Anda di halaman 1dari 4

Penyebab pembangunan dan perekonomian Indonesia belum merata

Wilayah Indonesia begitu luas membuat perkembangan ekonomi tak merata sehingga ada
kesenjangan di setiap daerah. Presiden Direktur PT Jababeka Tbk, SD Darmono
mengungkapkan penyebab tak meratanya pertumbuhan ekonomi di Indonesia karena
peraturan yang sama pada tiap daerah. Lantaran, tiap daerah memiliki kelemahan dan
kelebihan.

"Banyak masalah kita punya peraturan sama rata di seluruh Indonesia. Sebab tiap daerah
punya kelemahan dan kelebihan sendiri," kata Darmono, di Jakarta, Jumat (20/2/2015).

Ia mengungkapkan, dampak penyamarataan peraturan mendorong ekonomi hanya tumbuh


di Jawa terutama Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Selama ini,
peraturan yang ada hanya menunjang dan menguntungkan wilayah itu.

"Kalau investasi disamaratakan cenderung di Jawa, ini yang menyebabkan ekonomi tumbuh
di Jawa khusus Jabodetabek. Ini jadi satu solusi cluster. Masalah efisiensi melawan
keadilan," tutur Darmono.

Menurut Darmono, pemerintah perlu menerapkan kawasan ekonomi khusus untuk


mengembangkan daerah tertinggal. Dalam kawasan ekonomi khusus tersebut akan ada
peraturan yang berbeda menyesuaikan kawasan tersebut.

"Kawasan Ekonomi Khusus sangat bermanfaat buat pengembangan ekonomi Indonesia,


negara kita luas 17 ribu pulau," ujar Darmono.

Selama ini Pulau Jawa selalu menjadi tempat favorit investor menanamkan modal dengan
membangun dan mengembangkan industri. Hal ini terbukti dari 70 persen industri yang
masih berpusat di Pulau Jawa.

Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kemenperin, Imam Haryono


menuturkan, sebenarnya ada kendala yang dirasakan para investor saat membangun
industri di luar Pulau Jawa. Ketersediaan infrastruktur dan tata ruang menjadi kendala
tersebut. (Pew/Ahm)

Pelaksanaan pembangunan juga difokuskan dalam beberpa aspek. Aspek yang dimaksud
adalah kehidupan bangsa, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan.

Ada beberapa hal yang menyebabkan pembangunan nasional belum merata.


Lantas, apa saja faktor yang jadi penghambat pembangunan nasional? Yuk, kita cari tahu.
Dilansir dari buku Sosiologi Pembangunan oleh Adon Nasrullah Jamaludin, ada beberapa
faktor penghambat, yaitu:

1. Masalah SARA
Perbedaan suku, ras dan agama ini justru sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk
menghambat pembangunan.

2. Produktivitas Penduduk yang Rendah


Faktor berikutnya adalah produktivitas penduduk yang rendah.
Ada beberapa wilayah di Indonesia yang penduduknya miliki nilai produktivitas yang rendah.

3. Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial ini juga terjadi di beberapa wilayah Indonesia karena wilayahnya yang
sangat luas.Contohnya adalah kesenjangan pendapatan, kesempatan kerja hingga
pelayanan kesehatan.

4. Tingkat Pendidikan
Ada beberapa wilayah Indonesia yang memiliki tingkat pendidikan rendah.Hal ini juga
menjadi salah satu penghambat pemerataan pembangunan nasional.

5. Kekurangan Modal dan Teknologi


Modal juga menjadi hal penting bagi pemerintah untuk menggalakkan pembangunan
nasional.

Selain itu, teknologi juga memiliki peran penting di sana.

