DISUSUN OLEH :
SYAHRIL S
D 111 11 603
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
IV - i
ii
PERILAKU LENTUR BALOK STYROFOAM
MENGGUNAKAN SISTEM TULANGAN RANGKA
iii
STYROFOAM BEAM FLEXURAL BEHAVIOR USING
REINFORCEMENT SYSTEM ORDER
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Struktur dan
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas kasih sayang, pengorbanan dan doanya.
2. Bapak Dr. Ing Ir. Wahyu H. Piarah, MS, ME., selaku Dekan Fakultas
3. Bapak Dr. Ir. Muh. Arsyad Thaha, MT., selaku ketua Jurusan Sipil Fakultas
v
5. Bapak Ir. H. Abdul Madjid Akkas, M.T., selaku dosen pembimbing II, yang
7. Bapak Dr. Eng. A. Arwin Amiruddin, ST. MT., selaku penasehat akademik
8. Ibu Dr. Eng. Rita Irmawaty, ST. MT., yang telah banyak meluangkan waktu
S2, Bapak Sudirman Sitang, ST., selaku staf Laboratorium Struktur dan
10. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Hadi, Erick, Andre, Tamzand, Diaz, Gian, Jusman, Harry (2009), Cumming,
dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senantiasa
mail, dan dan teman-teman angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang membantu dan mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini.
vi
12. Kakanda Wahyu ST. dan Adinda Radiah ST., Atas segala dukungan, doa,
Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada para pembaca, kiranya dapat
akhir ini.
kepada kita, dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
2.4 Bahan tambahan Expanded polystrene(styrofoam) .......................... II - 9
3.3.1 Uji Karakteristik Material Beton dan Mix design .................. III - 2
ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... IV - 1
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.3 Balok Beton Terbuka dengan Tulangan Transversal ........................... III - 9
Tabel 3.4 Balok Beton Styrofoam dengan Tulangan Sistem Rangka ............... ...III-10
Tabel 3.5 Balok Beton Tebuka dengan Tulangan Sistem Rangka ....................... III-11
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.4 Analogi Truss Sengkang (Li dkk, 2011) ......................................... II-13
Gambar 2.5 Gaya-gaya Perlawanan yang Retak dengan Tulangan Geser ......... II-14
Gambar 2.7 Gaya Pada Bidang Momen dan Lintang Pada Balok .................... II-17
Gambar 3.2 Desain dan Penulangan Balok Benda Uji ....................................... III-6
xii
Gambar 4.6 Pola Keruntuhan Balok BTR 2 .....................................................IV-17
Gambar 4.7 Tulangan Yang Mengalami Fail (Retak Balok BTR 2) ................IV-18
Gambar 4.8 Lebar Retak Akibat Beban Ultimit (Retak Balok BTR 2) ............IV-19
xiii
DAFTAR NOTASI
εc : Regangan beton
xiv
fs : Tegangan tulangan tarik (MPa)
ND 1 : Resultan gaya tekan yang ditahan oleh tekan beton (t, kg)
ND 2 : Resultan gaya tekan yang ditahan oleh tulangan tekan (t, kg)
NT 1 : Resultan gaya tarik yang ditahan oleh beton tekan (t, kg)
NT 2 : Resultan gaya tarik yang ditahan oleh tulangan tekan (t, kg)
xv
Ig : Momen inersia penampang utuh terhadap sumbu berat
n : rasio modulus
Δ : Lendutan (mm)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BN = balok normal
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pengujian karakteristik kuat tekan beton dan pengujian tarik
baja tulangan
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
seringkali mempengaruhi suasana hidup bagi setiap individu. Sebagian besar dari
seringkali banyak diambil dari alam secara berlebihan dan lupa akan dampak yang
ekosistem alam.
Salah satu elemen struktur yang terdapat dalam bangunan adalah balok. Balok
merupakan elemen struktur yang fungsinya menahan beban lentur. Dari berbagai
teori yang berkaitan dengana analisis elemen struktur balok beton, diketahui
bahwa bagian yang kekuatannya bekerja secara maksimal dalam menahan gaya
lentur hanya bagian terluarnya saja. Itupun pada bagian beton yang mengalami
Oleh karena itu tidak efisien apabila bagian inti beton yang tidak bekerja secara
maksimal terbuat dari jenis beton yang sama dengan yang bekerja secara
maksimal.
1-1
Melihat ketidakefisien tersebut maka timbullah pemikiran untuk membuat
beton yang terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda. Dengan ini, kita bisa
mengefisienkan desain elemen struktur balok yang terbuat dari beton dengan cara
menggunakan beton normal pada lapisan tertentu sedangkan bagian lainnya diisi
stryrocon maka secara total berat beton dan struktur pun akan menjadi lebih
ringan yang secara otomatis akan memperkecil dimensi struktur, sehingga desain
optimal pun bisa dicapai. Namun beton ringan memiliki kelemahan seperti
kekakuan yang lebih rendah serta susut dan rangkak yang lebih besar. Oleh karena
itu material ini cenderung ditempatkan pada posisi di dekat garis netral atau
menahan lentur, scara teoritis, dengan melihat kekurangan dan kelebihan dari
beton normal dan ringan, diharapkan kombinasi dari kedua jenis beton tersebut
kekurangan masing-masing.
Polystyrene ini dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2) yang tidak dapat terurai
menghasilkan oksida karbon (COx) yang memicu pemanasan global serta sisa
dan air. Balok berlapis digunakan dalam aplikasi yang memerlukan kekakuan lentur yang
tinggi dan kekuatan dikombinasikan berat yang rendah. Hasilnya mungkin produk hemat
biaya dan memiliki kekakuan yang spesifik. serta memberikan konstribusi untuk
1-2
mengatasi masalah stabilitas struktur balok beton yang berlapis sebagai kontrol
delaminasi karena dapat memberikan kekakuan geser untuk menjadikan balok komposit
sepenuhnya serta mengurangi lendutan, rekahan, dan geser sliding pada balok berlapis
beton normal dan ringan.Hal yang umum untuk menggunakan beton untuk menahan gaya
tekan dan tulangan baja untuk menahan gaya tarik dalam desain lentur balok beton
bertulang. Ide ini dikembangkan lebih lanjut ke dalam konsep analogi rangka
memanfaatkan blok beton sebagai bagian kompresi untuk menahan gaya tekan dan
memperkuat tulangan sebagai hubungan tegangan tarik untuk menahan gaya tarik.
Analogi rangka, yang didasarkan pada bukti eksperimental yang relevan, cenderung
mengasumsikan bahwa retak yang terbentuk pada balok beton bertulang mengakibatkan
kegagalan. Tegangan Blok-blok beton antara retak-retak yang berdekatan akan membawa
gaya tekan miring dan ditahan pada tulangan kompresi diagonal. Hal ini memperlihatkan
realitas bahwa perlakuan seperti rangka dapat dicapai melalui tulangan longitudinal
menahan batang tarik dari rangka sementara beton merupakan batang tekan pada kedua
sisi balok, dan kemudian tulangan geser diagonal untuk menahan gaya tarik vertikal
kestabilan balok berlapis beton normal dan ringan secara internal dengan tulangan
1-3
1. Bagaimana perilaku balok beton bertulang yang dilapisi beton styrofoam
3. Bagaimana pola retak yang terjadi pada balok beton styrofoam bertulang?
Hasanuddin.
3. Untuk mengetahui pola retak yang terjadi pada balok beton styrofoam
bertulang.
1-4
pemanfaatan limbah styrofoam sebagai bahan alternatif penyusun beton
dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah
1. Balok yang digunakan pada penelitian ini adalah balok beton normal di
tarik dengan tulangan sistem rangka serta 3 sampel balok normal tanpa
1-5
6. Pengujian kekuatan pada balok menggunakan uji lentur. Pengujian
sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
expanded polystyrene.
1-6
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V. PENUTUP
1-7
1.7 Kerangka Pikir
Pemakaian material
Material alam terbatas penyusun beton relatif
Efiensi lebih sedikit dengan
dan relatif mahal
pemakaian memanfaatkan limbah
limbah industri industri
1-8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sandwich terdiri oleh tiga lapisan dari berbagai jenis beton; inti terdiri dari beton ringan
diperkuat serat (FRLWC) dan bagian bawah dan lapisan atas terdiri beton normal.
Diperoleh kesimpulan bahwa hasil dari pengujian skala kecil menunjukkan bahwa
transversal sekunder untuk jenis beton serta menunjukkan bahwa tegangan geser
pada interface antara lapisan beton yang berbeda tidak memiliki pengaruh pada
bending untuk kekuatan runtuhnya balok sandwich dengan face komposit core
runtuhnya balok sandwich dengan face sheets komposit dan inti foam polimer,
yang lebih luas untuk kasus umum dari getas elastik face dan inti daktail.
beberapa isu yang berkaitan dengan desain struktur sandwich dengan diperkuat
polimer rangka pada inti berongga dengan menggunakan model analisis sederhana
berongga pada inti dan analisis elemen hingga untuk menentukan hal yang
II - 1
berpotensi melemahkan elemen dalam desain. Stabilitas facing lokal dapat
antara pin dan facings besar. Keunggulan foam di inti berhubungan dengan
bahwa tidak ada manfaat yang signifikan terhadap kekuatan sebagai akibat dari
tegangan tekuk facing sudah cukup untuk menjustifikasi penggunaan rangka pada
sudut 60°.
