Anda di halaman 1dari 76

Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

MODUL HIDROLOGI DAN HIDROLIKA SUNGAI

PELATIHAN PENGENDALIAN BANJIR

2017

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

MODUL 05
Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Hidrolika dan Hidrologi Sungai sebagai materi inti/substansi
dalam Pelatihan Pengendalian Banjir. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang SDA.

Modul hidrolika dan hidrologi sungai disusun dalam 3 (tiga) bagian yang terbagi
atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang
sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
hidrolika dan hidrologi sungai. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini
lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.

Bandung, September 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc.


NIP. 19670908 199103 1 006

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................v
PETUNJUK PENGGUNAAN...................................................................................vi
PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat................................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran.........................................................................................1
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok..................................................................2
E. Estimasi Waktu...................................................................................................2
MATERI POKOK 1 HIDROLOGI DAN HIDROLIKA SUNGAI................................3
1.1 Banjir Rencana...................................................................................................3
1.1.1 Hubungan Empiris Curah Hujan-Limpasan...........................................3
1.1.2 Cara Hidrograf Satuan Synder............................................................17
1.1.3 Pengamatan Langsung di Lapangan..................................................18
1.1.4 Debit Dominan.....................................................................................19
1.1.5 Periode Ulang......................................................................................21
1.1.6 Cara Sederhana Perhitungan Debit Banjir..........................................27
1.2 Aliran Steady dan Unsteady.............................................................................30
1.2.1 Aliran Tunak (Steady Flow).................................................................30
1.2.2 Aliran Tidak Tunak (Unsteady Flow)...................................................47
1.3 Flood Routing...................................................................................................56
1.4 HEC-HMS, HEC RAS......................................................................................57
1.5 Latihan..............................................................................................................58
1.6 Rangkuman......................................................................................................58
PENUTUP...............................................................................................................59
A. Simpulan..........................................................................................................59
B. Tindak Lanjut....................................................................................................59
EVALUASI FORMATIF..........................................................................................60
A. Soal..................................................................................................................60

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.......................................................................61


DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
KUNCI JAWABAN

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iv


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

DAFTAR TABEL

12
15
16
28

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi v


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

DAFTAR GAMBAR

4
11
14
15
17
19
25
29
29
30
32
34
36
38
40
41
42
49
51
52
54
55

PETUNJUK PENGGUNAAN

Deskripsi
Modul hidrolika dan hidrologi sungai ini terdiri dari 1 (satu) materi pokok yang
membahas hidrolika dan hidrologi sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vi


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang


berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami
hidrolika dan hidrologi sungai. Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan yang
menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari
materi pada materi pokok.

Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan
baik materi yang merupakan materi inti/substansi dari Pelatihan Pengendalian
banjir. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih
dahulu materi yang berkaitan dengan hidrolika dan hidrologi sungai dari sumber
lainnya.

Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan diskusi dan On The Job Training (OJT).

Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.

Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami hidrologi dan hidrolika sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vii
Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan semakin bertambahnya volume dan kompleksitas tugas-
tugas lembaga pemerintahan dan silih bergantinya regulasi yang begitu cepat
perlu upaya-upaya preventif untuk memperlancar tugas-tugas yang harus
diemban oleh Pegawai Negeri Sipil.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, Pegawai


Negeri Sipil harus memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
hal tersebut dapat terwujud dengan melalui pembinaan yang dilaksanakan
berkelanjutan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 yang
dinyatakan bahwa manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan secara berhasil guna dan berdaya guna.

B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta pelatihan dengan pengetahuan/wawasan
mengenai hidrologi dan hidrolika sungai, melalui metode ceramah interaktif,
diskusi dan On The Job Training (OJT). Keberhasilan peserta pelatihan dinilai dari
kemampuan memahami hidrologi dan hidrolika sungai.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan
mampu memahami hidrologi dan hidrolika sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 1


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu menjelaskan
hidrologi dan hidrolika sungai.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul hidrologi dan hidrolika sungai ini akan membahas materi:
1. Banjir Rencana:
a. Hubungan empiris curah hujan-limpasan,
b. Cara hidrograf satuan synder,
c. Pengamatan langsung di lapangan,
d. Debit dominan,
e. Periode ulang,
f. Cara sederhana perhitungan debit banjir.
2. Aliran steady dan unsteady:
a. Aliran tunak (steady flow),
b. Aliran tidak tunak (Unsteady flow).
3. Flood routing;
4. HEC-HMS, HEC-RAS.

E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Hidrologi dan Hidrolika Sungai” ini adalah 10 (sepuluh) jam
pelajaran (JP) atau sekitar 450 menit.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


MATERI POKOK 1
HIDROLOGI DAN HIDROLIKA SUNGAI

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu menjelaskan hidrologi dan hidrolika sungai.

1.1 Banjir Rencana


Untuk menentukan banjir rencana ada banyak metode perhitungan. Untuk
mengetahui metode-metode perhitungan lebih detail pembaca dapat membaca
buku-buku hidrologi diantaranya Chow dkk. (1988), McGuen (1989) dan beberapa
buku hidrologi dalam bahasa Indonesia seperti Subarkah (1980), Harto (1993),
Loebis (1984). Beberapa metode perhitungan banjir rencana, diantaranya:
1. Hubungan empiris curah hujan-limpasan (Metode-metode: Rasional,
Weduwen, Melchior, dsb.).
2. Dengan menggunakan hidrograf satuan untuk menghitung hidrograf banjir.
3. Dengan pengamatan langsung di lapangan.

1.1.1 Hubungan Empiris Curah Hujan-Limpasan


1. Metode rasional
Metode ini sudah dipakai sejak pertengahan Abad 19 dan merupakan metode
yang sering dipakai untuk perencanaan banjir daerah perkotaan (Chow dkk.,
1988; Grigg, 1996). Walaupun banyak yang mengkritik akurasinya, namun
metode ini tetap dipakai karena kesederhanaannya. Metode ini dipakai untuk
DAS yang kecil. Untuk perencanaan banjir daerah perkotaan dan bangunan
fasilitas air misal gorong-gorong, drainase saluran terbuka (Grigg, 1996;
Loebis, 1984; Soebarkah, 1980).

Metode ini juga menunjukkan parameter-parameter yang dipakai metode-


metode perkiraan banjir lainnya, yaitu: koefisien run off, intensitas hujan dan
luas DAS. Kurva frekuensi intensitas - lamanya (frekuensi i - t) dipakai untuk
perhitungan limpasan (run-off) dengan rumus rasional dan untuk perhitungan
debit puncak. Metode rasional dipakai untuk daerah perkotaan dengan luas

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 3


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

DAS kurang dari 200 acres atau + 81 ha (Subarkah, 1980; Grigg, 1996),
dengan persamaan:
Q=0 .278 CIA 1.1
dimana:
C = koefisien run-off (dari tabel atau dengan rumus)  besarnya antara 0 - 1.
I = intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Q = debit maksimum (m3/detik)

Asumsi-asumsi metode ini (Chow dkk., 1988; Loebis, 1984):


 Curah hujan mempunyai intensitas yang merata di seluruh daerah aliran
sungai untuk durasi tertentu.
 Debit yang terjadi (debit puncak) bukan hasil dari intensitas hujan yang
lebih tinggi dengan durasi yang lebih pendek dimana hal ini berlangsung
hanya pada sebagian DAS yang mengkontribusi debit puncak tersebut.
 Lamanya curah hujan = waktu konsentrasi dari daerah aliran. Dengan kata
lain waktu konsentrasi merupakan waktu terjadinya run-off dan mengalir
dari jarak antara titik terjauh dari DAS ke titik inflow yang ditinjau.
 Puncak banjir dan intensitas curah hujan mempunyai tahun berulang yang
sama.

Asumsi-asumsi itu dapat digambarkan berikut ini.

Gambar I.1 - Deskripsi DAS untuk penggunaan metode rasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 4


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Metode-metode lainnya yang didasarkan pada Metode Rasional dalam


memperkirakan debit puncak banjir di sungai antara lain Melchior, Weduwen,
dan Haspers dengan kriteria (KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/1986):
 Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km²,
dan
 Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km²
 Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5000 ha (50 km 2)
dengan persamaan dasarnya adalah:
Q=C∗β∗q∗A 1.2
dimana:
C = angka pengaliran atau koefisien run-off (tak berdimensi)
 = koefisien reduksi
q = curah hujan terpusat maksimum di DAS (m/det dari  m3/det/km2)
A = luas daerah aliran (km2)
Q = hujan maksimum (m3/det)

2. Metode weduwen
Qn =α∗β∗qn∗ A 1.3
dimana:
4 .1
α=1−
βq+7 1.4
t +1
120+ t +9 A
β=
120+ A 1.5
Rn 67. 65
q n=
240 t + 1. 45 1.6
−0 . 125 −0. 25
t=0 .25 LQ I 1.7
dimana:
Qn = debit banjir (m3/det) dengan kemungkinan tak terpenuhi n%
Rn = curah hujan harian maksimum (mm) dengan kemungkinan tak terpenuhi
n%
 = koefisien limpasan air hujan (angka pengaliran atau koefisien run-off (tak
berdimensi)
 = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 5


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

qn = debit persatuan luas dari hasil perhitungan curah hujan maksimum R n


(m3/det/km2).
A = luas daerah aliran (km2) sampai 100 km2
t = lamanya curah hujan (jam)  saat-saat kritis curah hujan yang mengacu
pada terjadinya debit puncak  waktu konsentrasi Metode Melchior.
L = panjang sungai (km)
I = Kemiringan rata-rata sungai (gradien sungai) atau medan. I ditentukan
dengan cara yang sama seperti pada Metode Melchior. Sepuluh persen
hulu (bagian tercuram) dari panjang sungai dan beda tinggi tidak
dihitung.
Catatan: Persamaan-persamaan Metode Der Weduwen dibuat untuk curah
hujan sehari sebesar 240 mm.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:


 Hitung A, L, I dari peta garis tinggi DAS, substitusikan ke dalam
persamaan.
 Buat harga perkiraan untuk debit awal Qo dan gunakan persamaan di atas
untuk menghitung besarnya Q konsentrasi = Qc.
 Ulangi lagi untuk harga baru Qo = Qc di atas.
 Debit puncak ditemukan Qn, jika Qo yang diambil = Qc atau Qn=Qo=Qc.

Hubungan antara panjang sungai L (m), luas DAS A (km 2) adalah


L = 1.904 A0.5 1.8
Masukkan Persamaan 1.7 ke dalam Persamaan 1.8 maka didapat
t = 0.476 Q-0.125 I-0,25 A0.5 1.9

Dalam Gambar I.2 dari KP - 01 Perencanaan Jaringan Irigasi, Standar Kriteria


Perencanaan 1986 (KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/1986) dalam
bentuk grafik dengan curah hujan R (mm) berturut-turut 80, 120, 160, 200 dan
240.

Debit puncak dapat dicari dengan interpolasi dari grafik. Untuk sungai yang
panjangnya lebih besar dari Persamaan 1.9, harga debit puncak yang diambil

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 6


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

dari grafik tersebut terlalu tinggi. Harga-harga debit puncak Q o dari grafik
tersebut dapat dipakai sebagai harga awal untuk proses perhitungan yang
dilakukan berulang-ulang pada langkah b dan langkah c.

100
90
80 R = 80 m m
70
60
50

40

30

20

10
9
8
7
6

3
2
A d a la m k m

1
2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
3
Q d a la m m /d t

a. Gambar: Debit Q Untuk Curah Hujan Harian R = 80 mm

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 7


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

100
90
80
R = 120 m m
70
60

50

40

30

01
0 .0 0

0 .0 0 0 2
20

0 .0 0 0 3
0 .0 0

05
1 =

1
0 .0 0

2
0 .0 0
0 . 0 00 0 3
5
0.

0 .0 1

0 02
0 . 0. 05 3
0.

