2. Kehilangan akibat pengoperasian termasuk pengambilan air yang berlebihan.
Efisiensi pemakaian air adalah perbandingan antara jumlah air sebenarnya yang
dibutuhkan tanaman untuk evapotranspirasi dengan jumlah air sampai pada sesuatu
intlet jalur. Untuk mendapatkan gambaran efesiensi irigasai secara menyeluruh
diperlukan gambaran secara menyeluruh dari gabungan saluran irigasi dan drainase
mulai dari bendung : saluran irigasi primer, sekunder, tersier dan kuarter ; petak tersier
dan jaringan irigasi / drainase dalam petak tersier.
Pada pemberian air terhadap efesiensi saluran irigasi nampaknya mempunyai
dampak yaitu berdasarkan terhadap luas areal daerah irigasi, metoda pemberian air
secara rutinitas atau kontinyu dan luasan dalm unit rotasi.
Apabila air diberikan secara kontinyu dengan debit kurang lebih konstan maka tidak
akan terjadi masalah pengorganisasian. Kehilangan air tehrjadi akibat adanya
rembesan dan evaporasi. Efesiensi distribusi irigasi juga di pengaruhi oleh :
1. Kehilangan rembesan
2. Ukuran grup inlet yang menerima air irigasi lewat csatu intlet pada sistem
petak tersier.
3. Lama pemberian air dalam grup intlet.
Adapun efesiensi irigasi bisa di katakan ditunjukkan oleh nilai koefisien PIA, PIR
dan PAR. PIA menunjukkan nisbah antara pasok irigasi dengan luas lahan terairi,
dalam hal ini semakin kecil nilai PIA maka efisiensi manajemen akan semakin besar.
Sementara itu PIR atau disebut juga Relative Irrigation Supply (RIS)
menunjukkan nisbah antara pasok irigasi total dengan kebutuhan air tanaman, dan
PAR atau Relative Water Supply (RWS) merupakan nisbah total pasok air (irigasi
ditambah curah hujan efektif) terhadap kebutuhan air tanaman.

2.4 Neraca Air


Neraca air menggambarkan sebuah prinsip bahwa selama periode waktu tertentu
masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan perubahan air
cadangan. Nilai perubahan air cadangan dapat bertanda positif atau negatif. Menurut Sri
Harto, 1988, secara umum persamaan neraca air dirumuskan sebagai berikut:
I = O ± ∆S
Keterangan :
I = masukan
O = keluaran
∆S = perubahan cadangan air

Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkannya untuk


pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan. debit andalan untuk tiap setengah
bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah
proyek irigasi adalah tetap karena luas maksinum daerah layanan (command area) dan
proyek akan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. (Kementerian PU,Kp-
01-1986).
Bila debit sungai tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit maka ada
3 pilihan yang bisa dipertimbangkan :
1. Luas daerah irigasi dikurangi: bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa
diairi (luas maksimum daerah layanan) tidak akan diairi
2. Melakukan modifikasi dalam pola tanam: dapat diadakan perubahan dalam
pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi
di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas
dengan debit yang tersedia.
3. Rotasi teknis golongan: untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi.
Rotasi teknis atau golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks
dan dianjurkan hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10.000 ha atau
lebih.
2.5 Perhitunagn Ketersediaan dan Kebutuhan Air
Menurut Asdak (2004), Kebutuhan air adalah banyaknya air yang dibutuhkan
untuk keperluan irigasi, air baku pemenuhan kebutuhan masyarakat, industri.
Kebutuhan air irigasi sebagaian besar dipasok oleh air permukaan yang dipengaruhi
faktor-faktor seperti klimatologi, kondisi tanah, koefisien tanaman, pola tanam, luas
daerah irigasi, efesiensi irigasi, jadwal tanam.
Ketersediaan air adalah gambaran umum yang menyangkut jumlah air yang terdapat
di suatu wilayah yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya. Ketersediaan air
di suatu wilayah akan terkait dengan kondisi fisik lingkungannya diantaranya luas
wilayah, morfologi dan curah serta proses alamiah dalam siklus air yang terjadi di
sebuah daerah aliran sungai (DAS).
Total ketersediaan dan kebutuhan air setiap kegiatan pada Wilayah Sungai Bali-
Penida dalam hal ini terdapat pada masing-masing daerah aliran sungai di DAS Penet,
DAS Ayung, DAS Pakerisan dan DAS Aya Barat adalah sebagai berikut :