Salmon dkk (1995) melakukan studi pada sebuah model kontinum untuk
shear connectors steel trusses yang umumnya digunakan dan dapat memberikan
panel relatif tidak sensitif terhadap kekakuan konektor. Ini berarti bahwa panel
mekanik panel dinding sandwich 3D pada beban geser dan lentur statis, dalam
deteksi kegagalan pada tes lentur bantalan untuk panel vertikal dan horizontal dan
juga untuk geser langsung. Panel dinding menerima kekuatan dan kekakuan dari
II - 2
kabel lintas diagonal yang dilas dengan kawat las di setiap sisi, Pada tahap
pembebanan, retak tarik utama muncul di bagian terendah pada beton bagian
dan tegangan tarik didistribusikan ke tulangan baja bawah. Hal ini dapat
terdiri dari inti truss segitiga face-sheets, yang telah dicetak dengan aluminium-
silikon alloy dan silikon in brass. menunjukkan bahwa balok sandwich, terdiri
face-sheets yang kaku dan kuat dan inti yang memiliki densitas rendah, sering
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau
agregat – agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang
terbuat dari semen dan air sehingga membentuk suatu massa mirip batuan.
campuran beton, cara-cara persiapan, perawatan dan keadaan pada saat dilakukan
sifat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor alami yang tidak dapat dihindarkan,
dicapainya.
II - 3
Sesuai dengan tingkat mutu beton yang hendak dicapai, maka perbandingan
campuran beton harus ditentukan agar beton yang dihasilkan dapat memberikan
terjadinya segresi.
Beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan ketahanan terhadap tarik yang
lemah (sekitar 10 % dari kekuatan tekannya), sehingga tulangan tarik dan geser
harus disediakan di daerah tarik penampang untuk mengimbangi daerah tarik yang
lemah pada elemen beton bertulang. Maka dari itu tulangan diperlukan untuk
bahan penyusun harus ditentukan agar beton memenuhi target utama perencanaan
Bahan yang dipakai dalam pembuatan atau penyusunan beton terdiri dari
II - 4
Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2% pasta
semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat
suatu adukan yang mudah dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan, karena
adanya hidrasi semen oleh air maka adukan tersebut akan mengeras dan
kualitas yang baik, maka sifat dan karakteristik dari masing – masing bahan
Semen Portland Semen dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang
mineral ini menghasilkan pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan
yang terdiri dari kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama –
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu,
jika ditambahkan dengan agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang
jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang
setelah mengeras akan menjadi beton segar (concrete). Jika bahan semen portland
diuraikan susunan senyawanya secara kimia (dengan analisis kimia), akan terlihat
II - 5
jumlah oksida yang membentuk bahan semen itu. Semen dibuat dari bahan –
bahan atau unsur – unsur yang mengandung oksida-oksida. Unsur – unsur itu
pada bahan semen portland. Dalam semen, oksida – oksida tersebut tidak terpisah
satu dari yang lainnya melainkan merupakan senyawa – senyawa yang disebut
senyawa semen.
membentuk suatu massa padat yang mengisi rongga – rongga udara di antara
butiran – butiran agregat. Walaupun komposisi semen di dalam beton hanya 10%
namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi
penting.
II - 6
2.3.2 Agregat
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam
dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Untuk
agregat yang baik pula, agregat yang baik dalam pembuatan beton harus
dan
a. Agregat halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari
kedua pasir tersebut. Ukurannya bervariasi antara No. 4 dan No. 100 saringan
standar Amerika. Agregat halus yang baik harus bebas bahan organik,
lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan No. 100 atau bahan-bahan
lain yang dapat merusak campuran beton. (Nawy, 2003) Agregat halus
merupakan pasir alam sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ batuan atau pasir
II - 7
yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir
b. Agregat kasar
Agregat kasar diperoleh dari alam dan juga dari proses memecah batu
sudah melebihi ¼ in ( 6 mm ).
Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya
Agregat kasar mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik, dan harus
c. Air
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan
semen untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah
tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai untuk
II - 8
mengubah sifat-sifat semen. Selain itu air yang demikian dapat mengurangi
afinitas antara agregat dengan pasta semen dan mungkin pula mempengaruhi
Expanded polystyrene atau styrofoam biasa dikenal dengan gabus putih yang
tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Dalam bentuk
butiran (granular) expanded polystyrene mempunyai berat jenis sangat kecil yaitu
13-22 kg/m3. Sehingga expanded polystyrene dalam campuran beton sangat cocok
II - 9
untuk memiliki kuat tekan beton yang baik yaitu penambahan expanded
penambahan 30% butiran styrofoam kuat tarik lentur meningkat 1,21% terhadap
kuat tarik lentur dengan penambahan 20%, sedangkan penelitian yang dilakukan
Yusuf (2011) yang melakukan analisa tentang perbandingan antara berat jenis
beton dengan harga produksi beton dan kuat tekan beton didapatkan persentase
Baja penguat atau baja tulangan memikul gaya tarik maupun gaya tekan, kekuatan
lelehnya lebih sepuluh kali dari kekuatan tekan struktur beton yang umum, atau
II - 10
seratus kali dari kekuatan tariknya. Sebaliknya baja merupakan material yang
mahal harganya bila dibandingkan dengan beton. Kedua material tersebut dapat
untuk memikul tegangan tekan sedang baja berfungsi memikul tegangan tarik. (
Li dkk (2008) melaporkan suatu metode desain untuk balok beton bertulang
dalam ACI 318-02. Berdasarkan konsep analogi rangka memanfaatkan blok beton
sebagai struts kompresi untuk menahan gaya tekan dan memperkuat tulangan
diagonal untuk menahan gaya tarik vertikal kemudian bergabung dengan tulangan
Gambar 2.2 Model rangka/truss dengan struts pada variasi sudut (Li dkk, 2011)
II - 11
Untuk mengetahui perilaku lentur dimana gaya tarik internal yang bekerja
pada lengan momen konstan dari titik ke titik di sepanjang balok dalam
pemodelan balok beton bertulang kinerja balok (beam action) dan kinerja
disimpulkan bahwa dalam praktek desain saat ini yang mengharuskan bahwa
kegagalan terjadi ketika beton hancur, sebelum tulangan meleleh terjadi dengan
Li dkk (2012) sekali lagi melakukan studi untuk menentukan kemiringan dari
diagonal strut dalam variabel sudut model truss untuk balok beton bertulang
elemen lentur, tarik elemen bawah diasumsikan pada centroid dari tulangan
tegangan blok beton. Untuk elemen tarik, beton di daerah yang biasanya retak dan
Gambar 2.3 Analogi truss untuk retak balok yang mengalami geser dan
lentur (Li dkk., 2012)
II - 12
Tegangan tarik transversal dan regangan ini digunakan dengan langsung
geser balok beton bertulang melalui kondisi kompabilitas. Korelasi yang baik
antara kekuatan eksperimental dan prediksi di kisaran kuat tekan beton, rasio
aspek, dan rasio tulangan transversal menunjukkan bahwa model yang diusulkan
Konsep ini menyatakan bahwa balok beton bertulang dengan tulangan geser
sambungan sendi. Beton tekan lentur dianalogikan sebagai batang atas rangka
batang, sedangkan tulangan tarik sebagai batang bawah. Web rangka batang
tersusun dari sengkang sebagai batang tarik vertikal dan bagian beton antara retak
tarik diagonal mendekati 45° bekerja sebagai batang tekan diagonal. Tulangan
geser yang digunakan berperilaku seperti batang web dari suatu rangka batang.
45o
(a)
v v
0 -v - 2v - 3v - 4v
√2
√2
√2
√2
z 0 +v +v +v 0 0
-v
-v
-v
-v
+v + 2v + 3v + 4v + 4v
v 4xz
(b)
Gambar 2.4 Analogi rangka batang untuk sengkang vertikal ( Vis dkk., 1994)
II - 13
Gambar 2.5 Gaya-gaya perlawanan pada balok yang telah retak dengan
tulangan geser (MacGregor dkk., 1997)
Retak diagonal akan terjadi dalam balok dengan tulangan geser pada beban
yang hampir sama jika retak tersebut terjadi dalam balok dengan ukuran yang
sama tetapi tanpa tulangan geser. Adanya tulangan geser hanya dapat diketahui
setelah retak mulai terbentuk. Pada saat itu, balok harus mempunyai tulangan
geser yang cukup untuk menahan gaya geser yang tidak ditahan oleh beton.
Setelah retak geser terbentuk dalam balok, hanya sedikit geser yang dapat
ditransfer melalui retak tersebut kecuali jika tulangan web dipasang untuk
menjembatani celah tersebut. Jika tulangan tersebut ada, beton pada kedua sisi
menjadikan struktur lebih ringan sehingga beban konstruksinya lebih kecil dan
II - 14
yang berisi styrofoam. Proses pembuatan beton styrofoam relatif sederhana, beton
styrofoam dicor pada daerah tarik sedangkan beton normal dicor pada daerah
semakin besar styrofoam yang terbentuk dan kuat semakin rendah. Dengan tingkat
mutu beton yang hendak dicapai, perbandingan campuran bahan penyusun harus
1. Pengerjaan (workability)
2. Ketahanan (durbality)
geser yang terjadi pada setiap penampang balok yang bekerja menahan beban
dapat dihitung, yaitu kemampuan balok tersebut menahan beban dengan cara
tegangan pada penampang balok sebenarnya sangat rumit, dan hasil perhitungan
yang dapat diperoleh berdasarkan teori elastisitas dengan asumsi bahwa bahan
homogeny, sementara beton bertulang terdiri dari bahan yang tidak serba sama
(non homogen) berarti tidak memilki perilaku elastis dari segi kekuatannya.
Konsep lain adalah konsep kopel momen dalam, dapat digunakan untuk
memperhitungkan kuat balok yang bersifat umum baik untuk bahan balok
II - 15
homogen ataupun tidak, juga dapat dipakai untuk balok yang mempunyai
1) lekatan (bonding) antara tulangan baja dengan beton harus sempurna, 2) beton
mencegah terjadinya karat, dan 3) angka muai kedua bahan hampir sama.
regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka
ada balok akan terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan
retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin bertambah, pada
disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur. Pada setiap penampang
terdapat gaya – gaya dalam yang dapat diuraikan menjadi komponen – komponen
merupakan tegangan – tegangan lentur (tarik pada salah satu sisi pada sumbu
netral dan tekan pada sisi penampang lainnya). Fungsi dari komponen ini adalah
II - 16
Dalam kondisi tertentu seperti pada perencanaan konstruksi kriteria kuat
lentur dianggap lebih penting dibandingkan kuat tekan beton. Kuat lentur
merupakan kuat tarik beton tak langsung dalam keadaan lentur akibat momen dari
beton. Kuat lentur maksimum terjadi pada serat bawah balok beton yang
rupture dari beton yang besarnya tergantung jenis pembebanan yang diterima dan
P P
b
a a
L
Gambar 2.6 Bentuk pembebanan balok dalam keadaan lentur murni
(Bid.