0 .1
10
9
8
7
6

3
2
A d a la m k m

1
4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300
3
Q d a la m m / d t

b. Gambar: Debit Q Untuk Curah Hujan Harian R = 120 mm

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 8


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

100
90
80
R = 160 m m
70
60
50

40

30

20

10
9
8
7
6

3
2
A d a la m k m

1
6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400
3
Q d a la m m /d t

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 9


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

c. Gambar: Debit Q Untuk Curah Hujan Harian R = 160 mm

100
90
80
R = 200 m m
70
60

50

40

30

20

10
9
8
7
6

3
2
A d a la m k m

1
8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 40 0 600
3
Q d a la m m /d t

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 10


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

d. Gambar: Debit Q Untuk Curah Hujan Harian R = 200 mm

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 11


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

100
90
80
R = 240 m m
70
60

50

40

30

20

10
9
8
7
6

3
2
A d a la m k m

1
10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600 800

3
Q d a la m m / d t

e. Gambar: Debit Q Untuk Curah Hujan Harian R = 240 mm


Gambar I.2 - Debit Q untuk beberapa macam curah hujan
(KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/1986)

3. Metode melchior
Q=α∗β∗q∗A 1.10
dimana:
Q = debit maksimum (m3/detik)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 12


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

 = koefisien limpasan air hujan (angka pengaliran atau koefisien run-off (tak
berdimensi) tergantung tata guna lahan seperti dalam
.
 = angka reduksi (tak berdimensi)
q = intensitas hujan terpusat maksimum di DAS m3/det/km2.
A = luas DAS (km2)

Pada mulanya Melchior menganjurkan harga–harga koefisien limpasan air


hujan α berkisar antara 0,41, 0,52, 0,62 dan 0,75 (Soebarkah, 1980) dan lebih
spesifik 0,52. Harga-harga ini ternyata sering terlalu rendah dan dianjurkan
memakai harga dalam
yang diambil dari metode kurve bilangan US Soil Conservation Service (US
SCS) dan antara lain diterbitkan dalam USBR Design of Small Dams
(KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/ 1986).

Tabel 1.1 - Besarnya nilai  untuk berbagai jenis tata guna lahan
Kelompok hidrologis tanah
No. Tanah Penutup
C D
1. Hutan lebat (vegetasi dikembangkan dengan baik) 0,60 0,70
2. Hutan dengan kelebatan sedang (vegetasi 0,65 0,75
dikembangkan dengan cukup baik)
3. Tanaman ladang dan daerah-daerah gundul 0,75 0,75
(terjal)

Keterangan Tabel 1.1


Kelompok C:
Tanah dengan laju infiltrasi rendah pada saat dalam keadaan sama sekali
basah, terutama terdiri dari tanah yang lapisannya menghalangi gerak turun
air dengan tekstur agak halus sampai halus. Laju transmisi air jenis tanah ini
sangat lambat.

Kelompok D:
(Potensi limpasan air hujan tinggi), tanah dengan laju infiltrasi sangat rendah,
terutama terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang (expansive)
yang tinggi, tanah dengan muka air tanah yang tinggi dan permanen, tanah
dengan lapis lempung penahan (claypan) atau dekat permukaan serta tanah

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 13


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

dangkal diatas bahan yang hampir kedap air. Laju transmisi air jenis tanah ini
sangat lambat.
Angka q diambil mulai dari intensitas hujan rata-rata sampai waktu terjadinya
debit puncak. Periode ini adalah waktu konsentrasi T terhitung dari mulainya
hujan turun. q disebut juga sebagai intensitas hujan terpusat (point raiinfall)
lalu dikonversi menjadi luas daerah hujan βq. Dalam Gambar I.3 luas daerah
curah hujan βq (m3/dt/km²) diberikan sebagai fungsi waktu dan luas untuk
curah hujan sehari sebesar 200 mm.

20 F=15
20 2
10
0
25
F = Daerah h ujan dala mkm
30

15
0 40
Sa h ih /b e rla ku u ntu k
 q  D ae ra h hu j an d al a m m 3/d t/k m2

5 50
F =1 c ura h hu j a n s eh a ri R (1)
2
20
0
4
d a ri 2 0 0 m m /h a ri
75 6
25
0 10
100
15
30
0
20
25
150
40
0
40
0 200 50
50
0
250 75
300 100
75
0
400 150
1000 200
500
300
750
1500 400
2000 1000 500
5 2500
1500 750
3500
2000
2500 1000
1500
5000 3500
2000 F= 1
7500 5000 2500 50100
7500 3500
10000 5000
500
10000 1000
10000 2500
5000
0 F=10000

0 1 5 3 0 4 5 60 1 2 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lamanyadalamjam

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 14


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

q  Da era h hu j an da l am m 3/dt/km 2
4
F=1
50
100
3 F=1
500 10
0
2 500
10
00
25
00
50
00 25
00
1 75
00 5000
10
000 1000
0

0
14 15 1 6 17 1 8 19 2 0 20 2 2 2 4 2 5 28 3 0 3 2
3 4 36 3 8 4 0 42 44 46 48
L am a ny a d al a m j a m

Gambar I.3 - Hubungan βq dengan daerah hujan F untuk waktu 24 jam


(sehari) dengan curah hujan = 200 mm (KepDirJen Pengairan No.
185/KPTS/A/1986; Soebarkah, 1980 )

βq untuk F = 1 km2 dan T = 24 jam dihitung dengan data sebagai berikut:


 200 mm = 0,2 m,
 1 km2 = 1000 x 1000 m2
 24 jam = 24 x 3600 detik
Nilai βq sesuai Gambar I.3 adalah:
0,2×1000×1000
β q= =2,31m 3 /dt/km2
24x3600
Bila curah hujan dalam sehari q berbeda, maka harga-harga pada gambar
tersebut akan berubah secara proporsional. Misal untuk curah hujan sehari q
= 240 mm, harga βq dari F = 1 dan T = 24 jam akan menjadi:
240 240 3 2
βq n=2.31× =2,77 m3 /dt . km3 β q=2,31 200 =2. 77m /dt/km
200

Berdasarkan pengamatan hujan di Bagelen Selatan yang dilakukan oleh Ir.


S.J.G van Overveldt dan Ir. H.P. Mensinga pada Tahun 1889. Melchior
menentukan hubungan antara hujan rata-rata sehari dengan hujan terpusat
maksimum sehari dan memperoleh hubungan angka reduksi 1 dan luas F
(Soebarkah, 1980) sebagai berikut:
1970
F= −3960+1720 β 1
β 1 −0 .12 1.11
dimana:
F = luas ellips yang mengelilingi DAS dengan sumbu panjang tidak lebih dari

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 15


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

1.5 kali sumbu pendek (km2)


1 = angka reduksi untuk hujan sehari

Contoh penentuan luas ellips F dalam suatu DAS diilustrasikan dalam Gambar
I.4.
13.8km

13.8 km

20.0km 20.0km
+ 750m
+700 m

H = 6 00 m
+ 10 0 m
datu m + 0 m
0. 1L 0.9 L
L =50 km

Gambar I.4 - Contoh penentuan ellips untuk suatu DAS


(KepDirJen Pengairan No. 185/KPTS/A/1986)

Bilamana hujan kurang dari sehari maka perbandingan untuk waktu hujan
kurang dari sehari (atau kurang dari 24 jam) dengan hujan maksimum disebut
2. Hubungan F dan 2 oleh Melchior ditunjukkan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 - Hubungan F dan 2 dari Melchior (Subarkah, 1980)


Besarnya  2 (%)
F Hujan selama (jam)
2
km 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 16 20 24
0 44 64 80 89 92 92 93 93 93 94 95 96 98 100
10 37 57 70 80 82 84 86 87 89 90 91 95 97 100
50 29 45 57 66 70 74 77 79 80 83 88 94 96 100
300 20 33 43 52 57 61 65 69 73 77 85 93 95 100
~ 12 23 32 42 50 54 60 66 70 74 83 92 94 100

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 16


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Pada kondisi ini maka angka reduksi yang dipakai adalah  = 1x2.
Dimana:
Β1 = angka reduksi untuk hujan sehari
β2 = angka reduksi untuk hujan kurang dari sehari

Waktu konsentrasi Melchior:


−0 .2 −0 .4
T o =0.186 LQ I 1.12
dimana:
To = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang sungai (km)
Q = debit puncak (m3/det)
I = kemiringan rata-rata sungai (10% bagian hulu dari panjang sungai tidak
dihitung). Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu titik 0.1 L dari batas
hulu DAS. Dalam Gambar I.4 → I = H/0,9L.

Hubungan F dan To dapat dilihat dalam Tabel 1.3.


Tabel 1.3 - Perkiraan Harga To
F To F To
2 2
Km jam Km jam
100 7.0 500 12.0
150 7.5 700 14.0
200 8.5 1.000 16.0
300 10.0 1.500 18.0
400 11.0 3.000 24.0

Langkah perhitungan banjir rencana Melchior:


 Tentukan besarnya curah hujan sehari untuk periode ulang rencana yang
dipilih.
 Tentukan  untuk daerah aliran sesuai tata guna lahan dari
 .
 Hitung A, F, I
 Buat perkiraan harga pertama waktu konsentrasi To berdasarkan Tabel 1.3.
Ambil harga To = Tc untuk  qno dari Tabel 1.3 dan hitung Qo =   qno A.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 17


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Hitung To untuk Qo dengan To = 0.186 LQ-0.2I-0.4


 Ulangi langkah d. dan e. untuk harga To baru yang = Tc sampai waktu
konsentrasi yang sudah diperkirakan dan dihitung mempunyai harga yang
sama.
 Hitung debit puncak untuk harga akhir Tc.

1.1.2 Cara Hidrograf Satuan Synder


Misalnya dengan hidrograf satuan sintetik dari Snyder yaitu:

Gambar I.5 - Cara snyder

T L=C t ( L. Lca ) 0. .3
1.13
Ds
T p=T L +
2 1.14
TL
Ds = =0 . 182T L
5. 5 1.15
640 C p A
Q p=
TL 1.16
dimana:
 TL = time lag dalam jam yaitu interval waktu yang diperlukan untuk
mencapai puncak dari pusat hujan efektif.
 L = panjang aliran dari titik terjauh dari A sampai outlet (mil)
 Lca = jarak antara centroid dengan mulut aliran (mil)
 CL = koefisien (1.8 - 2.2)
 Qp = debit (cfs)
 A = luas daerah tangkapan (mil2)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 18


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

 Cp = konstanta (0.4 - 0.8)

1.1.3 Pengamatan Langsung di Lapangan


Lebar sungai b dan tinggi muka air y dapat diukur, sehingga luas potongan
melintang A sungai dapat dihitung. Kecepatan rata-rata aliran v dapat diukur
dengan alat current meter atau ditentukan dengan Persamaan Manning. Dengan
dasar ini maka untuk menghitung besarnya debit banjir Q pada waktu pengamatan
langsung di lapangan dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
 Mewawancara penduduk dan menanyakan ingatan/informasi penduduk
setempat tentang muka air yang paling tinggi yang pernah terjadi. Bisa
ditanyakan kepada orang yang paling tua yang pernah mengalami banjir
terbesar. Semakin banyak informasi penentuan debit semakin baik.
 Mengamati dan menganalisis tanda bekas batas air pada pilar/abutment
jembatan.
 Mengamati dan menganalisis tanda bekas batas air pada penampang sungai.
 Mengamati dan menganalisis tanda bekas batas air pada bangunan sekitar
sungai yang ada (misal pada tembok rumah, bekas-bekas benda yang terbawa
waktu banjir).

Dokumentasi pengamatan langsung ditunjukkan dalam Gambar I.6. Cara ini cukup
efektif untuk dipakai sebagai pembanding dengan metode-metode perhitungan
yang dipakai.

a. Contoh 1 dokumentasi bekas muka air banjir yang pernah terjadi


(DPU Prov. Jambi, 2010)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 19


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

b. Contoh 2 dokumentasi bekas muka air banjir yang pernah terjadi

c. Contoh 3 bekas benda-benda hanyutan banjir yang menempel


di pepohonan untuk memprediksi muka air banjir
Gambar I.6 - Contoh dokumentasi pengamatan banjir

1.1.4 Debit Dominan


Debit dominan diperlukan karena berdasarkan penyelidikan banyak ahli debit ini
memberikan kontribusi yang dominan atau berperan terhadap pembentukan
geometrik hidraulik dari penampang suatu sungai. Diperkenalkan awalnya untuk
mengembangkan aplikasi teori regim dari kanal-kanal ke sungai-sungai yang
mempunyai lebih banyak variabel aliran regim, konsep debit dominan menjadi
berperan penting (Knighton, 1998). Perlu diketahui bahwa dalam kaitan dengan
transport sedimen, metode-metode perhitungan transport sedimen dikembangkan
dan dianalisis umumnya berdasarkan data dari saluran-saluran ideal (Garde &

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 20


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Ranga Raju, 1977). Data yang diambil baik dari lab maupun lapangan merupakan
data dengan kondisi aliran seragam, saluran lurus, penampang seragam dan debit
konstan untuk waktu yang lama. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis ulang
atau justifikasi dengan kondisi data primer yang ada.

