Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP

KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH SISWA KELAS X SMAN 8


MALANG
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Indarti1, Agus Suyudi2, Chusnana Insjaf Yogihati3


1
Mahasiswa Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Malang
2
Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
3
Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
Alamat e-mail : indartiputri292@gmail.com

ABSTRAK :Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membuktikan


kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran
discovery learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan model
pembelajaran konvensional. Jenis penelitian eksperimen dengan rancangan
penelitian Posttest Only Control Group Desain. Hasil penelitian menunjukkan
nilai thitung adalah 9,023. Nilai thitung = 9,0230 > 1,668 (t (66;.05)), nilai rata-rata
kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran discovery learning sebesar 79,83, sedangkan nilai rata-rata
kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model
pembelajaran konvensional adalah 64,09. Hasil analisis data dan pembahasan,
menyimpulkan kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan
model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional.
Kata kunci : model discovery learning dan kemampuan memecahkan masalah

Mata pelajaran fisika memiliki potensi yang sangat besar untuk di jadikan
wahana mengembangkan kemampuan. Salah satu kemampuan yang
dikembangkan adalah kemampuan berfikir tingkat tinggi yang dapat dilihat dari
kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah. Kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah dibangun dari pemahamannya akan sebuah konsep.
Mc Dermott mengidentifikasikan sejumlah kemampuan yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran fisika, yaitu: (1) kemampuan melakukan
penalaran kualitatif yang baik, (2) kemampuan menginterpretasikan representasi
ilmiah seperti gambar, persamaan, matematis, dan grafik, (3) keterampilan proses,
(4) kemampuan memecahkan masalah, (5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk,
2012). Hasil identifikasi terhadap kondisi obyektif pembelajaran di sekolah saat
ini menunjukkan permasalahan antara lain: (1) banyak siswa mampu menyajikan
tingkat hafalan yang baik terhadap materi pelajaran yang diterimanya, tetapi
kenyataannya tidak memahaminya; (2) sebagian besar siswa tidak mampu
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dipergunakan / dimanfaatkan; (3) siswa memiliki kesulitan untuk
memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajar dengan
menggunakan sesuatu yang abstrak dengan metode ceramah. Siswa sangat
membutuhkan pemahaman konsep yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan
di masyarakat dan di mana mereka akan bekerja.
Hasil dari angket yang disebarkan pada Kelas X Matematika dan lmu
pengetahuan Alam (MIA), ternyata dalam pembelajaran fisika 80% tidak pernah
melakukan praktikum, 36% tidak pernah melakukan demonstrasi, 76% tidak
berhipotesis terhadap suatu fenomena fisika, 60% tidak pernah melakukan
presentasi terkait materi fisika yang di bahas, 64% terkadang melakukan diskusi,
dan 80% diakhir pembelajaran tidak terdapat kesimpulan. Pembentukan karakter
siswa merupakan salah satu tujuan dari Kurikulum 2013. Contoh dari karakter
yang dimaksud adalah jujur, berani, analisis, dan teliti. Karakter yang ingin diteliti
adalah kemampuan memecahkan masalah. Khaeruddin dkk, (2009) menyatakan
kemampuan memecahkan masalah juga dapat diartikan sebagai kemampuan dari
individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman
yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang
lumrah.
Pembelajaran yang telah dilakukan pada kelas tersebut, tidak dilatihkan
untuk berhipotesis padahal dengan berhipotesis akan melatih siswa untuk
membuat sebuah kesimpulan sementara terhadap suatu permasalahan. Suatu
pembelajaran dengan sebuah hipotesis, berarti terdapat sebuah permasalahan awal
yang telah disajikan. Permasalahan awal tersebut dianalisis fakta-faktanya oleh
siswa sehingga didapatlah sebuah hipotesis. Pembelajarannya 80% tidak terdapat
praktikum, 36% tidak pernah melakukan demonstrasi, 64% terkadang melakukan
diskusi, padahal ketiga kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menguji kelayakan
dari hipotesis jika kegiatan tersebut jarang dilakukan maka mereka juga jarang
menguji kelayakan. Pembelajaran 60% tidak pernah melakukan presentasi terkait
materi fisika yang di bahas. Hal ini menunjukkan kemampuan berfikir dasar dari
siswa yakni mengklasifikasikan yang didalamnya terdapat kegiatan menganalisis
kurang, selain itu kegiatan menyederhanakan sebuah data yang diperoleh juga
kurang. Kegiatan pembelajaran yang terakhir adalah 80% diakhir pembelajaran
tidak terdapat kesimpulan, hal ini menunjukkan kegiatan untuk memberikan solusi
terhadap suatu permasalahan kurang.
Model pembelajaran yang dilakukan guru harus tepat dan dapat
mengarahkan siswa menuju kemampuan memecahkan masalah, salah satu dari
banyak model pembelajaran tersebut adalah model discovery learning. Model
discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila
siswa tidak disajikan materi dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri. Langkah pembelajaran dengan model ini ada 5, yaitu : (1)
stimulation (stimulasi/pemberian ragsangan, (2) problem statement
(penyataan/identifikasi masalah), (3) data collection (pengumpulan data), (4) data
processing (pengolahan data), (5) generalization (menarik kesimpulan atau
generalisasi).
Tujuan penelitian ini untuk membuktikan kemampuan memecahkan
masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning
lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model
konvensional.
METODE

