OLEH:
1404105065
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Udayana
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena berkat karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul Alternatif Pemilihan Bangunan Pengendali Banjir yang Efektif dan
Efisien di Wilayah Perkotaan ini dengan baik dan tepat waktunya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui alternatih-
alternatif bangunan pengendali banjir yang dapat di aplikasikan pada wilayah
perkotaan. Dengan dapat dipilihnya alternatif bangunan pengendali banjir yang
tepat diharapan dapat mengurangi kejadian banjir di wilayah perkotaan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat I Ketut
Sudarsana, ST., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Udayana dan Kadek Diana Harmayani, ST., MT., PhD. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pemilihan
mawapres tingkat fakultas serta memberikan masukan dan saran sehingga karya
ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulis telah menyadari bahwa dalam pembuatan karya ini masih jauh
dari kata sempurna. Karena itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
di dalam karya ini.
Penulis
v
RINGKASAN
vi
dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanggul sebagai bangunan pengendali
banjir merupakan yang paling efektif dan efisien di wilayah perkotaan ditunjau
dari aspek hidrologi, aspek ekonomi/ finansial serta aspek keamanan.
vii
SUMMARY
Along with the growing population and the urgency of human interests causes
the trend of land use around the river. Particularly in urban areas, many rivers has
decreased function, narrowing, silting and pollution. Finally, the function of the
river has been transformed into a landfill wastewater and solid waste that polluted
rivers, shallow resulting in flooding and other environmental problems which give
a loss to the community. In some areas, flood control systems need to be made
precise, effective and efficient by observing the existing conditions and the
development of future utilization of water resources.
This study aims to determine the aspects that should be considered in planning
the building of flood control in urban areas as well as flood protection structure,
effective and efficient that can be used in urban areas. This research is not done
directly or doing practical but only through a literature review of the literature.
Flood protection structure studied only limited use of dikes and retention
basins. By doing this research is expected to provide benefits to increase
knowledge regarding the normalization of the river and buildings flood control
which is expected with knowledge about the building of flood control this, it can
have the flood protection structure is effective and efficient in urban areas so that
with the chosen building flood control that right then flooding in urban areas can
be reduced, and the impact of floods can be reduced.
Flooding is a condition where water can not be at maximum capacity in the
discharge channel (riverbed) or obstruction of water flow in the exhaust channel,
so that overflow flooded areas (flood plains) around it (Suripin, 2004). Flooding
can occur due to natural factors and human action. The cause of flooding can be
classified by human actions and is caused by nature. Losses from floods in general
relative and difficult to identify clearly, which consists of flood losses due to
floods directly and indirectly. Losses due to direct flooding, the physical loss or
damage to infrastructure caused by flooding that occurred.
Activities carried out before a flood occurs called a flood control activities.
Flood control for a region is unique. This is due to a regional flood control system
is not necessarily or can not be applied to other areas. Building flood control can
be: dam (dam), retention basins, check dams, groundsill, retarding basin, creation
of polders, infiltration wells and weirs.
Based on the results and discussion, it can be concluded that in planning for
flood protection structure, there are several aspects that should be considered are:
hydrological analysis aspects, economic aspects / financial and safety aspects of
the building itself. Of some previous studies it can be concluded that the use of the
building embankments as flood control is the most effective and efficient in urban
areas be reviewed on the hydrological aspects, economic aspects / financial and
security aspects.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
bangunan untuk normalisasi sungai dalam pengendalian banjir yaitu
bendungan/waduk, tanggul, kolam retensi, atau pembuatan penangkapan sedimen
(check dam).
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirasa perlu untuk mengetahui
alternatif- alternatif bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien sehingga
dapat menentukan alternatif bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien
yang dapat digunakan di wilayah perkotaan sehingga dapat digunakan dalam
mengendalikan banjir yang tepat, agar kejadian banjir di wilayah perkotaan dapat
dikurangi.