Sungai aluivial alami menunjukkan banyak karakteristik untuk saluran stabil yang
ideal. Di samping itu, sungai alam akan membawa air dan sedimentasi dengan
variasi debit yang cukup besar. Sebagai contoh, di daerah hulu perbedaan debit
maksimum dan minimum akan nampak jelas terutama pada waktu musim
penghujan dan musim kemarau. Rasio perbedaan debit bisa mencapai angka
hingga 1.000 kali. Sehingga dengan perbedaan ini perlu pengetahuan untuk
justifikasi aplikasi hubungan dan perbedaan tersebut karena dengan perbedaan
debit yang besar akan menyulitkan penentuan sebuah debit yang representatif
dalam mengkaji karakteristik aliran.

Banyak metode telah dikembangkan untuk pemilihan debit representatif ini. Salah
satu metode adalah konsep debit dominan. Menurut Inglis (1947) adalah debit dan
gradien (kemiringan) dominan yang mana saluran kembali setiap tahun. Pada
kondisi ini kesimbangan terjadi dengan kecenderungan berubah relatif sangat
kecil. Kondisi ini dapat dipandang sebagai efek yang integral dari semua kondisi
yang bermacam-macam dalam tempo yang relatif panjang.

Beberapa definisi debit dominan dalam beberapa cara telah diungkap banyak
pakar, diantaranya:
 Sebagai debit yang steady (tunak) secara hipotetis yang mana debit ini akan
menghasilkan produk yang sama dengan bermacam-macam debit pada kondisi
nyata di lapangan dalam kaitannya dengan dimensi sungai rata-rata (Inglis,
1947).
 Blench (1956) mendefinisikan debit dominan sebagai debit dengan
kemungkinan terjadi sama atau lebih besar 50 % waktu (dapat disebut debit
dengan kala ulang 2 tahunan).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 21


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

 USBR mendefinisikan debit dominan sebagai debit yang akan membawa


muatan sedimen terbesar untuk material lebih kasar dari 0.0625 mm berkenaan
dengan waktu.
 Sebagai aliran yang menentukan parameter-parameter saluran utama,
misalnya sebagai kapasitas penampang melintang (Wolman dan Leopold,
1957) atau sebagai panjang gelombang meander (Ackers dan Charlton, 1970).
Pada dasarnya argumentasinya adalah mengenai tipe aliran yang
mengendalikan sungai/saluran.
 Sebagai aliran yang menampilkan kerja yang utama, dimana kerja utama
tersebut dikaitkan dengan transport sedimen (Wolman dan Miller, 1960)
 Sering disebut sebagai debit aliran dengan ketinggian memenuhi tebing
(bankfull discharge) dan biasanya merupakan debit dengan periode ulang 1 - 2
tahun (Wohl, 1998).
 Merupakan debit yang umumnya berhubungan dengan debit periode ulang
antara 1,5 tahun sampai 5 tahun (Q1,5 - Q5) (Watt, 1989).
 Sebagai catatan besarnya debit dengan periode ulang 100 (Q 100) sering pada
jangkauan 2 sampai 4 kali bankfull discharge (Watt, 1989).

Dengan banyaknya definisi debit dominan, perbedaan iklim, topografi, geomorfogi


sistem fluvial, sifat-sifat aliran laminer dan turbulen maka konsep debit dominan
masih perlu dikaji dan dikembangkan berkaitan dengan geometrik hidraulik, pola
aliran dan laju sedimentasi.

1.1.5 Periode Ulang


Untuk perhitungan debit banjir dipakai data intensitas hujan I (mm/jam) yang
merupakan salah satu parameter penyebab banjir. Data yang diambil adalah data
curah hujan harian maksimum yang terjadi setiap tahun untuk rentang waktu
tertentu (misal 10 tahun, 20 tahun) dihitung mulai tahun sekarang berjalan
mundur. Bila data dimulai Tahun 2012 maka data 10 tahun terakhir rentang waktu
10 tahun diambil mulai dari Tahun 2002 sampai Tahun 2012. Semakin lama
rentang waktu semakin baik dan semakin akurat artinya bila diperoleh data 20
tahun, 30 tahun atau 40 tahun sebelumnya maka hasilnya akan makin baik.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 22


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Sebagai contoh bila dipakai data 10 tahun terakhir dengan 2011 sebagai waktu
data yang terakhir, maka data diambil mulai pada Tahun 2001 sampai Tahun
2011. Pada tahun ini misal data curah hujan harian maksimum terjadi pada 20
Januari, maka dari Tahun 2011 diperoleh satu data. Bila rentang waktu 10 tahun
maka akan diperoleh 10 data curah hujan harian maksimum mulai dari Tahun
2001 sampai Tahun 2011. Sesudah data dikompilasi maka dilakukan analisis
secara statistik.

Tujuan utama pertahanan bencana (disaster defence) khususnya banjir secara


struktur atau fisik adalah untuk melindungi jiwa, harta benda manusia serta
meminimalkan kerugian lainnya seperti rusaknya infrastruktur serta untuk
menjamin agar aktifitas sosial dan ekonomi tidak lumpuh dan tetap bisa berjalan.
Pertahanan bencana banjir tidak bisa 100 % melindungi manusia terhadap semua
kemungkinan kerugian akibat atau dampak dari bencana ini.

Sebagai contoh pembangunan penahan (defence) atau pengendali (control) banjir


tidak bisa 100 % melindungi dan membebaskan manusia dari semua
kemungkinan kejadian banjir karena analisis perencanaan banjir menggunakan
periode ulang (return period). Untuk menentukan kapasitas penampang sungai
dipakai debit dengan periode ulang tertentu, misalnya Q 100, Q50, Q25, dll. Q100
berarti sungai mampu mengalirkan air untuk periode (kala) ulang 100 tahun.

Pengertian Q25 tidak berarti terjadi banjir setiap 25 tahun. Analisis periode ulang
debit menggunakan ilmu statistik dalam menentukan besaran tersebut, yaitu
dalam konsep analisis kemungkinan (probability). Pemahamam analisis itu
diungkapkan dalam dua contoh berikut: ambil sebuah dadu, kemudian lemparkan
dadu itu. Bila menginginkan angka dua yang keluar, maka dengan mudah sekali
kita lihat bahwa kemungkinannya adalah 1/6 atau enam belas dua pertiga persen.
Kapan akan keluar angka dua, tidak diketahui waktunya. Contoh berikutnya, bila
kita akan bepergian mengendarai mobil, maka pada saat sebelum berangkat kita
tidak tahu apa yang bakal terjadi di tengah jalan (uncertainty). Yang kita harapkan
adalah semoga dapat selamat sampai tujuan. Dari pernyataan “semoga dapat
selamat sampai tujuan”, secara tersirat kita sudah mempunyai padangan atau bisa

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 23


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

menerima bahwa kecelakaan mungkin bisa terjadi. Artinya kita bisa menerima
adanya unsur risk factor (Kodoatie, 1995a dan 2001a).

Besarnya kemungkinan terjadinya kecelakaan, kita perkecil dengan beberapa


usaha dan tindakan. Antara lain, untuk faktor-faktor internal, usaha yang kita
lakukan adalah memeriksa kondisi kesehatan kita apakah sudah siap untuk
mengendarai mobil, juga mobil dan segala peralatan vitalnya kita cek seperti, rem,
kondisi ban, lampu, dan lain-lainnya. Untuk faktor-faktor-eksternal, apakah jalan
dalam kondisi baik, pertimbangan ”Apakah pengendara mobil yang lain akan
berhati-hati seperti yang akan kita lakukan?” dan lain sebagainya.

Di sini terlihat bahwa, semakin besar dan banyak usaha atau tindakan kita, maka
semakin kecil peluang/kemungkinan terjadinya kecelakaan, walaupun tidak bisa
kita jamin 100 % selamat. Tetapi, biaya atau dana yang kita butuhkan menjadi
semakin besar. Batasan usaha dan tindakan kita, bergantung pada kemampuan
khususnya dana yang kita miliki. Bisa saja kita membuat mobil yang super kuat,
namun dari kacamata ekonomi tidak layak (feasible).

Ada dua prinsip dasar yang harus dipahami. Pertama, misal intensitas hujan I
dianalisis dengan periode ulang dua puluh lima tahunan kemungkinan atau
peluang untuk I setiap tahunnya adalah 1/25 atau empat persen. Untuk I lima
puluh tahunan, kemungkinan terjadi setiap tahunnya adalah 1/50 atau dua persen,
dan untuk I seratus tahunan 1/100 atau satu persen. Kemungkinan atau peluang
yang terjadi setiap tahunnya akan semakin kecil bila kala ulangnya semakin besar.
Kedua bila kita menggunakan I rencana dengan kata ulang dua puluh lima
tahunan (I25) pada perencanaan sungai, tidak berarti tahun berulangnya adalah
tiap dua puluh lima tahun, tetapi terdapat kemungkinan dalam seribu tahun
misalnya akan terjadi empat puluh kejadian dengan I sama atau lebih besar dari I
dengan kala ulang dua puluh lima tahunan.

Debit merupakan fungsi dari I, sehingga bila kita memakai I dengan kala ulang
dua puluh lima tahunan (I 25) maka debit juga dengan kala ulang dua puluh lima
tahunan (Q25). Pengertian Q25 adalah sama dengan pengertian I 25, yaitu bahwa Q25

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 24


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

tidak berarti tahun berulangnya adalah tiap dua puluh lima tahun, tetapi terdapat
kemungkinan dalam seribu tahun misalnya akan terjadi empat puluh kejadian
dengan Q sama atau lebih besar dari Q dengan kala ulang dua puluh lima
tahunan. Demikian pula dalam waktu seratus tahun akan terjadi 4 kejadian
dengan Q sama atau lebih besar dengan Q 25. Kapan terjadinya tidak diketahui,
namun setiap tahun besar kemungkinannya adalah 1/25 atau 4% (Kodoatie,
1995a dan 2001a). Dengan kata lain Q25 tidak berarti banjir berulang yang terjadi
setiap 25 tahun demikian pula untuk Q 5 tidak berarti banjir berulang setiap 5 tahun
sekali.

Dalam hal ini dipakai persamaan sederhana dari statistik bahwa


P = 1/T
Dimana
P = probabilitas (kemungkinan) yang akan terjadi biasanya dalam %
T = periode ulang (Tahun)

Misal debit rencana dipakai debit dengan priode (kala) ulang 100 tahun maka
besarnya kemungkinan terjadi banjir dengan debit besaran sesuai kala ulang
tersebut (Q100) yang terjadi setiap tahunnya sama dengan 1/100 atau 1%. Untuk
kala ulang 25 tahun kemungkinan terjadi banjir dengan debit besaran sesuai kala
ulang tersebut (Q25) sama dengan 1/25 atau 4%.

Dari uraian tersebut, maka kala ulang dapat didefinisikan sebagai interval waktu
dari suatu peristiwa yang mencapai suatu harga tertentu atau melampaui harga
tersebut. Umumnya data hidrologi yang dipakai sebagai dasar perhitungan I
rencana, adalah data curah hujan harian maksimum tahunan yang hanya terjadi
sekali setiap tahunnya. Maka fungsi waktunya adalah tahunan.

Sebagai contoh untuk pengendalian banjir suatu daerah, sungai yang menjadi
sumber terjadi banjir di desain untuk:
 Periode ulang 100  Q100 dengan biaya pengendalian banjir untuk peninggian
tanggul sungai Rp. 250 Milyard.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 25


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

 Periode ulang 25  Q50 dengan biaya pengendalian banjir untuk peninggian


tanggul sungai Rp. 125 Milyard.
 Periode ulang 25  Q25 dengan biaya pengendalian banjir untuk peninggian
tanggul sungai Rp. 75 Milyard.