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan Posttest Only Control Group
Desain (Sugiyono, 2007:79) dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis
penelitian lebih tepatnya quasy eksperiment ( eksperimen semu ). Adapun model
rancangan eksperimen ini dapat disajikan sebagai berikut.
Tabel 1 Rancangan Penelitian
Kelas Perlakuan Tes akhir
Eksperimen X T
Kontrol - T
(Sumber : Sugiyono, 2007:79)
Keterangan :
X : perlakuan berupa metode pembelajaran discovery learning.
T : post test

Popolasi dan Sampel


Populasi kelas X MIA SMAN 8 Malang, lalu diambil 2 kelas secara acak.
Didapatkan kelas konvensional yaitu X MIA 4 yang terdiri 34 siswa dan kelas
eksperimen adalah X MIA 1 yang terdiri dari 34 siswa. Sampel penelitian diambil
dengan menggunakan teknik cluster random sampling.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas
tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti mempunyai validitas yang
rendah. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mampu mengukur apa
yang hendak diukur (Arikunto, 2012:80).
Uji empiric validity soal essay bisa menggunakan korelasi product moment
pearson. Rumus yang digunakan adalah
n XY X Y
rxy

n X 2 X n Y 2 Y
2 2

Keterangan :
: Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
Banyaknya siswa
: Jumlah skor tiap butir soal
: Jumlah skor memecahkan masalah
Valid jika rhitung > rtabel, r (68;.05) = 0,2386. Diperoleh nilai koefisien korelasi
soal yang valid yaitu antara 0,294 sampai dengan 0,718.

Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah tingkat keajegan atau kestabilan dari hasil pengukuran.
Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajek memberikan data
sesuai dengan kenyataan (Arikunto, 2012:100). Perhitungan reliabilitas hanya
dikenakan pada butir-butir tes yang valid/sahih. Perhitungan reliabilitas
menggunakan rumus alpha cronbach.
k b
2

CA 1 2
k 1 t
Keterangan:
CA : Koefisien alfa cronbach
K : Banyaknya pertanyaan dalam butir
b2
: Varians butir soal
t2 : Varians total
Vt : varians skor total
Tabel 2 Kriteria Koefisien Alfa Cronbach
Koefisien alfa cronbach (CA) Interpretasi
CA < 0,5 Sangat rendah
0,5 CA 0,6 Rendah
0,6 CA 0,7 Cukup
0,7 CA 0,9 Tinggi
CA 0,9 Sangat tinggi
(Sumber : Arikunto, 2012)
Besar koefisien reliabilitas CA= 0,76 memiliki kriteria reliabel yang tinggi.

Teknik Analisis Data


Pengambilan data untuk kemampuan memecahkan masalah menggunakan
tes kemamuan memecahkan masalah yang berbentuk uraian. Soal diberikan saat
melakukan posttest.

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Lilliefors.
L = |F(z)-S(z)|
Keterangan:
F(z) = Nilai z tabel.
S(z) = Nilai rangking dibagi dengan jumlah respoden.
Lhitung merupakan nilai L terbesar dari data. Nilai Lhitung < Ltabel maka data
terdistribusi normal. Uji Lilliefors dilakukan dengan menggunakan Microsoft
Excel 2010. Hasil uji normalitas nilai kemampuan memecahkan masalah kelas
eksperimen mempunyai Lhitung = 0,106. Nilai Lhitung = 0,106 < 0,138 (Ltabel), maka
data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas nilai kemampuan memecahkan
masalah kelas kontrol mempunyai Lhitung = 0,074. Nilai Lhitung = 0,074 < 0,138
(Ltabel), maka data terdistribusi normal.

Uji Homogenitas
Uji homogenitas varian bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan data
yang akan diuji perbedaannya mewakili varians yang tergolong homogen (tidak
berbeda). Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F.
varians terbesar
F
varians terkecil
Jika nilai Fhitung < Ftabel, maka data homogen dan jika Fhitung > Ftabel, maka
data tidak homogen. Uji homogenitas dilakukan menggunakan Microsoft Excel
2010. Nilai Fhitung adalah 1,763. Nilai Fhitung = 1,763 < 1,798 (F(33;33;.05)), maka data
homogen.

Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan uji-t untuk menguji kemampuan
memecahkan masalah fisika manakah yang lebih baik diantara kelompok yang
menggunakan model discovery learning dan model pembelajaran konvensional.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010.
dengan hipotesis berikut:
H0 : Kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model
pembelajaran discovery learning lebih jelek daripada kemampuan
memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
Ha : Kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model
pembelajaran discovery learning lebih baik daripada kemampuan
memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
Kriteria pengambilan keputusan adalah
Jika nilai thitung < ttabel maka H0 diterima
Jika nilai thitung > ttabel maka nilai H0 ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Nilai thitung adalah 9,023. Nilai thitung = 9,0230 > 1,668 (t (66;.05)), maka Ha
diterima berarti kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan
model pembelajaran discovery learning lebih baik daripada kemampuan
memecahkan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional .

Pembahasan
Hasil uji hipotesis yang menggunakan uji t dengan Microsoft excel 2010
menunjukkan nilai thitung = 9,0230 > 1,668 (t (66;.05)), maka Ha diterima berarti
kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran
discovery learning lebih baik daripada kemampuan memecahkan siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional.
Hal tersebut juga didukung dengan nilai rata-rata kemampuan
memecahkan masalah fisika siswa kelas yang menggunakan model discovery
adalah 79,82, sedangkan nilai rata-rata kemampuan memecahkan masalah fisika
siswa yang menggunkan model konvensional adalah 64,09. Nilai kemampuan
memecahkan kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai kemampuan
memecahkan masalah kelas kontrol. Hal ini menjukkan kemampuan memecahkan
masalah siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning
lebih baik daripada kemampuan memecahkan masalah siswa yang
pembelajarannya menggunkan model pembelajaran konvensional.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
model discovery learning berpengaruh pada kemampuan memecahkan masalah
fisika siswa. Model tersebut dapat meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah fisika siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor. Hal ini dikarenakan
karakteristik dari model discovery learning yang menuntut siswa untuk
melakukan sebuah penemuan terhadap suatu konsep, sehingga jika mereka
menemukan dan mengalaminya sendiri akan jauh lebih lama mengingat dan lenih
baik pemahamannya, karena pemahamannya yang lebih inilah membuat siswa
memecahkan masalah fisika dengan lebih baik.
Penelitian ini juga didukung oleh Rahman dkk (2010) menyatakan
metode discovery dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Siswa
mengkaitkan kesamaan konsep yang telah mereka pelajari guna menemukan
konsep baru tentang materi yang sedang dipelajari guna menemukan konsep baru.
Sejak awal siswa yang belajar dengan metode discovery telah terlatih menemukan
konsep baru untuk menyelesaikan masalah. Penelitian yang dilaksanakan oleh
Sulistyowati dkk (2012) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran
discovery dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Uraian beberapa pernyataan dapat disimpulkan bahwa model discovery
learning dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Hal ini tampak
dari hasil penelitian, model discovery learning dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah karena didalam model ini terdapat aktivitas siswa langsung,
kegiatannya berpusat pada siswa sehingga siswa lebih faham pada konsep fisika
yang sedang dipelajari, pada akhirnya mampu memecahkan masalah fisika dengan
baik.

PENUTUP

Kesimpulan
Hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah siswa yang pembelajarannya
menggunakan model discovery learning lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional.

Saran
Berdasarkan temuan penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan
untuk pembaca, antara lain:
1. Guru dapat menggunakan model discovery learning karena model ini telah
terbukti dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fisika. Hal-
hal yang perlu diperhatikan guru yaitu memahami sintaks atau tahapan dari
model pembelajaran ini agar dilaksanakan dengan baik, guru juga perlu
memperhatikan waktu sehingga setiap langkah pembelajaran mendapatkan
waktu yang sesuai untuk membuat siswa menjadi lebih memahami materi
yang diajarkan sehingga siswa memiliki pemahaman yang bagusdan akhirnya
dapat memecahkan masalah dengan baik.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau bahan pertimbangan dan
mengembangkan aspek yang belum diteliti dengan mempertimbangkan hal-
hal lain agar dapat meminimalisir kekurangan.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S.2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: PT Bumi


Aksara.
Khaeruddin., Nurhayati., dan Rahmayanti. 2009. Peranan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika
Pada Siswa SMA Negeri 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang. 9(1):43-50.
Rahman, R., Samsul M. 2014. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap
Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al- Ikhlas Pamaciran
Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika
STKIP Bandung, 3(1):33-55.
Sugiyono.2007. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D. Bandung :
Alfa beta.
Sulistyowati, Nastiti., Anthonius T., Woro S. 2012. Efektivitas Model
Pembelajaran Guided Discovery Learning Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Kimia. Chemistry in Education, 2(1):49-55).
Trisni, I dan Ridwan, A.2012 Analisis Pemahaman dan KeKemampuan
Pemecahan Masalah Fisika dengan Menggunakan Model Problem
Based Instruction (PBI) dan Direct Instruction (DI). Jurnal Online
Pendidikan Fisika, 1(2):50-55.

Anda mungkin juga menyukai