2
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian kajian pustaka ini diharapkan memberikan manfaat untuk
menambah pengetahuan mengenai normalisasi sungai dan bangunan-bangunan
pengendali banjir yang mana diharapkan dengan pengetahuan mengenai bangunan
pengendali banjir ini, maka dapat dipilih bangunan pengendali banjir yang efektif
dan efisien di wilayah perkotaan sehingga dengan dipilihnya bangunan pengendali
banjir yang tepat maka banjir di wilayah perkotaan dapat berkurang, serta dampak
dari bencana banjir tersebut dapat dikurangi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran
pembuang (kali) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang.
(Suripin,2004). Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan
kerugian harta benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa.
Dikatakan banjir apabila terjadi luapan atau jebolan dan air banjir, disebabkan
oleh kurangnya kapasitas penampang saluran pembuang. Banjir di bagian hulu
biasanya arus banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek.
Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras (karena landai), tetapi durasi
banjirnya panjang.
4
Bilamana diklasifikasikan oleh tindakan manusia dan yang disebabkan
oleh alam maka penyebab di atas dapat disusun sebagai berikut. Yang termasuk
sebab - sebab banjir karena tindakan manusia adalah:
Perubahan tata guna lahan (land use)
Pembuangan sampah
Kawasan kumuh di sepanjang sungai / drainase
Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Penurunan tanah dan rob
Tidak berfungsinya sistem drainase lahan
Bendung dan bangunan air
Kerusakan bangunan pengendali banjir
Erosi dan sedimentasi
Yang termasuk sebab - sebab alami diantaranya adalah:
Erosi dan sedimentasi
Curah hujan
Pengaruh fisiografi / geofisik sungai
Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
Pengaruh air pasang
Penurunan tanah dan rob
Drainase lahan
5
dampaknya maka salah satu kerugian nyata adalah kerugian banjir yang terus
meningkat.
Persoalan banjir secara lebih detail tak sekedar persoalan teknis atau
rekayasa namun merupakan persoalan multi aspek dan multi dimensi.
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor kunci meningkatnya
persoalan banjir. Walaupun upaya - upaya pengendalian banjir telah banyak
dilakukan, namun banjir masih terus meningkat. Karena sesuai teori perubahan
tata guna lahan mengkontribusi peningkatan banjir puluhan kali sedangkan
pengendalian banjir terutama dengan pembangunan fisik hanya mampu dan
berkapasitas 2 sampai 3 kali saja. Dengan kata lain apabila tidak dilakukan dengan
cara yang benar persoalan banjir tidak akan pernah bisa dipecahkan.
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara
jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak langsung.
Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian fisik atau rusaknya
infrastruktur akibat banjir yang terjadi. Contoh kerugian langsung meliputi, antara
lain :
Hilangnya nyawa atau terluka.
Hilangnya harta benda.
Kerusakan di pemukiman (perdesaan dan perkotaan).
Kerusakan di wilayah perdagangan (pasar, toko, pusat-pusat perbelanjaan).
Kerusakan di daerah industri (pabrik).
Kerusakan di daerah pertanian (padi maupun tanaman palawija).
Kerusakan daerah peternakan (sapi, kambing, kuda, ikan atau udang di
kolam atau tambak).
Kerusakan jembatan.
Kerusakan sistem irigasi.
Kerusakan sistem drainase.
Kerusakan sistem pengendalian banjir termasuk bangunannya.
Kerusakan sistem air bersih.
Kerusakan sungai.
Kerusakan jalan dan rel kereta api.
Kerusakan sistem kelistrikan.
6
Kerusakan komunikasi (telekomunikasi).
Kerusakan jalan raya, rel kereta api, bandara.
Kerusakan alat transportasi.
Pengertian kerusakan secara lebih luas bisa berarti, antara lain:
Robohnya suatu bangunan.
Tergenangnya suatu bangunan yang cukup lama sehingga merusakan
semua barang dan perabotan.
Jebolnya tanggul.
Gagal panen padi atau palawija.
Matinya ternak, hilangnya ikan dan udang dari kolam atau tambak.
Sedangkan kerugian akibat banjir tak langsung berupa kerugian kesulitan
yang timbul secara tak langsung diakibatkan oleh banjir, seperti terputusnya
komunikasi, terganggunya pendidikan, kesehatan, dan kegiatan bisnis dsb.