Daerah yang dilindungi secara skematis ditunjukkan dalam Gambar I.7. Semakin
besar periode ulang maka biaya yang dibutuhkan juga makin besar, namun
kemungkinan banjir terlampau (melimpas tanggul) tiap tahun makin kecil karena
tanggul semakin tinggi dan besar, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk:
 Q100 biaya Rp. 250 Milyard dan kemungkinan banjir terlampau tiap tahun adalah
1/100 = 1 %.
 Q50 biaya Rp. 125 Milyard dan kemungkinan banjir terlampau tiap tahun adalah
1/50 = 2 %.
 Q25 biaya Rp. 75 Milyard dan kemungkinan banjir terlampau tiap tahun adalah
1/100 = 4 %.

Potongan AA (potongan melintang tanggul)


1 muka air banjir
1%
A 2 2%
tanggul A 3 4%

daerah yang
1 adalah tinggi tanggul untuk Q100
diamankan
2 adalah tinggi tanggul untuk Q50
3 adalah tinggi tanggul untuk Q25

a. Sketsa pengamanan tanggul dengan berbagai Q

b. Contoh dokumentasi pengamanan tanggul

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 26


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Gambar I.7 - Sketsa dan contoh daerah yang terkena banjir dan
tanggul pengaman (pelindung)
Mengingat besaran intensitas I (mm/jam) yang disebabkan oleh curah hujan R
(mm) merupakan hasil dari suatu proses alam yang mengikuti siklus hidrologi,
besarnya tidak bisa diduga, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang tahu. Ramalan
cuaca di televisi setiap hari, sebenarnya juga telah mengakui keterbatasan
manusia untuk menganalisis peristiwa alam secara eksak. Hujan yang terjadi di
kota-kota di Indonesia, yang bisa menyebabkan banjir, oleh badan meteorologi
diramal. Istilah “diramal”, mengandung konotasi bisa terjadi dan bisa tidak. Di sini
kita berbicara lagi tentang kemungkinan (probability).

Namun dari data atau peristiwa lampau yang kita rekam, hujan-hujan terbesar
yang menyebabkan banjir maksimum bila dilihat proses fenomenanya akan
mempunyai kejadian berulang. Data lampau yang ada, kita proses berdasar
analisis hidrologi untuk meramal dan memperkirakan besarnya debit dengan
periode ulang yang kita inginkan.

Secara ideal, dalam kajian studi kelayakan suatu proyek analisis yang dilakukan
banyak sekali dan sangat beragam, namun pada prinsipnya dapat dikelompokan
menjadi enam aspek. Yaitu aspek-aspek teknis, ekonomi, sosial-budaya, hukum,
kelembagaan dan lingkungan. Aspek-aspek itu berpengaruh terhadap manfaat
dan terhadap sumber dana yang ada. Analisis teknis akan menghasilkan kekuatan
dan stabilitas dari bangunan yang direncanakan, sehingga dapat diketahui umur
bangunan, aspek ekonomi akan mengkontribusi keuntungan (benefit) yang
diperoleh dari pembuatan proyek tersebut, aspek sosial-budaya akan memberikan
jawaban manfaat dan risiko/respon positif dan negatif terhadap masyarakat.
Aspek hukum berupa norma, standard, pedoman dan manual (NSPM), aspek
kelembagaan berupa peran-peran institusi serta aspek lingkungan mempelajari
dampak positif dan negatif akibat adanya proyek tersebut. Semua aspek tersebut,
dianalisis dan dioptimasi sehingga muncul suatu pertanyaan apakah proyek
tersebut layak dilaksanakan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 27


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Pengendalian banjir tidak berarti suatu daerah bebas banjir, tetapi lebih mengarah
kepada usaha untuk mengurangi risiko banjir serta penanggulangannya. Usaha-
usaha sistem pengendalian banjir, juga menelusuri kajian analisis seperti di atas
dengan memakai tolok ukur periode ulang tertentu.

Dari analisis teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dikaitkan dengan
analisis risiko (risk of failure), para penentu kebijakan dan perencana berusaha
untuk mendapatkan nilai yang optimal sehingga dapat dihitung periode ulang yang
akan dipakai.

Di Jakarta misalnya, dipakai debit banjir rencana (dihitung dari I rencana) dengan
periode ulang 50 tahunan (Q50). Karena dengan padatnya penduduk dan segala
fasilitas serta utilitasnya, risiko kerugian jiwa, harta benda, dan materi akan lebih
besar bila dibandingkan dengan suatu daerah rural yang sedikit atau bahkan tak
ada penduduknya. Di daerah itu bisa dipakai kala ulang yang lebih kecil, misalnya
Q 5 tahunan (Q5); karena bila terjadi banjir lebih besarpun, risiko kerugiannya
secara ekonomi dan sosial akan lebih kecil.

1.1.6 Cara Sederhana Perhitungan Debit Banjir


Pada waktu kunjungan lapangan maka perlu menentukan debit banjir yang lewat
di suatu wilayah kota dengan cara cepat. Pada saat pengamatan sungai atau
saluran bisa dilakukan perhitungan debit sederhana dengan cara menebak. Ada
beberapa tip atau petunjuk sederhana dalam perhitungan debit tersebut, yaitu
(Kodoatie, 2011):
Luas DAS = 1 km2  debit banjir adalah 3,5 - 7 m3/detik

Persamaan di atas dapat dipakai sebagai tebakan pertama sebelum dilakukan


analisis dan perhitungan yang detail. Persamaan tersebut juga dapat dipakai
sebagai referensi untuk meyakinkan perhitungan debit yang rumit tidak mengalami
kesalahan yang besar.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 28


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Persamaan tersebut hanya berlaku untuk luas DAS kurang dari 100 km 2. Untuk
luas DAS yang lebih besar dari 1.000 km2 atau bahkan di atas 10.000 km2, tidak
menghasilkan solusi yang akurat.

Beberapa pendekatan perhitungan debit dengan luas DAS lebih dari mulai dari <
10 km2 sampai > 10.000 km2 diuraikan berikut ini.

Hubungan luas DAS dan Debit ekstrim di Canada ditunjukkan dalam


.

Tabel 1.4 - Hubungan luas DAS dan debit ekstrim di Canada (Watt, 1989)
DAS Debit DAS Debit
No. No.
km2 m3/det km2 m3/det
1 7 127 12 11.300 6.300
2 69 428 13 15.100 7.640
3 117 500 14 17.200 5.660
4 181 1.180 15 19.200 9.460
5 347 807 16 19.700 4.670
6 800 1.280 17 35.200 8.810
7 1.130 1.250 18 43.500 6.630
8 1.340 1.840 19 50.200 9.200
9 3.480 2.400 20 65.300 8.290
10 5.050 2.790 21 186.000 15.500
11 9.350 7.930 22 277.000 16.200

Bila tabel tersebut dibuat grafik maka hasilnya ditunjukkan dalam Gambar I.8.
Gambar I.9 adalah grafik hubungan debit maximum dengan luas DAS untuk lebih
dari 150 lokasi pengamatan di sungai-sungai Canada yang disuper imposed dan
dibuat Plot Creager (Watt, 1989; Creager et al., 1945). Gambar I.10 menunjukkan
variasi hubungan debit tahunan maximum dengan luas DAS untuk sungai-sungai
di Quebec, Canada.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 29


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Gambar I.8 - Hubungan luas DAS dan debit ekstrim di Canada (Watt, 1989)

Gambar I.9 - Banjir-banjir puncak (tak umum/unusual) di Canada yang diplot


dengan super imposed pada plot Creager (Creager et al., 1945)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 30


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Gambar I.10 - Variasi hubungan debit tahunan maximum dengan luas DAS
untuk sungai-sungai di Quebec, Canada (Watt, 1989)

Sering terjadi kesulitan di lapangan untuk penentuan koefisien kekasaran


Manning n. Untuk sungai alam sebuah persamaan alternatif sederhana dapat
dipakai Persamaan Lacey (1930) yaitu:
Q= 10.8 A R2/3S1/3 1.17a
Persaman lainnya yang dipakai adalah (Lacey, 1930):
1/2
W
Q= ( )
C 1.17b
Dimana:
Q = debit (m3/dt)
A = luas penampang (m2)
R = jari-jari hidraulik (m)
S = kemiringan memanjang sungai
W = lebar permukaan air dari tebing kiri sungai ke tebing sungai kanan (m)
C = Koefisien 3 - 5 (koefisien terkait dengan erosi tebing)

1.2 Aliran Steady dan Unsteady


1.2.1 Aliran Tunak (Steady Flow)
Aliran tunak mempunyai persamaan umum dari hukum kontinuitas dan hukum
momentum konservatif sebagai berikut:
∂vy
=0
∂x 1.18

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 31


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

∂v ∂y
v +g =g ( S o −S f )
∂x ∂x 1.19
Kedua persamaan di atas berlaku pada aliran terbuka dengan asumsi sebagai
berikut:
 Aliran tunak (steady flow)
 Satu dimensi (percepatan vertikal dapat diabaikan)
 Saluran terbuka
 tidak termampatkan   konstan
 Saluran prismatik dan persegi panjang
 Kemiringan dasar saluran sangat kecil (sin  tan   dan d  y)
 Saluran lurus
 Tidak ada aliran lateral
 Lebar saluran konstan

Dari Persamaan Persamaan 1.18 kita dapat mengatakan bahwa debit aliran
konstan. Dari Persamaan 1.19 aliran pada saluran terbuka dapat dibagi lagi
menjadi:
 aliran seragam tunak (steady uniform flow)
 aliran tidak seragam tunak (unsteady uniform flow):
- aliran berubah cepat (steady rapidly varied flow)
- aliran berubah lambat laun (steady gradually varied flow)

Pada sub-bab ini akan dijelaskan lebih rinci masing-masing jenis aliran untuk
kondisi tunak. Persamaan yang dipakai, aplikasi di lapangan dan contoh-contoh
perhitungan sederhana juga akan akan diberikan.

1. Aliran seragam (uniform flow)


Kita tulis lagi persamaan kontinuitas dan persamaan momentumnya
∂vy
=0
∂x
Dan
S o −S f =0 1.20

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 32


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Dari Persamaan 1.20 kita dapat mengatakan kemiringan dasar saluran (S o)


sejajar dengan kemiringan muka air (S w) dan kemiringan geser (Sf). Kondisi
aliran seragam tunak di lapangan dapat digambarkan sebagai saluran dengan
jangkauan panjang (long reach) atau x cukup signifikan. Secara skematis
aliran seragam tunak digambarkan seperti berikut ini. Kehilangan energi h f
timbul akibat adanya perlawanan (resistance) pada dasar saluran. Dalam
kondisi seragam tunak maka kita dapati dasar saluran sejajar dengan muka
air (HGL) dan garis enersi (EL). Lebih jauh juga dapat dikatakan y 1 = y2, dan v1
= v2. Secara umum kita dapat mengatakan y, A, v dan Q konstan di setiap titik
sepanjang saluran, dan aliran ini tidak mempunyai percepatan karena
dv/dt=0.

Gambar I.11 - Aliran seragam tunak (steady uniform flow)

Pada kenyataannya, di lapangan untuk kondisi ideal aliran seragam tunak


seperti di atas sangat sulit ditemukan (Henderson, 1966). Karena bentuk
geometris hidroliknya saluran air, sungai-sungai di lapangan tidak teratur
akibat adanya tanaman pada tebing saluran, adanya bangunan-bangunan air,
perubahan dasar saluran (bed forms configuration) dll. Bahkan untuk saluran
yang dibuat di laboratorium (artificial) terjadinya aliran seragam tunak tidak
bisa kontinyu karena adanya bangunan kontrol/ penghalang seperti, bangunan
ukur, bendung, pintu aliran dll. yang menimbulkan perbedaan hubungan tinggi
air dan debit dengan aliran air yang benar-benar seragam.

Namun dari segi teoritis aliran seragam tunak sangat penting untuk dipakai
sebagai dasar perencanaan saluran. Pada saluran irigasi aliran seragam

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 33


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

tunak dipakai sebagai salah satu alat untuk mendesain saluran stabil dan
ekonomis. Untuk mempermudah analisis perhitungan sedimentasi, aliran pada
saluran/ sungai terbuka diasumsikan sebagai aliran seragam tunak.
Konfigurasi dasar saluran yang berbeda-beda sepanjang saluran (yang
mengakibatkan perlawanan aliran berbeda-beda) juga mempengaruhi analisis
aliran ini.

