Anda di halaman 1dari 29

KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SUB DAERAH

ALIRAN SUNGAI LANDAK

Makalah Pemaparan tentang Upaya Konservasi Sumber Daya Alam pada Sub
Daerah Aliran Sungai Landak

Disusun Oleh:

Della Meitri Astari (D1091181016)

Paskalis Bagus Sudiro Suyono (D1091181017)

Yosi Rima Riana (D1091181018)

Windasari (D1091181019)

Muhammad Fathul Robby Cakra Wijaya (D1091181021)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
GAMBARAN UMUM ........................................................................................... 3
BAB III ................................................................................................................... 7
KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 7
3.1 Konservasi .................................................................................................... 7
3.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................................................ 7
BAB IV ................................................................................................................. 12
PEMBAHASAN ................................................................................................... 12
4.1 Upaya konservasi sumber daya alam pada Sub Daerah Aliran Sungai
Landak ................................................................................................................ 12
4.2 Metode konservasi sumber daya alam pada Sub Daerah Aliran Sungai
Landak ................................................................................................................ 14
BAB V................................................................................................................... 24
PENUTUP ............................................................................................................. 24
4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 24
4.2 Saran ........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xxvi

i
KATA PENGATAR

Puji Syukur tim penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala
kerena atas rahmat dan hidayah-Nya tim penulis dapat menyelesaikan makalah ini
sebagaimana mestinya dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Daerah Aliran
Sungai dan Pengelolaan Sungai yang diberikan.
Makalah yang berjudul “Konservasi Sumber Daya Alam Sub Daerah Aliran
Sungai Landak” ini memberikan pemaparan terkait studi literatur mengenai upaya
konservasi di Sub Daerah Aliran Sungai Landak.
Tim penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah mendukung dan turut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini,
khususnya kepada:
1. Bapak Eko Yulianto, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah
Daerah Aliran Sungai dan Pengelolaan Sungai, yang juga sekaligus
memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
2. Badan-badan dari Pemerintahan Kabupaten Landak terkait yang telah
mempublikasikan data-data yang dibutuhkan.
3. Sumber-sumber terkait yang telah menyajikan berbagai informasi dalam
pembuatan makalah ini.

Tim penulis berharap para pembaca dapat memaklumi atas kesalahan yang
mungkin ada. Besar harapan sekiranya makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Pontianak, 20 November 2019

Tim penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konservasi sumber daya alam dan lingkungan (KSDAL) adalah
tanggung jawab semua umat manusia di muka bumi karena pengaruh ekologis
yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan pembangunan tidak dibatasi oleh
perbedaan wilayah administratif pemerintahan negara. Oleh karena itu, upaya
konservasi harus menjadi bagian integral dari pembangunan. Pembangunan
yang dilakukan di negara manapun akan terkait dengan kepentingan negara
lain maupun kepentingan internasional. KSDAL menjadi tanggung jawab
bersama dari seluruh umat di muka bumi, sehingga perlu dipertimbangkan
terjalinnya jaringan kelembagaan baik secara regional, nasional, bahkan
internasional. Salah satu contohnya adalah Daerah Aliran Sungai.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-
sungai kecil ke sungai utama. Dalam pengelolaannya, DAS hendaknya
dipandang sebagai suatu kesatuan sumber daya darat. Sehingga pengelolaan
DAS yang bijak hendaklah didasarkan pada hubungan antara kebutuhan
manusia dan ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia
tersebut. Perubahan keadaan DAS disebabkan adanya perubahan aktivitas tata
guna lahan pada daerah hulu sungai seperti perambahan hutan, alih guna hutan
menjadi perkebunan, limbah industri maupun rumah tangga yang pada
akhirnya tidak hanya memberi dampak pada daerah hulu saja tetapi juga
menimbulkan dampak pada daerah tengah dan hilir sungai.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dibatasi oleh
batas alam (topografi) di mana aliran permukaan yang jatuh akan mengalir ke
sungai-sungai kecil menuju ke sungai besar akhirnya mencapai danau atau
laut. Pengelolaan DAS berupaya untuk menyelaraskan dikotomi antara

1
2

kepentingan ekonomi dan ekologi. Kepentingan ekonomi jangka pendek akan


terancam bila kepentingan ekologi diabaikan. Sebaliknya gerakan perbaikan
ekologi yang melibatkan masyarakat tidak akan terpelihara secara terus-
menerus tanpa memberi dampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan
ekonomi masyarakat. Untuk mencapai tujuan pengelolaan DAS diperlukan
upaya pokok dengan sasaran, yaitu pengelolaan lahan, pengelolaan air dan
pengelolaan vegetasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Upaya konservasi sumber daya alam pada Sub Daerah
Aliran Sungai Landak?
2. Bagaimana metode konservasi sumber daya alam di Sub Daerah
Aliran Sungai Landak?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui upaya konservasi sumber daya alam pada Sub Daerah
Aliran Sungai Landak.
2. Mengetahui metode konservasi sumber daya alam pada Sub
Daerah Aliran Sungai Landak.