Trauma psikis akibat banjir (yang menimbulkan kerugian harta benda dan
kehilangan anggota keluarga).
7
Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu hal yang kompleks.
Dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara
lain: hidrologi, hidrolika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi & sedimentasi
sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase kota, bangunan air,
dll. Disamping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari
aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi,
kelembagaan, hukum dan lainnya. Cara penanganan pengendalian banjir dapat
dilakukan secara struktur dan non struktur. Cara ini harus ditinjau dalam satu
sistem pengaliran sungai.
8
Lokasi mudah dicapai.
Topografi daerah yang memadai dan tepat (appropriate), dengan
membentuk tampungan yang besar.
Kondisi geologi dan mekanika tanah.
Ketersediaan bahan bangunan.
b. Kolam Retensi (Retention Basin)
Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan
yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat
digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan
langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam
retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah,
volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang
dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan
penyalur air, Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan
mentreatment limbah sebelum dibuang, dan pendukung waduk/bendungan, kolam
retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk.
Karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil
sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk
itu sendiri.
Selain fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, manfaat lain yang bisa
diperoleh dari Kolam Retensi adalah:
a) Sebagai sarana pariwisata air
b) Sebagai konservasi air, karena mampu meningkatkan cadangan air
tanah setempat
c. Bangunan Penangkap Sedimen (Check Dam)
Check Dam atau disebut juga bendung penahan berfungsi untuk
memperlambat proses sedimentasi dengan mengendalikan gerakan sedimen
menuju bagian sungai sebelah hilirnya. Adapun fungsi Chek Dam antara lain :
Menampung sebagian angkutan sedimen dalam waktu suatu kolam
penampung
9
Mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekaan
yang tinggi, agar jumlah sedimen yang meluap ke hilir tidak berlebihan.
Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan seimbang dengan
daya angkut aliran air sungainya, sehingga sedimentasi pada lepas
pengendapan terhindarkan.
Membentuk suatu kemiringan dasar alur sungai baru pada alur sungai
hulu.
Check Dam baru akan nampak manfaatnya jika dibangun dalam jumlah yang
banyak di alur sungai yang sama.
d. Groundsill
Groundsill merupakan suatu konstruksi untuk perkuatan dasar sungai
untuk mencegah erosi pada dasar sungai, dengan maksimal drop 2 meter.
Groundsill diperlukan karena dengan dibangunnya saluran baru (Short Cut) maka
panjang sungai lebih curam sehingga akan terjadi degradasi pada waktu yang akan
datang.
e. Retarding Basin
Dalam cara ini daerah depresi (daerah cekungan) sangat diperlukan untuk
menampung volume banjir yang datang dari hulu untuk sementara waktu dan
dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan kondisi lapangan yang sangat
menentukan dan berdasarkan survey lapangan, peta topografi, dan foto udara
dapat diidentifikasi lokasi untuk kolam banjir. Daerah cekungan atau depresi yang
dapat dipergunakan untuk kolam banjir harus memperhatikan hal - hal sebagai
berikut :
Daerah cekungan yang akan digunakan sebagai daerah retensi harus
merupakan daerah yang tidak efektif pemanfaatannya dan produktifitasnya
rendah atau yang tidak dimanfaatkan.
Pemanfaatan kolam banjir harus bermanfaat dan efektif untuk daerah yang
ada di hilirnya. Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk
dijadikan sebagai daerah retensi.
Daerah tersebut harus mempunyai area atau tangkapan yang besar.
10
f. Pembuatan Polder
Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan
dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap
masuknya air dari luar system berupa limpasan (overflow) maupun aliran di
bawah permukaan tanah (gorong gorong dan rembesan), serta mengendalikan
ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana. Drainase
sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi sudah tidak
memungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya lebih mahal.