D)
(Bid.
M)
Pada suatu kondisi tertentu balok dapat menahan beban yang terjadi hingga
regangan tekan lentur beton maksimum (Ɛ’c) maks mencapai 0,003 sedangkan
II - 17
tegangan tarik tulangan mencapai tegangan leleh fy. Jika hal itu terjadi, maka nilai
betulangan seimbang).
pengujian regangan, tegangan, dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok
yang bekerja menahan momen batas (Mu), yaitu momen yang timbul akibat beban
luar pada saat terjadi kehancuran. Kuat lentur balok beton terjadi karena
pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam. Seperti tampak pada
gambar 2.8, dimana ND merupakan resultan gaya tekan dalam dan merupakan
resultan gaya tekan pada daerah yang berada di atas garis netral. Sedangkan NT
adalah merupakan resultan gaya tarik dalam dan merupakan seluruh gaya tarik
yang direncanakan untuk daerah yang berada di bawah garis netral. Resultan gaya
tekan dalam dan resultan gaya tarik dalam arah garis kerjanya sejajar, sama besar
II - 18
Momen tahanan dalam tersebut akan memikul momen lentur rencana aktual
yang diakibatkan oleh beban luar. Untuk tujuan perencanaan pada kondisi balok
dibebani harus disusun sesuai dengan komposisi dimensi balok beton dan jumlah
luasan tulangan yang dapat menahan momen akibat beban luar. Terlebih dahulu
adalah mengetahui resultan total gaya beton tekan ND, dan letak garis kerja
dihitung terhadap serat tepi tekan terluar, sehingga jarak z dapat dihitung. Nilai
memanfaatkan nilai intensitas tegangan rata-rata agar nilai dan letak resultan tidak
berubah.
rata-rata ditentukan sebesar 0,85 f’c dan diasumsikan bekerja pada daerah tekan
dan penampang balok sebesar b dan setinggi a, besarnya dapat ditentukan dengan
persamaan :
a = β1 c……………………………………………………………………(1)
II - 19
Standar SK SNI 03-2847-2002 menetapkan nilai β1 diambil 0,85 untuk f’c ≤
30 MPa, dan berkurang 0,007 untuk setiap kenaikan 1 MPa kuat beton dan tidak
boleh kurang dari 0,65. Gambar 2.9 menunjukkan hubungan gaya-gaya dalam
Pada dasarnya balok beton bertulang ditinjau dari dua sudut pandang yang
berbeda dalam menahan gaya. Gaya yang dimaksud di sini yaitu gaya tekan total
ND, gaya tekan total ND terbagi dua menjadi dua komponen ialah gaya tekan yang
ditahan oleh beton ND1 dan gaya yang ditahan oleh tulangan tekan ND2. Sehingga
untuk menganalisis momen tahan dalam dari balok diperhitungkan dua kopel
momen dalam, yaitu kopel pasangan beton tekan dengan tulangan tarik dan
pasangan tulangan baja tekan ditambah tulangan tarik sebagaimana dapat dilihat
pada gambar 2.10 kuat momen total balok bertulang rangkap merupakan
II - 20
2.8 Hubungan Beban dan Lendutan
I II III
Beban P (kN)
retak. Segmen praretak dari kurva beban - defleksi berupa garis lurus yang
lebih kecil dari kekuatan tariknya akibat lentur atau lebih kecil dari modulus
menggunakan modulus young Ec dari beton, dan momen inersia penampang balok
tak retak.
Ec = 0,043 wc1,5.√fc’
Ec = 4700√fc’
II - 21
Modulus elastisitas baja
tulangan As . Ini dapat dilakukan dengan mengganti luas baja dengan luas beton
maupun lebarnya. Balok pada tumpuan sederhana retak akan terjadi semakin lebar
pada daerah lapangan ,sedangkan pada tumpuan hanya terjadi retak minor yang
tidak lebar. Apabila sudah terjadi retak lentur maka kontribusi kekuatan tarik
beton sudah sudah dapat dikatakan tidak ada lagi. Ini berarti pula kekakuan lentur
penampangnya telah berkurang sehingga kurva beban – defleksi di daerah ini akan
semakin landai dibanding pada taraf praretak. Momen inersia retak disebut Icr.
tulangan tarik sudah mencapai tegangan lelehnya. Diagram beban defleksi daerah
III jauh lebih datar dibanding daerah sebelumnya. Ini diakibatkan oleh hilangnya
kekuatan penampang karena retak yang cukup banyak dan lebar sepanjang
bentang. Jika beban terus ditambah ,maka regangan εs pada tulangan sisi yang
tegangan tambahan. Balok yang tulangan tariknya telah leleh dikatakan telah
runtuh secara struktural. Balok ini akan terus mengalami defleksi tanpa adanya
penambahan beban dan retaknya semakin terbuka sehingga garis netral terus
mendekati tepi yang tertekan. Pada akhirnya terjadi keruntuhan tekan sekunder
II - 22
yang mengakibatkan kehancuran total pada beton daerah momen maksimum dan
menggunakan momen inersia efektif Ie dengan syarat Icr < Ie < Ig , dimana :
1
𝐼𝑔 = 𝑏ℎ3 ……………………………………………………….……(2)
12
1
𝐼𝑐𝑟 = 𝑏𝑦 3 + 𝑛𝐴𝑠 (𝑑 − 𝑦)2 …………………………………..……..(3)
3
Dengan :
𝐸𝑠
𝑛= ……………………………………………………………………(4)
𝐸𝑐
Garis netral :
𝑛.𝐴𝑠 2𝑏𝑑
𝑦=
𝑏
[√(1 + 𝑛.𝐴𝑠) − 1]………………………………….………(5)
𝑀𝑐𝑟 𝑀
𝐼𝑒 = (
𝑀𝑎
) ³𝐼𝑔 +{1 − ( 𝑀𝑐𝑟 )} ³𝐼𝑐𝑟 ……………………………………(6)
𝑎
Dimana :
II - 23
𝑓𝑟 𝐼𝑔
𝑀𝑐𝑟 = ………………………………………………………………(7)
𝑦𝑡
𝑓𝑟 = 0,7√𝑓𝑐′ ………………………………………….………………...(8)
atau bisa juga fr = 0,7 √f’c. Lendutan pada komponen struktur merupakan fungsi
dari panjang bentang, perletakan dan kondisi ujung bentang, jenis beban, baik
beban terpusat ataupun beban merata dan kekakuan lentur komponen. Untuk
berikut :
5𝑞𝐿4
∆= ………………………………………...………………...(9)
384𝐸𝐼
Retak terjadi pada umumnya menunjukkan bahwa lebar celah retak sebanding
dengan besarnya tegangan yang terjadi pada batang tulangan baja tarik dan beton
pada ketebalan tertentu yang menyelimuti batang baja tersebut. Meskipun retak
tidak dapat dicegah, namun ukurannya dapat dibatasi dengan cara menyebar atau
mendistribusikan tulangan.
II - 24
Apabila struktur dibebani suatu beban yang menimbulkan momen lentur
masih lebih kecil dari momen retak maka tegangan yang timbul masih lebih kecil
tegangan tarik mencapai 𝑓𝑟 , maka retak kecil akan terjadi. Apabila tegangan tarik
b. Ketika tegangan tarik 𝑓𝑡 =𝑓𝑟 , maka retak mulai timbul. Momen yang
𝐼𝑔
𝑀𝑐𝑟 = 𝑓𝑟 ……………………….……………………………..(11)
𝑐
Dimana : c= h/2
c. Apabila momen yang bekerja sudah lebih besar dari momen retak, maka
Pada dasarnya ada tiga jenis keretakan pada balok (Gilbert, 1990):
momen lentur lebih besar dan gaya geser kecil. Arah retak terjadi hampir
2. Retak geser (flexural shear crack), terjadi pada bagian balok yang
perambatan retak miring dari retak lentur yang sudah terjadi sebelumnya.
II - 25
3. Retak geser pada bagian balok (web shear crack), yaitu keretakan miring
yang terjadi pada daerah garis netral penampang dimana gaya geser
adalah panjang geser (shear span), yaitu jarak antara titik pembebanan ke
tumpuan.
Keruntuhan pada balok dapat terjadi menurut salah satu dari tiga ragam
balok dengan harga a/d > 5,5 dimana arah retaknya vertikal di tengah
daerah tengah bentang retak awal mulai melebar dan merambat ke arah
cukup, yang terjadi karena kuat tarik diagonal lebih kecil dari kuat lentur.
Keruntuhan ini terjadi pada balok dengan a/d sekitar 2,5 - 5,5. Keretakan
II - 26
dimulai dengan terbentuknya retak lentur vertikal di tengah bentang,
momen lebih kecil dan gaya geser besar, sehingga terjadi keretakan
lentur geser. Dengan meningkatnya gaya geser, retak akan melebar dan
yang terjadi setelah retak lentur geser terjadi, kemudian retak merambat
dua sendi, yang diakhiri dengan hancurnya beton tekan di sisi atas balok.
Keruntuhan ini terjadi pada balok dengan rasio a/d antara 1,0 - 2,5,
II - 27
Gambar 2.12 Ragam keruntuhan balok Whithney
tulangan tarik atau hancurnya beton yang tertekan, balok dapat dikelompokkan ke
1. Penampang balanced. Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton
dan 𝜀𝑠 = 𝜀𝑦 = 𝑓𝑦 I𝐸𝑠 .
II - 28
2. Penampang over-reinforced. Kondisi ini terjadi apabila tulangan yang
yang dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk kondisi
II - 29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Secara garis besar tahapan pelaksanaan dari penelitian yang dilakukan dapat
Mulai
Studi pustaka
Persiapan
Desain, bahan dan alat pengujian
Hasil pengujian
dan pembahasan
Selesai
III - 1
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kajian pustaka dan uji eksperimental tentang
pelaksanaan.
