Anda di halaman 1dari 88

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas irigasi dan bangunan air.
Adapun tugas irigasi dan bangunan air ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar penulisan irigasi dan bangunan air. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki tulisan irigasi dan bangunan air.
Akhir kata penyusun mengharapkan semoga dari tulisan irigasi dan
bangunan air. ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Penulis

Desember, 2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan irigasi di Indonesia sudah berjalan lebih dari satu abad,
sejak zaman Hindia Belanda kemudian Pelita I Pemerintah Orde Baru
melaksanakan pembangunan di segala bidang termasuk bidang pengairan
dengan salah satu aspeknya pembangunan irigasi, untuk menunjang
peningkatan produksi dan menaikkan pendapatan dan kesejahteraan para
petani. Dengan pengenalan teknik hidraulika tersebut tentunya juga
masyarakat telah mengenal sistem jaringan irigasi yang teratur.Sistem
irigasi telah dikenal di Jawa Tengah sejak abad ke-9 sedangkan di Jawa
Timur diperkirakan ada sistem irigasi sejak abad ke-8.saat ini diperkirakan
luas sawah beririgasi di Indonesia sekitar 6 juta ha, tersebar di seluruh
Indonesia.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh air yang
menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk keperluan pertanian dan
juga sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat. Indonesia yang terletak di
kawasan beriklim tropis basah pun terbukti masih membutuhkan sistem
irigasi walaupun memiliki karakteristik hujan yang tinggi pada beberapa
bulan di musim penghujan dan bulan-bulan kering. Ini dikarenakan irigasi
sangat dibutuhkan untuk beberapa fungsi, fungsi pertama adalah untuk
menambah air atau membasahi tanah dengan kapasitas kandungan air dan
udara dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan
tanaman. Kemudian irigasi juga berfungsi untuk menjamin ketersediaan
air/lengas apabila terjadi betatan (dry spell), meningkatkan muka air tanah,
menurunkan suhu tanah, pelarut garam-garam dalam tanah, untuk
mengurangi kerusakan karena frost (jamur upas), untuk melunakkan lapis
keras tanah (hard pan) dalam pengolahan tanah.
Membahas tentang sistem irigasi, pemikiran masyarakat akan menuju
mengenai bentuk bangunannya berupa bendung, dan rawa ataupun saluran
untuk mengaliri air. Supaya bangunan irigasi dapat befungsi dengan baik
maka diperlukan tenaga manusia untuk mengoperasikan setiap bagian dari
bangunan tersebut.
Bendung adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air
menjadi waduk, danau yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air
sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkan.
Bendung tetap adalah bangunan yang terbuat dari pasangan batu atau beton
yang berfungsi untuk meninggikan muka air disungai sampai pada
ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi.
Manfaat dari pembangunan bendung ini yaitu sebagai jaringan irigasi
yang mendukung peningkatan produksi padi dan peningkatan efisiensi,
dimana suplai air ke daerah irigasi berlanjut ke seluruh daerah irigasi, debit
airi rigasi dapat diatur dan terjamin, tidak tergantung lagi pada level muka
air sungai.

1.2 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah membahas dan
merencanakan mengenai Duiker yang melewati saluran.
Plat Duicker adalah suatu konstruksi yang terdiri dari pasangan batu
dan plat beton bertulang dengan dimensi tertentu. Plat duiker bisa disebut
juga sebagai gorong-gorong karna memiliki persamaan fungsi yaitu
mengalirkan air dari saluran satu ke saluran yang lainnya, yang
membedakan hanya pada bentuk fisiknya dan bahan materialnya.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana menentukan bangunan-bangunan pada bendung tetap?
2. Bagaimana cara menghitung dimensi bendung?
3. Bagaimana merencanakan plat duiker yang melewati saluran?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Merencanakan Bendungan Irigasi.
2. Merencanakan saluran irigasi.
3. Merencanakan duiker di saluran irigasi.

1.5 Manfaat
1. Memasuk dan menyediakan air untuk lahan pertanian.
2. Menjamin ketersediaan air ketika musim kemarau.
3. Melancarkan aliran air ke pertanian.
4. Duiker sebagai material konstruksi bawah tanah.
5. Sebagai prasarana bagi Masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Purwanto dan Jazaul Ikhsan (2020), melakukan penelitian dengan
judul “ Perencanaan Sistem Informasi Manajemen Data Base Dan
Jembatan Berbasis SIG”. Tujuan penelitian ini melakukan analisa hitungan
untuk mendapatkan besarnya debit kebutuhan air irigasi maksimal pada
daerah irigasi bendung. Lokasi Duiker Di Kabupaten Kep.Siau Tugalndang
Biaro.
Berdasarkan hasil studi ini diperoleh data panjang jalan kabupaten
kepulauan Siau Tagulandang Biaro untuk jalan kendsaraan dengan
permukaan aspal sebesar 203,291 km, untuk jalan setapak sebesar 40,053
km, untuk jalan kendaraan dengan permukaan kerikil sebesar 10 km dan
untuk jalan dengan permukaan tanah sebesar 18,956 km., sedangkan jumlah
jembatan sebanyak 134 buah jembatan dan gorong-gorong (termasuk pelat
duiker) sebanyak 175 buah. Berdasarkan Sistem Informasi Manajemen Data
Base Jalan Dan Jembatan Berbasis SIG ini dapat digunakan sebagai acuan
bagi pemerintah untuk menangani jalan dan jembatan.

2.2 Irigasi
Irigasi adalah pemberian kepada tanah untuk menunjang curah hujan
yang tidak cukup agar tersedia lengas bagi pertumbuhan tanaman. Secara
umum pengertian irigasi adalah sejumlah air yang pada umumnya diambil
dari sungai atau bending yang dialirkan melalui system jaringan irigasi
untuk menjaga keseimbangan jumlah air didalam tanah. (Suharjo,1994)
Dalam pengaturan pemerintah (PP) No. 23/1982 pasal 1, pengertian
irigasi, bangunan irigasi, dan petak irigasi telah dibakukan yaitu sebagai
berikut:
a. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian.
b. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu
kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dari penggunanya.
c. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi.
d. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.
Adapun tujuan dari irigasi antara lain:
a. Membasahi tanaman
Membasahi tanaman dengan menggunakan air irigasi bertujuan
memenuhi kekurangan air didaerah pertanian pada saat air hujan kurang
atau tidak ada. Hal ini penting sekali karena kekurangan air yang
diperlukan untuk tumbuh dapat mempengaruhi hasil panen tanaman
tersebut.
b. Merabuk
Merabuk adalah pemberian air yang tujuannya selain membasahi
juga member zat-zat yang berguna bagi tanaman itu sendiri.
c. Mengatur suhu
Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu yang tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah, sesuai dengan jenis tanamannya.
d. Membersihkan tanah/memberantas hama.
Bertujuan untuk membasmi hama-hama yang berada dan bersarang
dalam tanah dan membahayakan bagi tanaman sehingga pada musim
kemarau sebaiknya sawah diberikan air agar sifat garamnya hilang.
e. Kolmatase
Kolmatase adalah pengairan dengan maksud memperbaiki/
meninggikan pemukaan tanah.
f. Menambah persediaan air tanah
Tujuan bermaksud menambah persediaan air tanah untuk keperluan
sehari-hari. Biasanya dilakukan dengan cara menahan air disuatu
tempat, sehingga memberikan kesempatan pada air tersebut untuk
meresap kedalam tanah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh yang
memerlukan

2.3 Saluran Irigasi


Air yang dibutuhkan oleh tanaman biasanya akan dialirkan melalui
saluran pembawa. Sedangkan kelebihan air yang ada pada suatu petak akan
dibuang melewati saluran pembuang. Saluran pembawa dan pembuang ini
merupakan saluran irigasi yang paling utama. Apabila dilihat dari segi
fungsinya, maka saluran irigasi dapat dibagi atas :

2.3.1 Saluran Pembawa


Saluran pembawa berfungsi membawa/mengalirkan air dari
sumbernya ke petak irigasi. Dari tingkat percabangannya, maka
saluran pembawa ini dibedakan menjadi :

a. Saluran Primer
Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah
irigasi yang dilayaninya.Saluran ini berfungsi membawa air dari
sumbernya dan membagikannya ke saluransekunder atau
membawa air dari jaringan utama ke jaringan sekunder untuk
dibagikan ke petak-petak tersier yang akan dialiri. Air yang
dibutuhkan untuk irigasi dapat berasal dari sungai, danau, maupun
waduk. Akan tetapi umumnya penggunaan air sungai lebih baik,
karena air sungai mengandung banyak zat lumpuryang
merupakan pupuk bagi tanaman. Batas akhir dari saluran primer
adalah bangunan bagi yang terakhir.
b. Saluran Sekunder
Saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa
yang terletak pada petak sekunder tersebut. Dari saluran primer
air disadap melalui saluran-saluransekunder untuk mengaliri
daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran-saluran alam
yang dapat digunakan untuk membuang air hujan yang
berlebihan.Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa
air dari saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier.
Sedapat mungkin saluran pemberi merupakan saluran punggung
sehingga dengan demikian air dapat dibagi untuk kedua belahsisi.
Yang dimaksud dengan saluran punggung adalah saluran yang
memotong ataumelintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa
melalui titik tertinggi daerah sekitarnya, sehingga dapat mengaliri
petak yang ada di bagian kiri dan kanan dari saluran.

c. Saluran Tersier
Fungsi utama dari saluran tersier adalah membawa air dari
saluran sekunder danmembagikannya ke petak-petak sawah yang
memiliki luas antara 75 ha- 125 ha.Jika saluran tersier disadap
dari saluran sekuder, maka saluran tersier juga dapat membagikan
air ke sisi kanan-kiri saluran

2.3.2 Saluran Pembuang


Pembuang Fungsi utama dari saluran pembuang adalah
membuang sisa atau kelebihan air yang terdapat pada petak sawah ke
sungai. Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran yang
memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian
rupahingga melewati titik terendah dari daerah sekitar. Jadi saluran
melalui lembah dari ketinggian tanah setempat.
Pada umumnya jaringan pembuang primer merupakan sungai-
sungai alamiah, yang semuanya akan diberi nama. Apabila ada
saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat, maka
saluran-saluran diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi
menjadi ruas-ruas, maka masing-masing akan diberi nama mulai dari
ujung hilir.
Pembuang sekunder pada umunya berupa sungai atau anak
sungai yang lebih kecil.Beberapa diantaranya sudah memiliki nama
tetap biasa dipakai, jika sungai akan ditunjukkan dengan sebuah huruf
bersama-sama dan nomor seri, nama-nama ini akan diawali dengan
huruf d (drainase).
Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan
dibagi-bagi menjadi ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing
diberi nomor. Masing-masing petak tersier akan mempunyai nomor
seri sendiri-sendiri.

2.4 Bangunan Utama


Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai semua bangunan yang
direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam
jaringan irigasi, agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi, biasanya
dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan
sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan
mengatur air yang masuk. Di Indonesia sebagian besar sumber air untuk
irigasi, diambil dari air sungai. Untuk mengambil air sungai biasanya dibuat
bangunan penangkap di mana sebelumnya air sungai tersebut dinaikkan
permukaannya dengan cara dibendung.
Bendung adalah bangunan yang dibuat melintang pada alur sungai,
dengan maksud menaikkan taraf muka air sungai, agar dapat dialirkan
secara gravitasi ke seluruh daerah irigasi yang biasanya lebih tinggi dari air
sungai setempat. Bendung merupakan salah satu bagian dari bangunan
utama.
Bangunan Utama adalah bangunan air (hydraulic structure) yang
terdiri dari bagian-bagian: bendung (weir structure), bangunan pengelak
(diversion structure), bangunan pengambilan (intake structure), bangunan
pembilas (flushing structure) dan bangunan kantong lumpur (sediment trap
structure).
Fungsi utama dari bangunan utama/bendung adalah untuk
meninggikan elevasi muka air dari sungai yang dibendung sehingga air bisa
disadap dan dialirkan ke saluran lewat bangunan pengambilan (intake
structure).
Bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk
membelokkan air kedalam jaringan saluran, agar dipakai untuk keperluan
irigasi, terdiri dari:
 Bangunan pengelak dengan peredam energi
 Pengambilan utama
 Pintu Bilas
 Kolam olak
 Kantong lumpur (bila perlu)
 Tanggul Banjir
 Bangunan pelengkap lainnya

2.5 Jenis-Jenis Bangunan Utama


Pengaliran air dari sumber air berupa sungai atau danau ke jaringan
irigasi untukkeperluan irigasi pertanian, pasokan air baku dan keperluan
lainnya yang memerlukansuatu bangunan disebut dengan bangunan utama.
Untuk kepentingan keseimbanganlingkungan dan kebutuhan daerah di hilir
bangunan utama, maka aliran air sungai tidakdiperbolehkan disadap
seluruhnya. Akan tetapi, harus tetap dialirkan sejumlah 5% daridebit yang
ada. Salah satu bangunan utama yang mempunyai fungsi membelokkan air
danmenampung air disebut bendung ada enam bangunan utama yang sudah
pernah atau seringdibangun di Indonesia, antara lain:
1. Bendung Tetap
Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang
sungai atau sudetan,dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air
dengan ambang tetap sehingga air sungaidapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnyadilimpahkan ke hilir
dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan
maksuduntuk meredam energi.