Komponen drainase sistem polder terdiri dari pintu air, tanggul, stasiun pompa,
kolam retensi, jaringan saluran drainase, dan saluran kolektor. Drainase sistem
polder digunakan untuk kondisi sebagai berikut :
Elevasi / ketinggian muka tanah lebih rendah daripada elevasi muka air
laut pasang. Pada daerah tersebut sering terjadi genangan akibat air pasang
(rob).
Elevasi muka tanah lebih rendah daripada muka air banjir di sungai
(pengendali banjir) yang merupakan outlet daripada saluran drainase kota.
Daerah yang mengalami penurunan (land subsidence), sehingga daerah
yang semula lebih tinggi dari muka air laut pasang maupun muka air banjir
di sungai pengendali banjir diprediksikan akan tergenang akibat air laut
pasang maupun back water dari sungai pengendali banjir.
g. Sumur Resapan
Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan
dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk
meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem
resapan. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas
tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan
adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke
dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal. Berdasarkan konsep
tersebut, maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan
sangat bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut :
11
Luas permukaan penutupan, yaitu lahan yang airnya akan ditampung
dalam sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir, dan perkerasan -
perkerasan lainnya.
Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan, lama hujan, dan selang
waktu hujan.
Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan
air per satuan waktu.
Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam, sumur
resapan perlu dibuat secara besar - besaran karena tanah memerlukan
pengisian air melalui sumur - sumur resapan. Sebaliknya pada lahan yang
muka airnya dangkal, pembuatan sumur resapan kurang efektif, terutama
pada daerah pasang surut atau daerah rawa dimana air tanahnya sangat
dangkal.
h. Bendung (Weir)
Bendung adalah suatu konstruksi untuk menaikkan elevasi muka air.
Faktor faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe bendung adalah
sebagai berikut:
1. Sifat dan kekuatan tanah dasar.
2. Jenis material yang diangkut oleh aliran sungai.
3. Keadaan / kondisi daerah aliran sungai di bagian hulu, tengah dan hilir.
4. Tinggi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi.
5. Kemudahan eksploitasi dan pemeliharaan.
6. Efisiensi biaya pelaksanaan.
Berdasarkan fungsinya, bendung diklasifikasikan sebagai :
1. Bendung Pembagi Banjir
Bendung ini dibangun di percabangan sungai untuk mengatur permukaan
air sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dengan debit rendah sesuai
dengan kapasitas yang telah ditetapkan.
12
2. Bendung Penahan Air Pasang
Bendung ini dibangun pada bagian sungai yang permukaan airnya
dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau pasang surut air sungai induk.
3. Bendung Penyadap
Bendung ini digunakan untuk mengatur permukaan air di dalam sungai
guna memudahkan penyadapan air untuk keperluan air minum, industri, irigasi,
maupun pembangkit tenaga listrik.
i. Tanggul
Tujuan utama tanggul buatan adalah untuk mencegah banjir di dataran
yang dilindunginya. Bagaimanapun, tanggul juga mengungkung aliran air sungai,
menghasilkan aliran yang lebih cepat dan muka air yang lebih tinggi.
