Anda di halaman 1dari 30

ALTERNATIF PEMILIHAN

BANGUNAN PENGENDALI BANJIR


YANG EFEKTIF DAN EFISIEN DI
WILAYAH PERKOTAAN

OLEH:

Made Widya Jayantari

1404105065

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Inovasi : Alternatif Pemilihan Bangunan Pengendali


Banjir yang Efektif dan Efisien di Wilayah
Perkotaan
2. Identitas Penulis
a. Nama Lengkap : Made Widya Jayantari
b. NIM : 1404105065
c. Jurusan : Teknik Sipil
d. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Udayana
e. Alamat rumah dan No. Tel/Hp : Perumahan Dalung Permai Blok DD 13 /
081236059235
f. Alamat email : widyajayantari13@gmail.com
3. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Kadek Diana Harmayani, ST., MT., PhD.
b. NIP : 19711204 199803 2 001

Denpasar, 20 Pebruari 2017


Ketua Pelaksana
Dosen Pendamping

Kadek Diana Harmayani, ST., MT., P.hD. Made Widya Jayantari


NIP. 19711204 199803 2 001 NIM. 1404105065

Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Udayana

I Ketut Sudarsana, ST., Ph.D.


NIP. 19691016 199601 1 001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
PRAKATA .............................................................................................................. v
RINGKASAN ........................................................................................................ vi
SUMMARY ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ............................................................................................ 2
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
2.1 Banjir ............................................................................................................. 4
2.2 Penyebab Banjir ............................................................................................ 4
2.3 Kerugian Akibat Banjir ................................................................................. 5
2.4 Pengendalian Banjir ...................................................................................... 7
2.5 Bangunan Pengendali Banjir ......................................................................... 8
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 14
3.1 Waktu Penelitian ......................................................................................... 14
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 14
3.3 Metodologi Penelitian ................................................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 15
4.1 Penelitian Mengenai Alternatif Pemilihan Bangunan Pengendali Banjir di
Wilayah Perkotaan ............................................................................................ 15
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 19
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 21
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 21
5.2 Saran ............................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengendalian Banjir Metode Struktur & Non-Struktur....................... 8


Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian ........................................................................ 14
Gambar 4.1 Pembangunan Tanggul di Sungai di Jakarta ..................................... 15

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena berkat karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul Alternatif Pemilihan Bangunan Pengendali Banjir yang Efektif dan
Efisien di Wilayah Perkotaan ini dengan baik dan tepat waktunya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui alternatih-
alternatif bangunan pengendali banjir yang dapat di aplikasikan pada wilayah
perkotaan. Dengan dapat dipilihnya alternatif bangunan pengendali banjir yang
tepat diharapan dapat mengurangi kejadian banjir di wilayah perkotaan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat I Ketut
Sudarsana, ST., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Udayana dan Kadek Diana Harmayani, ST., MT., PhD. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pemilihan
mawapres tingkat fakultas serta memberikan masukan dan saran sehingga karya
ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulis telah menyadari bahwa dalam pembuatan karya ini masih jauh
dari kata sempurna. Karena itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
di dalam karya ini.

Bukit Jimbaran, Pebruari 2017

Penulis

v
RINGKASAN

Pertambahan jumlah penduduk dan semakin mendesaknya kepentingan


manusia menyebabkan adanya kecenderungan pemanfaatan lahan di sekitar
sungai. Khususnya di wilayah perkotaan, banyak sungai mengalami penurunan
fungsi, penyempitan, pendangkalan dan pencemaran. Akhirnya fungsi sungai telah
berubah total menjadi sebuah tempat pembuangan air limbah dan sampah
sehingga sungai tercemar, dangkal mengakibatkan banjir dan masalah lingkungan
lainnya yang memberikan kerugian kepada masyarakat. Pada suatu daerah perlu
dibuatnya sistem pengendalian banjir yang tepat, efektif dan efisien dengan
memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan pemanfaatan sumber air
mendatang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan bangunan pengendali banjir di wilayah
perkotaan serta bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien yang dapat
digunakan di wilayah perkotaan. Penelitian ini tidak dilakukan secara langsung
atau melakukan praktikum tetapi hanya melalui tinjauan pustaka dari beberapa
literatur.
Bangunan pengendali banjir yang diteliti hanya sebatas penggunaan
tanggul dan kolam retensi. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan mengenai normalisasi sungai
dan bangunan-bangunan pengendali banjir yang mana diharapkan dengan
pengetahuan mengenai bangunan pengendali banjir ini, maka dapat dipilih
bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien di wilayah perkotaan
sehingga dengan dipilihnya bangunan pengendali banjir yang tepat maka banjir di
wilayah perkotaan dapat berkurang, serta dampak dari bencana banjir tersebut
dapat dikurangi.
Banjir adalah suatu kondisi di mana tidak tertampungnya air dalam saluran
pembuang (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran
pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya
(Suripin, 2004). Banjir dapat terjadi karena faktor alam dan tindakan manusia.
Penyebab banjir dapat diklasifikasikan oleh tindakan manusia dan yang
disebabkan oleh alam. Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit
diidentifikasi secara jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir
langsung dan tak langsung. Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian
fisik atau rusaknya infrastruktur akibat banjir yang terjadi.
Kegiatan yang dilaksanakan sebelum banjir terjadi disebut kegiatan
pengendalian banjir. Pengendalian banjir untuk suatu daerah adalah unik. Hal ini
disebabkan sistem pengendalian banjir suatu daerah belum tentu atau tidak dapat
diterapkan pada daerah lain. Bangunan pengendali banjir dapat berupa bendungan
(dam), kolam retensi (retention basin), bangunan penangkap sedimen (check
dam), groundsill, retarding basi, pembuatan polder, sumur resapan dan bendung
(weir).
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dalam merencanakan bangunan pengendali banjir ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan yaitu: aspek analisis hidrologi, aspek ekonomi/ finansial serta
aspek keamanan dari bangunan itu sendiri. Dari beberapa penilitian sebelumnya