2. Bendung Gerak Vertikal


Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang
rendahdilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal
maupun radial. Tipe inimempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi
muka air di hulu bendung kaitannyadengan muka air banjir dan
meninggikan muka air sungai kaitannya dengan penyadapanair untuk
berbagai keperluan. Operasional di lapangan dilakukan dengan
membuka pintuseluruhnya pada saat banjir besar atau membuka pintu
sebagian pada saat banjir sedangdan kecil. Pintu ditutup sepenuhnya
pada saat kondisi normal, yaitu untuk kepentinganpenyadapan air. Tipe
bendung gerak ini hanya dibedakan dari bentuk pintu-pintunya
antaralain:
a. Pintu geser atau sorong, banyak digunakan untuk lebar dan tinggi
bukaan yangkecil dan sedang. Diupayakan pintu tidak terlalu berat
karena akan memerlukanperalatan angkat yang lebih besar dan mahal.
Sebaiknya pintu cukup ringan tetapimemiliki kekakuan yang tinggi
sehingga bila diangkat tidak mudah bergetar karenagaya dinamis
aliran air.
b. Pintu radial, memiliki daun pintu berbentuk lengkung (busur) dengan
lengan pintuyang sendinya tertanam pada tembok sayap atau pilar.
Konstruksi seperti inidimaksudkan agar daun pintu lebih ringan untuk
diangkat dengan menggunakankabel atau rantai. Alat penggerak pintu
dapat dapat pula dilakukan secara hidrolikdengan peralatan
pendorong dan penarik mekanik yang tertanam pada temboksayap
atau pilar.

3. Bendung Karet (Bendung Gerak Horizontal)


Bendung karet memiliki dua bagian pokok, yaitu :
a. Tubuh bendung yang terbuat dari karet
b. Fondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet,
serta dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan
(mesin) untuk mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung
karet. Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara
mengembungkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan
cara mengempiskannya. Tubuh bendung yang terbuat dari tabung
karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau
air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen
pengontrol udara atau air (manometer).

4. Bendung Saringan Bawah


Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan
saluran penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat
saringan dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap
melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke
jaringan irigasi. Operasional di lapangan dilakukan dengan membiarkan
sedimen dan batuan meloncat melewati bendung, sedang air diharapkan
masuk ke saluran penangkap. Sedimen yang tinggi diendapkan pada
saluran penangkap pasir yang secara periodik dibilas masuk sungai
kembali.

5. Pompa
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain
tidak dapatmemecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi,
atau kalau pengambilan airrelatif sedikit dibandingkan dengan lebar
sungai. Dengan instalasi pompa pengambilan airdapat dilakukan dengan
mudah dan cepat. Namun dalam operasionalnya memerlukan biaya
operasi dan pemeliharaannya cukup mahal terutama dengan makin
mahalnya bahan bakar dan tenaga listrik. Dari cara instalasinya pompa
dapat dibedakan atas pompa yang mudah dipindah karena ringan dan
mudah dirakit ulang setelah dilepas komponennya dan pompa tetap
(stationary) yang dibangun/dipasang dalam bangunan rumah pompa
secarapermanen. Ada beberapa jenis pompa didasarkan pada tenaga
penggeraknya, antara lain:
a. Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia (pompa tangan),
b. Pompa air dengan penggerak tenaga air (air terjun dan aliran air),
c. Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak
d. Pompa air dengan penggerak tenaga listrik.

6. Pengambilan Bebas
Pengambilan air untuk irigasi ini langsung dilakukan dari sungai
dengan meletakkan bangunan pengambilan yang tepat di tepi sungai,
yaitu pada tikungan luar dan tebing sungai yang kuat atau masif.
Bangunan pengambilan ini dilengkapi pintu, ambangrendah dan saringan
yang pada saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak meluap
ke saluran induk. Kemampuan menyadap air sangat dipengaruhi elevasi
muka air di sungai yang selalu bervariasi tergantung debit pengaliran
sungai saat itu. Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah
irigasi dengan luasan yang kecil sekitar 150 ha dan masih pada tingkat
irigasi .(setengah) teknis atau irigasi sederhana.
2.6 Bangunan Bagi dan Sadap
Bangunan Bagi adalah bangunan yang terletak pada saluran Primer
yang membagi air kesaluran sekunder atau saluran sekunder yang membagi
air ke saluran sekunder lainnya atau pada suatu titik cabang dan berfungsi
untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih

Gambar 2.1 Bangunan Bagi yang Terletak di Saluran Primer


Sumber : Modul Irigasi dan Bangunan Air 1 (Dr.Hari Wibowo, MT)
Bangunan Sadap merupakan bangunan yang menglirkan air dari aliran
saluran primer dan atau saluran skunder ke saluran tersier penerima melalui
pintu ukur.
Gambar 2.2 Bangunan Sadap yang Terletak di Saluran Primer
Sumber : Modul Irigasi dan Bangunan Air 1 (Dr.Hari Wibowo, MT)

Bangunan Bagi – Sadap adalah apabila pada suatu lokasi diperlukan


adanya bangunan bagi dan bersamaan itu pula bangunan sadap yang
merupakan kombinasi dari bangunan bagi dan bangunan sadap.

Gambar 2.3 Bangunan Bagi-Sadap yang Terletak di Saluran


Sumber : Modul Irigasi dan Bangunan Air 1 (Dr.Hari Wibowo, MT)

2.7 Bangunan Peredam Energi


Bila sebuah konstruksi bendung dibangun pada aliran sungai baik
pada palung maupun pada sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan
terjadi loncatan air. Kecepatan pada daerah itu masih tinggi, hal ini akan
menimbulkan gerusan setempat (local scauring). Untuk meredam
kecepatan yang tinggi itu, dibuat suatu konstruksi peredam energi. Bentuk
hidrolisnya adalah merupakan suatu bentuk pertemuan antara penampang
miring, penampang lengkung, dan penampang lurus. Secara garis besar
konstruksi peredam energi dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu :

1. Ruang Olak Tipe Vlughter


Ruang olak ini dipakai pada tanah aluvial dengan aliran sungai
tidak membawa batuan besar. Bentuk hidrolis kolam ini akan
dipengaruhi oleh tinggi energi di hulu di atas mercu dan perbedaan
energi di hulu dengan muka air banjir hilir.

Gambar 2.4 Ruang Olak Tipe Vlughter


Sumber : http://dokumen.tips/amp/documents/kolam-olak-tipe-
vlugther-kelompok-1.hmtl

2. Ruang Olak Tipe Schoklitsch


Peredam tipe ini mempunyai bentuk hidrolis yang sama sifatnya
dengan peredam energi tipe Vlughter. Berdasarkan percobaan, bentuk
hidrolis kolam peredam energi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor,
yaitu tinggi energi di atas mercu dan perbedaan tinggi energi di hulu
dengan muka air banjir di hilir.

3. Ruang Olak Tipe Bucket


Kolam peredam energi ini terdiri dari tiga tipe, yaitu solid
bucket, slotted rooler bucket atau dentated roller bucket, dan sky
jump. Ketiga tipe ini mempunyai bentuk hampir sama dengan tipe
Vlughter, namun perbedaanya sedikit pada ujung ruang olakan.
Umumnya peredam ini digunakan bilamana sungai membawa batuan
sebesar kelapa (boulder). Untuk menghindarkan kerusakan lantai
belakang maka dibuat lantai yang melengkung sehingga bilamana ada
batuan yang terbawa akan melanting ke arah hilirnya.

4. Ruang Olak Tipe USBR


Tipe ini biasanya dipakai untuk head drop yang lebih tinggi dari
10 meter. Ruang olakan ini memiliki berbagai variasi dan yang
terpenting ada empat tipe yang dibedakan oleh rezim hidraulik aliran
dan konstruksinya. Tipe-tipe tersebut, yaitu ruang olakan tipe USBR I
merupakan ruang olakan datar dimana peredaman terjadi akibat
benturan langsung dari aliran dengan permukaan dasar kolam, ruang
olakan tipe USBR II merupakan ruang olakan yang memiliki blok-
blok saluran tajam (gigi pemencar) di ujung hulu dan di dekat ujung
hilir (end sill) dan tipe ini cocok untuk aliran dengan tekanan
hidrostatis lebih besar dari 60 m, ruang olakan tipe USBR III
merupakan ruang olakan yang memiliki gigi pemencar di ujung hulu,
pada dasar ruang olak dibuat gigi penghadang aliran, di ujung hilir
dibuat perata aliran, dan tipe ini cocok untuk mengalirkan air dengan
tekanan hidrostatis rendah, dan ruang olakan tipe USBR VI
merupakan ruang olakan yang dipasang gigi pemencar di ujung hulu,
di ujung hilir dibuat perata aliran, cocok untuk mengalirkan air
dengan tekanan hidrostatis rendah, dan Bilangan Froud antara 2,5 -
4,5.
Gambar 2.5 Tipe USBR
Sumber : https://docplayer.info/198405333-Pengantar-perencanaan-bendung-
perencanaan-peredam-energi-bendung.html

Hal-hal yang harus diperhatikan :


 Jenis bangunan (bendung tetap, bendung gerak, bendung karet atau
bangunan pengendali dasar sungai),
 Besar energi yang harus diredam (tinggi pembendungan), Angkutan
muatan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai, Kondisi aliran yang
terjadi,
 Kemungkinan degradasi atau agradasi dasar sungai (ruas sungai
bagian hulu, tengah atau hilir), adanya penambangan material dasar
sungai atau pembuangan material padat, dan keberadaan ambang
alam.

Gambar 2.6 Kondisi Aliran Pada Peredam Energi


Sumber : https://images.app.goo.gl/kEpuc4MWouNG3DnU7

2.8 Pemilihan Lokasi Bendung


Dalam pemilihan lokasi bendung hendaknya dipilih lokasi yang
paling menguntungkan dari beberapa segi. Misalnya dilihat dari segi
perencanaan, pengamanan bendung, pelksanaan, pengoperasian, dampak
pembangunan dan sebagainya. Dari beberapa pengalaman dalam memilih
lokasi bendung, tidak semua persyaratan yang dibutuhkan dapat terpenuhi.
Sehingga lokasi bendung ditetapkan pada persyaratan yang dominan.
Pemilihan lokasi bendung didasarkan pada beberapa faktor, yaitu :

a. Keadaan Topografi
 Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga
harus dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan dicari.
 Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka
elevasi mercu bendung dapat ditetapkan;
 Dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat
diseleksi.

b. Keadaan Hidrologi
Dalam pembuatan bendung, yang patut diperhitungkan juga adalah
faktor – faktor hidrologinya, karena menentukan lebar dan panjang
bendung serta tinggi bendung tergantung pada debit rencana. Faktor –
faktor yang diperhitungkan, yaitu masalah banjir rencana, perhitungan
debit rencana, curah hujan efektif, distribusi curah hujan, unit hidrograf,
dan banjir di site atau bendung.

c. Kondisi Topografi
Dilihat dari lokasi, bendung harus memperhatikan beberapa aspek,
yaitu :
 Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi; bila bendung dibangun di
palung sungai, maka sebaiknya ketinggian bendung dari dasar sungai
tidak lebih dari tujuh meter, sehingga tidak menyulitkan
pelaksanaannya.
 Trase saluran induk terletak di tempat yang baik; misalnya
penggaliannya tidak terlalu dalam dan tanggul tidak terlalu tinggi
– untuk tidak menyulitkan pelaksanaan, penggalian saluran induk
dibatasi sampai dengan kedalaman delapan meter.
 Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan
angkutan sedimen; sehingga aliran ke intake tidak mengalami
gangguan dan angkutan sedimen yang akan masuk ke intake juga
dapat dihindari.
d. Kondisi Hidraulik dan Morfologi
 Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan arahnya pada waktu debit
banjir, sedang dan kecil.
 Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan
kecil.
 Tinggi muka air pada debit banjir rencana.
 Potensi dan distribusi angkutan sedimen.

e. Kondisi Tanah Pondasi


Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup
baik sehingga bangunan akan stabil. Faktor lain yang harus
dipertimbangkan pula yaitu potensi kegempaan dan potensi gerusan
karena arus dan sebagainya.

f. Biaya Pelaksanaan
Biaya pelaksanaan pembangunan bendung juga menjadi salah satu
faktor penentu pemilihan lokasi pembangunan bendung. Dari beberapa
alternatif lokasi ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan
pelaksanaan yang tidak terlalu sulit.