Kesimpulan dari uraian di atas ialah bahwa tingkat akurasi dalam perhitungan
aliran ini tidak bisa mencapai 100%. Pengalaman lapangan dari seorang ahli
hidrolik cukup berpengaruh dalam perencanaan saluran ekonomis dan stabil.

Perhitungan aliran seragam tunak


Persamaan yang biasa dipakai adalah Persamaan Chezy dan Manning. Untuk
riset di laboratorium Chezy lebih cenderung dipakai sedangkan untuk
lapangan bisa dipakai Persamaan Manning (Hicks, 1989). Dari kondisi So = Sf
= Sw maka Persamaan Manning dapat ditulis menjadi
1
v = R2/3 S 1/ 2
n o 1.21
dalam sistem metrik (SI unit) atau
1 . 49 2 /3
v= R S 1/2
n o 1.22
dalam sistem satuan Inggeris Debit dapat ditulis menjadi
1
Q= Av= R2 /3 S 1/2 =KS 1/ 2
n o o 1.23
dimana
1
K= R 2/3
n disebut sebagai pembawa/pengangkutan (conveyance) aliran

Di lapangan kita bisa menggantikan S o dengan Sw karena pengukuran Sw


relatip lebih mudah dibandingkan dengan pengukuran S o. Namun perlu
diperhatikan lokasi sungai yang ditinjau.

Umumnya saluran di lapangan berbentuk trapesium dan persegi panjang.


Untuk bentuk saluran yang optimal, maka bentuk trapesium lebih ekonomis

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 34


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

dalam membawa aliran dibandingkan dengan bentuk persegi panjang seperti


ditunjukan dalam Gambar I.12. Gambar I.12a juga menunjukkan bahwa untuk
bentuk persegi panjang yang paling optimal bilamana b = 2y. Gambar I.12b
menunjukkan bentuk penampang saluran yang paling optimal bilamana
bentuknya mendekati setengah lingkaran di dalam trapesium dengan pusat
jari-jari pada bagian tengah muka air.

Gambar I.12 - Optimasi luas pembawa aliran pada potongan melintang


saluran (Henderson, 1966)

Metode perhitungannya ada beberapa cara (Hicks, 1989), yaitu:


a. Berdasarkan data lapangan:
Kita melakukan pengukuran untuk y, v, Q, So/Sw . Pengukuran diusahakan
pada aliran yang relatip seragam (air tidak banyak bergelombang, aliran
lurus, geometris hidrolik tidak terlalu berbeda jauh antara satu potongan
melintang ke potongan melintang yang lainnya.
b. Berdasarkan gambar dan tabel:
Tanpa data lapangan, pengalaman seorang ahli hiddraulik cukup
menentukan dalam keputusan perencanaan. Tentukan nilai “n” sebagai
dasar perhitungan awal, kemudian disesuaikan dengan kondisi lapangan
seperti adanya tanaman di tebing saluran, ketidak-aturan bentuk geometris
hidrolik, saluran ber”meander” dll.
c. Foto udara:

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 35


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Pengembangan Geographic Information System (GIS) dan perangkat lunak


dan keras dari komputer yang begitu pesat bisa dimanfaatkan untuk dasar
perencanaan saluran.

d. Analisis sensitivitas
Analisis ini adalah melakukan perhitungan desain untuk suatu jangkauan
nilai n tertentu. Dari hasil yang cukup banyak maka dapat dipilih
perencanaan yang mempunyai banyak (dominan) nilai n yang hampir sama
untuk dipakai pada aplikasi pembangunannya.

2. Aliran berubah cepat tunak (steady rapidly varied flow)


Persamaan kontinuitasnya adalah:
∂Q ∂vy
=0 =0
∂x atau untuk B konstan, ∂x 1.24
Untuk Persamaan momentumnya (dengan mengabaikan S f) dapat ditulis
∂v ∂y
v +g =gSo
∂x ∂x
dz
Persamaan ini dibagi g dan So diganti dengan dx , maka dapat ditulis
2
v
d( + y +z )
2g dH
=0 atau =0
dx dx 1.25
Kondisi aliran tunak berubah cepat adalah aliran dengan debit konstan,
dengan skala panjang yang kecil dimana variable gesekan (friction) dapat
diabaikan (tidak ada Sf). Dari Persamaan 1.25b kita dapat mengatakan bahwa
total energi (H) konstan. Perlu diingat bahwa distribusi tekanan hidrostatis
tidak berlaku pada tipe aliran ini.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya aliran ini umumnya terjadi pada
bangunan-bangunan hidrolik seperti, bendung, pintu air, sluice gate,
bangunan terjunan, bangunan penghalang (pilar di bawah jembatan), dll.
Hydraulic jump adalah sebagai hasil dari aliran ini. Solusi untuk aliran ini
berdasarkan pada percobaan atau solusi kasus per kasus (individual) dan
biasanya secara tipikal kita memakai energi spesifik dan gaya (force).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 36


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Penyelesaian dengan cara-cara jaring-jaring aliran (flow nets) merupakan


salah satu cara untuk memecahkan tipe aliran ini.

Contoh uraian di bawah ini menjelaskan penjabaran Persamaan 1.25 untuk


kasus aliran pada bendung saluran/sungai dengan puncak lebar seperti
ditunjukkan gambar berikut ini.

Gambar I.13 - Aliran pada puncak bendung

Untuk kasus 1 berdasarkan Persamaan 1.25b dengan v1 kecil sekali dan


dapat dianggap = 0 maka dapat ditulis
v
22
h+0+ 0=( h− y ) + +0
2g 1.26
atau
v 2 =√ 2gy
Besarnya debit Q adalah = vA sehingga untuk lebar bendung = b dapat ditulis
h h
Q=∫ vbdy ∫ b √ 2gy dy
o = o 1.27
2
Q= √ 2 g bh3 /2
3 =2 . 95 bh3 / 2 1.28
Untuk kasus 2 karena kondisi ini kompleks maka berdasarkan riset
laboratorium Persamaan 1.28 ditambah suatu koefisien yang disebut koefisien
debit cd sehingga untuk kasus 2, Persamaan 1.28 dapat ditulis menjadi

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 37


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

2
Q=cd √ 2 g bh 3/ 2
3 1.29
Experiment menunjukkan bahwa Q  60% Qt dan umumnya besarnya Cd 
0.61 (Hicks, 1990) Rechbock (1929) mengusulkan besarnya cd adalah (lihat
Gambar I.15)
h h
c d ≃0 . 611+0 . 08 <5
w untuk w 1.30
Untuk w  ~ (besar sekali/tak terhingga) C d  0.611 dan dengan g =
9.81m/detik2 maka Persamaan 1.29 dapat ditulis menjadi
Q≃1 ,71bh 3/ 2 1.31

3. Aliran berubah lambat laun tunak (steady gradually varied flow)


Dasar untuk analisis aliran balik (back water) pada pembendungan sungai dan
dasar untuk analisis sistim jaringan drainase. Aliran ini adalah aliran dengan
debit konstan (steady) namun kedalaman y bervariasi sepanjang sumbu x.
Untuk kondisi lebar saluran/sungai konstan persamaan kontinuitas dan
persamaan momentumnya adalah
∂vy
=0
∂x 1.32
∂v ∂y
v + g = g ( So − Sf )
∂x ∂x 1.33
Dari persamaan kontinuitas maka debit konstan, sedangkan dari persamaan
momentum dalam fungsi energi spesifik E dan fungsi bilangan Froude kita
dapat menyusun lagi menjadi
dE
=S o −S f
dx 1.34
dy S o −S f
=
dx 1−F 2
r 1.35
Bila di dalam bentuk total energi H, persamaan momentum ditulis
v ∂v ∂y ∂z
∂x
+g
∂x ∂x (
−g − −S f =0 ) 1.36
atau
d 2
( v /2 g+ y + z ) =−S f
dx 1.37

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 38


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

dH
=−S f
dx atau dH=−S f dx 1.38
Persamaan 1.36 menunjukkan bahwa aliran dari x 1 ke x2 menyebabkan
kehilangan total energi sebesar H=LSf seperti ditunjukkan dalam gambar
berikut ini. Persamaan untuk kondisi ini adalah
H 1=H 2 + LS f 1.39

Gambar I.14 - Kehilangan energi dari x1 ke x2

a. Klasifikasi Macam-Macam Profil Aliran


Dengan menganalis persamaan dasar aliran untuk aliran berubah lambat
laun tunak kita dapat menentukan macam-macam profil aliran dari aliran
tersebut. Untuk itu marilah kita bahas persamaan dasar dari aliran ini.
Kita tulis lagi persamaan dasar aliran ini dalam bentuk fungsi dari bilangan
Froude yang dapat ditulis menjadi
dy S o −S f
=
dx 1−Fr 2 1.40
Untuk menentukan profil aliran ada tiga kedalaman yang perlu dilihat yaitu
kedalaman aliran yang ditinjau y, kedalaman aliran seragam tunak y o dan
kedalaman kritis yc. Dalam hal ini kita dapat menentukan besarnya y o dan yc

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 39


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

sebagai berikut. yo dicari dengan menganggap aliran seragam tunak


(steady uniform flow). Persamaan momentum untuk aliran ini adalah
So = S f
Diketahui bahwa untuk sungai yang lebar kita dapat menganggap bahwa R
= y, sehingga dari persamaan Manning untuk aliran seragam tunak kita
dapat menulis
1 1
v = R2/3 S 1/2 = y 2/3 S 1/2
n o n o o 1.41
Dari persamaan ini dapat dicari besarnya y o. Kita juga dapat mencari yo
berdasarkan satuan debit q dan faktor gesekan Darcy-Weisbach f. Di mana
masing-masing variabel adalah,
y 1/6
8 g R1/ 6
q=vy o dan √ f
=
n
= o
n 1.42
Dari Persamaan 1.41 dan Persamaan 1.42 maka besarnya yo adalah
3/2 1/3
nv fq2
y o=
( ) ( )
S 1/2
o
=
8 gS o
1.43
Besarnya kedalaman kritis dapat ditulis
1/3
q2
yc =()
g 1.44
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas kita dapat menulis
3
yo
dy
=
[ ( )]
So 1−
y
dx yc 3

[ ( )]
1−
y
1.45
b. Analisis Kualitatip Macam-Macam Profil Aliran
Mari kita analisis Persamaan 1.45 yang kita tulis lagi
dy S o −S f
=
dx 1−Fr 2

Ada beberapa kemungkinan kondisi ekstrim yang dapat kita analisis yaitu
1) Bila y = yc maka Fr = 1, kita dapat mengatakan bahwa
dy S o−S f
= → ~
dx 1−1 (tak terhingga) 1.46

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 40


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Secara skematis kita mengatakan aliran menjadi vertikal seperti


ditunjukkan pada Gambar I.15a.
2) Bila y = yo maka So = Sf, kita dapat mengatakan bahwa
dy S o−S o
= =0
dx 1−F 2
r 1.47
Secara skematis kita mengatakan aliran menjadi aliran seragam tunak.
Gambar I.15b memberikan penjelasan tersebut
3) Bilamana y  ~, kita mengetahui bahwa
τo τo v
Sf = = →0 Fr= →0
γR γy dan √ gy
Sehingga persamaannya menjadi
dy
=S o
dx 1.48
Kondisi tersebut ditunjukan pada Gambar I.15c
4) Bilamana So = 0 maka
dy
=−S f
dx 1.49
Dasar saluran menjadi horizontal
Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 1.15d

Gambar I.15 - Kondisi aliran untuk dy/dx yang berbeda-beda

Sekarang kita lihat kedudukan y terhadap y o dan yc. Berdasarkan


kemiringannya ada 5 kondisi yang dapat terjadi pada aliran ini yaitu:
1) Kemiringan horisontal (So = 0)
Untuk kemiringan horisontal yo mendekati ~
Ada tiga kondisi yang terjadi yaitu:
 H1 terjadi bila: yo = y  ~ > yc dan dy/dx = 0 kondisi batas di hilir