Tanggul juga dapat ditemukan di sepanjang pantai, di mana gumuk /
gundukan pasir pantainya tidak cukup kuat, di sepanjang sungai untuk melindungi
dari banjir, di sepanjang danau atau polder. Tanggul juga dibuat untuk tujuan
empoldering/membentuk batasan perlindungan untuk suatu area yang tergenang
serta suatu perlindungan militer. Tanggul bisa jadi hasil pekerjaan tanah yang
permanen atau hanya konstruksi darurat, biasanya terbuat dari kantong pasir
sehingga dapat dibangun secara cepat saat banjir.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
Mulai
Identifikasi Masalah
Tinjauan Pustaka
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Istiarto, dkk (2007) meneliti tentang Sistem Pengendalian Banjir Kali
Juana, dimana pada analisis awal ekonomi (konsultasi PPSA Jratun Seluna)
mengenai tiga jenis alternatf yaitu sistem pengendalian banjir dengan normalisasi
sungai dan tanggul; sistem pengendalian banjir dengan normalisasi, sungai,
tanggul dan kolam retensi banjir; sistem pengendalian banjir dengan normalisasi
sungai, tanggul dan kolam retensi dan floodway dan didapat hasil bahwa sangat
lebih murah membebaskan lahan untuk kolam retensi dibandingkan membuat dan
meninggikan tanggul tinggi sepanjang 60 km (tanpa kolam retensi), karena
tempat-tempat retensi banjir tersebut berupa sawah dengan topografi rendah, yang
biasanya memang sudah sering banjir. Alternatif lainnya adalah bahwa
pemerintah tidak membebaskan kolam retensi semuanya, akan tetapi melakukan
pembelian selamanya pada masa tanam II (Januari April), sehingga petani pada
saat itu tidak menanam padi, bisa dengan memelihara ikan di kolam retensi
tersebut. Dari analisis hidraulika tersebut di atas terdapat beberapa kelemahan,
terutama dari sisi transpor sedimen. Mengingat kemiringan Sungai Juana sangat
kecil, maka strategi pengendalian banjir Kali Juana sangat rentan terhadap
sedimentasi sungai. Untuk mengantisipasi hal ini, maka harus tersedia dana yang
cukup untuk menormalisasi Kali Juana dari efek sedimentasi. dari penelitian ini
sistem pengendalian banjir Kali Juana yang paling baik dari 3 alternatif yang
diajukan adalah dengan normalisasi sungai, tanggul, dan kolam retensi banjir.
Basri, dkk (2015) meneliti mengenai pengendalian banjir sungai Mandar
Kabupaten Polewali Mandar, dimana dalam penilitian ini menyimpulkan bahwa
banjir sungai Mandar dapat di atasi dengan normalisasi dan penggunaan tanggul,
sesuai dengan hasil simulasi hidolika dengan menggunakan perangkat lunak
HEC-RAS. Dengan alternatif normalisasi alur sungai akan memberikan satu
solusi untuk mengatasi banjir yang terjadi, pengendalian banjir dengan sistem
normalisasi alur sungai, diperlukan bentuk hidrolis penampang standard
direncanakan dan dipilih sedemikian rupa berdasarkan debit rencana, normalisasi
direncanakan dengan debit (Q2 tahunan). Sedangkan penampang sungai hasil
normalisasi ditambah dengan kapasitas bantaran mampu mengalirkan debit
rencana (Q10 tahunan). Hasil yang ingin dicapai melalui normalisasi sungai ini
adalah penurunan muka air banjir melalui pengerukan sedimen dasar sungai, maka
16
resiko genangan banjir dapat terminialisir dan genangan dapat berkurang. Dan
alternatif perencanaan tanggul diambil karena setelah normalisasi alur dilakukan,
pada model hidrolis masih terlihat ada penampang sungai yang mengalami banjir.
Dermawan, dkk. (2015) meneliti tentang Pengendalian Banjir Sungai
Remu Kota Sorong Provinsi Papua Barat, dimana terdapat dua alternatif yang
dapat dilakukan untuk pengendalian banjir yaitu menggunakan tanggul dan
retarding basin. Pada penggunaan tanggul dengan pertimbangan ketersediaan
lahan di bantaran sungai dipilih corrugated PC sheet pile type W 400 A 1000
dengan panjang 11 m. Pemasangan tanggul diletakkan pada titik-titik dimana
terjadi limpasan (berdasarkan simulasi HEC RAS). Panjang tanggul yang
dibutuhkan adalah 5 km. pada penggunaan retarding basin, retarding basin
diletakkan sebelum masuk kota, sehingga diharapkan terjadi reduksi banjir di
hilirnya. Pada inlet dipilih side weir dan pintu outlet digunakan pintu klep tipe
Pusair PA-FG1 yang terbuat dari fiber resin. Penentuan alternatif yang dipilih
menggunakan metode AHP (analytical hierarchy process).Pada metode tersebut
dipilih tiga kriteria yaitu teknis, kemudahan pelaksanaan dan ekonomi.
Berdasarkan perhitungan nilai lebih tinggi didapat pada alternatf tanggul yaitu
sebesar 0.53 sedangkan retarding basin 0.47. Sehingga pada studi ini dipilih
alternatif tanggul sebagai alternatif pengendalian banjir.