vi
dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanggul sebagai bangunan pengendali
banjir merupakan yang paling efektif dan efisien di wilayah perkotaan ditunjau
dari aspek hidrologi, aspek ekonomi/ finansial serta aspek keamanan.

vii
SUMMARY

Along with the growing population and the urgency of human interests causes
the trend of land use around the river. Particularly in urban areas, many rivers has
decreased function, narrowing, silting and pollution. Finally, the function of the
river has been transformed into a landfill wastewater and solid waste that polluted
rivers, shallow resulting in flooding and other environmental problems which give
a loss to the community. In some areas, flood control systems need to be made
precise, effective and efficient by observing the existing conditions and the
development of future utilization of water resources.
This study aims to determine the aspects that should be considered in planning
the building of flood control in urban areas as well as flood protection structure,
effective and efficient that can be used in urban areas. This research is not done
directly or doing practical but only through a literature review of the literature.
Flood protection structure studied only limited use of dikes and retention
basins. By doing this research is expected to provide benefits to increase
knowledge regarding the normalization of the river and buildings flood control
which is expected with knowledge about the building of flood control this, it can
have the flood protection structure is effective and efficient in urban areas so that
with the chosen building flood control that right then flooding in urban areas can
be reduced, and the impact of floods can be reduced.
Flooding is a condition where water can not be at maximum capacity in the
discharge channel (riverbed) or obstruction of water flow in the exhaust channel,
so that overflow flooded areas (flood plains) around it (Suripin, 2004). Flooding
can occur due to natural factors and human action. The cause of flooding can be
classified by human actions and is caused by nature. Losses from floods in general
relative and difficult to identify clearly, which consists of flood losses due to
floods directly and indirectly. Losses due to direct flooding, the physical loss or
damage to infrastructure caused by flooding that occurred.
Activities carried out before a flood occurs called a flood control activities.
Flood control for a region is unique. This is due to a regional flood control system
is not necessarily or can not be applied to other areas. Building flood control can
be: dam (dam), retention basins, check dams, groundsill, retarding basin, creation
of polders, infiltration wells and weirs.
Based on the results and discussion, it can be concluded that in planning for
flood protection structure, there are several aspects that should be considered are:
hydrological analysis aspects, economic aspects / financial and safety aspects of
the building itself. Of some previous studies it can be concluded that the use of the
building embankments as flood control is the most effective and efficient in urban
areas be reviewed on the hydrological aspects, economic aspects / financial and
security aspects.

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambahan jumlah penduduk dan semakin mendesaknya kepentingan
manusia menyebabkan adanya kecenderungan pemanfaatan lahan di sekitar
sungai. Khususnya di wilayah perkotaan, banyak sungai mengalami penurunan
fungsi, penyempitan, pendangkalan dan pencemaran. Akhirnya fungsi sungai telah
berubah total menjadi sebuah tempat pembuangan air limbah dan sampah
sehingga sungai tercemar, dangkal mengakibatkan banjir dan masalah lingkungan
lainnya yang memberikan kerugian kepada masyarakat (Anonim, 2011).
Banjir ialah peristiwa yang terjadi ketika aliran air sungai meluap dan
merendam daratan yang merupakan suatu permasalahan/peristiwa alam yang
sudah dianggap biasa dan tidak bisa dicegah namun bisa dikendalikan. Secara
umum banjir disebabkan oleh kurangnya resapan air di daerah hulu, sementara
curah hujan cukup tinggi, sehingga menyebabkan aliran permukaan yang besar
sementara performa sungai yang ada tidak mampu untuk menampungnya. Jika
banjir tidak dapat dikendalikan, tentu saja akan menghambat aktivitas manusia
dan menimbulkan banyak kerugian seperti hilangnya harta benda, lumpuhnya
infrastruktur, menimbulkan penyakit bahkan dapat merenggut korban jiwa.
Pengendalian banjir bukan berarti membuang debit banjir seluruhnya ke
laut, tanpa adanya konsep dari segi pemanfaatan air. Air merupakan salah satu
unsur utama untuk kelangsungan hidup manusia, disamping itu air juga
mempunyai arti penting dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Air yang
dibiarkan ke laut dan tidak dimanfaatkan atau disimpan, akan hilang secara
percuma tanpa dapat dirasakan manfaatnya.
Pada suatu daerah perlu dibuatnya sistem pengendalian banjir yang tepat,
efektif dan efisien dengan memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan
pemanfaatan sumber air mendatang. Normalisasi adalah salah satu penanganan
banjir yang bertujuan untuk melewatkan debit banjir secara aman dengan cara
mengecek kapasitas sungai dan melakukan pelurusan alur sungai juga stabilisasi
dasar sungai, sehingga tidak terjadi limpasan/luapan. Ada beberapa cara dalam