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 41


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

 H2 terjadi bila: yo  ~ > y > yc dan dy/dx < 0 kondisi batas di hilir
 H3 terjadi bila: yo  ~ > yc > y dan dy/dx > 0 kondisi batas di hulu
2) Kemiringan landai (mild slope)  yo >yc
Ada tiga kondisi yang terjadi yaitu:
 M1 terjadi bila: y > yo > yc dan dy/dx > 0 kondisi batas di hilir
 M2 terjadi bila: yo > y > yc dan dy/dx < 0 kondisi batas di hilir
 M3 terjadi bila: yo > yc > y dan dy/dx > 0 kondisi batas di hulu
3) Kemiringan kritis yo = yc
Ada tiga kondisi yang terjadi yaitu:
 C1 terjadi bila: y > yc dan dy/dx > 0 kondisi batas di hilir
 C2 terjadi bila: y = yc dan dy/dx < 0 kondisi batas di hulu
 C3 terjadi bila: y < yc dan dy/dx > 0 kondisi batas di hulu
4) Kemiringan curam (steep slope)  yo < yc
Ada tiga kondisi yang terjadi yaitu:
 S1 terjadi bila: y > yc >yo dan dy/dx > 0 kondisi batas di hilir
 S2 terjadi bila: yc > y > yo dan dy/dx < 0 kondisi batas di hulu
 S3 terjadi bila: yc > yo >y dan dy/dx > 0 kondisi batas di hulu
5) Kemiringan berlawanan (adverse slope) So < 0
Ada tiga kondisi yang terjadi yaitu:
 A1 terjadi bila: y  ~ > yc dan dy/dx = 0 kondisi batas di hilir
 A2 terjadi bila: y > yc dan dy/dx < 0 kondisi batas di hilir
 A3 terjadi bila: yc > y dan dy/dx > 0 kondisi batas di hulu
Secara skematis kelima kondisi tersebut diilustrasikan berikut ini.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 42


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Gambar I.16 - Klasifikasi profil aliran berubah perlahan (Chow, 1959)


c. Estimasi Perhitungan Profile Aliran
Salah satu cara perhitungan aliran tunak berubah perlahan diuraikan pada
paragraph berikut ini. Di bawah ini diilustrasikan suatu sungai yang di
bendung di suatu tempat tertentu.

a) potongan memanjang sungai dengan bendung

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 43


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

b) detail potongan 1 - 2
Gambar I.17 - Profil aliran sungai dengan bendung

dimana
hf1-2 = kehilangan energi dari potongan 1 sampai potongan 2 (= L S f) x
cukup jauh sehingga geseran cukup signifikan S o, Sw dan Sf tidak lagi saling
sejajar. Persamaan umum yang dipakai adalah persamaan kontinuitas dan
momentum untuk aliran tunak berubah perlahan. Dari persamaan
kontinuitas kita tahu bahwa debit sepanjang aliran adalah tetap. Persamaan
momentum dengan melihat Gambar 1.17 dapat ditulis kembali sebagai
berikut
H 1=H 2 + LS f 1.50

Persamaan ini dapat ditulis lebih detail menjadi


v v
12 22
y 1 +α 1 + z 1 = y 2 +α 2 + z 2 + LS f
2g 2g 1.51
dimana
1 dan 2 koreksi untuk persamaan energi
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut
 Aliran di anggap sub-kritis sehingga kondisi batas adalah hilir (down-
stream boundary condition). Asumsi ini juga diartikan bahwa kita
menentukan tipe aliran berdasarkan kemiringan dasar sungai seperti
sudah dijelaskan sebelumnya (ada 5 tipe aliran). Umumnya pada aliran

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 44


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

bagian hulu suatu bendung aliran bertipe “kemiringan landai (mild


slope)” dengan tipe M1 atau M2.
 Panjang sungai yang akan dihitung profil muka airnya di bagi menjadi
pias-pias tertentu dengan panjang L (x) tertentu. Misal bila panjang
sungai 25 km maka dapat dibagi menjadi 50 potongan dengan panjang
x = 0.5 km. Penentukan pias-pias ini harus melihat pada kondisi
sungai yang dianalisis. Bilamana tidak banyak perubahan hidrolik
geometrik dan profil memanjang sungai relatip lurus, pias lebih panjang
bisa dipakai untuk perhitungan yang lebih mudah.
 Pada contoh di atas Persamaan 1.51 merupakan persamaan untuk
potongan 1 - 2. Secara umum persamaan itu dapat ditulis menjadi
v v n−1
n2 2

y n+ αn + z n = y n−1 + α n−1
+ z n−1 −LS f
2g
⏟ ⏟ 2g
Hn H
n−1 1.52
 Karena kondisi batas adalah daerah hilir, maka perhitungan dimulai dari
bagian paling hilir sungai yaitu bendung. Kita hitung parameter-
parameter geometris hidrolik dari aliran ini, seperti Q, n atau f, v, elevasi
dasar saluran pada bendung, tinggi muka air pada bendung (biasanya
diketahui). Cek kondisi aliran dengan menghitung bilangan Froude.
 Dari data geometris yang diketahui kita dapat menghitung besarnya
total energi Hb pada bendung dengan dua cara: yaitu Hb yang dihitung
dari titik bendung yang ditinjau ialah Hb1 dan Hb yang dihitung
berdasarkan Persamaan 1.52 yaitu Hb2. Kedua cara ini dapat ditulis
persamaannya
v
b2
H b = y b +z b +α b
1 2g kita iterasi sampai Hb1 =
H b 2=H n=H n−1 −Δ xS f Hb2

 Dari bendung kita bergerak ke hulu dan prosedur di atas.


 Profile muka air dari bendung ke hulu sungai dapat dihitung
 Cek lagi syarat-syarat yang harus dipenuhi. Misal kita asumsi
kemiringan landai maka aliran pada potongan memanjang yang ditinjau
harus aliran sub-kritis (Fr < 1)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 45


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Prosedur iterasi dapat dilakukan dengan analisis numerik. Secara umum


dapat dijelaskan sebagai berikut. Dengan memakai Persamaan (1.52) yang
dapat kita tulis lagi sebagai berikut
dy S o −S f
f ( y )= =
dx 1−Fr 2 1.53

1) Cara eksplisit (Euler Method)


Kita tulis Persamaan 1.53 menjadi
y i+1 − y i So −S f
=f ( y )=
Δx 1−Fr 2 atau y i +1 = y i + Δx ( f ( y ) ) 1.54
2) Cara implisit
Persamaan 1.53 ditulis menjadi
y i +1 = y i−1 + 2 Δx ( f ( y ) ) 1.55
3) Cara inverse
Persamaan 1.53 kita tulis menjadi
y2 x2

∫ f dy( y ) =∫ dx
y x1
1 1.56
atau
y2
dy
x 2−x 1 =∫
S o −S f
y1

( 1−F 2
r
) 1.57
4) Metode langkah langsung (direct step method)
dE
=S o −S f
dx 1.58
Untuk potongan melintang prismatik yang seragam, maka dapat dipakai
cara ini. Langkah perhitungannya adalah sebagai berikut (Hicks, 1990):
 tentukan suatu harga y
 Hitung E, v, R (untuk saluran/sungai lebar)
 Tentukan Sf dengan memakai Persamaan Chezy atau Manning,
τo v2
Sf = =
ρ gR c ¿ gR (Chezy) 1.59
atau

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 46


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

v 2 n2
S f = 4/3
R (Manning) 1.60
 Tentukan harga x dengan persamaan
ΔE
Δx =
( So−S frata−rata ) 1.61
 dimana Sfrata-rata dihitung dari rata-rata Sf dari kedalaman air yang
lama dan yang baru
 Dari Persamaan 1.61 kita dapat menghitung besarnya xn+1 dengan
persamaan
En+1 −En
X n+1 =x n
S fn+1 −S fn
( So−
2 ) 1.62
Semua variabel-variabel dari Persamaan 1.62 diketahui kecuali xn+1
5) Cara langkah standar (standard step method)
Untuk potongan melintang yang tidak prismatik dapat dipakai cara ini.
Langkah-langkah perhitungannnya adalah sebagai berikut (Hicks,
1990)
 kita pilih suatu harga x untuk menghitung elevasi muka air/stage h
(= y + z) dengan mengambil suatu harga h sembarang.
 kemudian kita lakukan perhitungan dengan cara coba-coba (trial and
error)
 kemudian kita hitung variabel geometris hidrolik yang lainnnya
seperti luas potongan melintang A , kecepatan rata-rata aliran v,
energi spesifik E dan total energi H.
 kita hitung besarnya kemringan geser Sf dan kemiringan geser rata-

rata Sf dan kehilangan energi yang lain (h e) pada potongan x


yang ditinjau. Kehilangan energi yang lain bisa berupa kehilangan
energi akibat ekspansi atau kontraksi yang bisa dihitung dengan cara
α n+1 v αnv
he =c ( 2g
n+1
2

2g
n
2
) 1.63
dimana c = koefisien kehilangan energi akibat ekspansi atau
kontraksi.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 47


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Kehilangan energi juga bisa disebabkan oleh sungai yang berbelok


(meander)
 hitung E dengan persamaan
ΔE
=( S o −S f ) Δx + he tambahan kehilangan energi akibat
dx ekspansi atau kontraksi saluran.sungai
(melebar atau menyempit)
1.64

 Cek harga E dengan melakukan perhitungan ulang


6) Program HEC-2
Merupakan paket program dari USCE (United State Corps of
Engineers). Paket program ini memakai cara langkah standar sebagai
dasar perhitungannnya. Secara umum HEC-2 dapat dipakai untuk
menghitung aliran tunak berubah perlahan dengan penampang saluran
proismatik atau non-prismatik, baik untuk aliran sub-kritis maupun
super-kritis. Di samping itu Hec-2 juga dapat dipakai untuk menghitung
saluran gabungan (compound channels). Umumnya pada beberapa
lokasi di sungai atau saluran ada banguan air seperti pilar jembatan,
gorong-gorong, bendung, dll. Kita sudah mengetahui bahwa aliran
sungai di sekitar bangunan air mengalami perubahan dari aliran
seragam, aliran berubah cepat dan aliran berubah perlahan dengan
perubahan aliran tergantung dari kondisi sungai tersebut. Artinya bisa
aliran dari seragam ke aliran berubah cepat, dari aliran berubah
perlahan ke aliran berubah cepat, dari aliran berubah cepat ke aliran
seragam atau aliran berubah perlahan yang kesemuanya ini tergantung
dari situasi dan kondisi aliran sungai/saluran yang ditinjau.
Paket ini bisa menghitung profil muka air dengan proses iterasi dari
data masukan yang sudah kita olah sesuai dengan kriteria dan standar
yang di minta oleh paket program ini. Untuk analisis jaringan sungai,
jaringan drainase, paket program ini sangat dianjurkan untuk dipakai.

7) HEC-RAS

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 48


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

HEC-RAS merupakan pengembangan program HEC-2. Perbedaan


yang menonjol adalah bahwa program HEC-RAS dilakukan dengan
menggunakan fasilitas “windows”. Sehingga hasilnya mudah
dihubungkan dengan program-program lainnya.
Persamaan dasarnya sama persis dengan persamaan untuk aliran
tunak berubah perlahan

1.2.2 Aliran Tidak Tunak (Unsteady Flow)


Aliran tidak tunak berdasarkan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum
sebagai berikut:
∂A ∂Q
+ =0
∂t ∂ x (kontinuitas) 1.65
Persamaan momentum
∂Q ∂ Qv dy
+ + gBy −gA ( S o −S f ) =0
∂t ∂ x dx (momentum) 1.66
Penyederhanaan kedua persamaan di atas dengan asumsi lebar penampang B
tetap adalah
∂ y ∂ vy
+ =0
∂t ∂ x 1.67
∂v ∂v ∂y
+v +g −g ( So −S f )=0
∂t ∂x ∂x 1.68

1. Penelusuran waduk (reservoir routing)


Aliran tidak tunak berdasarkan persamaan kontinuitas dan persamaan
momentum sebagai berikut:
∂A ∂Q
+ =0
∂t ∂ x (kontinuitas) 1.69
Persamaan momentum
∂Q ∂ Qv dy
+ + gBy −gA ( S o −S f ) =0
∂t ∂ x dx (momentum) 1.70
Penyederhanaan kedua persamaan di atas dengan asumsi lebar penampang
B tetap adalah
∂ y ∂ vy
+ =0
∂t ∂ x 1.71

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 49


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

∂v ∂v ∂y
+v +g −g ( So −S f )=0
∂t ∂x ∂x 1.72

2. Gelombang kinematik (kinematic wave)


Aliran ini juga disebut aliran tidak tunak yang seragam (unsteady uniform
flow).
∂ y ∂ vy
+ =0
∂t ∂ x dan Sf =So 1.73
definisi untuk tidak tunak definisi untuk seragam