2.9 Bagian-Bagian Bendung


a. Tubuh Bendung (Weir)
Tubuh bendung merupakan struktur utama yang berfungsi untuk
membendung laju aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai
dari elevasi awal. Bagian ini biasanya terbuat dari urugan tanah,
pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh bendung umumnya
dibuat melintang pada aliran sungai. Tubuh bendung merupakan bagian
yang selalu atau boleh dilewati air baik dalam keadaan normal maupun
air banjir. Tubuh bendung harus aman terhadap tekanan air, tekanan
akibat perubahan debit yang mendadak, tekanan gempa,dan akibat berat
sendiri.

b. Pintu Air (Gates)


Pintu air merupakan struktur dari bendung yang berfungsi untuk
mengatur, membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka
maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air, yaitu:
 Daun Pintu (Gate Leaf)
Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat
digerakkan untuk membuka, mengatur, dan menutup aliran air.
 Rangka pengatur arah gerakan (guide frame)
Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk ke dalam beton
yang digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu sesuai
dengan yang direncanakan.
 Angker (anchorage)
Adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan
untuk menahan rangka pengatur arah gerakan agar dapat
memindahkan muatan dari pintu air ke dalam konstruksi beton.
 Hoist
Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan
ditutup dengan mudah.

c. Pintu Pengambilan (Intake)


Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk
saluran dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke dalam
saluran. Pada bendung, tempat pengambilan bisa terdiri dari dua buah,
yaitu kanan dan kiri, dan bisa juga hanya sebuah, tergantung dari letak
daerah yang akan diairi. Bila tempat pengambilan dua buah, menuntut
adanya bangunan penguras dua buah pula. Kadang-kadang bila salah
satu pintu pengambilam debitnya kecil, maka pengambilannya lewat
gorong-gorong yang di buat pada tubuh bendung. Hal ini akan
menyebabkan tidak perlu membuat dua bangunan penguras dan cukup
satu saja.

d. Pintu Penguras
Penguras ini bisanya berada pada sebelah kiri atau sebelah kanan
bendung dan kadang-kadang ada pada kiri dan kanan bendung. Hal ini
disebabkan letak daripada pintu pengambilan. Bila pintu pengambilan
terletak pada sebelah kiri bendung, maka penguras pun terletak pada
sebelah kiri pula. Bila pintu pengambilan terletak pada sebelah kanan
bendung, maka penguras pun terletak pada sebelah kanan pula.
Sekalipun kadang-kadang pintu pengambilan ada dua buah, mungkin
saja bangunan penguras cukup satu hal ini terjadi bila salah satu pintu
pengambilan lewat tubuh bendung. Pintu penguras ini terletak antara
dinding tegak sebelah kiri atau kanan bendung dengan pilar, atau antara
pilar dengan pilar. Lebar pilar antara 1,00 sampai 2,50 meter tergantung
konstruksi apa yang dipakai. Pintu penguras ini berfungsi untuk
menguras bahan-bahan endapan yang ada pada sebelah udik pintu
tersebut. Untuk membilas kandungan sedimen dan agar pintu tidak
tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap harinya selama kurang lebih
60 menit. Bila ada benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu
penguras, sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat pintu menjadi dua
bagian, sehingga bagian atas dapat diturunkan dan benda-benda hanyut
dapat lewat diatasnya.
e. Kantong Lumpur
Kantong lumpur berfungsi untuk mengendapkan fraksi-fraksi
sedimen yang lebih besar dari fraksi pasir halus ( 0,06 s/d 0,07mm ) dan
biasanya ditempatkan persis disebelah hilir bangunan pengambilan.
Bahan-bahan yang telah mengendap dalam kantung lumpur kemudian
dibersihkan secara berkala melalui saluran pembilas kantong lumpur
dengan aliran yang deras untuk menghanyutkan endapan-endapan itu ke
sungai sebelah hilir.

f. Bangunan Pelengkap
Terdiri dari bangunan-bangunan atau pelengkap yang akan
ditambahkan ke bangunan utama, seperti :
 Gorong-gorong
Gorong-gorong berupa saluran tertutup, dengan peralihan pada
bagian masuk dan keluar. Gorong-gorong akan sebanyak mungkin
mengikuti kemiringan saluran. Gorong-gorong berfungsi sebagai
saluran terbuka selama bangunan tidak tenggelam. Gorong-gorong
mengalir penuh bila lubang keluar tenggelam atau jika air di hulu
tinggi dan gorong-gorong panjang.
 Talang
Talang atau flum adalah penampang saluran buatan di mana air
mengalir dengan permukaan bebas, yang dibuat melintas cekungan,
saluran, sungai, jalan atau sepanjang lereng bukit. Bangunan ini
dapat didukung dengan pilar atau kontruksi lain. Talang atau flum
dan baja dan beton dipakai untuk membawa debit kecil. Untuk
saluran-saluran yang lebih besar dipakai talang beton atau baja.
 Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air lewat bawah jalan, melalui
sungai atau saluran pembuang yang dalam. Aliran dalam sipon
mengikuti prinsip aliran dalam saluran tertutup. Antara saluran dan
sipon pada pemasukan dan pengeluaran diperlukan peralihan yang
cocok.
 Got Miring
Pada medan terjal di mana beda tinggi energi yang besar harus
ditanggulangi dalam jarak pendek dan saluran tersier mengikuti
kemiringan medan, akan diperlukan got miring. Got niring ini terdiri
dari bagian masuk, bagian peralihan, bagian normal dan kolam olak.
 Jalan Inspeksi
Layout petak tersier juga mencakup perencanaan jalan inspeksi dan
jalan petani. Operasi dan pemeliharaan saluran dan bangunan di
dalam petak tersier membutuhkan jalan inspeksi di sepanjang
saluran irigasi sampai ke boks bagi yang terletak paling ujung/hilir.
 Jembatan
Jembatan dipakai hanya apabila tinggi energi yang tersedia terbatas.
Bangunan perlengkap pada bendung untuk keperluan :
 Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran sungai.
 Pengoperasian pintu.
 Peralatan komunikasi, tempat berteduh serta perumahan untuk tenaga
eksploitasi dan pemeliharaan.
 Jembatan diatas bendung agar seluruh bagian bangunan utama mudah
dijangkau atau agar bagian-bagian itu terbuka untuk umum.

2.10 Tipe-Tipe Mercu Bendung


a. Tipe Mercu Bulat
Untuk bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit
yang jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan koefisien bendung ambang
lebar. Pada sungai – sungai, type ini banyak memberikan keuntungan
karena akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga
koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung stream line dan
tekanan negatif pada mercu. Untuk bendung dengan 2 jari – jari hilir
akan digunakan untuk menemukan harga koefisien debit.

Gambar 2.7 Tipe Mercu Bulat


Sumber : https://images.app.goo.gl/BR7rAaggJuPC8PKv5

b. Tipe Mercu Ogee


Bentuk mercu type Ogee ini adalah tirai luapan bawah dari
bendung ambang tajam aerasi. Sehingga mercu ini tidak akan
memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan mercu sewaktu
bendung mengalirkan air pada debit rencananya. Untuk bagian hulu
mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir. Salah satu
alasan dalam perencanaan digunakan Tipe Ogee adalah karena tanah
disepanjang kolam olak, tanah berada dalam keadaan baik, maka tipe
mercu yang cocok adalah tipe mercu ogee karena memerlukan lantai
muka untuk menahan penggerusan, digunakan tumpukan batu sepanjang
kolam olak sehingga dapat lebih hemat.

Gambar 2.8 Mercu Tipe Ogee


Sumber : https://images.app.goo.gl/J1MhFsK6x6fFPcSz9

c. Tipe Mercu Vlughter


Tipe ini digunakan pada tanah dasar aluvial dengan kondisi sungai
tidak membawa batuan-batuan besar. Tipe ini banyak dipakai di
Indonesia.
d. Tipe Mercu Schoklitsch
Tipe ini merupakan modifikasi dari tipe Vlughter terlalu besar
yang mengakibatkan galian atau koperan yang sangat besar.

2.11 Pemilihan Tipe Bendung


Pemilihan tipe bendung ( bendung tetap ataupun bendung gerak)
didasarkan pada pengaruh air balik akibat pembendungan (back water). Jika
pengaruh air balik akibat pembendungan tersebut berdampak pada daerah
yang luas maka bendung gerak (bendung berpintu) merupakan pilihan yang
tepat.
Jika pengaruh air balik akibat pembendungan tersebut berdampak
pada daerah yang tidak terlalu luas (misal di daerah hulu ) maka bendung
tetap merupakan pilihan yang tepat.
Jika sungai mengangkut batu-batuan bongkahan pada saat banjir,
maka peredam energi yang sesuai adalah tipe bak tenggelam. Bagian hulu
muka pelimpah direncanakan mempunyai kemiringan untuk mengantisipasi
agar batu-batu bongkah dapat terangkut lewat di atas pelimpah. Jika sungai
tidak mengangkut batu-batuan bongkahan pada saat banjir, maka peredam
energi yang sesuai adalah tipe kolam olakan (stilling basin).

2.12 Perencanaan Tubuh Bendung


Bangunan tubuh bendung (weir) terdiri dari: pelimpah (spilway),
peredam energi (energy dissipator), pondasi bendung dan lantai hulu
bendung.
a. Pelimpah (spilway).
Pelimpah berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air. Elevasi
puncak pelimpah direncanakan berdasarkan banyak hal antara lain :
elevasi muka air rencana di bangunan bagi paling hulu, kehilangan tinggi
energi pada alat ukur, kehilangan tinggi energi pada pengambilan saluran
primer, kehilangan tinggi energi pada pengambilan, faktor keamanan dan
kemiringan saluran antara bangunan intake dengan bangunan bagi paling
hulu.
Ada beberapa macam profil pelimpah antara lain : pelimpah profil
bulat, pelimpah profil Bazin, pelimpah profil Modified Creager,
pelimpah menurut standard WES (Waterways Experiment Station) serta
banyak lagi bentuk profil lainnya.
Rumus debit melalui pelimpah :
Q = C x L x H1/2

Dengan :
Q = Debit banjir rencana periode ulang 100 tahunan (Q100),
diperoleh darianalisis hidrologi.--> (Q100 = 800 m3/dt)
Cd = Koefisien debit, hasil perkalian antara C1xC2xC3
Be = Lebar efektif bendung (m)
H1 = Tinggi energi di hulu pelimpah (m)
B = Lebar pelimpah, tidak termasuk pilar dan bangunan
pembilas (m)
N = Jumlah pilar
Kp = Koefisien kontraksi pilar (untuk pilar dengan penampang
bulat,
Kp = 0.01
Ka = Koefisien konstraksi abutment/dinding (ka = 0.1)
b. Menentukan Tinggi Muka Air Maksimum Pada Sungai
Dalam menentukan tinggi muka air maksimum pada sungai dipengaruhi
oleh:
Q = A.V
Penampang sungai diasumsikan berbentuk trapezium, adapun
persamaan luas penampang sungai adalah sebagai berikut :
A = (b + m.h)h
= ( b + 1.h ).h
= b h + h2
P=B+2 h . √ 1+ m2
Persamaan keliling basah tampang sungai menggunakan rumus
P=b+2 h . √ 1+12
P=b+2 h . √ 2
A bh+h 2
R= =R=
P b+2 h √ 2
V =C √ R . I
87
C=
Jb
1+
√R
87
V= √R . I
0 , 85
1+
√R
- Kemiringan dasar sungai ( I );
- Lebar dasar sungai (b);
- Debit maksimum (Qd).

c. Menentukan Tinggi Mercu Bendung


Tinggi mercu bendung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
- Elevasi sawah bagian hilir tertinggi dan terjauh;
- Elevasi kedalaman air di sawah;
- Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah;
- Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke saluran tersier;
- Kehilangan tekanan dari saluran primer ke saluran sekunder;
- Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran;
- Kehilangan tekanan di alat – alat ukur;
- Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer;
- Persediaan tekanan untuk eksploitasi;
- Persediaan untuk bangunan lain.
Tinggi mercu bendung, p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai
udik atau dasar sungai di udik bendung dan elevasi mercu. Dalam
menentukan tinggi mercu bendung maka harus dipertimbangkan
terhadap :
- Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggitekan.
- Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.
- Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.
- Kesempurnaan aliran pada bending.
- Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bending.
- Tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan
minimum 0,5 H (H = tinggi energi di atas mercu).
- Tinggi mercu bendung (p) dianjurkan tidak lebih dari 4.00 meter dan
minimum 0.5.

d. Menentukan Tinggi Muka Air di Atas Mercu Bendung


Tinggi muka air di atas mercu bendung dapat dihitung dengan
persamaan tinggi energy – debit, yaitu :
Qd = Cd ⅔ ⅔ g b H3/2
Dimana :
Qd = debit desain, m3/det
Cd = koefisien debit = Cd = C0 . C1. C2
G = percepatan gravitasi
B = lebar mercu efektif
H = tinggi energy di atas mercu
e. Panjang atau Lebar Mercu Bendung
Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus
diperhitungkan terhadap :
- Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang
cukup;
- Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada
debit desain.
Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan, yaitu
- Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh
alur (bank full discharge);
- Umunya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada
ruassungai yang telah stabil.
Pengambilan lebar mercu tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula
terlalu lebar. Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek, akan
memberikan tinggi muka air di atas mercu lebih tinggi. Akibatnya
tanggul banjir di udik akan bertambah tinggi pula. Demikian pula
genangan banjir akan bertambah luas. Sebaliknya bila terlalu lebar dapat
mengakibatkan profil sungai bertambah lebar pula sehingga akan terjadi
pengendapan sedimen di udik bendung yang dapat menimbulkan
gangguan penyadapan aliran ke intake.

