Anda di halaman 1dari 6

Essay : Analisis Pengaruh Penyediaan Infrastruktur

Terhadap Perkembangan Ekonomi di Indonesia

Salma Aulidha Umar


NIM 08211066, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,
JTSP, Institut Teknologi Kalimantan
Email: 08211066@student.itk.ac.id

Pendahuluan
Indonesia adalah negara berkembang, dimana wilayahnya terdiri dari
kepulauan yang dipisahkan oleh perairan yang luas. Setiap wilayah memiliki
karakter, keaslian, kelangkaan, keunikan, dan kekhasan sendiri-sendiri sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi antarwilayah yang dilakukan oleh tenaga alam
maupun aktivitas manusia (Baiquni, 2014). Namun sejumlah karakteristik yang
berbeda-beda tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk dapat mencapai
potensi suatu pembangunan wilayah.
Pembangunan wilayah itu sendiri merujuk kepada pembangunan
infrastruktur secara fisik. Dimana menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia
No. 38 Tahun 2015, infrastruktur merupakan fasilitas teknis, fisik, sistem,
perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada
masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial
masyarakat dapat berjalan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi melalui
akumulasi ekonomi, kemajuan teknologi, maupun migrasi pekerja atau arus
investasi.
Pembangunan di berbagai wilayah Indonesia masih mengalami kondisi
ketimpangan wilayah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2018,
ketimpangan Indonesia terus meningkat ditandai dengan indeks gini sebesar 0,389.
Dengan ketimpangan yang cukup besar baik antara Indonesia bagian barat dengan
Indonesia bagian timur, Pulau Jawa dengan wilayah lainnya dan juga antara daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan . Dimana output atau Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Pulau Jawa meghasilkan lebih dari 60 persen total output Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pembangunan di Pulau Jawa jauh lebih
kuat daripada di wilayah lainnya (Suriani & Keusuma, 2015).
Salah satu penyebab ketimpangan tersebut adalah pemenuhan infrastruktur
yang belum memadai di setiap provinsi. Menurut Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, ketersediaan infrastruktur yang minim
seringkali menjadi penyebab utama mahalnya ongkos logistik dan rendahnya arus
investasi masuk.
Dinamika yang berbeda ini tentunya membutuhkan upaya untuk
mengatasinya yaitu dengan mengoptimalkan pemerataan infrastruktur. Karena
infrastruktur mendukung interaksi antara sistem lingkungan, sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu, perlu diukur keterkaitan antara pembangunan infrastruktur dengan
perkembangan ekonomi.