Usaha yang dilakukan pemerintah untuk meratakan pembangunan dan perekonomian


di Indonesia

Pemerintah terus menjalankan berbagai kebijakan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi,


menangani ketimpangan wilayah, serta mendorong pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi nasional untuk sekarang dan masa depan. Salah satu kebijakan utama yang
menjadi dasar dalam pembangunan ekonomi berbasis pengembangan wilayah, khususnya
transformasi infrastruktur adalah prioritisasi program/proyek infrastruktur yakni melalui
Proyek Strategis Nasional (PSN).

Berdasarkan Peraturan Menko Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022, saat ini Pemerintah
tengah berusaha menyelesaikan 200 Proyek Strategis Nasional dan 12 Program Strategis
Nasional dengan nilai investasi mencapai Rp5.481,4 triliun yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke.

PSN adalah proyek yang memiliki nilai investasi tinggi dan berdampak ekonomi luas, seperti
sektor jalan, pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi, listrik dan
telekomunikasi. PSN tersebar di seluruh Indonesia yang mencakup 14 multisektor dan 12
program, yang tidak hanya terfokus pada pembangunan infrastruktur fisik, namun juga
memastikan peningkatan pemerataan ekonomi, penyediaan pangan, pengembangan
perbatasan, teknologi hingga pendidikan.
Selain itu, dampak adanya PSN terhadap dunia ketenagakerjaan yakni dapat menyerap
sekira 1,95 juta orang tenaga kerja selama empat tahun (periode 2020-2024) yang sejalan
dengan estimasi penyerapan investasi oleh PSN-PSN tersebut. Bahkan diestimasikan
potensi penyerapan tenaga kerja untuk pembangunan perekonomian berbasis
pengembangan wilayah dapat mencapai 11 juta orang terhitung sejak 2016 lalu.

“Ke depannya, kita semua berperan dalam mewujudkan pemerataan kesejahteraan,


meningkatkan pertumbuhan perekonomian, dan penyerapan tenaga kerja. Bilamana hal ini
selesai dikerjakan, maka Indonesia akan memiliki potensi berupa Produk Domestik Bruto
(PDB) 2045 senilai US$7 triliun dan akan menduduki peringkat lima besar perekonomian
dunia,” papar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam acara
Ovrview yang mengambil tema “Transformasi Infrastruktur dalam Menyongsong Indonesia
Maju 2045”, secara virtual di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kamis
(27/10).

Setelah memegang tampuk Presidensi G20 Indonesia di tahun ini, Indonesia di tahun depan
juga mendapatkan peran penting sebagai Ketua ASEAN. Agenda ini akan mendorong
penguatan peran Asia terhadap ekonomi global, dengan tiga pilar utama yaitu
Recovery-Rebuilding, Digital Economy, dan Sustainability. Ketiga pilar tersebut menjadi
komitmen meningkatkan produktivitas ekonomi, mewujudkan ketahanan sekaligus antisipasi
terhadap krisis yang akan dihadapi masyarakat dunia. “Momentum keketuaan ini diharapkan
dapat memunculkan berbagai ide dan gagasan baru, khususnya peran pemuda sebagai
agen perubahan yang dapat memberikan warna baru bagi pembangunan ekonomi
Indonesia,” kata Menko Airlangga pada acara yang termasuk dalam rangkaian Ekon Goes to
Campus ini.

Di sisi lain, selama ini masih terjadi kekurangan investasi di sektor infrastruktur sehingga
menciptakan kesenjangan infrastruktur (infrastructure gap) yang besar. Hal ini menyebabkan
terjadinya defisit infrastruktur selama bertahun-tahun di Indonesia terutama setelah krisis
ekonomi 1998. Hingga 2017, Indonesia masih terus mengejar ketertinggalan posisi stok
modal infrastruktur yang baru berkisar 43%, masih di bawah negara-negara G20 yang
rata-rata di angka 70%.