f. Lebar Efektif Mercu Bendung


Lebar mercu bendung efektif , Be, yaitu panjang mercu bendung
bruto, Bb, dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya
panjang mercu bendung yang efektif melewatkan debit banjir desain.
Lebar mercu bendung efektif dapat dihitung dengan cara yaitu :
· Be = Bb – 20% Σb – Σt
· Be = Bb – 2 (n . kp + ka)H

Dimana :
Be = lebar mercu efektif (meter)
Bb = lebar mercu bruto (meter)
Σb = jumlah lebar pembilas
Σt = jumlah pilar-pilar pembilas
n = jumlah pilar pembilas dan pilar jembatan
kp = koefisien kontraksi pilar
ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H = tinggi energy, yaitu h + k; h = tinggi air; k = v2/2g
Harga koefisien kontraksi pilar dapat dilihat pada Standar Perencanaan
Irigasi, KP-02.

g. Menentukan Panjang dan Dalam Kolam Olak


Kolam olak adalah suatu konstruksi yang berfungsi sebagai
peredam energi yang terkandung dalam aliran dengan memanfaatkan
loncatan hidraulis dari suatu aliran yang berkecepatan tinggi. Kolam olak
sangat ditentukan oleh tinggi loncatan hidraulis, yang terjadi di dalam
aliran.

h. Menentukan Panjang Lantai Muka


Akibat dari pembendungan sungai akan menimbulkan pebedaan
tekanan, selanjutnya akan terjadi pengaliran di bawah bendung. Karena
sifat air mencari jalan dengan hambatan yang paling kecil yang disebut
“Creep Line”, maka untuk memperbesar hambatan, Creep Line harus
diperpanjang dengan memberi lantai muka atau suatu dinding vertical.
Untuk menentukan Creep Line, maka bisa dicari dengan rumus atau
teori:
- Teori Bligh
Menyatakan bahwa besarnya perbedaan tekanan di jalur pengaliran
adalah sebanding dengan panjang jalan Creep Line.
- Teori Lane
Teori Lane ini memberikan koreksi terhadap teori Bligh, bahwa energi
yang diperlukan oleh air untuk mengalir ke arah vertical lebih besar
daripada arah horizontal dengan perbandingan 3:1.

i. Menentukan Stabilitas Bendung


Untuk mengetahui kekuatan bendung, sehingga konstruksi
bendung sesuai dengan yang direncanakan dan memenuhi syarat yang
telah ditentukan. Stabilitas bendung ditentukan oleh gaya – gaya yang
bekerja pada bendung, seperti:
- Gaya berat
- Gaya gempa
- Tekanan Lumpur
- Gaya hidrostatis
- Gaya Uplift Pressure (Gaya Angkat).

j. Perencanaan Pintu
Perencanaan pintu berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk
ke saluran dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke
dalam saluran (pintu pengambilan atau intake gate). Pada bendung
tempat pengambilan bisa terdiri dari 2 pintu yaitu kanan dan kiri, bisa
juga hanya satu tergantung letak daerah yang akan dialiri. Tinggi
ambang tergantung pada material yang terbawa oleh sungai. Ambang
makin tinggi makin baik, untuk mencegah masuknya benda padat dan
kasar ke saluran, tapi tinggi ini ditentukan atau dibatasi oleh ukuran
pintu. Pada waktu banjir, pintu pengambilan cukup ditutup untuk
mencegah masuknya benda kasar ke saluran. Penutupan pintu tidak
berakibat apa apa karena saat banjir di sungai biaanya tidak lama. Maka
yang dianggap air normal pada sungai adalah setinggi mercu. Ukuran
pintu ditentukan dari segi praktis dan estetika. Lebar pintu biasanya
maksimal 2 m untuk pintu dari kayu. Jika terdapat ukuran yang lebih
besar dari 2 m, harus dibuat lebih dari satu pintu dengan pilar-pilar
diantaranya.

k. Pintu Penguras
Lebar pintu penguras biasanya diambil dari 1/10 lebar bendung
(B), sedangkan pada saat banjir pintu penguras ditutup. Bila banjir lewat
di atas pintu, maka tinggi pintu penguras harus setinggi mercu bendung.
Oleh karena itu, tebal pintu juga harus diperhitungkan untuk tinggi air
setinggi air banjir

2.13 Stabilitas Bendung


Stabilitas suatu bendung harus memenuhi syarat – syarat konstruksi
dari bendung, antara lain:
 Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu banjir
 Bendung harus dapat menahan bocoran yang disebabkan oleh aliran
sungai dan aliran air yang meresap di dalam tanah
 Bendung harus diperhitungkan terhadap daya dukung tanah di bawahnya
 Tinggi ambang bendung atau crest level harus dapat memenuhi tinggi
muka air minimum yang diperlukan untuk seluruh daerah irigasi.

2.14 Kebutuhan Air Untuk Tanaman.


Untuk mempermudah kita menghitung kebutuhan air untuk tanaman,
kita uraikan kebutuhan air untuk tanaman tersebut kedalam beberapa unsur
kebutuhan/kehilangan air seperti yang akan dibahas berikut ini. Namun
tidak pada setiap kasus akan didapati unsurunsur yang sama, tergantung
dengan kondisi air, kondisi tanah, kondisi tanaman serta permasalahan yang
dihadapi.
a. Kebutuhan Air Untuk Mengimbangi Penguapan.
Penguapan dapat terjadi pada setiap permukaan yang basah,
baik itu permukaan air,permukaan aliran sungai, waduk maupun dari
permukaan tanaman. Penguapan dari tanaman ini dapat berupa
penguapan dari pemukaan daun yang basah karena hujan atau embun
dan dapat juga berupa penguapan air dari dalam jaringan tanaman itu
sendiri. Banyaknya air yang diuapkan juga berbeda antara keduanya.
Disamping itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi
besarnya penguapan itu :
 Luas Permukaan yang diuapkan.
Semakin luas permukaan, semakin banyak air yang diuapkan.
 Jenis tanaman.
Tiap jenis tanaman mempunyai jenis daun yang berbeda baik
lebar maupun lebatnya.Karena itu besarnnya penguapan juga
berbeda.
 Kelembaban.
Pada daerah dengan kelembaban tinggi, besarnya penguapan
relatif lebih kecil dibanding dengan daerah dengan kelembaban
rendah
 Kecepatan angin.
Pada daerah yang berangin kencang, penguapan akan lebih
besar dibanding dengan daerah berangin lemah.
 Suhu.
Penguapan yang terjadi pada suhu tinggi akan lebih besar
dibanding dengan penguapan pada suhu yang rendah.

b. Kebutuhan Air Untuk Jaringan.


Air yang dihisap tanaman melalui akarnya akan mengalir
kedalam jaringan tanaman. Air ini diperlukan untuk membentuk
jaringannya, tapi sebagian air akan diuapkan kembali melalui
permukaan daun. Kalau jumlah air yang diambil akar tidak
sebanding dengan yang digunakan tanaman atau penguapan, maka
tanaman akan menjadi layu. Dalam perhitungan, banyaknya air
untuk transpirasi atau membentuk jaringan ini sulit dipisahkan
dengan banyaknya air untuk penguapan, baik penguapan dari
tanaman maupun penguapan dari tanah sekitar tanaman. Karena itu
didalam analisa, banyaknya air untuk evaporasi (penguapan) dan
transpirasi (membentuk jaringan) ini, digabung menjadi kebutuhhan
air untuk evapotranspirasi. Banyaknya air untuk evapotranspirasi ini
sering disebut pemakaian air konsumtif tanaman. Banyaknya air
untuk evapotranspirasi ini pada dasarnya hanya dapat ditentukan
melalui pengamatan/penelitian. Namun karena data dari hasil
pengamatan/penelitian tidak selalu ada, maka sering digunakan
rumus-rumus empiris untuk menghitungnya. Apalagi hasil
penelitian/ pengamatan disuatu tempat belum tentu sama dengan
hasil penelitian/ pengamatan untuk tanaman yang sama di tempat
yang lain. Dari beberapa hasil perhitungan evapotranspirasi untuk
padi sekitar 4 mm/hari.

c. Kebutuhan Air untuk Pencucian.


Kebutuhan air untuk pencucian ini diperlukan kalau pada tanah
terdapat senyawa-senyawayang merugikan tanaman seperti pada
daerah rawa. Baik pada rawa pantai maupun rawa pedalaman,
kemampuan lahan terbatas karena drainase terhambat. Terhambatnya
drainase ini menyebabkan tanah mengandung senyawa-senyawa
yang merugikan tanaman yang umumnya bersifat masam. Walaupun
kemampuan lahan dapat ditingkatkan melalui drainase, namun
kemampuan lahan ini akan cepat meningkat kalau pada lahan
tersebut dapat dialirkan air segar, sehingga senyawa-senyawa yang
merugikan tadi dapat dihanyutkan/dicuci. Banyaknya air untuk
mencuci ini tergantung dari kondisi tanah serta kondisi air segar
yang digunakan untuk mencuci. Namun seringkali terjadi, pemberian
air untuk pencucian ini tidak dapat dilakukan walau diperlukan.

d. Kebutuhan Air untuk Penggelontoran.


Kalau kwalitas air yang ada di saluran pada lahan sudah cukup
jelek akibat tercemar, maka satu-satunnya jalan adalah menggelontor
keluar air yang ada di lahan dengan memasukkan air yang baik
kedalam lahan. Seperti misalnya untuk daerah pertanian didaerah
pantai yang terluapi air laut, mungkin sulit untuk mengalirkan air
yang tercampur air asin keluar lahan dengan cara drainase biasa.
Dalam keadaan ini maka harus dimasukkan air segar untuk
mendorong air asin tadi keluar lahan.

e. Kehilangan Air karena Perkolasi.


Kehilangan air karena perkolasi adalah kehilangan air karena
air terus meresap kedalam tanah, sehingga meninggalkan daerah
perakaran dan dengan demikian tidak dapat digunakan oleh tanaman.
Baik air irigasi maupun air hujan yang jatuh ke permukaan tanah,
mula-mula akan membasahi tanah pada daerah perakaran. Tapi kalau
pemberian air tersebut berlangsung terus, maka sebagian dari air
tersebut akan terus masuk kedalam tanah sehingga meninggalkan
daerah perakaran. Besarnya kehilangan air karena perkolasi ini
sangat tergantung pada jenis tanah dan besarnya pemberian air atau
curah hujan yang jatuh. Tapi selain itu juga tergatung pada
kedudukan air tanah atau kondisi lahan. Pada daerah rawa dimana
muka air tanah tinggi, perkolasi ini akan kecil atau bahkan mungkin
tidak terjadi. Sedangkan pada daerah perbukitan atau sawah yang
berteras-teras, perkolasi ini relatif lebih tinggi dibanding dengan
pada sawah di daerah datar. Pada dasarnya perkolasi ini bisa berupa
perkolasi vertikal, yaitu meresapnya air secara vertikal kebawah dan
meninggalkan perakaran. Kemudian perkolasi horisontal, dimana
resapann terjadi kesamping. Yang terakhir ini akan lebih besar
terjadi pada daerah perbukitan.
f. Kebutuhan Air untuk Penggenangan pada Waktu Pengolahan
Tanah.
Umumnya pada waktu pengolahan tanah, sawah digenangi
dulu agar mudah dibajak. Tinggi genangan umumnya diambil 15 cm
atau 150 mm. Dapat saja sawah diolah dalam keadaan kering, namun
sesuai dengan catatan. Siregar (1981) dalam bukunya Budi Daya
Tanaman Padi di Indonesia, tanah yang diolah kering untuk tanaman
padi produktifitasnya turun antara 54 sampai 77 % dibanding dengan
kalau tanah diolah dengan digenangi. Apalagi pengolahan tanah
dalam kedaan basah akan lebih mudah dibanding dengan dalam
keadaan kering.
Menurut Standar Perencanaan Irigasi, Direktorat Jenderal
Pengairan Departemen PU (Irigasi, 1986), besarnya kebutuhan air di
sawah untuk tanaman ladang dianjurkan diambil antara 50 - 100 mm.
Sedangkann untuk tanaman tebu, dianjurkan antara 100 - 120 mm.
Untuk sawah, standar tadi menyajikan rumus kebutuhan air untuk
penyiapan lahan yang akan dibahas dalam Bab Selanjutnya. Standar
perencanaan tersebut menyampaikan bahwa banyaknya air untuk
penyiapan lahan pada tanah yang bertekstur berat tanpa retak-retak
diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan
tanah. Pada permulaan tranplatasi tidak akan ada air tersisa di sawah.
Setelah transplatasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50
mm. Secara keseluruhan, ini berarti bahwa lapisan air yang
diperlukan menjadi 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk
lapisan awal setelah transplatasi selesai.

2.15 Duiker
Plat Duicker adalah suatu konstruksi yang terdiri dari pasangan batu
dan plat beton bertulang dengan dimensi tertentu. Plat duiker bisa disebut
juga sebagai gorong-gorong karna memiliki persamaan fungsi yaitu
mengalirkan air dari saluran satu ke saluran yang lainnya, yang
membedakan hanya pada bentuk fisiknya dan bahan materialnya.