1
bangunan untuk normalisasi sungai dalam pengendalian banjir yaitu
bendungan/waduk, tanggul, kolam retensi, atau pembuatan penangkapan sedimen
(check dam).
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirasa perlu untuk mengetahui
alternatif- alternatif bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien sehingga
dapat menentukan alternatif bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien
yang dapat digunakan di wilayah perkotaan sehingga dapat digunakan dalam
mengendalikan banjir yang tepat, agar kejadian banjir di wilayah perkotaan dapat
dikurangi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas terdapat beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Aspek-aspek apakah yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
bangunan pengendali banjir di wilayah perkotaan?
2. Bangunan pengendali banjir yang manakah yang efektif dan efisien yang
dapat digunakan di wilayah perkotaan?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian kajian pustaka ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk dapat mengetahui aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan bangunan pengendali banjir di wilayah perkotaan
2. Untuk dapat mengetahui bangunan pengendali banjir yang efektif dan efisien
yang dapat digunakan di wilayah perkotaan.

1.4 Batasan Masalah


Ruang lingkup penelitian kajian pustaka ini dibatasi pada batasan sebagai
berikut:
1. Penelitian ini dilakukan hanya berdasarkan kajian literatur tanpa melakukan
pengujian langsung.
2. Bangunan pengendali banjir yang diteliti hanya sebatas penggunaan tanggul
dan kolam retensi.

2
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian kajian pustaka ini diharapkan memberikan manfaat untuk
menambah pengetahuan mengenai normalisasi sungai dan bangunan-bangunan
pengendali banjir yang mana diharapkan dengan pengetahuan mengenai bangunan
pengendali banjir ini, maka dapat dipilih bangunan pengendali banjir yang efektif
dan efisien di wilayah perkotaan sehingga dengan dipilihnya bangunan pengendali
banjir yang tepat maka banjir di wilayah perkotaan dapat berkurang, serta dampak
dari bencana banjir tersebut dapat dikurangi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir
Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran
pembuang (kali) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang.
(Suripin,2004). Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan
kerugian harta benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa.
Dikatakan banjir apabila terjadi luapan atau jebolan dan air banjir, disebabkan
oleh kurangnya kapasitas penampang saluran pembuang. Banjir di bagian hulu
biasanya arus banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek.
Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras (karena landai), tetapi durasi
banjirnya panjang.

2.2 Penyebab Banjir


Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh
sebab -sebab berikut ini:
Perubahan tata guna lahan (land use) di daerah aliran sungai (DAS)
Pembuangan sampah
Erosi dan sedimentasi
Kawasan kumuh di sepanjang sungai / drainase
Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Curah hujan
Pengaruh fisiografi / geofisik sungai
Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
Pengaruh air pasang
Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut)
Drainase lahan
Bendung dan bangunan air
Kerusakan bangunan pengendali banjir

4
Bilamana diklasifikasikan oleh tindakan manusia dan yang disebabkan
oleh alam maka penyebab di atas dapat disusun sebagai berikut. Yang termasuk
sebab - sebab banjir karena tindakan manusia adalah:
Perubahan tata guna lahan (land use)
Pembuangan sampah
Kawasan kumuh di sepanjang sungai / drainase
Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Penurunan tanah dan rob
Tidak berfungsinya sistem drainase lahan
Bendung dan bangunan air
Kerusakan bangunan pengendali banjir
Erosi dan sedimentasi
Yang termasuk sebab - sebab alami diantaranya adalah:
Erosi dan sedimentasi
Curah hujan
Pengaruh fisiografi / geofisik sungai
Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
Pengaruh air pasang
Penurunan tanah dan rob
Drainase lahan

2.3 Kerugian Akibat Banjir


Daerah dataran merupakan suatu daerah yang mempunyai peranan penting
dan telah lama dikembangkan sesuai dengan peradaban dan kehidupan suatu
bangsa. Segala aktivitas manusia di daerah dataran tersebut untuk memenuhi
kebutuhan dan kemakmuran. Pembangunan infrastruktur terus dikembangkan baik
itu infrastruktur transportasi, pemukiman, perumahan, komunikasi, sistem keairan
dll. Konsekuensi dari perkembangan infrastruktur adalah perubahan tata guna
lahan dari kondisi alam seperti hutan, tanaman bakau dan tanaman lainnya
menjadi kondisi buatan manusia untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Karena
perubahan tata guna lahan cenderung merubah saja tanpa memperhitungkan