Seperti kita ketahui bahwa kecepatan rata-rata dengan menggunakan


Persamaan Chezy adalah
v=C¿ √ gRSf
Bilamana Sf =So maka
v=C¿ √ gRSo 1.74
Bila kita anggap R = y (untuk sungai yang sangat lebar), dan Persamaan 1.74
dimasukkan ke dalam Persamaan 1.74a didapat
∂ y ∂ 3/2
+ ( y C ¿ √ gS o )=0
∂t ∂ x 1.75
atau
∂ y ∂ 3/2 ∂y
+ ( y C ¿ √ gS o ) =0
∂t ∂ y ∂x 1.76
∂ y 3 1/2 ∂y
+ ( y C¿ √ gS o ) =0
∂t 2 ∂x 1.77
atau
∂y 3 ∂y
+ v =0
∂t 2 ∂ x 1.78
atau
∂y ∂y
+αv =0
∂t ∂x 1.79
Bila dipakai Persamaan Manning maka kecepatan rata-rata aliran adalah
1
v = R2/ 3 S 1/ 2
n f 1.80
Dengan prosedur yang sama didapat

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 50


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

∂ y 5 1 2/ 3 ∂y
+
∂t 3 n (
y S 1/2
o ∂x )
=0
1.81

atau
∂y 5 ∂y
+ v =0
∂t 3 ∂ x 1.82
atau
∂y ∂y
+αv =0
∂t ∂x 1.83
Dari Persamaan 1.81 dan Persamaan 1.82 maka
 = 3/2, bila kita memakai Persamaan Chezy
 = 5/3 bila kita memakai Persamaan Manning
Persamaan 1.83 dapat ditulis
Dy ∂ y ∂ x ∂ y
= + =0
Dt ∂t ∂t ∂ x 1.84
dimana
∂x
=αv
∂t =c (celerity) dan tergantung dari persamaan yang dipakai (=3/2
untuk Chezy, dan = 5/3 untuk Manning)
Dy ∂x
=0 =αv
Karena Dt , maka sepanjang ∂t , kedalaman y konstan.
Gelombang kinematik hanya menyebabkan pergeseran gelombang dari waktu
tn = 0 ke waktu tn+1 = T. Puncak gelombang setelah waktu tn+1 tidak akan
melebihi puncak gelombang pada waktu t n. Gelombang kinematik umumnya
terjadi pada daerah atas (upland) karena lebar dasar saluran umumnya lebih
kecil dibanding di daerah hilir (low land), namun mempunyai So yang lebih
besar.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 51


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Gambar I.18 - Perambatan (propagation) gelombang kinematik dari t n = 0


sampai tn+1 = T
3. Gelombang sebaran (diffusive wave)
Persamaan dasarnya adalah
∂ y ∂ vy dy
+ =0 S f =S o −
∂t ∂ x (kontinuitas) dan dx (momentum) 1.85
Gelombang ini bisa terjadi pada kelandaian sedang (mild) maupun kelandaian
curam (steep). Untuk penyelesaian Persamaan 1.85 solusi numerik
dianjurkan.
Evaluasi Persamaan 1.85 didapat
∂y ∂y ∂2 y
+αv =D 2
∂t ∂x ∂x 1.86
dimana
 = 3/2 bila memakai Persamaan Chezy
 = 5/2 bila memakai Persamaan Manning
gy 2 C 2
D= ¿
2v = aproksimasi difusive pada saluran terbuka, atau disebut juga
convection diffusion pada saluran terbuka (Hicks, 1990)
∂2 y
∂ x2 = penyebab gelombang menjadi lebih menyebar dan rata (flatter)
Persamaan 1.86 dapat ditulis menjadi
Dy ∂ y ∂ x ∂ y ∂2 y
= + =D
Dt ∂t ∂t ∂ x ∂ x2 1.87
dimana

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 52


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

∂x
=αv
∂t =c (celerity)
Persamaan 1.87 dapat dikatakan bahwa
D ( y) ∂x
≠0 =αv
Dt pada kurva ∂t 1.88
Kecepatan rata-rata dengan cara Manning untuk aliran gelombang kinematik
dan gelombang difusive dapat ditulis
1
v = R2/3 S 1/ 2
n o untuk gelombang kinematik 1.89
1/2
1 dy
n (
v= R2/3 S o −
dx ) untuk gelombang difusive 1.90
Aliran yang terjadi akibat gelombang-gelombang tersebut diilustrasikan
sebagai berikut

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 53


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

a. gelombang kinematik

b. gelombang difusive
Gambar I.19 - Perbedaan proses gelombang kinematik dan difusive

Perbedaan muka air gelombang kinematik dan gelombang difusive dapat


dijelaskan berikut ini. Besarnya kecepatan gelombang untuk aliran kinematik
dan aliran difusive adalah
5 5 1 2 /3
c= v= R S 1/2
3 3n o untuk gelombang kinematik 1.91
1/2
5 5 1 2/3 dy
c= v=
3 3 n { ( )}
R S o−
dx untuk gelombang difusive 1.92
Mengamati Persamaan 1.91 dan Persamaan 1.92 dan Gambar I.19 dapat
dilihat bahwa debit gelombang kinematis Q k dan debit gelombang difusive Q d
pada potongan 1-2 berbeda, yaitu,

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 54


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

1 2/3
Qk = Av=A R S 1/2
n o untuk gelombang kinematik 1.93
1/2
1 2/3 dy
Qd = Av= A { ( )}
n
R S o−
dx untuk gelombang difusive 1.94
Qk pada potongan 1-2 konstan karena v1 = v2, namun Qd pada potongan 1-2
tidak lagi konstan akibat v2 > v1. Hal ini menimbulkan proses aliran seragam
kurva debit Q dan kedalaman air y (uniform flow rating curve) untuk
gelombang kinematis namun aliran histeristis (loop rating curve) untuk
gelombang difusive. Bila digambarkan kurva hubungan debit dan kedalaman
airnya seperti berikut ini.

Gambar I.20 - Kurva hubungan debit Q dan kedalaman air y

Gambar I.20 menunjukkan perbedaan kurva Q-y gelombang kinematik dan


gelombang difusive. Pada gelombang kinematik kurva Q-y berbentuk garis
(lumped curve), sedangkan gelombang difusive (maupun gelombang dinamik)
membentuk suatu loop. Pada potongan 1-2, hanya ada satu hubungan Q-y
untuk gelombang kinematik, namun pada potongan 1-2 , untuk harga y1 = y2
debitnya tidak sama (Q1>Q2). Loop terjadi bilamana dy/dx pada Persamaan
1.94 > So. Kondisi ini juga menunjukkan pada debit Q maks kedalaman airnya
y tidak maksimum, demikian juga pada kedalaman air y maks debitnya Q
tidak maksimum (Lihat Gambar I.20).

4. Gelombang dinamik (dynamic wave)


Dasar analisisnya adalah Persamaan Saint Venant yang lengkap baik untuk
persamaan kontinuitas maupun persamaan momentumnya. Artinya semua

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 55


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

parameter dan variabel dari Persamaan Saint Venant menjadi penting.


Persamaan tersebut dapat ditulis lagi menjadi,
∂ y ∂ vy ∂v ∂v ∂y
+ =0 +v +g =g ( So −S f )
∂t ∂ x dan ∂t ∂x ∂x 1.95
percepatan gelombang (celerity) dapat didefinisikan sebagai

c≡√ gy 1.96
Percepatan gelombang c dapat juga dikatakan mewakili kedalaman air y,
karena hubungan kedua variabel itu proporsional yaitu makin besar c maka y
juga makin besar.
Evaluasi dari Persamaan 1.96 didapat
∂ ( v +2 c ) ( v+ c ) ∂ ( v +2 c )
+ =g ( S o −S f )
∂t ∂x 1.97a
∂ ( v −2 c ) ( v−c ) ∂ ( v−2 c )
+ =g ( S o −S f )
∂t ∂x 1.97b
Persamaan (1.97) dapat ditulis menjadi
D ( Ai) ∂ ( Ai) ∂ ( Ai)
= +B i = g ( S o −S f )
Dt ∂t ∂x 1.98
dimana
Ai = bagian yang merambat
Bi = kecepatan perambatan

Bilamana So-Sf = 0 maka Bi merupakan garis lurus namun karena So-Sf  0


maka Bi merupakan kurva. Persamaan 1.98 dapat ditulis menjadi
D ( v±2 c ) dx
=g ( S o −S f ) = ( v±c )
Dt pada dt 1.99
dx
= ( v±c )
dimana dt merupakan bilangan Courant Cr.
Bilangan ini dipakai untuk kestabilan dari persamaan diferensial maka untuk C r
= 1, Persamaan 1.99 mempunyai solusi eksak, dan bila C r = 0 merupakan
kasus khusus (Hicks, 1990; Steffler, 1989).
dx
= ( v−c )
Untuk Persamaan 1.99 yang negatip dengan dt , pada kondisi v = c
atau Fr = 1 atau disebut juga aliran kritis, maka gangguan kecil yang terjadi
pada aliran ini tidak dapat merambat (propagate) ke arah hulu (upstream).
Perambatan ke hulu akan terjadi bilamana c > v. Pada kondisi aliran super

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 56


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

kritis (Fr > 1) maka v > c akan terjadi gerakan gelombang ke arah hilir.

dx
= ( v +c )
Demikian juga untuk Persamaan 1.99 yang positip dengan dt ,
perambatan akan berjalan ke arah hilir (down stream). Sehingga dapat
dikatakan bahwa Persamaan 1.99 menimbulkan dua jenis gelombang, satu ke
hulu dan satunya ke hilir. Gambar berikut ini menunjukkan sketsa karakteristik
dari gelombang dinamik tersebut.

Gambar I.21 - Sebaran karakteristik untuk aliran gelombang dinamik

Kecepatan v dan kecepatan gelombang c merupakan garis lurus bilamana

D()
=0 g (S o− S f )
pada persamaan 1.99 besaran Dt , atau pengaruh sangat
kecil dan dapat diabaikan ( 0). Pada waktu terjadi kehancuran konstruksi
waduk (dam break) misalnya hal tersebut bisa terjadi dan aliran air pada saat
itu menjadi aliran tidak tunak berubah cepat untuk jangkauan yang pendek
seperti yang diuraikan pada sub-bab berikut ini. Namun pada kenyataannya
gelombang bersifat dinamis dan untuk jangkauan x yang jauh sifat-sifat aliran
dinamis lebih dominan sehingga karakteristik alirannya berupa kurva yang
bergerak ke arah hulu dan hilir dan cukup sulit untuk dipecahkan secara
numerik.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 57


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

5. Aliran tidak tunak berubah cepat (unsteady rapidly varied flow)


Aliran ini terjadi pada kondisi dimana geseran dapat diabaikan. Oleh karena
itu persamaan dasarnya dapat ditulis menjadi
∂ y ∂ vy
+ =0
∂t ∂ x kontinuitas 1.100
∂v ∂v ∂y
+v +g −gS o=0
∂t ∂x ∂x momentum 1.101
Persamaan momentum dapat disusun lagi menjadi
v2
d( + y +z )
2g dH
=0 atau =0
dx dx 1.102
Karena tidak ada unsur S f maka jangkauan (x) adalah pendek. Pada kasus
bobolnya suatu waduk (dam break) proses ini terjadi sangat cepat, sehingga
proses dam break merupakan gabungan dari aliran unsteady rapidly (URVF)
dan unsteady gradually varied flow (UGVF). Atau dengan kata lain proses
dam break dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar I.22 - Proses dam-break, aliran URVF menjadi aliran UGVF

Seperti halnya aliran dinamis, garis aliran (stream lines) tidak lagi linier namun
berbentuk kurva. Profil muka air menjadi tidak menerus (discontinuous) dalam
jangkauan yang pendek. Melihat Persamaan 1.101 dengan tidak ada unsur
geseran (Sf = 0), maka persamaan karakteristik mirip dengan Persamaan
1.102 yang dapat ditulis
D ( v±2 c ) dx
=gS o = ( v±c )
Dt pada dt 1.103
Karena jangkauan (x) adalah pendek, maka (v+c) adalah jauh lebih besar
daripada (gSo). Sehingga Persamaan 1.103 dapat disederhanakan menjadi
D ( v±2 c ) dx
=0 = ( v±c )
Dt pada dt 1.104

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 58


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Untuk Persamaan 1.104, kurva karakteristiknya dapat diasumsikan berupa


garis lurus. Salah satu cara untuk solusi dari persamaan ini dapat dilakukan
dengan cara numerik.