Plat duiker terdiri dari 2 bagian utama yaitu plat beton bertulang dan
pasangan batu. Pasangan batu berperan sebagai penyangga plat beton
bertulang, sedangkan plat beton bertulang berperan sebagai lintasan
kendaraan. Plat duiker banyak dijumpai pada pekerjaan jalan maupun
irigasi, mengingat biaya pengerjaannya yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan box culvert.

a) Pengertian Back Up Volume Plat Duiker


Back up volume Plat Duiker adalah rincian perhitungan volume beton,
volume pasangan batu dan volume tulangan pada konstruksi Plat Duiker.
Back up volume merupakan volume kebutuhan yang akan dikerjakan pada
konstruksi tertentu. Back up volume akan menjadi dasar untuk menghitung
RAB (Rencana Anggaran Biaya). Dari RAB akan diketahui jumlah biaya
yang diperlukan dalam membuat konstruksi yang sudah include PPN 11%.

b) Menghitung Volume Beton Plat Duiker


Dasar acuan untuk menghitung volume beton adalah menggunakan
gambar kerja. Dari gambar kerja dapat dilihat bentuk, ukuran plat duiker.
Untuk menghitung volume beton duiker menggunakan rumus luas bidang
datar dikalikan panjang atau tebal dan hasil hitungan volume dalam satuan
meter kubik.
Sumber :https://retorikabanua.id/wp-content/uploads/2021/07/IMG-20210702-
WA0058.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian berada diKabupaten Kep.Siau provinsi Sulawesi
Uatara. Pemilihan lokasi ini karena daerah tersebut sedang mengembangkan
komoditi tanaman Palawija . Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan
yaitu mulai Oktober hingga November 2022

3.2. Tinjauan Umum


Sebelum merencanakan suatu bangunan irigasi diperlukan adanya
survey dan investigasi untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap
dan teliti. Metodologi yang baik dan benar merupakan acuan untuk
menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu diambil dalam
perencanaan. Metodologi penyusunan perencanaan bangunan irigasi adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah
2. Studi pustaka
3. Analisis hidrologi
4. Perencanaan konstruksi dan cek stabilitas
5. Gambar rencana

3.3 Pengumpulan Data


Dalam tahapan ini diperlukan data-data yang memenuhi agar
perencanaan dan pelaksanaan dapat tepat sasaran dan efektif. Data yang
dijadikan bahan acuan dapat diklasifikasikan menjadi 2 data, yaitu :

3.3.1. Data Primer


Data primer adalah data yang diperoleh dari dosen pengampu
untuk dapat langsung dipergunakan sebagai sumber dalam
perancangan bangunan.
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli atau pihak pertama. Data primer secara
khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan riset
atau penelitian. Data primer dapat berupa pendapat subjek riset
(orang) baik secara individu maupun kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian, atau kegiatan, dan hasil
pengujian. Manfaat utama dari data primer adalah bahwa unsur-unsur
kebohongan tertutup terhadap sumber fenomena. Oleh karena itu, data
primer lebih mencerminkan kebenaran yang dilihat. Bagaimana pun,
untuk memperoleh data primer akan menghabiskan dana yang relatif
lebih banyak dan menyita waktu yang relatif lebih lama. Pada
penelitian ini menggunakan data primer berupa kondisi bendung dan
bangunan jaringan irigasi di lapangan yang diperoleh dengan cara
survey lapangan.

3.3.2. Data Sekunder


Data sekunder yaitu data-data kearsipan yang diperoleh dari
literatur yag ada dan berpengaruh pada perencanaan. Data sekunder
adalah data yang diambil dari sumber lain oleh peneliti. Biasanya
data-data ini berupa diagram, grafik, atau tabel sebuah informasi
penting seperti sensus penduduk. Data sekunder bisa Anda kumpulkan
melalui berbagai sumber seperti buku, situs, atau dokumen
pemerintah.
Manfaat dari data sekunder adalah lebih meminimalkan biaya
dan waktu, menciptakan tolak ukur untuk mengevaluasi data primer,
dan memenuhi kesenjangan-kesenjangan informasi. Jika informasi
telah ada, pengeluaran uang dan pengorbanan waktu dapat dihindari
dengan menggunakan data sekunder. Manfaat lain dari data sekunder
adalah bahwa seorang peneliti mampu memperoleh informasi lain
selain informasi utama. Selain data primer pada penelitian ini sangat
memerlukan data sekunder yang didapat dari beberapa pihak terkait,
data sekunder tersebut diantaranya adalah skema irigasi dan luas
daerah irigasi, peta topografi, data pola tanam data curah hujan, data
klimatologi dan data debit sungai

3.4. Metodologi Perencanaan Bendung


Metode perencanaan digunakan untuk menentukan langkah-langkah
yang akan dilakukan dalam perencanaan bendung. Adapun metodologi
perencanaan yang digunakan adalah :

3.4.1. Identifikasi Masalah


Untuk dapat mengatasi permasalahan secara tepat, maka pokok
permasalahan harus diketahui terlebih dahulu. Solusi masalah yang
akan dibuat harus mengacu pada permasalahan yang terjadi.
3.3.1 Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan untuk mendapatkan acuan dalam
analisis data perhitungan dalam perencanaan bending serta
perencanaan irigasi
3.3.2 Analisa Data
Data yang telah didapat diolah dan dianalisis sesuai dengan
kebutuhannya. Masing-masing data berbeda dalam pengolahan dan
analisanya. Dengan pengolahan dan analisa yang sesuai maka akan
diperoleh variabel-variabel yang akan digunakan dalam perencanaan
bendung.
3.3.3 Perencanaan Konstruksi
Hasil dari analisa data digunakan untuk menentukan
perencanaan konstruksi bendung yang sesuai, dan tepat disesuaikan
dengan kondisi-kondisi lapangan yang mendukung konstruksi
bendung tersebut.
3.3.4 Gambar Bagan Alir Penelitian
Pembuatan plat duiker yang direncanakan disusun secara rinci
dan bangunan yang telah diperhitungkan dimensinya, diwujudkan
dalam gambar yang jelas dalam skala yang ditentukan.
Bagan Alir Perencanaan

MULAI

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Analisis Hidrologi

Perencanaan Ya

Konstruksi

Stabilitas
Konstruksi

Aman
Tidak

Gambar Konstruksi

SELESAI
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data
Pada suatu daerah pengairan yang potensional, dibutuhkan
sebuah bangunan penangkap air disungai berupa bangunan bendung tetap.
Berdasarkan keadaan fisik lapangan dan hasil analisis data
hidrologi, diperoleh data – data sebagai berikut :

Debit Banjir Rencana = 275 m3/dt


Kemiringan Memanjang Dasar Sungai = 1 : 800
= 0,00125
Luas Daerah Irigasi Sebelah Kanan = 2000 Ha
Luas Daerah Irigasi Sebelah Kiri = 1500 Ha
Lebar Sungai Pada As Bendung = 60 meter
Ketinggian Dasar Sungai Pada As Bendung = + 4,5 m
Elevasi Sawah Tertinggi = + 6.00 m
Jarak Bendungan ke Lokasi Sawah = 2000 m
Jenis Tanaman Yang Akan Dialiri = Padi
Kebutuhan Air Untuk Tanaman = 0,96 ltr/dt/ha

Rencanakan Bendung Tetap tersebut dengan berdasarkan pada :


a. Kriteria Perencanaan Irigasi KP – 02
b. Ketentuan USBR untuk bentuk kolam olak bangunan
c. Ketentuan Gambar Teknik
d. Data yang belum tercantum agar ditentukan dan recanakan sendiri
sesuai dengan ketentuan atau menyebut sumbernya.
e. Rencanakan Duiker yang melewati saluran
4.2. Perancangan Tubuh Bendung
4.2.1 Perancangan Elevasi Mercu Bendung
Menentukan elevasi mercu bendung adalah suatu proses
perhitungan untuk mendapatkan tinggi mercu sehingga didapat elevasi
yang optimal bagi jaringan irigasi tersebut.
Tinggi Mercu = Elevasi Mervu – Elevasi Dasar Sungai
Faktor – faktor yang mempengaruhi peil (ketinggian) mercu bendung :
1. Elevasi Sawah Tertinggi = 6.00 m
2. Peil muka air sawah tertinggi = 0,15 m
3. Kehilangan tekanan dari sawah ke sawah = 0,10 m
4. Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke tersier = 0,10 m
5. Kehilangan Tekanan dari saluran primer ke sekunder = 0,10 m
6. Kehilangan tekanan karena turning saluran = 0,15 m
7. Kehilangan tekanan dari alat ukur = 0,40 m
8. Kehilangan tekanan karena eksploitasi = 0,10 m
9. Persediaan untuk lain-lain bangunan = 0,25 m
10.Kehilangan tekanan sungai ke primer = 0,20 m
Jadi, Ketinggian Elevasi Mercu Bendung adalah 7,55 m

4.2.2 Perhitungan Tinggi Muka Air Sebelum Ada Bendung


Dalam menghitung tinggi muka air sebelum ada bendung
diperlukan suatu asumsi bentuk penampang sungai. Dalam
perhitungan ini penampang sungai dianggap berbentuk trapesium
dengan perbandingan kemiringan talud 1:1, dengan dimensi sebagai
berikut :
Lebar dasar sungai rerata (b) = 60 m
Kemiringan rata – rata dasar sungai (I) = 0,00125
Gambar 4.1. Penampang basah
Sumber : Perencanaan Kelompok
Penggunaan rumus debit berdasarkan landasan teori bab 2 pada
sub bab tinggi muka air sebelum ada bendung, dengan rumus sebagai
berikut:
Q = A.V
Q = 275 m3/dt
Penampang sungai diasumsikan berbentuk trapesium, rumus
yang digunakan berdasarkan landasan teori bab 2 pada sub bab tinggi
muka air sebelum ada bendung. Adapun persamaan luas penampang
sungai adalah sebagai berikut :
A = (b + m.h)h
= ( 60 + 1.h ).h
= 60 h + h2
P=B+2 h . √ 1+ m2
Persamaan keliling basah tampang sungai menggunakan rumus
berdasarkan landasan teori bab 2 pada sub bab tinggi muka air
sebelum ada bendung, yaitu :
P=60+2 h . √ 1+12
P=60+2 h . √ 2
A 275 h+h2
R= =R= `
P 275+2 h √ 2
V =C √ R . I
87
C=
Jb
1+
√R
87
V= √R . I
0 , 85
1+
√R
87 √ R
V= √ R .0,0033
√R. 0,00125
0 , 85+ √ R
Tabel 4.1. Perhitungan Tinggi Muka Air di Hilir Bendung
H A P R V Q
0,7 28,49 41,979 0,6787 1,4416 41,0710
1 41,00 42,828 0,9573 1,8614 76,3193
2,5 106,25 47,071 2,2572 3,4114 362,4673
3,5 152,25 49,899 3,0511 4,1774 636,0129
3,985 175,28 51,263 3,4192 4,5039 789,4392
Sumber : Perencanaan Kelompok
Dari tabel 4.1 diatas, tinggi muka air dihilir bendung dihitung
dengan menggunakan interpolasi, sebagai berikut.

2,5

76,3193 350 362,4673

( ( 275−76,3193 )
X = 1 + ( 2 , 5−1 ) ( 362,4673−76,3193 ) )
( ( 198,6807 )
X = 1 + ( 1 , 5 ) ( 286,148 ) )
X = 1 + ( ( 1 , 5 ) 0,69432 )
X = 1 + ( 1,04148 )
X = 2,04148 m

Maka diperoleh tinggi muka air (h) adalah 2,04148 m


Elevasi dasar sungai dihilir = 4,5 m
Tinggi air banjir (h) = 2,04148 m +
Elevasi air dihilir bendung = 6,54148 m

4.2.3 Penentuan panjang mercu bendung


Panjang mercu bendung ditentukan 1,2 kali lebar sungai rata-rata.
Panjang mercu bendung = 1,2 * 60 m = 72 m

4.2.4 Penentuan lebar lubang dan pilar pembilas


Untuk sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter, lebar
bangunan pembilas diambil 1/10 kali dari lebar bentang bendung.
Lebar bangunan pembilas = 1/10*60 m = 6 m
Lebar satu lubang maksimal 2,50 m untuk kemudahan operasi
pintu dan jumlah lubang tidak lebih dari tiga buah.
Pembilas dibuat 2 buah, masing-masing 2,00 m. Pintu pembilas
ditetapkan 2 buah dengan lebar masing-masing pilar 1,00 m

4.2.5 Menentukan Lebar Efektif Bendung


Beff = B mercu – 2 (n.Kp + Ka1 + Ka2) . H1
Dimana :
n = jumlah pilar
Kp = Koefisien konstruksi pada pilar
Ka = Koefisien Konstruksi pada Abuttment
H1 = Tinggi energi dihilir
Tabel 4.1 Harga-Harga Koefisien Ka dan Kp
Bentuk Pilar Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang 0,02
dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal
pilar
Untuk pilar berujung bulat 0,01
Untuk pilar berujung runcing 0
Bentuk Pangkal Tembok Ka
Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90˚ ke 0,20
arah aliran
Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90˚ ke 0,10
arah aliran dengan 0,5 He > r > 0,15 He
Untuk pangkal tembok bulat dimana r >0 ,5 H 1 dan tembok hulu 0
tidak lebih dari 450 ke arah aliran

Beff = B mercu – (2 . n . Kp + Ka1 + Ka2) . H1  KP 02 Hal.38


= 42 – (2 . 2 . 0.01 + 0,1) . 2,04148
= 41,7141 m

4.3 Perhitungan Dimensi Peredam Energi


4.3.1 Pemilihan tipe peredam energi
Sungai di daerah ini mengandung tanah yang sedikit berpasir
sebagai angkutan sedimen, maka bangunan peredam energi yang
dipilih yaitu lantai datar dengan tipe USBR.

