Anda di halaman 1dari 95

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

BAB I

PENGERTIAN UMUM
TENTANG IRIGASI

A. Defenisi, Maksud, Tujuan dan Manfaat Irigasi


Irigasi berasal dari istilah irrigatie dalam bahasa Belanda atau
irrigation dalam bahasa inggris, irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha
yang dilakukan untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan
pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah
digunakan dapat pula dibuang kembali. Istilah pengairan yang sering pula
didengar dapat diartikan sebagai usaha pemanfaatan air pada umumnya,
berarti irigasi termasuk didalamnya.
Maksud irigasi yaitu untuk mencukupi kebutuhan air di musim
hujan bagi keperluan pertanian seperti membasahi tanah, merabuk,
mengatur suhu tanah, menghindarkan gangguan hama dalam tanah dan
sebagainya.
Tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya untuk penyediaan
dan pengaturan air untuk menunjang pertania, dari sumber air ke daerah
yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun manfaat suatu system irigasi adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu membasahi tanah pada
daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksud agar daerah
pertanian dapat diairi sepanjang waktu, baik pada musim hujan
maupun musim kemarau.
3. Untuk menyubutrkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang
mengandung lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat
menerima unsur-unsur penyubur.
4. Untuk koltamase, yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa) dengan
endapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

5. Untuk mengelontorkan air di kota, yaitu dengan menggunakan air


irigasi, kotoran/ sampah di kota gelontor ke tempat yang telah
disediakan dan selanjutnya dibasmi secara ilmiah.
6. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi
dari pada tanah, dimungkinkan untuk mengedakan pertanian pada
musim tersebut.
B. Sejarah Perkembangan dan Peraturan Pemerintah
1. Sejarah Irigisai di dunia
Sejarah penggunaan irigasi telah dimulai pada jaman mesir kuno
±3500 tahun SM, dimana ditemukan berbagai situs sejarah yang
menggambarkan perencanaan irigasi sederhana untuk pertanian
gandum, juga ditemukan situs sejarah Indian Maya Kuno di Negara
Peru dimana dijumpai bekas-bekas kota tua yang memiliki jaringan
irigasi dan jaringan drainase kota yang cukup komplit dan sangat maju.
Pada jaman kuno (old world) ini, proyek pengembanagn sumber
daya air yang pertama kali terhitung besar pada jaman Dinasti Mesir
sekitar tahun 3200 SM. Disana dibuat proyek-proyek irigasi dan
drainase, yang kemudian diikuti oleh Negara-negara Timur dengan
membuat Dam-Dam, saluran-saluran dan bengunan keairan lainnya. Di
Propensi Szecuan, Negeri China, dibangun sebuah proyek irigasi yang
besar pada tahun 250 SM dan sampai sekarang masih digunakan.
Perlu dicatat bahwa proyek-proyek pengembanag sumber daya air
diatas masih berdasarkan pengalaman-pengalaman (rule of thumb) dan
belum berkembang. Bahkan sampai pada 1100 M dibuat suatu proyek
irigasi irigasi yang besar oleh suku Hohokam, indian, yang sekarang
termasuk daerah Arizona, Amerika serikat. Barulah pada sekitar
1850M proyek-proyek pengembangan sumber daya air mulai dibuat
sesuai dengan teori-teori dari ilmu pengetahuan karena pada saat
tersebut (abad XIX) ilmu pengetahuan berkembang denagan pesatnya
hingga saat ini.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

2. Sejarah di Indonesia
Di Indonesia sawah sudah ada sejak sebelum jaman Hindu pada
jaman Hindu telah dilakukan usaha-usaha pembangunan prasarana
secara sederhana. Hal ini dapat dibuktikan dengan peninggalan
sejarahnya yaitu usah pembagian air irigasi yang dapat disaksikan di
berbagai tempat misalnya irigasi subak di Bali, irgasi-irigasi kecil di
Jawa dan system pendistribusian air dengan istilah minta air sebatu di
Minangkabau. Pembangunan irigasi pada waktu itu menyesuaikan diri
dengan keadaan dan kebutuhan. Prasarana irigasi dibangun dengan
cara sederhana, yaitu dengan menumpukkan batu atau cerucuk-cerucuk
yang diisi batu sebagai bahan bending. Seiring dengan perkembanagan
jaman, irigasi Indonesia berkembang terus hingga memasuki periode
jaman penjajahna Belanda bangunan air dibangun mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang cukup besar. Dalam masa ini irigasi
tercatat dibangun sekitar tahun 1852. Yaitu pembangunan bendung
Glapan di Kali Tuntang, Jawa Tengah. Selain bendung ini di Jawa
Tengah dibangun pula bendung Kali Wadas, Sungapan, Cisadap dan
lain-lain. Dan di Jawa Timur untuk daerah irigasi Pekalen dibangun
pula bendung Pekalen, 1865 bendung Umbul 1909, bendung Sampean
1883 dan bendung Jati dan sebagainya. Di daerah Jawa Barat dibangun
pula bendung-bendung Cisuru, di Sungai Cisokan Cianjur, 1886.
Cipager di Cirebon 1909, Jamblang, 1912. Rentang, 1910, Cigasong
dan Pamarayan, 1911. Cipeles, 1920, Walahar dan Pasar Baru, 1925
dan sebagainya. Di Sumatera Barat yaitu bendung Kuranji, 1920, di
Lampung bendung Argoguruh, 1930 dan di Sulawesi Selatan bemdung
Sadang.
Pembangunan prasarana irigasi di Jawa sekitar tahun 1852 di latar
belakangi oleh berbagai sebab, diantaranya untuk perluasan tanaman
tebu dan untuk usaha penyediaan pangan dalam rangka mengatasi
bahaya keresahan akibat kelaparan di daerah Demak sekitar tahun
1849. Dalam buku Irigasi di Indonesia, Wirawan menulis tentang
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

pengembangan dan pemanfaatan lahan sawah irigasi. Disebutkannya


bahwa sampai dengan tahun 1885 pembangunan irigasi hanya seluas
210.000 hektar. Pada jaman Jepang sampai periode 1968
perkembangan irigasi di Indonesia kurang berarti.
Semenjak dicanangkan PELITA pertama hingga kini
perkembangan luas lahan irigasi bertambah dengan pesat. Begitu pula
pembangunan bendung baru maupun hasil rehabilitasi total maupun
rehabilitasi sebagian. Di buku yang sama, Pasandaran
menginformasikan bahwa areal irigasi meningkat dari waktu ke waktu,
antara masa 1969 – 1987. Demikian pula halnya dengan pembangunan
bendung sebagai prasarana irigasi. Pembangunan bendung Barugbug
1959. Bendung Curug, bendung Cikarang dan bendung Bekasi pada
proyek irigasi Jatiluhur.
C. Sistem Irigasi di Indonesia
System irigasi di Indonesia yang umumnya bergantung kepada
cara pengambilan air sungai dan dimaksudkan untuk mengairi persawahan
dapat dibedakan menjadi irigasi pedesaan dan irigasi pemerintah.
Pembedaan itu berdasarkan pengelolaannya. System irigasi desa bersifat
komunal dan tidak menerima bantuan dari pemerintah pusat.
Pembangunan dan pengelolaan seluruh jaringan irigasi dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat. Sedangkan system irigasi yang tergantung
pada bantuan pemerintah kedalam tiga kategori yaitu irigasi teknis, semi
teknis dan sederhana.
Irigasi teknik yaitu jaringan air yang mendapatkan pasokan air
terpisah dengan jaringan pembuang dan pemberian airnya dapat diukur,
diatur dan dikontrol pada beberapa titik tertentu. Semua bangunannya
bersifat permanen. Luas daerah irigasinya diatas 500 hektar. Beberapa
contohnya ialah system irigasi Jatiluhur, Rentang, Pemali Comal,
Sampean dan sebagainya.
Irigasi semi teknis yaitu pengaliran air ke sawah dapat diatur,
tetapi banyaknya aliran tidak dapat diukur. Pembagian air tidak dapat
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

dilakukan dengan seksama. Memiliki sedikit bangunan permanen dan


hanya satu alat pengukur aliran yang biasanya di tempatkan pada
bangunan bendung. System pemberian air tidak mesti sama sekali terpisah.
Irigasi sederhanayaitu yang biasanya menerima bantuan
pemerintah untuk pembangunan atau penyempurnaan. Tetapi dikelola dan
dioperasikan oleh aparat desa. Mempunyai bangunan semi permanen dan
tidak mempunyai alat pengukur dan pengontrolan aliran sehingga aliran
tidak dapat diatur dan diukur tercatat di Ditgasi I, Ditjen Air jumlah irigasi
sederhana 1978 juta hektar, irigsi semi teknik I 14 juta hektar dan irigasi
teknik II 10 juta hektar sedangkan irigasi desa tercatat seluas 1,04 juta
hektar.
Proyek irigasi sederhanayang dikenal tahun 1980-an
pengertiannya jauh berbeda dengan system irigasi sederhana diatas.
Proyek irigasi sederhana pelanggaran dengan tujuan untuk menaikkan
produksi beras nasional dengan melaksanakan sejumlah besar proyek-
proyek kecil dan murah dengan syarat teknis minimum. Proyek ini luas
daerah irigasinya tidak lebih dari 2000 hektar. Desain teknis cara
pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaanya dilakukan dengan cara yang
sederhana pula.
Tetapi secara teknis dapat dipertanggungjawabkan memberikan
hasil dengan cepat dan dengan biaya pelaksanaan serendah mungkin.
Biaya pelaksanaan waktu itu (1980) terbatas sebesar Rp. 250.000,- per
hektar daerah irigasi yang akan diairi.

D. Kebijakan-kebijakan Pemerintah tentang Irigasi


Uraian tentang irigasi dapat dilihat pada peraturan pemerintah
Republik Indonesia :

UU No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

UU No. 77 Tahun 2001 Tentang Irigasi

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

UU ini belum menetapkan peraturan pemerintah

Pada tahun 2004 dibuatlah peraturan baru tentang pengembangan sumber


air di Indonesia yaitu UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
yang isinya antara lain :

BAB IV Pendayagunaan Sumber Daya Air

Pasal 26 : (1) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan


penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan
pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola
pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap
wilayah sungai.

Pasal 34 : (1)Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud


dalam pasal 26 ayat 1 pada wilayah sungai ditujukan untuk
peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna
memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga,
pertanian, industry, pariwisata, pertahanan, pertambangan,
ketenagaan, perhubungan dan untuk berbagai hasil keperlua
lainnya.

Pasal 41 : (1) Pemenuhan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud


dalam pasal 34 ayat 1 dilakukan dengan pengembangan
system irigasi

(2) Pengembangan system irigasi primer dan sekunder menjadi


wewenang dan tangung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah dengan ketentuan :

a. Pengembangan system irigasi primer dan sekunder


lintas propinsi menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

b. Pengembangan system irigasi primer dan sekunder


lintas kabupaten/kota menjadi wewenag dan tanggung
jawab pemerintah propinsi.
c. Pengembangan system irigasi primer dan sekunder
yang utuh pada satu kabupaten/kota yang bersangkutan.

(3) Pengembangan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung


jawab perkumpulan petani pemakai air.

(4) Pengembangan system irigasi sebagaimana dimaksud dalam


ayat a92a0 dilakukan dengan mengikut sertakan
masyarakat.

(5) Pengembangan system irigasi primer dan sekunder dapat


dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai air atau pihak
lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

(6) Ketentuan mengenai pengembangan system irigasi diatur


lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan ayat (2)

Pengembangan system irigasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah


termasuk saluran percontohan sepanjang 50 meter dari bangunan
sadap/pengambilan tersier. Kriteria pembagian tanggung jawab
pengelolaan irigasi selain didasarkan pada keberadaan jaringan tersebut
terhadap wilayah administrasi juga perlu didasarkan pada strata luasnya,
sebagai berikut :

 Daerah irigasi (DI) dengan luas kurang dari 1.000 ha (DI Kecil) dan
berada dalam satu kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah kabupaten/kota.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

 Daerah irigasi (DI) dengan luas 1.000 ha s/d 3.000 ha (DI sedang )
atau irigasi kecil yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi
wewenang dan tanggung jawab pmerintah propinsi.
 Daerah Irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha (DI besar) atau DI
sedang yang berada dalam lintas propinsi, strategi nasional, dan lintas
Negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.
Pelaksanaan pengembangan system irigasi yang menjadi kewenangan
pemerintah dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan berada dalam satu
kabupaten/kota mejadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah
kabupaten/kota.

BAB VII. Pelaksanaan Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan

Pasal 64 : (6) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan system irigasi


ditetapkan :

a. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan system irigasi


primer dan sekunder menjadi wewenang dan
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya.
b. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan system irigasi
tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat
petani pemakai air.
E. Sumber Air Irigasi
Sumber air merupakan tempat/wadah air baik yang terdapat diatas,
maupun di bawah permukaan tanah. Sedangkan sumber-sumber air irigasi
air yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah, termasuk dala
pengertian ini adalah air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang
dimanfaatkan di darat.
Air tunduk pada hukum gravitasi sehingga air dapat mengalir
melalui saluran-saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Untuk keperluan air irigasi dengan cara yang sederhana sekalipun telah
dapat dicapai hasil yang cukup memadai.
Tidak semua air cocok untuk dipergunakan untuk kebutuhan air
irigasi. Air yang dapat dinyatakan kurang baik untuk irigasi biasanya
mengandung :
a. Bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau orang yang memakan
tanaman itu
b. Bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik
c. Tingkat keasaman air (Ph)
d. Tingkat kegaraman air
e. Bakteri yang membahayakan orang atau binatang yang memakan
tanaman yang diairi dengan air tersebut

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

BAB II

SISTEM JARINGAN IRIGASI

Umum

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan empat unsur


fungsional yaitu :
1. Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari
sumbernya, umunya sungai dan waduk
2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petak
tersier
3. Petak-petak tersier dengan system pembagian air dan system pembuangan
kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan
kelebihan air di tamping di dalam suatu system pembuangan alam petak
tersier
4. System pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alam

A. Petak Irigasi
Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi
dibuat suatu peta yang biasanya disebut peta petak. Peta petak ini dibuat
berdasarkan peta daerah yang dilengkapi dengan garis-garis kontur skala
1:2500. Peta petak tersebut memperlihatkan :
a. Bangunan-banguna utama
b. Jaringan dan trase utama
c. Jaringan dan trase saluran irigasi
d. Jaringan dan trase saluran pembuang
e. Petak-petak primer, sekunder dan tersier
f. Lokasi bangunan
g. Batas-batas daerah irigasi
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

h. Jaringan dan trase jalan


i. Daerah-daerah yang tidak diairi (misalnya desa-desa)
j. Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dst)

Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu ;

1. Petak Primer
Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air biasanya sungai. Petak primer biasanya terdiri
dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran
primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, ini
menghasilkan dua petak primer.
2. Petak Sekunder
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak
tersier yang kesemuaya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi
yang jelas, misalnya saluran pembuang.
3. Petak Tersier
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
atau saluran primer, kecuali apabila petak-oetak tersier tersebut tidak
secara langsung terletak sepanjang jaringan saluran irigasi utama. Petak-
petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas misalnya : parit, jalan,
batas desa dan sesar medan.
Untuk menentuka lay out aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan :
a. Luas petak tersier
b. Batas-batas petak tersier
c. Bentuk petak tersier
d. Bentuk petak tersier yang optimal
e. Kondisi medan
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Petak tersier adalah unit atau petak tanah/sawah terkecil berukuran antara
50-100 hektar. Mempunyai batas-batas yang jelas seperti jalan, kampung,
saluran pembuang dan sebagainya, serta berbatasan langsung dengan
saluran sekunder, atau saluran primer. Petak tersier dilayani oleh :

 Saluran irigasi sebagai saluran pemberi (ditch) yaitu saluran tersier


dan atau saluran kuarter.
 Saluran pembuang sebagai saluran pembung saluran air yang telah
dipakai.
 Bangunan pembagi air (box tersier) dan bangunan lainnya seperti
bangunan silang dan seterusya.
 Tidak tersedia jalan inpeksi.

Petak Tersier yang Ideal


Dikatakan ideal jika masing-masing pemilikan memiliki
pengambilan sendiri-sendiri dan dapat membuang kelebihn air langsung ke
jaringan pembuang. Juga para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan
peralatan mesin atau ternak mereka ked an dari sawah melalui jalan petani
yang ada. Untuk mencapai pola pemilikan sawah yang ideal didalam petak
tersier, para petani harus diyakinkan agar membentuk kembali petak-petak
sawah mereka dengan cara saling menukar bagian-bagian tertentu dri
sawah mereka atau dengan cara-cara lain (lihat gambar 2.1)

Ukuran dana Bentuk Petak Tersier dan Kuarter


Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaay pelaksanaan
jaringan irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya eksploitasi
dan pemeliharaan jaringan.
Ukuran optimal suatu petak tersier adalah anatara 50-100 ha.
Ukurannya dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan
memaksa demikian.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Dipetak tersier yang berukuran kecil, efesiensi irigasi akan menjadi


lebih tinggi karena :
 Diperlukan lebih sedikit titik-titik pe,bagian air
 Saluran-saluran irigasi yang lebih pendek menyebabkan kehilangan
air yang lebih sedikit
 Lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerjaasama lebih baik
 Pengaturan air yang lebih baik sesuai kondisi tanaman
 Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa

Bentuk optimal suatau petak tersier tergantung pada biaya minimum


pembuatan saluran, jalan dan box bagi. Apabila semua saluran kuarter
diberi air dari suatu saluran tersier, makapanjang total jalan dan saluran
akan menjadi minimum. Dengan dua saluran tersier untuk areal yang
sama, maka panjang total jalan dan saluran akan bertambah.

ben k optimal petak tersier adalah bujursangkar, karena pembagian air


menjadi sulit pada petak tersier berbentuk memanjang (lihat gambar 2.3)

ukuran petak kuarter bergantung pada ukuran sawah, keadaan


topografi, tingkat teknologi yang dipaka, kebiasaan bercocok tanam, biaya
pelaksanaan, system pembagian air dan efisiensi. Ukuran optimum petak
kuarter adalah 8-15 ha. Lebar petak akan bergantung pada cara pembagian
air. Yakni apabila air dibagi dari suatu sisi atau kedua sisi saluran kuarter.

Didaerah datar atau bergelombang, petak tersier membagi air kedua


sisi. Dalam hal ini, lebar maksimum petak dibatasi sampai 400 m
(2x2x200). Pada tanah terjal, dimana saluran kuarter mengalirkan air ke
suatu sisi saja, lebar maksimum diambil 300 m. panjang maksimum petak
ditentukan oleh panjang saluran kuarter yang diisinkan (500 m).

Kriteria untuk pengembangan petak tersier :

 Ukuran petak tersier............................................... 50-100 ha


 Ukuran petak kuarter.............................................. 8-15 ha
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

 Ukuran petak tersier...............................................< 1500 m


 Jarak antara saluran dan pembuang........................< 300 m

Gambar 2.1. Petak tersier yang ideal

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Gambar 2.2.jalur- jalur irigasi

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Gambar 2.3. Bentuk optimal petak tersier

Batas petak

Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah


ini hendaknya diatur sebaik mungkin sedemikian rupa sehingga satu petak
tersier terletak dalam satu daerah administrasi desa agar E & P jaringan
lebih baik. Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas, maka
dianjurkan untuk membagi petak tersier tersebut menjadi dua petak sub
tersier yang berdampingan sesuai dengan daerah masing-masing.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan


pembuang karakter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi
tersier serta pembuang tersier atau primer yang mengikuti kemiringan
medan. Jika mungkin batas-bats ini bertepatan dengan batas-batas hak milik
tanah,. Tapi jika batas-batas ini belum tatap, dan jaringan masih harus
dikembangkan, dipakai kriteria umum.

B. KONDISI MEDAN
Tipe-tipe medan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
TABEL 2.1 Tipe medean dan klasifikasinya

Tipe Medan Kemiringan


Medan Terjal Diatas 2 %
Medan bergelombang 0.25 – 2 %
Medan berombak 0.25 – 2%, pada umumnya kurang dari
1%.Ditempat tertentu mungkin lebih
besar < 0.25%

Medan sangat daar


1. Layout pada Medan terjal
Medan terjal di mana tanah hanya sedikit mengandung lempung ,sangat
rawan terhadap erosi oleh aliran air yag tdk takter kendali.erosi terjadi jika
kecepatan air pada saluran tampa pasangan lebih besar dari batas yang di
ijinkan . ini mengakibatkan saluran pembawa tergerus sangat dalam dan
penurunan elevasi muka air mengakibatkan luas daerah yang di aliri
berkurang.
Dua skema layout yang cocok untuk keadaan medan terjal di tunjukkan
pada gambar 2.4 dan gambar 2.5 .kemiringan paling curam biasanya
dijumpai tepat di lereng hilir saluran primer. Gambar 2.4 memperlihatkan
situasi di mana sepasang saluran tersier mengmbil air dari salurn primr di
kedua sisi saluran sekunder .sistem pembagian air yang cocok untuk

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

pembagian petak tersier yang di beri air dari pengembilan seperti ini di
tunjukan disini.
Gambar 2.5 menunjukkan situasi umum lainnya dengan suatu bangunan
sadap tersier saja.
Saluran tersier mengikuti kemiringan medan dari box bagi pertama dan
biasanya diberi pasangan.
Pada gambar 2.5 saluran tersier dapat memberikan airnya ke saluran
kuarter di kedua sisi.paling baik jika saluran tersier ini sama jaunya dari
batas petek tersier ,sehingga memungkinkan 2 petek kuarter di buat kira
kira sama. Petek petek smacam ini semacam ini mempunyai ujung runcing
,yang memerlukan saluran kuarter yang mengikuti kemiringan medan .
kerena saluran tersier semcam ini memrlukan pasangan dan biaya
pembuatannya sangat mahal , maka baiknya di buat minimum : sebainya
satu saluran perpetak tersier . pada medan yang sangat curam , sabiknya di
gunakan flume (Beton bertulang )

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

GAMBAR 2.4 Skema layout petak tersier pada medan terjal (1)

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Gambar 2.5 Skema layout Medan agak terjal

2. Layout pada Medan agak terjal

Banyak petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran sekunder yang
merupakan batas petak tersier di suatu sisi . batas untuk sisi yang lainnya adlah

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

pembuangan primer. Jika batas batas jalan atau desah maka batas atas dan bawah
akan di tentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuangan .

Gambar 2.6 dan gambar 2.7 menunjukkan dua skema layout. Gambar 2.6 untuk
petak yang lebih kecil dari 500 m dan serupa dengan gambar 2.4 kecuali saluran
irigasi dan saluran pembuangan harus di pisah.Jika batas batas blok terpisah dari
500 m , maka harus ada saluran kuarter garis tinggi yang kedua.salah satu dari
sistem ini yang mencakup saluran tersier kedua yang mengikuti kemiringan
medan, di tunjukkan pada gambar 2.7 ada cara lain untuk mencapai hal ini dan
semua metode sebaiknya di pertimbangkan segi biayayanya. Dalam hal hal
tertentu saja maka lear petak lebih dari 1000 m. untuk mengatasi hal ini saluran
tersier kedua dapat memberikan ke saluran kuarter dikedua sisinya.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

GAMBAR 2.6 Layout petak tersier pada medan agak terjal (1)

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

3. Layout pada Medan bergelombang


Jika keadaan medan tidak teratur, tidak mungkin untuk memberikan skema
layout . Ketidakaturan medan sering di sebabkan oleh dasar sungai, bekas
alur, jalan, punggung medan dan tanah yang tidak rata.

Gambar 2.8 Skema layout petak tersier di daerah datar bergelombang

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Sebaiknya di coba beberapa alternative perencaan dengan


mempertimbangkan biaya kelayakan pelaksanaannya . bila mana
perbangunan terjun direncanakan saluran tersier kuarter.

Saluran pembuangan pada umumnya berupa saluran pembuangan alam


dan letaknya harus jauh dari saluran irigasi . saluran pembuangan alam
biasanya akan melengkapi system punggung medan . situasi dimana
saluran irigasi harus melintasi saluran pembuangan sabaiknya di hindari.

Jalan infeksi akan mengikuti saluran tersier dan ini berarti mengikuti
pungung medan. Sebaiknya di buat jalan petani dimana perlu sehingga
tidak ada titik yang jau dari 350 m dari jalan.

4. Layout pada medan datar

Pada umunya tdak ada daerah datar yang luas skali di lapangan kecuali
dataran pantai dan rawah rawah . potensi pertanian daerah daerah
semacam ini sering terhambat oleh system pembuangan yang jelek dan air
yang tergenang terus menerus kesuburan tanah . sebelumnya tanah
semcam ini produktif , harus di buat sistem pembuangan yang efesien
dulu.

Tetapi slauran pembu gan ini tidak dapat direncanakan secarah terpisah
dari saluran pembawa. Keduanya saling melengkapi dan layout
direncanakan bersamaan .

Akan di perlukan pengukuran yang lebih detail karena saluran


pembuangan harus mengikuti titik yang lebih rendah.sistem yang paling
baik adalah tipe tulang ikan (herringbone type)atau system yang
mengikuti gelombang yang bagian bawah , kemudian posisi saluran dapat
di tentukan.pada medan yang berat mungkin juga di perlukan saluran
pembuangan sub kuarter .pembuangan ini sebaiknya berpolah tulang ikan
dan di gali oleh petani .
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Kemudian layout saluran di gabungkan pada jaringan pembuangan .skema


layout di tunjukan pada gambar 2.4 saluran kuarter dapat memberikan air
dari kedua sisinya dan panjangnya dapat dibuat sama dengan pembuangan
kuarter.

Lebar maksimum petak kuarter bias mencapai 400m .kesulitan yang di


alami dalam memberikan air dari sawah ke sawah pada tanah datar dapat
di kurangi dengan membuat saluran cacing tegak lurus terhadap saluran
kuarter.

Gambar 2.9 Skema layout di daerah datar berawa rawah

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

C. SALURAN IRIGASI
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis di bedakan menjadi
saluran
Dan saluran irigasi pembuang .saluran irigasi pembawa di tinjau dari
letaknya dapat di bedakan saluran garis tinggi dan saluran garis
punggung. Saluran garis tinggi saluran yang di tempatkan sejurusan
dengan garis tinggi / kontur . dan saluran garis punggung ditempatkan
di punggung medan. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi
pembawa dapat di bedakan menjadi saluran primer, sekunder ,tersier
clan 0.1 . saluran irigasi tersebut dapat didefenisikan seperti nerikut ini
.
Saluran primeryaitu saluranyang membawa air dari jaringan
utama ke saluran sekunder dan ke petek petak tersier yang diairi.
saluran primer primer biasa pula di sebut saluran induk . saluran ini
berakhir pada bangunan bagi yang terakir.

Saluran sekunder yaitu saluran yang membawa air dari saluran


primer ke petek petek tersier yang di layani oleh saluran sekunder
tersebut.batas ujung saluran ini yaitu bangunan sadap terakir.

Saluran muka tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan
sadap tersir ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier
lainya. Saluran tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan
sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran
kuarter.saluran ini berakir pada bosk kuarter yang terakhir.

Saluran kuarter yaitu saluran yang membawa air dari bosk bagi
kuarter melalui bangunan sadap tersier ke bawah sawah sawah.
Saluran irigasi ini dibedakan juga berdasarkan jaringan yaitu :

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Jaringan saluran irigasi utama.


Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder
dan ke petak petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer
adalah padangaunan bagi yang terakir (lihat gambar 2. 10)

Gambar 2.10 . Saluran – saluran primer dan sekunder

Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-


petak tersier yang di layani oleh saluran sekunder tersebut. Batas
saluran sekunder adalah pada bangunan sedap terakhir .

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Saluran pembawa membawa air irgasi dari sumber air lain


(bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama ) kejaringan
irigasi primer .

Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier


ke petak tersier yang terletak di sebarang petak tersier lainnya.

Jaringan saluran irigasi tersier

Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap


tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu do saluran kuarter.
Batas ujung saluran ini adalah box bagi kuarter yang terakhir.

Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter melalui


bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah

Jaringan Saluran Pembuang Utama

Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran


pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer
sering berupa saluran pembuang alam yang mengalirkan kelebihan air
ke sungai, anak sungai atau ke laut.

Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan


pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer
atau langsung ke pembuang alam dan keluar daerah irigasi.

Jaringan Saluran pembuang Tersier

Saluran pembuang tersier terletak di antara petak-petak tersier


yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan
menampung air, baik dari pembuangan kuarter maupun dari sawah-
sawah. Air tersebut di buang ke dalam jaringan pembuang sekunder.

Saaluran pembuang sekunder menerima buangan air dari


saluran pembuang kuarter yang menampung air langsung dari sawah.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

1. Saluran irigasi
a. Kebutuhan air irigasi

Debit rencana sebuah saluran di hitung dengan rumus umum


berikut:

Q1=NFR xA

et

di mana :

Qt : debit rencana, 1/dt

NFR : kebetuhan bersih air di sawah,1/dt.ha

A : luas daerah yang diairi,ha

et : efisiensi irigasi di petak tersier.

Kebutuhan air di sawah untuk padi di tentukan oleh factor-faktor


berikut:

1. Cara penyiapan lahan


2. Kebutuhan air untuk tanaman
3. Perkolasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif

Kebutuhan air di sawah (GFR) mencangkup factor 1sampai 4. Kebutuhan


bersih air di sawah (NFR) juga termasuk curah hujan efektif.Besarnya
kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang ddi hitung seperti pada

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat
diterapkan untuk kelima factor di atas.

Uraian terinci mengenai kebutuhan air di sawah serta cara


perhitungannya diberikan dalam KP-01 Perencanaan Irigasi, Lampiran B.

Akbat operasi, evaporasi dan perembesan, sebagian dari air yang


dibagikan akan hilang sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan air
akibat evaporasi dan perembesan kecil saja yang akan memerlukan
perhitungan tersendiri. Untuk tujuan-tujuan perencanaan, kehilangan air
di jaringan irigasi tersier dianggap 15-22,5% antara bangunan sadap
tersier di sawah (atau et=0.775-0.85)

Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih tinggi,


khususnya pada wktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun demekian,
tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran engan efesiensi
akan dapat dicapai dengan cara memperbaiki cara operasi.

Untuk daerah-daerah dimana sawah akan dikembangkan, tidak diberikan


kapasitastambahan untuk mengalirkan kebutuhan air irigasi yang lebih
tinggi. Air tambahan yang diperlukan pengembangan sawah akan diatasi
dengan cara mengembangkan sawah secara bertahap.

b. Kapaitas rencana
Kapsitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencan
pintu tersier (Qmaks 1 d/t.ha). Pada umumnya kebutuhan air selama
penyiapan lahan menentukan kapasitas rencana. Besarnya
kebutuhan ini dapat dihitung menurut KP-01 Jaringan Irigasi,
Lampiran B.
Kapasitas rencana saluran tersier dan kuarter didasarkan pada
100% Qmaks. Jika tidak tersedia data mengenai kebutuhan irigasi,
angka-angka umum akan dipergunakan untuk perkiraan. Besarnya
angka-angka masih membutuhkn penyelidikan atau dapat
diporoleh dari daerah irigasi yang berdekatan.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

(i) Untuk saluran kuarter, debit rencana untuk irigasi terus


menerus adalh kebutuhan rencan air di pintu tersier
(1/dt.ha) kali luas petak kuarter. Debit rencana ini dipakai
disepanjang saluran.
(ii) Pada saluran tersier, debit rencana untuk irigasi terus
menerus bagi semua ruas saluran antara dua box bagi
adalah kebutuhan air irigasi rencana di pintu tersier
(1/dt.ha) kali seluruh luas petak kuarter yang diairi.
c. Elevasi muka air rencana
Untuk menentukan muka air renacana saluran, harus tersedia data-
data topografi dalam jumlah yanga memadai. Setelah layout
pendahuluan selesai, trase saluran yang diusulkan diukur. Elevasi
sawah harus diukur 7,5 meter di luar asa saluran irigasi atau
pembuang yang adirencana tiapa interval 50 m dan apada lokasi-
lokasi khusus.
Hal ini penting karena
- Saluran kuarter harus meberi air ke sawah-sawah ini
- Pembuang kuarter dan tersier menerima kelebihan air dari
sawah-sawah ini
- Jalan inspeksi atau jalan petani 0.5 m diatas permukaan sawah
ini
- Kedalaman pondasi bangunan dikaitkan langsung dengan
elevasi sawah ash.

Jika saluran-saluran yang sudah ada masih teteap akan dipakai,


amaka elevasi tanggulnya juga harus diukur.

Hasil-hasil pengukuran akan disajikan dalam benuk gambar situasi


(1:2000), dan potongan memanjang (skala horizontal 1:2000,
vertical 1:50). Tidak diperlukan potongan melintang, kecuali untuk
standar potongan untuk setipa sketsa dengan dimensi yang sama.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Tetapi potongan melintang apada daerah bergelombang digambar


apada jarak 100 m.

Beda elevasi (head) yang ada antara elevasi sawah dengan elevasi
air di jaringan utam harus diketahui. Elevasi air dijaringan utama
dan jaringan irigasi yang ada dapat diperoleh ari gambar-gambar
rencana atau gambar-gambar purnalaksana (as-built drawings). Jika
gambar-gambar semacam ini tidak ada, maka elevasi tersebut harus
ditentukan dengan mengadakan pengukuran detail pada bangunan
sadap serta elevasi ambnag bangunan ukur. Dianjurkan agar
pencekan ini selalu dilakukan, bahakan bila gambar-gambar
perencanaan tersedia sekalipun, karena elevasi yang ditukjukkan
pada gambar tidak selalu sesuai dengan elevasi sebenarnya
dilapangan. Kemungkinan terdapat perbedaan bidang persamaan
(reference level/datum) selalu ada.

Berfungsinya saluran utama yang ada hendaknya dicek jika akan


dipakai elevasi referensi dari bangunan sadap tersier. Bangunan
sadap tersier tersebut mungkin mempunyai elevasi yang relative
tinggi atau rendah. Cara pencekan terbaik adalah menghubungkan
langsung perencanaan itu dengan elevasi pada pengambilan utama
atau bendung. Hal ini hanya dapat dilakukan pada daerah-daerah
irigasi kecil.

Gambar 5.1 elevasi bangunan sadap tersier yang diperlukan


HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Elevasi muka air yaga diperlukan di saluran primer/sekunder di


hulu bangunan sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus
berikut:

P= A+a+b+n.c+m.e+f+g+∆h+Z ………… (5.1)

Dimana:

P = muka air yang dibutuhkan jaringan utam di hulu banguna sadap


air

A = elevasi sawah yang menentukan di petek tersier

a = kedalaman air di sawah (-10cm)

b = kehilangan tinggi energy dari saluran kuarter sampai sawah (-


10)

c = kehilangan tinggi energy di box bagi kuarter (5-15 cm/box)

n = jumlah box bagi kuarter pada saluran rencana

d = kehilangan tinggi energy selama pengaliran di saluran tersier


dan kuarter (I x L cm)

e = kehilangan tinggi energi di box tersier (-10cm/box)

m = jumlah box tersier pada saluran yang direncana

f = kehilangan tinggi energy di gorong-gorong (-5 cm per gorong-


gorong)

z = kehilangan tinggi energy bangunan-banguna tersier yang lain

g = kehilangan tinggi energy di pintu Romijin (-2/3 H)

∆H = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan


sadap tersier (-0.10 h100)

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

h 100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder


pada banguna sadap.

Perencanaan jaringan utama biasanya didasarkan pada kriteria


bahwa untuk debit sebesar 85% dari kapasitas rencana saluran
primer/sekunder, debit rencana untuk petak tersier masaih harus
dialirkan melalui bangun sadap tersier tanpa menaikkan muka air di
saluran primer/sekunder. Jadi variasai muka air h adalah
permukaan muka air untuk Q100 dan 70% dan Q100 (= Q70).
Perbedaan ini bergantung kepada lebar dasar saluran, kemiringan
saluran dan kemiringan lalut saluran, tapi harga ∆h sekitar 0.18
h100.

Pada waktu menentukan elevasi tanah tertinggi di sawah dalam


petak tersier, hendaknya selalu diingat apakah daerah itu sudah
diratakn dimasa yang akan dating. Kadang-kadang tidak dianjurkan
untuk mengairi bagian petak tersier yang sangat tinggi, karena ini
kaan memrlukan muka air yang lebih tingi di saluran tingkat tersier
dan primer. Biaya pelaksanaan yang sangat besar akan diperlukan
untuk ini.

Walaupun dari segi pelaksanaan dan pemeliharaan akan lebih


murah untuk merencanakan muka air yang lebih rendah, tapi harus
diingat bahwa hendaknya diusahakan untuk sebanyak mungkin
mengairi sawah-sawah di sepanjang saluran sekunder. Strip/jalur
tidak kebagian air irigasi selalu menimbulkan masalh pencurian air
dari saluran primer/sekunder atau pembendungan air di saluran
tersier.

Harga-harga yang diambil untuk kehilangan tinggi energy dan


kemiringan dasar merupakan harga-harga asumsi yang akan
dihitung kembali untuk merencanakn harga-harga yang akan
dipakai tahapperncanaan akhir.
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Muka air disaluran kuarter sekurang-kurangnya 0.15 m di atas


muka sawah. Ini berlaku di sepanjang saluran agar pembagian air
ke petak-petak sawah dapat dilakukan dengan baik.

Kehilangan tinggi energy dari saluran kuarter ke sawah tidak boleh


diabaikan, seperti dapat dilibat dan rumus berikut :

Q = µA 2 gz ………….. (5.3)

Dimana :

Q = debit air m³/dt

µ = koefisien debit (0.6-0.7)

A = luas potongan melintang pipa, m²

g = percepatan gravitasi -9.8

z = kehlangan tinggi energy (=b pada gambar 5.1), m

d. Karakteristik saluran
Berdasarkan trase saluran, kapasitas rencana dan muka air di
saluran yang diperlukan, potongan melintang dan memanjang
saluran dapat ditentukan.
Biaya pemeliharaan saluran hendaknya diusahakan serendah
mungkin. Ini akan tercapai bila tidak terjadi penggerusan atau
pengendapan keduanya berkaitan dengan kecepatan aliran dan
kemiringan saluran.
Kecepatan aliran dan keiringan saluran bergantung pada situasi
topografi, sifat-sifat tanah dan kapasitas uang diperlukan.
Berdasarkan pengalaman lapangan, Fortier (1926) menyimpulkan
bahwa untuk saluran saluran irigasi dengan kedalamn air kurang
dari 0,90 m pada tanah lempungan atau lempung lanauan,
kecepatan maksimum yang diizinkan adalah sekitar 0.60 m/dt.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

harga-harga lebih rendah dapat dipakai untuk tanah pasiran, tetapi


akan diperlukan pasangan untuk mengatasi kehilangan akibat
perkolasi. Metode-metode modern menggunakan gaya tarik
(tractive force). Perhitungan kecepatan yang diizinkan diutaikan
secara terinci dalam bagian KP-03 Saluran.
Harga batas gaya geser sebesar 1 kg/m2 (10 N/m2) diterapkan untuk
saluran tersier dan kuarter. Bila gradient medan curam dan
kecepatan menjadi terlalu tinggi, diperlukan satu atau dua
bangunan terjun, atau saluran tersier harus diberi pasangan (got
miring). Keputusan mengenai apakah akan direncanakan bangunan
terjun atau saluran pasangan, harus didasarkan pada besarnya biaya
pelaksanaan (lihat pasal 7.6).

Gambar 5.2. parameter potongan melintang

Setelah debit rencana ditentukan, dimensi saluran dapat dihitung


dengan rumus Strickler berikut :
v = k R2/3 I1/2
Dimana :
A
R=
P
A = (b+mh)h
P = b + 2 h √ m2+1
Q = Va

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

b
N=
h
Dimana :
Q = Debit saluran (m3/dtk)
v = kecepatan aliran (m/dtk)
A = Potongan melintang (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
P = keliling basah (m)
b = lebar dasar (m)
h = tinggi air (m)
n = kedalaman – lebar
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran Strickler (m1/3/dtk)
m = kemiringan talut (hor./vert.)

disini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan


kriteria yang dirinci pada tabel dalam lampiran 1 diberikan grafik
dimana dimensi saluran dapat langsung dibaca dengan masukan
(input) debit dan kemiringan rencana saluran, karena digunakan
saluran-saluran berukuran kecil, nilai b/h adalah satu. Dalam
grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum
yang diizinkan. Untuk tujuan yang sama, dalam buku petunjuk
perencanaan irigasi tabel-tabel dengan contoh – contoh
perhitungan. Tipe-tipe potongan melintang ditunjuk pada gambar.
Untuk pengaliran air irigsai, saluran berpenampang trapezium
adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan
ekonomis. Saluran tanah sudah umum dipakai untuk saluran irigasi
karena biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan saluran
pasangan. Untuk merencanakan kemiringan saluran mempunyai
asumsi-asumsi mengenai parameter perhitungan, yang terlihat
seperti tabel berikut ini :

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Tabel 2.1 Asumsi Perencanaan Saluran

Q (m3/dtk) M N k
0.15-0.30 1.0 1.0 35
0.30-0.50 1.0 1.0-1.2 35
0.50-0.75 1.0 1.2-1.3 35
0.75-1.00 1.0 1.3-1.5 35
1.00-1.50 1.0 1.5-1.8 40
1.50-3.00 1.5 1.8-2.3 40
3.00-4.50 1.5 2.3-2.7 40
4.50-5.00 1.5 2.7-2.9 40
5.00-6.00 1.5 2.9-3.1 42.5
6.00-7.50 1.5 3.1-3.5 42.5
7.50-9.00 1.5 3.5-3.7 42.5
9.00-10.00 1.5 3.7-3.9 42.5
10.00-11.00 2.0 3.9-4.2 45
11.00-15.00 2.0 4.2-4.9 45
15.00-25.00 2.0 4.9-6.5 45
25.00-40.00 2.0 6.5-9.6 45
Dimana :
k = koefisien kekasaran strickler
m = kemiringan talud
n = perbandingan lebar dasar saluran denagn kedalaman air

untuk memnghitung “h” dan “b” digunakan cara coba-coba.


Perhitungan :
- Andaikan kedalaman air h = ho
- Hitunglah kecepatan yang sesuai (Vo)
- Hitunglah luas basah yang diperlukan (Ao) = Q/Vo
- Dari Ao hitunglah kedalamn air yang baru (h1)
- Bandingkan h1 dengan ho
Jika h1 - ho < 0,005 maka h1 = h rencana
Jika h1 –ho > 0,005 maka ambillah h1 sebagai kedalaman
air, andaian yang baru dan hitunglah kembali prosedur tersebut
sampai h1-ho < 0,005

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Perbandingan antara b dan h, kecepatan dan kemiringan talud


tergantung dari debit dalam tabel berikut :

Kecepatan
Debit, Perbandingan Kemiringa
aliran keterangan
Q = m3/dtk b:h n talud
v = m/dtk
0.000-0.050 - Min. 0.25 1:1 1. Desain untuk
0.050-0.150 1 0.25-0.30 1:1 tanah lempung
0.150-0.300 1 0.30-0.35 1:1 biasa
0.300-0.400 1.50 0.35-0.40 1:1
2. Lebar saluran
0.400-0.500 1.50 0.40-0.45 1:1
0.500-0.750 2 0.45-0.50 1:1 minimum 0,30
0.750-1.50 2 0.50-0.55 1:1 m.
1.50-3 2.50 0.55-0.60 1:1 3. K bernilai :
3-4.50 3 0.60-0.65 1:1 -50 bila Q > 10
4.50-6 3.50 0.65-0.70 1:1
m3/dtk
6-7.50 4 0.70 1:1
7.50-9 4.50 -70 1:1 -47,5 bila Q =
9-11 5 -70 1:1 5-10 m3/dtk
11-15 6 -70 1:1 -45 bila Q > 5
15-25 8 -70 1:2 m3/dtk
25-40 10 -75 1:2
-42,5 untik
saluran muka
-40 untuk

40-80 12 -80 1:2 saluran tersier


-60 untuk
saluran
pasangan.
Sumber : R. Sarah Reksokusumo, 1975, dasar-dasar untuk membuat
perencanaan teknis jaringan irigasi, badan penerbit PU.

Untukkeperluan irigasi dipakai :


Kecepatan maksimum (V) = 0,25 m/dtk
Lebar dasar minimal (b) = 0,30 m
Tinggijagaan (F), tergantung dari debit tersebut.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Tabel 2.3. hubungan Q dan F (Tinggi Jagaan)

Q = m3/dtk F
0.0 0.30
0.3-0.5 0.40
0.5-1.5 0.50
1.5-15.00 0.60
15.00-25.00 0.75
>25.00 1.00

Jari-jari belokan pada As saluran adalah 3-7 kali lebar muka air. Lebar
tanggul (W) tergantung dari jenis saluran seperti tabel dibawah ini :

Saluran W
Tersier dan Kuarter 0,5
Sekunder 1,00
Primer 2,00

Punak tanggul minimal 0,3 m diatas muka tanah persawahan. Kapasitas


saluran ditentukan oleh luas areal, angka pengairan dan koefisien
lengkung Tegal.

Perencanaan Saluran
Kebutuhan Air Irigasi
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum sebagai
berikut :
NFR x A
Qt =
et
Dimana :
Qt = debit rencana (l/dtk)
NFR = kebutuhan bersih air disawah (l/dtk.ha)
A = luas area yang diairi (ha)
et = efisiensi irigasi sampai di petak tersier

kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh factor-faktor berikut :


a. Cara penyiapan lahan
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

b. Kebutuhan air untuk tanaman


c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif

Kebutuhan total air sawah (GFR) mencakup factor 1 sampaI 4.


Kebutuhan bersih air di sawah (NFR) juga termasuk curah hujan efektif.
Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dapat dihitung
seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga
yang dapat diterapkan untuk kelima factor diatas. Uraian terinci
mengenai kebutuhan air sawah serta cara perhitungannya diberikan
dalam KP-01 Perencanaan irigasi, lampiran B.

Akibat eksploitasi, evaporasi dan rembesan, sebagian dari air


yang dibagikan akan hilang sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan
air akibat evaporasi dan rembesan kecil saja dibandingkan kehilangan air
akibat eksploitasi. Hany tanah-tanah yang lulus air saja yang akan
memerlukan perhitungan tersendiri. Untuk tujuan-tujuan perencanaan,
kehilangan air di jaringan irigasi tersier dianggap 15-22 % antara
bangunan sadap tersier dan sawah (atau et = 0,775-0,85).

Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih


tinggi, khususnya pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun
demikian tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran dengan
efisiensi yang rendah itu. Setelah beberapa tahun diharapkan efisiensi
akan dapat dicapai dengan cara memperbaiki cara eksploitasi.

Untuk daerah-daerah dimana sawah akan dikembangkan, tidak


diberikan kapasitas tambahan untuk mengalirkan kebutuhan air irigasi
yang lebih tinggi. Air tambahan yang diperlukan untk pengembangan
sawah akan diatasi dengan cara mengembangkan sawah secara bertahap.

Kapasitas rencana

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Kapasitas bangunan sadap tersier didasakan pada kebutuhan air


rencana pintu tersier (Qmaks l/dtk.ha). oada umumnya kebutuhan air
selama penyiapan lahan menentukan kapasitas rencana. Besarnya
kebutuhan ini dapat dihitung menurut KP-01 Jaringan Irigasi, Lampiran
B.

Kapasitas Rencana Saluran Tersier dan Kuarter didasarkan pada


100% Q maks. Jika tidak tersedia data mengenai kebutuhan irigasi,
angka-angka umum akan dipergunakan untuk perkiraan. Besarnya angka-
angka masih membutuhkan penyelidikan atau dapat diperoleh dari daerah
irigasi yang berdekatan.

1. Untuk saluran kuarter, debit rencana untuk irigasi terus menerus


adalah kebutuhan rencana air dipintu tersier (lt/dtk/ha) kalimluas
petak kuarter. Debit rencana ini dipakai di sepanjang saluran.
2. Untuk saluran tersier, debit rencana untuk irigasi terus-menerus bagi
semua saluran tersier antara dua box bagi adalah kebutuhan air
irigasi rencana di pintu tersier (lt/dtk/ha) kali seluruh luas petak
kuarter yang diairi
Elevasi Muka Air Rencana
Untuk menentukan muka air rencana saluran, harus tersedia
data-data topografi dalam jumlah yang memadai. Setelah layout
pendahuluan selesai, trase saluran yang diusulkan diukur. Elevasi sawah
harus diukur 7,5 m diluar As saluran irigasi atau pembuang yang
direncanakan tiap interval 50 m dan pada lokasi-lokasi khusus. Hal ini
penting karena :
1. Saluran kuarter harus memberi air ke sawah-sawah ini
2. Oembuang kyarter dan tersier menerima kelebihan air dari sawah-
sawah ini
3. Jalan inspeksi atau jalan petani 0,5 m di atas permukaan sawah ini
4. Kedalaman pondasi dikaitkan langsung dengan elevasi sawah asli

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Jika saluran-saluran yang ada masih tetap akan dipakai, maka


elevasi tanggulnya harus diukur. Hasil pengukuran akan disajikan dalam
bentuk gambar situasi (1:2000), dan potongan memanjang (skala
horizontal 1:2000, skala vertical 1:50). Tidak diperlukan potongan
melintang, kecuali untuk standar potongan untuk sketsa dengan dimensi
yang sama. Tetapi potongan melintang pada daerah bergelombang pada
jarak 100 m.

Beda elevasi (head) yang ada antara elevasi sawah dengan


elevasi air di jaringan utama harus diketahui. Elevasi air dari jaringan
utama dari jarigan irigasi yang ada dapat diperoleh dari gambar-gambar
rencana atau gambar-gambar purnalaksana (as-built drawing). Jika
gambar-gambar semacam ini tidak ada, maka elevasi tersebut harus
ditentukan dengan mengadakan pengukuran detail pada bangunan sadap
serta elevasi ambang bangunan ukur. Dianjurkan agar pengecekan ini
selalu dilakukan bahkan bila gambar-gambar perencanaan tersedia
sekalipun, karena elevasi yang ditunjukan pada gambar tidak selalu
sesuai dengan elevasi sebenarnya di lapangan. Kemungkinan terdapat
perbedaan bidang persamaan (reference level/datum) selalu ada.

Elevasi muka air yang diperlukan di saluran primer/sekunder di


hulu banguna sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut :

P = A + a + b + n.c + d + m.c + f + g + ∆H + z

Dimana :

P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan


sadap tersier

A = elevasi sawah yang menentukan dipetak tersier

a = kedalaman air sawah (-10cm)

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

b = kehilangan tinggi energy di box bagi kuarter sampai sawah (-


10cm)

c = kehilangan tinggi energy di box bagi kuarter (5-15 cm/box)

n = jumlah box bagi kuarter pada saluran yang direncanakan

d = kehilangan energy selama pengaliran di saluran tersier dan


kuarter (I x L)

e = kehilangan tinggi energy di box bagi tersier (-10cm/box)

m = jumlah box tersier pada saluran yang direncanakan

f = kehilangan energy di gorong-gorong (-5 cm/gorong-gorong)

z = kehilangan tinggi energy bangunan-bangunan tersier yang lain

g = kehilangan tinggi energy di pintu romijn (-2/3 H)

∆H = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap


tersier (-0,18 h100)

h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada


bangunan sadap

perencanaan jaringan utama biasanya didasarkan pada kriteria bahwa


untuk debit sebesar 70% dari kapasitas rencana saluran prmer/sekunder,
debit rencana untuk petak tersier tanpa menaikkan muka air Q100 dan 70%
darinya (Q70). Perbedaan ini bergantung pada lebar dasar saluran,
kemiringan saluran dan kemiringan talud saluran tapi ∆H sekitar 0,18
h100.

1. Standar tata nama


Nama-nama yang diberikan untuk petak, saluran, bangunan
dan daetrah irigasi harus jelas, pendek dan tidak mempunyai taksiran
ganda. Nama-nama yang dipilih diuat sedemikian rupa sehingga jika

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang
sudah ada.
a. Daerah irigasi
Nama yang diberikan sesuai dengan daerah setempat atau desa
terdekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya
diambil untuk keperluan irigasi. Apabila ada dua pengambilan atau
lebih maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai
desa-desa terdekat di daerah layanan setempat.
b. Jaringan Irigasi Utama
Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah
irigasi yang dilayani.
Saluran irigasi sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang
terletak dipetak sekunder.
Petak sekunder sebaiknya diberi nama sesuai dengan petak
sekundenya.
c. Jaringan Irigasi Tersier
Peta tersier diberi nama sesuai bangunan sadap tersier dari jaringan
utama.
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama box yang
terletak diantara kedua box (lihat gambar). Box tersier diberi kode
T, diikuti nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari box
pertama di hilir bangunan sadap tersier dst.
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti
dengan nomor urut menurut jarum jam. Diberi kode A B C dst.
Box kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah
jarum jam (K1, K2, K3 dst)
Saluran kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dilayani tetapi dengan huruf kecil (a1, a2, a3 dst )
d. Jaringan Pembuang
Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah
yang semuanya akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

pembuang primer baru yang akan dibuat, maka saluran-saluran itu


harus diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi menjadi
ruas-ruas maka masing-masing ruas akan diberi nama mulai ujung
hilir.
Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak
sungai yang lebih keil. Beberapa diantaranya sudah mempunyai
nama yang tetap bisa dipakai. Jika tidak sungai tersebut
ditunjukkan dengan sebuah huruf d (d = drainase)
Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan
dibagikan menjadi ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing
diberi nomor seri sendiri-sendiri (lihat gambar).
2. System tata nama
Box tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut
arah jarum jam, mulai dari box pertama di hilir bangunan sadap
tersier : T1, T2 dst.
Box kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam, mulai dari box kurter pertama dihiir box
tersier dengan nomor urut tertinggi : K1,K2 dst
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama
box yang terletak diantara kedua box, misalnya (T1-T2), (T3-K1).
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi diikuti
dengan nomor urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode
A, B, C dst menurut arah jarum jam.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Gambar 6.1 sistem tata nama petak rotasi dan petak kuarter

Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dst.
Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter
yang dibuang airnya diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dst.
Saluran pembuang tersier diberi kode dt1,dt2 juga menurut arah jarum
jam.

BAB III

KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan


untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan
air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh
alam melalui hujan dan konstribusi air tanah.
Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh factor-faktor
berikut :
a. Penyiapan lahan
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

b. Penggunaan konsumtif
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif

Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dtk/ha.


Kebutuhan air belum termasuk efisiensi di jaringan tersier dan utama.
Efisiensi di hitung dalam kebutuhan pengambilan irigasi.

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air pada tanaman


1. Topografi
Keadaan topografi mempengaruhi kebutuhan tanaman. Untuk lahan
yang miring membutuhkan air yang lebih banyak daripada lahan yang
datar. Karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan
dan hanya sedikit yang mengalami infiltrasi. Dengan kata lain
kehilangan air di lahan yang miring akan lebih besar.
2. Hidrologi
Jumlah curah hujan mempengaruhi kebutuhan air. Makin banyak curah
hujannya, maka makin sedikit kebutuhan air tanaman. Hal ini
dikarenakan hujan efektif akan menjadi lebih besar.
3. Klimatologi
Keadaan cuaca hujan adalah salah satu syarat yang penting untuk
pengetahuan pertanian. Tanaman tidak dapat bertahan dalam keadaan
cuaca yang buruk.dengan memperhatikan keadaan cuaca dan cara
pemanfaatannya, maka dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang
tepat untuk periode dan sesuai dengan keadaan tanah. Cuaca dapat
digunakan untuk rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan
evapotranspirasi. Hal ini sangat bergantung pada jumlah jam
penyinaran matahari dan radiasi matahari.
4. Tekstur tanah

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Selain membutuhkan air, tanaman juga membutuhkan tempat untuk


tumbuh, yang dalam teknik irigasi dinamakan tanah. Tanah yang baik
untuk usaha pertanian ialah yang mudah dikerjakan dan bersifat
produktif serta subur. Tanah yang baik tersebut memberi kesempatan
pada akar tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjami sirkulasi air
dan udara serta baik pada zona perakaran dan relative memiliki
persediaan hara dan kelmbaban tanah yang cukup.
Tanaman membutuhkan air. Oleh karena itu, pada zona perakaran
perlu tersedia lengas tanah yang cukup. Tetapi walaupun kelembaban
tanah prlu dipelihara, air yang diberikan tidak boleh berlebih.
Pemberian air harus sesuai dengan kebutuhan dan sifat tanah serta
tanaman.
B. Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air dan tanaman dipengaruhi oleh factor-faktor
evaporasi, transpirasi yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi.
1. Evaporasi
Evaporasi adalah suatu peristiwa perubahan air menjadi uap. Dalam
proses penguapan air berubah uap dengan adanya energy panas
matahari.
Laju evaporasi dipengaruhi oleh factor lamanya penyinaran matahari,
udara yang bertiup (angin), kelembaban udara dll.
Terdapat dalam metode untuk menghitung besarnya evaporasi
diantaranya adalah metode PENMAN. Rumus evaporasi dengan
metode Penman adalah :
Eo = 0.35 (Pa-Pu).(1 + U2/100)
Dengan :
Eo = penguapan dalam mm/hari
Pa = tekanan uap jenuh pada suhu rata harian dalam mm/Hg
Pu = tekanan uap sebenarnya dalam mm/Hg

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

U2 =kecepatan angina pada ketinggian 2 m dalam mili/hari,


sehingga bentuk U2 dalam m/dtk masih harus dikalikan
dengan 24 x 60 x 60 x 1600

Contoh soal
Suhu bola kering 300˚C, suhu bola basah 260˚C dan kecepatan angin
1 m/dtk maka evaporasinya :
Tekanan uap jenuh dilihat dari tabel 3.1 dengan suhu udara 300˚C
didapat Pa = 31.86 (mm/Hg), kelembaban relative = 68 % (Tabel 3.2).
jadi tekanan uap sebenarnya adalah :
Pu = 31.86 mm/Hg x 68 % = 21.65 mm/Hg. Kecepatan angina 1 m/dtk
diubah menjadi 1 m/dtk x 24 jam x 60 menit x 60 detik : 1600 ml = 54
mile/hari.
Eo = 0.35 (31.86-21.65) (1 + 54/100) = 5 mm/hari
Tabel 3 : Tekanan Uap Jenuh
0˚C P(mm/Hg)
20 17.55
30 31.86
40 55.40

Tabel 4 : Kelembaban
Pembacaan Selisih antara thermometer bola kering dan basah
termometer 0.0 0. 1.0 1.5 2. 2.5 3.0 3.5 4. 4.5 5.0 5. 6.0 6.5 7.0
5 0 0 5
Derajat Celcius Persentase %
25 10 95 90 86 82 78 76 74 67 64 61 58 56 54 50
0
26 10 95 90 86 82 78 76 74 68 65 62 58 56 54 51
0
27 10 95 90 86 82 78 76 74 67 65 61 58 56 54 52
0

2. Transpirasi

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Adalah suatu proses pada peristiwa uap air meninggalkan tubuh


tanaman dan memasuki atmosfir. Fakta iklim yang mempengaruhi laju
transpirasi adalah intensitas penyinaran matahari, tekanan uap diudara,
suhu, kecepatan angin.
3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi sering disebut sebagai kebutuhan konsumtif tanaman
yang merupakan jumlah air untuk evaporasi dan permukaan areal
tanaman dengan air untuk transpirasi dari tubuh tanaman.
C. Efisiensi Irigasi
Air yang diambil dari sumber air atau sungai yang dialirkan ke
areal irigasi tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek
irigasi terjadi kehilangan air. Kehilangan air tersebut berupa penguapan
disaluran irigasi, rembesan dari saluran atau untuk keperluan lain (rumah
tangga).
1. Efisiensi pengaliran
Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi
mengalami air selama pengalirannya. Kehilangan air ini menentukan
besarnya efisiensi pengaliran.
EPNG = (Asa/Adb) x 100%
Dengan :

EPNG = Efisiensi pengairan


Asa = Air yang sampai irigasi
Adb = Air yang diambil dari bangunan sadap
2. Efisiensi pemakaian
Efisiensi pemakaian adalah perbandingan antara air yang dapat
ditahan pada zone perakaran dalam periode pemberian air, dengan air
yang diberika pada areal irigasi.
EPMK = (Adzp/Asa) x 100%
Dengan :
EPMK = Efisiensi pemakaian
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Adzp = Air yang dapat ditahan pada zona perakaran


Asa = Air yang diberikan (sampai) diareal irigasi
3. Efisiensi Pemakaian
Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk
mengisi lengas tanah pada zona perakaran adalah Asp ( air tersimpan
penuh ) dan air yang diberikan Adk maka efisiensi penyimpanan
adalah :
EPNY = (Adk/Asp)x100%
Dengan :
EPNY = Efisiensi penyimpanan
Adk = Air yang tersimpan
Asp = Air yang diberikan

Sesungguhnya jenis efisiensi tidak terbatas seperti tertulis diatas


karena nilai efisiensi dapat pula terjadi pada saluran primer, bangunan
bagi, saluran sekunder dan sebagainya.
Secara prinsip nilai efisiensi adalah :
AF = [(Adbk-Ahk)/Adbk] x 100%
Dengan :
EF = Efisiensi
Adbk = Air yang diberikan
Ahk = Air yang hilang

D. Pola Tanah dan Sistem Golongan


1. Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, ketentuan pada tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel dibawah ini
merupakan contoh pola tanam yang dapat dipakai.
Tabel Pola Tanam
Ketersediaan air untuk jaringan irigasi Pola tanam dalam satu tahun
1. Tersedia air cukup banyak Padi – Padi - Palawija
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

2. Tersedia air dalam jumlah cukup Padi – Padi – Beras


Padi – Palawija - Palawija
3. Daerah yang cenderung kekurangan Padi – Palawija – Beras
air Palawija – Padi – Beras

2. Sistem Golongan
Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna
mencapai produktivitas yang tinggi, maka penanaman harus
memperhatikan pembagian air secara merata ke semua petak tersier
dalam jaringan irigasi.
Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang
dibutuhkan, sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik,
agar air yang tersedia dapat digunakan secara merata dan seadil-
adilnya. Kebutuhan air yang tertinggi untuk satu petak tersier adalah
Qmaks yang didapat sewaktu merencanakan seluruh system irigasi.
Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap bergantung pada sumber
dan luas tanaman yang harus diairi.
Pada saat-saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman dengan pengaliran menerus, maka pemberian air tanaman
dilakukan secara bergilir. Dalam musim kemarau dimana keadaan air
mengalami kritis, maka pembebrian air tanaman akan diberikan atau
diprioritaskan kepada tanaman yang telah direncanakan.
Dalam system pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam
tidak serentak, tetapi menurut jadwal yang ditentukan dengan maksud
penggunaan air secara efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-
golongan dan saat permulaan pekerjaan sawah bergilir menurut
golongan masing-masing.
Keuntungan-keuntungan yang didapat diperoleh dari system giliran
adalah :
- Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
- Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada
awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan).
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah :


- Timbulnya komplikasi social
- Eksploitasi lebih rumit
- Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi
- Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama akibatnya
lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua
- Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida

Contoh soal
Petak tersier seluas 135.65 ha terdiri dari 3 petak sub tersier dengan
masing-masing luas.
= sub tersier a luas 53.10 ha dengan kebutuhan air 2.84 lt/ dt/ ha
= sub tersier b luas 47.55 ha dengan kebutuhan air 2.95 lt/dt/ ha
= sub tersier c luas 35.00 ha dengan kebutuhan air 3.26 it/ dt/ ha
A. Perhitungan debit rencana
Pemberian air secara terus menerus dapat dilakukan selama Q >
65% Qmaks. Bila Q < 65 % Qmaks, maka pemberian air bila Q =
100 % Q maks.
Petak a luas 53,10 ha dapat air = 53,10 x 2,84 lt/dtk = 150,80 lt/dt
Petak b luas 47,55 ha dapat air= 47,55 x 2,95 lt/dtk= 140,27 lt/dt
Petak c luas 35,00 ha dapat air= 35,00 x 3,26 lt/dt = 114, 10 lt/dt
Jumlah Q maks = 405,17 lt/dt
Pemberian air bila Q = 65% Qmaks = 65/100 x 405,17 = 263,36
lt/dtk
Perhitungan berdasarkan pada pemberian air giliran sub tersier I
Periode I : Sub tersier a dan b diairi
Luas a + b =100,65 ha
Sub tersier a = 53,10/100,65 x 263,36 = 138,94 lt/dtk
Periode II : Sub tersier a dan c diairi
Luas a + c = 88,10 ha
Sub tersier a = 53,10/88 x 263,36 = 158,73 lt/dtk
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Sub tersier c = 35,00/88 x 263,36 = 104, 63 lt/dtk


Periode III : Sub tersier b dan c diairi
Luas b dan c = 82,55 ha
Sub tersier b = 47,55/100 x 263,36 = 154,70 lt/dtk
Sub tersier c = 35,00/100 x 263,36 = 111,66 lt/dtk
Pemberian air bila Q = 30% Qmaks = 0,3 x 405,17 = 121,55 lt/dtk
Air sebanyak 121,55 lt/dtk tidak dapat diberikan secara
proporsional dalam waktu bersamaan dan dipakai untuk mengairi
satu petak sawah tersier secara bergiliran. Lamanya giliran
berdasarkan rotasi sub tersier II.
Hasil hitungan diatas dihimpun tabel sebagai berikut :
Tabel debit rencana :

Petak Luas Q maks (lt/dtk) Q


Sub petak 100% 65% 35% Rencana
Tersier (ha) Qmaks Qmaks Qmaks (lt/dtk/ha)
A 53,10 150,80 158,73 47,590 158,73
B 47,55 140,27 154,70 42,607 154,70
C 35,00 114,10 111,66 31,362 114,10
405,17 425,09 121,56

Dari tabel diatas diambil kesimpulan bahwa debit yang terbesar tidak
selalu terdapat dari Q = Qmaks, sehingga debit rencana tidak dapat
begitu saja ditentukan dari pembagian debit pada 100% Qmaks.
B. Perhitungan jam rotasi
Rotasi I
Semua petak mendapat air secara terus menerus
Rotasi II
2 golongan dibuka 1 golongan ditutup
A + B = (53,10 + 47,55)/(53,10 + 47,55 + 35)x336/2
= 124 Jam = 5 hari 5 jam
B + C = (47,55 + 35,00)/(53,10 + 47,55 + 35)x336/2

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

= 102 Jam = 4 hari 6 jam


A + C = (53,10 + 35,00)/(53,10 + 47,55 + 35)x336/2
= 109 Jam = 4 hari 13 jam
Rotasi III
1 Golongan dibuka dan dua golongan ditutup
A = 53,10/(53,10 + 47,55 + 35)x168/1 = 68 Jam = 2 Hari 18 Jam
B = 47,55/(53,10 + 47,55 + 35)x168/1 = 58 Jam = 2 Hari 11 Jam
C = 35,00/(53,10 + 47,55 + 35)x168/1 = 43 Jam = 1 Hari 19 Jam

Pemberian air terus


Rotasi I Rotasi II
menerus
Q = 30-65% Q = <35%
Hari Q = 65-100%
Petak yg Petak yg Petak yg
Jam Jam Jam
diairi diairi diairi
Senin 06.00 06.00 06.00
Selasa B
Rabu A+B 17.00
Kamis B
Jumat 12.00
Sabtu 11.00 A
Minggu A+B+C

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Senin B+C 06.00


Selasa B
Rabu 17.00 17.00
Kamis C
Jumat A+C 12.00
Sabtu A
Minggu
Senin 06.00 06.00 06.00

E. Kebutuhan Air
1. Penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan pada umumnya menentukan
kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Factor-faktor penting
yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan
adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Factor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu
penyiapan lahan adalah :
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah
- Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup
waktu untuk menanam padi disawah atau padi ladang kedua.
Factor-faktor tersebut saling berkaitan, kondisi social, budaya yang
ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu
yang diperlukan untuk penyiapn lahan. Untuk daerah irigasi baru,
jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di daerah-daerah didekatnya. Sebagai pedoman diambil
jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di
seluruh petak tersier.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Bilaman dalam penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan


mesin secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil
1 bulan.
Perlu diingat bahwa transparansi (perpindahan bibit ke sawah)
mungkin sudah dimulai setelah 3 – 4 minggu di beberapa bagian
petak tersier dimana pengolahan sudah selesai.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan
dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di
sawah. Rumus berikut dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air
untuk lahan :
… ..
PWR = + Pd + F 1
1000
Dengan :
PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)
Sa = derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai
(%)
N = porositas tanah dalam (%) pada harga rata-rata untuk
kedalaman tanah
d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan
(mm)
Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapanlahan (mm)
Fl = kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)

Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak, air untuk


penyiapan lahan di ambil 200 mm, ini termasuk air untuk penjenuhan
dan pengolahan tanah.
Kebutuhan air selama penyiapan lahan
Untuk perhitungan irigasi selama penyiapan lahan,digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van De Goor dan Zijlstra (1968).

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dtk selama
periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR = Mek/(ek-1)
Dengan :
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M =
Eo + P (mm/hari)
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan
lahan (mm/hari)
k = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan
air 50 mm, yakni 200+50 = 250 mm seperti yang sudah
diterangkan diatas.

2. Penggunaan konsumtif
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman
untuk proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan
konsumtif dihitung dengan rumus berikut :
Ete = Ke . Eto
Dengan :
Ete = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Eto = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
Ke = koefisien tanaman
3. Perkolasi
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Pada tanah
lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju
perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari.pada tanah-tanah yang lebih
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

ringan laju perkolasi bisa lebih tinggi. Dari hasil-hasil penyelidikan


tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi
serta kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi
muka air tanah harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat
meresapnya air melalui tanggul sawah.
4. Penggantian lapisan air
Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan. Penggantian
pelapisan air dilakukan menurut kebutuhan. Jika ada penjadwalan
semacam itu, dilakukan penggantian sebanyak 2 kali masing-masing
50 mm (atau 3,3 mm perhari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua
bulan setelah transplantasi.
5. Curah hujan efektif
Untuk irigasi padi, curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari
curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun.
Re=0,7 x ½ Rs (1/2 bulanan dengan T = 5 Tahun)
Dengan :
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
Rs = curah hujan minimum denga periode ulang 5 tahun (mm)
6. Kebutuhan air disawah untuk petak tersier
Kebutuhan air untuk tanaman tergantung pada macam tanaman dan
masa pertumbuhannya sapai masa panen sehingga memberikan
produksi yang optimal. Perkiraan banyaknya air untuk irigasi
didasarkan pada factor-faktor jenis tanaman, jenis tanah, cara
pemberian air, cara pengeloalaan, banyaknya turun hujan, waktu
penanaman, iklim, pemeliharaan saluran/bangunan dan eksploitasi.
Banyaknya air untuk irigasi pada petak sawah dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Ir =S+Et+P-Re
Dengan :
Ir = kebutuhan air untuk irigasi
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

S = kebutuhan ai untuk pengolahan tanah atau penggenangan


Et = evapotranspirasi : crop consumptive use
Re = cutah hujan efektif
Tanaman padi
Perhitungan kebutuhan air dapat dilakukan dengan menggunakan
tabel. Perhitungan dilakukan sebagai berikut :
a. Dengan rotasi (alamiah) didalam petak tersier kegiatan-kegiatan
penyiapan lahan diseluruh petak dapat diselesaikan dengan secara
berangsur-angsur. Rotasi alamiah digambarkan dengan pengaturan
kegiatan-kegiatan setiap jangka waktu ½ bulan secara bertahap.
b. Transplantasi akan dimulai pada pertengahan bulan kedua dan
akan selesai dalam waktu 1 ½ bulan sesudah penyiapan lahan.
c. Harga-harga evapotranspirasi tanaman acuan Eto. Laju perkolasi P
dan curah hujan efektif Re adalah harga asumsi
d. Kedua penggantian lapisan air (WLR) diasumsikan. Masing-
masing WLR dibuat bertahap.
Tanaman ladang dan tebu
1. Penyiapan lahan
Masa pra irigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami
dan untuk menciptakan kondisi lembah yang memadai untuk
persemaian yang baru tumbuh. Banyak air yang dibutuhkan
bergantung kepada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan.
Jumlah air 50-100 mm dianjurkan untuk tanaman ladang dan 100-
200 mm untuk tebu, kecuali jika terdapat kondisi-kondisi khusus
(misalnya ada tanaman lain yang ditanam segera sesudah padi).
2. Penggunaan konsumtif
Seperti halnya untuk padi, dianjurkan bahwa untuk indeks
evapotranspirasi dipakai rumus evapotranspirasi Penman yang
dimodifikasi, sedangkan cara perhitungannya bisa menurut cara
FAO atau cara Nedeco/Prosida. Dalam penjabaran harga-harga

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

koefisien ini untuk dipakai secara umum di Indonesia, asumsi


harga-harga berikut :
a. Evapotranspirasi harian 5 mm
b. Kecepatan angina antara 0 dan 5 m/dtk
c. Kelembaban relative minimum 70 %
d. Frekuensi irigasi/curah hujan per 7 hari
Apabila harga-harga kisaran tersebut dirasa terlalu menyimpang,
atau tidak sesuai dengan keadaan daerah lapangan, maka
dianjurkan agar harga-harga koefisien dijabarkan langsung dari
FAO Guidline. Jika harga-harga jangka waktu pertumbuhan
berbeda dari harga-harga yang ditunjukkan, maka dianjurkan
harga-harga koefisien dihitung dari histogram-histogram denga
skala waktu yang dikonversi.
3. Perkolasi
Pada tanaman ladang, perkolasi air kedalam lapisan tanah bawh
hanya akan terjadi setelah pemberian air irigasi. Dlam
mempertimbangkan efisiensi irigasi, perkolasi hendaknya
diperhitungkan.

4. Curah hujan efektif


Curah hujan efektif dapat dihitung dengan menggunakan metode
yang diperkenalkan oleh USD Soild conversation service. Perlu
dicatat bahwa metode ini tidak berlaku untuk tanaman padi yang
digenangi, laju infiltrasi tanah dan intensitas curah hujan. Jika laju
infiltrasi rendah serta intensitas curah hujan tinggi maka
kehilangan air karena melimpas mungkin sangat besar sedangka
hal ini diperhitungkan dalam metode diatas.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

BAB IV
Bagi Dan Bangunan Sadap

1.1. Perhitungan Bangunan Bagi Dan Bangunan Sadap

Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer dan saluran sekunder,
maka akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu
yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir keberbagai
saluran. Salah satu dari pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu
mengatur muka air. Sedangkan pinru pitu sadap lainnya mengukur debit.
Jadi bangunan bagi adalah bangunan pada saluran induk sekunder yang
berfungsi untuk mengkur air yang mengalir ke berbagai saluran.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Bangunan sadap adalah bangunan pada saluran induk/sekunder


yang mengatur pembagian air dari saluran sekunder/primer ke saluran
tersier.
Bangunan bagi sadap adalah bangunan pada saluran induk/ primer
yang mengatur pemberian air ke saluran sekunder dan tersier, Di mana alat
ukurnya umumnya pintu sorong dan romijn.
Syarat bangunan bagi sadap :

1) Setiap cabang hanya membagi air kepada satu petak saja, apakah
petak sekunder atau petak tersier.
2) Setiap cabang dilengkapi dengan pintu – pintu pengatur aliran
terutama untuk pintu ke tersier. Di mana alat ukur harus seteliti
mungkin.
3) Untuk bagian persawahan tidak dibuat pada tanah timbunan.

Bangunan sadap terbagi atas dua bagian yaitu :

1. Bangunan Sadap Sekunder

Bangunan sadap sekunder akan member air ke saluran sekunder


oleh sebab itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas
bangunan – bangunan sadap ini lebih dari sekitar 0,250 m3/dt.
Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap
sekunder,yakni :

- Alat ukur Romijn


- Alat ukur Crump-de Gruyter
- Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar.

Tipe mana yang akan dipilih tergantung pada ukuran saluran


sekunder yang akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi
yang diizinkan.
Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai
hingga debit 2 m3/dt, dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

bersebelahan. Untuk debit-debit yang lebih besar, harus dipilih pintu


sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur
ambang lebar.
Bila tersedia kehialngan tinggi energi yang memadai, maka alat
ukur Crum-de Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan
uini dapat direncana dengan bangunan pintu tunggal atau banyak pintu
dengan debit sampai sebesar 0,90 m3/det setiap pintu.

2. Bangunan Sadap Tersier

Bangunan sadap tersier akan member air kepada petak – petak


tersier. Kapasitas bangunan sadap ini berkisar antara 50 lt/dt sampai
250 l/dt. Bangunan sadapa yang paling cocok adalah alat ukur Romyn,
jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika
kehilangan tinggi energi merupakan masalah.
Bila kehilangan tinggi energi tidak menjadi begitu masalah dan
muka air banyak mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur
Crum-de Gruyter. Harga antara debit Qmax/Qmin untuk alat ukur
Crum-de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih
rendah dari pada elevasi pengambilan pintu Romyn.
Sebagai aturan umum, pemakaian beberapa tipe bangunan sadap
tersier sekaligus di suatu daerah irigasi tidak disarankan. Penggunaan
satu tipe bangunan akan lebih mempermudah eksploitasi.
Untuk bangunan sadapa tersier yang mengambil air dari saluran
primer yang besar, di mana pembuatan bangunan pengatur akan sangat
mahal dan muka air diperlukan dipetak tersier rendah dibandingkan
elevasi air selama debit rendah disaluran, akan menguntungkan untuk
memakai bangunan pipa sadap sederhana dengan pintu sorong sebagai
bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa sebaiknya
didasarkan pada permuakaan air rencana di saluran primer dan petak
tersier.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali,


petak tersier tetap bias dialiri bila tersedia air disaluran primer pada
elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi petak tersebut.

1.2. Bangunan Pengukur Debit

Bangunan – bangunan pengukur debit yang dianjurkan adalah sebagai


berikut :
1. Alat ukur Ambang Lebar
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karenan bangunan itu
kokoh dan mudah dibuat, karenan bias mempunyai entuk mercu,
bangunan ini mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja.
Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah
pembacaan debit secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan
tabel debit. Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

(overflow), untuk ini tinggi energi hulu lebih kecil daripanjang mercu.
Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat

ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang, maka


bangunan ini bias mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sementara
debitnya tetap serupa.
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian
pengontrol segi empat adalah :
2 2
Q=Cd .Cv . .
3 3 √
. g . bc . h 11,5

Di mana :
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93+0,10.H1/L. for 0,1<H1/L<1,0
H1 adalah tingkat energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Cv = koefisien kecepatan dating


g = percepatan grafitasi, m/dt2 (9,8)
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air huli terhadap ambang bangunan ukur,
m
Harga koefisien kecepatan dating dapat dicari dari gambar 2.3.
Kelebihan – kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar :

- Bentuk hidrolis luwes dan sederhana


- Konstruksi kuat, sederhanan dan tidak mahal
- Benda – bena hanyut dapat dilewatkan dengan mudah
- Eksploitasi mudah.

Kelemahan – kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar :

- Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangnan npengukur saja


- Agar pengkuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam.

2. Alat Ukur Romijn


Pintu Romyn adalah alat ukur ambang lebar yang biasa
digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan
saluran irigasi. Agar dapat bergerak mercunya dibuat dari pelat baja
dan dipasang di atas pintu sorong, pintu sorong dihubungkan dengan
alat pengangkat.
Tipe-tipe alat ukur Romyn
Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintu Romyn telah
dibuat dengan tiga bentuk mercu, yaitu :

1) Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan


penyempitan hulu

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

2) Bentuk mercu miring keatas dan lingkaran tunggal sebagai


peralihan penyempitan.
3)
4) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan. Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimenis
hidrolis yang benar dengan perencanaan konstruksi. Jika
dilaksanakan pintu Romyn, maka sangat dianjurkan
menggunakan bentuk mercu ini.

Perencanaan Hidrolis
Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romyn dengan mercu horizontal
dan peralihan pejempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat
ukur ambang lebar.
Formula :
2 2
Q=Cd .Cv . .
3 3 √
. g . bc . h 11,5

Di mana :
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
g = percepatan grafitasi, m/dt2 (9,8)
bc = lebar meja, m
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

h1 = tingkat energi di atas meja, m


di mana koefisien debit sama dengan
Cd = 0,93+0,10.H1/L
H1 = h1+V12/2g
Di mana :
H1 = tingkat energi diatas meja, m
V1 = kecepatan dihulu alat ukur, m/dt
Koefisien kecepatan Cv dipakai untuk mengoreksi penggunaan
h1 dan bukan H1 di dalam persamaan tinggi energi debit.

Dimensi dan tabel debit standar


Lebar untuk alat ukur Romyn adalah 0,50, 0,75, 1,00, 1,25 dan
1,50 m. untuk harga – harga lebar standar ini semua pintu kecuali satu
tipe, mempunyai panjang 0,50 untuk mercu horizontal dan jari-jari
0,10 m untuk meja berujung bulat. Satu pintu lagi ditambahkan agar
sesuai dengan bangunan sadap tersier yang debitnya kurang dari 160
lt/dt. Lebar pintu dari 0,50 m, tetapi mercu horisontalnya 0,33 m dan
jari-jari 0,07m untuk ujung meja.
Kehilangan tinggi energi ∆H yang diperlukan di atas alat ukur
yang bias digerakkan diberikan dibagian bawah tabel A.25, lampiran
2. Harga-harga ini dapat dipakai bila alat ukur mempunyai saluran
hilir segi empat dengan potongan pendek, jika dipakai saluran hilir
maka kehilangan tinggi energi sebaiknya di ambil 0,40. H maks.
Harga – harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat
ukur romyn diberikan pada tabel di bawah ini :
Kutipan tabel 24. KP 04. Untuk besaran debit yang dianjurkan

Lebar, m Hmaks, m Besar debit, m3/dt

0,50 0,33 0 0,160

0,50 0,50 0,030 0,300

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

0,75 0,50 0,040 0,450

1,00 0,50 0,050 0,600

1,25 0,50 0,075 0,750

1,50 0,50 0,080 0,900

Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga


yang harus dipasang, yaitu :

- Papan duga di saluran


- Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
- Skala liter yang ikut bergerak dengan meja pintu Romyn .

Kelebihan kelebihan yang dimiliki alat ukur Romyn :

- Bangunan itu bias mengukur dan mengatur sekaligus


- Dapat membilas endapan sedimen halus
- Kehilangan tinggi energi relative kecil
- Ketelitian baik
- Eksploitasi mudah

Kekurangan – kekurangan yang dimiliki alat ukur Romyn :

- Pembuatan rumit dan mahal


- Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
- Biaya pemeliharaan bangunan relative mahal
- Bangunan itu dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu
bawah
- Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah

Penggunaan alat ukur Romyn :


Alat ukur Romyn adalah bangunan pengukur dan pengatur
serba bias yang dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier.
Untuk tipe standar paling kecil ( lebar = 0,50m) adalah yang paling
cocok. Tetapi, alat ukur Romyn dapat juga dipakai sebagai bangunan
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

sekunder. Eksploitasi bangunan itu sangat sederhana dan dilengkapi


pintu bawah.

3. Alat Ukur Crump-de Gruyter


Alat ukur Crump-de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran
ukur leher panjang yang dipasangi pintu gerak yang searah aliran
(streamline). Pintu ini merupakan modifikasi/peneyempurnaan modul
proporsi yang dapat disetel (adjustable proportional module) yang
diperkenalkan oleh Crump pada tahun 1922, de Gruyter (1926)
menyempurnakan trase flume tersebut dan mengganti “blok – atap”
seperti yang direncanakan oleh Crump dengan pintu sorong yang
disetel. Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk mengukur
maupun mengatur debit.
Perencanaan Hidrolis
Rumus debit untuk alat ukur Crump-de Gruyter adalah :
Q=Cd .b . w . √ 2 g .(h1−w)
Di mana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (=0,94)
b = lebar bukaan, m
w = bukaan pintu, m (w 0,63.h1)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
h1 = tinggi air diatas ambang, m
Untuk lebih jelasnya, penjelasan alat ukur ini dapat dilihat pada
KP.04, pasal 2,4. Hal 23.
Kelebihan – kelebihan alat ukur Crump-de Gruyter, adalah sebagai
berikut :

- Bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus


- Bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sedimen
- Eksploitasi mudah dan pengukuran teliti

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

- Bangunan kuat

Kelemahan – kelemahan yang dimiliki alat ukur Crump-de Gruyter


adalah sebagai berikut :

- Pembuatannya rumit dan mahal


- Biaya pemeliharaan mahal
- Kehilangan tinggi energi besar
- Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda-benda hanyut.

4. Pipa Sadap Sederhana


Pipa sadap sederhana berupa sebuah pipa dengan diameter
standar 0,15, 0,20, 0,25, 0,30, 0,40 0,50, atau 0,60 m. yang biasa
ditutupi dengan pintu sorong. Aliran melalui bangunan ini tidak dapat
diukur tapi dibatasi sampai debit maksimu, yang bergantung kepada
diameter pipa dan benda tinggi energi. Untuk bangunan –bangunan
yang mengalirkan air kesaluran tanpa pasangan, kecepatan maksimum
di dalam pipa dibatasi sampai 1 m/dt. Jika bangunan itu mengalirkan
air kepasangan kecepatan maksimumya mungkin sampai 1,5 m/dt.

5. Alat ukur Cipoletti


Alat ukur Cipoletti merupakan penyempurnaan alat ukur
ambang tajam yang dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur Cipoletti
memiliki potongan pengontrol trapezium, mercunya horizontal dan
miring kesamping dengan kemiringan 1 vertikal banding ¼ horizontal
(1 : ¼).

Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur Cipoletti adalah :
2
Q=Cd .Cv . . √ 2 g . b . h11,5
3
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Di mana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (=0,63)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
b = lebar mercu, m
h1 = tinggi energi hulu, m
Penggunaan
Alat ukur Cipoletti yang dikombinasi dengan pintu sorong sering
dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Karena jarak antara pintu dan
bangunan ukur jauh, eksploitasi pintu rumit. Oleh karena itu, lebih
dianjurkan untuk memakai bangunan kombinasi. Pemakaian alat ukur
ini tidak lagi dianjurkan, kecuali dilingkungan laboratorium.

6. Alat Ukur Parshall


Alat ukur Parshall adalah alt ukur yang sudah diuji secara
laboratories untuk mengukur aliran dalam saluran terbuka. Bangunan
ini terdiri dari sebuah peralihan penyempitan dengan lantai datar, leher
dengan lantai miring ke bawah, dan peralihan pelebaran dengan lantai
miring ke atas. Karena lereng – lereng lantai yang tidak konvensional
ini, aliran tidak diukur dan diatur di dalam leher, melainkan di dekat
ujung lantai datar peralihat penyempitan. Dengan adanya lengkung
garis aliran tiga-dimensi pada bagian pengontrol ini, belum ada teori
hidrolika untuk menerangkan aliran melalui alat ukur Parshall. Tabel
debit hanya dapat diperoleh melalui pengujian di laboratorium.
Alat ukur ini merupakan bangunan pengukur yang teliti dab
handal serta mempunyai kelebihan – kelebihan lain dibanding alat
ukur yang lainnya. Tetapi biaya pelaksanaan mahal dibanding alat
ukur lainnya.
Alat ukur ini tidak dapat dikombinasi dengan baik dengan
bangunan – bangunan sadap karena aliran masuk harus seragam dan
permukaan air relative tenang.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Karena diperlukan banyak waktu untuk menangani dua tinggi


energi/ head yang menyebabkan pengukuran menjadi tidak teliti
sehingga untuk merencana alat ukur ini tidak dianjurkan.

7. Alat Ukur Orifis Dengan Tinggi Energi Tetap (CHO)


Alat Ukur Orifis Dengan Tinggi Energi Tetap (CHO=Constant
Head Orifice) dalah kombinasi pintu pengukur dan pengatur dalam
satu bangunan. CHO dikembangkan oleh U.S. Bereau of Reclamation,
dan disebut demikian karena eksploitasinya didasarkan pada
penyetelan dan mempertahankan beda tinggi energi ( biasanya ∆h =
0,06 m untuk Q < 0,6 m 3 , dt) di seberang bukaan pintu bukaan orifis
hulu dengan cara menyesuaikan pintu pengatur sebelah hilir.

Perencanaan Hidrolis
Untuk menyetel besar lairan tertentu bukaan pintu orifis A = b.w
yang diperlukan untuk mengalirkan air tersebut ditentukan dari rumus
berikut :
Q=C . A . √ 2 g . ∆ h
Di mana :
Q = debit, m3/dt
C = koefisien debit (= 0,66)
A = luas bukaan pintu, m2 ( = bc.w)
w = tinggi bukaan pintu, m
bc = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
∆h = kehilangan tinggi energi di atas pintu, m (0,06 m atau 0,12
m)
Subtitusi harga Cd = 0,66 m dan g = 9,8 m/dt 2 ke dalam persamaan di
atas menghasilkan :
Q=0,716.bc . w
Penggunaan

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

CHO adalah bangunan sadap tersier. Eksploitasi dan fungsi


bangunan ini rumit dan penggunaanya di Indonesia tidak dilanjutkan.

1.3. Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air

Ada empat jenis bangunan pengatur tinggi muka air yang sering
dipergunakan, yaitu :

- Pintu Skot balok


- Pintu sorong
- Mercu tetap dan
- Kontrol celah trapezium.

Dalam hal ini akan dibahas pintu skot balok sebagai bangunan
pengukur tinggi muka air. Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

merupakan peralatan yang sederhana. Balok – balok profil segi empat itu
ditempatkan tegak lurus terhadap potongan seegi empat saluran. Balok-
balok tersebut disangga di dalam sponeng/ alur yang lebih lebar 0,03 m
sampai 0,05 m dari tebal balok-balok itu sendiri. Dalam bangunan-
bangunan saluran irigasi, dengan bukaan pengontrol 2,0 m atau lebih kecil
lagi.
Perencanaan Hidrolis
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan tinggi debit berikut:
2 2
Q=Cd .Cv . .
3 3 √
. g b . h 11,5

Di mana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
b = lebar normal, m
h1 = kedalaman air di atas skot balok, m
Koefisien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang
tajamnya 90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari
1,5 (lihat lampiran).
Untuk harga-harga H1/L yang lebih tinggi, pancaran air yang
melimpah bias sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L
menjadi lebih besar dari sekitar 1,5, maka alirannya menjadi tidak mantapa
dan sangat sensitive terhadap “ketajaman” tepi skot balok bagian hulu.
Juga besarnya airasi dalam kantong udara bagian bawah pancaran, dan
tenggelemnya pancaran sangat mempengaruhu debit pada skot balok.
Karena kecepatan datang yang menuju ke pelimpah skot balok
biasanya rendah, h1/(h1 + p1)<0,35, kesalahan yang timbul akibat tidak
memperhatikan harga tinggi kecepatan rendah berkenaan dengan
kesalahan dalam Cd. Dengan menggunakan perasamaan debit tinggi debit

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

diatas dikombinasi dengan pintu bawah aliran pada skot balok dapat
diperkirakan denagn baik.
Pada saluran yang lebar (lebih dari 2 m) mungkin akan
menguntungkan untuk mengombinasikan beberapa tipe bangunan pengatur
air, misalnya :

- Skot balok dengan pintu bawah


- Mercu tetap dengan pintu bawah
- Mercu tetap dengan skot balok

Kelebihan – kelebihan yang dimliki pintu skot balok :

- Konstruksi ini sederhana dan kuat


- Biaya pelaksanaan kecil

Kelemahan – kelemahan yang dimiliki pintu skot balok :

- Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikit-sedikinya


dua orang dan banyak menghabiskan waktu.
- Tinggi muka air dapat diaturselangkah demi selangkah saja, setip
langkah sama dengan tinggi sebuah balok.
- Ada kemungkinan dicuri orang
- Skot balok dapat dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang.
- Karasteristik tinggi debit pada balok belum diketahui secara pasti.
1.4. Bangunan Pembawa

Dalam saluran terbuka, ada berbagai bangunan yang digunakan


untuk membawa air dari satu ruas hulu ke hilir. Bangunan – bangunan ini
bisa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Bangunan – bangunan dengan aliran subkritis adalah :


- Gorong – gorong, yaitu bangunan yang dipakai untuk membawa
aliran air ( saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air
lainnya (biasanya saluran, bawah jalan, atau jalan kereta api.
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

- Flum dan talang adalah saluran – saluran buatan yang dibuat dari
pasangan , beton, baja atau kayu. Di dalamnya air mengalir dengan
permukaan bebas, dibuat melintas lembah, sauran pembuang,
saluran irigasi, sungai, jalan atau rel kereta api, atau di sepanjang
lereng bukit dan sebagainya.
- Sipon adalah bangunan yang membawa air melewati bawah aluran
lain (biasanya pembuang) ayau jalan. Pada sipon air mengalir
karena tekanan.
2. Bangunan – bangunan dengan aliran superkritis adalah :
- Bangunan – bangunan pengukur dan pegatur debit
- Bangunan terjun serta got miring.

Pada pasal ini akan dibahas bangunan pembawa yaitu :


Talang untuk bangunan subkritis dan bangunan terjun untuk aliran
superkritis.
1. Medimensi Talang
Kecepatan aliran dan kemiringan energi di bangunan talang
agar tidak menjadi superkritis adalah bangunan Froude aliran yang
di percepat tidak lebih dari 0,5.
Va
Fr= ≤ 0,50 …………………… (pers. 5.1, hal 58 KP.
√ g . A/ B
04)
Di mana :
Fr = bilangan Froude
Va = kecepatan rata-rata dalam bangunan, m/dt (<3 m/dt)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
A = luas aliran ,m2
B = lebar permukaan air terbuka.
Bila kecepatan aliran dapat dihitung dengan rumus Strikler atau
Manning.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

V = k. R2/3. I1/2 ……………………….. (pers, 3.1. pasal 3.2


hal 15 KP. 03)
Di mana :
V = kecepatan aliran air, m/dt (<2 m/dt)
K = koefisien kekerasan Strikler, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan saluran energi (Imax = 0,002)
(KP. 04, pasal 5,6.2 hal. 80).
Potongan melintang bangunan talang ditentukan oleh nilai
banding b/h di mana b = lebar bangunan dan h= kedalaman air pada
talang. Nilai-nilai banding berkisar antara 1 s/d 3 yang menghasilkan
potongan melinyang yang lebih ekonomis.
Kehilangan tinggi enrgi pada peralihan dapat ditentukan
dengan rumus BORDA :
∆Hmasuk = εmasuk. ¿ ¿
∆Hkeluar = εkeluar.¿ ¿

Di mana :
∆Hmasuk, keluar = kehilangan energi yang bergantung kepada
bentuk hidrolis peralihan keluar. (dapat
dilihat pada lampiran)
Va = kecepatan rata – rata yan dipercepat dalam
bangunan pembawa, m/dt
V1,V2 = kecepatan rata – rata di saluran hulu(V1) atau
saluran hilir (V2) m/dt.
V a2 . L 2. g . l V 2
∆ Hf = = .
C 2 . R C2 . R 2. g

Kehilangan energi karena gesekan


V a2 . L 2. g . l V 2
∆ Hf = = .
C 2 . R C2 . R 2. g
Di mana :
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

∆ Hf = kehilangan energi akibat gesekan, m


Va = kecepatan aliran air di dalam bangunan, m/dt
L = panjang bangunan, m
A b.h
R = jari-jari hidrolis, m ( = )
P b+2 h
P = keliling basah, m
C = koefisien shezy (= k.R1/6)
k = koefisien kekerasan Strikler, m1/3/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)

Harga – harga k untuk kekerasan strikler :

Bahan K (m1/3/dt)

Baja beton 76
Beton, bentuk kayu tidak selesai 70
Baja 80
Pasangan batu 60

Tinggi jangan didasarkan pada debit, kecepatan dan factor- factor


lain, harga tinggi dapat diambil dari tabel di bawah ini :

Debit (m3/dt) Tanggul (F) Pasangan (F1)

< 0,5 0,40 0,20


0,5 - 1,5 0,50 0,20
1,5 - 5,0 0,60 0,25
0,50 - 10,0 0,75 0,30
10,0 - 15,0 0,85 0,40
> 15,0 1,00 0,50

Perhitungan debit / besar debit pada talang dapat dipakai rumus


hidrolis, sebagai berikut :
Q = n. b. ht. √ 2. g . ¿ ¿

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

Di mana:
n = kehilangan nergi akibat kontraksi aliran (0,85)
b = lebar talang, m
H1 = tinggi kehilangan energi di udik talang, m
Ht = tinggi energi pada talang, m
g = percepatan gravitasi. M/dt2
Q = debit, m3/dt
Perhitungan pada talang dan flum didasarkan pada data-data saluran
di udik talang.

2. Bangunan terjun
Bangunan terjun atau got miring diprlukan jika kemiringan
permukaan tanah lebih curam dari pada kemiringan maksimum yang
diizinkan. Bangunan terjun ini mempunyai empat bagian fungsional,
yaitu :

- Bagian pengontrol, berfungsi untuk mencegah penurunan muka


air secara berlebihan di ruas saluran hulu
- Bagian pembawa ke elevasi yang lebih rendah.
- Peredam energi, berfungsi untuk meredam energi yang berlebihan
di ruas saluran hulu.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

- Lindungan aliran keluar, berfungsi untuk mencegah kerusakan


akibat gesekan dan erosi.

Ada dua macam bangunan terjun yaitu:

1) Bangunan terjun tegak dan


2) Bangunan terjun miring

Bangunan Terjun Tegak


Bangunan terjun tegak menjadi lebih besar apabila
ketinggiannya di tambah. Juga kemampuan hidrolisnya berkurang
akibat variasi di tempat jatuhnya pancaran di lantai kolam jika terjadi
perubahan debit. Bangunan terjun tegak sebaiknya tidak dipakai
apabila peribahan tinggi enrgi di atas bangunan melebihi 1,50 m.
Dengan bangunan terjun tegak, luapan yang jatuh bebas akan
mengenai lantai kolam dan bergerak ke hilir. Akibat luapan dan
turbulensi (pusaran air) di dalam kolam di bawah tirai luapan,
sebagian dari energi dir edam di depan potongan U, energi
selebihnya akan diredam di belakan potongan U. sisa tinggi energi
hilir yang memakai dasar kolam sebagai bidang persamaan, Hd tidak
berbeda jauh dari perbandingan ∆Z/H1, dan kurang lebih sama
dengan 1,67 H1. Harga Hd ini dapat di pakai untuk menentukan ∆Z
untuk sebuah bangunan terjun tegak.

Bangunan Terjun Miring


Permukaan miring yang mengantar air ke dasar kolam olak
adalah praktek perencanaan yang umum, khususnya jika tinggi jatuh
melebihi 1,5 m. pada bangunan terjun, kemiringan permukaan
belakang dibuat securam mungkin dan relative pendek. Jika
peralihan ujung runcing dipakai di antara permukaan pengontrol dan
permukaan belakang (hilir), disarankan untuk tidak memakai
kemiringan yang lebih curam dari 1 : 2. Alasannya adalah untuk
mencegah pemisahan aliran pada sudut miring. Jika diperlukan aliran
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

yang lebih curam, sudut runcing harus diganti dengan kurva


peralihan dengan jari-jari r=0,5 Hmax. Harga-harga yu dan Hd, yang
dapat digunakan untuk perencanaan kolam di belakng potongan U
mempunyai harga yang jauh lebih tinggi jika digunakan permukaan
hilir yang miring, dibandingkan apabila luapan jatuh bebas seperti
pada bangunan terjun tegak, energi diredam karena terjadinya
benturan luapan dengan lantai kolam dan karena pusaran turbulensi
air didalam kolam di bawah terjadi luapan. Dengan bangunan terjun
miring, peredam energi menjadi jauh berkurang akibat gesekan dan
aliran turbulensi di atas permukaan yang miring.
Perencanaan hidrolis bangunan dipengaruhi oleh besaran-besaran
berikut :
H1 = tinggi energi di muka ambang, m
∆H = perubahan tinggi energi pada bangunan, m
Hd = tinggi energi hilir pada kolam olak, m
q = debit persatuan lebar ambang, m2/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
n = tinggi mabang pada ujung tinggi olak, m
y2 = kedalaman air hilir, m
yu = kedalaman dalam loncat air, m
Besaran – besaran ini dapat digabung untuk membuat rumus
perhitungan/dimensi bangunan terjun :

- Tinggi energi di muka ambang hulu :


V 12
H1 = h1 + ,
2. g
Di mana: h1 = kedalaman air di saluran hulu, m
V1 = kecepatan aliran air di saluran hulu,
m/dt
- Perkiraan aeal pada tinggi energi hilir pada kolam olak
Hd = 1,67 . H1

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

- Perkiraan awal tinggi bangunan terjun


∆Z = (∆H + Hd ) – H1
Syarat :
∆Z > 1,5 ( dipakai bangunan terjun miring)
∆Z < 1,5 (dipakai bangunan terjun tegak )
- Kecepatan aliran pada potongan U dapat diperkirakan dengan
rumus :
vu= √2. g . ∆ Z
- Kedalaman air awal loncat air
Yu = q/vu
- Debit persatuan lebar
q = Q/b
- Aliran pada potongan U kemudian dapat dibedakan sifatnya
dengan bilangan Froude tak berdimensi :
Vu
Fru =
√ g . yu
- Geometri bangunan terjun tegak dengan perbandingan panjang
Yd/∆Z dapat dihitung dengan grafik hubungan dengan bilangan
Froude tersebut di atas.
- Panjang olakan dapat dihitung dengan rumus berikut
L = 2. yu. (√ 1+8. Fr u2−1)
- Panjang kolam olakan total didapat dengan menjumlah
LB = Lp + L
- Sehingga tinggi air di atas ambang dapat diperkirakan dari rumus
berikut :
y2 1
= .( √1+8. Fr u2−1)
yu 2
- Elevasi dasar kolam olakan dapat diperkirakan
Das = Elevasi hilir – Hd
- Tinggi ambang ujung
n = Elevasi hilir – y2 – Das
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

- Kedalaman muka air hilir maksimum : y2 + n 1,1 . yd

Kolam Olak
Untuk merencanakan kolam olak di sebelah hilir bangunan
terjun tergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan
dengan bilangan Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak.
Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan –
pengelompokan berikut dalam perencanaan kolam :

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

1) Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak, pada saluran


tanah, bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi, saluran
pasangan batu atau beton tidak memerlukan lindungan khusus.
2) Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk
meredam energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak
dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk
penurunan muka air Z 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun
tegak.
3) Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit
dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak
terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai
jarak yang jauh di saluran. Cara mengatasi adalah
mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan Froude ini
mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan
blok halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan
dengan pemasangan blok depan kolam.
Blok ini harus berukuran besar ( USBR tipe IV ).
Tetapi dalam prakteknya akan lebih baik untuk tidak
merencanakan kolam olak jika 2,5 < Fru < 4,5. Sebaiknya
geometri diubah untuk memperbesar atau memperkecil bilangan
Froude dan memakai kolam olak katergori lain.
4) Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling
ekonomis, karana kola mini pendek. Tipe ini termasuk kolam
USBR tipe III yang dilemngkapi dengan blok depan dan blok
haling. Kolam loncat air yang sama dengan tangga di bagian
ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus
diguanakan dengan pasangan batu.
5) Kolam loncat air, panjang kolam loncat air di sebelah hilir
potongan U, biasanya kurang dari panjang loncatan tersebut
karena adanya ambang ujung ( endisi II). Ambang yang

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya di tempatkan


pada jarak :
Lj = 5 (n + y2)
Di mana :
Lj = panjang kolam, m
n = tinggi ambang ujung, m
y2 = kedalaman air di atas ambang, m
Di belakang potongan u, tinggi yang diperlukan ambang ujung
ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fru), kedalaman air yang
masuk yu, dan tinggi muka air hilir, dapat ditentukan dari
gambar hubungan percobaan antara Fru, y2/yu dan n/yu untuk
ambang ujung.
Kecepatan awal loncatan (V1) dapat ditemukan dari :
1

V1 = 2. g ( . H 1+∆ Z)
2
Di mana :
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
z = tinggi jatuh, m
dengan
q = V1.y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi
dalam loncat air adalah :
y2 1
= ( √1+8 Fr u2−1)
yu 2
Di mana :
y2 = kedalaman air diatas ambang unjung, m
yu = kedalaman air di awal loncat air, m
Fru = bilangan Froude
V1 = kecepatan awal loncat air
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8)

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

6) Kolam Flugter, yang detail rencananya diberikan oleh Flugter,


telah terbukti tidak andal untuk dipakai pada tinggi air hilir di
atas dan di bawah tinggi mua air yang sudah diuji di
laboratorium. Untuk itu kolam Flugter tidak untuk dipakai di
sungai (bangunan bending). Olehnya itu khusus dikembangkan
untuk bangunana terjun disaluran irigasi. Batas-batas yang
diberikan untuk z/hc 0,5; 2,0 dan 15,0 dihubungkan dengan

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

bilangan Froude 1,0;2,8; dan 12,8. Bilangan – bilangan Froude


ini diambil pada kedalaman Z di bawah tinggi energi hulu,
bukan pada lantai kolam seperti untuk kolam loncat air. Kolam
Flugter bias dipakai sampai pada beda tinggi energi Z tidak
lebih dari 4,50 m.

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

2.5. Penentuan Kapasitas Rencana dan Dimensi Saluran


Debit rencana sebuah saluran duhitung dengan rumus umum sebagai
berikut :
C . NFR . A
Q=
e
Di mana :
Q = debit rencana, 1/dt atau m3/dt
C = koefisien pengurangan karena adanya system golongan (lihat
KP.03, pasal 2.2.4)
NFR = kebutuhan bersih (netto) air di sawah, m.1/dt.ha
A = luas daerah yang diairi, Ha
E = Efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Pada umumnya kehilangan dijaringan irigasi dapat dibagi sebagai berikut :
15 – 22,5% di petak tersier e = 0,775 = 0,80
7,5 – 12,5% di saluran sekunder e = 0,875 = 0,90

HAMZAH 105 81 2081 14


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

7,5 – 12,5% di saluran utama (primer) e = 0,875 = 0,90


Efisiensi secara keseluruhan (etot) adalah sebagai barikut :
Etot = (Et x ef) x (Es x ef) x (Ep x ef)
Etot terletak antara 0,59 – 0,73
Untuk merencanakan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap,
dan untuk itu ditetapkan rumus Strickler :
v = k. R2/3. I1/2
A
R =
P
A = (b + mh). h (bentuk trapezium)
P = b + 2h. m2 + 1
Q = v.A
b = n.h
di mana :
Q = debit saluran, m3/dt
v = kecepatan aliran, m/dt
A = potongan melintang aliran, m2
R = jari – jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
m = kemiringan talut ( 1 vert : m hor)

M.A.N

Harga – harga yang lain dapat diambil dari :


Rumus Haring Huizen Untuk Daerah Pedataran
V = 0,42 . Q0,182 (m/dt)
h = 0,775 . Q0,284 (m)
HAMZAH 105 81 2081 14
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR IRIGASI I

n = 3,96 . Q0,25 m
b = nxh
untuk daerah pegunungan rumus Haring huizen sebagai berikut :
V = 0,46 . Q0,132 (m/dt)
h = 0,756 . Q0,284 (m)
n = 4,38 . Q0,25 m
di mana
b = nxh
Rumus Kennedy
V = 0,41 . Q0,225
h = 2,54 .Q0,156

HAMZAH 105 81 2081 14

Anda mungkin juga menyukai