1.4 Manfaat
Untuk mengetahui keadaan di Sub Daerah Aliran Sungai Landak dan
bagaimana upaya konservasinya serta memberikan wawasan kepada para
pembaca mengenai bentuk, metode dan dampak dari konservasi sumber daya
alam pada Sub Daerah Aliran Sungai Landak.
BAB II
GAMBARAN UMUM

Sungai Landak adalah sungai di Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan


anak Sungai Kapuas, sungai ini mengalir dari utara ke arah barat daya Pulau
Kalimantan dengan melintasi 3 kabupaten yakni Kabupaten Landak, Kabupaten
Kubu Raya dan Kota Pontianak. Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai salah satu
sumber daya alam yang mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan
dan penghidupan masyarakat, sehingga perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan
fungsinya dengan menata, memelihara dan mengamankan daerah sekitarnya
melalui pendekatan pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem.
Wilayah Sub DAS Landak, DAS Kapuas terletak di Kabupaten Landak.
Sungai Kapuas telah berkembang dan memiliki pertumbuhan yang pesat.
Kabupaten Landak belum memiliki kajian Daerah Aliran Sungai (DAS) tersendiri
karena hanya dilewati Sungai Landak sebagai anak Sungai Kapuas. Karena itu,
pada laporan ini hanya ditampilkan peta DAS Kapuas sebagai ilustrasi melihat
posisi Kabupaten Landak.

Gambar 2 Peta Wilayah Sungai Kapuas

3
4

Karakteristik sub DAS Landak alur sungai yang melalui daerah dataran
mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan aliran
lambat, keadaan ini memungkinkan menjadi mudah terkena proses pengendapan.
Apabila bentuk alur sungainya berbelok-belok dapat menyebabkan terjadinya
erosi pada sisi luar palung sungai dan daerah endapan terjadi pada sisi dalam
(Sosrodarsono, 1993). Luasnya Sub DAS Landak menyebabkan daerah tangkapan
hujan yang besar pula, sehingga memungkinkan terjadi limpasan permukaan dan
proses sedimentasi yang besar. Tingginya nilai debit aliran juga memperbesar
aliran air yang membawa partikel sedimen tersuspensi.

A. Bentuk DAS Memanjang


Sub DAS Landak memiliki bentuk memanjang atau bulu burung,
dimana induk sungai akan memanjang dengan anak-anak sungai langsung
masuk ke induk sungai. Bentuk DAS ditentukan oleh struktur geologi dan
proses erosi lokal. Parameter bentuk ini dapat mempengaruhi nilai debit dan
mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu
berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya aliran.

B. Kualitas Air
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan
dalam pemenuhan kebutuhan tertentu bagi kehidupan manusia, seperti untuk
mengairi tanaman, minuman ternak dan kebutuhan langsung untuk minum,
mandi, mencuci, dan sebagainya. Kualitas air ditentukan oleh kandungan
sedimen tersuspensi dan bahan kimia yang terlarut dalam air tersebut (Arsyad,
1989).
Kualitas air yang dilakukan dalam penelitian pada outlet di lapangan
yaitu pH dan Kecerahan. Adapun hasil pengukuran pH dan Kecerahan yang
didapat dari kualitas air di lapangan yaitu sebagai berikut:

Table 1 Hasil Pengukuran pH Air di Lapangan Outlet Penelitian

Hari ke- pH Keterangan


1 6,45 Sampel diambil kondisi tidak hujan
2 6,76 Sampel diambil kondisi tidak hujan
5

3 4,58 Sampel diambil kondisi setelah hujan


4 5,43 Sampel diambil kondisi setelah hujan
5 5,32 Sampel diambil kondisi setelah hujan
6 4,52 Sampel diambil kondisi setelah hujan
Rata-rata 5,51
Sumber: Analisis Data Primer Penelitian 2014

Table 2 Hasil pengukuran Kecerahan air di Outlet penelitian

Hari ke- Kecerahan (cm) Keterangan


1 78 Sampel diambil kondisi tidak hujan
2 80 Sampel diambil kondisi tidak hujan
3 54 Sampel diambil kondisi setelah hujan
4 75 Sampel diambil kondisi setelah hujan
5 70 Sampel diambil kondisi setelah hujan
6 48 Sampel diambil kondisi setelah hujan
Rata-rata 67,50
Sumber: Analisis Data Primer Penelitian 2014

C. Debit Aliran Sungai


Debit aliran adalah laju aliran air dalam bentuk volume air yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dilihat dari
nilai debit aliran outlet Sub DAS Landak pada kondisi setelah hujan lebih
besar dibandingkan kondisi tidak hujan, hal ini menunjukkan bahwa besarnya
debit aliran sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan luas sungai (Arsyad,
1989). Sub DAS Landak memiliki luas yang cukup besar sehingga curah
hujan yang tertampung semakin besar, hal ini mempengaruhi kecepatan aliran
dan debit aliran sungai.
Semakin besar nilai debit aliran maka kecepatan arus untuk membawa
partikel-partikel tanah semakin besar sehingga mempengaruhi kualitas air
sungai. Selain itu vegetasi juga mempengaruhi debit aliran dimana, vegetasi
dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air yang
tertahan di atas maupun di bawah permukaan tanah.

Debit Aliran Outlet Penelitian


Hari Pengamatan Luas Penampang Kecepatan Debit Aliran
ke- (m2) (m/detik) (m3/detik)
6

1 8,19 0,22 1,79


2 8,45 0,22 1,88
3 9,30 0,23 2,12
4 14,56 0,29 4,25
5 14,95 0,37 5,52
6 15,67 0,33 5,19
Rata-rata 8,65 0,28 3,46
Sumber: Analisis Data Primer Penelitian 2014

D. Sedimentasi
A. Konsentrasi Sedimen
Konsentrasi sedimen berkaitan erat dengan tingkat kepekaan
terhadap erosi, limpasan permukaan, jenis tanah dan vegetasi penutup
tanah yang terdapat pada DAS tersebut. Semakin besar luasan lereng
yang lebih curam, maka tingkat bahaya erosi yang terjadi semakin
tinggi sehingga mempengaruhi besarnya nilai konsentrasi sedimen.
Vegetasi penutup tanah dapat mengurangi laju erosi sehingga
konsentrasi sedimen tersuspensi di dalam sungai menjadi rendah.
Semakin berkurangnya vegetasi penutup tanah, maka meningkatkan
pukulan curah hujan yang berkaitan terjadinya peningkatan terhadap
pembongkaran tanah. Dengan peningkatan pembongkaran tanah, maka
terjadi peningkatan terhadap erosi dan konsentrasi sedimen sungai.
BAB III
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konservasi
Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have).
Menurut Allaby (2010) pengertian konservasi adalah pengelolaan
biosfer secara aktif yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan
keanekaragaman spesies maksium dan pemeliharaan keragaman genetik di
dalam suatu spesies, termasuk juga pemeliharaan fungsi biosfer seperti fungsi
ekosistem dan siklus nutrisi. Secara umum, pengertian konservasi adalah suatu
usaha pemeliharaan, pengelolaan dan perlindungan secara berkesinambungan
yang dilakukan terhadap sesuatu untuk menghindari kepunahan dan
kerusakannya dengan cara mengawetkan, melestarikan atau mengefisienkan
penggunaannya. Adapun tujuan konservasi yaitu pertama mewujudkan
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya,
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu
kehidupan manusia. Kedua melestarikan kemampuan dan pemanfaatan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang
(Siregar, 2009).

Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah


penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-
syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah
mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. (Beydha, 2002).

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai
suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi

7
8

(punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan


unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada
sungai utama ke laut atau danau. Menurut Peraturan Pemerintah No. 37
tentang Pengelolaan DAS Pasal 1, DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan. Sedangkan menurut Asdak (1995), DAS
adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung di mana air hujan
yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung
tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama.
DAS didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah
topografi yang menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan
ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut (kamus Weber dalam
Sugiharto, 2001). Menurut Sugiharto (2001:20) DAS juga meliputi basin,
watershed dan catchment area. Secara ringkas definisi tersebut mempunyai
pengertian DAS adalah salah satu wilayah daratan yang menerima air hujan,
menampung dan mengalirkannya melalui sungai utama ke laut atau danau.
Suatu DAS dipisahkan dari wilayah sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah
alam topografi seperti punggung bukit dan gunung.
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan
ekosistem, di mana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia
berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow
dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat
disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang
menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA)
yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan
kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan
kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal
dari DAS dapat merata sepanjang tahun.
9

Definisi DAS berdasarkan fungsi DAS dibagi dalam beberapa batasan


menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu didasarkan pada
fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan
DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi
tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit),
dan curah hujan. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda dengan DAS hulu (Asdak, 2010),
DAS tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana
pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk dan danau. Kemudian DAS
bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
Agus dan Widianto (2004) mengemukakan bahwa sebuah DAS yang
sehat dapat menyediakan unsur hara bagi tumbuhan, sumber makanan bagi
manusia dan hewan, air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya,
serta tempat berbagai aktivitas lainnya. Mengingat bahwa begitu pentingnya
fungsi DAS bagi kehidupan manusia, maka sangat diperlukan adanya upaya
dalam pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses
formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi
sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh
manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan
sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan
antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan
hilir suatu DAS (Chay Asdak, 2002). Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2012, pengelolaan DAS adalah upaya manusia
dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan
manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan
10

keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi


manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS dianggap perlu untuk
memecahkan masalah erosi dan perluasan tanah kritis yang terdapat di hulu
sungai (Hardjasoemantri, 1986:22). Upaya pengelolaan tersebut dapat
diartikan sebagai bentuk konservasi sumber daya alam yang ada di DAS.

2.3 Agroforestry
Reijntjes, (1999), menyatakan Agroforestry sebagai
pemanfaatan tanaman kayu tahunan secara seksama (pepohonan, belukar,
palem, bambu) pada suatu unit pengelolaan lahan yang sama sebagai tanaman
yang layak tanam, padang rumput dan atau hewan, baik dengan pengaturan
ruang secara campuran atau ditempat dan saat yang sama maupun secara
berurutan dari waktu ke waktu.(Sa’ad, 2002).
King and Chandler, (1978) dalam Andayani, (2005)
mendefinisikan agroforestry adalah ; Suatu system pengelolaan lahan yang
lestari untuk meningkatkan hasil, dengan cara memadukan produksi hasil
tanaman pangan (termasuk hasil pohon-pohonan) dengan tanaman kehutanan
dan/atau kegiatan peternakan baik secara bersama-sama maupun berurutan
pada sebidang lahan yang sama, dan menggunakan cara-cara pengelolaan
yang sesuai dengan pola kebudayaan penduduk setempat.
King (1978) dan Koppelman dkk., (1996) seperti yang dikutip
Sa’ad (2002) menyebutkan bahwa sistem agroforestry dapat dikelompokkan
menurut struktur dan fungsi, sebagaimana agroekologi dan adaptasi
lingkungan, sifat sosio ekonomi, aspek budaya dan kebiasaan (adat), dan cara
pengelolaannya.

Menurut FAO (1989), agroforestri merupakan suatu sistem


penggunaan lahan yang tepat untuk mendukung pertanian berkelanjutan,
karena disamping memiliki konstribusi produksi yang nyata dan beragam,
juga fungsi konservatif terhadap lingkungan dan keadaan sosial sehingga
menjamin ekonomi yang lebih luas dan keamanan pangan lebih tinggi.
11

3.4 Kebijakan Terkait


Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS sebagai
berikut:
1. UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
3. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
4. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
5. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
6. UU No. 33 Tahu 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
7. UU No. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
8. PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN
9. PP No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dst. (Pengelolaan Hutan)
10. PP No. 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi
11. PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
12. PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
13. Kep Menhutbun No. 284/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Urutan Prioritas
Daerah Aliran Sungai
14. Kep Menhut No. 20/Kpts-II/2001 tentang Pola Umum dan Standar serta
Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan
15. Kep Menhut No. 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pengelolaan DAS
16. Per Menhut No. 346/Menhut-V/2005 tentang Kriteria Penetapan Urutan
DAS Prioritas
17. Peraturan Menhut No. P.26/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
18. Peraturan Dirjen RLPS No.SK.167/V-SET/2004 tentang Penyusunan Data
Spasial Lahsan Kritis
19. RUU Konservasi Tanah
20. RPP Pengelolaan DAS Terpadu
21. Perda Provinsi Kalimantan Barat No. 2 Tahun 2018 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Terpadu Dengan Rahma Tuhan Yang Maha Esa
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Upaya konservasi sumber daya alam pada Sub Daerah Aliran Sungai
Landak
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan DAS tersebut
sangat merugikan kehidupan penduduk, seperti banjir, kekeringan, erosi,
sedimentasi, menurunnya kesuburan tanah, produksi pertanian menurun dan
sebagainya. Kerusakan DAS tersebut perlu segera ditangani secara
komprehensif melalui perencanaan pengelolaan DAS yang baik sehingga
kerusakan lingkungan dapat segera diminimumkan dan pada gilirannya dapat
memberikan peningkatan kualitas lingkungan dan kesejahteraan penduduk.
Bagian hulu adalah zona terpenting yang perlu diperhatikan dalam
upaya pelestarian Daerah Aliran sungai. Pengelolaan sumberdaya alam di
daerah ini akan berdampak pada kualitas tanah dan air sekitar DAS tersebut.
Usaha-usaha pertanian di sini haruslah diupayakan mengadopsi teknologi-
teknologi yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi, karena perubahan
vegetasi seperti keterbukaan lahan, maka akan berdampak kepada peningkatan
erosi dan dampak-dampak lain yang berkaitan dengan degradasi lahan.
Menurut Zulrasdi et, al (2005) Kerusakan daerah aliran sungai sangat
erat hubungannya dengan kelestarian hutan di daerah hulu sebagai daerah
tangkapan hujan. Apabila hutan mengalami kerusakan, maka dapat
dipastikan terjadi banjir pada daerah aliran sungai. Untuk itu berusaha tani
di daerah DAS, harus diikuti konservasi lahan.
Agar kelestarian sumber daya alam dan keserasian ekosistem
dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan maka pengelolaan DAS
harus dilakukan sebaik mungkin, yang meliputi:
1. Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup)
3. Pemenuhan kebutuhan manusia yang berkelanjutan
4. Pengendalian hubungan timbal balik antara sumber daya alam
dengan manusia

12
13

Usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi (Zulrasdi et,
al. 2005):
1. Pengelolaan lahan
 Sesuai kemampuan lahan
 Mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
 Melindungi lahan dari ancaman erosi dengan
menanam tanaman penutup tanah
 Penggunaan mulsa.
2. Pengelolaan Air
Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan
sumberdaya air dalam hal:
 Jumlah air yang memadai
 Kwalitas air
 Tersedia air sepanjang tahun
3. Pengelolaan Vegetasi
Pengelolaan vegetasi pada hutan tangkapan air maupun
pemeliharaan vegetasi sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh
dengan cara:
 Penanaman dengan tanaman berakar serabut
seperti: bambu yang sangat dianjurkan di
pinggiran sungai, kemudian diikuti dengan rumput
makanan ternak seperti: Rumput gajah, Rumput
Setaria, Rumput Raja, dan lain-lain sebagainya.
Penanaman ini dimaksudkan untuk penghalang
terjadinya erosi pada tanah.
 Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang
tidak memiliki kemiringan.
 Pembuatan teras. Bila pada lahan tersebut
terdapat kemiringan, maka perlu dibuat teras.
4. Usaha Tani Konservasi
Usaha tani konservasi adalah penanaman lahan dengan
tanaman pangan serta tanaman yang berfungsi untuk
14

mengurangi erosi (aliran permukaan) dan mempertahankan


kesuburan tanah.
Prinsip usaha tani konservasi:
 Mengurangi sekecil mungkin aliran air
permukaan dan meresapkan airnya sebesar
mungkin ke dalam tanah.
 Memperkecil pengaruh negatif air hujan yang
jatuh pada permukaan tanah.
 Memanfaatkan semaksimal sumber daya alam
dengan memperhatikan kelestarian.
Sistem pengelolaan lahan dengan pendekatan konservasi difokuskan
pada bentuk upaya konservasi tanah dan air guna penanggulangan erosi
permukaan dan menjaga hilangnya kesuburan tanah. Tanpa adanya teknik-
teknik penanaman yang menitik beratkan pada konservasi, maka akan semakin
banyak lahan yang kritis atau lahan yang tidak sesuai dengan penggunaan dan
kemampuannya, serta hanya dapat dikelola dalam jangka pendek, sementara
untuk jangka panjang, produktifitasnya akan menurun.
Untuk memperbaiki kondisi lahan yang telah rusak, maka dapat
dilakukan upaya konservasi tanah, dengan rekayasa-rakayasa teknis. Namun
upaya konservasi tanah dan air ini dalam memperbaiki serta meningkatkan
produktifitas lahan, haruslah benar-benar tepat sesuai dengan kondisi lahan
pemilihan vegetasi serta iklim.

4.2 Metode Konservasi Sumber Daya Alam pada Sub Daerah Aliran
Sungai Landak
Agroforestry merupakan suatu konsep yang dianggap tepat untuk
memadukan konsep-konsep usaha tani dalam rangka peningkatan ekonomi
dan konservasi.

4.2.1 Agroforestry sebagai suatu Sistim Pengelolaan Lahan


Hudges (2000) dan Koppelman dkk.,(1996)
mendefinisikan Agroforestry sebagai bentuk menumbuhkan
dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama
15

dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem


yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan
ekonomi. Secara sederhana adalah menanam pohon dalam sistem
pertanian. (Sa’ad, 2002).

Agroforestry pada dasarnya adalah pola pertanaman


yang memanfaatkan sinar matahari dan tanah yang `berlapis-
lapis` untuk meningkatkan produktivitas lahan. Ambil contoh
berikut ini. Pada sebidang tanah, seorang petani menanam sengon
(Paraserianthes falcataria) yang memiliki tajuk (canopy) yang
tinggi dan luas. Di bawahnya, sang petani menanam tanaman kopi
(Coffea spp) yang memang memerlukan naungan untuk
berproduksi. Lapisan terbawah di dekat permukaan tanah
dimanfaatkan untuk menanam empon-empon atau ganyong
(Canna edulis) yang toleran/tahan terhadap naungan. Bisa
dimengerti bahwa dengan menggunakan pola tanam agroforestry
ini, dari sebidang lahan bisa dihasilkan beberapa komoditas yang
bernilai ekonomi. Akan tetapi sebenarnya pola tanam agroforestry
sendiri tidak sekedar untuk meningkatkan produktivitas lahan,
tetapi juga melindungi lahan dari kerusakan dan mencegah
penurunan kesuburan tanah melalui mekanisme alami. Tanaman
kayu yang berumur panjang diharapkan mampu memompa zat-zat
hara (nutrient) di lapisan tanah yang dalam, kemudian ditransfer
ke permukaan tanah melalui luruhnya biomasa.

4.2.2 Implementasi Sistem Agroforestry


Ada beberapa cara klasifikasi agroforestry di
antaranya adalah berdasarkan kombinasi komponen pohon,
tanaman, padang rumput/makanan ternak dan komponen lain yang
ditemukan dalam agroforestry (Sa’ad 2002).
1. Agrosilviculture: Campuran tanaman dan
pohon, dimana penggunaan lahan secara sadar
16

untuk memproduksi hasil-hasil pertanian dan


kehutanan.
2. Silvopastoral: Padang rumput/makanan ternak
dan pohon, pengelolaan lahan hutan untuk
memproduksi hasil kayu dan sekaligus
memelihara ternak.
3. Agrosilvopastoral: tanaman, padang
rumput/makanan ternak dan pohon,
pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi
hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan
dan sekaligus memelihara hewan ternak.
4. Sistem lain, yang meliputi:
- Silvofishery: pohon dan ikan.
- Apiculture: pohon dan lebah.
- Sericulture: pohon dan ulat sutera

Selain praktik-praktik sistem agroforestry di atas


Marseno (2004), juga menyajikan bentuk lain sistem agroforestry
yang berbasis pelestarian lingkungan yaitu;

1. Riperian Buffer Forest (Hutan Penyangga tepi


sungai), berfungsi menjaga kondisi alami di
sepanjang sungai, menjaga erosi dan meningkatkan
biodiversitas. Sistim penyangga tidak hanya untuk
ekosistim tepi sungai, namun juga memberikan
perlindungan terhadap pengeolahan tanah
disekitarnya.
2. Windbreaks, berfungsi untuk melindungi tanaman-
tanaman pertanian yang sensitif terhadap angin
seperti gandum dan sayuran. Pola-pola ini hampir
menyerupai pola penanaman dalam agroforestry
yaitu trees along border yaitu penanaman tanaman
17

kehutanan di sekitar tanama pertanian


(Sabarnurdin, 2004).

Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian


UGM, Prof Dr. Ir. Muhjidin Mawardi M.Eng, bahwa terdapat
paling tidak empat faktor utama yang menentukan keberhasilan
rekayasa konservasi tanah dan air, yaitu sifat-sifat fisik tanah dan
lahan, sifat hujan, interaksi antara hujan dengan tanah dan lahan
yang menghasilkan air limpasan permukaan dan infiltrasi, serta
simpanan air dalam tanah. (Ujianto, 2006).
Agroforestry dalam konservasi tanah dan air adalah
bagaimana pengaruh kondisi vegetasi suatu hamparan lahan di
dalam mengatur tata air memperbaiki kesuburan lahan.
Bagaimana perpaduan pola tanam dan kolaborasi antar macam
kegiatan ekonomi yang berbasis agroforestry yang mengarah
perbaikan kondisi lingkungan, sehingga manfaat multi fungsi
dapat dirasakan.
Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah
dalam bentuk:

1. Intersepsi air hujan. Selama kejadian hujan,


tajuk pohon dapat mengintersepsi dan
menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk
lapisan tipis air.
2. (waterfilm) pada permukaan daun dan batang
yang selanjutnya akan mengalami evaporasi
sebelum jatuh ke tanah. Banyaknya air yang
dapat diintersepsi dan dievaporasi tergantung
pada indeks luas daun (LAI), karakteristik
permukaan daun, dan karakteristik hujan.
Intersepsi merupakan komponen penting jika
jumlah curah hujan rendah, tetapi dapat
diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila
18

curah hujan tinggi, peran intersepsi pohon


penting dalam kaitannya dengan pengurangan
banjir.
3. Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan
seresah melindungi permukaan tanah dari
pukulan langsung tetesan air hujan yang dapat
menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi
pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan
menyebabkan penyumbatan pori tanah makro
sehingga menghambat infiltrasi air tanah,
akibatnya limpasan permukaan akan
meningkat. Peran lapisan seresah dalam
melindungi permukaan tanahsangat
dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap
pelapukan; seresah berkualitas tinggi
(mengandung hara, terutama N tinggi) akan
mudah melapuk sehingga fungsi penutupan
permukaan tanah tidak bertahan lama.
4. Infiltrasi air. Proses infiltrasi tergantung pada
struktur tanah pada lapisan permukaan dan
berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur
tanah juga dipengaruhi oleh aktivitas biota
yang sumber energinya tergantung kepada
bahan organic (seresah di permukaan, eksudasi
organik oleh akar, dan akar-akar yang mati).
Ketersediaan makanan bagi biota (terutama
cacing tanah), penting untuk mengantisipasi
adanya proses peluruhan dan penyumbatan pori
makro tanah.
5. Serapan air. Sepanjang tahun tanaman
menyerap air dari berbagai lapisan tanah untuk
mendukung proses transpirasi pada permukaan
19

daun. Faktor– faktor yang mempengaruhi


jumlah serapan air oleh pohon adalah fenologi
pohon, distribusi akar dan respon fisiologi
pohon terhadap cekaman parsial air tersedia.
Serapan air oleh pohon diantara kejadian hujan
akan mempengaruhi jumlah air yang dapat
disimpan dari kejadian hujan berikutnya,
sehingga selanjutnya akan mempengaruhi
proses infiltrasi dan aliran permukaan. Serapan
air pada musim kemarau, khususnya dari
lapisan tanah bawah akan mempengaruhi
jumlah air tersedia untuk ‘aliran lambat’ (slow
flow).
6. Drainase lansekap. Besarnya drainase suatu
lansekap (bentang lahan) dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain kekasaran
permukaan tanah, relief permukaan tanah
yang memungkinkan air tinggal di permukaan
tanah lebih lama sehingga mendorong
terjadinya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk
akibat aliran permukaan yang dapat memicu
terjadinya ‘aliran cepat air tanah’ (quick flow).

Peran Agroforestry dalam konteks hidrologi lebih pada


skala Lansekap:

1. Infiltrasi Peresapan
2. Evapotranspirasi
3. Penyaringan (filter) sedimen dan hara
4. Limpasan permukaan Banjir
5. Menjaga base-flow Kekeringan

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk


mendukung pertumbuhan tanaman, pada kondisi iklim dan
20

lingkungan yang sesuai. Untuk mempertahankan produksi tetap


lestari, maka cara untuk memelihara atau mempertahankan
kesuburan adalah dengan memciptakan penggunaan lahan dalam
kondisi ekosistem alami (Barrow, 1991, cit Maylinda et al, 2003).
Keberlanjutan sistem penggunaan lahan sangat
tergantung pada fleksibilitasnya dalam keadaan lingkungan yang
terus berubah. Adanya keanekaragaman sumberdaya genetik yang
tinggi pada tingkat usahatani akan menunjang fleksibilitas ini.

Manfaat Lingkungan yang dapat diperoleh dari sistem


Agroforestry :

1. Mengurangi tekanan terhadap hutan, sehingga


fungsi kawasan hutan tidak terganggu (tata air,
keanekaragaman hayati dan lain-lain).
2. Lebih efisien dalam recicling unsur hara
melalui pohon berakar dalam di lokasi
tersebut;
3. Perlindungan yang lebih baik terhadap sistem
ekologi daerah hulu DAS;
4. Mengurangi aliran permukaan, pencucian hara
dan erosi tanah;
5. Memperbaiki iklim mikro, mengurangi suhu
permukaan tanah, mengurangi evapotranspirasi
karena kombinasi mulsa dari tanaman
setahun/semusim dan naungan pohon;
6. Meningkatkan hara tanah dan struktur tanah
melalui penambahan yang kontinyu hasil
proses dekomposisi bahan organik ;

Dari teori-teori yang dikemukakan diatas, dapat


diartikan bahwa sistem agroforestry cukup flexible untuk
diterapkan di bagian hulu sungai yang mengalami kekritisan
21

lahan, dalam rangka pemulihan kondisi lahan tersebut. Hanya


yang perlu diatur adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan perpaduan atau kombinasi sistem


agroforestry yang tepat yang disesuaikan
dengan karakteristik lahan.
2. Pemilihan jenis yang tepat didalam rangka
pengembalian kesuburan tanah dan
terbentuknya kembali sistim hidrologi lahan.
3. upaya pembentukan strata yang tepat dalam
rangka rekayasa konservasi tanah dan air,
tanpa mengeyampingkan fungsi ekonomi dari
kegiatan agroforestry tersebut.

4.3 Pemillihan Jenis Tanaman dan Perpaduan Kegiatan


dalam Agroforestry Terkait Upaya Konservasi
Peran agroforestry dalam mengatasi lahan yang
marginal, Padmowijoto (2004), menyebutkan bahwa tanaman
leucaena (lamtoro) yang ditanam rapat dengan jarak antara baris
satu meter, mampu menghasilkan pupuk hijau sebanyak 120
ton/ha/tahun, sehingga dapat memberikan 1000 kg nitrogen, 200
kg asam fosfat dan 800 kg potasium, berturut-turut setara dengan
100 sak (50 kg) ammonium sulfat, 20 sak (50 kg) super fosfat dan
24 sak (50 kg) potasium muriate Fixaksi n atmosfer menambah
kesuburan, murah dan tidak mengganggu lingkungan.
Penambahan pupuk hijau gliricidia maculata meningkatkan
kandungan phosphorus sekitar 26-37% pada berbagai tipe tanah
serta meningkatkan N, Fe dan Mn.
Akar legume dalam sistem alley cropping (penanaman
sistem jalur) berfungsi sebagai pompa mineral. Batang legume
yang berada diatas tanah dalam bentuk alley cropping mampu
menahan run off dan mampu menurunkan besaran erosi tanah
miring dari 96,9 ton/ha menjadi hanya 0,8 ton/ha dan setelah tiga
22

tahun program berjalan, balance hara tanah jadi positif artinya


lebih banyak hara yang kembali kedalam tanah dibanding yang
hilang.
Menurut Oosterling (1927), yang berperan langsung
bukanlah keadaan tegakan hutan, melainkan kemampuan serasah
menyerap air dan kesarangan tanah hutan. Meskipun hutan berada
dalam keadaan utuh, akan tetapi seresah tidak terbentuk atau
hilang dan tanah bersifat mampat, penyaluran permukaan pada
waktu hujan deras tetap besar (Notohadiprawiro,1981).
Dengan demikian pemilihan jenis sangat diperlukan
didalam perpaduan tanaman pada sistem agroforestry. Kombinasi
agroforestry dalam upaya konservasi lebih di konsentrasikan pada
komposisi jenis, dan strata tajuk yang dibentuk. Hal ini terkait
dengan penutupan lahan yang sangat berpengaruh terhadap
hidrologi suatu lahan.
Selain itu dalam rangka mengembalikan kesuburan
tanah maka diperlukan jenis-jenis dan pola perpaduan kegiatan
yang mampu meningkatkan produktifitas lahan, seperti tanaman
legume yang mampu mengikat N di udara, serta sistem
agrosilvopasoral (kombinas tanaman pertanian, kehutanan dan
peternakan) yang dapat meningkatkan unsur hara tanah, dan
porositas tanah yang memudahkan terjadinya infiltrasi, sehinggga
memperbaiki sistem hidrologi.
4.4 Faktor Pendukung
4.4.1 Aktor/Pelaksana
Untuk menerapkan metode ini ada aktor-aktor yang
berperan penting agar metode ini dapat berjalan
dengan baik.
1. Pemerintah Setempat
Adanya peran pemerintah disini adalah diharapkan
dapat memberikan wawasan serta sosialiasi kepada
23

masyarakat yang berada di Sub Daerah Aliran


Sungai Landak tersebut.
2. Masyarakat Setempat
Aktor utama dalam metode pemeliharaan sumber
daya air maupun alam adalah masyarakat yang
berada di Sub Daerah Aliran Sungai Landak. Seperti
yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa peran
pemerintah juga dapat dikatakan sebagai fasilitator.
4.4.2 Jangka Waktu dan Pembiayaan
Pengelolaan Agroforestri cukup kompleks karena
merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan
pertanian bahkan juga termasuk di dalamnya
peternakan. Usaha tersebut dilakukan untuk
pembangunan pedesaan untuk menciptakan
keselasaran antara intensifikasi pertanian dan
pelestarian hutan. Salah satu aspek yang menentukan
keberhasilan penerapan agroforestri adalah interaksi
antara pohon dengan tanaman semusim atau dengan
pohon lainnya, yang tidak mudah untuk dikaji.
Pengkajian proses interaksi melalui percobaan
lapangan yang membutuhkan biaya yang besar dan
jangka waktu yang lama. Keragaman lingkungan
yang tinggi juga mengakibatkan hasil penerapan
agroforestri antara satu tempat dengan suatu tempat
yang lain dapat diterapkan. Sedangkan untuk
pembiayaan itu sendiri juga bergantung pada jenis
tanaman yang di pergunakan serta luasan area
perencanaan pada Sub Daerah Aliran Sungai Landak
itu sendiri.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Upaya untuk memperbaiki kualitas DAS dapat diterapkan bentuk
pertanian berkelanjutan melalui sistem agroforestry dengan kombinasi
berbagai kegiatan usaha. Agroroforestry dengan input teknologi yang lain
dan didukung oleh kearifan lokal (indigeneous knowledge) dapat
mengembalikan kesuburan dan kondisi tata air suatu lingkungan DAS
dengan mempertimbangkan perpaduan kegiatan agroforestry dan
pemilihan jenis tanaman, tanpa mengabaikan tatanan sosial dan ekonomi
masyarakat

5.2 Saran
Kami sebagai tim penulis berharap bagi para pembaca agar tidak
menjadikan makalah ini sebagai satu-satunya sumber wawasan serta kami
tim penulis sangat berharap adanya kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.

24
DATAR PUSTAKA

Andre. 2012. Agroforresty, Upaya Konservasi Tanah dan Air dalam


Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. (daring)
(https://andre4088.blogspot.com/2012/12/agroforestry-upaya-konservasi-tanah-
dan_1650.html) diakses 20 November 2019.

Aningsih, Murisa. 2015. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS). (daring)


(http://elang.or.id/2015/12/pengertian-daerah-aliran-sungai-das/) diakses 19
November 2019.
Anonim. TT. Gambaran Umum Kabupaten Landak. (daring)
(http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.landak/BPS
%20Landak%20Bab%20II.pdf) diakses 19 November 2019.
Anonim. TT. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Terpadu. (daring) (https://www.bappenas.go.id/files/1213/5053/3289/17kajian-
model-pengelolaan-daerah-aliran-sungai-das-
terpadu__20081123002641__16.pdf) diakses 19 November 2019.

Anonim. TT. Landasan Teori. (daring)


(http://repository.unpas.ac.id/15712/4/Bab%202.pdf) diakses 19 November 2019.
Anonim. TT. Landasan Teori. (daring)
(https://abstrak.uns.ac.id/wisuda/upload/A131408003_bab2.pdf) diakses 19
November 2019.
Anonim. TT. Rencana Pembangunan Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah 2016 – 2020. (daring)
(http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/DOCRPIJ
M_576c627c07_BAB%20VIBAB%20VI%20PROFIL%20UMUM%20KABUPA
TEN%20LANDAK.pdf) diakses 19 November 2019.

Anonim. TT. Tinjauan Pustaka. (daring)


(http://eprints.umm.ac.id/42804/3/BAB%20II.pdf) diakses 19 November 2019.
Anonim. TT. Tinjauan Teori. (daring)
(http://repository.unpas.ac.id/32140/1/7.%20BAB%20II%20Tinjauan%20Teori%
20DAS.pdf) diakses 19 November 2019.

xvii
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Landak. 2008 – 2018. Kabupaten
Landak dalam Angka 2018. Landak: BPS Kab. Landak.
Candra, Dudi. 2015. Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS). (daring)
(http://elang.or.id/2015/12/pengertian-daerah-aliran-sungai-das/) diakses 18
November 2019.
Dacosta, Vinsencius. 2019. Bupati Landak Sambut Baik Sosialisasi Perda
dari DPRD Provinsi Kalbar. (daring) (https://landakkab.go.id/berita/bupati-
landak-sambut-baik-sosialisasi-perda-dari-dprd-provinsi-kalbar) diakses 18
November 2019.
Krisno, Odie. 2017. Perkebunan Sawit Andalan Ekonomi Kabupaten Landak.
(daring) (https://daerah.sindonews.com/read/1260434/174/perkebunan-sawit-
andalan-ekonomi-kabupaten-landak-1511534706) diakses 19 November 2019.
Mohammad Taufiq, Hari Siswoyo, dan Anggara WWS. 2013. Pengaruh
Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Keseimbangan Air Hutan (Studi Kasus Sub Das
Landak, Das Kapuas). Jurnal Pengairan, 4(1), 47-52.
Suemi Suemi, Junaidi Junaidi, dan Ismahan Umran. TT. STUDI
KARAKTERISTIK SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (SUB DAS) LANDAK
PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KAPUAS KECAMATAN
SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK. Jurnal Sains Mahasiswa
Pertanian, 4(1), 1-15.

xvii

Anda mungkin juga menyukai