Pembahasan
Keterkaitan antara infrastruktur dan perkembangan ekonomi pertama-tama
diukur dari kondisi infrastruktur yang ada di berbagai provinsi. Karena hal tersebut
mencerminkan hasil pembangunan infrastruktur yang dilakukan di masing-masing
daerah. Kondisi ini didasari pada dua kelompok infrastruktur, yaitu infrastruktur
sosial dan ekonomi. Kedua kelompok infrastruktur tersebut memiliki karakteristik
yang beragam dari segi ketersediaan maupun kuantitasnya karena perbedaan
kapasitas daerah dalam mendukung pembangunan infrastruktur secara menyeluruh.
Hal ini dapat dilihat melalui jumlah nilai konstruksi yang terselesaikan.
Berdasarkan data BPS Tahun 2018, Pulau Jawa merupakan memiliki nilai
konstruksi terselesaikan yang dominan, yaitu berada diatas 50% jika dihadapkan
dengan total konstruksi nasional seperti bangunan khusus, bangunan sipil, maupun
bangunan gedung. Sedangkan untuk wilayah di luar Pulau Jawa, nilai konstruksi
terselesaikan tertinggi berada di Pulau Sumatera dengan akumulasi nilai proyek
terselesaikan diatas 10%. Sementara nilai kontruksi lain tersebar di berbagai pulau
yang berbeda seperti: Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan
Papua.
Tidak hanya itu, dalam upaya pemerataan infrastruktur juga dapat dilihat
melalui perbedaan sumber tenaga kerja dan perusahaan jasa konstruksi. Dimana
pada tahun 2020 menurut Badan Pusat Statistik dalam Konstruksi Dalam Angka,
jasa konstruksi masih terpusat di Pulau Jawa dengan jumlah perusahaan konstruksi
terbanyak terletak pada Provinsi Jawa Timur sebanyak 19.430. Sedangkan pada
daerah diluar Pulau Jawa, jasa konstruksi terbanyak terletak pada Provinsi Sulawesi
Selatan yakni sebanyak 11.017 unit. Keadaan ini juga diikuti oleh keberadaan
sumber tenaga kerja yang juga masih dominan di Pulau Jawa yang mencapai
475.015 orang di Provinsi DKI Jakarta dan 144.747 di Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2019. Banyaknya tenaga kerja yang hanya memusat di Pulau Jawa membuat
pembangunan lebih optimal di Pulau Jawa dibandingkan dengan daerah diluar
Pulau Jawa.
Perbedaan tingkat jasa konstruksi dan tenaga kerja di masing-masing
provinsi tersebut menyebabkan perbedaan ketersediaan infrastruktur ekonomi dan
sosial di Indonesia. Jika keberadaan dua infrastruktur tersebut digabungkan dalam
indeks infrastruktur daerah, akan memiliki nilai yang berbeda. Dimana didalam nya
memuat beberapa lingkup infrastruktur, seperti; jalan (kecuali jalan tol), listrik, air,
fasilitas komersial, lalu lintas (bandara - pelabuhan), komunikasi, pendidikan
maupun kesehatan.
Keberagaman variasi tersebut membentuk sejumlah pola terpusat di tingkat
provinsi. Dengan indeks karakteristik infrastruktur maju memiliki indeks sebesar
(>4,65), infrastruktur sedang sebesar (6,88 – 4.65) dan infrastruktur tertinggal
dengan indeks kurang dari (6,88). Apabila dikorelasikan dengan konsep
pengembangan wilayah, maka diperoleh adanya ketidakberimbangan atau
ketimpangan dalam ketersediaan infrastruktur. Dimana ketersediaan infrastruktur
yang tergolong tinggi cenderung terpusat di provinsi yang memiliki jumlah
penduduk yang tinggi dengan banyak kegiatan perindustrian. Selain kegiatan
industri, pariwisata juga dapat mendorong penyediaan infrastruktur penunjang.
Seperti pada Pulau Bali yang merupakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN). Sehingga untuk mendukung kegiatan pariwisatanya, dibangun
infrastruktur konektivitas seperti jaringan jalan dan bandara karena adanya bandara
yang memadai maka akan mempermudah lalu lintas transportasi dan menarik lebih
banyak wisatawan sehingga meningkatkan perkembangan ekonomi wilayah.
Perkembangan ekonomi wilayah juga tidak terlepas dari nilai kuantitas
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dimana PDRB menggambarkan suatu
kemampuan wilayah dalam menciptakan nilai tambah dalam waktu tertentu
(Suriani & Keusuma, 2015). PDRB memiliki dua versi penilaian yaitu
menggunakan harga tahun berjalan atau “atas dasar harga berlaku” dan
menggunakan harga tahun tertentu yaitu “atas dasar harga konstan”. Produk
Domestik Bruto memiliki tiga jenis sisi pendekatan yaitu produksi, penggunaan,
dan pendapatan. Pada PDRB dari sisi produksi merupakan akumulasi seluruh nilai
tambah bruto yang tercipta dari sektor-sektor ekonomi berbagai aktivitas produksi.
Sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan mengenai penggunaan dari nilai
tambah tersebut. Lalu selanjutnya adalah dari sisi pendapatan dimana nilai tambah
merupakan jumlah dari upah atau gaji surplus usaha, penyusutan, serta pajak tak
langsung neto yang diperoleh. Kemudian penyajian komposisi data nilai tambah
tersebut dirincikan kembali berdasarkan sektor ekonomi, komponen penggunaan,
serta sumber pendapatan.
Secara keseluruhan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 26 provinsi
di Indonesia terus meningkat selama tahun 2004-2009 dengan rata-rata 6,9
Juta/kapita pada tahun 2004 dan 8,6 Juta/kapita pada tahun 2009. Provinsi Jakarta,
Kalimantan Timur dan Riau memiliki peringkat tiga tertinggi di antara provinsi
lainnya selama periode 2004-2009. Sedangkan Provinsi Maluku dan NTT menjadi
provinsi dengan peringkat terbawah pada tahun 2004 dan 2009. Peringkat PDRB
terendah tahun 2004 adalah Provinsi Maluku yaitu sebesar 2,022 Juta/kapita dan
Provinsi NTT pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,514.
Dari pendapatan per kapita juga dapat menjadi cerminan distribusi
pendapatan yang diperoleh setiap masyarakat suatu wilayah. Dimana tingkat
pendapatan perkapita cenderung tidak merata dan didominasi oleh wilayah dengan
tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi. Misalnya DKI Jakarta, Jawa Timur, dan
Kalimantan Timur karena terdapat rencana pembangunan ibukota negara. Hal
tersebut menunjukan bahwa upaya penyediaan belum optimal dalam hal
peningkatan nilai perekonomian.