4.3.2 Desain dimensi peredam energy


 Perhitungan angka korelasi C
P = Elevasi mercu bendung - ketinggian dasar sungai pada as
bendung
= 7,55 – 4,5 = 3,05
 Kecepatan awal loncat air (v1)
Berdasarkan KP-02 hal 56 untuk menentukan kecepatan
awal loncatan digunakan persamaan sebagai berikut:
v1 = [2g (1/2 Ha + P)]1/2
= [2 * 9,81 m/dt2 (1/2 * 2,04148 m + 3,05 m)] 1/2
= 7,09 m/dt
 Debit desain persatuan lebar (q)
q = Q / Be
= 275 / 41,7141
= 6,59 m3/dt/m

 Kedalaman air di hilir: D2 = Y


Q = C * L* Y3/2
Q = 275 m3/dt
Y = (q/v1)
= (6,59 / 7,09)
= 0,92 m
 MencariFR (FroudeNumber)
V1
= √ g .Y
FR
Dimana:
FR = BilanganFroude
v 1 =Kecepatan awal loncat air (m/dt)
2
g = Percepatangravitasi (9,8 m/dt )
Y = Kedalaman air di hilir
9 , 15
FR =
√ 9 ,8∗0 , 92
= 3,04
Syarat penelitian Kolam olak USBR berdasarkan
(Fr) Fr > 1,7 typeI
1,7> Fr> 2,5 typeII
2,5< Fr< 4,5 typeIII 2,5< 4,09< 4,5 OK!
Fr > 4,5 typeIV

4.4 Menentukan Debit Saluran

1.Data luas daerah irigasi yang dialiri pada sebelah kanan dan kiri = 3500 Ha
2.Kebutuhan air untuk tanaman padi = 0,96 ltr/dt/ha
3.Debit pengambilan = 2,240 m3/dt

Untuk mendimensi saluran ada beberapa unsur, disini dipakai Rumus Striky
q =VxA
V = K x R2/3 x I1/2
Dimana :
q = Debit saluran (m3/dt)
v = Kecepatan aliran (m/dt)
I = Kemiringan dasar saluran
R = jari-jari Hidrolis (m),

Dimana :

R = A/O
O = Keliling basah (m)
Perhitungan :
Q = 2,240 m3/dt
Berdasarkan tabel KP-02 hal 125 didapat:
m = 1,0
n = 1,0
K = 35
Menurut Lacey dalam teori and Design of Irigation Structure
kecepatan pengaliran pada suatu saluran dengan jenis arah tertentu.
V= [ ]
Q
A
Dimana :
Q = Debit rencana saluran (m3/dt)
f = Silf Fouster (untuk clay A = 0,4)

Maka dapat dihitung :


A = (B+mh)h
= h2 (m + n)
= h2 (1,0 + 1,0)
= 2h2

O = b + 2 .h√ 1 m2
= h (n + 2√ 1 m2
= h ( 1 +√ 1.12 ) 2
= 4h

A 2h ²
R= =
O 4h
= 1/2h

V= [ ]
Q.f ²
140
= [ ]
2,240 .0 , 4²
140

= 0,00256 m3/dt  0,13679 m/dt

Q
V=
A
 = 2,240
2h²

h ² = 8,18
h = 2,86 m

Maka :

H = 2,86 m
B = n . h = 1,0 . 2,86 = 2,86 m
A = 2h2 = 2 . (2,86)2 = 16,3592 m
R = 1/2h = 0,5 . 2,86 = 1,43 m

Rumus Manning :
V = K x R2/3 x I1/2

0,13679 = 60 x 1,43/3 x 11/2

11/2 = 0,13679 2/3 = 0,0030


60 x 0 , 75

Tinggi jagaan (w) = 0,2 x 0,15 x Q1/2


= 0,2 x 0,15 x 2,2401/2
= 0.044899 m

4.5 Perhitungan pintu pengambilan kanan

Diketahui Q pengambilan = 2,240 m3/dt

Tinggi ambang diambil dari elevasi dasar bendung karena sungai


mengangkut pasir dan kerikil.

Dengan kecepatan air v = 1,00 m/dt ditetapkan butir-butir berdiameter


0,01 s/d 0,04 m dapat masuk, untuk itu diambil rumus :

Q =.b.a √ 2. g . z

Dimana :
Q = Debit (m3/dt)
µ = Koefisien debit untuk bukaan dibawah permukaan air dengan
kehilangan energi kecil µ = 0,80
b = lebar bukaan, n
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi (g=9,8 m/dt)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (0,15 m)
Maka :

b = 0,8 a
Q = 1,2 Qp = 1,2 x 2,240 = 2,688 m3

Q
a.b =
√2 gz
2,240
a.0,8.a =
0 , 8 √2 .9 , 8.0 ,15
0,8 a2 = 1,6329  a = 1,42872

B = 0,8 a
= 0,8 x 1,42872
= 1,14297
Bp = (b + 2. 0,15)
= (1,14279+ 2. 0,15)
= 1,44279 m
ap = (a + 0,15)
= (1,42872 + 0,15)
= 1,57872 m
Jadi digunakan pintu pengambilan dengan lebar = 1,44279 m dan
tinggi = 1,57872 m, Untuk lebar pengambilan utama

(w) = lebar pembilas / 0,6


= 4 / 0,6
= 6.67
4.6 Perhitungan pintu pengambilan kanan

Dalam rencana pintu pembilas direncanakan 2 buah terletak disebelah


kanan mercu, sedangkan untuk lebar bangunan pembilas diambil dengan
harga:
1 1
= dari lebar sungai pada as bendung
6 10

Lpbl = 1/10 . 40 = 4 m s

Maka : 4 / 2 = 2 m

4.7 Lebar pintu pembilas

Dipergunakan pintu pembilas dengan lebar masing – masing 1 pintu =


2,00 m dengan menggunakan 2 pilar a = 1 m. Untuk tinggi pintu pembilas
sama dengan tinggi bendung ditambah dengan 0,5 m
Jadi elevasi dinding pemisah (Edp)

Edp = +25,55 + 0,5 = 26,05 m


Sedangkan untuk elevasi dasar pintu direncanakan 0,5 m dari mercu
Jadi elevasi dasar pintu pembilas (Epp)
Epp = +22,50 – 0,5 = 22,00 m
Kecepatan aliran yang digunakan untuk menghanyutkan semua sedimen
yang terbawa air sungai mengendap didepan pintu pengambilan diambil
dengan rumus :

Vc = 1,5. C.d1/2

Dimana :
Vc = kecepatan kritis yang diperlukan untuk pembilasan (m/dt)
C = Koefisien yang tergantung dari bentuk sedimen (5,5)
d = diameter maksimum butir (0,10 m)

maka:
Vc = 1,5 . 5,5 (0,10)1/2
= 2,609 m/dt
Jadi debit yang diperlukan untuk pembilasan
Pintu terbuka penuh

Kecepatan aliran adalah :

V = c . √ 2 gz
Dimana :
V = kecepatan aliran (m/dt)
P = Tinggi muka air (25,55 –24,00) = 1,55 m
C = koefisien (0,75)
Z = 1/3.P = 1/3. 1,55 m = 0,516
Maka :
V = 0,75 .√ 2 .9 , 8 . 0,516 = 2,385 m/dt
Vc =V
2,609 = 2,385 m/dt

4.8 Perhitungan Kantong Lumpur


Tujuan : pengendapan pasir atau lumpur agar tidak masuk kehilangan
energi dalam saluran, sebab bila pasir atau lumpur terbawa masuk dalam
saluran akan mengakibatkan terjadinya pengendapan. sehingga mengurangi
kapasitasnya. Kriteria dan bentuk Hidrolis :
1. Pembilasan dilaksanakan secara hidrolis
2. Perhitungan kemiringan dasar kantong lumpur dan besar debit pembilas
ditentukan dengan memperhatikan bahwa kecepatan rata-rata dapat
menimbukan tumbuhnya vegetasi atau pengendapan partikel-partikel
lempung.
3. Besarnya kecepatan hendaknya selalu dibawah kecepatan kritis, karena
kecepatan super kritis akan mengurangi efektifitas proses pengambilan.
4. Panjang kantong lumpur ditetapkan sedemikian rupa sehingga cukup
waktu untuk mengendapkan butiran.
Gambar 4.2 potongan memanjang kantong lumpur

Diasumsikan ukuran butiran sedimen = 0,67 mm

Direncanakan pembilasan dilakukan 1x seminggu


(T) T = 7 hari
= 7 x 24 x 3600
= 604800
Kebutuhan pengambilan (Qn) = 8,40 m3/dt

Volume kantong lumpur (V) = 0,0005x Qn x T

= 0,0005 x 8,40 x 604800

= 2540,16

Qn
Luas permukaan rata-rata (Lb) =
w
Qn = Kebutuhan pengambilan (m3/dt)
W = Kecepatan endapan partikel sedimen (m/det)
¢ partikel = 0,007 mm
Berdasarkan buku petunjuk perencanaan irigasi bagian penunjang
halaman 64 kecepatan endapan w dapat dibaca pada gambar 3.5, karena di
indonesia dipakai suhu air sebesar 200 C dengan diameter 0,07 mm,
kecepatan endap w menjadi 0,004 m/dt. Maka
Qn
Lb =
w
 Lb = 0,300
0,004
= 75.0 m2

Dari KP-02 hal 141 diperoleh :


L/B > 8 maka,dapat dihitung
B dan L Lb =75m2
Lb > 8
L>8b  Lb= 75.0
8b2 = 75.0

75.0
b< 8
b < 3,061
b dipakai 3,061  L > 8b
L > 8. 3,061
L > 24,49 m

Jadi b < 3.061 m dan L > 24,49 m

4.9 Menentukan tinggi P

Dari grafik 3.8 hal 68 Kp penunjang, untuk d = 0,007 m diambil


kecepatan kritis Vcr didaerah bergerak = 0,015 m/dt.

Vcr = gh
z
v
I1/2 =
√g . h
0,015
I1/2 =
√ 9 ,8 . 0 , 8
= 2,8 x 10-5
P = I x L = 2,8 x 10-5 . 24,49 = 6,8 x 10-4
= 0,6m
4.10 Menentukan kolam pengendap

V = 0,399 m/dt
Q = 0,300 m3/dt
Q 0,300
A = = = 0,752 m2
v 0,399
A = (b+h).h
0,867 = (0,8 b + 0,82)
0,867−0 ,64
b = = 0,284 m
0,8
o = b + 2h √ 1+m ²
= 0,284 + 2. 0,8 √ 1+1²
= 2,55 m
A 0,867
R = = = 0,340 m
O 2 , 55
v 0,399
I1/2 = = = 9,86 . 10-2
k . R ² 35.0,340

4.1 Sand Trap Kanan ( Cara II)

Diketahui :
Q pengambilan = 0,300 m3/dt
 bazin pasang batu = 0,46
h = 0,8 m
b = 0,284 m
Ap = h ( b + m.b)
= 0,8 ( 0,284 + 1.0,284)
= 0,454 m
Pp = b + 2h √ m ²+1²

= 0,284 + 2. 0,8 √ 1+1 = 2,55 m

Ap 0,454
Rp = = = 0,178
Pp 2 , 55

Qp 0,300
V = = = 0,660
Ap 0,454

V = c √R.I

I pengambilan = 0,5 [
√ v
c. R½
¿ ]¿

= 0,5 [
√ 0,399
49,254 .0 , 34
¿ ]¿

= 7,7 . 10-2

4.2 Perhitungan Pembilasan

Q pembilasan = 1,2 x Q pembilasan

= 1,2 x 0,300

= 0,36 m3/dt

b = 0,284 m

V pembilasan = 2,75 m/dt

Ap 0,360
Ap = = = 0,131
v 2 ,75

Ap 0,131
h pembilasan = = = 0,461 m
b 0,284

h kritis =

3 Q ² (b+2 m .h)
g (hk )

R² b
Tembok tegak = m = 0 ……….. = =
g b³
Check untuk = 1,1


2
1 , 1 ( 0,360 ) .0,284
3
h kritis = = 0,268 m
9 , 8(0,284 )
h kritis = 0,268 m
h pembilasan = 0,461 m

Jadi pengaliran dalam keadaan meluncur


P = b + 2.h pembilas
= 0,284 + 2.0,461
= 1,206 m

4.3 Stabilitas Bendung

Gambar gaya-gaya yang bekerja pada tubuh bendung


Gaya – gaya yang bekerja pada bendung

1. Akibat berat sendiri


Gaya = Tinggi x lebar x berat jenis beton
(Untuk bendung segitiga dikalikan ½)
Momen = Gaya x lengan
Kode Tinggi Lebar Berat Gaya Lengan Momen
(m) (m)
Jenis (ton) (m) (ton/m)
G1 8,20 4,00 2,20 72,16 5,2 375,232
G2 7,50 3,00 2,20 49,50 4,7 232,650
G3 1,50 0,75 2,20 2,475 6,81 8,415
Ea 1,50 2,50 2,20 8,250 1,25 10,313
132,385 626,610

2. Akibat tekanan air


a. Pada keadaan Air Normal

Kode Tinggi Lebar Berat Gaya Lengan Momen


(m) (m)
Jenis (ton) (m) (ton/m)
W 5,06 5,06 1,00 5,192 5,192 67,07

b. Pada keadaan Air banjir

Gaya (ton)
Kode
H V
W1 5,06 5,06 1 12,801 5,192 66,467
W2 5,06 1,00 1 5,060 6,025 30,487
W3 1,87 1,5 1 -2,805 7,485 -20,995
W4 2,71 2,71 1 -3,672 0,903 -3,316
W5 2,71 2,71 1 -3,672 1,807 -6,635
14,189 -6,477 66,008

3. Akibat Gempa
Gaya gempa = gaya x Koefisien Gempa

Kode Koefisien Gaya Gaya Lengan Momen


Gempa(m) (ton) gempa(t/m3) (m) (t/m)
G1 0,15 28,215 4,22 4,275 18,092
G1 0,15 54,673 8,201 3,850 31,573
G1 0,15 1,238 0,186 1,000 0,185
G1 0,15 8,250 1,238 0,750 0,928

4. Akibat Endapan lumpur


Endapan lumpur dianggap setinggu mercu bendung = 5,06 m

W = 1000 kg/m3
S = 1800 kg/m

θ = 30 0
Ka = 0,333

Gaya Horizontal = 0,5 x 5,06 2x (1800-1000) x 0,333

= 3410,40 kg

Lengan = 5,192 m
Momen = Gaya horizontal x lengan

= 3410,40 x 5,192

= 17706,7968 kg/m

= 17,7068 ton/m

5. Gaya akibat tekanan Tanah aktif


Asumsi yang timbul sub
γ = 1,599
γw = 1 t/m3
ϑ = 100
C = 0,0300

Ka = 0,704

Pada keadaan Air Normal


Beban diatasnya :
q = h x w = 5,05 x 1 = 5,05 t/m2

σ a1 = q x ka x 2c x √ ka
= 5,05 x 0,704 – 2 x 0,03 √ 0,704
= 3,556 – 0,05

= 3,505 t/m2

σ a2 = (γsub-γw) x t x ka
= (1,599 – 1) x 3,5 x 0,704
= 1,476 t/m2

Kode Uraian Gaya (t) Lengan (m) Momen (m)


Pat1 3,505x3x5 12,268 1,750 21,468
Pat2 0,5x1,476x3, 2,583 1,167 3,015
5
6. Up Lift Pressure
Px – Hx – Lx/L : Δ H
Dimana :

Px = Gaya angkat pada x (kg/m2)


L = Panjang kotak bendung dan tanah bawah (m)
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)
Hx = Tinggi energi dihulu bendung (m)
a. Pada Keadaan Air Normal
No Hx Lx L H Px
A 5,05 0 28,55 2,712 5,05
B 8,55 3,5 28,55 2,712 8,182
C 8,55 4,66 28,55 2,712 8,130
D 7,05 5,667 28,55 2,712 6,455
E 7,05 7,094 28,55 2,712 6,306
F 8,55 8,594 28,55 2,712 7,649
G 8,55 9,427 28,55 2,712 7,561

Momen Up Lift Pressure pada kondisi normal dititik x

No Uraian Gaya Gaya Lengan Momen


Titik Gaya Vertikal Horizontal (m) (kgm)
A–B 0,5x3,5x(5,05+8,182) 23,1566 1,458 33,762
B–C 0,5x1,5x(8,182+8,130) 12,2342 8,675 106,130
C–D 0,5x0,75x(8,130+6,455) 5,470 7,613 41,643
D–E 0,5x3,8x(6,455+6,306) 24,246 5,083 123,242
E–F 0,5x2,0x(6,306+7,649) 13,955 0,75 10,466
F–G 0,5x1,5(7,679+7,561) 11,408 1,25 14,260
53,357 37,111 329,503
b. Pada Keadaan Air Banjir
No Hx Lx L H Px
A 5,05 0 28,55 2,712 5,05
B 8,55 3,5 28,55 2,712 8,182
C 8,55 4,66 28,55 2,712 8,130
D 7,05 5,667 28,55 2,712 6,455
E 7,05 7,094 28,55 2,712 6,306
F 8,55 8,594 28,55 2,712 7,649
G 8,55 9,427 28,55 2,712 7,561
Momen Up Lift Pressure pada kondisi normal dititik x
No Uraian Gaya Gaya Lengan Momen
Titik Gaya Vertikal Horizontal (m) (kgm)
A–B 0,5x3,5x(7,76+10,691) 32,290 1,458 47,08
B–C 0,5x1,5x(10,691+10,61) 15,976 8,675 138,592
C–D 0,5x0,75x(10,61+8,839) 7,293 7,613 55,522
D–E 0,5x3,8x(8,839+8,609) 33,151 5,083 168,507
E–F 0,5x2,0x(8,609+9,644) 18,253 0,75 13,690
F–G 0,5x1,5(9,644+9,508) 14,364 1,25 17,955
70,784 50,543 441,346

4.4 Stabilitas Bendung Pada Keadaan Air Banjir


1. Terhadap Guling
a. Momen Tahanan

Beban sendiri = 626,610 tm


Up Lift Pressure = 0,380 tm +
---------------- MG = 626,99 tm
b. Momen Guling
Tekanan Lumpur = 17,488 tm
Tekanan air = 89,879 tm
Tekanan Tanah = 32,549 tm
Up Lift = 0,060 tm
Akibat Gempa = 50,780 tm +
MG = 190,716 tm
MT 626 , 99
Syarat Keamanan = = 3,287 > 1,5 OK
MG 190,716
2. Terhadap Geser

a. Gaya Vertikal
Berat sendiri = 92,376 ton
Tekanan air =-
Up Lift Vertikal = 0,053 ton
------------------ v = 92,323 ton

b. Gaya Horizontal
Tekanan Lumpur = 3,36 ton
Tekanan Air = 14,219 ton
Tekanan tanah = 19,465 ton
Up Lift Horizontal = 0,050 ton
Akibat gempa = 13,847 ton +
--------------- H = 50,846 ton

F . V 0 ,75 . 92,323
Syarat Keamanan = = 1,361 > 1,25 OK
H 50,846

4.5 Stabilitas Bendung Pada Keadaan Air Normal


1. Terhadap Guling
a. Momen Tahanan
Beban sendiri = 626,610 tm
Up Lift Pressure = 0,285 tm +
---------------- MG = 626,895 tm
b. Momen Guling
Tekanan Lumpur = 17,488 tm
Tekanan air = 66,09 tm
Tekanan Tanah = 24,483 tm
Up Lift = 0,044 tm
Akibat Gempa = 56,780 tm +
------------------ MG = 164,845 tm
MT 626,895
Syarat Keamanan = = 3,802 > 1,5 OK
MG 164,845

2. Terhadap Geser
a. Gaya Vertikal
Berat sendiri = 92,376 ton
Tekanan air =-
Up Lift Vertikal = 0,053 ton –
------------------ v = 92,323 ton
b. Gaya Horizontal
Tekanan Lumpur = 3,36 ton
Tekanan Air = 12,751 ton
Tekanan tanah = 14,851 ton
Up Lift Horizontal = 0,037 ton
Akibat gempa = 13,847 ton +
--------------- H = 44,846 ton
F . V 0 ,75 . 92,323
Syarat Keamanan = = 1,544 > 1,25 OK
H 44,846

4.6 Gambar bendungan


4.7 Skema irigasi

4.8 Perencanaan Saluran Irigasi


4.17.1 Saluran Primer
Diketahui :Tinggi Saluran (h) =1m

Lebar Dasar Saluran (B) = 1,7 m


Tinggi Muka Air (H) = 0,89 m
Koer Kekasaran manning (n) = 0,013
Kemiringan dindig saluran (s) = 0,0033

0,89 m

1,7 m
1. Penyelesaian mencari debit saluran primer :

Luas penampang basah A :


A=B.H
= 1,7 . 1 = 1,7 m2
Keliling basah A :
P =B+2H
= 1,7 + (2 . 1) = 3,7 m
Jari-jari hidraulik R :
R =A/P
= 1,7/3,7 = 0,50 m
Hitung kecepatan aliran V
V = 1/n x R ( 2 / 3) S ( 1 / 2)

= 1/0,013 x 0,50 ( 2 / 3) 0,0033 ( 1 / 2)

= 1,11 m3/det
Hitung debit saluran Qs

Qs = A x V

= 1,5 m2 . 1,11 m2/det

= 1,67 m3/det

Diketahui :

Debit Q = 1,67 m3/det


Lebar Dasar (B) = 1,7 m
Kemiringan Dasar Saluran (So) = 0,0033
Koer Kekasaran manning (n) = 0,013
Kemiringan dinding saluran (m) =2
(1= vertikal dan 2 = horizontal)

2. Penyelesaian mencari kedalaman normal Yn dan kecepatan normal:

Luas penampang basah A :


A = B.Yn + m.(Yn) 2
= 1,7.Yn + 2.(Yn) 2
Keliling basah P :
P = B+2Yn (1+m2)
= 1,7+2Yn (1+22)
Jari-jari hidraulik R :
R=A/P
= 1,7.Yn + 2.(Yn) 2
1,5+2.Yn 1+22
Hukum Kontinuitas : Q = A.v
Kecepatan aliran menurut Rumus Manning :
1 ( 2 / 3) 1/2
v= R S
n

Sehingga : Q
1 ( 2 / 3) 1/2
= A. R S
n
2/3
1,67 = 1,7.Yn + 2.(Yn)2 . 1/0.013. 1,7.Yn + 2.(Yn) . 0,0033 1/2
1,7+2.Yn 1+22
2/3
1,67 . (0,025) = 1,7.Yn + 2.(Yn)2. 1,7.Yn + 2.(Yn)

0,0016 1/2 1,7+2.Yn 1+22

2/3
1,38 = 1,5.Yn + 2.(Yn)2. 1,5.Yn + 2.(Yn)
1,5+2.Yn 1+22

Yn A P A/P R2/3 AR2/3


1,38 1,7 4,18 0,39 0,530 0,85

Dari perhitungan diatas didapat :


Kedalaman normal Yn = 1,38
Luas penampang basah An = 1,7 m2
Kecepatan aliran Vn = 0,85 m/det

4.17.2 Saluran Sekunder

Diketahui :
Tinggi Saluran (h) = 0,90 m
Lebar Dasar Saluran (B) =1m
Tinggi Muka Air (H) = 0,90 m
Koer Kekasaran manning (n) = 0,013
Kemiringan dindig saluran (s) = 0,0033
1m
1. Penyelesaian mencari debit saluran primer :
Luas penampang basah A

A =B.H
= 1 m . 0,90 m = 0,90 m2

Keliling basah A

P =B+2H
= 1m + 2 (0,90) m = 2,8 m2

Jari-jari hidraulik R
R = A/P
= 0,90 / 2,8 = 0,322 m

Hitung Kecepatan Aliran V


V = 1/0,013 . 0,322 ( 2 / 3) 0,0033 ( 1 / 2)
= 2.075 m3/det

Hiung Debit Saluran Qs


Qs = A . V
= 0,90 m2 . 2.075 m2/det
= 1,5 m3/det

2. Penyelesaian mencari kedalaman normal yn dan kecepatan

normal:

Luas penampang basah A :


A = B.Yn + m.(Yn) 2
= 1.Yn + 2.(Yn) 2
Keliling basah P :
P = B+2Yn (1+m2)
= 1+2Yn (1+22)
Jari-jari hidraulik R :
R =A/P
= 1.Yn + 2.(Yn) 2
1+2.Yn 1+22
Hukum Kontinuitas : Q = A.v

Kecepatan aliran menurut Rumus Manning :


1 ( 2 / 3) 1 / 2
v = R S
n
Sehingga :

Q = A. 1 R ( 2 / 3) S 1 / 2
2/3
1,2 = 1.Yn + 2.(Yn)2 . 1/0.013 . 1.Yn + 2.(Yn) . 0,0016 1/2

1 + 2.Yn 1+22

1,5 . (0,013) = 1.Yn + 2.(Yn)2 . 1.Yn + 2.(Yn) 2/3

0,0033 1/2 1 +2.Yn 1+22

0,39 = 1.Yn + 2.(Yn)2 . 1 .Yn + 2.(Yn) 2/3

1 +2.Yn 1+22

Yn A P A/P R2/3 AR2/3


0,8 1,5 3,29 0,28 0,426 0,40

Dari perhitungan diatas didapat :


Kedalaman normal Yn = 0,8
Luas penampang basah An = 1,5 m2
Kecepatan aliran Vn = 0,40 m3/det
4.17.3 Saluran Tersier