Dua jenis mutu material beton digunakan dalam pembuatan spesimen balok.
Lapisan atas (top layer) dan bawah (bottom layer) dari beton normal sedang
lapisan tengah (middle layer) dari styrocon. Lapisan atas (top layer) dan bawah
(bottom layer) dirancang untuk menghasilkan kuat tekan silinder umur 28 hari fc′
Dua jenis baja tulangan produksi PT. Barawaja sesuai standar SNI 0136-80,
400 MPa digunakan sebagai tulangan diagonal dan transversal serta longitudinal
III - 2
3.3.3 Uji Kuat Tekan
Pengujian yang dilakukan adalah untuk mengetahui kuat tekan beton yang
𝑃
f’cr = ........................................................................................................................ ..........(12)
𝐴
(Standard Test Method for Static Modulus of Elasticity and Poisson’s Ratio of
Concrete in Compression).
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui perilaku lentur balok beton
bertulang sistem rangka, maka untuk mencapai tujuan tersebut akan dilakukan
pengujian lentur.
III - 3
Pengujian balok dilakukan dengan double point loadings pada BN-TT, BS-
TT, dan BS-TR, digunakan pembebanan yang bersifat monotonik, yang diberikan
secara stroke control dengan kecepatan ramp actuator konstan sebesar 0,05 mm/dt
sampai balok runtuh. Pembacaan data pada data logger diambil pada setiap
tertentu, seperti pada first cracking, yield, dan ultimate load data diambil lebih
rapat. Sementara itu pengamatan terhadap balok uji terus dipantau secara visual,
LVDT dipasang untuk merekam lendutan vertikal pada beberapa lokasi pada
spesimen. Dial gauge diletakkan pada kedua tumpuan balok untuk mengetahui
putaran sudut puntir balok. Bebarapa Instrumen yang digunakan pada pengujian
Alat yang digunakan untuk mengukur besar dan arah lendutan yang
terjadi pada balok uji selama pembebanan adalah LVDT (Linier Variable
Balok uji yang akan dibebani diletakkan pada loading frame. Di atas
yaitu :
III - 4
2) Load cell, untuk mengetahui besar beban yang diberikan hydraulic
ram.
Dimensi dan tulangan balok dianalisa dengan metode kekuatan batas dan
standar umum pengujian beton. Analisa desain ditempatkan pada lampiran tugas
akhir ini. Adapun desain balok beton bertulang dan sistem penulangannya dapat
panjang
III - 5
Untuk keperluan pengujian karakteristik lentur balok, digunakan balok
Variabel penelitian balok lentur (15 cm x 25 cm x 300 cm) yang akan diteliti
sebagai berikut :
III - 6
a. Variasi I (Balok Beton Normal)
III - 7
b. Variasi II (Balok Beton Styrofoam dengan Tulangan Transversal)
III - 8
c. Variasi III (Balok Beton Terbuka dengan Tulangan Transversal)
III - 9
d. Variasi IV (Balok Beton Styrofoam dengan Tulangan Sistem Rangka)
III - 10
e. Variasi V (Balok Beton Tebuka dengan Tulangan Sistem Rangka)
III - 11
BAB IV
material beton balok terdiri dari pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas.
Pengujian material beton balok uji menggunakan mesin TTM kapasitas 2000 KN.
Pengetesan material beton dilakukan setelah benda uji mencapai umur 28 hari.
Hasil pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas beton disajikan dalam Tabel
IV - 1
Tabel 4.2 Karakteristik beton styrofoam umur 28 hari
Kuat
Luas Modulus Modulus Elastisitas
Umur f'c Tekan
No. (A)
Hari Rata-Rata Elastisitas Rata-Rata
(cm²)
(MPa) (MPa) (MPa) (MPa)
1 3 78,54 0,41 3000,1
2 3 78,54 0,63 0,54 3722,8 3430,6
3 3 78,54 0,58 3568,8
4 7 78,54 3,35 8604,7
5 7 78,54 3,97 3,75 9367,6 9100,3
6 7 78,54 3,94 9328,5
7 28 78,54 13,69 17389,7
8 28 78,54 16,34 14,57 18997,3 17925,3
9 28 78,54 13,69 17388,9
Sumber : Hasil olahan data
Hasil uji kuat tekan beton normal dan beton styrofoam pada tabel 4.1 dan
tabel 4.2, memperlihatkan bahwa beton normal memenuhi nilai kuat tekan yang
disyaratkan yaitu 25 MPa. Pada tabel 4.2 juga memperlihatkan bahwa beton
dengan styrofoam turun 53,5 % dari beton normal. Beton normal memiliki mutu
yang lebih besar dari pada beton styrofoam yaitu pada umur 28 hari beton normal
memiliki nilai kuat tekan rata-rata sebesar 27.23 MPa, sedangkan pada beton
IV - 2
Tabel 4.3 Hasil pengujian tarik baja tulangan
Diameter Regangan Es
fy(MPa) fu(MPa) fs(MPa)
Sampel Terukur(mm) ԑs MPa
θ 12 10.68 346.2 483.8 442.7 0.00167 207259
θ8 7.78 356.7 469.3 456.8 0.00159 224680
Sumber : Hasil olahan data
secara otomatis. Untuk mencatat lendutan yang terjadi pada balok dipasang 3
LVDT yang ditempatkan pada bagian bawah balok seperti terlihat pada gambar
Adapun data-data yang diambil pada penelitian ini adalah beban retak
pertama, beban ultimit, dan lendutan. Data lendutan yang digunakan pada
pengujian ini adalah data hasil output lendutan pada LVDT 2 yang tedapat pada
tengah bentang.
IV - 3
4.3.1 Kapasitas Momen
Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin. Pada setiap balok diberi 2 titik
pembebanan secara bertahap dengan jarak antara titik point load 60 cm.
q = 0.9 kNm
IV - 4
P = 9,4 kN
= 6,05 kN
Pada tabel 4.5 hubungan beban dan lendutan balok pengujian, pada balok BN
pengujian karateristik lentur balok, kondisi retak awal (Mcr) terjadi pada beban
9.4 kN, dengan lendutan sebesar 1.33 mm, kondisi saat leleh (My) terjadi pada
beban 40 kN, dengan lendutan sebesar 15.48 mm, dan saat kondisi ultimit (Mu)
IV - 5
hasil pengujian diperoleh beban 43.15 kN, dengan lendutan sebesar 73.96 mm.
Pada balok BSCTR pengujian karateristik lentur balok, kondisi retak awal (Mcr)
terjadi pada beban 9.77 kN, dengan lendutan sebesar 4.8 mm, kondisi saat leleh
(My) terjadi pada beban 42 kN, dengan lendutan sebesar 15.48 mm, dan saat
kondisi ultimit (Mu) hasil pengujian diperoleh beban 48.1 kN, dengan lendutan
sebesar 64.3 mm. Pada balok BSC pengujian karateristik lentur balok, kondisi
retak awal (Mcr) terjadi pada beban 8.71 kN, dengan lendutan sebesar 1.96 mm,
kondisi saat leleh (My) terjadi pada beban 36 kN, dengan lendutan sebesar 13.2
mm, dan saat leleh kondisi ultimit (Mu) hasil pengujian diperoleh beban 41.32
kN, dengan lendutan sebesar 22.13 mm. Pada balok BTR pada pengujian
karateristik lentur balok, kondisi retak awal (Mcr) terjadi pada beban 5.87 kN,
dengan lendutan sebesar 1.94 mm, kondisi saat leleh (My) terjadi pada beban 30
kN, dengan lendutan sebesar 16.48 mm, dan saat ultimit (Mu) hasil pengujian
diperoleh beban 38.0 kN, dengan lendutan sebesar 26.88 mm. Pada balok BTL
pada pengujian karateristik lentur balok, kondisi retak awal (Mcr) terjadi pada
beban 2.97 kN, lendutan sebesar 18.91 mm, kondisi saat leleh (My) terjadi pada
beban 20 kN, dengan lendutan sebesar 11.4 mm, dan saat kondisi ultimit (Mu)
hasil pengujian diperoleh beban 26.66 kN, dengan lendutan sebesar 41.47 mm.
Pada tabel 4.5 Besarnya beban dan lendutan hasil pengujian lentur terlihat
perbedaan kekuatan antara balok BN, balok BSCTR, balok BSC, balok BTR dan
balok BTL. Persentase untuk balok BSCTR cenderung memiliki beban ultimit
yang lebih besar dibandingkan dengan balok normal (BN), yaitu dalam hal
IV - 6
kapasitas pembebanan naik 11,54 % dari balok normal (BN), akan tetapi untuk
Hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi selama hasil pengujian
Pada tabel 4.6 Hubungan beban – lendutan untuk desain balok normal pada
pengujian karateristik lentur balok, kondisi retak awal (Mcr) terjadi pada beban
9.0 kN, dengan lendutan sebesar 1.1 mm dan momen sebesar 6.44 kNm. kondisi
tulangan leleh (My) terjadi pada beban 28.76 kN, dengan lendutan sebesar 8.69
mm dan momen sebesar 18.3 kNm. Pada kondisi ultimit (Mu) hasil pengujian
diperoleh beban 45.6 kN, lendutan sebesar 14.34 mm dan momen sebesar 28.4
kNm.
Hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi selama hasil pengujian
balok dengan desain balok normal dapat dilihat pada gambar 4.4.