Kesimpulan
Infrastruktur merupakan faktor penting yang mendukung perkembangan
ekonomi wilayah. Keberadaan infrastruktur yang lengkap menentukan kapasitas
suatu kawasan untuk mendukung berbagai kegiatan yang nilai tambah. Infrastruktur
mempunyai dampak terhadap suatu wilayah berdasarkan karakteristik setempat dan
mendorong adanya perubahan morfologi wilayah meskipun tidak menyeluruh
(Kusuma & Muta’ali, 2019).
Oleh karena itu meskipun tidak menyeluruh, infrastruktur tetap perlu
diintegrasikan secara khusus dengan kemampuan investasi dan keberadaan industri
lokal secara merata serta dibutuhkan keberadaan ketenagakerjaan yang memadai
untuk menunjang berbagai kegiatan produksi secara masif karena melalui perbaikan
pertumbuhan ekonomi, maka akan turut memperbaki tingkat perkembangan
ekonomi wilayah.
Selain itu, hubungan antara infrastruktur dan tingkat perkembangan
ekonomi juga dapat dilihat dari pendapatan perkapita. Dimana infrastruktur seperti
jalan, kelistrikan, komunikasi, dan pelayanan transportasi merupakan salah satu
aspek yang mendukung perkembangan ekonomi. Oleh karena itu, jika
pembangunan infrastruktur dilakukan dengan signifikan maka akan mendorong
kenaikan pendapatan per kapita.

Lesson learned
Pengaruh penyediaan infrastruktur memiliki dampak tersendiri kepada
pengembangan ekonomi wilayah di Indonesia. Kondisi infrastruktur wilayah
bervariasi dengan infrastuktur yang maju didominasi oleh Pulau Jawa-Bali.
Sedangkan infrastruktur yang berkembang berada di wilayah Indonesia Timur,
dengan infrastruktur tertinggal berada di daerah Pulau Nusa Tenggara, Sulawesi,
Maluku dan Papua.
Perkembangan ekonomi setiap provinsi memiliki kelompok bervariasi
dengan dipengaruhi oleh investasi, infrastruktur, sektor unggulan, dan demografi
sehingga menghasilkan pola spasial yang beragam. Dimana dapat dilihan bahwa
Hubungan pembangunan infrastruktur dan perkembangan ekonomi bersifat tidak
menyeluruh. Perkembangan ekonomi wilayah sangat ditentukan oleh keberadaan
infrastruktur komunikasi, kelistrikan, jalan, dan pelayanan transportasi karena
bentuk hubungannya signifikan dan bersifat positif.
Penyediaan infrastruktur perlu dilakukan secara konsisten dan merata
berdasarkan baik pada prioritas, kebutuhan lokal maupun dinamika geografis setiap
provinsi yang diimplementasikan secara terintegrasi dengan dukungan pemenuhan
perusahaan kontruksi dan tenaga kerja baik terampil maupun ahli.
Selain itu, untuk meningkatkan perkembangan ekonomi juga dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan pengembangan berbagai sektor ekonomi
secara berimbang dan mengembangkan sektor selain industri dan migas seperti
potensi dari sektor pertanian. Untuk meningkatkan hal tersebut maka diperlukan
upaya peningkatan keberadaan tenaga kerja berkompeten, industri pengolahan, dan
investasi di berbagai wilayah luar Pulau Jawa guna meningkatkan nilai tambah pada
sektor pertanian dan perkebunan.

Daftar Pustaka
Baiquni, M. (2014). Paradigma Archipelago: Perspektif Geografi Regional dalam
Mengelola Keragaman Wilayah Kepulauan dan Kelautan Indonesia. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada, 1–26.
Kusuma, M. E., & Muta’ali, L. (2019). Hubungan Pembangunan Infrastruktur dan
Perkembangan Ekonomi Wilayh Indonesia. Jurnal Bumi Indonesia.
Suriani, S., & Keusuma, C. N. (2015). Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Dasar
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Ecosains: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Dan Pembangunan, 4(1), 1.
https://doi.org/10.24036/ecosains.10962757.00
Bappenas. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019. Jakarta: Bappenas.
BPS.2018.Kontruksi dalam angka 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Muta'ali, Luthfi. 2015. Teknik Analisis Regional. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Geografi (BPFG).

Anda mungkin juga menyukai