2.5.1 Daerah Aliran Sungai Penet


Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Penet
Lua Penggunaa Ketersediaan
CA
No Nama Daerah s DI n Air Air Keteranga
. Irigasi km n
ha 2 m3/dtk m3/dtk
1 DI. Batunya 81 2.3 0.104 0.0737 Defisit
2 DI. Peneng 382 3.3 0.492 0.1314 Defisit
3 DI. Belong 18 1.6 0.023 0.3813 Surplus
DI. Luwus Canang 103 10.
4 1.333 0.7192 Defisit
Sari 5 8
5 DI. Kacangan 310 9.3 0.399 0.5331 Surplus
17.
6 DI. Penarungan 324 0.417 10.079 Surplus
7
7 DI. Kapal 734 0.7 0.946 0.7732 Defisit
8 DI. Kukub 19 4.4 0.024 0.1369 Surplus
9 DI. Babakan 22 0.1 0.028 0.1251 Surplus
12.
10 DI. Ulun Uma 78 0.1 0.3103 Surplus
6
110 25.
11 DI. Munggu 1.422 15.240 Surplus
4 9
12 DI. Gunung Kangin 29 14. 0.037 0.4526 Surplus
Lua Penggunaa Ketersediaan
CA
No Nama Daerah s DI n Air Air Keteranga
. Irigasi km n
ha 2 m3/dtk m3/dtk
2
13 DI. Bangah 35 0.6 0.045 0.4606 Surplus
14 DI. Bengkaling 56 3.5 0.072 0.5545 Surplus
15 DI. Tasakan Punjuan 67 0.7 0.086 0.5475 Surplus
16 DI. Baru Kedokan 154 6.3 0.198 0.9107 Surplus
17 DI. Pama Palian 270 6.2 0.348 12.266 Surplus
18 DI. Bunyuh 181 0.6 0.233 10.069 Surplus
19 DI. Gangga 146 3.9 0.188 0.1223 Defisit
20 DI. Gangsang 207 3.6 0.267 0.1144 Defisit
21 DI. Uma Desa 17 0.2 0.022 0.0387 Surplus
22 DI. Bena 80 2.3 0.103 0.0996 Defisit
23 DI. Cangi 611 4.9 0.787 11.430 Surplus
DI. Tinjak
24 448 8.7 0.577 12.005 Surplus
Menjangan
25 DI. Tungkub 602 1.2 0.776 0.9066 Surplus
26 DI. Mundeh 199 0.5 0.256 0.6933 Surplus
27 DI. Dayang 14 1.8 0.018 0.0561 Surplus
28 DI. Jaka 44 1.5 0.057 0.0928 Surplus
29 DI. Senapahan 210 0.9 0.271 0.0941 Defisit
30 DI. Nyitdah 700 8.9 0.902 0.3133 Defisit
31 DI. Gadon I 410 2.4 0.528 0.8332 Surplus
32 DI. Gadon II 299 1.3 0.385 0.7539 Surplus
33 DI. Mela Atas 37 8.4 0.048 0.2628 Surplus
34 DI. Mela Bawah 97 0.3 0.125 0.2441 Surplus
Gambar 2. Skema Tata Air DAS Penet

2.5.2 Daerah Aliran Sungai Ayung


Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Ayung
Penggunaa Ketersediaa
Lua
No Nama Daerah CA n n Keteranga
s DI
. Irigasi Air Air n
2 3 3
ha km m /dtk m /dtk
13.
1 DI. Bunutin 167 0.193 0.35 Surplus
1
2 DI. Mengani 84 2.9 0.097 0.078 Defisit
10.
3 DI. Tirtayasa 128 0.148 0.279 Surplus
4
4 DI. Tirtamangu 242 7.8 0.28 0.408 Surplus
5 DI. Bukian 116 5.3 0.134 0.142 Surplus
6 DI. Pangsut Sari 120 2 0.139 0.404 Surplus
7 DI. Bukian I 115 1.1 0.133 0.029 Defisit
8 DI. Sandakan 154 2.4 0.178 0.063 Defisit
9 DI. Nungnung I 20 4.7 0.023 0.125 Surplus
Penggunaa Ketersediaa
Lua
No Nama Daerah CA n n Keteranga
s DI
. Irigasi Air Air n
ha km2 m3/dtk m3/dtk
10 DI. Nungnung II 30 3.8 0.035 0.101 Surplus
11 DI. Puitan 120 0.9 0.139 0.024 Defisit
12 DI. Buangga 312 9.7 0.361 0.268 Defisit
13 DI. Buangga Bawah 312 0.8 0.361 0.129 Defisit
14 DI. Gerana 1027 9.8 1.190 0.301 Defisit
10.
15 DI. Giri Kusuma 120 0.139 0.272 Surplus
2
16 DI. Tirta Petak 94 0.7 0.109 0.216 Surplus
14.
17 DI. Buahan 267 0.309 0.633 Surplus
3
11.
18 DI. Pengalu 46 0.053 0.302 Surplus
1
19 DI. Penginyahan 51 0.6 0.059 0.293 Surplus
20 DI. Penyambangan 128 2.6 0.148 0.286 Surplus
21 DI. Selasih 113 5.3 0.13 0.363 Surplus
22 DI. Bunteh 129 0.2 0.149 0.313 Surplus
23 DI. Tinjak Kayu I 150 3.6 0.174 0.81 Surplus
24 DI. Sengkulung 15 2.2 0.017 0.058 Surplus
25 DI. Tinjak Kayu II 104 1.2 0.12 0.081 Defisit
97.
26 DI. Sengempel 47 0.054 4.412 Surplus
9
27 DI. Kedewatan 3635 1.1 4.211 4.658 Surplus
28 DI. Taman II 99 6.9 0.115 1.046 Surplus
10.
29 DI. Latu 120 0.139 1.054 Surplus
3
30 DI. Taman I 40 1.3 0.046 0.039 Defisit
11.
31 DI. Mambal 5963 6.908 4.132 Defisit
3
32 DI. Peraupan 230 13 0.266 2.137 Surplus
33 DI. Oongan 1781 2.5 2.063 2.630 Surplus
Gambar 2. Skema Tata Air DAS Ayung