IV - 7
Tabel 4.7 Daktalitas tiap variasi benda uji
Beban (kN) Lendutan (mm)
benda uji Δu/Δy
Pcr Py Pu Δcr Δy Δu
BN 9.4 40 43.15 1.33 16.5 73.96 4.48
BSCTR 9.77 42 48.13 4.82 15.48 64.34 4.16
BSC 8.71 36 41.32 1.96 13.2 22.13 1.68
BTR 5.87 30 38 1.94 16.8 26.88 1.60
BTL 2.97 20 26.66 1.92 18.91 41.47 2.19
Sumber : Hasil olahan data
Dari tabel 4.7 diperoleh nilai daktalitas tiap variasi benda uji, untuk balok BN
diperoleh sebesar 4.48 (daktalitas parsial), balok BSCTR diperoleh sebesar 4.16
(daktalitas parsial), balok BSC diperoleh sebesar 1.68, balok BTR diperoleh
50
45
40
35
beban(kN)
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
lendutan(mm)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Beban – Lendutan untuk Tiap Variasi Sampel
Gambar 4.3 menjelaskan hubungan beban dan lendutan yang terjadi pada
tiap-tiap sampel balok dan data pengukuran lendutan yang digunakan pada
IV - 8
pengujian ini adalah data hasil output pada lvdt 2 . Pada balok normal (BN)
lendutan yang terjadi sebesar 73.96 mm saat beban maksimal yaitu sebesar 43.15
kN. Pada saat balok normal (dengan tulangan transversal) tersebut diberi
styrofoam mulai jarak 37,5 cm dari masing-masing tepi balok, pada daerah bagian
tersebut daerah tarik beton (BSC) balok menjadi getas, beban maksimal dan
lendutan yang terjadi lebih kecil daripada balok normal dengan beban maksimal
sebesar 41.32 kN dan lendutan sebesar 22.13 mm, namun pada saat diperkuat
dengan tulangan sistem rangka, pada balok beton styrofoam (BSCTR) balok
menjadi daktail, beban maksimal dan lendutan yang terjadi lebih besar dari balok
BSC dengan lendutan sebesar 64.34 mm saat beban maksimal sebesar 48.13 kN.
kekuatan balok, tetapi lendutan yang terjadi pada balok BSCTR lebih kecil dari
menurunkan kekuatan balok dengan lendutan yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan balok BN dan balok BSCTR. Pada beton bertulang normal luar dengan
maksimal sebesar 26.66 kN. Namun Beton normal bertulang luar diganti dengan
tulangan sistem rangka (BTR) lendutan yang terjadi 26.88 mm dengan beban
maksimal sebesar 38 kN. Hal ini memperlihatkan bahwa perkuatan pada beton
bertulang luar yang terlihat pada gambar 4.3, beban dan lendutan yang terjadi
IV - 9
50
3
45
40 2
35
30
beban(kN)
25
20
15 Ket.
1. Daerah sebelum retak
10 1 2. Daerah saat tulangan leleh
3. Daerah saat beban maksimum
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
lendutan(mm)
data pengukuran lendutan yang digunakan pada pengujian ini adalah data
hasil output dari lvdt 2, adapun penjelasan dari gambar 4.4 dan tabel 4.7 sebagai
berikut :
Pada daerah 1 hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih
berupa garis lurus yang memperlihatkan elastis penuh sampai pada beban rata-rata
sebesar 9.4 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 1.33 mm. Pada daerah 2
kenaikan lendutan sudah agak meningkat sejalan dengan peningkatan beban, baja
tulangan mengalami leleh ditandai dengan hubungan beban dan lendutan lebih
IV - 10
seiring dengan peningkatan beban. Hal ini terjadi sampai pada beban rata-rata
sebesar 40 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 16.5 mm. Sedangkan pada
peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban dan lendutan jauh menjadi
lebih datar dibanding dengan sebelumnya. Hal ini terjadi pada balok mencapai
beban ultimit rata-rata sebesar 43.15 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar
2. BSCTR
Pada daerah 1 hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih
berupa garis lurus yang memperlihatkan elastis penuh sampai pada beban rata-rata
sebesar 9.77 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 4.82 mm. Pada daerah 2
sejalan dengan peningkatan beban, baja tulangan mengalami leleh ditandai dengan
ini terjadi sampai pada beban rata-rata 42 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar
15.48 mm. Sedangkan pada daerah 3, dengan peningkatan lendutan yang besar
tanpa diikuti dengan peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban dan
lendutan jauh menjadi lebih datar dibanding dengan sebelumnya. Hal ini terjadi
pada balok mencapai beban ultimit rata-rata sebesar 48.13 kN dengan lendutan
yang terjadi sebesar 64.34 mm. Nilai daktalitas BSCTR sebesar 4.16.
IV - 11
3. BSC
Pada daerah 1 hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih
berupa garis lurus yang memperlihatkan elastis penuh sampai pada beban rata-rata
sebesar 8.71 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 1.96 mm. Pada daerah 2
sejalan dengan peningkatan beban, baja tulangan mengalami leleh ditandai dengan
ini terjadi sampai pada beban rata-rata sebesar 36 kN dengan lendutan yang terjadi
sebesar 13.2 mm. Sedangkan pada daerah 3, dengan peningkatan lendutan yang
besar tanpa diikuti dengan peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban
dan lendutan jauh menjadi lebih datar dibanding dengan sebelumnya. Hal ini
terjadi pada balok mencapai beban ultimit sebesar 41,32 kN dengan lendutan
4. BTR
Pada daerah 1 hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih
berupa garis lurus yang memperlihatkan elastis penuh sampai pada beban rata-rata
sebesar 5.87 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 1.94 mm. Pada daerah 2
sejalan dengan peningkatan beban, baja tulangan mengalami leleh ditandai dengan
ini terjadi sampai pada beban rata-rata sebesar 30 kN dengan lendutan yang terjadi
sebesar 16.8 mm. Sedangkan pada daerah 3, dengan peningkatan lendutan yang
IV - 12
besar tanpa diikuti dengan peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban
dan lendutan jauh menjadi lebih datar dibanding dengan sebelumnya. Hal ini
terjadi pada balok mencapai beban ultimit sebesar 38 kN dengan lendutan sebesar
5. BTL
Pada daerah 1 hubungan beban dan lendutan pada awal pembebanan masih
berupa garis lurus yang memperlihatkan elastis penuh sampai pada beban rata-rata
sebesar 2.97 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 1.92 mm. Pada daerah 2
sejalan dengan peningkatan beban, baja tulangan mengalami leleh ditandai dengan
ini terjadi sampai pada beban rata-rata sebesar 20 kN dengan lendutan yang terjadi
sebesar 18.91 mm. Sedangkan pada daerah 3, dengan peningkatan lendutan yang
besar tanpa diikuti dengan peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban
dan lendutan jauh menjadi lebih datar dibanding dengan sebelumnya. Hal ini
terjadi pada balok mencapai beban ultimit sebesar 26.66 kN dengan lendutan
Desain balok normal merupakan balok kontrol terhadap balok normal (BN)
secara teoritis, Pada daerah 1 hubungan beban dan lendutan pada awal
pembebanan masih berupa garis lurus yang memperlihatkan elastis penuh sampai
IV - 13
pada beban rata-rata sebesar 9 kN dengan lendutan yang terjadi sebesar 1.09 mm.
peningkatan lendutan bertambah seiring dengan peningkatan beban. Hal ini terjadi
sampai pada beban rata-rata sebesar 28.76 kN dengan lendutan yang terjadi
sebesar 8.69 mm. Sedangkan pada daerah 3, dengan peningkatan lendutan yang
besar tanpa diikuti dengan peningkatan beban yang berarti, kurva hubungan beban
dan lendutan jauh menjadi lebih datar dibanding dengan sebelumnya. Hal ini
terjadi pada balok mencapai beban ultimit rata-rata sebesar 45.6 kN dengan
lendutan yang terjadi sebesar 14.34 mm. Grafik ini berimpit dengan grafik benda
Pada beton normal (BN) nilai lendutan lebih besar dari BSCTR, BSC, BTR,
dan BTL. Sementara beban maksimum yang dipikul balok BSCTR lebih besar
dari desain balok normal, BN, BSC, BTR, dan BTL, yaitu 111,54 % dari kekuatan
balok normal (BN), dan dengan mengganti tulangan transversal dengan sistem
tulangan rangka pada balok styrofoam dapat meningkatkan kekuatan balok dan
balok menjadi daktail bila dibandingkan dengan balok BSC, hal ini dapat dilihat
Lendutan yang terjadi pada balok normal dengan tulangan transversal (BN)
yaitu sebesar 73.96 mm saat beban maksimal yaitu sebesar 43.15 kN dan balok
menjadi daktail. Saat pada daerah tarik beton diberi styrofoam (BSC), balok
menjadi getas dengan lendutan yang terjadi mengecil sebesar 22.13 mm saat
IV - 14
beban maksimal sebesar 41.32 kN. Namun saat tulangan transversal diganti
tulangan sistem rangka dan diberi styrofoam pada daerah tarik beton, lendutan
yang terjadi bertambah hingga 64,34 mm dengan beban maksimal sebesar 48.13
kN. Hal ini memperlihatkan bahwa perkuatan pada balok BSCTR meningkatkan
transversal yang diberi styrofoam pada daerah tarik beton menjadi balok menjadi
Tabel 4.8 Kuat lentur balok pada kondisi retak awal dan ultimit
Retak pertama Ultimit
Persentase perkuatan lentur terhadap Persentase perkuatan lentur terhadap
Sampel
balok BN balok BN
(Pcr) kN (%) (Pu) kN (%)
BN-1
BN-2 9,40 0.00 43,15 0,00
BN-3
BSC-1
BSC-2 8,48 9,82 41,32 95,75
BSC-3
BSCTR-1
BSCTR-2 9,77 103,93 48,13 111,54
BSCTR-3
BTR-1
BTR-2 5,87 37,59 38,00 88,07
BTR-3
BTL-1
BTL-2 2,85 69,72 26,66 61,78
BTL-3
IV - 15
Kuat lentur retak awal dan ultimit disajikan dalam tabel 4.8. Besarnya beban
runtuh ultimit rata-rata untuk setiap variasi pengujian terhadap balok normal
adalah BSCTR sebesar 48.13 kN, BSC sebesar 41.32 kN, BTR sebesar 38 kN dan
BTL sebesar 26.66 kN. Persentase kenaikan beban untuk balok styrofoam dengan
120
100
80
Ratio (%)
60
Pcr
40
Pu
20
0
1 2 3 4 5
Sampel
1. BN 2. BSC 3. BSCTR 4. BTR 5. BTL
Gambar 4.5 Histogram persentase perkuatan lentur terhadap balok normal (BN)
normal sebesar 100 %, menjadi 111.54 % dari balok normal (BN). Balok beton
sebesar 4,25 %, menjadi 95.75 % dari balok normal (BN). Balok beton dengan
11.93 %, menjadi 88.07 % dari balok BN. Sedangkan balok beton dengan
IV - 16
menjadi 61.78 % dari balok BN. Untuk balok beton dengan tulangan sistem
rangka lebih besar dalam menahan beban terjadinya lentur bila dibandingkan
transversal (BSC), balok beton dengan sistem tulangan rangka terbuka (BTR)
dan balok beton dengan sistem tulangan rangka terbuka (BTL). Jika beton
dihilangkan pada daerah tarik, kekakuan dan daktalitas menurun drastis sehingga
balok beton dengan sistem tulangan rangka terbuka (BTR) dan balok beton
diaplikasikan dilapangan.