5
dampaknya maka salah satu kerugian nyata adalah kerugian banjir yang terus
meningkat.
Persoalan banjir secara lebih detail tak sekedar persoalan teknis atau
rekayasa namun merupakan persoalan multi aspek dan multi dimensi.
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor kunci meningkatnya
persoalan banjir. Walaupun upaya - upaya pengendalian banjir telah banyak
dilakukan, namun banjir masih terus meningkat. Karena sesuai teori perubahan
tata guna lahan mengkontribusi peningkatan banjir puluhan kali sedangkan
pengendalian banjir terutama dengan pembangunan fisik hanya mampu dan
berkapasitas 2 sampai 3 kali saja. Dengan kata lain apabila tidak dilakukan dengan
cara yang benar persoalan banjir tidak akan pernah bisa dipecahkan.
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara
jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak langsung.
Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian fisik atau rusaknya
infrastruktur akibat banjir yang terjadi. Contoh kerugian langsung meliputi, antara
lain :
Hilangnya nyawa atau terluka.
Hilangnya harta benda.
Kerusakan di pemukiman (perdesaan dan perkotaan).
Kerusakan di wilayah perdagangan (pasar, toko, pusat-pusat perbelanjaan).
Kerusakan di daerah industri (pabrik).
Kerusakan di daerah pertanian (padi maupun tanaman palawija).
Kerusakan daerah peternakan (sapi, kambing, kuda, ikan atau udang di
kolam atau tambak).
Kerusakan jembatan.
Kerusakan sistem irigasi.
Kerusakan sistem drainase.
Kerusakan sistem pengendalian banjir termasuk bangunannya.
Kerusakan sistem air bersih.
Kerusakan sungai.
Kerusakan jalan dan rel kereta api.
Kerusakan sistem kelistrikan.

6
Kerusakan komunikasi (telekomunikasi).
Kerusakan jalan raya, rel kereta api, bandara.
Kerusakan alat transportasi.
Pengertian kerusakan secara lebih luas bisa berarti, antara lain:
Robohnya suatu bangunan.
Tergenangnya suatu bangunan yang cukup lama sehingga merusakan
semua barang dan perabotan.
Jebolnya tanggul.
Gagal panen padi atau palawija.
Matinya ternak, hilangnya ikan dan udang dari kolam atau tambak.
Sedangkan kerugian akibat banjir tak langsung berupa kerugian kesulitan
yang timbul secara tak langsung diakibatkan oleh banjir, seperti terputusnya
komunikasi, terganggunya pendidikan, kesehatan, dan kegiatan bisnis dsb.
Trauma psikis akibat banjir (yang menimbulkan kerugian harta benda dan
kehilangan anggota keluarga).

2.4 Pengendalian Banjir


Kegiatan yang dilaksanakan sebelum banjir terjadi disebut kegiatan
pengendalian banjir. Pengendalian banjir untuk suatu daerah adalah unik. Hal ini
disebabkan sistem pengendalian banjir suatu daerah belum tentu atau tidak dapat
diterapkan pada daerah lain. Tindakan - tindakan yang dapat dilakukan untuk
pengendalian banjir antara lain :
a. Pengurangan puncak banjir, yang pada umunya dengan membuat
waduk (reservoir).
b. Lokalisir aliran banjir di dalam suatu alur sungai yang ditetapkan
dengan tanggul, tembok banjir, atau suatu saluran tertutup.
c. Penurunan permukaan puncak banjir dengan menaikkan besarnya
kecepatan, yaitu dengan perbaikan alur.
d. Pengalihan air banjir melalui sudetan (short cut) atau saluran banjir
(flood way) ke dalam alur sungai lain atau bahkan ke daerah aliran
sungai lain.
e. Pengurangan limpasan banjir dengan pengolahan lahan.
f. Pengolahan dataran banjir.

7
Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu hal yang kompleks.
Dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara
lain: hidrologi, hidrolika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi & sedimentasi
sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase kota, bangunan air,
dll. Disamping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari
aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi,
kelembagaan, hukum dan lainnya. Cara penanganan pengendalian banjir dapat
dilakukan secara struktur dan non struktur. Cara ini harus ditinjau dalam satu
sistem pengaliran sungai.

Gambar 2.1 Pengendalian Banjir Metode Struktur & Non-Struktur


Sumber : Robert J. Kodoatie & Roestam Sjarief,Pengelolaan Banjir Terpadu

2.5 Bangunan Pengendali Banjir


a. Bendungan (Dam)
Bendungan (Dam) adalah suatu penghalang yang melintang pada suatu
sungai yang berfungsi untuk mengarahkan dan memperlambat arus, dan juga
untuk menciptakan reservoir dan danau. Bendungan digunakan untuk menampung
dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur
debit air sungai di sebelah hilir bendungan. Faktor - faktor yang digunakan dalam
pemilihan lokasi bendungan adalah sebagai berikut :

8
Lokasi mudah dicapai.
Topografi daerah yang memadai dan tepat (appropriate), dengan
membentuk tampungan yang besar.
Kondisi geologi dan mekanika tanah.
Ketersediaan bahan bangunan.
b. Kolam Retensi (Retention Basin)
Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan
yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat
digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan
langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam
retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah,
volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang
dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan
penyalur air, Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan
mentreatment limbah sebelum dibuang, dan pendukung waduk/bendungan, kolam
retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk.
Karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil
sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk
itu sendiri.
Selain fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, manfaat lain yang bisa
diperoleh dari Kolam Retensi adalah:
a) Sebagai sarana pariwisata air
b) Sebagai konservasi air, karena mampu meningkatkan cadangan air
tanah setempat
c. Bangunan Penangkap Sedimen (Check Dam)
Check Dam atau disebut juga bendung penahan berfungsi untuk
memperlambat proses sedimentasi dengan mengendalikan gerakan sedimen
menuju bagian sungai sebelah hilirnya. Adapun fungsi Chek Dam antara lain :
Menampung sebagian angkutan sedimen dalam waktu suatu kolam
penampung

9
Mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekaan
yang tinggi, agar jumlah sedimen yang meluap ke hilir tidak berlebihan.
Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan seimbang dengan
daya angkut aliran air sungainya, sehingga sedimentasi pada lepas
pengendapan terhindarkan.
Membentuk suatu kemiringan dasar alur sungai baru pada alur sungai
hulu.
Check Dam baru akan nampak manfaatnya jika dibangun dalam jumlah yang
banyak di alur sungai yang sama.
d. Groundsill
Groundsill merupakan suatu konstruksi untuk perkuatan dasar sungai
untuk mencegah erosi pada dasar sungai, dengan maksimal drop 2 meter.
Groundsill diperlukan karena dengan dibangunnya saluran baru (Short Cut) maka
panjang sungai lebih curam sehingga akan terjadi degradasi pada waktu yang akan
datang.
e. Retarding Basin
Dalam cara ini daerah depresi (daerah cekungan) sangat diperlukan untuk
menampung volume banjir yang datang dari hulu untuk sementara waktu dan
dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan kondisi lapangan yang sangat
menentukan dan berdasarkan survey lapangan, peta topografi, dan foto udara
dapat diidentifikasi lokasi untuk kolam banjir. Daerah cekungan atau depresi yang
dapat dipergunakan untuk kolam banjir harus memperhatikan hal - hal sebagai
berikut :
Daerah cekungan yang akan digunakan sebagai daerah retensi harus
merupakan daerah yang tidak efektif pemanfaatannya dan produktifitasnya
rendah atau yang tidak dimanfaatkan.
Pemanfaatan kolam banjir harus bermanfaat dan efektif untuk daerah yang
ada di hilirnya. Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk
dijadikan sebagai daerah retensi.
Daerah tersebut harus mempunyai area atau tangkapan yang besar.

10
f. Pembuatan Polder
Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan
dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap
masuknya air dari luar system berupa limpasan (overflow) maupun aliran di
bawah permukaan tanah (gorong gorong dan rembesan), serta mengendalikan
ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana. Drainase
sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi sudah tidak
memungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya lebih mahal.
Komponen drainase sistem polder terdiri dari pintu air, tanggul, stasiun pompa,
kolam retensi, jaringan saluran drainase, dan saluran kolektor. Drainase sistem
polder digunakan untuk kondisi sebagai berikut :
Elevasi / ketinggian muka tanah lebih rendah daripada elevasi muka air
laut pasang. Pada daerah tersebut sering terjadi genangan akibat air pasang
(rob).
Elevasi muka tanah lebih rendah daripada muka air banjir di sungai
(pengendali banjir) yang merupakan outlet daripada saluran drainase kota.
Daerah yang mengalami penurunan (land subsidence), sehingga daerah
yang semula lebih tinggi dari muka air laut pasang maupun muka air banjir
di sungai pengendali banjir diprediksikan akan tergenang akibat air laut
pasang maupun back water dari sungai pengendali banjir.
g. Sumur Resapan
Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan
dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk
meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem
resapan. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas
tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan
adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke
dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal. Berdasarkan konsep
tersebut, maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan
sangat bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut :

11
Luas permukaan penutupan, yaitu lahan yang airnya akan ditampung
dalam sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir, dan perkerasan -
perkerasan lainnya.
Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan, lama hujan, dan selang
waktu hujan.
Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan
air per satuan waktu.
Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam, sumur
resapan perlu dibuat secara besar - besaran karena tanah memerlukan
pengisian air melalui sumur - sumur resapan. Sebaliknya pada lahan yang
muka airnya dangkal, pembuatan sumur resapan kurang efektif, terutama
pada daerah pasang surut atau daerah rawa dimana air tanahnya sangat
dangkal.
h. Bendung (Weir)
Bendung adalah suatu konstruksi untuk menaikkan elevasi muka air.
Faktor faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe bendung adalah
sebagai berikut:
1. Sifat dan kekuatan tanah dasar.
2. Jenis material yang diangkut oleh aliran sungai.
3. Keadaan / kondisi daerah aliran sungai di bagian hulu, tengah dan hilir.
4. Tinggi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi.
5. Kemudahan eksploitasi dan pemeliharaan.
6. Efisiensi biaya pelaksanaan.
Berdasarkan fungsinya, bendung diklasifikasikan sebagai :
1. Bendung Pembagi Banjir
Bendung ini dibangun di percabangan sungai untuk mengatur permukaan
air sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dengan debit rendah sesuai
dengan kapasitas yang telah ditetapkan.

12
2. Bendung Penahan Air Pasang
Bendung ini dibangun pada bagian sungai yang permukaan airnya
dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau pasang surut air sungai induk.
3. Bendung Penyadap
Bendung ini digunakan untuk mengatur permukaan air di dalam sungai
guna memudahkan penyadapan air untuk keperluan air minum, industri, irigasi,
maupun pembangkit tenaga listrik.
i. Tanggul
Tujuan utama tanggul buatan adalah untuk mencegah banjir di dataran
yang dilindunginya. Bagaimanapun, tanggul juga mengungkung aliran air sungai,
menghasilkan aliran yang lebih cepat dan muka air yang lebih tinggi.
Tanggul juga dapat ditemukan di sepanjang pantai, di mana gumuk /
gundukan pasir pantainya tidak cukup kuat, di sepanjang sungai untuk melindungi
dari banjir, di sepanjang danau atau polder. Tanggul juga dibuat untuk tujuan
empoldering/membentuk batasan perlindungan untuk suatu area yang tergenang
serta suatu perlindungan militer. Tanggul bisa jadi hasil pekerjaan tanah yang
permanen atau hanya konstruksi darurat, biasanya terbuat dari kantong pasir
sehingga dapat dibangun secara cepat saat banjir.