1.3 Flood Routing


Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf, yang
diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan hidrograf banjir antara inflow (I)
dan outflow (O) disebabkan oleh:
 Adanya faktor tampungan → misal adanya waduk
 Adanya penampang sungai yang tidak uniform atau akibat adanya meander
sungai.
Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan outflow
pada waduk dan inflow dan outflow pada suatu titik dengan suatu titik di tempat
lain pada suatu sungai.

Perubahan inflow dan outflow akibat adanya faktor tampungan: pada suatu waduk
terdapat inflow banjir (I) akibat adanya aliran banjir dan outflow (O) apabila muka
air waduk naik di atas spillway (terdapat limpasan).
I > O → tampungan waduk naik → elevasi muka air waduk naik
I < O → tampungan waduk turun → elevasi muka air waduk turun
Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas:
I - O = S/t
Dimana: S adalah perubahan tampungan air di waduk
Persamaan kontinuitas pada periode t = t2 - t1 adalah:
I 1+ I 2 O1 +O2
( 2 ) (
∗ Δt−
2 )
∗Δt=S2 −S1

Langkah yang diperlukan penelusuran banjir pada waduk adalah:


 Menentukan hidrograf inflow sesuai skala perencanaan.
 Menyiapkan data hubungan antara volume dan area waduk dengan elevasi
waduk.
 Menentukan atau menghitung debit limpasan spillway (bangunan pelimpah)
waduk pada setiap ketinggian air diatas spillway dan dibuat dalam grafik.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 59


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

 Ditentukan kondisi awal waduk (muka air waduk) pada saat dimulai routing
(penelusuran). Hal ini diperhitungkan terhadap kondisi yang paling berbahaya
dalam rangka pengendalian banjir.
 Menentukan periode waktu peninjauan t 1, t2, ..... dst, periode waktu (t 2-t1)
semakin kecil adalah semakin baik.
 Data lain sebagai pendukung yang diperlukan.
 Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan tabel, seperti contoh dibawah
(dengan cara analitis langkah demi langkah).

Contoh penelusuran banjir waduk (dengan tabel)


kom. El.
Waktu I Ir Vol. asumsi O Or Vol. S
t storage m.a.
ke: Inflow Irata2 Ir * t el. wdk. out flow rata2 Or * t storage
x103 wdk.

1.00 1,0 70,0 0,0 1000,0 70,0


60 2,0 1200 1,0 3600 3600
2.00 3,0 71,2 2,0 1003,6 71,1

dan seterusnya

1.4 HEC-HMS, HEC RAS


HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran satu dimensi di
sungai atau saluran, River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic
Engineering Center (HEC) yang merupakan satu divisi di dalam Institute for Water
Resources (IWR), di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). Fitur HEC-
RAS terdiri dari empat komponen hitungan hidraulika satu dimensi, yaitu 1)
hitungan profil muka air aliran permanen, 2) simulasi aliran tak permanen, 3)
hitungan transpor sedimen (mobile bed, moveable boundary), dan 4) analisis
kualitas air.

Hydrologic Engineering Center’s Hydrologic Modeling System (HEC-HMS)


merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk mensimulasikan proses hujan-
aliran/limpasan (rainfall-runoff) pada suatu sistem tangkapan hujan atau daerah
aliran sungai (DAS). HEC-HMS dapat diterapkan secara luas untuk berbagai
permasalahan diantaranya adalah ketersediaan air dan banjir di perkotaan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 60


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

maupun DAS alami. Hidrograf yang dihasilkan dari program ini dapat digunakan
untuk studi ketersediaan air, drainase perkotaan, peramalan aliran, pengaruh
urbanisasi, perancangan pelimpah bendungan, mitigasi dampak banjir,
pengelolaan daerah genangan, hidrologi lahan basah, dan operasi sistem seperti
waduk, dsb.

Sistem hidrologi di dalam HEC-HMS direpresentasikan dalam beberapa


komponen model, yaitu model DAS, model meteorologi, control specification, dan
data masukan. Respon DAS dalam mengalihragamkan hujan menjadi aliran
disimulasikan berdasarkan model meteorologi yang diterapkan. Control
speciification digunakan untuk mendefinisikan periode dan tahapan waktu dalam
suatu simulasi. Komponen masukan data, seperti seri data, pasangan data, dsb
digunakan sebagai parameter atau kondisi batas dari suatu model DAS dan
meteorologi.

1.5 Latihan
Diketahui:
Luas daerah aliran sungai A = 50 km2
Panjang sungai L = 12.5 km
Kemiringan sungai I = 0.071
Curah hujan harian R = 140 mm
Hitung debit banjir rencana dengan menggunakan Metode Weduwen dan Metode
Melchior!

1.6 Rangkuman
Dalam hal pengendalian banjir penting juga untuk memahami hidrologi dan
hidrolika sungai. Hidrologi dan hidrolika sungai memberikan
wawasan/pengetahuan mengenai banjir rencana, aliran steady dan unsteady,
flood routing serta HEC-HMS dan HEC RAS.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 61


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

PENUTUP

A. Simpulan
Modul ini menjelaskan mengenai hidrologi dan hidrolika sungai dalam
pengendalian banjir. Untuk menentukan banjir rencana ada banyak metode
perhitungan. Beberapa metode perhitungan banjir rencana tersebut, diantaranya:
 Hubungan empiris curah hujan–limpasan (Metode-metode: Rasional,
Weduwen, Melchior, dsb.).
 Dengan menggunakan hidrograf satuan untuk menghitung hidrograf banjir.
 Dengan pengamatan langsung di lapangan.

Selain itu, juga dijelaskan perhitungan aliran steady dan unsteady, flood routing
serta HEC-HMS dan HEC RAS.

B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami detail pengendalian banjir dan ketentuan
pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif
mengenai pengendalian banjir.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 62


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

EVALUASI FORMATIF

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan di akhir pembahasan modul


hidrologi dan hidrolika sungai pada pelatihan pengendalian banjir. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta pelatihan
terhadap materi yang disampaikan dalam modul.

A. Soal
1. Berikut ini merupakan jenis-jenis aliran steady, kecuali...
a. aliran seragam tunak (steady uniform flow)
b. aliran seragam tidak tunak (steady varied flow)
c. aliran tidak seragam tunak (unsteady uniform flow):
d. aliran berubah cepat (steady rapidly varied flow)
e. aliran berubah lambat laun (steady gradually varied flow)
2. Beberapa metode perhitungan banjir rencana yang merupakan hubungan
empiris curah hujan – limpasan adalah, kecuali...
a. Rasional
b. Weduwen
c. Melchior
d. Hidrograf Banjir
e. Flood routing
3. Diketahui:
Luas daerah aliran sungai A = 50 km2
Panjang sungai L = 12.5 km
Kemiringan sungai I = 0.071
Curah hujan harian R = 140 mm
Debit banjir rencana dengan menggunakan Metode Weduwen adalah...
a. 253
b. 254
c. 255
d. 256
e. 257

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 63


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

4. Diketahui:
Luas daerah aliran sungai A = 50 km2
Panjang sungai L = 12.5 km
Kemiringan sungai I = 0.071
Curah hujan harian R = 140 mm
Debit banjir rencana dengan Metode Melchior adalah...
a. 168
b. 169
c. 170
d. 171
e. 172
5. Fitur HEC-RAS terdiri dari empat komponen hitungan hidraulika satu dimensi,
kecuali...
a. Hitungan profil muka air aliran permanen
b. Simulasi aliran tak permanen
c. Simulasi proses hujan-aliran/limpasan (rainfall-runoff)
d. Hitungan transpor sedimen (mobile bed, moveable boundary)
e. Analisis kualitas air

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang di
paparkan dalam materi pokok, gunakan rumus berikut :

Jumlah Jawaban Yang Benar


Tingkat Penguasaan= × 100 %
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan :


90 - 100 % : baik sekali
80 - 89 % : baik
70 - 79 % : cukup
< 70 % : kurang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 64


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat
memahami hidrologi dan hidrolika sungai. Proses berbagi dan diskusi dalam kelas
dapat menjadi pengayaan akan materi hidrologi dan hidrolika sungai. Untuk
memperdalam pemahaman terkait materi hidrologi dan hidrolika sungai,
diperlukan pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau
pada modul-modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi
modul-modul yang ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman
yang utuh akan pengendalian banjir.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 65


DAFTAR PUSTAKA

Kodoatie R. J. dan Sugiyanto. 2001. Banjir. Pustaka Pelajar, Semarang.

Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Andy,


Yogyakarta.

Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2010. Tata Ruang Air.Andy, Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J., 2012. Tata Ruang Air Tanah. xxvi + 514 = 540 Halaman.
Penerbit Andi, Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J., 2013. Rekayasa Manajemen Banjir Kota. Penerbit Andi,
Yogyakarta.

Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2013. Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu. Andy,
Yogyakarta.

Peraturan Presiden No. 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional


Penanggulangan Bencana.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2015
tentang Penetapan Wilayah Sungai.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26 Tahun 2015
tentang Pengalihan Alur Sungai dan/atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27 Tahun 2015
tentang Bendungan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, dan Garis Sempadan Danau.

Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset, Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

GLOSARIUM

Justifikasi : Putusan (alasan, pertimbangan, dan


sebagainya); Penyesuaian.
Representatif : Dapat (cakap, tepat) mewakili; sesuai dengan
fungsinya sebagai wakil.
Substitusi : Penggantian

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

KUNCI JAWABAN

Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.

Adapun kunci jawaban dari soal latihan pada setiap materi pokok, sebagai
berikut :
Latihan Materi Pokok 1
Diketahui:
Luas daerah aliran sungai A = 50 km2
Panjang sungai L = 12.5 km
Kemiringan sungai I = 0.071
Curah hujan harian R = 140 mm
Debit banjir rencana dengan menggunakan Metode Weduwen
Asumsi 1 : ambil t = 2.9
2. 9+1
120+ 2. 9+9 50
β= =0. 802
120+50

140 67 . 65
q= =0 . 07
240 2. 9+1 . 45

4.1
α=1 =0 . 713
0 . 802 x 9 .07 +7

Q=0.713 x0.802x 9.07 x 50=259m3 /det


−0 .125 −0 . 25
t=0 .25 x 12. 5 x 259 .32 0. 071 =0 .302

Asumsi 2: ambil t = 3
3+1
120+ 3+9 50
β= 0 . 804
120+50
140 67 . 65
q= =8. 87
240 3+1. 45
4.1
α=1− =0. 71
0 .804 x 8 .87+7
Q=0.71x 0.804 x8.87 x50=253 m3 /det
−0. 125 −0. 25
t=0 .25 x 12. 5 x 253 .17 0 .071 =3 .03

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 5 Hidrologi dan Hidrolika Sungai

Debit banjir rencana dengan menggunakan Metode Melchior


A = 12.5 km
B = 8.4 km
(F = 0.25  a.b = 82 km2)
To = 7 jam
F = 82 km2
(diperoleh Qo =   qo A)
140
0 .52 x 5 . 5 x 50 =100 m3 /det
200
To = 0.186 LQ-0.2I0.4
= 0.186 x 12.5 x 100. 1-0.2 0.071-0.4 = 2.67

1) Ambil:
To = 2.67 jam
F = 82 km2
(diperoleh qo = 9)
140
Qo = 0.52 x 9 x 50 x 200 = 164 m3/det
To = 0.186 x 12.5 x 163.8 0.071-0.4 = 2.41
-0.2

2) Ambil:
To = 2.40 jam
F = 82 km2 (diperoleh qo = 9.4)
140
Qo = 0.52 x 9.4 x 50 x 200 = 171 m3/det
To = 0.186 x 12.5 x 171.06-0.2 0.071-0.4 = 2.89  ok

Adapun kunci jawaban dari soal evaluasi formatif, sebagai berikut :


1. b (aliran seragam tidak tunak (steady varied flow))
2. e (Flood routing)
3. a (253)
4. d (171)
5. c (Simulasi proses hujan-aliran/limpasan (rainfall-runoff))

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai