JARINGAN IRIGASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN IRIGASI
Saluran irigasi berawal dari intake sampai badan air yang dipakai untuk
menerima air yang sudah atau bekas dipakai dan kelebihan air yang ada pada
daerah irigasi. Umumnya pengaliran air irigasi menggunakan saluran terbuka
yang mempunyai permukaan air bebas. Cara pengaliran ini digolongkan
sebagai sistem Gravitasi, dimana air mengalir karena ada perbedaan tinggi
permukaan air antara kedua ujung saluran.
B. SEJARAH IRIGASI
1. Sejarah Irigasi Di Dunia
Praktek irigasi di India terjadi lebih awal dari kisah sejarah tersebut
dengan suatu waktu yang tidak pasti. Yaitu waduk-waduk di Srilangka
sampai ke India bagian Selatan yang berumur lebih dari 2000 tahun.
Ditulis pada tahun 300 S.M. menunjukkan bahwa seluruh negera
mendapat ari irigasi dan sangat makmur karena panen dua kali dimana
masyarakat dapat memungut hasilnya setiap tahun.
Dalam konteks Standarisasi Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang
ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan di
sebagian besar pembangunan irigasi di Indonesia.
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional
pokok, yaitu:
- Bangunan-bangunan utama (headworks) di mana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk,
- Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-
petak tersier,
2. Irigasi Semiteknis
3. Irigasi Teknis
yang kemudian akan diteruskan ke laut (lihat Gambar 1.3). Petak tersier
menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.
Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari
jaringan (pembawa) utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan
yang lebih sedikit di saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan
pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan dengan apabila setiap
petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa.
BAB II
PERENCANAAN JARINGAN/IRIGASI
Saluran pembawa ini dimulai dari bangunan penangkap air atau intake
pada bangunan bendung yang mangalirkan air untuk diberikan ke daerah
pertanian. Pada awal saluran, dimensi saluran masih besar karena harus
membawa seluruh air untuk kebutuhan seluruh daerah irigasi, kemudian
saluran ini pecah lagi menjadi dua atau tiga bagian yang lebih kecil sesuai
debit yang dialirkan dan terus ke petak tanah yang dialiri(sawah).
1. Perencanaan Saluran Irigasi Primer/Induk (Primary Canal)
Saluran primer berfungsi membawa air dari bendungan ke saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran
primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir, lihat gambar di bawah.
Saluran ini dimulai dari saluran yang paling kecil, langsung menerima
air sisa dari lahan irigasi, disalurkan dan bertemu dengan saluran lain yang
sama karakteristiknya membentuk saluran yang lebih besar, dan seterusnya
saluran terakhir akan masuk ke sungai atau pembuang terakhir. Pelayanan
satu daerah irigasi yang luasnya sama, dimensi saluran pembuang lebih besar
dari pada dimensi saluran pembawa, karena saluran pembuang disamping
membuang debit sisa irigasi. Kecepatan aliran pada saluran irigasi
direncanakan sedemikian rupa sehingga kecepatan maksimum yang terjadi
tidak sampai menimbulkan sedimentasi pada saluran serta tidak memberi
kesempatan tumbuhnya tumbuhan-tumbuhan Akuatik. Untuk itu biasanya
diatur dengan menyesuaikan dimensi penampang dan kemiringan dasar
saluran. Saluran pembawa selalu ditempatkan pada posisi tertinggi dari
daerah yang akan diairi agar seluruh lahan dapat diairi, sedang saluran
pembuang ditempatkan pada posisi yang paling rendah agar bisa menerima
seluruh air yang sudah terpakai.
Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier,
menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam
saluran pembuang tersier.
1. Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenan dengan unit tanah adalah petak
tersier. Petak ini menerima air irigasi yanmg dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap (Off Take) yang menjadi tanggung jawab dinas
pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Di petak tersier, pembagian air eksploitasi dan pemeliharaan
menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan, dibawah
bimbingn pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak
yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air yang tidak efisien.
Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis
tanaman dan topagrafi. Di daerah=daerah yang ditanami padi, luas petak
yang ideal adalah antara 50 - 100 Ha., kadang kadang sampai 150 Ha.
Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti
misalnya parit, jalan, batas desa dan sesar medan (Terrain Fault). Petak-
petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuerter, masing-masing seluas
kurang lebih 5 – 15 Ha.apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk
tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah
pengaturan tata-letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 merupakan,
tetatapi dalam kenyataannya kadang-kadang panjang saluran ini mencapai
2500 m. panjang saluran tersier lebih baik dibawah 500 m, tetapi
prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.
2. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima
air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda
topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak
Keadaan utama fisik medan seperti sungai, anak sungai dan pola-
pola pembuang alamiah harus dianggap sebagai batas proyek irigasi atau
batas dari sebagian proyek itu. Langkah pertama dalam perencanaan tata
letak adalah penentuan petak-petak sekunder. Saluran sekunder direncana
pada punggung medan, atau jika tidak terdapat punggung medan yang
jelas, kurang lebih diantara saluran-saluran pembuang yang berbatasan.
Jalan-jalan besar kereta api atau jalan-jalan raya boleh dianggap sebagai
batas-batas petak tersier.
BAB III
Apabila air dibagi dari saluran primer ke saluran sekunder atau dari
saluran sekunder 1 ke saluran sekunder yang lain, maka akan dibuat
bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti
mengukur dan mengatur air yang mengalir keberbagai saluran.Salah satu dari
pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air,
sedangkan pintu-pintu air lainnya mengukur debit.
Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untu bangunan sadap
sekunder, yakni :
Alat ukur Romijn
Alat ukur Crump-de Gruyter
Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar.
Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang
sederhana. Balok-balok profil segi empat itu ditempatkan tegak lurus
terhadap potongan segi empat saluran. Balok-balok tersebut disangga di
dalam sponeng/alur yang lebih besar 0,03 m sampai 0,05 m dari tebal balok-
balok itu sendiri. Dalam bangunan-bangunan saluran irigasi, dengan lebar
bukaan pengontrol 2,0 m atau lebih kecil lagi.
2
Q=Cd .Cv
3
√2. g .b . h 11.5
Dimana :
Q = Debit (m3/s)
Cd = Koefisien Debit
Cv = Koefisien Kecepatan Datang
g = Percepatan Gravitasi (m/s2), (9,8)
b = Lebar Normal (m)
h1 = Kedalaman Air di atas Skot Balok (m)
Koefisien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tipe hulu yang
tajamnya 90o, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5.
Untuk harga-harga H1/L yang lebih tinggi, pancaran air yang melimpah bisa
sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L menjadi lebih besar dari
sekitar 1,5 maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan sangat sensitif
terhadap “ketajaman” tepi skot balok bagian hulu. Juga, besarnya airasi dalam
kantong udara di bawah pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat
mempengaruhi debit pada skot balok.
Agar siphon tidak tersumbat dan tidak ada orang atau binatang yang
masuk secara kebetulan, maka mulut pipa ditutup dengan kisi-kisi
penyaring (transhrack).
pipa rangkap/siphon kembar, pipa yang satu dapat ditutup selama debit
rendah. ( Q < 0.50 Q max ).
1. Siphon harus mampu menahan gaya uplift pada saat kondisi airnya
kosong. Kondisi yang paling berbahaya pada konstruksi siphon adalah
pada saat siphon dalam keadaan kosong. Pada saat kondisi ini gaya uplift
yaitu gaya yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis dari bawah konstruksi
siphon,menekan konstruksi siphon ke arah atas. Gaya ini cenderung
mengangkat konstruksi siphon. Sedangkan untuk mengimbanginya
diperlukan gaya penahan yang arahnya Vertikal ke bawah yaitu gaya berat
akibat berat sendiri konstruksi siphon dan gaya berat akibat berat lapisan
penutup siphon.
2. Siphon harus dibuat pada kedalaman yang cukup di bawah dasar
sungai. Pada kondisi ini konstruksi siphon harus aman terhadap
bahaya gerusan tanah dasar sungai (degradasi) maupun bahaya gerusan
lokal akibat dasar sungai yang terganggu. Jika konstruksi siphon berada
terlalu dekat dengan permukaan dasar sungai, maka tanah penutup di atas
siphon kemungkinanakan terkikis. Untuk itu konstruksi siphon harus
dibuat pada kedalaman yang cukup terhadap dasar sungai. Pada bagian
dasar palung sungai, konstruksi siphon sebaiknya dalam posisi
horisontal dan panjangnya ke arah tebing sungai harus cukup, karena
tebing sungai keungkinan bisa juga terjadi erosi. Sedangkan pada bagian lereng
sungai bisa dibuat miring. Lapisan penutup dasar sungai (di atas
konstruksi siphon) sebaiknya berupa pasangan gabion(bronjong).
0,25h
B=h
0.25 h