13
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian


Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian tinjauan pustaka ini
adalah 1 minggu.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini adalah:
- Laptop
- Internet
- Jurnal-jurnal yang berkaitan

3.3 Metodologi Penelitian


Penelitian ini dilakukan tidak secara langsung atau melakukan praktikum,
tetapi hanya dilakukan dengan kajian dari tinjauan pustaka mengenai Alternatif
Pemilihan Bangunan Pengendali Banjir di Wilayah Perkotaan, yang dirangkum
dari buku-buku yang berkaitan dan literatur tambahan seperti jurnal.

Mulai

Identifikasi Masalah

Tinjauan Pustaka

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Mengenai Alternatif Pemilihan Bangunan Pengendali Banjir di


Wilayah Perkotaan
Dalam buku Mengapa Jakarta banjir (Pengendalian Banjir Jakarta, 2010)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun tanggul Rob Muara Angke,
Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian
Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009 untuk melindungi warga dari
banjir rob. Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya
kurang lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai
dengan 3 meter di atas permukaan tanah. Jika terjadi pasang naik, limpahan air
laut akan tertahan tanggul beton dan tidak membanjiri warga.

Gambar 4.1 Pembangunan Tanggul di Sungai di Jakarta

15
Istiarto, dkk (2007) meneliti tentang Sistem Pengendalian Banjir Kali
Juana, dimana pada analisis awal ekonomi (konsultasi PPSA Jratun Seluna)
mengenai tiga jenis alternatf yaitu sistem pengendalian banjir dengan normalisasi
sungai dan tanggul; sistem pengendalian banjir dengan normalisasi, sungai,
tanggul dan kolam retensi banjir; sistem pengendalian banjir dengan normalisasi
sungai, tanggul dan kolam retensi dan floodway dan didapat hasil bahwa sangat
lebih murah membebaskan lahan untuk kolam retensi dibandingkan membuat dan
meninggikan tanggul tinggi sepanjang 60 km (tanpa kolam retensi), karena
tempat-tempat retensi banjir tersebut berupa sawah dengan topografi rendah, yang
biasanya memang sudah sering banjir. Alternatif lainnya adalah bahwa
pemerintah tidak membebaskan kolam retensi semuanya, akan tetapi melakukan
pembelian selamanya pada masa tanam II (Januari April), sehingga petani pada
saat itu tidak menanam padi, bisa dengan memelihara ikan di kolam retensi
tersebut. Dari analisis hidraulika tersebut di atas terdapat beberapa kelemahan,
terutama dari sisi transpor sedimen. Mengingat kemiringan Sungai Juana sangat
kecil, maka strategi pengendalian banjir Kali Juana sangat rentan terhadap
sedimentasi sungai. Untuk mengantisipasi hal ini, maka harus tersedia dana yang
cukup untuk menormalisasi Kali Juana dari efek sedimentasi. dari penelitian ini
sistem pengendalian banjir Kali Juana yang paling baik dari 3 alternatif yang
diajukan adalah dengan normalisasi sungai, tanggul, dan kolam retensi banjir.
Basri, dkk (2015) meneliti mengenai pengendalian banjir sungai Mandar
Kabupaten Polewali Mandar, dimana dalam penilitian ini menyimpulkan bahwa
banjir sungai Mandar dapat di atasi dengan normalisasi dan penggunaan tanggul,
sesuai dengan hasil simulasi hidolika dengan menggunakan perangkat lunak
HEC-RAS. Dengan alternatif normalisasi alur sungai akan memberikan satu
solusi untuk mengatasi banjir yang terjadi, pengendalian banjir dengan sistem
normalisasi alur sungai, diperlukan bentuk hidrolis penampang standard
direncanakan dan dipilih sedemikian rupa berdasarkan debit rencana, normalisasi
direncanakan dengan debit (Q2 tahunan). Sedangkan penampang sungai hasil
normalisasi ditambah dengan kapasitas bantaran mampu mengalirkan debit
rencana (Q10 tahunan). Hasil yang ingin dicapai melalui normalisasi sungai ini
adalah penurunan muka air banjir melalui pengerukan sedimen dasar sungai, maka