Diketahui :
Tinggi Saluran (h) = 0,7 m
Lebar Dasar Saluran (B) = 0,85 m 0,7 m
Tinggi Muka Air (H) =
Koer Kekasaran manning (n) = 0,025
Kemiringan dindig saluran (s) = 0,009 0,85 m

1. Penyelesaian mencari debit saluran primer :

Luas Penampang Basah A


A =B.H
= 0,85 m . 0,7 m = 0,595 m2

Keliling Basah A

P =B+2H
= 0,85 m + 2 (0,7) m = 1,19 m2

Jari – Jari Hidraulik R

R = A/P
= 0,595 / 1,19 = 0,5 m
Hitung Kecepatan Aliran V

V = 1/0,013 . 0,5 ( 2 / 3) 0,009 ( 1 / 2)


= 1,93 m3/det

Hitung Debit Saluran Qs

Qs =A.V
= 0,595 m2 . 1,93 m2/det
= 0,31 m3/det
2. Penyelesaian mencari kedalaman normal yn dan kecepatan
normal :

Luas penampang basah A :


A = B.Yn + m.(Yn) 2
= 0,85.Yn + 2.(Yn) 2

Keliling basah P :
P = B+2Yn (1+m2)
= 0,85+2Yn (1+22)
Jari-jari hidraulik R :
R =A/P
= 0,85.Yn + 2.(Yn) 2
0,85+2.Yn 1+22
Hukum Kontinuitas : Q = A.v
Kecepatan aliran menurut Rumus Manning :
1 ( 2 / 3) 1/2
v = R S
n
Sehingga :

Q
1 ( 2 / 3) 1/2
= A. R S
2/3
0,31 = 0,85.Yn + 2.(Yn)2 . 1/0.025 0,85.Yn + 2.(Yn) . 0,0016 1/2
0,85 + 2.Yn 1+22

2/3
0,31 . (0,025) = 0,85.Yn + 2.(Yn)2 . 0,85.Yn + 2.(Yn)
0,0016 1/2 0,85 +2.Yn 1+22

2/3
0,27 = 0,85.Yn + 2.(Yn)2 . 0,85 .Yn + 2.(Yn)
0,85 +2.Yn 1+22

Yn A P A/P R2/3 AR2/3


0,27 0,55 2,71 0,20 0,344 0,19

Dari perhitungan diatas didapat :


Kedalaman normal Yn = 0,27
Luas penampang basah An = 0,55 m2
Kecepatan aliran Vn = 0,19 m3/det

4.18 Pintu Air


1. Pintu air pada bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder
ukuran pintu air dengan lebar saluran 1 m dan tinggi pintu air 0,75 m

Pintu = 0,75 m
H = 0,84 m
Yn =0,4 m

B=1m

a. Luas pintu penampang (A)


A = b.h
= 1 x 0,84
= 0,84
Dimana : A = Luas pintu air (m)
b = Lebar pintu air (m)
h = Tinggi pintu air (m)

b. Pusat berat (Yo)


y = h/cos α
= 0,84 / cos 0,0033
= 0,84
y01=h01=1/2 x h
=1/2 x 0,84
= 0,42
y01=y + 1/2 x h
=0,84 + ½ x 0,84
= 1,20
Dimana : yo1= Letak tekanan air di hilir (m)
yo2 = Letak tekanan air di hulu (m)
α= Sudut kemiringan

c. Momen inersia (Io)


Io = ½ x b x h3
= ½ x 1 x 0,843
= 0.296
Dimana : Io = Momen Inersia (m 4 )
b = Lebar pintu (m)
h = Tinggi pintu (m)

d. Tinggi muka air di hulu dan di hilir


h1= h x cos α
= 0,84 x cos 0,0033
= 0,8399
h2= h + h1
= 0,84 + 0,8399
= 1,679
Dimana : h1 = Tinggi muka air di hilir (m)
h2 = Tinggi muka air di hulu (m)
h = Tinggi pintu (m)
α= Sudut kemiringan

e. Kedalaman air di hulu dan di hilir


h01 = y01 = ½ x h
= ½ x 0,84
= 0,42
h02 = h + ½ h1
= 0,84 + ½ 0,84
= 1,2
Dimana : ho1 = Kedalaman air di hilir (m)
ho2 = Kedalaman air di hilir (m)

f. Gaya tekanan hidrostatis di hulu dan di hilir


F1 = A . . g . ho1
= 0,84 x 1 x 9.8 x 0,42 = 3.451
F2 = A . . g . ho2
= 0,84 x 1 x 9.8 x 1,2 = 9.88

Dimana : F1 = Gaya tekan hidrolis di hilir ( N )


F2 = Gaya tekan hidrolis di hulu ( N )
g = Gravitasi bumi ( 9,81 m/d 2 )
 = Rapat massa ( 1000 kg/m 3 ) A = Luas pintu air (m 2 )
ho1 = Kedalaman air di hilir (m)
ho2 = Kedalaman air di hilir (m)

g. Letak pusat tekanan


Yp1= y01+ io/a x y01
= 0,42 + 0,296 /0,84 x 0,42
= 0,568
Yp1= y02+ io/a x y02
= 1,2 + 0,296 /0,84 x 1,2
= 1,622
Dimana : yo1 = Letak tekanan air di hilir (m)
yo2 = Letak tekanan air di hulu (m)
yp1 = Letak pusat tekanan di hilir (m)
yp2 = Letak pusat tekanan di hulu (m)
Io = Momen Inersia (m 4 )
A = Luas Pintu air (m 2 )

h. Gesekan pada engsel


Pengaruh momen akibat gesekan engsel dapat diabaikan karena engsel
dianggap licin sempurna.

i. Gaya akibat dari gelombang


Momen yang timbul akibat pengaruh gelombang saluran kecil, sehingga
pengaruh juga diabaikan.
Msi = f1 x yp01
= 3,41 x 0,568
= 1,936
Msi = f2 x yp02
= 9.88 x 1,622
= 16.025

2. Pintu air pada bangunan sadap terletak di saluran tersier. Ukuran pintu
air dengan lebar saluran 0,85 m dan tinggi pintu air 0,6 m

Pintu = 0,6 m
H = 0,7 m
Yn =0,27
m

B = 0,85 m
a. Luas pintu penampang (A)
A = b.h
= 0,85 x 0,7
= 0,595
Dimana : A = Luas pintu air (m)
b = Lebar pintu air (m)
h = Tinggi pintu air (m)

b. Pusat berat (Yo)


y = h/cos α
= 0,7 / cos 0,0033
= 0,7
y01=h01=1/2 x h
=1/2 x 0,7
= 0,35
y01=y + 1/2 x h
=0,70 + ½ x 0,70
= 1,05
Dimana : yo1= Letak tekanan air di hilir (m)
yo2 = Letak tekanan air di hulu (m)
α= Sudut kemiringan

j. Momen inersia (Io)


Io = ½ x b x h3
= ½ x 1 x 0,73
= 0.172
Dimana : Io = Momen Inersia (m 4 )
b = Lebar pintu (m)
h = Tinggi pintu (m)

k. Tinggi muka air di hulu dan di hilir


h1= h x cos α
= 0,7 x cos 0,0033
= 0,699
h2= h + h1
= 0,7 + 0,699
= 1,399

Dimana : h1 = Tinggi muka air di hilir (m)


h2 = Tinggi muka air di hulu (m)
h = Tinggi pintu (m)
α = Sudut kemiringan

l. Kedalaman air di hulu dan di hilir


h01 = y01 = ½ x h
= ½ x 0,7
= 0,35
h02 = h + ½ h1
= 0,7 + ½ 0,7
= 1,05
Dimana : ho1 = Kedalaman air di hilir (m)
ho2 = Kedalaman air di hilir (m)

m. Gaya tekanan hidrostatis di hulu dan di hilir


F1 = A . . g . ho1
= 0,596 x 1 x 9.8 x 0,35 = 2,044
F2 = A . . g . ho2
= 0,596 x 1 x 9.8 x 1,05 = 6,132

Dimana : F1 = Gaya tekan hidrolis di hilir ( N )


F2 = Gaya tekan hidrolis di hulu ( N )
g = Gravitasi bumi ( 9,81 m/d 2 )
 = Rapat massa ( 1000 kg/m 3 ) A = Luas pintu air (m 2 )
ho1 = Kedalaman air di hilir (m)
ho2 = Kedalaman air di hilir (m

n. Letak pusat tekanan


Yp1= y01+ io/a x y01
= 0,35 + 0,178 /0,7 x 0,35
= 0,439
Yp1= y02+ io/a x y02
= 1,05 + 0,178 /0,7 x 1,05
= 1,317
Dimana : yo1 = Letak tekanan air di hilir (m)
yo2 = Letak tekanan air di hulu (m)
yp1 = Letak pusat tekanan di hilir (m)
yp2 = Letak pusat tekanan di hulu (m)
Io = Momen Inersia (m 4 )
A = Luas Pintu air (m 2 )

o. Gesekan pada engsel


Pengaruh momen akibat gesekan engsel dapat diabaikan karena engsel
dianggap licin sempurna.

p. Gaya akibat tekanan air


Momen yang timbul akibat pengaruh gelombang saluran kecil, sehingga
pengaruh juga diabaikan.
Msi = f1 x yp01
= 2,044 x 0,439
= 0,897
Msi = f2 x yp02
= 6,132 x 1,317
= 8,075

4.18 plat duiker

Tinggi plat duiker sendiri dapat ditentukan berdasarkan tinggi air


banjir (h) yaitu 2,04148m ditambah tinggi jagaan untuk debit di saluran
primer 2,62 m3 yaitu sebesar 1 m. Dimana dengan cara trial and error
didapat nilai b sebesar 1,05 m dan 3,5 m untuk tinggi plat duiker.

4.19 Gambar Plat Duiker


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil, dalam suatu perhitungan /
perencanaan bendung tetap adalah sebagai berikut :
a. Debit banjir rencana 275 m3/dt.
b. Pola tanam yang digunakan adalah Palawija dengan luas areal daerah
irigasi sebelah kanan 2000 Ha dan sebelah kiri 1500 Ha
c. Dimensi bendung direncanakan dengan data teknis sebagai berikut :
- Tipe : Mercu Ogee
- Elevasi puncak mercu : + 25,55 m
d. Kolam Olak.
- Tipe : USBR Type III
- Jari – jari bak kolam olak : 4,09 m
e. Stabilitas konstruksi bendung ditinjau dari keadaan pada saat muka air
normal ( setinggi mercu ) dan pada saat muka air banjir.
f. Dari perhitungan diperoleh dimensi bendung adalah :

- MercuBendung : Mercu tipe Ogee


- Kolam Olak :-
- Elevasi Mercu Bendung : 7,55 m
- Elevasi sawah tertinggi : 6,00 m
- Lebar efektif bendung : 41,66 m
- Lebar pintu intake : 1,443 m
- Tinggi bukaan pintu intake : 1,579 m
- Tinggi pintu pembilas : 26,05 m
Yang tahan, aman dan stabil terhadap gaya geser, gaya guling,
terhadap retak serta terhadap runtuh / ambles akibat tekanan tanah yang
terjadi.

5.2 Saran
Dari hasil pembahasan yang telah di lakukan, maka saran yang dapat
untuk mengatasi masalah untuk Daerah Irigasi ini adalah sebagai berikut:
1) Supaya lancarnya penyaluran air untuk perkebunan palawija juga untuk
mensejahterakan para petani maka saluran-saluran Irigasi supaya di
tinjau kembali, terutama ketersediaan air yang melalui bangunan talang
kurang mencukupi ke seluruh kebun yang jauh dari sumber air terutama
pada musim kemarau.
2) Setelah ketersediaan air mencukupi, namun sarana dan prasarana Irigasi
semakin menurun, di harapkan adanya perbaikan atau mengganti pintu-
pintu sadap dan pintu pengurasan, supaya ketersediaan air cukup untuk
lahan yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto dan Ikhsan, Jazaul. 2006. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Pada Daerah
Irigasi Bendung Mrican. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. Jurusan Teknik
Sipil, Unoversitas Muhammaddiyah Yogyakarta. Vol. 9, N0. 1,206:83-93.
Utomo, Koko Priyo. (2006). Studi Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi dan
Palawija di daerah Irigasi Pesucen Kabupaten Kebumen. Skripsi, Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Husen. 2013. Irigasi dan Bangunan Air (Bangunan-Bangunan Irigasi).
Unoversitas Halu Oleo: Kendari.
Nurrochmad, F. 2007. Analisis Kinerja Jaringa Irigasi. Jurnal Agritech, Volume
27, No.4 Desember 2007.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 1986. “Kriteria Perencanaan Bangunan
Air Dan Irigasi (KP 01- KP 06)”. Jakarta
Lutjito, M.T,. Purwantoro, D, M.Eng dan Sudiyono, A.D. 2014 “Kontrol
Ketinggian Air Diatas Mercu Bendung Kali Boyong Sebagai Peringatan
Dini Ketinggian Limpasan Banjir di Kali Code Yogyakarta”. Fakultas
Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Https://www.academia.edu/38013359/
LAPORAN_TUGAS_PRAKTIKUM_IRIGASI_DAN_BANGUNAN_AIR
Https://www.slideshare.net/Arizki_Hidayat/kp-02-2010-bangunan-utama

Anda mungkin juga menyukai