2.5.3 Daerah Aliran Sungai Pakerisan


Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Pakerisan
Penggunaa Ketersediaa
Lua
Nama Daerah CA n n Keteranga
No. s DI
Irigasi Air Air n
2 3 3
ha km m /dtk m /dtk
10.69
1 DI Basang Abu 25 0.033 0.557
0 Surplus
2 DI. Mancingan 50 5.586 0.093 0.846 Surplus
3 DI. Pulagan Kuma 203 0.707 0.376 1.237 Surplus
4 DI. Lawas 28 0.707 0.052 0.761 Surplus
5 DI. Kulub 90 0.228 0.167 1.063 Surplus
6 DI. Manik Tawang 66 0.397 0.122 0.297 Surplus
7 DI. Mantring 170 6.646 0.315 0.6 Surplus
8 DI. Kesah 21 0.99 0.039 0.075 Surplus
9 DI. Siangan 479 4.740 0.888 2.285 Surplus
Penggunaa Ketersediaa
Lua
Nama Daerah CA n n Keteranga
No. s DI
Irigasi Air Air n
ha km2 m3/dtk m3/dtk
10 DI. Pejeng 738 0.434 1.368 1.677 Surplus
11 DI. Bandung 650 8.120 1.205 1.959 Surplus
12 DI. Bona 145 4.781 0.269 1.809 Surplus
13 DI. Delod Siangan 42 4.203 0.078 1.093 Surplus
14 DI. Banbatu 70 0.511 0.129 1.131 Surplus
15 DI. Sulangai 37 0.124 0.069 1.132 Surplus
16 DI. Cutak 33 0.333 0.061 1.206 Surplus
17 DI. Tegal Buana 34 1.212 0.062 1.262 Surplus
18 DI. Buron Alit 36 0.435 0.067 1.310 Surplus
19 DI. Sudimara 30 0.917 0.056 1.391 Surplus
20 DI. Pelengan 30 0.532 0.056 1.456 Surplus
21 DI. Pacung 43 1.016 0.08 0.054 Defisit
22 DI. Batan Buah 18 0.959 0.033 0.082 Surplus
23 DI. Dukun 69 0.768 0.127 0.133 Surplus
24 DI. Tedung 55 0.598 0.102 0.178 Surplus
25 DI. Medahan 144 3.314 0.267 3.534 Surplus

Gambar 2. Skema Tata Air DAS Pakerisan


2.5.4 Daerah Aliran Sungai Aya Barat
Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi di DAS Aya Barat
Lua Penggunaa Ketersediaa
No Nama Daerah s CA n n Keteranga
. Irigasi DI Air Air n
ha km2 m3/dtk m3/dtk
104
1 DI. Benel 7.546 0.773 0.945
7 Surplus
2 DI. Mertakara 84 6.019 0.062 0.108 Surplus
3 DI. Pk. Jajang 85 1.331 0.063 0.0229 Defisit
24.56
4 DI. Puspasari 127 0.094 1.069
9 Surplus

Gambar 2. Skema Tata Air DAS Aya Barat


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Daerah Aliran Sungai Penet dengan luas DAS 186,35 km2 dan panjang sungai
53,58 km, dengan 34 bendung yang ada maka pola tata tanamnya adalah Padi I-
Padi II-Padi III dengan mulai tanam I adalah bulan Oktober I.
2. Daerah Aliran Sungai Ayung dengan luas DAS 306,149 km2 dan panjang sungai
71,791 km, dengan 33 bendung yang ada maka pola tata tanamnya adalah Padi I-
Padi II-Palawija dengan mulai tanam I adalah bulan Nopember I.
3. Daerah Aliran Sungai Pakerisan dengan luas DAS 67,923 km 2 dan panjang sungai
44,60 km, dengan 23 bendung yang ada maka pola tata tanamnya adalah Padi I-
Padi II-Padi III dengan mulai tanam I adalah bulan Desember I.
4. Daerah Aliran Sungai Aya Barat dengan luas DAS 68,093 km2 dan panjang sungai
19,685 km, dengan 4 bendung yang ada maka pola tata tanamnya adalah Padi I-
Palawija dengan mulai tanam I adalah bulan Nopember I.
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta.
Balai Wilayah Sungai Bali-Penida. 2019. Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) Wilayah
Sungai Bali-Penida (DAS Penet, DAS Ayung, DAS Pakerisan dan DAS Aya
Barat) Tahun 2019/2020.

Anda mungkin juga menyukai