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian
Wahyu Utomo mengungkapkan, “Infrastructure gap yang harus menjadi fokus kita sekarang.
Semakin kecil hal tersebut, semakin besar peluang mempercepat pembangunan
infrastruktur nasional. Sampai saat ini, Pemerintah telah berhasil menunjukkan capaian
nyata di bidang infrastruktur. Perlahan tapi pasti Indonesia terus bergerak dalam menutup
infrastructure gap tersebut guna mencapai tujuan menjadi negara maju dan menyongsong
Indonesia Emas 2045,” ujar Deputi Wahyu yang juga menjabat sebagai Ketua Tim
Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).

Pada kesempatan ini, KPPIP juga meluncurkan buku berjudul “Indonesia Emas 2045:
Infrastruktur untuk Ekonomi yang Berkeunggulan, Berkeadilan dan Berkelanjutan”. Buku ini
mengulas lebih nyata dampak dan manfaat pembangunan infrastruktur bagi kesejahteraan
rakyat serta kemajuan bangsa yang disampaikan langsung oleh para pemangku
kepentingan, termasuk masyarakat penerima manfaat Program Strategis Nasional (PSN) di
berbagai daerah.
Buku ini juga merangkum pandangan langsung tentang kebermanfaatan infrastruktur dari
aspek ekonomi, sosial, dan humanistik di 17 titik pada 9 Provinsi yang terdistribusi secara
merata di Indonesia. Lokasi PSN yang menjadi lokus pengambilan data bervariasi mulai dari
proyek bendungan dan jaringan suplesi, bandara dan kereta bandara, proyek pelabuhan,
proyek jalan tol, proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik, proyek smelter, proyek
integrasi industri manufaktur, proyek infrastruktur teknologi, proyek penyediaan tangki BBM,
dan proyek pos lintas batas negara. Sementara, para narasumber yang dimintai keterangan
adalah perwakilan akademisi, pengelola/investor, pemerintah daerah/pusat dan masyarakat
penerima manfaat PSN.

“Buku ini ditulis sebagai salah satu upaya KPPIP mendapatkan gambaran atas berbagai
macam dampak signifikan yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur PSN, termasuk
mengulas berbagai persoalan utama yang menjadi hambatan pembangunan infrastruktur,
mulai dari mulai dari pendanaan, pengadaan lahan dan kendala perencanaan, serta
konstruksi,” ucap Deputi Wahyu.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak yang juga menjadi salah satu
narasumber mengungkapkan bahwa infrastruktur adalah modal dasar sosial, maka itu
Provinsi Jawa Timur sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur. “Investor mau
investasi atau buka pabrik di Jawa Timur tidak hanya berdasarkan sumber daya alam (SDA)
ataupun sumber daya manusia (SDM) yang murah saja, tapi juga harus ditopang oleh
infrastruktur memadai dan kemampuan teknologi mumpuni. Infrastruktur adalah enabler
yang mendorong pengembangan industri di Jatim,” ungkapnya.

Dengan 40 juta penduduknya, Provinsi Jatim menjadi penyumbang terbesar kedua kepada
perekonomian nasional, sehingga yang diprioritaskan untuk pembangunan ekonomi provinsi
itu adalah sektor industri, jasa, serta PSN. “Salah satu proyek yang dikejar penyelesaiannya
yakni sistem penyediaan air atau bendungan yang penting sekali untuk menopang kawasan
industri, lalu sistem pengendalian banjir supaya tidak terjadi gangguan logistik, dan juga
sistem transportasi dengan mendorong pembangunan jalan tol yang menghubungkan
banyak kawasan di Jatim,” tutup Wagub Emil.

Acara yang terselenggara atas kerja sama Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan
Persidangan (KLIP) dengan Kedeputian Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan
Tata Ruang Kemenko Perekonomian ini juga dihadiri antara lain oleh Kepala Biro KLIP
Haryo Limanseto, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITS Prof. Adi
Soeprijanto, dan Head of Transportation Subdivision KPPIP Muhammad Luqmanul Hakim.
(dep6/rep/iqb)

Anda mungkin juga menyukai