16
resiko genangan banjir dapat terminialisir dan genangan dapat berkurang. Dan
alternatif perencanaan tanggul diambil karena setelah normalisasi alur dilakukan,
pada model hidrolis masih terlihat ada penampang sungai yang mengalami banjir.
Dermawan, dkk. (2015) meneliti tentang Pengendalian Banjir Sungai
Remu Kota Sorong Provinsi Papua Barat, dimana terdapat dua alternatif yang
dapat dilakukan untuk pengendalian banjir yaitu menggunakan tanggul dan
retarding basin. Pada penggunaan tanggul dengan pertimbangan ketersediaan
lahan di bantaran sungai dipilih corrugated PC sheet pile type W 400 A 1000
dengan panjang 11 m. Pemasangan tanggul diletakkan pada titik-titik dimana
terjadi limpasan (berdasarkan simulasi HEC RAS). Panjang tanggul yang
dibutuhkan adalah 5 km. pada penggunaan retarding basin, retarding basin
diletakkan sebelum masuk kota, sehingga diharapkan terjadi reduksi banjir di
hilirnya. Pada inlet dipilih side weir dan pintu outlet digunakan pintu klep tipe
Pusair PA-FG1 yang terbuat dari fiber resin. Penentuan alternatif yang dipilih
menggunakan metode AHP (analytical hierarchy process).Pada metode tersebut
dipilih tiga kriteria yaitu teknis, kemudahan pelaksanaan dan ekonomi.
Berdasarkan perhitungan nilai lebih tinggi didapat pada alternatf tanggul yaitu
sebesar 0.53 sedangkan retarding basin 0.47. Sehingga pada studi ini dipilih
alternatif tanggul sebagai alternatif pengendalian banjir.
P. Suryadinata, dkk (2013) meneliti mengenai Evaluasi Rencana Kinerja
Kolam Retensi (Retarding Basin) Dalam Upaya Pengendalian Banjir Tukad Mati
Di Kota Denpasar, berdasarkan hasil simulasi pada beban banjir Q 2 tahun,
tampungan efektif retarding basin adalah 282.630,00 m3, mampu menampung
banjir selama 3-4 jam dan menurunkan muka air banjir rata-rata 0,42 meter atau
12% dari tinggi muka air maksimum pada kondisi tanpa retarding basin yang
terjadi di sepanjang alur bagian hilir dari lokasi retarding basin. Pembangunan
retarding basin berdasarkan analisis benefit cost ratio, tidak layak dibangun,
dilihat dari biaya (cost) yang sangat mahal dengan nilai manfaat (benefit) yang
tidak terlalu besar.
Aushaf (2015) mengenai tentang Analisa Tinggi Tanggul Ekonomis
Sebagai Bangunan Pengendali Banjir Sungai Cihaur Desa Cipari Kecamatan
Cipari Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah, dimana dari hasil pembahasan

17
dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil sebuah kesimpulan pada kondisi
eksisting sungai Cihaur tidak mampu menahan debit banjir, sehingga
direncanakan pembangunan tanggul menggunakan kala ulang 10 tahun dengan
debit rancangan 76.53 m3/det dengan probabilitas terjadinya banjir sebesar 10%
tiap tahunnya.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, perencanaan tanggul dengan kala
ulang banjir 10 tahun merupakan perencanaan tanggul yang paling ekonomis
dengan tinggi tanggul 3,6 m. Biaya resiko dan biaya tahunan sangat menetukan
dalam menentukan tinggi tanggul ekonomis. Berdasarkan analisa yang dilakukan,
perencanaan tanggul dengan kala ulang 10 tahun dapat dikatakan aman karena
safety factor dari perencanaan tanggul dengan kala ulang 10 tahun sudah
memenuhi standar atau ketentuan keamanan dari rumus Fellenius yaitu sudah
melebihi 1,25.
Hendra, dkk (2016), meneliti mengenai Analisis Perubahan Nilai
Kelayakan Pengendalian Banjir Di Sungai Ciaur Kecamatan Cipari Kabupaten
Cilacap Jawa Tengah dengan menggunakan dua alternatif yaitu alternatif yang
pertama hanya dengan penggunaan tanggul dan alternatif kedua penggunaan
tanggul disertai dengan normalisasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa
didapat bahwa biaya (Cost) untuk membangun bangunan pengendali banjir
alternatif I sebesar Rp. 96.801.300.000,00 sedangkan untuk bangunan pengendali
banjir alternatif II yaitu sebesar Rp. 38.474.200.000,00. Pada tahun 2015 tingkat
bunga 7,5%, nilai analisa ekonomi dengan alternatif I tingkat bunga 7,5% yaitu
BCR 0,7, NPV Rp.-44.870.236.612,36 IRR -20%, dan analisa sensitifitas tidak
layak pada dua kondisi yang disimulasikan. Sedangkan alternatif II tingkat bunga
7,5% BCR 1,53, NPV Rp. 36.597.024.812,64, IRR 22%, analisa sensitifitas layak
pada dua kondisi yang disimulasikan, dan payback period adalah 5 tahun.
Kerugian banjir dengan debit kala ulang 25 tahun adalah sebesar Rp
15.358.662.751,93. Alternatif yang layak secara ekonomis adalah alternatif II
yaitu perencanaan tanggul yang dikombinasikan dengan normalisasi atau
pengerukan.
M. Satya (2014) meneliti tentang Normalisasi Sungai Sampean Sebagai
Upaya Pengendalian Banjir, dimana dalam penelitian ini didapat hasil debit banjir