IV - 17
Retak
horizontal
Retak awal
merupakan retak lentur yang terjadi pada kedua sisi balok dimana arah beban
aksial bekerja. Retakan awal dapat dilihat pada gambar 4.7 yang menandakan
beton memasuki cracked starge artinya beton sudah melampui regangan tariknya.
Setelah retak pertama, beton tidak mampu lagi menahan tegangan tarik, sehingga
gaya tarik yang timbul dipikul oleh tulangan, hal itu dengan munculnya retak
rambut pada daerah tengah bentang. Ketika terjadi penambahan beban, dapat
yang terjadi sebelumnya, dan regangan pada serat beton sudah melampui batas
ultimit dan pada serat tekan beton mulai mengalami retak horizontal seperti
karena retak yang cukup banyak dan lebar sepanjang bentang, jika beban terus
ditambah maka regangan Ԑs pada tulangan sisi yang tertarik akan terus bertambah
tulangan tariknya telah leleh dikatakan telah runtuh secara struktural atau baja
telah fail seperti terlhat pada gambar 4.8. Balok ini akan mengalami defleksi tanpa
IV - 18
adanya penambahan beban dan retaknya semakin terbuka sehingga mendekati tepi
Lebar retak
Gambar 4.8 Lebar retak akibat beban ultimit dan tulangan lentur yang fail
(retak balok BTR 2)
Pengamatan pola retak dilakukan terhadap benda uji pada saat beban retak
pertama sampai beban retak maksimum. Pengamatan pola retak hanya pada satu
sisi balok dengan asumsi bahwa pola retak yang terjadi sama setiap sisinya.
memanjang dari sisi tarik dan mengarah keatas sampai daerah sumbu netral. Pola
retak yang terjadi pada semua benda uji balok pengujian ini adalah pola retak
lentur, hal ini dilihat dengan adanya retak-retak yang arah rambatannya vertical
dari sisi tarik menuju ke garis netral balok seperti terlihat pada gambar 4.9,
IV - 19
a. Balok normal (BN)
Terjadi
retak
lentur
Pada balok normal (BN1) seperti gambar 4.9 retakan pertama pada beban
10,7 kN pada jarak 1,216 m dari tumpuan rol dengan panjang retakan 7,9 cm.
Retakan kedua muncul pada beban 11,6 kN dengan panjang retakan 9,3 cm.
Seiring dengan pembebanan yang terus berlanjut mulai dari retakan pertama,
kemudian retakan tersebut terus merambat sampai pada Beban ulitimit 43,15 kN.
Terjadi
retak
lentur
Pada balok styrofoam dengan tulangan rangka (BSCTR2) seperti gambar 4.10
retakan pertama pada beban 8,3 kN pada jarak 1,69 m dari tumpuan rol dengan
panjang retakan 5,9 cm. Retakan kedua muncul pada beban 12,6 kN dengan
panjang retakan 14,8 cm. Seiring dengan pembebanan yang terus berlanjut mulai
IV - 20
dari retakan pertama, kemudian retakan tersebut terus merambat sampai pada pada
Terjadi
retak
lentur
4.11 retakan pertama pada beban 9,8 kN pada jarak 1,47 m dari tumpuan rol
dengan panjang retakan 12,1 cm. Retakan kedua muncul pada beban 10,1 kN
dengan panjang retakan 15,1 cm. Seiring dengan pembebanan yang terus berlanjut
mulai dari retakan pertama kemudian retakan tersebut terus merambat sampai
Terjadi
retak
lentur
IV - 21
Pada balok beton bertulang luar dengan tulangan rangka (BTR3) seperti
gambar 4.12 retakan pertama pada beban 6,7 kN pada jarak 1,24 m dari tumpuan
rol dengan panjang retakan 6,2 cm. Retakan berikutnya muncul pada beban 8,2
kN dari tumpuan rol pada jarak 1,41 m dengan panjang retakan 8,1 cm. Seiring
dengan pembebanan yang terus berlanjut mulai dari retakan pertama kemudian
Terjadi
retak
lentur
Pada balok normal (BTL1) seperti gambar 4.13 retakan pertama pada beban
6 kN pada jarak 1,35 m dari tumpuan rol dengan panjang retakan 4,6 cm. Retakan
berikutnya muncul pada beban 15,9 kN dari tumpuan rol pada jarak 1,41 m
dengan panjang retakan 12 cm. Seiring dengan pembebanan yang terus berlanjut
mulai dari retakan pertama kemudian retakan tersebut terus merambat sampai
Adapun pola retak yang terjadi pada masing-masing tiap variasi benda uji
balok dapat dilhat pada gambar 4.14, gambar 4.15, gambar 4.16, gambar 4.17,
IV - 22
Gambar 4.14 Pola retak balok BN 1
IV - 23
BAB V
5.1 Kesimpulan
sebagai berikut :
1. Perilaku balok beton bertulang yang dilapisi dengan beton styrofoam pada
daerah tarik beton dapat menurunkan kapasitas lentur dan lendutan balok.
kuat lentur dan lendutan yang terjadi pada balok beton styrofoam dengan
tulangan transversal (BSC) lebih kecil dari balok normal (BN) yaitu kuat
lentur ultimit turun 4,25 % dari balok normal dengan lendutan yang terjadi
pada balok BSC yaitu sebesar 22,13 mm lebih kecil dari balok BN yaitu
sebesar 73,96 mm .
2. Pengaruh tulangan rangka terhadap kuat lentur balok yang diberi styrofoam
pada daerah tarik beton dapat meningkatkan kuat lentur, untuk retak pertama
sebesar 3.9 % dan kapasitas lentur ultimit sebesar 11,54 % dari balok normal
balok BSC. Untuk balok BTR dan balok BTL jika beton dihilangkan pada
3. Pola retak yang terjadi pada balok beton styrofoam bertulang umumya retak
yang terfokus pada satu daerah yaitu pada retak awal, retak ini bertambah
V-1
4. panjang dan melebar seiring dengan penambahan beban sampai pada
keruntuhan balok.
5.2 Saran
ringan untuk meningkatkan kuat tekan beton, ketahanan terhadap api, zat
lapangan.
V-2
1 DAFTAR PUSTAKA
Bing Li, Cao Thanh Ngoc Tran, Reinforced Concrete Beam Analysis
Supplementing Concrete Contribution In Truss Model, Nanyang
Technological University, Singapore.
Kabir, M.Z., Structural Performance Of 3-D Sandwich Panels Under Shear and
Flexural Loading, University of Technology, Tehran, I.R. Iran.
1
Lampiran 1
Tabel Kuat Tekan Beton Normal Dan Modulus Elastisitas Untuk Umur 28 Hari
LUAS modulus
UMUR P f’c.
NO. (A) elastisitas
Hari Koef. 2
(cm ) (kN) MPa
1 28 1 78.54 200.50 25.53 23747.07401
2 28 1 78.54 252.50 32.15 26649.16516
3 28 1 78.54 188.50 24.00 23025.47481
∑ 27.23 24523.96119
Tabel Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Styrofoam
LUAS
UMUR P f’c. Rata-rata
NO. (A) Keterangan
Hari Koef. (cm2) (kN) MPa MPa
1 3 0.4 78.54 8.00 0.41 silinder
2 3 0.4 78.54 12.32 0.63 0.54 silinder
3 3 0.4 78.54 11.32 0.58 silinder
4 7 0.65 78.54 40.50 3.35 silinder
5 7 0.65 78.54 48.00 3.97 3.75 silinder
6 7 0.65 78.54 47.60 3.94 silinder
7 28 1 78.54 107.52 13.69 silinder
8 28 1 78.54 128.31 16.34 14.57 silinder
9 28 1 78.54 107.51 13.69 silinder
∑ 6.29 6.29
Tabel Kuat Tekan Beton Styrofoam Dan Modulus Elastisitas Untuk Umur 28
Hari
LUAS modulus
UMUR P f’c.
NO. (A) elastisitas
Hari Koef. (cm2) (kN) MPa MPa
1 28 1 78.53982 107.52 13.69 17389.72435
2 28 1 78.53982 128.31 16.34 18997.27427
3 28 1 78.53982 107.51 13.69 17388.93101
∑ 14.57 17941.32905
Lampiran 2
Defleksi
Beban
NO LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2.0 0.15 0.16 0.17
3 4 0.375 0.4 0.405
4 6.00 0.58 0.62 0.615
5 8 1.005 1.07 1.045
6 10 1.24 1.325 1.275
7 12.2 1.82 1.93 1.85
8 14.0 2.255 2.38 2.265
10 16 3.285 3.46 3.295
11 18.0 3.695 3.91 3.725
12 20.0 4.44 4.71 4.485
13 22 5.37 5.675 5.405
14 24.0 6.08 6.4 6.1
15 26 6.56 6.895 6.57
16 28 7.045 7.395 7.035
17 30 7.89 8.28 7.88
18 32 8.495 8.9 8.475
19 34 9.285 9.73 9.28
20 36.0 9.705 10.185 9.705
21 38.0 12.915 13.965 13.94
22 40 21.49 23.78 24.51
23 42.0 61.065 69.355 74.31
24 43.1 64.985 73.955 78.91
25 43.0 66.925 76.26 81.195
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0.0 0 0.005 0.005
2 2.0 0.375 0.38 0.36
3 4 0.715 0.735 0.69
4 5 0.855 0.885 0.83
5 6 1.22 1.25 1.175
6 8.0 2.035 2.09 1.97
7 10.3 2.91 3.02 2.85
8 12.0 3.76 3.96 3.7
9 14 4.23 4.455 4.165
10 15.0 4.535 4.79 4.485
11 16 4.845 5.125 4.82
12 18.0 5.635 5.99 5.63
13 20.2 6.325 6.725 6.31
14 22.2 7.31 7.75 7.25
15 24 7.875 8.35 7.815
16 25.0 12.27 13.155 11.985
17 26.0 30.16 32.875 29.97
18 28.0 5.85 41.9 22.255
19 29.0 5.85 41.9 22.255
20 29.3 5.85 41.9 22.255
21 27.0 5.85 41.9 22.255
22 26.8 5.85 41.9 22.255
35
30
25
Beban (kN)
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0.005
2 2 0.195 0.21 0.21
3 4 0.38 0.405 0.395
4 5 0.585 0.63 0.615
5 6 0.72 0.78 0.77
6 8 1.025 1.1 1.085
7 10 1.655 1.765 1.72
8 12 2.015 2.15 2.09
9 14 2.7 2.89 2.78
10 15 3.16 3.38 3.24
11 16 3.435 3.675 3.53
12 18 4.22 4.505 4.31
13 20 4.97 5.405 5.175
14 22.0 5.495 5.955 5.7
15 24 6.37 6.88 6.595
16 25 6.59 7.115 6.815
17 26 6.92 7.455 7.135
18 28 7.87 8.48 8.12
19 30 8.27 8.91 8.535
20 32 8.84 9.525 9.135
21 34 9.715 10.435 10.005
22 35 11.91 13.02 12.85
23 36 20.205 22.82 22.58
24 38.8178 30.325 34.515 32.905
25 35 47.94 47.83 5.73
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60
Lendutan (mm)
25
20 BN 1
BN 2
15
BN 3
10
5
0
0 20 40 60 80
Lendutan (mm)
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20 BN
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.25 0.26 0.25
3 4 0.555 0.57 0.55
4 5 0.75 0.77 0.75
5 6 0.955 0.985 0.955
6 8 1.18 1.215 1.17
7 10 1.99 2.07 1.965
8 12 2.395 2.5 2.375
9 15 3.16 3.31 3.12
10 16.00 3.8 3.995 3.775
11 18.0 4.32 4.535 4.28
12 20.0 5.03 5.275 4.985
13 22 5.7 5.97 5.635
14 24 6.58 6.865 6.485
15 25 6.725 7.03 6.64
16 26 7.08 7.405 6.985
17 28 7.66 8.005 7.55
18 30 8.385 8.725 8.245
19 32 8.975 9.335 8.815
20 34 9.915 10.225 9.675
21 35 10.18 10.505 9.93
22 36 10.73 11.02 10.41
23 38 11.05 11.36 10.73
24 40 16.715 15.025 15.515
25 41.3168 18.245 21.72 21.115
26 30 30.42 31.815 29.2
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.28 0.295 0.28
3 4 0.745 0.795 0.755
4 5 0.9 0.96 0.915
5 6 1.09 1.155 1.105
6 8 1.74 1.855 1.76
7 10 2.56 2.68 2.375
8 12 3.025 3.18 2.84
9 14 3.67 3.86 3.475
10 15 4.065 4.275 3.86
11 16 4.565 4.795 4.345
12 18 5.65 5.865 5.37
13 20 6.06 6.3 5.775
14 22 6.9 7.105 6.515
15 25 7.965 8.195 7.54
16 26 8.535 8.76 8.07
17 28 9.41 9.665 8.945
18 30 9.96 10.245 9.475
19 32 10.71 11 10.22
20 34 11.645 11.98 11.165
21 35 18.51 20.15 21.185
22 36 18.715 20.44 21.51
23 38 42.44 46.205 47.535
24 39.3176 51.905 56.64 56.885
25 35 55.93 61.175 62.235
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.315 0.34 0.34
3 4 0.73 0.8 0.795
4 5 0.885 0.955 0.945
5 6 1.07 1.155 1.14
6 8 1.52 1.63 1.605
7 10 2.355 2.54 2.465
8 12 3.29 3.49 3.365
9 14 3.88 4.085 3.925
10 15 4.26 4.48 4.3
11 16 4.645 4.885 4.69
12 18 6.06 6.405 6.14
13 20 6.41 6.755 6.475
14 22 7.08 7.46 7.13
15 24 7.875 8.545 8.165
16 25 8.06 8.735 8.35
17 26 8.47 9.145 8.74
18 28 9.295 9.99 9.53
19 30 10.175 10.875 10.355
20 32 11.275 11.965 11.335
21 34 13.2 13.875 13.055
22 35 13.645 14.3 13.445
23 36 14.67 15.255 14.275
24 38 25.535 27.455 25.245
25 39.3176 36.605 39.885 37.24
26 37.7 38.435 42.01 39.15
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
45
40
35
30
Beban (kN)
25
BSC 1
20
BSC 2
15
10 BSC 3
5
0
0 20 40 60 80
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.235 0.245 0.24
3 4 0.48 0.505 0.48
4 5 0.73 0.775 0.74
5 6 0.875 0.925 0.88
6 8 1.21 1.28 1.22
7 10 1.66 1.75 1.66
8 12 2.525 2.655 2.565
9 14 3.43 3.605 3.515
10 15 3.49 3.67 3.57
11 16 3.685 3.865 3.765
12 18 4.26 4.515 4.395
13 20 4.95 5.35 5.205
14 22 5.53 6.025 5.845
15 24 6.265 6.87 6.715
16 25 6.44 7.055 6.915
17 26 6.735 7.375 7.21
18 28 7.255 8.01 7.815
19 30 7.82 8.665 8.42
20 32 8.48 9.445 9.16
21 34 9.255 10.32 10.05
22 36 9.8 10.93 10.625
23 38 13.775 15.79 14.7
24 40 25.585 30.18 27.425
25 42 52.57 60.65 58.69
26 42.65 62.175 71.675 70.335
27 40.3172 65.58 75.03 73.535
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.235 0.25 0.22
3 4 0.61 0.64 0.59
4 5 0.9 0.94 0.885
5 6 1.155 1.195 1.13
6 8 1.69 1.735 1.65
7 10 2.145 2.195 2.095
8 12 3.095 3.11 2.96
9 14 4.48 4.455 4.305
10 15 4.77 4.75 4.59
11 16 5.02 4.995 4.835
12 18 5.845 5.85 5.675
13 20 6.76 6.81 6.575
14 22 7.58 7.75 7.385
15 24 8.42 8.68 8.23
16 25 8.9 9.225 8.72
17 26 9.355 9.69 9.16
18 28 11.035 11.41 10.83
19 30 11.47 11.865 11.275
20 32 12.745 13.22 12.56
21 34 23.665 27.77 26.925
22 35.3192 72.345 87.4 75.36
23 33.0 72.975 87.825 75.995
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.22 0.235 0.22
3 4 0.575 0.6 0.575
4 5 0.695 0.73 0.695
5 6 0.85 0.89 0.85
6 8 1.445 1.49 1.42
7 10 1.715 1.77 1.685
8 12 2.255 2.32 2.215
9 14 2.84 2.92 2.78
10 15 3.085 3.165 3.02
11 16 3.84 3.955 3.79
12 18 4.095 4.22 4.05
13 20 4.85 5.005 4.825
14 22 5.345 5.51 5.315
15 24 5.81 5.99 5.79
16 25 6.235 6.42 6.2
17 26 6.55 6.755 6.525
18 28 7.12 7.35 7.1
19 30 7.78 8.04 7.81
20 32 8.28 8.55 8.295
21 34 8.885 9.185 8.91
22 35 9.195 9.515 9.225
23 36 9.48 9.815 9.515
24 38 10.115 10.47 10.15
25 40 10.81 11.23 10.88
26 42 15.49 15.475 15.475
27 44 34.595 38.37 35.685
28 45 39.775 43.955 40.805
29 48.314 59.195 64.335 59.65
30 45 60.18 65.52 60.795
50
45
40
35
30
Beban (kN)
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Lendutan (mm)
Beban (kN)
30
25
BSCT
20
R1
15 BSCT
10 R2
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Lendutan (mm)
50
45
40
35
Beban (kN)
30
25
20 bsctr
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 1.48 1.435 1.095
3 4 2.885 2.84 2.31
4 5 3.395 3.37 2.79
5 6 3.9 4.125 3.875
6 8 4.775 5.165 5.005
7 10 5.885 6.48 6.415
8 12 7.225 8.235 8.01
9 14 9.325 10.88 10.19
10 15 9.915 11.605 10.84
11 16 10.53 12.96 12.07
12 18 12.765 15.995 14.995
13 20 14.68 18.305 17.125
14 22 17.635 21.765 20.18
15 24.32 24.85 29.945 27.37
16 20 32.525 38.875 38.725
25
20
15
Beban (kN)
10
0
0 10 20 30 40
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 1.645 1.435 1.165
3 4 2.82 2.535 2.105
4 5 3.61 3.26 2.73
5 6 4.22 3.825 3.22
6 8 5.41 4.93 4.17
7 10 7.265 6.97 5.88
8 12 9.055 9.435 8.365
9 14 10.665 11.38 10.315
10 15 11.325 12.165 11.08
11 16 12.095 13.29 12.19
12 18 14.245 16.15 14.605
13 20 16.965 19.29 17.35
14 21.4914 21.395 24.58 21.91
15 20 26.045 31.92 26.765
25
20
15
Beban (kN)
10
0
0 10 20 30 40
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 1.645 1.47 1.15
3 4 2.965 2.695 2.175
4 5 3.55 3.245 2.645
5 6 4 3.67 3
6 8 5.345 4.915 4.04
7 10 6.935 6.485 5.475
8 12 8.29 8.44 7.75
9 14 9.965 10.435 9.76
10 15 10.755 11.385 10.69
11 16 11.7 12.485 11.76
12 18 13.92 15.45 14.14
13 20 16.79 19.13 17.285
14 24 24.37 29.15 26.185
15 26.656 60.15 41.465 64.9
16 22 62.37 43.825 67.015
30
25
20
Beban (kN)
15
10
0
0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
25
20
Beban (kN) 15 BTL 1
10 BTL 2
BTL 3
5
0
0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
30
25
20
Beban (kN)
15
btl
10
0
0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 0 0 0 0
3 2 0.71 0.76 0.735
4 4 1.405 1.495 1.46
5 5 1.615 1.715 1.675
6 6 1.835 1.935 1.89
7 8 2.675 2.81 2.755
8 10 3.27 3.42 3.31
9 12 3.87 4.04 3.89
10 14 4.595 4.795 4.625
11 15 5.095 5.325 5.13
12 16 5.525 5.79 5.595
13 18 6.38 6.7 6.5
14 20 7.25 7.605 7.375
15 22 7.98 8.395 8.155
16 24 8.915 9.425 9.085
17 25 9.48 10.045 9.695
18 26 9.875 10.48 10.125
19 28 11.165 11.815 11.395
20 30 12.095 12.785 12.355
21 32 13.145 13.865 13.39
22 34 14.72 15.635 14.99
23 35 15.84 16.84 16.135
24 36 16.305 17.355 16.61
25 38.9844 24.52 26.875 25.695
40
35
30
25
Beban (kN)
20
15
10
0
0 10 20 30 40
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.78 0.86 0.845
3 4 1.625 1.785 1.765
4 5 2.255 2.445 2.33
5 6 2.84 3.07 2.865
6 8 3.5 3.785 3.53
7 10 4.56 4.98 4.745
8 12 5.5 6.005 5.74
9 14 6.615 7.16 6.835
10 15 7.08 7.63 7.275
11 16 7.665 8.245 7.85
12 18 8.97 9.635 9.215
13 20 10.655 11.46 10.98
14 22 12.035 12.93 12.355
15 24 14.025 15.08 14.395
16 25 14.425 15.515 14.815
17 26 15.14 16.28 15.535
18 28 16.91 18.23 17.435
19 30 19.49 21.17 20.365
20 32.3204 24.73 27.2 26.595
21 31 28.89 32.33 32.73
35
30
25
Beban (kN)
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50
Lendutan (mm)
Defleksi
Beban
no LVDT1 LVDT2 LVDT3
kN mm mm mm
1 0 0 0 0
2 2 0.73 0.815 0.78
3 4 1.57 1.85 1.91
4 5 2.06 2.385 2.455
5 6 2.495 2.86 2.935
6 8 3.485 3.8 3.79
7 10 4.38 4.745 4.725
8 12 5.265 5.635 5.64
9 14 6.19 6.56 6.59
10 15 6.43 6.805 6.835
11 16 7.265 7.675 7.75
12 18 8.16 8.625 8.69
13 20 9.19 9.705 9.775
14 22 10.255 10.89 10.95
15 24 11.2 11.93 11.96
16 25 11.965 12.755 12.765
17 26 12.43 13.265 13.26
18 28 13.68 14.685 14.62
19 30 15.275 16.44 16.37
20 32 19.68 21.51 21.42
21 34 31.9 39.555 37.005
22 35 42.07 44.98 49.085
23 35.9856 55.105 59.94 63.555
24 35.2 59.90 65.13 68.93
40
35
30
25
Beban (kN)
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Lendutan (mm)
Beban (kN)
25
20 BTR 1
15 BTR 2
10 BTR 3
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Lendutan (mm)
40
35
30
Beban (kN)
25
20
BTR
15
10
5
0
0 10 20 30 40
Lendutan (mm)
Tulangan tarik 3 ϕ 12
Tulangan tekan 2 ϕ 8
𝐸𝑆
- Angka ekivalensi beton terhadap baja n = =8,45
𝐸𝐶
10,7
Ds = 25 + 8 + = 38,3 mm
2
7,78
d = 25 + 8 + = 36,9 mm
2
q = b . h . γc
q = 0,09 t/m
q = 0,9 kN/m
1
VA = VD = P + . 0,9 . 32
2
VA = VD = P + 1,35 kN
1
Mmaks pada tengah bentang = - . 0,9 . 32 + (P +1,35) . 1,5 – P . 0,3
8
Abeton = b . h
n AS
2
Abeton = 150 . 250 = 37.500 mm
A1 = n AS = 8,45 . 95,0778 n AS
A1 = n AS = 803,47 mm2
b
A2 = n AS = 8,45 . 268,753
A1 = n AS = 2271,1 mm2
Ʃ Ai .yi
y atas =
𝐴
y atas = 127,76 mm
bh³
Ig beton = + b h (yatas – 0,5 h)²
12
150 .250 ³
Ig beton = + 150 . 250 (127,763 – 0,5 . 250)²
12
Ig trans fr
Mcrack = = 6.441.004,313 N.mm = 6,441 kN.m
y bawah
6,441−1,0125
P= = 4,5238 kN
1,2
2P = 9,0475 kN
P = 4,5238 kN 2P = 9,0475 kN
d = 211,6 mm d’ = 36,89 mm
𝐴 𝐴
ρ = 𝑏 . 𝑠𝑑 ρ’ = 𝑏 . 𝑠′𝑑′
268,75 95,078
ρ = 150 . 211,66 ρ’ = 150 . 211,6
ρ = 0,0084644934 ρ’ = 0,003
nilai k diperoleh dari nilai coba-coba dan nilai selisih T harus mendekati nol
k = 0,21162304 k . d = 44,792 mm
𝑓𝑦 346,17
Ԑs = = = 0,0017
𝐸𝑠 207259
𝑘. 𝑑
Ԑc = Ԑs .
𝑑−𝑘 . 𝑑
44,792
Ԑc = 0,0017 . = 0,0004
211.66−44,79
𝑘 . 𝑑−𝑑′
Ԑs’ = Ԑc .
𝑘. 𝑑
44,792−36,89
Ԑs’ = 0,0004 . = 0,00007910 mm
44,79
Cc = 0,5 f’c b kd
Cc = 91476,73 N
Cs = 1558,64 N
T = Cc . Cs = 91476,73 . 1558,64
T = 93035,37 N
T = As . fy = 268,75 . 346,17
T = 93035,37 N
Cc + Cs - As . fy = 0
93035,37 - 93035,37 = 0
𝑐𝑠 .𝑑 ′ + 𝑐𝑐 . 0,33 𝑘𝑑
y=
𝑇
1558,64 . 36,89 + 91476,73 . 14,93
y=
93035,37
y = 15,299 mm
Jd = d – y
My = As . fy . Jd
17,26 = 1,2P
P = 14,38 kN
2P = 28,76 kN
Asumsi bahwa tulangan tarik dan tulangan tekan telah luluh, maka :
As2 = As’
As = As1 + As2
𝐴𝑠1 . 𝑓𝑦 60122
a= ′ = 3471,8
= 173.68 mm
0,85 . 𝑓 𝑐 . 𝑏
menentukan letak garis netral :
𝑎
c = 𝛽 = 20,373 mm
1
kontrol terhadap asumsi bahwa regangan yang terjadi benar telah mengalami
𝑐 − 𝑑′
Ԑs’ = 0,003 = -0,0024 , d’ = 36,89 mm
𝑐
𝑑−𝑐
Ԑs = 0,003 𝑐
= 0,02817 , d = 211,66 mm
Regangan :
𝑓𝑦
Ԑy =
𝜀𝑠
= 0,00167
Syarat :
Ts = Cs + Cc
Cs = As’ . f’s
f’s = Ԑs . Es
𝑐 – 𝑑′
f’s = 0,003 . 207259
𝑐
𝑐 – 𝑑′
f’s = 621,78
𝑐
𝑐 – 𝑑′
Cs = 95,078 . 621,78
𝑐
𝑐 – 37
Cs = 59117,12
𝑐
Cc = 2951,051 C
Subtitusi : Ts = Cs + Cc
𝑐 – 37
93035,4 = 59117,12 + 2951,051 C
𝑐
C2 – 11494C – 739,001 = 0
C = 39,279
𝑐 – 𝑑′
fs = 621,78
𝑐
a = 0,85 C = 33,3871 mm
𝑏𝑐 2
C= + [ n As + (n-1)As’]C – [ n As d – (n-1) As’ d’]
2
C = 75 C2 + 2979,54 C – 454578
C = C2 + 39,73 C – 6061
𝑏𝑐 3
Icr = + n As (d- c)2 – (n-1) As’ (c – d’)2
3
6441,004 3
Ie = 69802830 + [ ] (215542876 – 69802830)
18268,56
Ie = 76190273
Syarat :
a : 1,2 m
L :3 m
q : 0,9 kN/m
Ec : 26109,75 Mpa
Iinersia balok : Inersia pada balok didapat dari perhitungan analisa balok normal
Untuk menghitung Dengan menngunakan rumus lendutan seperti dibawah ini :
5 𝑞 𝐿4 𝑃𝑎
Lendutan (∆) = + [3𝐿2 − 4𝑎2 ]
384 𝐸𝐼 24 𝐸𝐼
Maka didapat lendutan balok seperti yang ada pada (tabel hasil perhitungan
50.0
40.0
beban(kN)
30.0
20.0
balok normal
10.0
0.0
0 10 20
lendutan(mm)
Dokumentasi penelitian
Lampiran Dokumentasi
a. Gambar sampel Balok BTR
Setelah pengujian
b. Gambar sampel Balok BSCTR
setelah Pengujian
c. Gambar sampel Balok BN
setelah Pengujian
d. Gambar sampel Balok BSC
sebelum Pengujian
setelah Pengujian
setelah Pengujian
e. Gambar sampel Balok BTL
setelah Pengujian