BAB I
PENGERTIAN UMUM
TENTANG IRIGASI
2. Sejarah di Indonesia
Di Indonesia sawah sudah ada sejak sebelum jaman Hindu pada
jaman Hindu telah dilakukan usaha-usaha pembangunan prasarana
secara sederhana. Hal ini dapat dibuktikan dengan peninggalan
sejarahnya yaitu usah pembagian air irigasi yang dapat disaksikan di
berbagai tempat misalnya irigasi subak di Bali, irgasi-irigasi kecil di
Jawa dan system pendistribusian air dengan istilah minta air sebatu di
Minangkabau. Pembangunan irigasi pada waktu itu menyesuaikan diri
dengan keadaan dan kebutuhan. Prasarana irigasi dibangun dengan
cara sederhana, yaitu dengan menumpukkan batu atau cerucuk-cerucuk
yang diisi batu sebagai bahan bending. Seiring dengan perkembanagan
jaman, irigasi Indonesia berkembang terus hingga memasuki periode
jaman penjajahna Belanda bangunan air dibangun mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang cukup besar. Dalam masa ini irigasi
tercatat dibangun sekitar tahun 1852. Yaitu pembangunan bendung
Glapan di Kali Tuntang, Jawa Tengah. Selain bendung ini di Jawa
Tengah dibangun pula bendung Kali Wadas, Sungapan, Cisadap dan
lain-lain. Dan di Jawa Timur untuk daerah irigasi Pekalen dibangun
pula bendung Pekalen, 1865 bendung Umbul 1909, bendung Sampean
1883 dan bendung Jati dan sebagainya. Di daerah Jawa Barat dibangun
pula bendung-bendung Cisuru, di Sungai Cisokan Cianjur, 1886.
Cipager di Cirebon 1909, Jamblang, 1912. Rentang, 1910, Cigasong
dan Pamarayan, 1911. Cipeles, 1920, Walahar dan Pasar Baru, 1925
dan sebagainya. Di Sumatera Barat yaitu bendung Kuranji, 1920, di
Lampung bendung Argoguruh, 1930 dan di Sulawesi Selatan bemdung
Sadang.
Pembangunan prasarana irigasi di Jawa sekitar tahun 1852 di latar
belakangi oleh berbagai sebab, diantaranya untuk perluasan tanaman
tebu dan untuk usaha penyediaan pangan dalam rangka mengatasi
bahaya keresahan akibat kelaparan di daerah Demak sekitar tahun
1849. Dalam buku Irigasi di Indonesia, Wirawan menulis tentang
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
Daerah irigasi (DI) dengan luas kurang dari 1.000 ha (DI Kecil) dan
berada dalam satu kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah kabupaten/kota.
Daerah irigasi (DI) dengan luas 1.000 ha s/d 3.000 ha (DI sedang )
atau irigasi kecil yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi
wewenang dan tanggung jawab pmerintah propinsi.
Daerah Irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha (DI besar) atau DI
sedang yang berada dalam lintas propinsi, strategi nasional, dan lintas
Negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.
Pelaksanaan pengembangan system irigasi yang menjadi kewenangan
pemerintah dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan berada dalam satu
kabupaten/kota mejadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah
kabupaten/kota.
Untuk keperluan air irigasi dengan cara yang sederhana sekalipun telah
dapat dicapai hasil yang cukup memadai.
Tidak semua air cocok untuk dipergunakan untuk kebutuhan air
irigasi. Air yang dapat dinyatakan kurang baik untuk irigasi biasanya
mengandung :
a. Bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau orang yang memakan
tanaman itu
b. Bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik
c. Tingkat keasaman air (Ph)
d. Tingkat kegaraman air
e. Bakteri yang membahayakan orang atau binatang yang memakan
tanaman yang diairi dengan air tersebut
BAB II
Umum
A. Petak Irigasi
Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi
dibuat suatu peta yang biasanya disebut peta petak. Peta petak ini dibuat
berdasarkan peta daerah yang dilengkapi dengan garis-garis kontur skala
1:2500. Peta petak tersebut memperlihatkan :
a. Bangunan-banguna utama
b. Jaringan dan trase utama
c. Jaringan dan trase saluran irigasi
d. Jaringan dan trase saluran pembuang
e. Petak-petak primer, sekunder dan tersier
f. Lokasi bangunan
g. Batas-batas daerah irigasi
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
1. Petak Primer
Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air biasanya sungai. Petak primer biasanya terdiri
dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran
primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, ini
menghasilkan dua petak primer.
2. Petak Sekunder
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak
tersier yang kesemuaya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi
yang jelas, misalnya saluran pembuang.
3. Petak Tersier
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
atau saluran primer, kecuali apabila petak-oetak tersier tersebut tidak
secara langsung terletak sepanjang jaringan saluran irigasi utama. Petak-
petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas misalnya : parit, jalan,
batas desa dan sesar medan.
Untuk menentuka lay out aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan :
a. Luas petak tersier
b. Batas-batas petak tersier
c. Bentuk petak tersier
d. Bentuk petak tersier yang optimal
e. Kondisi medan
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
Petak tersier adalah unit atau petak tanah/sawah terkecil berukuran antara
50-100 hektar. Mempunyai batas-batas yang jelas seperti jalan, kampung,
saluran pembuang dan sebagainya, serta berbatasan langsung dengan
saluran sekunder, atau saluran primer. Petak tersier dilayani oleh :
Batas petak
B. KONDISI MEDAN
Tipe-tipe medan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
TABEL 2.1 Tipe medean dan klasifikasinya
pembagian petak tersier yang di beri air dari pengembilan seperti ini di
tunjukan disini.
Gambar 2.5 menunjukkan situasi umum lainnya dengan suatu bangunan
sadap tersier saja.
Saluran tersier mengikuti kemiringan medan dari box bagi pertama dan
biasanya diberi pasangan.
Pada gambar 2.5 saluran tersier dapat memberikan airnya ke saluran
kuarter di kedua sisi.paling baik jika saluran tersier ini sama jaunya dari
batas petek tersier ,sehingga memungkinkan 2 petek kuarter di buat kira
kira sama. Petek petek smacam ini semacam ini mempunyai ujung runcing
,yang memerlukan saluran kuarter yang mengikuti kemiringan medan .
kerena saluran tersier semcam ini memrlukan pasangan dan biaya
pembuatannya sangat mahal , maka baiknya di buat minimum : sebainya
satu saluran perpetak tersier . pada medan yang sangat curam , sabiknya di
gunakan flume (Beton bertulang )
GAMBAR 2.4 Skema layout petak tersier pada medan terjal (1)
Banyak petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran sekunder yang
merupakan batas petak tersier di suatu sisi . batas untuk sisi yang lainnya adlah
pembuangan primer. Jika batas batas jalan atau desah maka batas atas dan bawah
akan di tentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuangan .
Gambar 2.6 dan gambar 2.7 menunjukkan dua skema layout. Gambar 2.6 untuk
petak yang lebih kecil dari 500 m dan serupa dengan gambar 2.4 kecuali saluran
irigasi dan saluran pembuangan harus di pisah.Jika batas batas blok terpisah dari
500 m , maka harus ada saluran kuarter garis tinggi yang kedua.salah satu dari
sistem ini yang mencakup saluran tersier kedua yang mengikuti kemiringan
medan, di tunjukkan pada gambar 2.7 ada cara lain untuk mencapai hal ini dan
semua metode sebaiknya di pertimbangkan segi biayayanya. Dalam hal hal
tertentu saja maka lear petak lebih dari 1000 m. untuk mengatasi hal ini saluran
tersier kedua dapat memberikan ke saluran kuarter dikedua sisinya.
GAMBAR 2.6 Layout petak tersier pada medan agak terjal (1)
Jalan infeksi akan mengikuti saluran tersier dan ini berarti mengikuti
pungung medan. Sebaiknya di buat jalan petani dimana perlu sehingga
tidak ada titik yang jau dari 350 m dari jalan.
Pada umunya tdak ada daerah datar yang luas skali di lapangan kecuali
dataran pantai dan rawah rawah . potensi pertanian daerah daerah
semacam ini sering terhambat oleh system pembuangan yang jelek dan air
yang tergenang terus menerus kesuburan tanah . sebelumnya tanah
semcam ini produktif , harus di buat sistem pembuangan yang efesien
dulu.
Tetapi slauran pembu gan ini tidak dapat direncanakan secarah terpisah
dari saluran pembawa. Keduanya saling melengkapi dan layout
direncanakan bersamaan .
C. SALURAN IRIGASI
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis di bedakan menjadi
saluran
Dan saluran irigasi pembuang .saluran irigasi pembawa di tinjau dari
letaknya dapat di bedakan saluran garis tinggi dan saluran garis
punggung. Saluran garis tinggi saluran yang di tempatkan sejurusan
dengan garis tinggi / kontur . dan saluran garis punggung ditempatkan
di punggung medan. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi
pembawa dapat di bedakan menjadi saluran primer, sekunder ,tersier
clan 0.1 . saluran irigasi tersebut dapat didefenisikan seperti nerikut ini
.
Saluran primeryaitu saluranyang membawa air dari jaringan
utama ke saluran sekunder dan ke petek petak tersier yang diairi.
saluran primer primer biasa pula di sebut saluran induk . saluran ini
berakhir pada bangunan bagi yang terakir.
Saluran muka tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan
sadap tersir ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier
lainya. Saluran tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan
sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran
kuarter.saluran ini berakir pada bosk kuarter yang terakhir.
Saluran kuarter yaitu saluran yang membawa air dari bosk bagi
kuarter melalui bangunan sadap tersier ke bawah sawah sawah.
Saluran irigasi ini dibedakan juga berdasarkan jaringan yaitu :
1. Saluran irigasi
a. Kebutuhan air irigasi
Q1=NFR xA
et
di mana :
perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat
diterapkan untuk kelima factor di atas.
b. Kapaitas rencana
Kapsitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencan
pintu tersier (Qmaks 1 d/t.ha). Pada umumnya kebutuhan air selama
penyiapan lahan menentukan kapasitas rencana. Besarnya
kebutuhan ini dapat dihitung menurut KP-01 Jaringan Irigasi,
Lampiran B.
Kapasitas rencana saluran tersier dan kuarter didasarkan pada
100% Qmaks. Jika tidak tersedia data mengenai kebutuhan irigasi,
angka-angka umum akan dipergunakan untuk perkiraan. Besarnya
angka-angka masih membutuhkn penyelidikan atau dapat
diporoleh dari daerah irigasi yang berdekatan.
Beda elevasi (head) yang ada antara elevasi sawah dengan elevasi
air di jaringan utam harus diketahui. Elevasi air dijaringan utama
dan jaringan irigasi yang ada dapat diperoleh ari gambar-gambar
rencana atau gambar-gambar purnalaksana (as-built drawings). Jika
gambar-gambar semacam ini tidak ada, maka elevasi tersebut harus
ditentukan dengan mengadakan pengukuran detail pada bangunan
sadap serta elevasi ambnag bangunan ukur. Dianjurkan agar
pencekan ini selalu dilakukan, bahakan bila gambar-gambar
perencanaan tersedia sekalipun, karena elevasi yang ditukjukkan
pada gambar tidak selalu sesuai dengan elevasi sebenarnya
dilapangan. Kemungkinan terdapat perbedaan bidang persamaan
(reference level/datum) selalu ada.
Dimana:
Q = µA 2 gz ………….. (5.3)
Dimana :
d. Karakteristik saluran
Berdasarkan trase saluran, kapasitas rencana dan muka air di
saluran yang diperlukan, potongan melintang dan memanjang
saluran dapat ditentukan.
Biaya pemeliharaan saluran hendaknya diusahakan serendah
mungkin. Ini akan tercapai bila tidak terjadi penggerusan atau
pengendapan keduanya berkaitan dengan kecepatan aliran dan
kemiringan saluran.
Kecepatan aliran dan keiringan saluran bergantung pada situasi
topografi, sifat-sifat tanah dan kapasitas uang diperlukan.
Berdasarkan pengalaman lapangan, Fortier (1926) menyimpulkan
bahwa untuk saluran saluran irigasi dengan kedalamn air kurang
dari 0,90 m pada tanah lempungan atau lempung lanauan,
kecepatan maksimum yang diizinkan adalah sekitar 0.60 m/dt.
b
N=
h
Dimana :
Q = Debit saluran (m3/dtk)
v = kecepatan aliran (m/dtk)
A = Potongan melintang (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
P = keliling basah (m)
b = lebar dasar (m)
h = tinggi air (m)
n = kedalaman – lebar
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran Strickler (m1/3/dtk)
m = kemiringan talut (hor./vert.)
Q (m3/dtk) M N k
0.15-0.30 1.0 1.0 35
0.30-0.50 1.0 1.0-1.2 35
0.50-0.75 1.0 1.2-1.3 35
0.75-1.00 1.0 1.3-1.5 35
1.00-1.50 1.0 1.5-1.8 40
1.50-3.00 1.5 1.8-2.3 40
3.00-4.50 1.5 2.3-2.7 40
4.50-5.00 1.5 2.7-2.9 40
5.00-6.00 1.5 2.9-3.1 42.5
6.00-7.50 1.5 3.1-3.5 42.5
7.50-9.00 1.5 3.5-3.7 42.5
9.00-10.00 1.5 3.7-3.9 42.5
10.00-11.00 2.0 3.9-4.2 45
11.00-15.00 2.0 4.2-4.9 45
15.00-25.00 2.0 4.9-6.5 45
25.00-40.00 2.0 6.5-9.6 45
Dimana :
k = koefisien kekasaran strickler
m = kemiringan talud
n = perbandingan lebar dasar saluran denagn kedalaman air
Kecepatan
Debit, Perbandingan Kemiringa
aliran keterangan
Q = m3/dtk b:h n talud
v = m/dtk
0.000-0.050 - Min. 0.25 1:1 1. Desain untuk
0.050-0.150 1 0.25-0.30 1:1 tanah lempung
0.150-0.300 1 0.30-0.35 1:1 biasa
0.300-0.400 1.50 0.35-0.40 1:1
2. Lebar saluran
0.400-0.500 1.50 0.40-0.45 1:1
0.500-0.750 2 0.45-0.50 1:1 minimum 0,30
0.750-1.50 2 0.50-0.55 1:1 m.
1.50-3 2.50 0.55-0.60 1:1 3. K bernilai :
3-4.50 3 0.60-0.65 1:1 -50 bila Q > 10
4.50-6 3.50 0.65-0.70 1:1
m3/dtk
6-7.50 4 0.70 1:1
7.50-9 4.50 -70 1:1 -47,5 bila Q =
9-11 5 -70 1:1 5-10 m3/dtk
11-15 6 -70 1:1 -45 bila Q > 5
15-25 8 -70 1:2 m3/dtk
25-40 10 -75 1:2
-42,5 untik
saluran muka
-40 untuk
Q = m3/dtk F
0.0 0.30
0.3-0.5 0.40
0.5-1.5 0.50
1.5-15.00 0.60
15.00-25.00 0.75
>25.00 1.00
Jari-jari belokan pada As saluran adalah 3-7 kali lebar muka air. Lebar
tanggul (W) tergantung dari jenis saluran seperti tabel dibawah ini :
Saluran W
Tersier dan Kuarter 0,5
Sekunder 1,00
Primer 2,00
Perencanaan Saluran
Kebutuhan Air Irigasi
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum sebagai
berikut :
NFR x A
Qt =
et
Dimana :
Qt = debit rencana (l/dtk)
NFR = kebutuhan bersih air disawah (l/dtk.ha)
A = luas area yang diairi (ha)
et = efisiensi irigasi sampai di petak tersier
Kapasitas rencana
P = A + a + b + n.c + d + m.c + f + g + ∆H + z
Dimana :
dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang
sudah ada.
a. Daerah irigasi
Nama yang diberikan sesuai dengan daerah setempat atau desa
terdekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya
diambil untuk keperluan irigasi. Apabila ada dua pengambilan atau
lebih maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai
desa-desa terdekat di daerah layanan setempat.
b. Jaringan Irigasi Utama
Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah
irigasi yang dilayani.
Saluran irigasi sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang
terletak dipetak sekunder.
Petak sekunder sebaiknya diberi nama sesuai dengan petak
sekundenya.
c. Jaringan Irigasi Tersier
Peta tersier diberi nama sesuai bangunan sadap tersier dari jaringan
utama.
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama box yang
terletak diantara kedua box (lihat gambar). Box tersier diberi kode
T, diikuti nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari box
pertama di hilir bangunan sadap tersier dst.
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti
dengan nomor urut menurut jarum jam. Diberi kode A B C dst.
Box kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah
jarum jam (K1, K2, K3 dst)
Saluran kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dilayani tetapi dengan huruf kecil (a1, a2, a3 dst )
d. Jaringan Pembuang
Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah
yang semuanya akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
Gambar 6.1 sistem tata nama petak rotasi dan petak kuarter
Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dst.
Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter
yang dibuang airnya diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dst.
Saluran pembuang tersier diberi kode dt1,dt2 juga menurut arah jarum
jam.
BAB III
b. Penggunaan konsumtif
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif
Contoh soal
Suhu bola kering 300˚C, suhu bola basah 260˚C dan kecepatan angin
1 m/dtk maka evaporasinya :
Tekanan uap jenuh dilihat dari tabel 3.1 dengan suhu udara 300˚C
didapat Pa = 31.86 (mm/Hg), kelembaban relative = 68 % (Tabel 3.2).
jadi tekanan uap sebenarnya adalah :
Pu = 31.86 mm/Hg x 68 % = 21.65 mm/Hg. Kecepatan angina 1 m/dtk
diubah menjadi 1 m/dtk x 24 jam x 60 menit x 60 detik : 1600 ml = 54
mile/hari.
Eo = 0.35 (31.86-21.65) (1 + 54/100) = 5 mm/hari
Tabel 3 : Tekanan Uap Jenuh
0˚C P(mm/Hg)
20 17.55
30 31.86
40 55.40
Tabel 4 : Kelembaban
Pembacaan Selisih antara thermometer bola kering dan basah
termometer 0.0 0. 1.0 1.5 2. 2.5 3.0 3.5 4. 4.5 5.0 5. 6.0 6.5 7.0
5 0 0 5
Derajat Celcius Persentase %
25 10 95 90 86 82 78 76 74 67 64 61 58 56 54 50
0
26 10 95 90 86 82 78 76 74 68 65 62 58 56 54 51
0
27 10 95 90 86 82 78 76 74 67 65 61 58 56 54 52
0
2. Transpirasi
2. Sistem Golongan
Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna
mencapai produktivitas yang tinggi, maka penanaman harus
memperhatikan pembagian air secara merata ke semua petak tersier
dalam jaringan irigasi.
Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang
dibutuhkan, sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik,
agar air yang tersedia dapat digunakan secara merata dan seadil-
adilnya. Kebutuhan air yang tertinggi untuk satu petak tersier adalah
Qmaks yang didapat sewaktu merencanakan seluruh system irigasi.
Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap bergantung pada sumber
dan luas tanaman yang harus diairi.
Pada saat-saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman dengan pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman
dilakukan secara bergilir. Dalam musim kemarau dimana keadaan air
mengalami kritis, maka pembebrian air tanaman akan diberikan atau
diprioritaskan kepada tanaman yang telah direncanakan.
Dalam system pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam
tidak serentak, tetapi menurut jadwal yang ditentukan dengan maksud
penggunaan air secara efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-
golongan dan saat permulaan pekerjaan sawah bergilir menurut
golongan masing-masing.
Keuntungan-keuntungan yang didapat diperoleh dari system giliran
adalah :
- Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
- Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada
awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan).
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
Contoh soal
Petak tersier seluas 135.65 ha terdiri dari 3 petak sub tersier dengan
masing-masing luas.
= sub tersier a luas 53.10 ha dengan kebutuhan air 2.84 lt/ dt/ ha
= sub tersier b luas 47.55 ha dengan kebutuhan air 2.95 lt/dt/ ha
= sub tersier c luas 35.00 ha dengan kebutuhan air 3.26 it/ dt/ ha
A. Perhitungan debit rencana
Pemberian air secara terus menerus dapat dilakukan selama Q >
65% Qmaks. Bila Q < 65 % Qmaks, maka pemberian air bila Q =
100 % Q maks.
Petak a luas 53,10 ha dapat air = 53,10 x 2,84 lt/dtk = 150,80 lt/dt
Petak b luas 47,55 ha dapat air= 47,55 x 2,95 lt/dtk= 140,27 lt/dt
Petak c luas 35,00 ha dapat air= 35,00 x 3,26 lt/dt = 114, 10 lt/dt
Jumlah Q maks = 405,17 lt/dt
Pemberian air bila Q = 65% Qmaks = 65/100 x 405,17 = 263,36
lt/dtk
Perhitungan berdasarkan pada pemberian air giliran sub tersier I
Periode I : Sub tersier a dan b diairi
Luas a + b =100,65 ha
Sub tersier a = 53,10/100,65 x 263,36 = 138,94 lt/dtk
Periode II : Sub tersier a dan c diairi
Luas a + c = 88,10 ha
Sub tersier a = 53,10/88 x 263,36 = 158,73 lt/dtk
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
Dari tabel diatas diambil kesimpulan bahwa debit yang terbesar tidak
selalu terdapat dari Q = Qmaks, sehingga debit rencana tidak dapat
begitu saja ditentukan dari pembagian debit pada 100% Qmaks.
B. Perhitungan jam rotasi
Rotasi I
Semua petak mendapat air secara terus menerus
Rotasi II
2 golongan dibuka 1 golongan ditutup
A + B = (53,10 + 47,55)/(53,10 + 47,55 + 35)x336/2
= 124 Jam = 5 hari 5 jam
B + C = (47,55 + 35,00)/(53,10 + 47,55 + 35)x336/2
E. Kebutuhan Air
1. Penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan pada umumnya menentukan
kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Factor-faktor penting
yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan
adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Factor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu
penyiapan lahan adalah :
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah
- Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup
waktu untuk menanam padi disawah atau padi ladang kedua.
Factor-faktor tersebut saling berkaitan, kondisi social, budaya yang
ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu
yang diperlukan untuk penyiapn lahan. Untuk daerah irigasi baru,
jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daerah-daerah didekatnya. Sebagai pedoman diambil
jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di
seluruh petak tersier.
Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dtk selama
periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR = Mek/(ek-1)
Dengan :
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M =
Eo + P (mm/hari)
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan
lahan (mm/hari)
k = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan
air 50 mm, yakni 200+50 = 250 mm seperti yang sudah
diterangkan diatas.
2. Penggunaan konsumtif
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman
untuk proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan
konsumtif dihitung dengan rumus berikut :
Ete = Ke . Eto
Dengan :
Ete = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Eto = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
Ke = koefisien tanaman
3. Perkolasi
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Pada tanah
lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju
perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari.pada tanah-tanah yang lebih
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
BAB IV
Bagi Dan Bangunan Sadap
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer dan saluran sekunder,
maka akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu
yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir keberbagai
saluran. Salah satu dari pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu
mengatur muka air. Sedangkan pinru pitu sadap lainnya mengukur debit.
Jadi bangunan bagi adalah bangunan pada saluran induk sekunder yang
berfungsi untuk mengkur air yang mengalir ke berbagai saluran.
1) Setiap cabang hanya membagi air kepada satu petak saja, apakah
petak sekunder atau petak tersier.
2) Setiap cabang dilengkapi dengan pintu – pintu pengatur aliran
terutama untuk pintu ke tersier. Di mana alat ukur harus seteliti
mungkin.
3) Untuk bagian persawahan tidak dibuat pada tanah timbunan.
(overflow), untuk ini tinggi energi hulu lebih kecil daripanjang mercu.
Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat
Di mana :
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93+0,10.H1/L. for 0,1<H1/L<1,0
H1 adalah tingkat energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m
Perencanaan Hidrolis
Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romyn dengan mercu horizontal
dan peralihan pejempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat
ukur ambang lebar.
Formula :
2 2
Q=Cd .Cv . .
3 3 √
. g . bc . h 11,5
Di mana :
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
g = percepatan grafitasi, m/dt2 (9,8)
bc = lebar meja, m
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
- Bangunan kuat
Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur Cipoletti adalah :
2
Q=Cd .Cv . . √ 2 g . b . h11,5
3
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
Di mana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (=0,63)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
b = lebar mercu, m
h1 = tinggi energi hulu, m
Penggunaan
Alat ukur Cipoletti yang dikombinasi dengan pintu sorong sering
dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Karena jarak antara pintu dan
bangunan ukur jauh, eksploitasi pintu rumit. Oleh karena itu, lebih
dianjurkan untuk memakai bangunan kombinasi. Pemakaian alat ukur
ini tidak lagi dianjurkan, kecuali dilingkungan laboratorium.
Perencanaan Hidrolis
Untuk menyetel besar lairan tertentu bukaan pintu orifis A = b.w
yang diperlukan untuk mengalirkan air tersebut ditentukan dari rumus
berikut :
Q=C . A . √ 2 g . ∆ h
Di mana :
Q = debit, m3/dt
C = koefisien debit (= 0,66)
A = luas bukaan pintu, m2 ( = bc.w)
w = tinggi bukaan pintu, m
bc = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
∆h = kehilangan tinggi energi di atas pintu, m (0,06 m atau 0,12
m)
Subtitusi harga Cd = 0,66 m dan g = 9,8 m/dt 2 ke dalam persamaan di
atas menghasilkan :
Q=0,716.bc . w
Penggunaan
Ada empat jenis bangunan pengatur tinggi muka air yang sering
dipergunakan, yaitu :
Dalam hal ini akan dibahas pintu skot balok sebagai bangunan
pengukur tinggi muka air. Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I
merupakan peralatan yang sederhana. Balok – balok profil segi empat itu
ditempatkan tegak lurus terhadap potongan seegi empat saluran. Balok-
balok tersebut disangga di dalam sponeng/ alur yang lebih lebar 0,03 m
sampai 0,05 m dari tebal balok-balok itu sendiri. Dalam bangunan-
bangunan saluran irigasi, dengan bukaan pengontrol 2,0 m atau lebih kecil
lagi.
Perencanaan Hidrolis
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan tinggi debit berikut:
2 2
Q=Cd .Cv . .
3 3 √
. g b . h 11,5
Di mana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
b = lebar normal, m
h1 = kedalaman air di atas skot balok, m
Koefisien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang
tajamnya 90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari
1,5 (lihat lampiran).
Untuk harga-harga H1/L yang lebih tinggi, pancaran air yang
melimpah bias sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L
menjadi lebih besar dari sekitar 1,5, maka alirannya menjadi tidak mantapa
dan sangat sensitive terhadap “ketajaman” tepi skot balok bagian hulu.
Juga besarnya airasi dalam kantong udara bagian bawah pancaran, dan
tenggelemnya pancaran sangat mempengaruhu debit pada skot balok.
Karena kecepatan datang yang menuju ke pelimpah skot balok
biasanya rendah, h1/(h1 + p1)<0,35, kesalahan yang timbul akibat tidak
memperhatikan harga tinggi kecepatan rendah berkenaan dengan
kesalahan dalam Cd. Dengan menggunakan perasamaan debit tinggi debit
diatas dikombinasi dengan pintu bawah aliran pada skot balok dapat
diperkirakan denagn baik.
Pada saluran yang lebar (lebih dari 2 m) mungkin akan
menguntungkan untuk mengombinasikan beberapa tipe bangunan pengatur
air, misalnya :
- Flum dan talang adalah saluran – saluran buatan yang dibuat dari
pasangan , beton, baja atau kayu. Di dalamnya air mengalir dengan
permukaan bebas, dibuat melintas lembah, sauran pembuang,
saluran irigasi, sungai, jalan atau rel kereta api, atau di sepanjang
lereng bukit dan sebagainya.
- Sipon adalah bangunan yang membawa air melewati bawah aluran
lain (biasanya pembuang) ayau jalan. Pada sipon air mengalir
karena tekanan.
2. Bangunan – bangunan dengan aliran superkritis adalah :
- Bangunan – bangunan pengukur dan pegatur debit
- Bangunan terjun serta got miring.
Di mana :
∆Hmasuk, keluar = kehilangan energi yang bergantung kepada
bentuk hidrolis peralihan keluar. (dapat
dilihat pada lampiran)
Va = kecepatan rata – rata yan dipercepat dalam
bangunan pembawa, m/dt
V1,V2 = kecepatan rata – rata di saluran hulu(V1) atau
saluran hilir (V2) m/dt.
V a2 . L 2. g . l V 2
∆ Hf = = .
C 2 . R C2 . R 2. g
Bahan K (m1/3/dt)
Baja beton 76
Beton, bentuk kayu tidak selesai 70
Baja 80
Pasangan batu 60
Di mana:
n = kehilangan nergi akibat kontraksi aliran (0,85)
b = lebar talang, m
H1 = tinggi kehilangan energi di udik talang, m
Ht = tinggi energi pada talang, m
g = percepatan gravitasi. M/dt2
Q = debit, m3/dt
Perhitungan pada talang dan flum didasarkan pada data-data saluran
di udik talang.
2. Bangunan terjun
Bangunan terjun atau got miring diprlukan jika kemiringan
permukaan tanah lebih curam dari pada kemiringan maksimum yang
diizinkan. Bangunan terjun ini mempunyai empat bagian fungsional,
yaitu :
Kolam Olak
Untuk merencanakan kolam olak di sebelah hilir bangunan
terjun tergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan
dengan bilangan Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak.
Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan –
pengelompokan berikut dalam perencanaan kolam :
M.A.N
n = 3,96 . Q0,25 m
b = nxh
untuk daerah pegunungan rumus Haring huizen sebagai berikut :
V = 0,46 . Q0,132 (m/dt)
h = 0,756 . Q0,284 (m)
n = 4,38 . Q0,25 m
di mana
b = nxh
Rumus Kennedy
V = 0,41 . Q0,225
h = 2,54 .Q0,156