18
rancangan Q50th di Outlet Bendung Sampean Lama sebesar 2809,64 m3/det.
Berdasarkan banjir historis yang pernah terjadi di Outlet Bendung Sampean Lama
pada tanggal 8 Februari 2008 adalah 2400 m3/det setara dengan debit banjir
rancangan Q50th, untuk keamanan desain penanganan pada Outlet Muara.
Kemudian dalam perencanaan DAS Sampean pengendalian banjir yang digunakan
adalah Q50th. Kapasitas tampungan Sungai Sampean pada kondisi eksisting tidak
cukup untuk menampung debit banjir rancangan Q50th, sehingga diperlukan
upaya perbaikan dan penanggulangan. Kemudian upaya penanggulangan banjir di
Sungai Sampean direncanakan berupa perbaikan penampang sungai dan
pembuatan tanggul. Setelah adanya upaya perbaikan penampang sungai dengan
bentuk penampang sungai direncanakan trapesium (kemiringan lereng 1 : 1)
dengan lebar rencana sungai 40 m, ternyata masih didapati air sungai yang
melimpas pada Q50th. Maka dilakukan penanganan selanjutnya yaitu dengan cara
pembuatan tanggul di sekitar daerah yang melimpas setinggi (hair + tinggi jagaan)
dengan tinggi jagaan 1,2 m. Setelah adanya upaya penanggu-langan banjir berupa
perbaikan pena-mpang sungai dan pembuatan tanggul, elevasi muka air banjir
terjadi penurunan dan tampungan Sungai Sampean mampu menampung debit
Q50th. Sungai Sampean direncanakan tanggul berpenampang ganda. Patok yang
dianalisis adalah Patok 22 dengan pada tanggul kiri yang dianggap paling kritis
sehingga dianggap cukup mewakili bentang.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengendalian
banjir menggunakan bangunan pengendali banjir berupa normalisasi,
pembangunan tanggul, dan kolam rentensi dapat dilihat bahwa dalam pemilihan
bangunan pengendali banjir haruslah berdasarkan beberapa aspek terutama pada
analisis hidrologi yang dapat menunjukan kapasitas sungai apakah mencukupi
atau terjadi kelebihan kapasitas yang menyebabkan terjadinya limpasan pada area
sekitar daerah aliran sungai (DAS).
Selain aspek analisis hidrologi, hal yang menjadi pertimbangan dalam
perencanaan bangunan pengendali banjir adalah aspek ekonomi yaitu nilai
investasi yang diperlukan dalam pembangunan bangunan pengendali banjir itu

19
sendiri. Dari beberapa alternatif dipilihlah alternatif yang memenuhi aspek
pengembalian investasi (BCR, IRR, NPV dan payback period).
Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat dilihat bahwa pengunaan
tanggul sebagai bangunan pengendali banjir merupakan bangunan pengendali
banjir yang efektif dan efisien digunakan di wilayah perkotaan ditinjau dari
beberapa aspek sepeti aspek hidrologi, aspek keamanan (safety factor) dan aspek
ekonomi.

20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan bangunan
pengendali banjir adalah:
a. Aspek analisis hidrologi yang dapat menunjukan kapasitas sungai
apakah mencukupi atau terjadi kelebihan kapasitas yang menyebabkan
terjadinya limpasan pada area sekitar daerah aliran sungai (DAS).
b. Aspek ekonomi yaitu nilai investasi yang diperlukan dalam
pembangunan bangunan pengendali banjir itu sendiri. Aspek ekonomi
meliputi aspek pengembalian investasi (BCR, IRR, NPV dan payback
period).
c. Aspek teknis daitinjau dari segi keamanan (safety factor) dari
bangunan pengendali banjir tersebut.
2. Dari beberapa penilitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
penggunaan tanggul sebagai bangunan pengendali banjir yang paling
efektif dan efisien yang dapat diaplikasikan di wilayah perkotaan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disarankan untuk
mendapatkan hasil perbandingan yang lebih terinci dan mendalam dalam
menentukan pemilihan altefnatif bangunan pengendali banjir haruslah diuji
berdasarkan keadaan lapangan agar mendapat data yang pasti.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 : Tentang


Sungai.Jakarta.
Aushaf Fajar Deny. 2015. Analisa Tinggi Tanggul Ekonomis Sebagai Bangunan
Pengendali Banjir Sungai Cihaur Desa Cipari Kecamatan Cipari
Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Teknik Pengairan
Konsentrasi Pengetahuan Dasar Teknik Sumber Daya Air.
Istiarto dan Wibowo Gurawan Djati. 2017. Sistem Pengendalian Banjir Kali
Juana (River Juana Flood Control System. Dinamika Teknik Sipil, Volume
7, Nomor 2, Juli 2007: 191 197.
Kalsum Basri, Arsyad Thaha, Mukshan Putra Hatta. 2015. Pengendalian Banjir
Sungai Mandar Kabupaten Polewali Mandar.
Kodoatie, Robert J dan Roestam Sjarief. 2005. Pengelolan Sumber Daya Air
Terpadu. Yogyakarta: ANDI.
M. Satya, Muhammad Taruna. 2014. Studi Normalisasi Sungai Sampean Sebagai
Upaya Pengendalian Banjir.
P. Suryadinata, I G., Norken, I N., Dharma, I G. B. Sila. 2013. Evaluasi Rencana
Kinerja Kolam Retensi (Retarding Basin) Dalam Upaya Pengendalian
Banjir Tukad Mati Di Kota Denpasar. Jurnal Spektran Vol. 1, No.1, Januari
2013.
Pramana Yanuar Hendra, Harisuseno Donny, Dermawan Very. 2015. Studi
Pengendalian Banjir Sungai Remu Kota Sorong Provinsi Papua Barat.
Prasetya Wahyu Hendra, Soetopo Widandi, Putra Sebrian Mirdeklis Beselly.
2016. Analisis Perubahan Nilai Kelayakan Pengendalian Banjir Di Sungai
Ciaur Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset.
Yogyakarta.
Team Mirah Sakethi. 2010. Mengapa Jakarta Banjir (Pengendalian Banjir
Pemerintah Provinsi Jakarta). PT MIRAH SAKETHI. Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai