Tema diskusi kita mengenai Koperasi Indonesia saat ini.
Pada tahun 2012 muncul UU
perkoperasian yang baru, yakni UU 17 Tahun 2012. Tetapi pada Bulan Mei 2014, undang- undang ini dibatalkan oleh MK. Deskripsikan opini anda mengenai: 1. Apa yang menjadi alasan MK membatalkan pemberlakuan UU yang baru? 2. Bagaimana pendapat anda menyikapi perubahan ini, yang mengharuskan landasan hukum perkoperasian harus kembali ke UU 25 Tahun 1992? 3. Jelaskan mengapa koperasi selama ini masih jauh dari harapan dan belum bisa mengikuti perkembangan jaman?
Jawaban:
1. Beikut ini merupakan faktor yang melatarbelakangi MK membatalkan pemberlakuan UU 17
Tahun 2012, yaitu: a. Faktor Filosofis Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 dalam kenyataanya sudah tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian Nasional. Seharusnya yang di jadikan landasan fundamental perkoperasian Nasional adalah konsep kolektivisme bukan konsep kapitalisme, yang memiliki ciri khas berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sehingga koperasi mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian Nasional. b. Faktor Yuridis Sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dengan jelas menyatakan perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan yang berlandaskan gotong royong. Sehingga dalam kenyataanya Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2012 tidak sesuai dengan cita dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. c. Faktor Sosiologis Landasan Sosiologis setiap manusia selaku mahluk sosial pasti saling membutuhkan satu sama lain, yang kemudian bergaul dan berkumpul untuk memenuhi kebutuhannya, hal tersebut kemudian yang menyatukan dalam suatu wadah yakni koperasi. Skema Permodalan yang mengutamakan modal materiil dan finansial yang kemudian mengenyampingkan modal sosial yang menjadi ciri utama fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut, yang kemudian menjadi sama dan tidak ada perbedaan dengan Perseroan Terbatas (PT). Dari ketiga faktor diatas ditarik simpulan bahwa menjadi alasan MK membatalkan pemberlakuan UU 17 Tahun 2023 yaitu karena seluruh isi UU 17 Tahun 2012 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga undang-undang ini tidak mempunyai kekuasaan hukum yang tetap.
2. Tanggapan saya tentang penolakan MK terhadap UU 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi
sangat disayangkan, karena sebenarnya pembaruan undang-undang ini dibuat sebagai solusi bagi permasalahan yang tercipta akibat dari pasal-pasal usang yang ada di undang-undang koperasi UU 25 Tahun 1992. Latar belakang karena terdapat ketidaksesuaian antara UU 17 Tahun 2012 dengan UUD 1945 inilah yang menyebabkan mengapa landasan hukum koperasi kembali ke UU 25 Tahun 1992. 3. Pembangunan koperasi dinilai masih jauh dari harapan karena dalam upaya pengembangannya koperasi dihadapkan pada keadaan dimana masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, beberapa kendala ini menjadi kekurangan koperasi diantaranya yaitu: a. Keterbatasan dibidang permodalan. Bagi koperasi yang baru saja berdiri mungkin akan mengalami sedikit kesulitan modal untuk dapat berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya, kurangnya dalam pembentukkan modal sendiri, kurangnya dalam menarik sumber modal dari luar organisasi, dan kurangnya inisiatif serta upaya sendiri dalam meningkatkan permodalan. b. Daya saing lemah. Jika dibandingkan dengan badan usaha besar lainnya koperasi bisa dikatakan kalah bersaing dengan badan usaha tersebut. c. Rendahnya kesadaran berkoperasi pada anggota. Tidak semua anggota koperasi memiliki kesadaran penuh dalam berkoperasi, tindakan tersebut dapat seperti tidak menyetorkan iuran wajib terhadap koperasi. d. Kemampuan tenaga profesional dalam pengelolaan koperasi. Sumber daya manusia yang tersedia terkadang kurang memiliki keahlian sehingga menyebabkan kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas, dan anggotanya. Rendahnya kualitas SDM dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan koperasi yang mengakibatkan koperasi tidak berjalan lancar. Mereka yang dipilih untuk menjadi pengurus koperasi seringkali hanya mereka yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat, tanpa melihat kemampuannya. e. Pengenaan pajak terhadap koperasi tidak memenuhi rasa keadilan. Terdapat banyak keluhan mengenai pengenaan pajak terhadap koperasi, diantaranya, pengenaan PPh (Pajak Penghasilan) final sebesar 1% bagi koperasi yang memiliki omzet diatas Rp 4,8 miliar/ tahun yang harus dibayarkan setiap bulan dalam PP No.46 Tahun 2013, kebijakan pengenaan pajak 10% bagi penerimaan bunga simpanan anggota lebih dari Rp 240.000 juga memberatkan anggota koperasi, dimana mayoritas anggota koperasi merupakan masyarakat menengah ke bawah, tidak adanya penjaminan simpanan di koperasi, sedangkan bank yang sama-sama sebagai lembaga keuangan mendapat jaminan berupa LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sampai Rp 2 miliar. Kekurangan yang dimiliki oleh koperasi di atas memperlihatkan koperasi kurang mendapat perhatian karena kurangnya memperlihatkan kinerja dan citra yang lebih baik dari masa sebelumnya. Keadaan ini merupakan salah satu bukti bahwa komitmen pemerintah masih kurang dalam pembangunan koperasi. Campur tangan pemerintah sangat diharapkan untuk mengatasi kendala-kendala ataupun hambatan yang menjadi permasalahan utama dalam tatanan perkoperasian di Indonesia Sumber referensi: Djohan, Djabaruddin. 2022. Perkoperasian. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. LEGALERA.ID. 2017. Perlu Keadilan Pajak untuk Koperasi. Diakses melalui: https://legaleraindonesia.com/perlu-keadilan-pajak-untuk-koperasi/ (pada tanggal 04 mei 2023).