P. Suryadinata, dkk (2013) meneliti mengenai Evaluasi Rencana Kinerja
Kolam Retensi (Retarding Basin) Dalam Upaya Pengendalian Banjir Tukad Mati
Di Kota Denpasar, berdasarkan hasil simulasi pada beban banjir Q 2 tahun,
tampungan efektif retarding basin adalah 282.630,00 m3, mampu menampung
banjir selama 3-4 jam dan menurunkan muka air banjir rata-rata 0,42 meter atau
12% dari tinggi muka air maksimum pada kondisi tanpa retarding basin yang
terjadi di sepanjang alur bagian hilir dari lokasi retarding basin. Pembangunan
retarding basin berdasarkan analisis benefit cost ratio, tidak layak dibangun,
dilihat dari biaya (cost) yang sangat mahal dengan nilai manfaat (benefit) yang
tidak terlalu besar.
Aushaf (2015) mengenai tentang Analisa Tinggi Tanggul Ekonomis
Sebagai Bangunan Pengendali Banjir Sungai Cihaur Desa Cipari Kecamatan
Cipari Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah, dimana dari hasil pembahasan
17
dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil sebuah kesimpulan pada kondisi
eksisting sungai Cihaur tidak mampu menahan debit banjir, sehingga
direncanakan pembangunan tanggul menggunakan kala ulang 10 tahun dengan
debit rancangan 76.53 m3/det dengan probabilitas terjadinya banjir sebesar 10%
tiap tahunnya.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, perencanaan tanggul dengan kala
ulang banjir 10 tahun merupakan perencanaan tanggul yang paling ekonomis
dengan tinggi tanggul 3,6 m. Biaya resiko dan biaya tahunan sangat menetukan
dalam menentukan tinggi tanggul ekonomis. Berdasarkan analisa yang dilakukan,
perencanaan tanggul dengan kala ulang 10 tahun dapat dikatakan aman karena
safety factor dari perencanaan tanggul dengan kala ulang 10 tahun sudah
memenuhi standar atau ketentuan keamanan dari rumus Fellenius yaitu sudah
melebihi 1,25.
Hendra, dkk (2016), meneliti mengenai Analisis Perubahan Nilai
Kelayakan Pengendalian Banjir Di Sungai Ciaur Kecamatan Cipari Kabupaten
Cilacap Jawa Tengah dengan menggunakan dua alternatif yaitu alternatif yang
pertama hanya dengan penggunaan tanggul dan alternatif kedua penggunaan
tanggul disertai dengan normalisasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa
didapat bahwa biaya (Cost) untuk membangun bangunan pengendali banjir
alternatif I sebesar Rp. 96.801.300.000,00 sedangkan untuk bangunan pengendali
banjir alternatif II yaitu sebesar Rp. 38.474.200.000,00. Pada tahun 2015 tingkat
bunga 7,5%, nilai analisa ekonomi dengan alternatif I tingkat bunga 7,5% yaitu
BCR 0,7, NPV Rp.-44.870.236.612,36 IRR -20%, dan analisa sensitifitas tidak
layak pada dua kondisi yang disimulasikan. Sedangkan alternatif II tingkat bunga
7,5% BCR 1,53, NPV Rp. 36.597.024.812,64, IRR 22%, analisa sensitifitas layak
pada dua kondisi yang disimulasikan, dan payback period adalah 5 tahun.
Kerugian banjir dengan debit kala ulang 25 tahun adalah sebesar Rp
15.358.662.751,93. Alternatif yang layak secara ekonomis adalah alternatif II
yaitu perencanaan tanggul yang dikombinasikan dengan normalisasi atau
pengerukan.
M. Satya (2014) meneliti tentang Normalisasi Sungai Sampean Sebagai
Upaya Pengendalian Banjir, dimana dalam penelitian ini didapat hasil debit banjir
18
rancangan Q50th di Outlet Bendung Sampean Lama sebesar 2809,64 m3/det.
Berdasarkan banjir historis yang pernah terjadi di Outlet Bendung Sampean Lama
pada tanggal 8 Februari 2008 adalah 2400 m3/det setara dengan debit banjir
rancangan Q50th, untuk keamanan desain penanganan pada Outlet Muara.
Kemudian dalam perencanaan DAS Sampean pengendalian banjir yang digunakan
adalah Q50th. Kapasitas tampungan Sungai Sampean pada kondisi eksisting tidak
cukup untuk menampung debit banjir rancangan Q50th, sehingga diperlukan
upaya perbaikan dan penanggulangan. Kemudian upaya penanggulangan banjir di
Sungai Sampean direncanakan berupa perbaikan penampang sungai dan
pembuatan tanggul. Setelah adanya upaya perbaikan penampang sungai dengan
bentuk penampang sungai direncanakan trapesium (kemiringan lereng 1 : 1)
dengan lebar rencana sungai 40 m, ternyata masih didapati air sungai yang
melimpas pada Q50th. Maka dilakukan penanganan selanjutnya yaitu dengan cara
pembuatan tanggul di sekitar daerah yang melimpas setinggi (hair + tinggi jagaan)
dengan tinggi jagaan 1,2 m. Setelah adanya upaya penanggu-langan banjir berupa
perbaikan pena-mpang sungai dan pembuatan tanggul, elevasi muka air banjir
terjadi penurunan dan tampungan Sungai Sampean mampu menampung debit
Q50th. Sungai Sampean direncanakan tanggul berpenampang ganda. Patok yang
dianalisis adalah Patok 22 dengan pada tanggul kiri yang dianggap paling kritis
sehingga dianggap cukup mewakili bentang.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengendalian
banjir menggunakan bangunan pengendali banjir berupa normalisasi,
pembangunan tanggul, dan kolam rentensi dapat dilihat bahwa dalam pemilihan
bangunan pengendali banjir haruslah berdasarkan beberapa aspek terutama pada
analisis hidrologi yang dapat menunjukan kapasitas sungai apakah mencukupi
atau terjadi kelebihan kapasitas yang menyebabkan terjadinya limpasan pada area
sekitar daerah aliran sungai (DAS).
Selain aspek analisis hidrologi, hal yang menjadi pertimbangan dalam
perencanaan bangunan pengendali banjir adalah aspek ekonomi yaitu nilai
investasi yang diperlukan dalam pembangunan bangunan pengendali banjir itu
19
sendiri. Dari beberapa alternatif dipilihlah alternatif yang memenuhi aspek
pengembalian investasi (BCR, IRR, NPV dan payback period).
Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat dilihat bahwa pengunaan
tanggul sebagai bangunan pengendali banjir merupakan bangunan pengendali
banjir yang efektif dan efisien digunakan di wilayah perkotaan ditinjau dari
beberapa aspek sepeti aspek hidrologi, aspek keamanan (safety factor) dan aspek
ekonomi.
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan bangunan
pengendali banjir adalah:
a. Aspek analisis hidrologi yang dapat menunjukan kapasitas sungai
apakah mencukupi atau terjadi kelebihan kapasitas yang menyebabkan
terjadinya limpasan pada area sekitar daerah aliran sungai (DAS).
b. Aspek ekonomi yaitu nilai investasi yang diperlukan dalam
pembangunan bangunan pengendali banjir itu sendiri. Aspek ekonomi
meliputi aspek pengembalian investasi (BCR, IRR, NPV dan payback
period).
c. Aspek teknis daitinjau dari segi keamanan (safety factor) dari
bangunan pengendali banjir tersebut.
2. Dari beberapa penilitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
penggunaan tanggul sebagai bangunan pengendali banjir yang paling
efektif dan efisien yang dapat diaplikasikan di wilayah perkotaan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disarankan untuk
mendapatkan hasil perbandingan yang lebih terinci dan mendalam dalam
menentukan pemilihan altefnatif bangunan pengendali banjir haruslah diuji
berdasarkan keadaan lapangan agar mendapat data yang pasti.
21
DAFTAR PUSTAKA
22